d adp 039732 chapter3

(1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Berangkat dari rumusan masalah, tujuan dan subyek penelitian serta karakteristik data yang akan ditelitinya, serta memperhatikan pula rumusan hasil akhir yang diharapkan dari penelitian ini, yakni studi evaluasi kinerja Implementasi Kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin, maka tanpa mengabaikan arti pentingnya penyajian angka-angka yang bersifat statistis, pendekatan yang dianggap tepat untuk melakukan penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, sebuah metode yang pas digunakan untuk mengkaji permasalahan sekaligus memperoleh makna yang lebih dalam tentang banyak fenomena sosial berkait dengan implementasi kebijakan penyelenggaraan Wajar Dikdas dalam rangka membantu anak dari keluarga miskin.

Pilihan untuk menentukan pendekatan atau metode kualitatif dalam penelitian ini bukan tanpa alasan. Pertama, dalam penelitian ini peneliti bermaksud untuk mengembangkan konsep pemikiran, pemahaman dari pola yang terkandung dalam implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun dalam rangka meringankan beban anak dari keluarga miskin.

Kedua, melalui penelitian ini, peneliti bermaksud untuk menganalisis dan menafsirkan suatu fakta, gejala dan peristiwa yang berkait dengan implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin dalam konteks ruang dan waktu yang sangat alami.


(2)

Ketiga, bidang kajian penelitian ini berkenaan dengan proses dan kegiatan manajemen yang melibatkan proses ineraksi antara beberapa stakeholders terkait, bahkan dengan komuniti masyarakat tertentu, masyarakat miskin, yang tentunya memiliki karakter unik karena dikonstruksi oleh latarbelakang kultur yang berbeda dengan komuniti masyarakat lainnya.

Oleh karena substansi penelitian ini tidak dirancang untuk menguji hipotesis keculai mendeskripsikan kecenderungan fenomena–fenomena simbolik dan merefleksikan fenomena itu apa adanya, maka teknis studi deskriptif menjadi sangat relavan digunakan untuk tujuan penelitian ini.

Dalam penelitian ini, study deskripsi digunakan untuk mengidentifikasi sekaligus mengambarkan apa adanya mengenai dua hal pokok yang menjadi sasaran penelitian, yakni deskripsi mengenai rumusan dan implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin. Seperti dikemukakan Best (1987 :116) : “A descriptive study describes and interprets wahat is. It is concerned with condition or relationship that exist, opinion that are held, processes that are going on, affects that are evidents, or trend that are developing”. Singkatnya, metode deskriptif itu bersifat menjabarkan, menguraikan dan menafsirkan kondisi, peristiwa dan proses yang sedang terjadi dalam konteks permasalahan.

Penting untuk ditegaskan bahwa metode deskripsi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi kualitatif yang intinya ditujukan untuk mengkaji dan memperoleh makna yang lebih dalam dari setiap gejala yang diteliti berkait dengan implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak


(3)

dari keluarga miskin. Seperti diungkapkan Lincoln dan Guba (1985 : 189) : “....take their meaning as much from their contex as they do from themselves” .

Sesuai dengan sasaran dalam penelitian ini, maka studi deskripsi ini akan menitik berakan pada studi kasus terhadap daerah-daerah yang memiliki banyak kantong-kantong kemiskinan, baik yang ada dipedesaan maupun yang ada di perkotaan. Sementara fokus studinya selain akan diarahkan kepada upaya untuk menggali tingkat partisipasi mereka, yakni anak dari keluarga miskin dalam mensuskseskan program Wajar Dikdas, juga akan difokuskan untuk menggali persepsi sekaligus respon terhadap implementasi kebijakan Wajar Dikdas yang sedang gencar dilaksanakan.

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, dan sesuai pula dengan jenis dan karakteristik data yang dibutuhkannya, akan digunakan beberapa metode yang relavan, yang meliputi eksplorasi, yaitu upaya untuk menelusuri secara cermat berbagai dokumen yang terkait dengan masalah penelitian, wawancara yang bersifat luas dan mandalam (deep interview), dan pengamatan langsung atau observasi, termasuk juga focus group discussion untuk menggali informasi berkat fokus penelitian, yakni implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin.

