Trayektori Pendidikan, antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-lanjut | Nugroho | Jurnal Pemikiran Sosiologi 23406 60978 1 PB
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No.1 , Mei 2013
Trayektori Pendidikan,
Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science :
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Oleh
Wahyu Budi Nugroho1
Abstrak
Tulisan ini berupaya memaparkan problem trayektori pendidikan dan implikasi domino yang
ditimbulkannya. Secara ringkas, trayektori pendidikan menunjuk pada ketidakjelasan arah atau
ketidakterhubungan antara dunia pendidikan dengan realitas konkret kontemporer. Timbulnya
trayektori pendidikan ditengarai oleh perceraian antara teori dengan praksis yang kemudian
memunculkan klasifikasi ilmu ke dalam dikotomi low science dan high science. Persoalan menjadi kian
pelik manakala dihadapkan pada tatanan kapitalisme-lanjut yang begitu mensakralkan ukuran-ukuran
ekonomi sehingga beberapa ilmu pengetahuan (disiplin) dirasa tak lagi relevan keberadaannya. Hal
inilah yang nantinya memunculkan problem alienasi nilai guna ilmu pengetahuan . Di sisi lain,
posmodernitas yang memayungi tatanan kapitalisme-lanjut turut memicu kontestasi antara legitimasi
dengan otodidaktisme yang berujung pada diskursus seputar kepakaran formal dan non formal. Singkat
kata, tulisan ini berupaya mewacanakan kembali kedudukan ilmu pengetahuan sebagai sarana
emansipasi manusia, terutama berkenaan dengan aktualisasi diri individu maupun kolektif beserta
segenap potensi yang dimilikinya.
Kata kunci: trayektori pendidikan, alienasi, kapitalisme-lanjut.
Abstract
This paper aims to elaborate the problem of educational trajectory and its domino effect implications.
Briefly, educational trajectory refers to uncertain path or disconnection between formal education and
contemporary factual reality. Educational trajectory is caused by the separation between the world of
theory and praxis which resulted in the classification of dichotomy of knowledge into low and high
sciences. The problem becomes more complicated when it meets vis-à-vis a system of late-capitalism
which magnifies economic values, so that some majors or disciplines seem to be irrelevant for their
existence. The circumtances surrounding such facts will create another problem so called the utility
alienation of science . On the other hand, postmodernity which shelters the system of late-capitalism also
triggers competiton between legitimacy and autodidactism that induces discourses on formal and nonformal masteries. Shortly, this paper puts an effort to discuss the existence of science as a tool of achieving
humanitarian emancipation, particularly which concerns with self-actualisation of individuals and their
whole potencials.
Keywords: educational trajectory, alienation, late-capitalism
Rekam-jejak format pendidikan terprimitif dapat
A. Pendahuluan
kita temui dalam era masyarakat berburu dan
An intellectual is someone whose mind watches
itself… [Albert Camus, Notebooks 9
meramu. Pada periode-periode pasca berburu dan
-1942].
menikmati
1
hasil
tangkapan,
tetua
adat
Wahyu Budi Nugroho, menyelesaikan studi S2 Master Sosiologi UGM tahun 2013. Menerbitkan beberapa tulisan
dan buku, salah satunya berjudul Sosiologi Eksistensialisme Jean Paul Sartre .
31
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
menempatkan diri di tengah-tengah masyarakatnya
Lebih jauh, serangkaian hal di atas berkenaan
dan mulai
dengan persoalan legitimasi individu dalam struktur
mendongeng . Dongengan tersebut
umumnya berkisah mengenai roh dan kehidupan
sosial, dikotomi antara low science dengan high
para leluhur di masa lampau, berikut pengetahuan
science,
praktis bagi kehidupan sehari-hari. Dalam era ini,
berakhir
pengetahuan (baca: teori) tak dipisahkan dari
kemubaziran, berikut aktualisasi kedirian individu
praksis, petuah tetua adat menjiwai setiap sendi
yang tertuju pada emansipasi ataukah alienasi.
kehidupan masyarakat kala itu. Bentuk-bentuk
Kiranya, berbagai persoalan terkait begitu penting
praktek pendidikan yang demikian berlanjut hingga
dikupas dalam rangka memberikan pemahaman-
memasuki peradaban yang telah maju: India Kuno,
lebih atas relasi dunia pendidikan dengan konstelasi
Mesir Kuno, dan terutama Yunani Kuno sebagai
sosial di era kontemporer.
kelimpah-ruahan
dengan
pengetahuan
kemanfaatan
yang
ataukah
momentum perceraian antara keduannya—teori
dengan praksis (McLean & Hurd, 2008: 50-53).
Disadari atau tidak, hal tersebut menjadi momentum
trayektori
pendidikan
yang
pertama,
yakni
B. Trayektori Pendidikan, Pendulum yang
pergeseran arah dan orientasi pendidikan pada
Mengayuh Tanpa Arah
keluaran yang masih tersamarkan.
Pergulatan dominasi-dormansi antara pengetahuan
Istilah trayektori umum digunakan dalam dunia
praksis maupun teoretis dalam dunia pendidikan
teknik fisika. Istilah tersebut menunjuk pada rute
pun ajeg berlanjut setelahnya, bahkan hingga detik
gerak suatu obyek yang telah diprediksikan
ini.
pendidikan
sebelumnya, namun gerak akhir dari obyek tersebut
Pertama,
tetap tak menutup kemungkinan berubah atau tak
Setidaknya,
termanifestasikan
trayektori
dalam
dua
hal;
teknik, terutama dalam ranah keilmuan fisika—
perceraian antara pengetahuan praksis dengan
sebagaimana
teoretis gerak yang menjadi ambiguitas tersendiri.
sebelumnya (Hollerbach, 2012: 1; Bhavsar & Kumar,
Kedua, kebingungan
2012:
akumulasi
pengetahuan
dewasa
diprediksikan
demikian,
trayektori
ketidaktepatan , serta berubah dan tidak berubah .
dalam merespon era division of labour berikut spatkapitalisme-lanjut
Dengan
yang
mengisyaratkan posisi di antara ketepatan dan
praksis dan teoretis pada individu maupun kolektif
kapitalismus
31).
dengan
ini.
Secara konkret, trayektori dapat dimisalkan dengan
Bagaimanapun juga, trayektori pendidikan ini
rute
nantinya bakal menentukan berguna-tidaknya suatu
terkadang tetap dan terkadang berubah. Perubahan
pengetahuan yang telah diakumulasi individu
ayunan tersebut sering kali begitu samar (tak kasat
ataupun kolektif bagi kehidupannya, pun sebagai
mata) apabila kita menilik pola gerak benang yang
manusia-manusia
mengikatnya, namun apabila ditempatkan bidang
penentu
sejauhmana
berpengetahuan ditempatkan pada bidang-bidang
(pola)
ayunan
sebuah
pendulum
yang
datar semisal pasir, maka perubahan gerak
pendulum tersebut akan begitu tampak.
kehidupan yang sesuai dengan kompetensinya.
32
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
Dalam
ranah
ilmu
sosial-humaniora,
legitimasi
istilah
pengetahuan
yang
dimilikinya.
trayektori dipopulerkan oleh Pierre Bourdieu
Persoalan menjadi kian pelik ketika kita dihadapkan
melalui konsepnya mengenai distinction guna
pada
menjelaskan pergeseran orang-orang kaya baru
kapitalisme-lanjut
(parvenus) terhadap mereka yang kehilangan posisi
membludaknya
kelas (declasse). Baginya, hal tersebut disebabkan
kehidupan manusia pada aktivitas konsumsi, serta
oleh
permainan
serangkaian
modal
2
kenyataan
konstruksi
yang
arus
super
strukstur
ditandai
dengan
informasi,
titik
fokus
rentetan simulakra yang hampir menyebabkan
yang
menghantarkan individu pada klasifikasi kelas-kelas
segala
sesuatunya
tak
tampak
sebagaimana
sosial tertentu. Terkait hal tersebut, terdapat suatu
adanya—it is what it is not. Di sini, fungsi manifes
modal utama yang berimplikasi pada pewarisan
pendidikan kembali dipertanyakan: Menjadi bagian
dari solusi, ataukah justru permasalahan?
habitus yang begitu kentara sehingga mengantarkan
individu pada posisi sosial tertentu. Namun, modal
tersebut tak ditempatkan sebagai perihal satuC. Arkeologi Praktek Teori
satunya guna meraih posisi sosial yang diharapkan,
dapat
Praktek dan teori telah menjadi artefak. Hal serupa
sedemikian rupa sehingga individu
sebagaimana ungkap Foucault dalam The Archeology
dapat mencapai posisi yang sama (Harker [et.al],
of Knowledge (2002: 82-85) mengenai diakui dan
2009:25-26). Secara sederhana, berbagai modal
digunakannya sistem taksonomi pengetahuan saat
yang dimiliki antara individu satu dengan yang
ini yang terintegrasi dengan total set relasi
lainnya ibarat pendulum yang bergerak (baca:
pengetahuan kekinian dan menafikkan sistem
bermain) dengan polanya masing-masing, akan
pengetahuan sebelumnya, atau dengan kata lain,
tetapi pada akhirnya menghasilkan perihal yang
telah menjadi artefak-nya taksonomi pengetahuan
sama, yakni sebuah citra (gambar).
non-Barat saat ini. Secara ringkas sub-bab ini
terdapat
berbagai
dimainkan
modal
lain
yang
berupaya memaparkan riwayat perceraian antara
Dalam konteks ini, trayektori pendidikan dimaknai
teori dengan praktek melalui perspektif semi-
sebagai tersamarkannya orientasi pendidikan yang
genealogi pengetahuan.
kerap kali tercerai dalam oposisi biner: praksis,
ataukah teoretis. Perceraian tersebut tak sekedar
Adalah Jurgen Habermas, selaku sosok yang
berada pada tataran keilmuan an-Sich, melainkan
mengingatkan
pula bersentuhan langsung dengan realitas konkret
pengetahuan dalam kotak praksis dan teoretis.
dimana homo cognitiva manusia berpikir merespon
kembali
akan
tercerainya
Menurutnya hadirnya para filsuf-alam layaknya
eksistensinya, kedirian orang lain, berikut lingkup
Thales dan Heraclitus menandai banyak momen
sosial-budaya yang lebih luas dan kompleks melalui
tercerainya antara teori dengan praktek. Hal
Modal dalam perspektif Bourdieu setidaknya terbagi
dalam empat bentuk; modal sosial, modal ekonomi, modal
kultur (budaya), dan modal simbol.
