S PEA 0906488 Chapter1

(1)

A. Latar Belakang Penelitian

Tujuan pendidikan nasional sebagaimana termaktub dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Proses pembelajaran merupakan salah satu cara di dunia pendidikan untuk menyampaikan materi dan informasi kepada orang lain. Di jenjang pendidikan seperti halnya sekolah, proses pembelajaran di kelas terjadi antara guru dan siswa dimana guru mengajarkan suatu disiplin ilmu, tidak hanya mengajarkan disiplin ilmu namun guru juga membimbing siswa baik dalam memahami konsep pelajaran dan pengaplikasiannya dan juga menanamkan nilai-nilai moral pada siswa. Siswa merupakan individu yang akan menjadi sumber daya manusia untuk meningkatkan mutu pendidikan dan mutu-mutu lainnya dalam memajukan negara. Untuk itu guru harus mengembangkan dan membimbing potensi yang ada pada siswa sehingga dapat tercapai individu yang memiliki potensi yang tinggi.


(2)

Ciri proses pembelajaran yang berhasil salah satunya adalah dilihat dari kadar kegiatan belajar siswa. Makin tinggi kegiatan belajar siswa, makin tinggi peluang berhasilnya proses pembelajaran. Begitu juga pada proses pembelajaran akuntansi, keberhasilan proses pembelajaran dilihat dari kegiatan para siswa dalam mengikuti pembelajaran akuntansi. Dalam hal ini siswa tidak lagi diposisikan sebagai objek belajar, melainkan siswa diposisikan sebagai subjek yang belajar sesuai bakat, minat dan kemampuan yang dimilikinya. Peran guru bukan lagi sebagai sumber belajar saja, melainkan berperan sebagai pembimbing dan fasilitator agar siswa mau dan mampu untuk belajar.

Menurut Sophocles dalam Warsono dan Hariyanto (2013:3), “ Seseorang harus belajar dengan cara melakukan sesuatu, Anda tidak akan memiliki kepastian tentang hal tersebut sampai Anda mencoba melakukan sendiri”. Dengan kata lain, untuk memperoleh pengetahuan, siswa harus aktif mengalaminya sendiri. Lebih lanjut lagi Zuckerman dalam Warsono dan Hariyanto (2013:4) ,“ Para pakar meyakini bahwa belajar akan diperoleh melalui pengalaman ( learning for experience), melalui pembelajaran aktif (active learning), dan dengan cara melakukan interaksi dengan bahan ajar maupun dengan orang lain (interacting with learning material and with people)”.

Pendapat para ahli di atas menunjukkan pentingnya siswa aktif dalam pembelajaran. Siswa dikatakan belajar jika mereka ikut aktif mengalaminya sendiri semua proses pembelajaran. Untuk itu penelitian ini dilakukan agar


(3)

mengetahui tingkat keaktifan di suatu sekolah, apakah tingkat keaktifannya sudah bagus atau masih kurang. Di bawah ini kategori keaktifan siswa yang dijadikan tolak ukur. Menurut Dimyati & Mudjiono (2006:125) siswa yang aktif digolongkan berdasarkan persentase keaktifan, yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.1.Kategori Keaktifan Siswa

Skala Keaktifan Kategori

80 atau lebih Sangat baik

60-79,99 Baik

40-59,99 Cukup

20-39,99 Kurang

0-19,99 Sangat kurang

Di bawah ini peneliti memiliki data keaktifan siswa pada mata

pelajaran akuntansi di SMA Negeri 6 Bandung. Data ini yang dijadikan dasar peneliti melakukan penelitian mengenai keaktifan siswa di SMA Negeri 6 Bandung.