Jelasnya, studi dokumentasi digunakan untuk menjaring data di dalam dokumen-dokumen tertulis yang berkaitan dengan substansi penelitian, khususnya dalam rangka menelusuri rumusan kebijakan penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 tahun. Sementara wawancara dan observasi akan digunakan peneliti ketika harus membuat deskripsi tentang implementasinya. Adapun penggunaan


(4)

FGD, disamping akan digunakan untuk menggali pemahaman mendalam tentang sikap dan perilaku anak dari keluarga miskin sebagai penerima dari dampak kebjakan, juga dalam beberapa aspeknya akan digunakan untuk menggali informasi dari para orang tua murid, termasuk tokoh masyarakat dari komunitas masyarakat miskin.

Diperolehnya informasi akurat berkenaan dengan masalah-masalah pendidikan yang dihadapi dan dirasakan anak dari keluarga miskin, adalah tujuan inti dari penggunaan FGD. Bukan hanya itu, informasi mengenai harapan sekaligus kebutuhan yang merupakan tuntutan mereka dalam rangka bisa mengakses layanan pendidikan dasar, merupakan tujuan inti lain dari pemakaian metode FGD dimaksud.

Penting untuk diungkapkan bahwa dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan manusia sebagai instrumen utama yaitu peneliti sendiri. Seperti diungkapkan Nasution (1992), instrumen manusia dalam penelitian kualitatif dipandang lebih cermat dengan ciri-ciri sebagai berikut : (1) manusia sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bermakna bagi peneliti; (2) manusia sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus; (3) tiap situasi merupakan suatu keseluruhan; (4) suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata-mata; (5) peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh; (6) hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh


(5)

penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan; dan (7) manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, menyimpang justru diberi perhatian.

C. Unit Analisis dan Penentuan Informan Kunci

Sesuai dengan fokus masalah dan pendekatan yang akan digunakan, yakni pendekatan kualitatif, maka unit analisis dalam penelitian ini adalah meliputi sekelompok orang atau individu, termasuk di dalamnya lembaga, obyek atau kegiatan yang memiliki keterkaitan dengan implementasi Kebijakan akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun bagi anak dari keluarga miskin di Kabupaten Cianjur.

Sementara sumber data atau informasi dalam penelitian ini ialah pilihan peneliti terhadap aspek apa, peristiwa apa, dan siapa yang dijadikan fokus pada saat dan situasi tertentu berkaitan dengan implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin. Karenanya, pemlihan nara sumber (atau sampel dalam istilah penelitian kuantitatif) akan dilakukan terus-menerus sepanjang penelitian, atau akan menggunakan tehnik yang sering disebut dengan snowball sampling technique ( bekembang mengikuti informasi atau data yang diperlukan). Melalui pengunaan tehnik ini, peneliti diharapkan bisa memperoleh informasi yang lebih bervariasi dan memperluas informasi yang diperoleh terdahulu sehingga dapat dipertentangkan dan diminimalisir kesenjangannya.

Sesuai dengan fokus dalam penelitian ini, maka sumber informasi dalam garis besar penelitian ini akan dibagi dan diarahkan kepada tiga kelompok nara sumber. Pertama, adalah narasumber yang diharapkan bisa menjadi sumber informasi yang dibutuhkan untuk membuat deskripsi mengenai rumusan kebijakan berkait dengan penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 tahun,


(6)

dalam hal ini adalah para pejabat dari Dinas Dikbud, Departemen Agama dan Bappeda Kabupaten Cianjur.

Kedua, adalah nara sumber yang diharapkan bisa menjadi sumber informasi berkait dengan implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun, yakni para implementor kebijakan pada lingkup Dinas Pendidikan Kabupaten Canjur serta stakeholders dari lembaga terkait lainnya, termasuk para penyelenggara pendidikan pada satuan pendidikan setingkat sekolah dasar dan SMP/ MTs. Yang terakhir, ketiga, adalah sampel yang diharapkan bisa jadi representasi dari objek yang menjadi sasaran kebijakan, dan yang akan menerima dampak kebijakan, yakni anak usia SD/SLTP dari keluarga miskin.

D. Validasi Data

Guna memperoleh data yang sahih dan absah, terutama data yang diperoleh melalui wawancawa dan observasi, diperlukan sebuah tehnik pemeriksaan atau uji data untuk membuktikan kesahihan (validtas) dan keandalan (reliabilitas) yang merupakan hal penting dalam sebuah penelitian. Upaya untuk memvalidasi dibutuhkan untuk membuktikan bahwa apa yang diamati oleh peneliti telah sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dan terjadi dalam dunia kenyataan (Nasution, 1988 : 105).