2
33
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
tersebut sekaligus menjadi tonggak peralihan antara
bukan disebabkan oleh kurang matang, sistematis,
tradisi bios-theoretikos pada tradisi theoretikos.
Istilah bios-theoretikos yang ditemui dalam era
dan
filsafat Yunani-prafilsuf klasik dapat diterjemahkan
fakta kehidupan artifisial yang diciptakan oleh
sebagai aktivitas menengadah dan berdoa —bios
aparatus-aparatus spat-kapitalismus dalam payung
bios
menyebabkan terjadinya dikotomi antara low
meyakinkannya
berbagai
pemikiran
serangkaian tokoh diatas, melainkan lebih pada
menengadah , theoretikos berdoa . Dalam hal ini,
(pos) modernitas. Hal inilah yang kemudian turut
sedangkan theoretikos berteori
science
dapat
diartikan
sebagai berpraktek ,
(ardiman, 99 :
dengan
high
science
dalam
dunia
pendidikan.
19). Pengetahuan ungkap para filsuf seperti Thales
atau Heraclitus yang menyatakan bahwa dunia
tercipta dari air atau api, faktual sekedar menemui
bentuknya sebagai penjelasan semata , tak ditemui
dimensi praksis di dalamnya.
D. Trayektori Low Science dan High Science
Kenyataannya, tradisi keilmuan di atas ajeg
Apabila khalayak - bisa jadi termasuk diri kita –
diminta
dilanjutkan oleh filsuf-filsuf setelahnya—pasca-
menyebutkan
beberapa
departemen
baca:jurusan yang dianggap baik , maka seketika
Socrates hingga Skolastik, setidaknya hingga Francis
Bacon mengungkap pentingnya pengetahuan guna
tercetus beberapa fakultas/departemen layaknya
menundukkan
adalah
kedokteran, manajemen, dan hukum. Faktual, hal
kekuasaan
alam:
(ardiman,
Pengetahuan
7-28). Di sini,
serupa telah menjadi nalar awam masyarakat dunia
dimensi praksis pengetahuan demikian tampak,
dan menjadi fenomena ceteris paribus tersendiri.
perihal yang kemudian dicemooh Heidegger sebagai
Jika kita menilik universitas kenamaan seperti
pola pikir teknologi
:
: 7 .
Harvard dan Princeton, maka fakultas-fakultas yang
Pertanyaannya, benarkah hakekat dari pengetahuan
paling banyak menuai minat publik adalah Ekonomi
syarat berdaya-guna secara praksis? Bagaimana
dan Hukum (Ormerod, 1998: 18). Mengapa?
dengan pengetahuan kontemplatif yang nirpraksis
Seringkali tak disadari bahwa pasca-Perang Dunia II
dan sekedar menambah pengetahuan an-Sich dari
hampir seluruh masyarakat dunia hidup dalam
manusia itu sendiri? Pantaskah ia disebut pula
tatanan kapitalisme, terlebih pasca keruntuhan
sebagai pengetahuan?
Komunisme-Soviet. Artinya, modal (baca: uang)
Tak
dapat
Lemay & Pitts,
dipungkiri,
usaha
guna
ditempatkan sebagai infrastruktur yang menopang
merujuk
superstruktur. Dengan demikian, tak mengherankan
perceraian antara teori dengan praksis telah
jika berbagai fakultas atau departemen yang
diupayakan oleh banyak pihak (pemikir), beberapa
dianggap baik oleh khalayak adalah fakultas atau
diantaranya seperti; Immanuel Kant, Karl Marx,
departemen yang nantinya bakal menghasilkan
Nietzsche, Frankfurt Schule, Ali Syariati, dan Pierre
Bourdieu.
Namun
pada
akhirnya,
banyak uang bagi lulusannya. Di sinilah dikotomi
perceraian
antara low science
tersebut ajeg terjadi jua. Memang persoalan terkait
34
ilmu pengetahuan rendah
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
dengan high science ilmu pengetahuan tinggi
Singkat kata, menjadi filsuf di era sekarang jauh
ilmu
terjadi. )lmu pengetahuan tinggi adalah berbagai
berbeda
yang
kemunculannya, seorang filsuf tidaklah harus
nantinya besar kemungkinan bakal memberikan
terlahir melalui jenjang pendidikan formal, tepatnya
jaminan hidup ke depan bagi
sebelum Plato (427-347 SM) mengikuti jejak kaum
usungan
Sebaliknya,
berbagai
departemen-departemen
penuntutnya.
ilmu pengetahuan rendah
departemen
yang
adalah
dianggap
dengan
era
dahulu.
Di
awal
sofis dengan mendirikan Akademia di Athena. Dari
sini, kita dapat melihat relevansi Jacques Lacan
tak
memberikan kejelasan karier berikut jaminan masa
(1901-1981)
depan—kecil
psikoanalisisnya dikarenakan keinsyafannya akan
kemungkinan
memberikan
membubarkan
sekolah
ambiguitas birokratisasi pengetahuan yang ajeg
penghasilan besar bagi lulusannya.
mencetak para pakar diantara dua relasi: budak-
Hendak menjadi apa? , itulah pertanyaan yang
tuan, serta terbebaskan-tak terbebaskan (Hill, 2006:
kerap menyeruak kala seseorang tengah berjibaku
8). Ambiguitas terkait dapat kita tilik pula pada
dengan ilmu-ilmu yang terklasifikasi dalam low
tokoh-tokoh kenamaan pendidikan layaknya Paulo
science. Dalam pengkajian ini, dapatlah dimisalkan
Freire, Everett Reimer, dan Ivan Illich yang begitu
beberapa di antara low science seperti filsafat,
menentang eksistensi birokratisasi pengetahuan—
antropologi, dan sosiologi. Lebih jauh, mari kita
mulai dengan satu pernyataan: Menjadi seorang
sekolah, namun kenyataannya mereka semua
filsuf , agaknya pernyataan tersebut begitu abstrak.
terlahir melaluinya. Dengan kata lain,
Menjadi
filsuf,
untuk
apa?
Seberapa
guna
mencapai pemikirannya saat ini, kesemua dari
besar
mereka tetap melampaui tahap-tahap birokratisasi
kemungkinan profesi tersebut akan memberikan
pengetahuan di atas.
penghasilan berlimpah? Atau jangan-jangan, tak ada
lagi profesi filsuf di era sekarang? Serangkaian
Dengan demikian, perihal yang dapat kita tekankan
pertanyaan tersebut kiranya bakal muncul tatkala
di sini adalah, dikotomi antara low science dengan
pernyataan di atas tercetus—menjadi seorang filsuf.
high science berkelindan erat dengan dimensi
Dan memang, profesi sebagai filsuf tak lagi diakui
praksis-teoretis suatu suatu ilmu pengetahuan.
masyarakat di era sekarang, jikapun ada profesi
Semakin jelas praksis suatu disiplin, maka semakin
tersebut merupakan achieved status,
tinggi
artinya
kedudukannya
di
mata
masyarakat.
menyandangnya, ambilah misal Romo Magnis, S. T.
Sebaliknya, semakin teoretis, abstrak, dan tak jelas
Sunardi, dan Yasraf Amir Piliang yang telah diakui
tersingkirkan
sebagai para filsuf tanah air, kesemuanya lahir dari
proposisi tersebut memunculkan satu pertanyaan
rahim pendidikan formal, menyandang gelar doktor
yang mengusik: Mungkinkah berbagai displin yang
memerlukan berbagai
kualifikasi formal
guna
praksis
dari
suatu
pula
disiplin,
maka
eksistensinya.
Tak
semakin
pelak,
dipertanyakan nilai guna-nya dewasa ini tengah
atau profesor, memiliki karya-karya yang terjamin
secara ilmiah-akademis, dan berbagai kualifikasi
formal-akademis lainnya.
35
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
menuju pada kepunahannya?
Hal serupa kiranya
Kenyataannya tidak, tetap dibutuhkan kualifikasi-
turut kita jumpai lewat gulung tikarnya beberapa
kualifikasi akademis guna memperolehnya. Di sini,
departemen
para pembelajar ilmu-ilmu yang terklasifikasi dalam
dikarenakan
3
sepi
peminat
dan
dianggap tak relevan lagi keberadaannya. Apabila
low
science
memikul
dua
beban.
Pertama,
kebingungan dalam mempraktekkan ilmunya. Dan
benar demikian, maka dapatlah dipostulatkan
bahwa ilmu pengetahuan mengikuti suatu tata
kedua, terbatasnya akses/kesempatan dalam dunia
peradaban,
kerja
dan
menghantarkan
bukan
pada
sebaliknya.
premis
ini
guna
mengaktualisasikan
ilmu
yang
bahwa
digelutinya. Trayektori pendidikan dalam ranah
kenyataannya ilmu pengetahuan tak ubahnya
terkait sudah tentu menghasilkan luaran yang tak
seperti budaya pop, timbul-tenggelam mengikuti
jelas arahnya. Bisa jadi, persoalan ini turut
kepentingan pasar (baca:masyarakat).4 Dengan
menjawab kegamangan para pembelajar low science
demikian, baik-buruk berikut bagus-tidaknya suatu
di tengah-tengah proses studinya, partisipasi
pengetahuan pun merupakan sebentuk konstruksi.
mereka dalam kegiatan belajar-mengajar sekedar
Anggapan ini sudah tentu bertolak belakang dengan
menemui bentuknya sebagai ritualisme6 belaka.
kedudukan ilmu pengetahuan sebagai pencerah
Sementara, bagi mereka yang mengambil pekerjaan
manusia
ilmu
tak sesuai dengan bidang keilmuan yang digelutinya,
pengetahuan justru tunduk pada kepentingan
maka hal tersebut dapat diistilahkan dengan
manusia.5 Pada titik ini, ilmu pengetahuan menjadi
alienasi nilai guna ilmu pengetahuan , fenomena
mengingat
suatu
Hal
kenyataannya
mitos.
massal di era kapitalisme lanjut yang kerap kali
luput dari perhatian kita.
Begitu pula, tak ubahnya dengan filsafat, problem
yang dihadapi para pembelajar disiplin antropologi
dan sosiologi agaknya berkutat pada persoalan
profesi serta upaya guna mempraksiskan ilmu
mereka. Apakah pasca merampungkan studinya
seorang pembelajar antropologi atau sosiologi
lantas menjadi seorang antropolog atau sosiolog?
Sebagaimana ungkap Russel, Filsafat ibarat lahan kosong
yang diperebutkan oleh ilmu pengetahuan dan agama .
