Trayektori Pendidikan, antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-lanjut | Nugroho | Jurnal Pemikiran Sosiologi 23406 60978 1 PB

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No.1 , Mei 2013

Trayektori Pendidikan,
Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science :
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Oleh
Wahyu Budi Nugroho1

Abstrak
Tulisan ini berupaya memaparkan problem trayektori pendidikan dan implikasi domino yang
ditimbulkannya. Secara ringkas, trayektori pendidikan menunjuk pada ketidakjelasan arah atau
ketidakterhubungan antara dunia pendidikan dengan realitas konkret kontemporer. Timbulnya
trayektori pendidikan ditengarai oleh perceraian antara teori dengan praksis yang kemudian
memunculkan klasifikasi ilmu ke dalam dikotomi low science dan high science. Persoalan menjadi kian
pelik manakala dihadapkan pada tatanan kapitalisme-lanjut yang begitu mensakralkan ukuran-ukuran
ekonomi sehingga beberapa ilmu pengetahuan (disiplin) dirasa tak lagi relevan keberadaannya. Hal
inilah yang nantinya memunculkan problem alienasi nilai guna ilmu pengetahuan . Di sisi lain,
posmodernitas yang memayungi tatanan kapitalisme-lanjut turut memicu kontestasi antara legitimasi
dengan otodidaktisme yang berujung pada diskursus seputar kepakaran formal dan non formal. Singkat
kata, tulisan ini berupaya mewacanakan kembali kedudukan ilmu pengetahuan sebagai sarana
emansipasi manusia, terutama berkenaan dengan aktualisasi diri individu maupun kolektif beserta

segenap potensi yang dimilikinya.
Kata kunci: trayektori pendidikan, alienasi, kapitalisme-lanjut.
Abstract
This paper aims to elaborate the problem of educational trajectory and its domino effect implications.
Briefly, educational trajectory refers to uncertain path or disconnection between formal education and
contemporary factual reality. Educational trajectory is caused by the separation between the world of
theory and praxis which resulted in the classification of dichotomy of knowledge into low and high
sciences. The problem becomes more complicated when it meets vis-à-vis a system of late-capitalism
which magnifies economic values, so that some majors or disciplines seem to be irrelevant for their
existence. The circumtances surrounding such facts will create another problem so called the utility
alienation of science . On the other hand, postmodernity which shelters the system of late-capitalism also
triggers competiton between legitimacy and autodidactism that induces discourses on formal and nonformal masteries. Shortly, this paper puts an effort to discuss the existence of science as a tool of achieving
humanitarian emancipation, particularly which concerns with self-actualisation of individuals and their
whole potencials.
Keywords: educational trajectory, alienation, late-capitalism
Rekam-jejak format pendidikan terprimitif dapat

A. Pendahuluan

kita temui dalam era masyarakat berburu dan


An intellectual is someone whose mind watches

itself… [Albert Camus, Notebooks 9

meramu. Pada periode-periode pasca berburu dan

-1942].

menikmati

1

hasil

tangkapan,

tetua

adat


Wahyu Budi Nugroho, menyelesaikan studi S2 Master Sosiologi UGM tahun 2013. Menerbitkan beberapa tulisan
dan buku, salah satunya berjudul Sosiologi Eksistensialisme Jean Paul Sartre .

31

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho

menempatkan diri di tengah-tengah masyarakatnya

Lebih jauh, serangkaian hal di atas berkenaan

dan mulai

dengan persoalan legitimasi individu dalam struktur

mendongeng . Dongengan tersebut


umumnya berkisah mengenai roh dan kehidupan

sosial, dikotomi antara low science dengan high

para leluhur di masa lampau, berikut pengetahuan

science,

praktis bagi kehidupan sehari-hari. Dalam era ini,

berakhir

pengetahuan (baca: teori) tak dipisahkan dari

kemubaziran, berikut aktualisasi kedirian individu

praksis, petuah tetua adat menjiwai setiap sendi

yang tertuju pada emansipasi ataukah alienasi.


kehidupan masyarakat kala itu. Bentuk-bentuk

Kiranya, berbagai persoalan terkait begitu penting

praktek pendidikan yang demikian berlanjut hingga

dikupas dalam rangka memberikan pemahaman-

memasuki peradaban yang telah maju: India Kuno,

lebih atas relasi dunia pendidikan dengan konstelasi

Mesir Kuno, dan terutama Yunani Kuno sebagai

sosial di era kontemporer.

kelimpah-ruahan
dengan


pengetahuan

kemanfaatan

yang

ataukah

momentum perceraian antara keduannya—teori
dengan praksis (McLean & Hurd, 2008: 50-53).
Disadari atau tidak, hal tersebut menjadi momentum
trayektori

pendidikan

yang

pertama,

yakni


B. Trayektori Pendidikan, Pendulum yang

pergeseran arah dan orientasi pendidikan pada

Mengayuh Tanpa Arah

keluaran yang masih tersamarkan.
Pergulatan dominasi-dormansi antara pengetahuan

Istilah trayektori umum digunakan dalam dunia

praksis maupun teoretis dalam dunia pendidikan

teknik fisika. Istilah tersebut menunjuk pada rute

pun ajeg berlanjut setelahnya, bahkan hingga detik

gerak suatu obyek yang telah diprediksikan


ini.