(4)

Tabel 1.2.Tingkat Keaktifan Siswa pada Mata Pelajaran Akuntansi Kelas XI IPS di SMA Negeri 6 Bandung

(Sumber: wawancara dan observasi, data diolah)

Dari keseluruhan data tingkat keaktifan siswa yang didapatkan oleh peneliti dengan cara observasi dan wawancara dengan guru akuntasi pada tanggal 30 Agustus 2013 dalam mata pelajaran akuntansi masih kurang, data yang dikumpulkan diperoleh dari 3 kelas XI IPS yang berbeda, dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa tingkat keaktifan siswa dalam belajar akuntansi masih kurang yaitu dibawah 20%, hal ini disimpulkan berdasarkan kategori keaktifan pada tabel 1.1. Tingkat keaktifan di kelas XI IPS 1 sebesar 20%, kelas XI IPS 1 tingkat keaktifannya masuk kategori kurang. Tingkat keaktifan di kelas XI IPS 2 sebesar 10,87%, kelas XI IPS 2 tingkat keaktifannya masuk kategori sangat kurang. Sedangkan di kelas XI IPS 3 tingkat keaktifannya sebesar 16,67% dan masuk kategori keaktifan sangat kurang.

Rendahnya tingkat keaktifan siswa dalam mata pelajaran akuntansi di SMA Negeri 6 Bandung ini menjadi masalah dalam penelitian ini. Seperti

Kelas Jumlah

Siswa

Persentase (tingkat

keaktifan siswa) Kategori

XI IPS 1 45 siswa 20% Kurang

XI IPS 2 46 siswa 10,87% Sangat kurang

XI IPS 3 48 siswa 16,67% Sangat kurang


(5)

yang sudah dijelaskan sebelumnya, keberhasilan suatu proses pembelajaran ditentukan oleh kadar kegiatan siswa. Rendahnya tingkat keaktifan siswa, jelas mengindikasikan adanya permasalahan serius dalam proses pembelajaran Akuntansi yang harus segera dicarikan solusinya. Karena menurut Sudjana (2010:5) “Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang”. Kadar keaktifan belajar sisw yang optimal menyebabkan siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal juga. Proses pembelajaran menuntut keaktifan dan partisipasi siswa seoptimal mungkin sehingga mampu mengubah tingkah laku siswa secara lebih efektif dan efisien. Jika siswa memiliki tingkat keaktifan rendah maka proses pembelajaran siswa di kelas diduga akan berjalan kurang optimal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan siswa menurut Syah (2012: 146), yaitu “Faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu faktor internal (faktor dari dalam peserta didik), faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik), dan faktor pendekatan belajar (approach to learning).

Secara sederhana faktor-faktor yang mempengaruhi keaktifan belajar peserta didik tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Faktor internal peserta didik, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik itu sendiri, yang meliputi:

a. aspek fisiologis, yaitu kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan


(6)

sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas peserta didik dalam mengikuti pelajaran.

b. aspek psikologis, belajar pada hakikatnya adalah proses psikologis. Oleh karena itu, semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang. Adapun faktor psikologis peserta didik yang mempengaruhi keaktifan belajarnya adalah sbegai berikut: (1) inteligensi, tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) peserta didik tidak dapat diragukan lagi dalam menentukan keaktifan dan keberhasilan belajar peserta didik. Ini bermakna bahwa semakin tinggi tingkat inteligensinya maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses, begitu juga sebaliknya; (2) sikap, adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif; (3) bakat, adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir yang berguna untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing; (4) minat, adalah kecenderungan atau kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu; dan (5) motivasi, adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar.

2. Faktor eksternal peserta didik, merupakan faktor dari luar siswa yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa. Adapaun yang termasuk dari faktor


(7)

ekstrenal di anataranya adalah: (a) lingkungan sosial, yang meliputi: para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas; serta (b) lingkungan non sosial, yang meliputi: gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga peserta didik dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan peserta didik.

3. Faktor pendekatan belajar, merupakan segala cara atau strategi yang digunakan peserta didik dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses pembelajaran materi tertentu.

Di dalam proses pembelajaran, guru harus memiliki strategi, agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan. Salah satu langkah untuk memiliki strategi itu adalah guru harus menguasai teknik-teknik penyajian materi pembelajaran. Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang diduga berdasarkan faham konstruktivisme. Cooperative learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam cooperative learning, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai materi pelajaran. Model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat. Menurut Isjoni (2013:13), “ Dalam cooperative learning, siswa terlibat aktif pada


(8)

proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya”.