3
Layaknya argumen perspektif struktural-fungsional:
segala yang dibutuhkan masyarakat akan eksis dengan
sendirinya, dan sebaliknya dengan yang tidak—akan
hilang dengan sendirinya.
5
Jika ia—ilmu pengetahuan—ditempatkan sebagai
pencerah dan penuntun manusia, maka seyogyanya ia
berada di atas (melampaui) manusia.
4
Sebagai misal, pada era kekhalifahan Islam dan Abad
Pertengahan, filsafat menjadi disiplin yang sangat
digemari. Kegandrungan masyarakat pada filsafat kala itu
berkelindan dengan corak peradaban spiritualis dimana
disiplin tersebut dinilai mampu memperkuat berikut
membuktikan kebenaran doktrin-doktrin agama.
6
Ritualisme merupakan sikap di mana individu/kolektif
sesungguhnya menolak suatu konstruksi namun tak
dapat menghindarinya, mereka sekedar bertindak namun
hal tersebut sama sekali tak bermakna baginya.
36
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
E.
Menyoal
Alienasi
Nilai-Guna
Ilmu
equilibrium permintaan-penawaran tenaga kerja
Pengetahuan
tak pernah tercipta sehingga sekedar menjadikan
Terminus alienasi nilai guna dipopulerkan oleh
jenjang pendidikan sarjana (S1) sebagai prasyarat
guna memperoleh kerja. Di sisi lain, menjadi
Karl Marx untuk merepresentasikan kegunaan suatu
persoalan yang berbeda apabila seorang pembelajar
komoditas yang harus terbuang sia-sia dikarenakan
telah menyadari jauh-jauh hari jika dirinya takkan
kapitalisme lebih mementingkan profit. Sebagai
mudah memperoleh pekerjaan yang diminatinya,
misal, pada tahun 1930-an di mana terjadi ekses
pun keinsyafan bahwa studinya hanyalah sebentuk
panen tomat sehingga membuat harga komoditas
prasyarat guna memperoleh pekerjaan yang lebih
tersebut jatuh di pasaran, tanpa segan para kapitalis
menghancurkan
berton-ton
tomat
baik. Namun, menjadi persoalan apabila seorang
untuk
pembelajar telah menjiwai disiplin yang digelutinya,
membuatnya langka dan harganya naik kembali di
bertekad kuat menerapkan ilmu yang selama ini
pasaran. Begitu pula, para pengusaha kopi robusta
telah
takkan segan membuang berton-ton robusta ke laut
kesempatan. Jika telah demikian, maka ilmu tak lagi
komoditas yang sesungguhnya bernilai guna, syarat
memanifestasikan
terbuang percuma dikarenakan kapitalis lebih
seseorang tak dapat menjadi seorang filsuf sekedar
di atas, hanya saja dalam konteks berlainan, yakni
dengan menyusun pertanyaan- pertanyaan yang
ilmu pengetahuan. Dapat kita bayangkan, individu
baik kemudian menyuarakannya dikerumunan.7
yang telah bertahun-tahun lamanya menghabiskan
Begitu pun, seorang tak dapat ujug-ujug mendapati
masa studi di bangku kuliah, kemudian memasuki
gelar
lapangan pekerjaan yang tak sesuai dengan
itu
atau
sosiolog
pasca
pengorbanan yang telah dilakukannya. Di satu sisi,
kita musykil kembali pada peradaban yang telah
nilai guna (ilmu) pengetahuan yang dimilikinya?
lalu, sebagaimana ungkap Erich Fromm (1995: 25),
Memang, akses dan kemampuan pemerintah dalam
manusia adalah makhluk yang unik, meninggalkan
menciptakan lapangan kerja menjadi persoalan
namun kenyataannya
antropolog
merampungkan studinya, tak peduli seberapa besar
menyiratkan
pembuangan waktu yang sia-sia, berikut ketiadaan
sini,
sarana
peradaban memiliki keunikannya sendiri, kini
pengkajian ini tak jauh berbeda dengan pengertian
di
sebagai
Sebagaimana sempat disinggung sebelumnya, setiap
)stilah alienasi nilai guna ilmu pengetahuan dalam
urgen
dirinya
emansipasi, melainkan alienasi diri.
mengutamakan keuntungan.
semua
menghadapi
yang dibayangkan dikarenakan ketiadaan akses dan
(Smith & Evans, 2004: 42). Dapatlah ditilik,
tidakkah
kemudian
kenyataan bahwa hal tersebut tidaklah semudah
jika harga komoditas tersebut anjlok di pasaran
bidangnya,
diakumulasinya,
alam dan tak mungkin kembali padanya, selalu
hukum
bergerak maju. Pernyataan Fromm barusan agaknya
7
Orientasi awal filsafat bukanlah untuk memberikan
jawaban yang baik, melainkan menyusun pertanyaan
yang baik. Filsafat berasal dari kata philos mencari , dan
sophein
cinta/kebenaran/kebijaksanaan .
Dengan
demikian, filsuf adalah seorang yang tengah mencari
cinta, kebenaran, atau kebijaksanaan.
37
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
turut menjawab kegagalan Revolusi Kebudayaan
F. Fenomena Lionel Logue dan Frank Abagnale
cetusan Mao Tse Tung pada dekade 1960-an. Tak
Jr.: Tamparan bagi Dunia Pendidikan Formal?
dapat dipungkiri, persoalan di atas dapat ditarik
pada seputar isu modus
memiliki
Bisa jadi, fenomena Lionel Logue, seorang terapis-
ataukah
bicara Raja George VI, menjadi contoh konkret
menjadi . Era menjadi telah usai, berganti era
bagaimana
memiliki di mana struktur sosial kita dibangun
tak
kan
memperoleh
demikian,
rezim
legitimasi
berhadapan
Raja Britania Raya yang memiliki ketakutan
pengakuan
berbicara dihadapan publik karena menderita
masyarakat.
Namun
pendidikan
dengan autodidactism otodidaktisme . George V),
berdasarkan legitimasi, mereka yang tak memiliki
legitimasi,
legitimasi
gagap akut telah mencoba berbagai pengobatan
pun
dipertanyakan kembali kala dihadapkan pada
berlegitimasi kuat—tetapi tak satupun dari mereka
tatanan posmodernitas dimana arus informasi
mampu menyembuhkannya. Hingga muncul Lionel
mengalir dengan demikian derasnya (Giddens,
Logue dengan metode terapinya yang terbilang
2009: 2). Ini artinya, katup informasi (baca: [ilmu]
inkonvensial (tak lazim) namun terbukti ampuh
pengetahuan) tak lagi menjadi monopoli lembaga-
mengatasi problem yang mendera George VI. Di
lembaga pendidikan formal, meskipun memang,
tengah proses terapinya, Logue mendapati tuduhan
dan
terapi
penipu
problem mendasar yang ditemui dalam era ini
para
oleh
pakar
penasehat
kenamaan—juga
kerajaan
karena
adalah sulitnya membedakan antara pengetahuan
senyatanya ia bukanlah dokter dalam terapi bicara,
dengan palsu sebagaimana ungkap Kieron O hara
pengetahuan asli
dengan enteng, Logue pun menjawab, Kalianlah
(2002: 4).8 Singkat kata, untuk menjadi seorang
yang sejak awal memanggilku dokter . Aku sendiri
pakar di era sekarang, pendidikan formal tak lagi
tak pernah . Logue memperoleh keahlian dalam
terapi bicara lewat pengalamannya membantu para
menjadi satu-satunya jalur. Internet yang membawa
veteran Perang Dunia I yang mengalami traumatis
kita pada gerbang posmodernitas memungkinkan
berat dan kesulitan bicara (Hooper, 2010; Dialogue,
setiap individu mengakses besaran informasi yang
2011: 5).
benar dengan salah , berikut
tak terbatas, kapanpun dan dimanapun. Seorang ahli
Di samping misal di atas, vis-à-vis antara pendidikan
teknologi informasi tak lagi harus terlahir dari
formal dengan otodidaktisme turut ditunjukkan
bangku pendidikan formal, ia dapat memperoleh
oleh fenomena Frank Abagnale Junior. Meskipun
ketrampilannya secara otodidak melalui internet,
menjadi seorang kriminal kakap di usianya yang
begitu pula dengan sejarawan, jurnalis, antropolog,
ataupun sosiolog, bahkan fenomena
masih sangat muda, Frank sukses menyamar
kepakaran
menjadi seorang pilot dan melakukan tak kurang
nonformal telah cukup banyak terjadi sebelumnya.
dari 250 penerbangan, menjadi seorang dokter
8
menjadi referensi
membuatnya.
Sesungguhnya hal ini telah dipecahkan dengan
pengetatan layak-tidaknya suatu website bagi referensi
akademik. Sebagai misal, wikipedia dan blog tak layak
38
karena
setiap
orang
dapat
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
pengawas dan dokter anak selama hampir setahun
manipulasi menyangkut eksistensi diri mereka
tanpa
dan
sendiri, sebagaimana tokoh-tokoh yang telah
memenangkan kasus, bahkan menyamar menjadi
dicontohkan sebelumnya, legitimasi mereka terletak
dosen sosiologi di Brigham Young University.
pada dirinya sendiri. Lionel Logue takkan mungkin
Ajaibnya, ia melakoni serangkaian profesi di atas
membuka praktek terapi bicara untuk membantu
hanya dengan membaca buku dan mengamati
para
televisi/film (Spielberg, 2002; Wilson, 2010: 98-
memanipulasi) dirinya sendiri sebagai seorang
100).
terapis, terlebih Frank Abagnale Jr. yang menjadi
malpraktek,
menjadi
pengacara
veteran
perang
tanpa
berpikir
(baca:
seorang pilot, dokter, pengacara, juga seorang
Ditilik melalui karakter disiplin sosiologi yang
dosen. Apa yang mereka lakukan menunjukkan sisi
bersifat non etis, bagaimanapun juga fenomena
kodrati manusia sebagai homo ludens, yakni
Lionel Logue berikut Frank Abagnale Jr. di atas
makhluk yang suka bermain-main
menunjukkan pada kita betapa keahlian maupun
(uizinga,
1980: ix). Mereka menyadari sepenuhnya bahwa
kepakaran tidaklah harus lahir melalui bangku
bidang-bidang sosial adalah permainan peran
pendidikan formal. Meskipun memang, berbagai
semata, dan seseorang yang memikul suatu peran
pihak dapat menuduh fenomena-fenomena terkait
belum
sebagai perihal yang bersifat kasuistis, dan tak
tentu
menjalankannya
dengan
baik,
sebagaimana kegalauan Fritjof Capra (1983: 3);
melibatkan variabel-variabel lain seperti tingkat
kecerdasan, namun kiranya optimisme kita akan
It is a striking sign of our time that the people who
besar dan tak terhingganya potensi setiap manusia
are supposed to be experts in various fields can no
menjadi alternatif pemecahan yang lebih solutif
longer deal with the urgent problems that have arisen
terhadap
in their areas of expertise. Economists are unable to
utamanya
problem
kemanusiaan
menyangkut
alienasi
itu
sendiri,
potensi
diri
understand inflation, oncologists are totally confused
manusia.
about the causes of cancer, psychiatrists are mystified
by schizophrenia, police are helpless in the face of
rising crime, and the list goes on.