pendidikan

sebelumnya, namun gerak akhir dari obyek tersebut

Pertama,

tetap tak menutup kemungkinan berubah atau tak

Setidaknya,

termanifestasikan

trayektori
dalam

dua

hal;


teknik, terutama dalam ranah keilmuan fisika—

perceraian antara pengetahuan praksis dengan

sebagaimana

teoretis gerak yang menjadi ambiguitas tersendiri.

sebelumnya (Hollerbach, 2012: 1; Bhavsar & Kumar,

Kedua, kebingungan

2012:

akumulasi

pengetahuan

dewasa


diprediksikan

demikian,

trayektori

ketidaktepatan , serta berubah dan tidak berubah .

dalam merespon era division of labour berikut spatkapitalisme-lanjut

Dengan

yang

mengisyaratkan posisi di antara ketepatan dan

praksis dan teoretis pada individu maupun kolektif
kapitalismus


31).

dengan

ini.

Secara konkret, trayektori dapat dimisalkan dengan

Bagaimanapun juga, trayektori pendidikan ini

rute

nantinya bakal menentukan berguna-tidaknya suatu

terkadang tetap dan terkadang berubah. Perubahan

pengetahuan yang telah diakumulasi individu

ayunan tersebut sering kali begitu samar (tak kasat

ataupun kolektif bagi kehidupannya, pun sebagai

mata) apabila kita menilik pola gerak benang yang

manusia-manusia

mengikatnya, namun apabila ditempatkan bidang

penentu

sejauhmana

berpengetahuan ditempatkan pada bidang-bidang

(pola)

ayunan

sebuah

pendulum

yang

datar semisal pasir, maka perubahan gerak
pendulum tersebut akan begitu tampak.

kehidupan yang sesuai dengan kompetensinya.

32

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho

Dalam

ranah

ilmu

sosial-humaniora,

legitimasi

istilah

pengetahuan

yang

dimilikinya.

trayektori dipopulerkan oleh Pierre Bourdieu

Persoalan menjadi kian pelik ketika kita dihadapkan

melalui konsepnya mengenai distinction guna

pada

menjelaskan pergeseran orang-orang kaya baru

kapitalisme-lanjut

(parvenus) terhadap mereka yang kehilangan posisi

membludaknya

kelas (declasse). Baginya, hal tersebut disebabkan

kehidupan manusia pada aktivitas konsumsi, serta

oleh

permainan

serangkaian

modal

2

kenyataan

konstruksi
yang
arus

super

strukstur

ditandai

dengan

informasi,

titik

fokus

rentetan simulakra yang hampir menyebabkan

yang

menghantarkan individu pada klasifikasi kelas-kelas

segala

sesuatunya

tak

tampak

sebagaimana

sosial tertentu. Terkait hal tersebut, terdapat suatu

adanya—it is what it is not. Di sini, fungsi manifes

modal utama yang berimplikasi pada pewarisan

pendidikan kembali dipertanyakan: Menjadi bagian
dari solusi, ataukah justru permasalahan?

habitus yang begitu kentara sehingga mengantarkan
individu pada posisi sosial tertentu. Namun, modal

tersebut tak ditempatkan sebagai perihal satuC. Arkeologi Praktek Teori

satunya guna meraih posisi sosial yang diharapkan,
dapat

Praktek dan teori telah menjadi artefak. Hal serupa

sedemikian rupa sehingga individu

sebagaimana ungkap Foucault dalam The Archeology

dapat mencapai posisi yang sama (Harker [et.al],

of Knowledge (2002: 82-85) mengenai diakui dan

2009:25-26). Secara sederhana, berbagai modal

digunakannya sistem taksonomi pengetahuan saat

yang dimiliki antara individu satu dengan yang

ini yang terintegrasi dengan total set relasi

lainnya ibarat pendulum yang bergerak (baca:

pengetahuan kekinian dan menafikkan sistem

bermain) dengan polanya masing-masing, akan

pengetahuan sebelumnya, atau dengan kata lain,

tetapi pada akhirnya menghasilkan perihal yang

telah menjadi artefak-nya taksonomi pengetahuan

sama, yakni sebuah citra (gambar).

non-Barat saat ini. Secara ringkas sub-bab ini

terdapat

berbagai

dimainkan

modal

lain

yang

berupaya memaparkan riwayat perceraian antara

Dalam konteks ini, trayektori pendidikan dimaknai

teori dengan praktek melalui perspektif semi-

sebagai tersamarkannya orientasi pendidikan yang

genealogi pengetahuan.

kerap kali tercerai dalam oposisi biner: praksis,
ataukah teoretis. Perceraian tersebut tak sekedar

Adalah Jurgen Habermas, selaku sosok yang

berada pada tataran keilmuan an-Sich, melainkan

mengingatkan

pula bersentuhan langsung dengan realitas konkret

pengetahuan dalam kotak praksis dan teoretis.

dimana homo cognitiva manusia berpikir merespon

kembali

akan

tercerainya

Menurutnya hadirnya para filsuf-alam layaknya

eksistensinya, kedirian orang lain, berikut lingkup

Thales dan Heraclitus menandai banyak momen

sosial-budaya yang lebih luas dan kompleks melalui

tercerainya antara teori dengan praktek. Hal

Modal dalam perspektif Bourdieu setidaknya terbagi
dalam empat bentuk; modal sosial, modal ekonomi, modal
kultur (budaya), dan modal simbol.
2