Dalam penelitian ilmiah, setidaknya ada dua sisi yang perlu dilakukan dalam proses validasi tersebut; meliputi validasi internal yang berkatan dengan instrumentasi dan validasi external yang berkatan dengan generalisasi. Validasi external dalam penelitian kualitatif merupakan upaya peneliti untuk meyakinkan baha konsep peneliti memiliki kesesuaian dengan konsep yang ada pada persepsi responden. Sementara validasi external diperlukan untuk memastikan


(7)

bahwa hasil penelitian memiliki kecockan (fittingness) sehingga memungkinkan untuk diaplikasikan oleh peneliti yang lainnya..

Dengan mengacu kepada model yang dikemukakan Lincoln dan Guba sebagaimana dikutip Burhan Bungin (2003:60), dalam penelitian ini akan dilakukan langkah sebagai berikut :

1. Memperpanjang keikutsertaan peneliti dalam proses pengumpulan data di lapangan. Caranya antara lain dilakukan dalam bentuk peningkatan frekuensi pertemuan peneliti dengan responden sebagai sumber informasi, atau peningkatan frekuensi kontak dengan menggunakan berbagai momentum yang relavan dengan masalah penelitian.

2. Melakukan observasi secara terus menerus dan sungguh-sungguh terhadap masalah yang menjadi fokus penelitian, dalam hal ini berkait dengan isu menyoal implementasi kebijakan Wajar Dikdas bagi anak dari keluarga miskin. Langkah ini sangat diniscayakan agar si peneliti betul-betul bisa memperoleh sekaligus membedakan antara informasi yang bermakna dan kurang atau bahkan tidak bermakna berkait dengan maslah yang diteliti. 3. Melakukan trigulasi, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang

diperoleh dari satu sumber dan membandingkannya kepada sumber yang lainnya dalam waktu yang berbeda, atau membandingkan data yang diperoleh dari satu sumber dengan menggunakan metode yang berbeda. 4. Melibatkan teman sejawat yang tidak terlibat dalam penelitian untuk

memberikan masukan, kritik atau tanggapan terhadap hasil penelitian (peer debriefing). Teknik yang juga sering disebut dengan peer examination ini akan dilakukan sejak proses awal penelitian sampai penyusunan laporannya


(8)

untuk menyempurnakan keterbatasan peneliti dalam mengkaji dan menganalisis hasil penelitian.

5. Mengupayakan referensi yang cukup untuk meningkatkan keabsahan informasi yang diperlukan dengan memperbanyak dukungan bahan referensi seperti buku, media cetak maupun elektronik, journal, makalah, artikel yang berkait dengan impelemtasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun dalam rangka merngankan beban anak dari keluarga miskin.

6. Melakukan pemeriksaan ulang atau sering disebut dengan “memberchek pada setiap kali selesai melakukan wawancara untuk meyakinkan bahwa informasi yang diperoleh peneliti mengenai segala masalah berkait dengan implementasi kebijakan Wajar Dikdas bagi anak dari keluarga miskin telah sesuai dengan yang dimaksud responden.

E. Analisis dan Penafsiran Data

Setelah data seluruhnya terkumpul dan dipandang wajar, selanjutnya dilakukan persiapan analisis yang menurut Moleong (1990 : 198) sulit dipisahkan dari proses penafsiran data. Menurutnya, analsis data dimulai sejak dilapangan karena sejak saat itu sudah ada proses penghalusan data, penyusunan kategori, dan ada upaya dalam rangka penysusunan hypothesa, yaitu teorinya itu sendiri. Jadi, proses analisis data selalu terjalin secara terpadu dengan penafsiran data.

Bogdan dan Biklen (1982) mengemukakan beberapa saran penting dalam melakukan analisis data dalam penelitian kualitatif, antara lain : (1) force yourself to make decissions that narrow the study, (2) force yourself to make decissions concerning the type of study you wan to accomplish, (3) develop


(9)

analytic question, (4) plan data collection sessions in light of what you find in previous observation, (5) write many “observer’s comments” about ideas you generate, write memos to yourself about you are learning”.

Sejalan dengan pendapat di atas, Nasution (1988 : 126) mengemukakan bahwa analisis data kualitatif adalah proses proses menyusun data (mengolongkan ke dalam tema dan kategori) agar dapat ditafsirkan atau diinterpretasikan. Dengan demikian, dalam proses analisis data kualitatif ini sangat diperlukan daya kreatif dari penelti untuk mengolah data hasil peneltiannya sehingga memiliki makna.