G. Pemaknaan, Manipulasi dan Modus Menjadi
[ Ada tanda-tanda zaman yang mengejutkan di
Trayektori
bidang
pendidikan
yang
tak
jelas
mana orang-orang yang seharusnya ahli dalam
serta
mereka
tak
lagi
mampu
keterbatasan akses yang nantinya dapat melahirkan
menyelesaikanmasalah-masalah mendesak yang
alinenasi nilai guna pengetahuan kiranya dapat
muncul di sekitar bidang keahlian mereka. Ekonom
dipecahkan atau setidaknya direduksi melalui apa
tak mampu memahami inflasi. Onkolog kebingungan
yang telah dilakukan para figur otodidak dunia.
mengatasi penyebab kanker. Psikiater dikacaukan
Terdapat tiga poin penting yang tersirat di
oleh skizoprenia. Polisi tak berdaya menghadapi
dalamnya, antara lain; pemaknaan, manipulasi, dan
kejahatan
pendayagunaan modus menjadi. Pemaknaan dan
sebagainya. ]
39
yang
terus
meningkat,
dan
lain
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
Melalui pemaknaan dan manipulasi di ataslah
berpartisipasi di dalamnya, entah sebagai penulis
kemudian platform modus pola pikir
(pemberi
memiliki
wacana),
komentator,
bahkan
individu tergerus dan berubah pada modus
pengkonstruksi arus informasi berikut (ilmu)
menjadi —I am what I am thinking. Guna menjadi
pengetahuan itu sendiri. Hal ini dimungkinkan
seorang terapis handal, individu meyakini bahwa hal
dengan berbagai aplikasi dunia maya layaknya
tersebut dapat dicapai tanpa memiliki sertifikat atau
facebook, youtube, blog, wordpress, bahkan website
ijazah resmi, melainkan mempelajarinya secara
buatan sendiri.
otodidak melalui pengalaman, buku-buku, film
dokumenter,
dan
terutama
Sering kali, upaya-upaya di atas terhambat oleh
world-wide-web—
ketakutan berlebih yang belum terjadi, terlebih
internet. Begitu pula ketika individu hendak menjadi
pilot,
dokter—dalam
batas-
batas
ketakutan apabila berbuat salah, baik andilnya
tertentu9,
dalam diskursus yang tengah berlangsung ataupun
antropolog, atau sosiolog, ia dapat mencapainya
posisinya sebagai pengkonstruksi informasi. Namun
tanpa pendidikan formal asalkan meyakini segenap
jika
potensi dan kemampuan dalam dirinya, berikut tak
kita
kembali
menilik
kegalauan
Capra,
ketakutan tersebut sesungguhnya sama sekali tak
kalah tekun belajar dibanding mereka yang duduk di
beralasan. Kualitas seorang profesor belum tentu
bangku pendidikan formal.
lebih baik daripada seorang doktor, begitupun:
Lalu, yang menjadi pertanyaannya, apabila secara
seorang dosen belum tentu lebih pintar ketimbang
kodrati
mahasiswanya.
manusia
dapat
mengeksplor
serta
Perihal
ter-Rasional
guna
mengaktualisasikan dirinya tanpa melalui institusi
berhadapan dengan dunia yang serba membatasi
pendidikan formal, maka mereka yang memiliki
aktualisasi
legitimasi
harusnya
beraktualisasi seketika itu juga. Menyitir ungkapan
setidaknya
Camus: The only way to deal with an unfree world is
menyamainya. Bisa jadi, pertanyaan yang kembali
to become so absolutely free… [ Satu-satunya cara
mampu
(sertifikat/ijazah
bertindak
menyeruak
adalah
lebih
resmi)
atau
ada-tidaknya
akses
diri
manusia
adalah
dengan
guna
untuk berhadapan dengan dunia yang tak bebas
mengaktualisasikan diri. Lagi-lagi, apabila disadari,
posmodernitas yang memayungi tatanan spat-
adalah dengan membebaskan diri secara total… ].
kapitalismus dapat mengatasi kebuntuan tersebut.
menuai
Posmodernitas yang ditandai dengan derasnya arus
Tampilah di ruang publik sebagai seorang pakar,
informasi berikut pesatnya perkembangan industri
modus menjadi akan menghantarkan kita pada satu
media, termasuk penerbit dan percetakan, memberi
simpulan tegas: era dewa dan legitimasi telah
Nyatanya, mereka para inisiator lebih banyak
peluang yang lebih besar bagi kita untuk turut
keberuntungan
ketimbang
kerugian.
berakhir.
9
teknik bedah medis melalui buku dan mengamati para
dokter yang tengah melakukan proses bedah di rumah
sakit (http://www.dailymail.co.uk).
Bisa jadi pernyataan ini tergolong kontroversial—
menjadi dokter secara otodidak, namun kenyataannya
baru-baru ini dunia dikejutkan oleh seorang anak asal
India, Akrit Jaswal, yang melakukan operasi bedah
pertamanya pada manusia di usia 7 tahun. Ia mempelajari
40
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
menjadi. Melalui ketiganya, entitas individu bakal
H. Kesimpulan
meyakini bahwa ia dapat mengaktualisasikan diri
Perpecahan antara teori dengan praktek menjadi
dan pengetahuan yang dimilikinya setiap waktu.
biang trayektori pendidikan yang pertama, dan
menghantarkan pada dikotomi antara low science
dengan high science. Perbedaan mendasar antar
keduanya
adalah
kecenderungan
salah
satu
Daftar Pustaka
klasifikasi ilmu pada praksis ataukah teoretis. Hal
tersebut
diperparah
kapitalismus
dengan
dimana
tatanan
ukuran-ukuran
Bhavsar,
spat-
Punitkumar & Vijay Kumar.
2012,
Trajectory Tracking of Liniear )nverted
ekonomi
menjadi penentu bagus-tidak berikut berguna-
Pendulum Using Integral- Sliding Mode
tidaknya suatu ilmu, inilah yang menjadi momentum
trayektori pendidikan kedua. Bagi mereka yang
Control , I. J. Intelligent: Systems and
berjibaku dalam low science terutama, kerap kali
Capra, Fritjof. 1983. The Turning Point: Science,
berhadapan dengan persoalan alienasi nilai guna
Society, and the Rising Culture. New York:
ilmu pengetahuan baik kala tengah menggelutinya
Bantam Books.
Applications, June 2012: pp. 31-38.
Dialogue Spring.
atau saat berhadapan dengan dunia kerja nantinya.
Pada
titik
ini,
memanifestasikan
ilmu
pengetahuan
dirinya
sebagai
Foucault, Michel. 2002. Menggugat Sejarah Ide.
sarana
Yogyakarta: IRCiSoD.
Fromm, Erich. 1995. Masyarakat yang Sehat. Jakarta:
Tak dapat dipungkiri, pendekatan dan upaya
YOI.
bernuansa struktural memang diperlukan guna
Giddens, Anthony. 2009. Konsekuensi-konsekuensi
mengatasi persoalan di atas, namun hal tersebut
Modernitas. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
dirasa kurang efisien mengingat membutuhkan
Hardiman, F. Budi. 1990. Kritik Ideologi. Yogyakarta:
waktu yang tak sebentar, sementara persoalan
guna
ilmu
pengetahuan
telah
Kanisius.
lama
________________. 2004. Filsafat Modern. Jakarta:
berlangsung, dan kiranya akan tetap demikian untuk
Gramedia.
beberapa waktu ke depan. Oleh karenanya,
Harker, Richard [et.al]. 2009. (Habitus x Modal) +
pendekatan humanis dirasa lebih sesuai guna
mengatasi
persoalan
terkait.
Disamping
Ranah = Praktek. Yogyakarta: Jalasutra.
tak
Hill, Philip. 2006. Lacan untuk Pemula. Yogyakarta:
memerlukan waktu lama, pendekatan dan upaya ini
Kanisius.
dapat diakses oleh siapapun, kapanpun, dan
dimanapun.
beresensikan
Pendekatan
pada
humanis
self
The Dean s Speech,
Dialogue .Working Paper.
tak
emansipasi, melainkan alienasi diri manusia.
alienasi
.
Hollerbach, John M.2012. Trajectory Planning.
yang
Cambridge:
empowerment
Massachusetts
Technology-Cambridge.
pemberdayaan diri ini memuat tiga poin penting
antara lain; pemaknaan, manipulasi, dan modus
41
Institute
of
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
Huizinga, Johan. 1980. Homo Ludens: A Study of PlayElement in Culture. Britain: Redwood Burn
Ltd., Trowbridge& Esher.
Lemay, Eric & Jennifer A. Pitts. 2005. Heidegger
untuk Pemula. Yogyakarta: Kanisius.
McLean, Daniel & Amy Hurd. 2008. Recreation and
Leisure in Modern Society. Burlington: Jones
& Barlett Learning.
Ormerod, Paul. 1998. Matinya Ilmu Ekonomi Jilid 1:
Dari Krisis ke Krisisi. Jakarta: Gramedia.
O hara, Kieron.
Jendela.
. Plato dan Internet. Yogyakarta:
Smith, David & Phil Evans. 2004. Das Kapital untuk
Pemula. Yogyakarta: Resist Book.
Smith, Linda & William Raeper. 2004. Ide-ide.
Yogyakarta: Kanisius.
Wilson, Christopher P. 2010. Learning to Live with
Crime. Ohio: The Ohio State University.
Sumber lain: Film (based on true story)
Steven Spielberg. 2002. Catch Me if You Can .
United
States:
Amblin
Entertainment,
Dreamwork Production.
Tom (ooper.
. The King s Speech . United
Kingdom: UK Film Council, See-Saw Film,
Bedlam Production.