33

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho

tersebut sekaligus menjadi tonggak peralihan antara

bukan disebabkan oleh kurang matang, sistematis,

tradisi bios-theoretikos pada tradisi theoretikos.
Istilah bios-theoretikos yang ditemui dalam era

dan

filsafat Yunani-prafilsuf klasik dapat diterjemahkan

fakta kehidupan artifisial yang diciptakan oleh

sebagai aktivitas menengadah dan berdoa —bios

aparatus-aparatus spat-kapitalismus dalam payung

bios

menyebabkan terjadinya dikotomi antara low

meyakinkannya

berbagai

pemikiran

serangkaian tokoh diatas, melainkan lebih pada

menengadah , theoretikos berdoa . Dalam hal ini,

(pos) modernitas. Hal inilah yang kemudian turut

sedangkan theoretikos berteori

science

dapat

diartikan

sebagai berpraktek ,
(ardiman, 99 :

dengan

high

science

dalam

dunia

pendidikan.

19). Pengetahuan ungkap para filsuf seperti Thales

atau Heraclitus yang menyatakan bahwa dunia
tercipta dari air atau api, faktual sekedar menemui
bentuknya sebagai penjelasan semata , tak ditemui
dimensi praksis di dalamnya.

D. Trayektori Low Science dan High Science

Kenyataannya, tradisi keilmuan di atas ajeg

Apabila khalayak - bisa jadi termasuk diri kita –

diminta

dilanjutkan oleh filsuf-filsuf setelahnya—pasca-

menyebutkan

beberapa

departemen

baca:jurusan yang dianggap baik , maka seketika

Socrates hingga Skolastik, setidaknya hingga Francis
Bacon mengungkap pentingnya pengetahuan guna

tercetus beberapa fakultas/departemen layaknya

menundukkan

adalah

kedokteran, manajemen, dan hukum. Faktual, hal

kekuasaan

alam:

(ardiman,

Pengetahuan

7-28). Di sini,

serupa telah menjadi nalar awam masyarakat dunia

dimensi praksis pengetahuan demikian tampak,

dan menjadi fenomena ceteris paribus tersendiri.

perihal yang kemudian dicemooh Heidegger sebagai

Jika kita menilik universitas kenamaan seperti

pola pikir teknologi

:

: 7 .

Harvard dan Princeton, maka fakultas-fakultas yang

Pertanyaannya, benarkah hakekat dari pengetahuan

paling banyak menuai minat publik adalah Ekonomi

syarat berdaya-guna secara praksis? Bagaimana

dan Hukum (Ormerod, 1998: 18). Mengapa?

dengan pengetahuan kontemplatif yang nirpraksis

Seringkali tak disadari bahwa pasca-Perang Dunia II

dan sekedar menambah pengetahuan an-Sich dari

hampir seluruh masyarakat dunia hidup dalam

manusia itu sendiri? Pantaskah ia disebut pula

tatanan kapitalisme, terlebih pasca keruntuhan

sebagai pengetahuan?

Komunisme-Soviet. Artinya, modal (baca: uang)

Tak

dapat

Lemay & Pitts,

dipungkiri,

usaha

guna

ditempatkan sebagai infrastruktur yang menopang

merujuk

superstruktur. Dengan demikian, tak mengherankan

perceraian antara teori dengan praksis telah

jika berbagai fakultas atau departemen yang

diupayakan oleh banyak pihak (pemikir), beberapa

dianggap baik oleh khalayak adalah fakultas atau

diantaranya seperti; Immanuel Kant, Karl Marx,

departemen yang nantinya bakal menghasilkan

Nietzsche, Frankfurt Schule, Ali Syariati, dan Pierre
Bourdieu.

Namun

pada

akhirnya,

banyak uang bagi lulusannya. Di sinilah dikotomi

perceraian

antara low science

tersebut ajeg terjadi jua. Memang persoalan terkait
34

ilmu pengetahuan rendah

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho

dengan high science ilmu pengetahuan tinggi

Singkat kata, menjadi filsuf di era sekarang jauh

ilmu

terjadi. )lmu pengetahuan tinggi adalah berbagai

berbeda

yang

kemunculannya, seorang filsuf tidaklah harus

nantinya besar kemungkinan bakal memberikan

terlahir melalui jenjang pendidikan formal, tepatnya

jaminan hidup ke depan bagi

sebelum Plato (427-347 SM) mengikuti jejak kaum

usungan

Sebaliknya,
berbagai

departemen-departemen

penuntutnya.

ilmu pengetahuan rendah

departemen

yang

adalah

dianggap

dengan

era

dahulu.