Berangkat dari pemahaman itu, maka proses analisis data dalam penelitian ini akan mengacu pada model analisis data yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1994: 429), dikutip Burhan Bangin (2003), yang menyajikan sebuah model siklus analisis data seperti bisa dilihat dalam gambar di bawah ini

Pengumpulan Data

Reduksi Data

Simpulan : Verifikasi Penyajian

Data

Gambar 3.1 Proses analisis data


(10)

Model siklus analisis data seperti dikemukakan di atas menjelaskan bahwa proses analisis data dalam penelitian ini senantiasa berlangsung bersamaan dengan proses pengumpulan data. Jelasnya, setelah data terkumpul (data collection), penulis mengadakan reduksi data (data reduction) dengan jalan merangkum laporan lapangan, mencatat hal-hal pokok yang relevan dengan fokus penelitian.

Langkah berikutnya adalah menyusun secara sistematik temuan hasil penelitian berdasarkan kategori dan klasifikasi tertentu yang diikuti oleh pembuatan display data (data display) dalam bentuk tabel ataupun gambar sehingga hubungan antara data yang satu dengan yang lainnya menjadi jelas dan utuh (tidak terlepas-lepas). Proses berikutnya adalah melaukan cross site analysis dengan cara membandingkan dan menganalisis data secara mendalam. Terakhir adalah menyajikan temuan, menarik kesimpulan (conclussion) dalam bentuk kecenderungan umum dan implikasi penerapannya, dan rekomendasi bagi pengambangan.

Melalui upaya-upaya itu diharapkan akan membantu peneliti untuk mempertajam perumusan masalah penelitian, menyusun kerangka teoritik, membina komunikasi dengan informan, mengumpulkan data, menganalisis data, dan menyusun laporan penelitian. Lebih dari itu, tingkat akurasi dan kredibilitas penelitian sudah memenuhi prosedur dan persyaratan ilmiah sebagai suatu penelitian.


(11)

F. Prosedur Penelitian

Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, yaitu mendiskripsikan rumusan kebijakan dan implementasinya, maka penelitian ini akan dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut :

1. Persiapan (Pra-lapangan)

Dalam tahap paling awal ini, ada tiga langkah pokok yang dilakukan, yaitu : a. Melakukan studi penjajagan untuk menentukan arah dan fokus penelitian. b. Melakukan studi kepustakaan atau dokumentasi untuk menemukan acuan

dasar sekaligus mempertajam arah penelitian.

c. Menyusun rancangan atau desain penelitian sebagai pedoman pelaksanaan penelitian

2. Orientasi.

a. Melakukan pembicaraan pendahuluan dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan dan Kantor Departemen Agama Kabupaten Cianjur untuk menjelaskan sekaligus meminta informasi yang relavan berkait dengan rencana penelitian yang akan difokuskan kepada “Implementasi Kebijakan Wajar Dikdas 9 Tahun dalam rangka membantu anak dari keluarga miskin. b. Menghimpun data awal melalui studi dokumentasi dan wawancara dengan

Kepala Sub Dinas (Subdin) Perencanaan, Subdin Pendidikan Dasar, dan Subdin Pendidikan Luar Sekolah pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur. Hal serupa juga dilakukan dengan Kepala Seksi terkait di Departemen Agama, Kepala Bappeda dan Kepala Bidang (Kabid) Sosial


(12)

Budaya pada Bappeda Kabupaten Cianjur, disamping lembaga terkait lainnya sesuai dengan sasaran penelitian.

c. Menganalisis temuan data awal untuk mempertajam arah dan fokus penelitian sekaligus fokus wilayah yang akan diteliti dikaitkan dengan sasaran penelitian.

3. Pelaksanaan Penelitian Lapangan

a. Melakukan pengumpulan data dan penggalian informasi melalui studi dokumentasi, wawancara, observasi, fokus group discussion (FGD), dan penulusuran terhadap subyek-subyek penelitian yang dipandang perlu dan ditentukan secara snowball dengan memperhatikan saran-saran dari informan tedahulu

b. Menginterpretasikan, menganalisis dan memprediksi data dan informasi yang telah berhasil dikumpulkan dan digali

c. Sementara penelitian dan penulisan laporan ini berlangsung, peneliti selalu berupaya untuk selalu melengkapi dan memperbaharui data, serta melakukan trianggulasi atau memberchek hingga akhir penelitian di lapangan

4. Penyusunan Laporan

.Kegiatan akhir dari penelitian ini berupa penyusunan laporan penelitian secara lengkap ke dalam bentuk disertasi yang berjudul “Efektivitas Implementasi Kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun bagi anak dari keluarga miskin” (Studi Evaluasi Kinerja Kebijakan di Kabupaten Cianjur, termasuk di dalamnya adalah rumusan rekomendasi dalam bentuk pengembangan model (hipotetik) penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 tahun sebagai bentuk penyempurnaan atau perbaikannya.