42
Trayektori Pendidikan,
Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science :
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Oleh
Wahyu Budi Nugroho1
Abstrak
Tulisan ini berupaya memaparkan problem trayektori pendidikan dan implikasi domino yang
ditimbulkannya. Secara ringkas, trayektori pendidikan menunjuk pada ketidakjelasan arah atau
ketidakterhubungan antara dunia pendidikan dengan realitas konkret kontemporer. Timbulnya
trayektori pendidikan ditengarai oleh perceraian antara teori dengan praksis yang kemudian
memunculkan klasifikasi ilmu ke dalam dikotomi low science dan high science. Persoalan menjadi kian
pelik manakala dihadapkan pada tatanan kapitalisme-lanjut yang begitu mensakralkan ukuran-ukuran
ekonomi sehingga beberapa ilmu pengetahuan (disiplin) dirasa tak lagi relevan keberadaannya. Hal
inilah yang nantinya memunculkan problem alienasi nilai guna ilmu pengetahuan . Di sisi lain,
posmodernitas yang memayungi tatanan kapitalisme-lanjut turut memicu kontestasi antara legitimasi
dengan otodidaktisme yang berujung pada diskursus seputar kepakaran formal dan non formal. Singkat
kata, tulisan ini berupaya mewacanakan kembali kedudukan ilmu pengetahuan sebagai sarana
emansipasi manusia, terutama berkenaan dengan aktualisasi diri individu maupun kolektif beserta
segenap potensi yang dimilikinya.
Kata kunci: trayektori pendidikan, alienasi, kapitalisme-lanjut.
Abstract
This paper aims to elaborate the problem of educational trajectory and its domino effect implications.
Briefly, educational trajectory refers to uncertain path or disconnection between formal education and
contemporary factual reality. Educational trajectory is caused by the separation between the world of
theory and praxis which resulted in the classification of dichotomy of knowledge into low and high
sciences. The problem becomes more complicated when it meets vis-à-vis a system of late-capitalism
which magnifies economic values, so that some majors or disciplines seem to be irrelevant for their
existence. The circumtances surrounding such facts will create another problem so called the utility
alienation of science . On the other hand, postmodernity which shelters the system of late-capitalism also
triggers competiton between legitimacy and autodidactism that induces discourses on formal and nonformal masteries. Shortly, this paper puts an effort to discuss the existence of science as a tool of achieving
humanitarian emancipation, particularly which concerns with self-actualisation of individuals and their
whole potencials.
Keywords: educational trajectory, alienation, late-capitalism
Rekam-jejak format pendidikan terprimitif dapat
A. Pendahuluan
kita temui dalam era masyarakat berburu dan
An intellectual is someone whose mind watches
itself… [Albert Camus, Notebooks 9
meramu. Pada periode-periode pasca berburu dan
-1942].
menikmati
1
hasil
tangkapan,
tetua
adat
Wahyu Budi Nugroho, menyelesaikan studi S2 Master Sosiologi UGM tahun 2013. Menerbitkan beberapa tulisan
dan buku, salah satunya berjudul Sosiologi Eksistensialisme Jean Paul Sartre .
31
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
menempatkan diri di tengah-tengah masyarakatnya
Lebih jauh, serangkaian hal di atas berkenaan
dan mulai
dengan persoalan legitimasi individu dalam struktur
mendongeng . Dongengan tersebut
umumnya berkisah mengenai roh dan kehidupan
sosial, dikotomi antara low science dengan high
para leluhur di masa lampau, berikut pengetahuan
science,
praktis bagi kehidupan sehari-hari. Dalam era ini,
berakhir
pengetahuan (baca: teori) tak dipisahkan dari
kemubaziran, berikut aktualisasi kedirian individu
praksis, petuah tetua adat menjiwai setiap sendi
yang tertuju pada emansipasi ataukah alienasi.
kehidupan masyarakat kala itu. Bentuk-bentuk
Kiranya, berbagai persoalan terkait begitu penting
praktek pendidikan yang demikian berlanjut hingga
dikupas dalam rangka memberikan pemahaman-
memasuki peradaban yang telah maju: India Kuno,
lebih atas relasi dunia pendidikan dengan konstelasi
Mesir Kuno, dan terutama Yunani Kuno sebagai
sosial di era kontemporer.
kelimpah-ruahan
dengan
pengetahuan
kemanfaatan
yang
ataukah
momentum perceraian antara keduannya—teori
dengan praksis (McLean & Hurd, 2008: 50-53).
Disadari atau tidak, hal tersebut menjadi momentum
trayektori
pendidikan
yang
pertama,
yakni
B. Trayektori Pendidikan, Pendulum yang
pergeseran arah dan orientasi pendidikan pada
Mengayuh Tanpa Arah
keluaran yang masih tersamarkan.
Pergulatan dominasi-dormansi antara pengetahuan
Istilah trayektori umum digunakan dalam dunia
praksis maupun teoretis dalam dunia pendidikan
teknik fisika. Istilah tersebut menunjuk pada rute
pun ajeg berlanjut setelahnya, bahkan hingga detik
gerak suatu obyek yang telah diprediksikan
ini.
pendidikan
sebelumnya, namun gerak akhir dari obyek tersebut
Pertama,
tetap tak menutup kemungkinan berubah atau tak
Setidaknya,
termanifestasikan
trayektori
dalam
dua
hal;
teknik, terutama dalam ranah keilmuan fisika—
perceraian antara pengetahuan praksis dengan
sebagaimana
teoretis gerak yang menjadi ambiguitas tersendiri.
sebelumnya (Hollerbach, 2012: 1; Bhavsar & Kumar,
Kedua, kebingungan
2012:
akumulasi
pengetahuan
dewasa
diprediksikan
demikian,
trayektori
ketidaktepatan , serta berubah dan tidak berubah .
dalam merespon era division of labour berikut spatkapitalisme-lanjut
Dengan
yang
mengisyaratkan posisi di antara ketepatan dan
praksis dan teoretis pada individu maupun kolektif
kapitalismus
31).
dengan
ini.
Secara konkret, trayektori dapat dimisalkan dengan
Bagaimanapun juga, trayektori pendidikan ini
rute
nantinya bakal menentukan berguna-tidaknya suatu
terkadang tetap dan terkadang berubah. Perubahan
pengetahuan yang telah diakumulasi individu
ayunan tersebut sering kali begitu samar (tak kasat
ataupun kolektif bagi kehidupannya, pun sebagai
mata) apabila kita menilik pola gerak benang yang
manusia-manusia
mengikatnya, namun apabila ditempatkan bidang
penentu
sejauhmana
berpengetahuan ditempatkan pada bidang-bidang
(pola)
ayunan
sebuah
pendulum
yang
datar semisal pasir, maka perubahan gerak
pendulum tersebut akan begitu tampak.
kehidupan yang sesuai dengan kompetensinya.
32
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
Dalam
ranah
ilmu
sosial-humaniora,
legitimasi
istilah
pengetahuan
yang
dimilikinya.
trayektori dipopulerkan oleh Pierre Bourdieu
Persoalan menjadi kian pelik ketika kita dihadapkan
melalui konsepnya mengenai distinction guna
pada
menjelaskan pergeseran orang-orang kaya baru
kapitalisme-lanjut
(parvenus) terhadap mereka yang kehilangan posisi
membludaknya
kelas (declasse). Baginya, hal tersebut disebabkan
kehidupan manusia pada aktivitas konsumsi, serta
oleh
permainan
serangkaian
modal
2
kenyataan
konstruksi
yang
arus
super
strukstur
ditandai
dengan
informasi,
titik
fokus
rentetan simulakra yang hampir menyebabkan
yang
menghantarkan individu pada klasifikasi kelas-kelas
segala
sesuatunya
tak
tampak
sebagaimana
sosial tertentu. Terkait hal tersebut, terdapat suatu
adanya—it is what it is not. Di sini, fungsi manifes
modal utama yang berimplikasi pada pewarisan
pendidikan kembali dipertanyakan: Menjadi bagian
dari solusi, ataukah justru permasalahan?
habitus yang begitu kentara sehingga mengantarkan
individu pada posisi sosial tertentu. Namun, modal
tersebut tak ditempatkan sebagai perihal satuC. Arkeologi Praktek Teori
satunya guna meraih posisi sosial yang diharapkan,
dapat
Praktek dan teori telah menjadi artefak. Hal serupa
sedemikian rupa sehingga individu
sebagaimana ungkap Foucault dalam The Archeology
dapat mencapai posisi yang sama (Harker [et.al],
of Knowledge (2002: 82-85) mengenai diakui dan
2009:25-26). Secara sederhana, berbagai modal
digunakannya sistem taksonomi pengetahuan saat
yang dimiliki antara individu satu dengan yang
ini yang terintegrasi dengan total set relasi
lainnya ibarat pendulum yang bergerak (baca:
pengetahuan kekinian dan menafikkan sistem
bermain) dengan polanya masing-masing, akan
pengetahuan sebelumnya, atau dengan kata lain,
tetapi pada akhirnya menghasilkan perihal yang
telah menjadi artefak-nya taksonomi pengetahuan
sama, yakni sebuah citra (gambar).
non-Barat saat ini. Secara ringkas sub-bab ini
terdapat
berbagai
dimainkan
modal
lain
yang
berupaya memaparkan riwayat perceraian antara
Dalam konteks ini, trayektori pendidikan dimaknai
teori dengan praktek melalui perspektif semi-
sebagai tersamarkannya orientasi pendidikan yang
genealogi pengetahuan.
kerap kali tercerai dalam oposisi biner: praksis,
ataukah teoretis. Perceraian tersebut tak sekedar
Adalah Jurgen Habermas, selaku sosok yang
berada pada tataran keilmuan an-Sich, melainkan
mengingatkan
pula bersentuhan langsung dengan realitas konkret
pengetahuan dalam kotak praksis dan teoretis.
dimana homo cognitiva manusia berpikir merespon
kembali
akan
tercerainya
Menurutnya hadirnya para filsuf-alam layaknya
eksistensinya, kedirian orang lain, berikut lingkup
Thales dan Heraclitus menandai banyak momen
sosial-budaya yang lebih luas dan kompleks melalui
tercerainya antara teori dengan praktek. Hal
Modal dalam perspektif Bourdieu setidaknya terbagi
dalam empat bentuk; modal sosial, modal ekonomi, modal
kultur (budaya), dan modal simbol.
2
33
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
tersebut sekaligus menjadi tonggak peralihan antara
bukan disebabkan oleh kurang matang, sistematis,
tradisi bios-theoretikos pada tradisi theoretikos.