Beberapa model pembelajaran kooperatif yang telah banyak dikembangkan, tiga diantaranya adalah model yang dapat diadaptasikan pada sebagian besar mata pelajaran yaitu Student Team-Achivement Division (STAD), Team Games Tournament (TGT), dan Jigsaw. Dua lainnya adalah dirancang untuk mata pelajaran khusus pada tingkat tertentu yaitu, Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan Team Accelerated Instruction (TAI). Kelimanya melibatkan penghargaan tim, tanggung jawab individual, dan kesempatan sukses yang sama, tetapi dengan cara yang berbeda.

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tingkat keaktifan yang rendah di kelas XI IPS di SMA Negeri 6 Bandung adalah dengan menerapkan salah satu model pembelajaran kooperatif, yaitu model pembelajaran STAD yang diduga dapat meningkatkan kadar kegiatan siswa atau dapat mengaktifan siswa. Model ini dipilih karena STAD merupakan salah satu model cooperative learning yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru mencoba menerapkan cooperative learning dalam proses pembelajaran di kelas. Menurut Slavin (dalam Narjo, 2011:23) “Model ini sangat cocok untuk menyajikan materi pembelajaran terstruktur, yang terdiri dari beberapa bagian dan saling berhubungan antar bagiannya”. Sesuai dengan karakteristik dari


(9)

mata pelajaran akuntansi yang materinya saling berhubungan, khususnya materi kertas kerja yang akan menjadi pokok bahasan yang diterapkan model pembelajaran STAD.

Menurut Mulyanti et al (2009:206) “Kertas kerja atau neraca lajur (worksheet) merupakan suatu daftar berlajur atau berkolom yang dirancang sedemikian rupa untuk mempermudah dan memperlancar penyusunan laporan keuangan yang benar”. Kolom–kolom tersebut terdiri dari neraca saldo, jurnal penyesuaian neraca saldo setelah penyesuaian, laporan laba-rugi dan laporan neraca yang semuanya saling berhubungan. Model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep akuntansi terutama materi kertas kerja, karena materi kertas kerja yang saling berhubungan sesuai dengan karakteristik model STAD yang cocok untuk materi yang saling berhubungan.

Menurut Benner (2010:125),”The basic structure of the model is a fourphase approach, heterogeneous groups of students study previously taught material together, take tests individually, and earn team points based

on individual improvement.”

Dari pendapat Banner di atas mengenai komponen dan struktur dasar dari model pembelajaran STAD ini dapat dilihat bahwa karakteristik dari model ini adalah proses pembelajaran secara berkelompok. Meskipun berkelompok, masing-masing anggota memiliki tanggung jawab terhadap kemajuan individu maupun untuk kemajuan kelompoknya. Pemilihan anggota kelompok yang heterogen juga memberikan kesempatan agar tiap kelompok


(10)

memiliki anggota yang memiliki kemampuan yang beragam agar antar anggota saling bekerja sama.

Model pembelajaran STAD telah digunakan dalam berbagai mata pelajaran yang ada, model ini paling sesuai untuk mengajarkan bidang studi yang sudah terdefinisikan dengan jelas. Gagasan utama dari model pembelajaran STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang disampaikan oleh guru karena model pembelajaran STAD merupakan pembelajaran kelompok. Dalam model ini setiap anggota kelompok memiliki kesempatan untuk menjadi yang terbaik tiap pertemuannya, sehingga siswa bisa lebih aktif untuk berusaha menjadi yang terbaik.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul penelitian “Penerapan Model Pembelajaran

Student Team Achievement Division (STAD) untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam Mata Pelajaran Akuntansi di SMA Negeri 6 Bandung.”

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana gambaran tingkat keaktifan siswa sesuai dengan fenomena yang ada di SMA Negeri 6 Bandung


(11)

2. Bagaimana tingkat keaktifan siswa sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran STAD (Student Team-Achievement Divisions) di kelas XI IPS SMA Negeri 6 Bandung

3. Apakah ada perbedaan keaktifan siswa sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran STAD (Student Team-Achievement Divisions) di kelas XI IPS SMA Negeri 6 Bandung

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis penggunaan model pembelajaran STAD (Student Team-Achievement Divisions) dalam mata pelajaran akuntansi.