Di

awal

sofis dengan mendirikan Akademia di Athena. Dari
sini, kita dapat melihat relevansi Jacques Lacan

tak

memberikan kejelasan karier berikut jaminan masa

(1901-1981)

depan—kecil

psikoanalisisnya dikarenakan keinsyafannya akan

kemungkinan

memberikan

membubarkan

sekolah

ambiguitas birokratisasi pengetahuan yang ajeg

penghasilan besar bagi lulusannya.

mencetak para pakar diantara dua relasi: budak-

Hendak menjadi apa? , itulah pertanyaan yang

tuan, serta terbebaskan-tak terbebaskan (Hill, 2006:

kerap menyeruak kala seseorang tengah berjibaku

8). Ambiguitas terkait dapat kita tilik pula pada

dengan ilmu-ilmu yang terklasifikasi dalam low

tokoh-tokoh kenamaan pendidikan layaknya Paulo

science. Dalam pengkajian ini, dapatlah dimisalkan

Freire, Everett Reimer, dan Ivan Illich yang begitu

beberapa di antara low science seperti filsafat,

menentang eksistensi birokratisasi pengetahuan—

antropologi, dan sosiologi. Lebih jauh, mari kita
mulai dengan satu pernyataan: Menjadi seorang

sekolah, namun kenyataannya mereka semua

filsuf , agaknya pernyataan tersebut begitu abstrak.

terlahir melaluinya. Dengan kata lain,

Menjadi

filsuf,

untuk

apa?

Seberapa

guna

mencapai pemikirannya saat ini, kesemua dari

besar

mereka tetap melampaui tahap-tahap birokratisasi

kemungkinan profesi tersebut akan memberikan

pengetahuan di atas.

penghasilan berlimpah? Atau jangan-jangan, tak ada
lagi profesi filsuf di era sekarang? Serangkaian

Dengan demikian, perihal yang dapat kita tekankan

pertanyaan tersebut kiranya bakal muncul tatkala

di sini adalah, dikotomi antara low science dengan

pernyataan di atas tercetus—menjadi seorang filsuf.

high science berkelindan erat dengan dimensi

Dan memang, profesi sebagai filsuf tak lagi diakui

praksis-teoretis suatu suatu ilmu pengetahuan.

masyarakat di era sekarang, jikapun ada profesi

Semakin jelas praksis suatu disiplin, maka semakin

tersebut merupakan achieved status,

tinggi

artinya

kedudukannya

di

mata

masyarakat.

menyandangnya, ambilah misal Romo Magnis, S. T.

Sebaliknya, semakin teoretis, abstrak, dan tak jelas

Sunardi, dan Yasraf Amir Piliang yang telah diakui

tersingkirkan

sebagai para filsuf tanah air, kesemuanya lahir dari

proposisi tersebut memunculkan satu pertanyaan

rahim pendidikan formal, menyandang gelar doktor

yang mengusik: Mungkinkah berbagai displin yang

memerlukan berbagai

kualifikasi formal

guna

praksis

dari

suatu

pula

disiplin,

maka

eksistensinya.

Tak

semakin
pelak,

dipertanyakan nilai guna-nya dewasa ini tengah

atau profesor, memiliki karya-karya yang terjamin
secara ilmiah-akademis, dan berbagai kualifikasi
formal-akademis lainnya.
35

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho

menuju pada kepunahannya?

Hal serupa kiranya

Kenyataannya tidak, tetap dibutuhkan kualifikasi-

turut kita jumpai lewat gulung tikarnya beberapa

kualifikasi akademis guna memperolehnya. Di sini,

departemen

para pembelajar ilmu-ilmu yang terklasifikasi dalam

dikarenakan

3

sepi

peminat

dan

dianggap tak relevan lagi keberadaannya. Apabila

low

science

memikul

dua

beban.

Pertama,

kebingungan dalam mempraktekkan ilmunya. Dan

benar demikian, maka dapatlah dipostulatkan
bahwa ilmu pengetahuan mengikuti suatu tata

kedua, terbatasnya akses/kesempatan dalam dunia

peradaban,

kerja

dan

menghantarkan

bukan
pada

sebaliknya.
premis

ini

guna

mengaktualisasikan

ilmu

yang

bahwa

digelutinya. Trayektori pendidikan dalam ranah

kenyataannya ilmu pengetahuan tak ubahnya

terkait sudah tentu menghasilkan luaran yang tak

seperti budaya pop, timbul-tenggelam mengikuti

jelas arahnya. Bisa jadi, persoalan ini turut

kepentingan pasar (baca:masyarakat).4 Dengan

menjawab kegamangan para pembelajar low science

demikian, baik-buruk berikut bagus-tidaknya suatu

di tengah-tengah proses studinya, partisipasi

pengetahuan pun merupakan sebentuk konstruksi.

mereka dalam kegiatan belajar-mengajar sekedar

Anggapan ini sudah tentu bertolak belakang dengan

menemui bentuknya sebagai ritualisme6 belaka.

kedudukan ilmu pengetahuan sebagai pencerah

Sementara, bagi mereka yang mengambil pekerjaan

manusia

ilmu

tak sesuai dengan bidang keilmuan yang digelutinya,

pengetahuan justru tunduk pada kepentingan

maka hal tersebut dapat diistilahkan dengan

manusia.5 Pada titik ini, ilmu pengetahuan menjadi

alienasi nilai guna ilmu pengetahuan , fenomena

mengingat

suatu

Hal

kenyataannya

mitos.

massal di era kapitalisme lanjut yang kerap kali
luput dari perhatian kita.

Begitu pula, tak ubahnya dengan filsafat, problem
yang dihadapi para pembelajar disiplin antropologi
dan sosiologi agaknya berkutat pada persoalan
profesi serta upaya guna mempraksiskan ilmu
mereka. Apakah pasca merampungkan studinya
seorang pembelajar antropologi atau sosiologi
lantas menjadi seorang antropolog atau sosiolog?

Sebagaimana ungkap Russel, Filsafat ibarat lahan kosong
yang diperebutkan oleh ilmu pengetahuan dan agama .