Istilah bios-theoretikos yang ditemui dalam era
dan
filsafat Yunani-prafilsuf klasik dapat diterjemahkan
fakta kehidupan artifisial yang diciptakan oleh
sebagai aktivitas menengadah dan berdoa —bios
aparatus-aparatus spat-kapitalismus dalam payung
bios
menyebabkan terjadinya dikotomi antara low
meyakinkannya
berbagai
pemikiran
serangkaian tokoh diatas, melainkan lebih pada
menengadah , theoretikos berdoa . Dalam hal ini,
(pos) modernitas. Hal inilah yang kemudian turut
sedangkan theoretikos berteori
science
dapat
diartikan
sebagai berpraktek ,
(ardiman, 99 :
dengan
high
science
dalam
dunia
pendidikan.
19). Pengetahuan ungkap para filsuf seperti Thales
atau Heraclitus yang menyatakan bahwa dunia
tercipta dari air atau api, faktual sekedar menemui
bentuknya sebagai penjelasan semata , tak ditemui
dimensi praksis di dalamnya.
D. Trayektori Low Science dan High Science
Kenyataannya, tradisi keilmuan di atas ajeg
Apabila khalayak - bisa jadi termasuk diri kita –
diminta
dilanjutkan oleh filsuf-filsuf setelahnya—pasca-
menyebutkan
beberapa
departemen
baca:jurusan yang dianggap baik , maka seketika
Socrates hingga Skolastik, setidaknya hingga Francis
Bacon mengungkap pentingnya pengetahuan guna
tercetus beberapa fakultas/departemen layaknya
menundukkan
adalah
kedokteran, manajemen, dan hukum. Faktual, hal
kekuasaan
alam:
(ardiman,
Pengetahuan
7-28). Di sini,
serupa telah menjadi nalar awam masyarakat dunia
dimensi praksis pengetahuan demikian tampak,
dan menjadi fenomena ceteris paribus tersendiri.
perihal yang kemudian dicemooh Heidegger sebagai
Jika kita menilik universitas kenamaan seperti
pola pikir teknologi
:
: 7 .
Harvard dan Princeton, maka fakultas-fakultas yang
Pertanyaannya, benarkah hakekat dari pengetahuan
paling banyak menuai minat publik adalah Ekonomi
syarat berdaya-guna secara praksis? Bagaimana
dan Hukum (Ormerod, 1998: 18). Mengapa?
dengan pengetahuan kontemplatif yang nirpraksis
Seringkali tak disadari bahwa pasca-Perang Dunia II
dan sekedar menambah pengetahuan an-Sich dari
hampir seluruh masyarakat dunia hidup dalam
manusia itu sendiri? Pantaskah ia disebut pula
tatanan kapitalisme, terlebih pasca keruntuhan
sebagai pengetahuan?
Komunisme-Soviet. Artinya, modal (baca: uang)
Tak
dapat
Lemay & Pitts,
dipungkiri,
usaha
guna
ditempatkan sebagai infrastruktur yang menopang
merujuk
superstruktur. Dengan demikian, tak mengherankan
perceraian antara teori dengan praksis telah
jika berbagai fakultas atau departemen yang
diupayakan oleh banyak pihak (pemikir), beberapa
dianggap baik oleh khalayak adalah fakultas atau
diantaranya seperti; Immanuel Kant, Karl Marx,
departemen yang nantinya bakal menghasilkan
Nietzsche, Frankfurt Schule, Ali Syariati, dan Pierre
Bourdieu.
Namun
pada
akhirnya,
banyak uang bagi lulusannya. Di sinilah dikotomi
perceraian
antara low science
tersebut ajeg terjadi jua. Memang persoalan terkait
34
ilmu pengetahuan rendah
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
dengan high science ilmu pengetahuan tinggi
Singkat kata, menjadi filsuf di era sekarang jauh
ilmu
terjadi. )lmu pengetahuan tinggi adalah berbagai
berbeda
yang
kemunculannya, seorang filsuf tidaklah harus
nantinya besar kemungkinan bakal memberikan
terlahir melalui jenjang pendidikan formal, tepatnya
jaminan hidup ke depan bagi
sebelum Plato (427-347 SM) mengikuti jejak kaum
usungan
Sebaliknya,
berbagai
departemen-departemen
penuntutnya.
ilmu pengetahuan rendah
departemen
yang
adalah
dianggap
dengan
era
dahulu.
Di
awal
sofis dengan mendirikan Akademia di Athena. Dari
sini, kita dapat melihat relevansi Jacques Lacan
tak
memberikan kejelasan karier berikut jaminan masa
(1901-1981)
depan—kecil
psikoanalisisnya dikarenakan keinsyafannya akan
kemungkinan
memberikan
membubarkan
sekolah
ambiguitas birokratisasi pengetahuan yang ajeg
penghasilan besar bagi lulusannya.
mencetak para pakar diantara dua relasi: budak-
Hendak menjadi apa? , itulah pertanyaan yang
tuan, serta terbebaskan-tak terbebaskan (Hill, 2006:
kerap menyeruak kala seseorang tengah berjibaku
8). Ambiguitas terkait dapat kita tilik pula pada
dengan ilmu-ilmu yang terklasifikasi dalam low
tokoh-tokoh kenamaan pendidikan layaknya Paulo
science. Dalam pengkajian ini, dapatlah dimisalkan
Freire, Everett Reimer, dan Ivan Illich yang begitu
beberapa di antara low science seperti filsafat,
menentang eksistensi birokratisasi pengetahuan—
antropologi, dan sosiologi. Lebih jauh, mari kita
mulai dengan satu pernyataan: Menjadi seorang
sekolah, namun kenyataannya mereka semua
filsuf , agaknya pernyataan tersebut begitu abstrak.
terlahir melaluinya. Dengan kata lain,
Menjadi
filsuf,
untuk
apa?
Seberapa
guna
mencapai pemikirannya saat ini, kesemua dari
besar
mereka tetap melampaui tahap-tahap birokratisasi
kemungkinan profesi tersebut akan memberikan
pengetahuan di atas.
penghasilan berlimpah? Atau jangan-jangan, tak ada
lagi profesi filsuf di era sekarang? Serangkaian
Dengan demikian, perihal yang dapat kita tekankan
pertanyaan tersebut kiranya bakal muncul tatkala
di sini adalah, dikotomi antara low science dengan
pernyataan di atas tercetus—menjadi seorang filsuf.
high science berkelindan erat dengan dimensi
Dan memang, profesi sebagai filsuf tak lagi diakui
praksis-teoretis suatu suatu ilmu pengetahuan.
masyarakat di era sekarang, jikapun ada profesi
Semakin jelas praksis suatu disiplin, maka semakin
tersebut merupakan achieved status,
tinggi
artinya
kedudukannya
di
mata
masyarakat.
menyandangnya, ambilah misal Romo Magnis, S. T.
Sebaliknya, semakin teoretis, abstrak, dan tak jelas
Sunardi, dan Yasraf Amir Piliang yang telah diakui
tersingkirkan
sebagai para filsuf tanah air, kesemuanya lahir dari
proposisi tersebut memunculkan satu pertanyaan
rahim pendidikan formal, menyandang gelar doktor
yang mengusik: Mungkinkah berbagai displin yang
memerlukan berbagai
kualifikasi formal
guna
praksis
dari
suatu
pula
disiplin,
maka
eksistensinya.
Tak
semakin
pelak,
dipertanyakan nilai guna-nya dewasa ini tengah
atau profesor, memiliki karya-karya yang terjamin
secara ilmiah-akademis, dan berbagai kualifikasi
formal-akademis lainnya.
35
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
menuju pada kepunahannya?
Hal serupa kiranya
Kenyataannya tidak, tetap dibutuhkan kualifikasi-
turut kita jumpai lewat gulung tikarnya beberapa
kualifikasi akademis guna memperolehnya. Di sini,
departemen
para pembelajar ilmu-ilmu yang terklasifikasi dalam
dikarenakan
3
sepi
peminat
dan
dianggap tak relevan lagi keberadaannya. Apabila
low
science
memikul
dua
beban.
Pertama,
kebingungan dalam mempraktekkan ilmunya. Dan
benar demikian, maka dapatlah dipostulatkan
bahwa ilmu pengetahuan mengikuti suatu tata
kedua, terbatasnya akses/kesempatan dalam dunia
peradaban,
kerja
dan
menghantarkan
bukan
pada
sebaliknya.
premis
ini
guna
mengaktualisasikan
ilmu
yang
bahwa
digelutinya. Trayektori pendidikan dalam ranah
kenyataannya ilmu pengetahuan tak ubahnya
terkait sudah tentu menghasilkan luaran yang tak
seperti budaya pop, timbul-tenggelam mengikuti
jelas arahnya. Bisa jadi, persoalan ini turut
kepentingan pasar (baca:masyarakat).4 Dengan
menjawab kegamangan para pembelajar low science
demikian, baik-buruk berikut bagus-tidaknya suatu
di tengah-tengah proses studinya, partisipasi
pengetahuan pun merupakan sebentuk konstruksi.
mereka dalam kegiatan belajar-mengajar sekedar
Anggapan ini sudah tentu bertolak belakang dengan
menemui bentuknya sebagai ritualisme6 belaka.
kedudukan ilmu pengetahuan sebagai pencerah
Sementara, bagi mereka yang mengambil pekerjaan
manusia
ilmu
tak sesuai dengan bidang keilmuan yang digelutinya,
pengetahuan justru tunduk pada kepentingan
maka hal tersebut dapat diistilahkan dengan
manusia.5 Pada titik ini, ilmu pengetahuan menjadi
alienasi nilai guna ilmu pengetahuan , fenomena
mengingat
suatu
Hal
kenyataannya
mitos.
massal di era kapitalisme lanjut yang kerap kali
luput dari perhatian kita.
Begitu pula, tak ubahnya dengan filsafat, problem
yang dihadapi para pembelajar disiplin antropologi
dan sosiologi agaknya berkutat pada persoalan
profesi serta upaya guna mempraksiskan ilmu
mereka. Apakah pasca merampungkan studinya
seorang pembelajar antropologi atau sosiologi
lantas menjadi seorang antropolog atau sosiolog?
Sebagaimana ungkap Russel, Filsafat ibarat lahan kosong
yang diperebutkan oleh ilmu pengetahuan dan agama .
3
Layaknya argumen perspektif struktural-fungsional:
segala yang dibutuhkan masyarakat akan eksis dengan
sendirinya, dan sebaliknya dengan yang tidak—akan
hilang dengan sendirinya.