(13)

1. ORIENTASI DAN PERENCANAAN PENELITIAN 1.

2.PERSIAPAN LAPANGAN / PRA LAPANGAN

3. PELAKSANAAN PENELITIAN LAPANGAN

4. PENGAMBILAN DATA RUMUSAN KEBIJAKAN DAN PROGRAM (DATA

DOKUMENTER)

5.PENGAMBILAN DATA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DAN

PROGRAM (DOKUMENTER DAN LAPANGAN)

6.PENGAMBILAN DATA TTG MASALAH PENDIDIKAN BAGI ANAK

DARI KELUARGA MISKIN YANG MENJADI SASARAN KEBIJAKAN

(DATA LAPANGAN)

TEORI DAN HASIL PENELITIAN

REKOMENDASI PENGEMBANGAN MDEL WAJAR DIKDAS 9 TAHUN BAGI ANAK DARI KELUARGA MISKIN

KAJIAN TEORETIK

KAJIAN TEORETIK DAN EMPIRIK

KAJIAN EMPIRIK HASIL ANALISIS 2

HASIL ANALISIS 3

HASIL ANALISIS 1,2 DAN 3 HASIL ANALISIS 1

KAJIAN TEORETIK

Secara keseluruhan, proses pelaksanaan penelitian sebagaimana diuraikan diatas bisa dilihat dalam chrat di bawah ini yang mengambarkan tahapan-tahapan penelitian, mulai dari tahap persiapan yang diawali dari kegiatan orientasi dan perencanaan penelitian, persiapan lapangan, dan pelaksanaan penelitian itu sendiri sampai kepada analisis hasil penelitian serta perumusan rekomendasi, termasuk pengajuan model hipotetik penyelenggaraan Wajar Dikdas 9 tahun yang didasarkan hasil kajian empirik dan teoretik dengan menggunakan sumber-sumber yang relavan.


(14)

BAB IV

DESKRIPSI HASIL PENELITIAN

Berikut ini adalah uraian mengenai dua hal penting yang akan menjawab tujuan penelitian ini. Yang pertama, adalah deskripsi mengenai rumusan serta bentuk-bentuk program implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun yang telah dan sedang dilaksanakan di Kabupaten Cianjur dalam kaitannya dengan upaya untuk membantu meringankan beban anak dari keluarga miskin. Termasuk dalam bagian ini adalah uraian mengenai kondisi umum kabupaten Cianjur dilihat dari aspek geografis, demografis dan struktur pemerintahan serta kondisi sosial ekonomi dan budaya penduduknya. Informasi yang terakhir itu penting untuk diangkat guna memberikan pemahaman yang lebih utuh tentang lingkungan kebijakan yang melatarbelakangi sekaligus akan mempengaruhi rumusan kebijakan yang akan dilaksanakan.

Yang kedua, adalah deskripsi mengenai hasil atau kinerja kebijakan dalam bentuk kecenderungan pencapaian tingkat partisipasi anak usia 7-15 tahun dalam mengkases pendidikan dasar 9 tahun. Lebih jauh lagi, dalam sub bab ini juga akan diangkat sejumlah potret kasus anak dari keluarga miskin yang sampai saat ini belum tersentuh dengan kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun, diangkat dari hasil penelitian terhadap sejumlah kasus anak yang pada saat dilakukan penelitian sedang tidak berada di sekolah, baik karena alasan tidak melanjutkan ataupun karena putus di tengah jalan alias dropout. Alasan tentang mengapa masih banyak anak usia 7-15 tahun dari keluarga miskin belum atau tidak bisa mengikuti pendidikan dasar 9 tahun alias belum tersentuh dengan kebijakan yang dilaksanakan pemerintah, adalah fokus dari uraian di atas.


(15)

Informasi tersebut juga menjadi sangat penting dan relevan dalam penelitian ini untuk menilai sampai sejauh mana tingkat efektivitas pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun yang digencarkan pemerintah selama ini dalam rangka membantu meringankan beban pendidikan bagi anak dari keluarga miskin. Bahkan dari informasi itulah pula, salah satunya, pengembangan model peningkatan partisipasi masyarakat dalam rangka akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun bagi anak dari keluarga miskin yang sekaligus merupakan rekomendasi hasil penelitian ini akan dirumuskan.