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk :

1. Memperoleh gambaran tingkat keaktifan siswa sesuai dengan fenomena yang ada di SMA Negeri 6 Bandung.

2. Mengetahui tingkat keaktifan siswa sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran STAD (Student Team-Achievement Divisions).

3. Mengetahui apakah ada perbedaan tingkat keaktifan siswa sebelum menggunakan model pembelajaran STAD (Student Team-Achievement Divisions) dan tingkat keaktifan siswa setelah menggunakan model pembelajaran STAD (Student Team-Achievement Divisions) di kelas XI IPS SMA Negeri 6 Bandung.


(12)

D. Kegunaan Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah akan diperoleh pandangan bahwa penggunaan model pembelajaran STAD dalam proses pembelajaran akuntansi dapat membantu guru dalam menyampaikan materi akuntansi karena model pembelajaran akan mempengaruhi bentuk strategi belajar mengajar.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Penelitian ini dapat membantu siswa untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar akuntansi sehingga akan berdampak positif terhadap proses pembelajaran.

b. Bagi Guru

Penelitian ini dapat memberikan masukan kepada guru dalam penggunaan model pembelajaran agar lebih kreatif dan suasana belajar tidak membosankan agar siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran dan diharapkan keaktifan siswa pun meningkat.

c. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat memberikan masukan kepada sekolah untuk menyediakan fasilitas yang dapat menunjang penerapan berbagai model pembelajaran untuk menciptakan suasana belajar yang lebih kreatif dan tidak membosankan, khususnya dalam mata pelajaran akuntansi.


(13)

d. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh gambaran dari penerapan model pembelajaran terhadap tingkat keaktifan siswa yang nantinya akan bermanfaat untuk perbaikan proses pembelajaran di masa yang akan datang.


(1)

proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk

meningkatkan prestasi belajarnya”.

Beberapa model pembelajaran kooperatif yang telah banyak dikembangkan, tiga diantaranya adalah model yang dapat diadaptasikan pada sebagian besar mata pelajaran yaitu Student Team-Achivement Division

(STAD), Team Games Tournament (TGT), dan Jigsaw. Dua lainnya adalah dirancang untuk mata pelajaran khusus pada tingkat tertentu yaitu,

Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan Team Accelerated Instruction (TAI). Kelimanya melibatkan penghargaan tim, tanggung jawab individual, dan kesempatan sukses yang sama, tetapi dengan cara yang berbeda.

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tingkat keaktifan yang rendah di kelas XI IPS di SMA Negeri 6 Bandung adalah dengan menerapkan salah satu model pembelajaran kooperatif, yaitu model pembelajaran STAD yang diduga dapat meningkatkan kadar kegiatan siswa atau dapat mengaktifan siswa. Model ini dipilih karena STAD merupakan salah satu model cooperative learning yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru mencoba menerapkan cooperative learning dalam proses pembelajaran di kelas. Menurut Slavin (dalam Narjo, 2011:23) “Model ini sangat cocok untuk menyajikan materi pembelajaran terstruktur, yang terdiri dari beberapa bagian dan saling berhubungan antar bagiannya”. Sesuai dengan karakteristik dari


(2)

mata pelajaran akuntansi yang materinya saling berhubungan, khususnya materi kertas kerja yang akan menjadi pokok bahasan yang diterapkan model pembelajaran STAD.

Menurut Mulyanti et al (2009:206) “Kertas kerja atau neraca lajur

(worksheet) merupakan suatu daftar berlajur atau berkolom yang dirancang sedemikian rupa untuk mempermudah dan memperlancar penyusunan laporan

keuangan yang benar”. Kolom–kolom tersebut terdiri dari neraca saldo, jurnal penyesuaian neraca saldo setelah penyesuaian, laporan laba-rugi dan laporan neraca yang semuanya saling berhubungan. Model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep akuntansi terutama materi kertas kerja, karena materi kertas kerja yang saling berhubungan sesuai dengan karakteristik model STAD yang cocok untuk materi yang saling berhubungan.