5
Jika ia—ilmu pengetahuan—ditempatkan sebagai
pencerah dan penuntun manusia, maka seyogyanya ia
berada di atas (melampaui) manusia.
4
Sebagai misal, pada era kekhalifahan Islam dan Abad
Pertengahan, filsafat menjadi disiplin yang sangat
digemari. Kegandrungan masyarakat pada filsafat kala itu
berkelindan dengan corak peradaban spiritualis dimana
disiplin tersebut dinilai mampu memperkuat berikut
membuktikan kebenaran doktrin-doktrin agama.
6
Ritualisme merupakan sikap di mana individu/kolektif
sesungguhnya menolak suatu konstruksi namun tak
dapat menghindarinya, mereka sekedar bertindak namun
hal tersebut sama sekali tak bermakna baginya.
36
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
E.
Menyoal
Alienasi
Nilai-Guna
Ilmu
equilibrium permintaan-penawaran tenaga kerja
Pengetahuan
tak pernah tercipta sehingga sekedar menjadikan
Terminus alienasi nilai guna dipopulerkan oleh
jenjang pendidikan sarjana (S1) sebagai prasyarat
guna memperoleh kerja. Di sisi lain, menjadi
Karl Marx untuk merepresentasikan kegunaan suatu
persoalan yang berbeda apabila seorang pembelajar
komoditas yang harus terbuang sia-sia dikarenakan
telah menyadari jauh-jauh hari jika dirinya takkan
kapitalisme lebih mementingkan profit. Sebagai
mudah memperoleh pekerjaan yang diminatinya,
misal, pada tahun 1930-an di mana terjadi ekses
pun keinsyafan bahwa studinya hanyalah sebentuk
panen tomat sehingga membuat harga komoditas
prasyarat guna memperoleh pekerjaan yang lebih
tersebut jatuh di pasaran, tanpa segan para kapitalis
menghancurkan
berton-ton
tomat
baik. Namun, menjadi persoalan apabila seorang
untuk
pembelajar telah menjiwai disiplin yang digelutinya,
membuatnya langka dan harganya naik kembali di
bertekad kuat menerapkan ilmu yang selama ini
pasaran. Begitu pula, para pengusaha kopi robusta
telah
takkan segan membuang berton-ton robusta ke laut
kesempatan. Jika telah demikian, maka ilmu tak lagi
komoditas yang sesungguhnya bernilai guna, syarat
memanifestasikan
terbuang percuma dikarenakan kapitalis lebih
seseorang tak dapat menjadi seorang filsuf sekedar
di atas, hanya saja dalam konteks berlainan, yakni
dengan menyusun pertanyaan- pertanyaan yang
ilmu pengetahuan. Dapat kita bayangkan, individu
baik kemudian menyuarakannya dikerumunan.7
yang telah bertahun-tahun lamanya menghabiskan
Begitu pun, seorang tak dapat ujug-ujug mendapati
masa studi di bangku kuliah, kemudian memasuki
gelar
lapangan pekerjaan yang tak sesuai dengan
itu
atau
sosiolog
pasca
pengorbanan yang telah dilakukannya. Di satu sisi,
kita musykil kembali pada peradaban yang telah
nilai guna (ilmu) pengetahuan yang dimilikinya?
lalu, sebagaimana ungkap Erich Fromm (1995: 25),
Memang, akses dan kemampuan pemerintah dalam
manusia adalah makhluk yang unik, meninggalkan
menciptakan lapangan kerja menjadi persoalan
namun kenyataannya
antropolog
merampungkan studinya, tak peduli seberapa besar
menyiratkan
pembuangan waktu yang sia-sia, berikut ketiadaan
sini,
sarana
peradaban memiliki keunikannya sendiri, kini
pengkajian ini tak jauh berbeda dengan pengertian
di
sebagai
Sebagaimana sempat disinggung sebelumnya, setiap
)stilah alienasi nilai guna ilmu pengetahuan dalam
urgen
dirinya
emansipasi, melainkan alienasi diri.
mengutamakan keuntungan.
semua
menghadapi
yang dibayangkan dikarenakan ketiadaan akses dan
(Smith & Evans, 2004: 42). Dapatlah ditilik,
tidakkah
kemudian
kenyataan bahwa hal tersebut tidaklah semudah
jika harga komoditas tersebut anjlok di pasaran
bidangnya,
diakumulasinya,
alam dan tak mungkin kembali padanya, selalu
hukum
bergerak maju. Pernyataan Fromm barusan agaknya
7
Orientasi awal filsafat bukanlah untuk memberikan
jawaban yang baik, melainkan menyusun pertanyaan
yang baik. Filsafat berasal dari kata philos mencari , dan
sophein
cinta/kebenaran/kebijaksanaan .
Dengan
demikian, filsuf adalah seorang yang tengah mencari
cinta, kebenaran, atau kebijaksanaan.
37
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
turut menjawab kegagalan Revolusi Kebudayaan
F. Fenomena Lionel Logue dan Frank Abagnale
cetusan Mao Tse Tung pada dekade 1960-an. Tak
Jr.: Tamparan bagi Dunia Pendidikan Formal?
dapat dipungkiri, persoalan di atas dapat ditarik
pada seputar isu modus
memiliki
Bisa jadi, fenomena Lionel Logue, seorang terapis-
ataukah
bicara Raja George VI, menjadi contoh konkret
menjadi . Era menjadi telah usai, berganti era
bagaimana
memiliki di mana struktur sosial kita dibangun
tak
kan
memperoleh
demikian,
rezim
legitimasi
berhadapan
Raja Britania Raya yang memiliki ketakutan
pengakuan
berbicara dihadapan publik karena menderita
masyarakat.
Namun
pendidikan
dengan autodidactism otodidaktisme . George V),
berdasarkan legitimasi, mereka yang tak memiliki
legitimasi,
legitimasi
gagap akut telah mencoba berbagai pengobatan
pun
dipertanyakan kembali kala dihadapkan pada
berlegitimasi kuat—tetapi tak satupun dari mereka
tatanan posmodernitas dimana arus informasi
mampu menyembuhkannya. Hingga muncul Lionel
mengalir dengan demikian derasnya (Giddens,
Logue dengan metode terapinya yang terbilang
2009: 2). Ini artinya, katup informasi (baca: [ilmu]
inkonvensial (tak lazim) namun terbukti ampuh
pengetahuan) tak lagi menjadi monopoli lembaga-
mengatasi problem yang mendera George VI. Di
lembaga pendidikan formal, meskipun memang,
tengah proses terapinya, Logue mendapati tuduhan
dan
terapi
penipu
problem mendasar yang ditemui dalam era ini
para
oleh
pakar
penasehat
kenamaan—juga
kerajaan
karena
adalah sulitnya membedakan antara pengetahuan
senyatanya ia bukanlah dokter dalam terapi bicara,
dengan palsu sebagaimana ungkap Kieron O hara
pengetahuan asli
dengan enteng, Logue pun menjawab, Kalianlah
(2002: 4).8 Singkat kata, untuk menjadi seorang
yang sejak awal memanggilku dokter . Aku sendiri
pakar di era sekarang, pendidikan formal tak lagi
tak pernah . Logue memperoleh keahlian dalam
terapi bicara lewat pengalamannya membantu para
menjadi satu-satunya jalur. Internet yang membawa
veteran Perang Dunia I yang mengalami traumatis
kita pada gerbang posmodernitas memungkinkan
berat dan kesulitan bicara (Hooper, 2010; Dialogue,
setiap individu mengakses besaran informasi yang
2011: 5).
benar dengan salah , berikut
tak terbatas, kapanpun dan dimanapun. Seorang ahli
Di samping misal di atas, vis-à-vis antara pendidikan
teknologi informasi tak lagi harus terlahir dari
formal dengan otodidaktisme turut ditunjukkan
bangku pendidikan formal, ia dapat memperoleh
oleh fenomena Frank Abagnale Junior. Meskipun
ketrampilannya secara otodidak melalui internet,
menjadi seorang kriminal kakap di usianya yang
begitu pula dengan sejarawan, jurnalis, antropolog,
ataupun sosiolog, bahkan fenomena
masih sangat muda, Frank sukses menyamar
kepakaran
menjadi seorang pilot dan melakukan tak kurang
nonformal telah cukup banyak terjadi sebelumnya.
dari 250 penerbangan, menjadi seorang dokter
8
menjadi referensi
membuatnya.
Sesungguhnya hal ini telah dipecahkan dengan
pengetatan layak-tidaknya suatu website bagi referensi
akademik. Sebagai misal, wikipedia dan blog tak layak
38
karena
setiap
orang
dapat
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
pengawas dan dokter anak selama hampir setahun
manipulasi menyangkut eksistensi diri mereka
tanpa
dan
sendiri, sebagaimana tokoh-tokoh yang telah
memenangkan kasus, bahkan menyamar menjadi
dicontohkan sebelumnya, legitimasi mereka terletak
dosen sosiologi di Brigham Young University.
pada dirinya sendiri. Lionel Logue takkan mungkin
Ajaibnya, ia melakoni serangkaian profesi di atas
membuka praktek terapi bicara untuk membantu
hanya dengan membaca buku dan mengamati
para
televisi/film (Spielberg, 2002; Wilson, 2010: 98-
memanipulasi) dirinya sendiri sebagai seorang
100).
terapis, terlebih Frank Abagnale Jr. yang menjadi
malpraktek,
menjadi
pengacara
veteran
perang
tanpa
berpikir
(baca:
seorang pilot, dokter, pengacara, juga seorang
Ditilik melalui karakter disiplin sosiologi yang
dosen. Apa yang mereka lakukan menunjukkan sisi
bersifat non etis, bagaimanapun juga fenomena
kodrati manusia sebagai homo ludens, yakni
Lionel Logue berikut Frank Abagnale Jr. di atas
makhluk yang suka bermain-main
menunjukkan pada kita betapa keahlian maupun
(uizinga,
1980: ix). Mereka menyadari sepenuhnya bahwa
kepakaran tidaklah harus lahir melalui bangku
bidang-bidang sosial adalah permainan peran
pendidikan formal. Meskipun memang, berbagai
semata, dan seseorang yang memikul suatu peran
pihak dapat menuduh fenomena-fenomena terkait
belum
sebagai perihal yang bersifat kasuistis, dan tak
tentu
menjalankannya
dengan
baik,
sebagaimana kegalauan Fritjof Capra (1983: 3);
melibatkan variabel-variabel lain seperti tingkat
kecerdasan, namun kiranya optimisme kita akan
It is a striking sign of our time that the people who
besar dan tak terhingganya potensi setiap manusia
are supposed to be experts in various fields can no
menjadi alternatif pemecahan yang lebih solutif
longer deal with the urgent problems that have arisen
terhadap
in their areas of expertise. Economists are unable to
utamanya
problem
kemanusiaan
menyangkut
alienasi
itu
sendiri,
potensi
diri
understand inflation, oncologists are totally confused
manusia.
about the causes of cancer, psychiatrists are mystified
by schizophrenia, police are helpless in the face of
rising crime, and the list goes on.