A. Gambaran Umum Kabupaten Cianjur

Secara geografis, Cianjur yang merupakan salah satu kabupaten di provinsi Jawa Barat ini memiliki letak yang cukup strategis karena posisinya yang berada di tengah Propinsi Jawa Barat dengan jarak sekitar 65 Km dari Ibu Kota Provinsi (Bandung) dan 120 Km dari Ibu Kota Negara (Jakarta). Karena letaknya yang strategis itulah, Kabupaten Cianjur dengan jumlah penduduknya yang telah mencapai angka 2 juta jiwa lebih ini tidak saja merupakan bagian dari wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat, melainkan dalam banyak aspeknya juga juga sangat diperhitungkan sebagai daerah penyangga yang diharapkan bisa mendukung pembangunan kawasan yang dikenal dengan sebutan Botabekjur (Bogor, Tanggerang, Bekasi dan Cianjur).

Masih secara geografis, kabupaten yang memiliki luas sebanyak 350.148 hektar dan merupakan daerah terluas kedua di Jawa Barat setelah kabupaten Sukabumi ini dibatasi oleh Kabupaten Bogor dan Purwakarta di sebelah Utara, Kabupaten Sukabumi disebelah Barat, Samudera Indonesia


(16)

disebelah Selatan, dan Kabupaten Bandung dan Garut disebelah Timur sebagaimana tergambar dalam peta wilayah berikut ini :

Gambar 4.1 : Peta Kabupaten Cianjur

Masih secara geografis, Kabupaten Cianjur terbagi dalam 3 bagian wilayah pembangunan, yakni Cianjur Bagian Utara, Cianjur Bagian Tengah, dan Cianjur Bagian Selatan. Pembagian wilayah pembangunan dengan berbagai karakteristiknya ini penting untuk diangkat di sini karena dalam beberapa aspeknya, langsung ataupun tidak langsung, akan ikut mempengaruhi penyelenggaraan pembangunan di bidang pendidikan.


(17)

1. Cianjur Bagian Utara

Merupakan dataran tinggi terletak di kaki Gunung Gede yang sebagian besar merupakan daerah dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan areal perkebunan dan persawahan, dengan ketinggian sekitar 2.962 m di atas permukaan laut. Termasuk dalam wilayah ini adalah daerah Puncak dengan ketinggian sekitar 1.450 m, Wilayah perkotaan Cipanas (Kecamatan Pacet dan Sukaresmi) dengan ketinggian sekitar 1.110 m, serta Kota Cianjur dengan ketinggian sekitar 450 m di atas permukaan laut. Sebagian daerah ini merupakan dataran tinggi pegunungan dan sebagian lagi merupakan perkebunan dan persawahan. Di bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Bogor terdapat Gunung Salak yang merupakan gunung api termuda dan sebagian besar permukaannya ditutupi bahan vulkanik.

Kecamatan yang termasuk wilayah Utara dan relatif memiliki infra struktur dan sarana pendidikan yang memadai ini adalah Kecamatan Cibeber, Bojongpicung, Ciranjang, Karangtengah, Cianjur, Warungkondang, Cugenang, Pacet, Mande, Cikalongkulon, Sukaluyu, Cilaku, Sukaresmi, Gekbrong dan Cipanas.

2. Cianjur Bagian Tengah

Merupakan daerah perbukitan, tetapi juga terdapat dataran rendah berupa persawahan, perkebunan yang dikelilingi oleh bukit-bukit kecil yang tersebar dengan keadaan struktur tanahnya yang labil sehingga sering terjadi tanah longsor, dataran lainnya terdiri dan areal perkebunan dan persawahan. Kecamatan Wilayah Tengah yang sarana pendidikannya relatif lebih baik ini


(18)

terdiri dari Kecamatan Tanggeung Pagelaran, Kadupandak, Takokak, Sukanagara, Campaka dan Campaka Mulya.

3. Cianjur Bagian Selatan

Merupakan dataran rendah yang terdiri dari bukit bukit kecil diselingi oleh pegunungan yang melebar ke Samudra Indonesia, di antara bukit-bukit dan pegunungan tersebut terdapat pula persawahan dan ladang huma. Dataran terendah di selatan Cianjur mempunyai ketinggian sekitar 7 m di atas permukaan laut. Seperti halnya daerah Cianjur bagian Tengah, bagian Cianjur Selatan pun tanahnya labil dan sering terjadi longsor. Di wilayah pembangunan ini terdapat juga areal perkebunan dan pesawahan tetapi tidak begitu luas.