3

Layaknya argumen perspektif struktural-fungsional:
segala yang dibutuhkan masyarakat akan eksis dengan
sendirinya, dan sebaliknya dengan yang tidak—akan
hilang dengan sendirinya.

5

Jika ia—ilmu pengetahuan—ditempatkan sebagai
pencerah dan penuntun manusia, maka seyogyanya ia
berada di atas (melampaui) manusia.

4

Sebagai misal, pada era kekhalifahan Islam dan Abad
Pertengahan, filsafat menjadi disiplin yang sangat
digemari. Kegandrungan masyarakat pada filsafat kala itu
berkelindan dengan corak peradaban spiritualis dimana
disiplin tersebut dinilai mampu memperkuat berikut
membuktikan kebenaran doktrin-doktrin agama.

6

Ritualisme merupakan sikap di mana individu/kolektif
sesungguhnya menolak suatu konstruksi namun tak
dapat menghindarinya, mereka sekedar bertindak namun
hal tersebut sama sekali tak bermakna baginya.

36

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho

E.

Menyoal

Alienasi

Nilai-Guna

Ilmu

equilibrium permintaan-penawaran tenaga kerja

Pengetahuan

tak pernah tercipta sehingga sekedar menjadikan

Terminus alienasi nilai guna dipopulerkan oleh

jenjang pendidikan sarjana (S1) sebagai prasyarat
guna memperoleh kerja. Di sisi lain, menjadi

Karl Marx untuk merepresentasikan kegunaan suatu

persoalan yang berbeda apabila seorang pembelajar

komoditas yang harus terbuang sia-sia dikarenakan

telah menyadari jauh-jauh hari jika dirinya takkan

kapitalisme lebih mementingkan profit. Sebagai

mudah memperoleh pekerjaan yang diminatinya,

misal, pada tahun 1930-an di mana terjadi ekses

pun keinsyafan bahwa studinya hanyalah sebentuk

panen tomat sehingga membuat harga komoditas

prasyarat guna memperoleh pekerjaan yang lebih

tersebut jatuh di pasaran, tanpa segan para kapitalis
menghancurkan

berton-ton

tomat

baik. Namun, menjadi persoalan apabila seorang

untuk

pembelajar telah menjiwai disiplin yang digelutinya,

membuatnya langka dan harganya naik kembali di

bertekad kuat menerapkan ilmu yang selama ini

pasaran. Begitu pula, para pengusaha kopi robusta

telah

takkan segan membuang berton-ton robusta ke laut

kesempatan. Jika telah demikian, maka ilmu tak lagi

komoditas yang sesungguhnya bernilai guna, syarat

memanifestasikan

terbuang percuma dikarenakan kapitalis lebih

seseorang tak dapat menjadi seorang filsuf sekedar

di atas, hanya saja dalam konteks berlainan, yakni

dengan menyusun pertanyaan- pertanyaan yang

ilmu pengetahuan. Dapat kita bayangkan, individu

baik kemudian menyuarakannya dikerumunan.7

yang telah bertahun-tahun lamanya menghabiskan

Begitu pun, seorang tak dapat ujug-ujug mendapati

masa studi di bangku kuliah, kemudian memasuki

gelar

lapangan pekerjaan yang tak sesuai dengan
itu

atau

sosiolog

pasca

pengorbanan yang telah dilakukannya. Di satu sisi,
kita musykil kembali pada peradaban yang telah

nilai guna (ilmu) pengetahuan yang dimilikinya?

lalu, sebagaimana ungkap Erich Fromm (1995: 25),

Memang, akses dan kemampuan pemerintah dalam

manusia adalah makhluk yang unik, meninggalkan

menciptakan lapangan kerja menjadi persoalan
namun kenyataannya

antropolog

merampungkan studinya, tak peduli seberapa besar

menyiratkan

pembuangan waktu yang sia-sia, berikut ketiadaan

sini,

sarana

peradaban memiliki keunikannya sendiri, kini

pengkajian ini tak jauh berbeda dengan pengertian

di

sebagai

Sebagaimana sempat disinggung sebelumnya, setiap

)stilah alienasi nilai guna ilmu pengetahuan dalam

urgen

dirinya

emansipasi, melainkan alienasi diri.

mengutamakan keuntungan.

semua

menghadapi

yang dibayangkan dikarenakan ketiadaan akses dan

(Smith & Evans, 2004: 42). Dapatlah ditilik,

tidakkah

kemudian

kenyataan bahwa hal tersebut tidaklah semudah

jika harga komoditas tersebut anjlok di pasaran

bidangnya,

diakumulasinya,

alam dan tak mungkin kembali padanya, selalu

hukum

bergerak maju. Pernyataan Fromm barusan agaknya
7

Orientasi awal filsafat bukanlah untuk memberikan
jawaban yang baik, melainkan menyusun pertanyaan
yang baik. Filsafat berasal dari kata philos mencari , dan
sophein
cinta/kebenaran/kebijaksanaan .
Dengan

demikian, filsuf adalah seorang yang tengah mencari
cinta, kebenaran, atau kebijaksanaan.