G. Pemaknaan, Manipulasi dan Modus Menjadi
[ Ada tanda-tanda zaman yang mengejutkan di
Trayektori
bidang
pendidikan
yang
tak
jelas
mana orang-orang yang seharusnya ahli dalam
serta
mereka
tak
lagi
mampu
keterbatasan akses yang nantinya dapat melahirkan
menyelesaikanmasalah-masalah mendesak yang
alinenasi nilai guna pengetahuan kiranya dapat
muncul di sekitar bidang keahlian mereka. Ekonom
dipecahkan atau setidaknya direduksi melalui apa
tak mampu memahami inflasi. Onkolog kebingungan
yang telah dilakukan para figur otodidak dunia.
mengatasi penyebab kanker. Psikiater dikacaukan
Terdapat tiga poin penting yang tersirat di
oleh skizoprenia. Polisi tak berdaya menghadapi
dalamnya, antara lain; pemaknaan, manipulasi, dan
kejahatan
pendayagunaan modus menjadi. Pemaknaan dan
sebagainya. ]
39
yang
terus
meningkat,
dan
lain
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
Melalui pemaknaan dan manipulasi di ataslah
berpartisipasi di dalamnya, entah sebagai penulis
kemudian platform modus pola pikir
(pemberi
memiliki
wacana),
komentator,
bahkan
individu tergerus dan berubah pada modus
pengkonstruksi arus informasi berikut (ilmu)
menjadi —I am what I am thinking. Guna menjadi
pengetahuan itu sendiri. Hal ini dimungkinkan
seorang terapis handal, individu meyakini bahwa hal
dengan berbagai aplikasi dunia maya layaknya
tersebut dapat dicapai tanpa memiliki sertifikat atau
facebook, youtube, blog, wordpress, bahkan website
ijazah resmi, melainkan mempelajarinya secara
buatan sendiri.
otodidak melalui pengalaman, buku-buku, film
dokumenter,
dan
terutama
Sering kali, upaya-upaya di atas terhambat oleh
world-wide-web—
ketakutan berlebih yang belum terjadi, terlebih
internet. Begitu pula ketika individu hendak menjadi
pilot,
dokter—dalam
batas-
batas
ketakutan apabila berbuat salah, baik andilnya
tertentu9,
dalam diskursus yang tengah berlangsung ataupun
antropolog, atau sosiolog, ia dapat mencapainya
posisinya sebagai pengkonstruksi informasi. Namun
tanpa pendidikan formal asalkan meyakini segenap
jika
potensi dan kemampuan dalam dirinya, berikut tak
kita
kembali
menilik
kegalauan
Capra,
ketakutan tersebut sesungguhnya sama sekali tak
kalah tekun belajar dibanding mereka yang duduk di
beralasan. Kualitas seorang profesor belum tentu
bangku pendidikan formal.
lebih baik daripada seorang doktor, begitupun:
Lalu, yang menjadi pertanyaannya, apabila secara
seorang dosen belum tentu lebih pintar ketimbang
kodrati
mahasiswanya.
manusia
dapat
mengeksplor
serta
Perihal
ter-Rasional
guna
mengaktualisasikan dirinya tanpa melalui institusi
berhadapan dengan dunia yang serba membatasi
pendidikan formal, maka mereka yang memiliki
aktualisasi
legitimasi
harusnya
beraktualisasi seketika itu juga. Menyitir ungkapan
setidaknya
Camus: The only way to deal with an unfree world is
menyamainya. Bisa jadi, pertanyaan yang kembali
to become so absolutely free… [ Satu-satunya cara
mampu
(sertifikat/ijazah
bertindak
menyeruak
adalah
lebih
resmi)
atau
ada-tidaknya
akses
diri
manusia
adalah
dengan
guna
untuk berhadapan dengan dunia yang tak bebas
mengaktualisasikan diri. Lagi-lagi, apabila disadari,
posmodernitas yang memayungi tatanan spat-
adalah dengan membebaskan diri secara total… ].
kapitalismus dapat mengatasi kebuntuan tersebut.
menuai
Posmodernitas yang ditandai dengan derasnya arus
Tampilah di ruang publik sebagai seorang pakar,
informasi berikut pesatnya perkembangan industri
modus menjadi akan menghantarkan kita pada satu
media, termasuk penerbit dan percetakan, memberi
simpulan tegas: era dewa dan legitimasi telah
Nyatanya, mereka para inisiator lebih banyak
peluang yang lebih besar bagi kita untuk turut
keberuntungan
ketimbang
kerugian.
berakhir.
9
teknik bedah medis melalui buku dan mengamati para
dokter yang tengah melakukan proses bedah di rumah
sakit (http://www.dailymail.co.uk).
Bisa jadi pernyataan ini tergolong kontroversial—
menjadi dokter secara otodidak, namun kenyataannya
baru-baru ini dunia dikejutkan oleh seorang anak asal
India, Akrit Jaswal, yang melakukan operasi bedah
pertamanya pada manusia di usia 7 tahun. Ia mempelajari
40
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
menjadi. Melalui ketiganya, entitas individu bakal
H. Kesimpulan
meyakini bahwa ia dapat mengaktualisasikan diri
Perpecahan antara teori dengan praktek menjadi
dan pengetahuan yang dimilikinya setiap waktu.
biang trayektori pendidikan yang pertama, dan
menghantarkan pada dikotomi antara low science
dengan high science. Perbedaan mendasar antar
keduanya
adalah
kecenderungan
salah
satu
Daftar Pustaka
klasifikasi ilmu pada praksis ataukah teoretis. Hal
tersebut
diperparah
kapitalismus
dengan
dimana
tatanan
ukuran-ukuran
Bhavsar,
spat-
Punitkumar & Vijay Kumar.
2012,
Trajectory Tracking of Liniear )nverted
ekonomi
menjadi penentu bagus-tidak berikut berguna-
Pendulum Using Integral- Sliding Mode
tidaknya suatu ilmu, inilah yang menjadi momentum
trayektori pendidikan kedua. Bagi mereka yang
Control , I. J. Intelligent: Systems and
berjibaku dalam low science terutama, kerap kali
Capra, Fritjof. 1983. The Turning Point: Science,
berhadapan dengan persoalan alienasi nilai guna
Society, and the Rising Culture. New York:
ilmu pengetahuan baik kala tengah menggelutinya
Bantam Books.
Applications, June 2012: pp. 31-38.
Dialogue Spring.
atau saat berhadapan dengan dunia kerja nantinya.
Pada
titik
ini,
memanifestasikan
ilmu
pengetahuan
dirinya
sebagai
Foucault, Michel. 2002. Menggugat Sejarah Ide.
sarana
Yogyakarta: IRCiSoD.
Fromm, Erich. 1995. Masyarakat yang Sehat. Jakarta:
Tak dapat dipungkiri, pendekatan dan upaya
YOI.
bernuansa struktural memang diperlukan guna
Giddens, Anthony. 2009. Konsekuensi-konsekuensi
mengatasi persoalan di atas, namun hal tersebut
Modernitas. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
dirasa kurang efisien mengingat membutuhkan
Hardiman, F. Budi. 1990. Kritik Ideologi. Yogyakarta:
waktu yang tak sebentar, sementara persoalan
guna
ilmu
pengetahuan
telah
Kanisius.
lama
________________. 2004. Filsafat Modern. Jakarta:
berlangsung, dan kiranya akan tetap demikian untuk
Gramedia.
beberapa waktu ke depan. Oleh karenanya,
Harker, Richard [et.al]. 2009. (Habitus x Modal) +
pendekatan humanis dirasa lebih sesuai guna
mengatasi
persoalan
terkait.
Disamping
Ranah = Praktek. Yogyakarta: Jalasutra.
tak
Hill, Philip. 2006. Lacan untuk Pemula. Yogyakarta:
memerlukan waktu lama, pendekatan dan upaya ini
Kanisius.
dapat diakses oleh siapapun, kapanpun, dan
dimanapun.
beresensikan
Pendekatan
pada
humanis
self
The Dean s Speech,
Dialogue .Working Paper.
tak
emansipasi, melainkan alienasi diri manusia.
alienasi
.
Hollerbach, John M.2012. Trajectory Planning.
yang
Cambridge:
empowerment
Massachusetts
Technology-Cambridge.
pemberdayaan diri ini memuat tiga poin penting
antara lain; pemaknaan, manipulasi, dan modus
41
Institute
of
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013
Trayektori Pendidikan, Antara Praksis-Teoretis dan Dikotomi Low Science-High Science:
Telaah Sosio-Filosofis Nilai Guna Ilmu Pengetahuan di Era Kapitalisme-Lanjut
Wahyu Budi Nugroho
Huizinga, Johan. 1980. Homo Ludens: A Study of PlayElement in Culture. Britain: Redwood Burn
Ltd., Trowbridge& Esher.
Lemay, Eric & Jennifer A. Pitts. 2005. Heidegger
untuk Pemula. Yogyakarta: Kanisius.
McLean, Daniel & Amy Hurd. 2008. Recreation and
Leisure in Modern Society. Burlington: Jones
& Barlett Learning.
Ormerod, Paul. 1998. Matinya Ilmu Ekonomi Jilid 1:
Dari Krisis ke Krisisi. Jakarta: Gramedia.
O hara, Kieron.
Jendela.
. Plato dan Internet. Yogyakarta:
Smith, David & Phil Evans. 2004. Das Kapital untuk
Pemula. Yogyakarta: Resist Book.
Smith, Linda & William Raeper. 2004. Ide-ide.
Yogyakarta: Kanisius.
Wilson, Christopher P. 2010. Learning to Live with
Crime. Ohio: The Ohio State University.
Sumber lain: Film (based on true story)
Steven Spielberg. 2002. Catch Me if You Can .
United
States:
Amblin
Entertainment,
Dreamwork Production.
Tom (ooper.
. The King s Speech . United
Kingdom: UK Film Council, See-Saw Film,
Bedlam Production.
42