Menurut Benner (2010:125),”The basic structure of the model is a

fourphase approach, heterogeneous groups of students study previously taught material together, take tests individually, and earn team points based on individual improvement.”

Dari pendapat Banner di atas mengenai komponen dan struktur dasar dari model pembelajaran STAD ini dapat dilihat bahwa karakteristik dari model ini adalah proses pembelajaran secara berkelompok. Meskipun berkelompok, masing-masing anggota memiliki tanggung jawab terhadap kemajuan individu maupun untuk kemajuan kelompoknya. Pemilihan anggota kelompok yang heterogen juga memberikan kesempatan agar tiap kelompok


(3)

memiliki anggota yang memiliki kemampuan yang beragam agar antar anggota saling bekerja sama.

Model pembelajaran STAD telah digunakan dalam berbagai mata pelajaran yang ada, model ini paling sesuai untuk mengajarkan bidang studi yang sudah terdefinisikan dengan jelas. Gagasan utama dari model pembelajaran STAD adalah untuk memotivasi siswa supaya saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang disampaikan oleh guru karena model pembelajaran STAD merupakan pembelajaran kelompok. Dalam model ini setiap anggota kelompok memiliki kesempatan untuk menjadi yang terbaik tiap pertemuannya, sehingga siswa bisa lebih aktif untuk berusaha menjadi yang terbaik.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul penelitian “Penerapan Model Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD) untuk Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam Mata Pelajaran Akuntansi di SMA Negeri 6 Bandung.”

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana gambaran tingkat keaktifan siswa sesuai dengan fenomena yang ada di SMA Negeri 6 Bandung


(4)

2. Bagaimana tingkat keaktifan siswa sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran STAD (Student Team-Achievement Divisions) di kelas XI IPS SMA Negeri 6 Bandung

3. Apakah ada perbedaan keaktifan siswa sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran STAD (Student Team-Achievement Divisions) di kelas XI IPS SMA Negeri 6 Bandung

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis penggunaan model pembelajaran STAD (Student Team-Achievement Divisions) dalam mata pelajaran akuntansi.

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk :

1. Memperoleh gambaran tingkat keaktifan siswa sesuai dengan fenomena yang ada di SMA Negeri 6 Bandung.

2. Mengetahui tingkat keaktifan siswa sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran STAD (Student Team-Achievement Divisions).

3. Mengetahui apakah ada perbedaan tingkat keaktifan siswa sebelum menggunakan model pembelajaran STAD (Student Team-Achievement Divisions) dan tingkat keaktifan siswa setelah menggunakan model pembelajaran STAD (Student Team-Achievement Divisions) di kelas XI IPS SMA Negeri 6 Bandung.


(5)

D. Kegunaan Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah akan diperoleh pandangan bahwa penggunaan model pembelajaran STAD dalam proses pembelajaran akuntansi dapat membantu guru dalam menyampaikan materi akuntansi karena model pembelajaran akan mempengaruhi bentuk strategi belajar mengajar.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Siswa

Penelitian ini dapat membantu siswa untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar akuntansi sehingga akan berdampak positif terhadap proses pembelajaran.

b. Bagi Guru

Penelitian ini dapat memberikan masukan kepada guru dalam penggunaan model pembelajaran agar lebih kreatif dan suasana belajar tidak membosankan agar siswa lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran dan diharapkan keaktifan siswa pun meningkat.

c. Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat memberikan masukan kepada sekolah untuk menyediakan fasilitas yang dapat menunjang penerapan berbagai model pembelajaran untuk menciptakan suasana belajar yang lebih kreatif dan tidak membosankan, khususnya dalam mata pelajaran akuntansi.


(6)

d. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh gambaran dari penerapan model pembelajaran terhadap tingkat keaktifan siswa yang nantinya akan bermanfaat untuk perbaikan proses pembelajaran di masa yang akan datang.