37

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho

turut menjawab kegagalan Revolusi Kebudayaan

F. Fenomena Lionel Logue dan Frank Abagnale

cetusan Mao Tse Tung pada dekade 1960-an. Tak

Jr.: Tamparan bagi Dunia Pendidikan Formal?

dapat dipungkiri, persoalan di atas dapat ditarik
pada seputar isu modus

memiliki

Bisa jadi, fenomena Lionel Logue, seorang terapis-

ataukah

bicara Raja George VI, menjadi contoh konkret

menjadi . Era menjadi telah usai, berganti era

bagaimana

memiliki di mana struktur sosial kita dibangun

tak

kan

memperoleh

demikian,

rezim

legitimasi

berhadapan

Raja Britania Raya yang memiliki ketakutan

pengakuan

berbicara dihadapan publik karena menderita

masyarakat.
Namun

pendidikan

dengan autodidactism otodidaktisme . George V),

berdasarkan legitimasi, mereka yang tak memiliki
legitimasi,

legitimasi

gagap akut telah mencoba berbagai pengobatan

pun

dipertanyakan kembali kala dihadapkan pada

berlegitimasi kuat—tetapi tak satupun dari mereka

tatanan posmodernitas dimana arus informasi

mampu menyembuhkannya. Hingga muncul Lionel

mengalir dengan demikian derasnya (Giddens,

Logue dengan metode terapinya yang terbilang

2009: 2). Ini artinya, katup informasi (baca: [ilmu]

inkonvensial (tak lazim) namun terbukti ampuh

pengetahuan) tak lagi menjadi monopoli lembaga-

mengatasi problem yang mendera George VI. Di

lembaga pendidikan formal, meskipun memang,

tengah proses terapinya, Logue mendapati tuduhan

dan

terapi

penipu

problem mendasar yang ditemui dalam era ini

para

oleh

pakar

penasehat

kenamaan—juga

kerajaan

karena

adalah sulitnya membedakan antara pengetahuan

senyatanya ia bukanlah dokter dalam terapi bicara,

dengan palsu sebagaimana ungkap Kieron O hara

pengetahuan asli

dengan enteng, Logue pun menjawab, Kalianlah

(2002: 4).8 Singkat kata, untuk menjadi seorang

yang sejak awal memanggilku dokter . Aku sendiri

pakar di era sekarang, pendidikan formal tak lagi

tak pernah . Logue memperoleh keahlian dalam

terapi bicara lewat pengalamannya membantu para

menjadi satu-satunya jalur. Internet yang membawa

veteran Perang Dunia I yang mengalami traumatis

kita pada gerbang posmodernitas memungkinkan

berat dan kesulitan bicara (Hooper, 2010; Dialogue,

setiap individu mengakses besaran informasi yang

2011: 5).

benar dengan salah , berikut

tak terbatas, kapanpun dan dimanapun. Seorang ahli

Di samping misal di atas, vis-à-vis antara pendidikan

teknologi informasi tak lagi harus terlahir dari

formal dengan otodidaktisme turut ditunjukkan

bangku pendidikan formal, ia dapat memperoleh

oleh fenomena Frank Abagnale Junior. Meskipun

ketrampilannya secara otodidak melalui internet,

menjadi seorang kriminal kakap di usianya yang

begitu pula dengan sejarawan, jurnalis, antropolog,
ataupun sosiolog, bahkan fenomena

masih sangat muda, Frank sukses menyamar

kepakaran

menjadi seorang pilot dan melakukan tak kurang

nonformal telah cukup banyak terjadi sebelumnya.

dari 250 penerbangan, menjadi seorang dokter

8

menjadi referensi
membuatnya.

Sesungguhnya hal ini telah dipecahkan dengan
pengetatan layak-tidaknya suatu website bagi referensi
akademik. Sebagai misal, wikipedia dan blog tak layak

38

karena

setiap

orang

dapat

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho

pengawas dan dokter anak selama hampir setahun

manipulasi menyangkut eksistensi diri mereka

tanpa

dan

sendiri, sebagaimana tokoh-tokoh yang telah

memenangkan kasus, bahkan menyamar menjadi

dicontohkan sebelumnya, legitimasi mereka terletak

dosen sosiologi di Brigham Young University.

pada dirinya sendiri. Lionel Logue takkan mungkin

Ajaibnya, ia melakoni serangkaian profesi di atas

membuka praktek terapi bicara untuk membantu

hanya dengan membaca buku dan mengamati

para

televisi/film (Spielberg, 2002; Wilson, 2010: 98-

memanipulasi) dirinya sendiri sebagai seorang

100).

terapis, terlebih Frank Abagnale Jr. yang menjadi

malpraktek,

menjadi

pengacara

veteran

perang

tanpa

berpikir

(baca:

seorang pilot, dokter, pengacara, juga seorang

Ditilik melalui karakter disiplin sosiologi yang

dosen. Apa yang mereka lakukan menunjukkan sisi

bersifat non etis, bagaimanapun juga fenomena

kodrati manusia sebagai homo ludens, yakni

Lionel Logue berikut Frank Abagnale Jr. di atas

makhluk yang suka bermain-main

menunjukkan pada kita betapa keahlian maupun

(uizinga,

1980: ix). Mereka menyadari sepenuhnya bahwa

kepakaran tidaklah harus lahir melalui bangku

bidang-bidang sosial adalah permainan peran

pendidikan formal. Meskipun memang, berbagai

semata, dan seseorang yang memikul suatu peran

pihak dapat menuduh fenomena-fenomena terkait

belum

sebagai perihal yang bersifat kasuistis, dan tak

tentu

menjalankannya

dengan

baik,

sebagaimana kegalauan Fritjof Capra (1983: 3);

melibatkan variabel-variabel lain seperti tingkat
kecerdasan, namun kiranya optimisme kita akan