Kecamatan yang termasuk wilayah pembangunan ini adalah Agrabinta, Leles, Sindangbarang, Cidaun, Naringgul, Cibinong, Cikadu dan Cijati. Di kecamatan-kecamatan yang termasuk wilayah pembangunan inilah pula banyak desa yang karena keterisolasiannya tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Masalah jarak antara tempat tinggal anak dengan lokasi sekolah, adalah merupakan persoalan berat tersendiri yang sering dihadapi anak diwilayah Cianjur selatan ini. Bahkan kondisinya menjadi tambah parah ketika sarana jalan dan transformasinya pun sering jauh dari keadaan yang memadai.

Secara demografis, kabupaten Cianjur yang memiliki luas sebanyak 3.501,46 km2 dan secara administratif dibagi ke dalam 30 kecamatan, 340 desa dan 6 kelurahan ini memiliki jumlah penduduk yang cukup besar, yakni sekitar 2.125.023 jiwa (BPS, 2006). Rincian menurut pembagian jenis seksnya, 1.100.412 jiwa merupakan penduduk laki-laki, dan 1.024.611 jiwa merupakan penduduk perempuan. Dengan demikian, sex ratio penduduk kabupaten yang


(19)

memiliki potensi pertanian ini jatuh pada angka 107,40. Arti demografisnya, jumlah penduduk laki-laki di kabupaten yang banyak mengirim tenaga kerja perempuan (TKI) ke luar negeri ini lebih besar dibanding jumlah penduduk perempuan. Persisnya, 100 penduduk perempuan berbanding 107 penduduk laki-laki. Karakteristik demografis ini sengaja diangkat di sini karena ada kecenderungan bahwa keutuhan sebuah keluarga akan sangat mempengaruhi dan menentukan kelangsungan pendidikan anak-anaknya.

Dibanding dengan luas daerahnya, maka tingkat kepadatan penduduk (densitas) kabupaten ini sudah mencapai angka 598,14 jiwa / km2 dengan sebaran penduduk yang relatif kurang merata sehingga dalam beberapa aspeknya kurang menguntungkan, termasuk jika dikaitkan dengan penyelenggaraan pembangunan dibidang pendidikan

Menurut persebarannya, kepadatan penduduk di kecamatan-kecamatan yang berlokasi di wilayah Cianjur utara jauh lebih tinggi dibanding kecamatan yang berada di wilayah Cianjur tengah dan Cianjur bagian selatan. Hal ini terjadi karena sangat berkaitan erat dengan faktor daya tarik daerah, terutama dengan faktor ekonomi dan kondisi sarana atau infrastruktur yang tersedia, termasuk tentunya sarana pendidikan. Umumnya di wilayah pembangunan ini, masalah jarak dan ketersediaan sarana pendidikan, termasuk tenaga pendidikan relatif lebih memadai dibanding daerah yang ada diwilayah pembangunan yang lainnya.

Sebaliknya, karena keterbatasan dalam beberapa faktor strategis itulah pula, terutama infra struktur seperti jalan, maka kepadatan penduduk di wilayah Cianjur selatan relatif masih cukup rendah. Di daearah-daerah yang termasuk


(20)

wilayah pembangunan inilah pula, masalah transportasi dan ketersediaan sarana pendidikan, termasuk tenaga pendidikan sering menjadi masalah. Itulah pula beberapa faktor yang selama ini sering hadir menjadi salah satu penghambat dalam pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun.

Beberapa kecamatan yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi adalah kecamatan Cianjur dengan kepadatan sebesar 6.275,98 jiwa/km2, disusul kecamatan Karangtengah (3.073,68/km2), kecamatan Ciranjang (2.276,98/km2), kecamatan Cipanas (1.834,47 jiwa/km2), kecamatan Pacet (1.496,18 jiwa/km2, kecamatan Sukaluyu (1.546,98 jiwa/km2, dan kecamatan Cugenang sebesar 1.424,14 jiwa/km2. Sementara kecamatan dengan tingkat kepadatannya yang relatif rendah adalah kecamatan Naringgul sebesar 180,75 jiwa/km2 disusul kecamatan Agrabinta sebanyak 184,80 jiwa/km2.

Dilihat dari aspek pertumbuhannya, Susenas 2005 mengungkap bahwa laju pertumbuhan penduduk (LPP) di kabupaten Cianjur ini mencatat angka 1,86 persen pertahun, atau naik dari posisi hasil Sensus penduduk tahun 2000 sebesar 1,57 persen. Ini semua menunjukan bahwa tren kependudukan di kabupaten ini masih menjadi ancaman karena akan besar pengaruhnya terhadap kelancaran pembangunan hampir seluruh sektor pembangunan, termasuk pembangunan di sektor pendidikan. Logika demografisnya, semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk, maka akan semakin tinggi pula pertambahan jumlah absolutnya, termasuk pertambahan penduduk usia sekolah yang menjadi sasaran Wajar Dikdas 9 Tahun.