It is a striking sign of our time that the people who

besar dan tak terhingganya potensi setiap manusia

are supposed to be experts in various fields can no

menjadi alternatif pemecahan yang lebih solutif

longer deal with the urgent problems that have arisen

terhadap

in their areas of expertise. Economists are unable to

utamanya

problem

kemanusiaan

menyangkut

alienasi

itu

sendiri,

potensi

diri

understand inflation, oncologists are totally confused

manusia.

about the causes of cancer, psychiatrists are mystified
by schizophrenia, police are helpless in the face of
rising crime, and the list goes on.

G. Pemaknaan, Manipulasi dan Modus Menjadi

[ Ada tanda-tanda zaman yang mengejutkan di

Trayektori

bidang

pendidikan

yang

tak

jelas

mana orang-orang yang seharusnya ahli dalam

serta

mereka

tak

lagi

mampu

keterbatasan akses yang nantinya dapat melahirkan

menyelesaikanmasalah-masalah mendesak yang

alinenasi nilai guna pengetahuan kiranya dapat

muncul di sekitar bidang keahlian mereka. Ekonom

dipecahkan atau setidaknya direduksi melalui apa

tak mampu memahami inflasi. Onkolog kebingungan

yang telah dilakukan para figur otodidak dunia.

mengatasi penyebab kanker. Psikiater dikacaukan

Terdapat tiga poin penting yang tersirat di

oleh skizoprenia. Polisi tak berdaya menghadapi

dalamnya, antara lain; pemaknaan, manipulasi, dan

kejahatan

pendayagunaan modus menjadi. Pemaknaan dan

sebagainya. ]

39

yang

terus

meningkat,

dan

lain

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho

Melalui pemaknaan dan manipulasi di ataslah

berpartisipasi di dalamnya, entah sebagai penulis

kemudian platform modus pola pikir

(pemberi

memiliki

wacana),

komentator,

bahkan

individu tergerus dan berubah pada modus

pengkonstruksi arus informasi berikut (ilmu)

menjadi —I am what I am thinking. Guna menjadi

pengetahuan itu sendiri. Hal ini dimungkinkan

seorang terapis handal, individu meyakini bahwa hal

dengan berbagai aplikasi dunia maya layaknya

tersebut dapat dicapai tanpa memiliki sertifikat atau

facebook, youtube, blog, wordpress, bahkan website

ijazah resmi, melainkan mempelajarinya secara

buatan sendiri.

otodidak melalui pengalaman, buku-buku, film
dokumenter,

dan

terutama

Sering kali, upaya-upaya di atas terhambat oleh

world-wide-web—

ketakutan berlebih yang belum terjadi, terlebih

internet. Begitu pula ketika individu hendak menjadi
pilot,

dokter—dalam

batas-

batas

ketakutan apabila berbuat salah, baik andilnya

tertentu9,

dalam diskursus yang tengah berlangsung ataupun

antropolog, atau sosiolog, ia dapat mencapainya

posisinya sebagai pengkonstruksi informasi. Namun

tanpa pendidikan formal asalkan meyakini segenap

jika

potensi dan kemampuan dalam dirinya, berikut tak

kita

kembali

menilik

kegalauan

Capra,

ketakutan tersebut sesungguhnya sama sekali tak

kalah tekun belajar dibanding mereka yang duduk di

beralasan. Kualitas seorang profesor belum tentu

bangku pendidikan formal.

lebih baik daripada seorang doktor, begitupun:

Lalu, yang menjadi pertanyaannya, apabila secara

seorang dosen belum tentu lebih pintar ketimbang

kodrati

mahasiswanya.

manusia

dapat

mengeksplor

serta

Perihal

ter-Rasional

guna

mengaktualisasikan dirinya tanpa melalui institusi

berhadapan dengan dunia yang serba membatasi

pendidikan formal, maka mereka yang memiliki

aktualisasi

legitimasi

harusnya

beraktualisasi seketika itu juga. Menyitir ungkapan

setidaknya

Camus: The only way to deal with an unfree world is

menyamainya. Bisa jadi, pertanyaan yang kembali

to become so absolutely free… [ Satu-satunya cara

mampu

(sertifikat/ijazah
bertindak

menyeruak

adalah

lebih

resmi)
atau

ada-tidaknya

akses

diri

manusia

adalah

dengan

guna

untuk berhadapan dengan dunia yang tak bebas

mengaktualisasikan diri. Lagi-lagi, apabila disadari,
posmodernitas yang memayungi tatanan spat-

adalah dengan membebaskan diri secara total… ].

kapitalismus dapat mengatasi kebuntuan tersebut.

menuai

Posmodernitas yang ditandai dengan derasnya arus

Tampilah di ruang publik sebagai seorang pakar,

informasi berikut pesatnya perkembangan industri

modus menjadi akan menghantarkan kita pada satu

media, termasuk penerbit dan percetakan, memberi

simpulan tegas: era dewa dan legitimasi telah

Nyatanya, mereka para inisiator lebih banyak

peluang yang lebih besar bagi kita untuk turut

keberuntungan

ketimbang

kerugian.

berakhir.

9

teknik bedah medis melalui buku dan mengamati para
dokter yang tengah melakukan proses bedah di rumah
sakit (http://www.dailymail.co.uk).

Bisa jadi pernyataan ini tergolong kontroversial—
menjadi dokter secara otodidak, namun kenyataannya
baru-baru ini dunia dikejutkan oleh seorang anak asal
India, Akrit Jaswal, yang melakukan operasi bedah
pertamanya pada manusia di usia 7 tahun. Ia mempelajari

40

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho

menjadi. Melalui ketiganya, entitas individu bakal

H. Kesimpulan

meyakini bahwa ia dapat mengaktualisasikan diri

Perpecahan antara teori dengan praktek menjadi

dan pengetahuan yang dimilikinya setiap waktu.

biang trayektori pendidikan yang pertama, dan
menghantarkan pada dikotomi antara low science
dengan high science. Perbedaan mendasar antar
keduanya

adalah

kecenderungan

salah

satu
Daftar Pustaka

klasifikasi ilmu pada praksis ataukah teoretis. Hal
tersebut

diperparah

kapitalismus

dengan

dimana

tatanan

ukuran-ukuran

Bhavsar,

spat-

Punitkumar & Vijay Kumar.

2012,

Trajectory Tracking of Liniear )nverted

ekonomi

menjadi penentu bagus-tidak berikut berguna-

Pendulum Using Integral- Sliding Mode

tidaknya suatu ilmu, inilah yang menjadi momentum
trayektori pendidikan kedua. Bagi mereka yang

Control , I. J. Intelligent: Systems and

berjibaku dalam low science terutama, kerap kali

Capra, Fritjof. 1983. The Turning Point: Science,

berhadapan dengan persoalan alienasi nilai guna

Society, and the Rising Culture. New York:

ilmu pengetahuan baik kala tengah menggelutinya

Bantam Books.

Applications, June 2012: pp. 31-38.

Dialogue Spring.

atau saat berhadapan dengan dunia kerja nantinya.
Pada

titik

ini,

memanifestasikan

ilmu

pengetahuan

dirinya

sebagai

Foucault, Michel. 2002. Menggugat Sejarah Ide.

sarana

Yogyakarta: IRCiSoD.
Fromm, Erich. 1995. Masyarakat yang Sehat. Jakarta:

Tak dapat dipungkiri, pendekatan dan upaya

YOI.

bernuansa struktural memang diperlukan guna

Giddens, Anthony. 2009. Konsekuensi-konsekuensi

mengatasi persoalan di atas, namun hal tersebut

Modernitas. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

dirasa kurang efisien mengingat membutuhkan

Hardiman, F. Budi. 1990. Kritik Ideologi. Yogyakarta:

waktu yang tak sebentar, sementara persoalan
guna

ilmu

pengetahuan

telah

Kanisius.

lama

________________. 2004. Filsafat Modern. Jakarta:

berlangsung, dan kiranya akan tetap demikian untuk

Gramedia.

beberapa waktu ke depan. Oleh karenanya,

Harker, Richard [et.al]. 2009. (Habitus x Modal) +

pendekatan humanis dirasa lebih sesuai guna
mengatasi

persoalan

terkait.

Disamping

Ranah = Praktek. Yogyakarta: Jalasutra.

tak

Hill, Philip. 2006. Lacan untuk Pemula. Yogyakarta:

memerlukan waktu lama, pendekatan dan upaya ini

Kanisius.

dapat diakses oleh siapapun, kapanpun, dan
dimanapun.
beresensikan

Pendekatan
pada

humanis
self

The Dean s Speech,

Dialogue .Working Paper.

tak

emansipasi, melainkan alienasi diri manusia.

alienasi

.

Hollerbach, John M.2012. Trajectory Planning.

yang

Cambridge:

empowerment

Massachusetts

Technology-Cambridge.

pemberdayaan diri ini memuat tiga poin penting

antara lain; pemaknaan, manipulasi, dan modus

41

Institute

of

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho

Huizinga, Johan. 1980. Homo Ludens: A Study of PlayElement in Culture. Britain: Redwood Burn
Ltd., Trowbridge& Esher.
Lemay, Eric & Jennifer A. Pitts. 2005. Heidegger
untuk Pemula. Yogyakarta: Kanisius.
McLean, Daniel & Amy Hurd. 2008. Recreation and
Leisure in Modern Society. Burlington: Jones
& Barlett Learning.
Ormerod, Paul. 1998. Matinya Ilmu Ekonomi Jilid 1:
Dari Krisis ke Krisisi. Jakarta: Gramedia.
O hara, Kieron.

Jendela.

. Plato dan Internet. Yogyakarta:

Smith, David & Phil Evans. 2004. Das Kapital untuk
Pemula. Yogyakarta: Resist Book.
Smith, Linda & William Raeper. 2004. Ide-ide.
Yogyakarta: Kanisius.
Wilson, Christopher P. 2010. Learning to Live with
Crime. Ohio: The Ohio State University.

Sumber lain: Film (based on true story)
Steven Spielberg. 2002. Catch Me if You Can .
United

States:

Amblin

Entertainment,

Dreamwork Production.
Tom (ooper.

. The King s Speech . United

Kingdom: UK Film Council, See-Saw Film,
Bedlam Production.

42