Dari sumber data yang ada juga terungkap bahwa tingginya laju pertumbuhan penduduk tersebut tidak semata diakibatkan oleh faktor migrasi,


(21)

melainkan justeru oleh faktor fertilitas yang trennya masih cukup mengkhawatirkan. Masih menurut sumber BPS yang diambil dari hasil Suseda tahun 2005, angka kelahiran total (Total Fertility Rate-TFR) untuk kabupaten Cianjur selama ini masih bertengger pada angka 2.45 anak. Artinya, setiap wanita usia subur di Kabupaten Cianjur saat ini masih berpotensi memiliki anak antara 2-3 orang, tentu dengan segala implikasi demografisnya terhadap struktur penduduk Kabupaten Cianjur.

Bandingkan dengan angka kelahiran atau TFR Jawa Barat yang posisinya sudah mendekati angka 2.3. Itulah pula fakta demografis yang akan menghambat upaya akselerasi pencapaian Wajar Dikdas 9 tahun. Di sini berlakuk kaidah demografis sebagai berikut : semakin tinggi angka kelahiran, maka akan semakin muda struktur umur penduduknya, dan pada gilirannya akan semakin besar pula peningkatan penduduk usia sekolahnya, termasuk struktur umur dalam kelompok usia 7-15 tahun yang menjadi sasaran Wajar Dikdas 9 tahun.

Di bawah ini adalah tren peningkatan jumlah penduduk usia 7-15 tahun, penduduk usia SD/SLTP di kabupaten Cianjur, diambil dari sumber hasil Pendataan Keluarga yang setiap tahun dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kabupaten Cianjur :


(22)

Tabel 4:2. Tren Peningkatan Jumlah Penduduk Usia 7-15 Tahun

TAHUN JUMLAH

PENDUDUK

PENDUDUK USIA 7-15 TAHUN

% DARI TOTAL PENDUDUK 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1.877.650 1.932.204 2.009.785 2.035.122 2.070.123 2.094.365 2.122.756 357.400 372.666 376.152 388.773 393.365 398.365 402.918 19,03 19,29 18,82 18,56 19,00 19,03 18,98

Sumber : Hasil Pendataan Keluarga BKKBN

Dari tabel di atas terungkap bahwa dalam periode enam tahun sejak tahun 2001 sampai dengan 2007, telah terjadi peningkatan jumlah penduduk usia 7-15 tahun dari 357.400 jiwa pada tahun 2001 menjadi 402.918 jiwa pada akhir tahun 2007, atau bertambah sebanyak 52.504 jiwa, atau sekitar 7.586 anak untuk tambahan setiap tahunnya.

Dalam pandangan peneliti, itulah salah satu tantangan berat pelaksanaan Wajar Dikdas dilihat dari aspek kependudukan. Disebut tantangan berat karena dengan itu berarti bahwa setiap tahunnya diperlukan tambahan sarana dan prasarana pendidikan dasar untuk bisa menampung sekaligus menjamin akses tidak kurang dari 7.000 tambahan sasaran anak usia SD/SLTP, disamping menjamin kelangsungan pendidikan dasar bagi anak yang telah ada. Bayangkan, jika setiap tambahan 40 orang siswa saja membutuhkan tambahan satu ruang kelas baru (RKB), maka di Kabupaten Cianjur ini setiap tahunnya dibutuhkan tidak kurang dari 190 ruang kelas baru (RKB). Itu belum termasuk tambahan yang dibutuhkan untuk penyediaan tenaga guru dan prasarana pendidikan yang lainnya.


(23)

Itulah fenomena demografis yang dalam pandangan peneliti sangat tidak menguntungkan anak dari keluarga miskin. Alasannya, semakin terbatas sarana pendidikan yang tersedia, maka akan semakin kecil kesempatan yang dimiliki anak dari keluarga miskin untuk bisa menikmatinya. Dan di situlah pula letak strategisnya upaya pengendalian kelahiran melalui intensifikasi program Keluarga Berencana (KB) dalam menunjang sukses Wajar Dikdas 9 Tahun.

Sesuai dengan potensi yang dimilikinya, maka sektor pertanian menjadi mata pencaharian pokok penduduk kabupaten Cianjur, yakni mencapai angka 59,18 persen, disusul sektor jasa sebesar 7,20 persen, sektor transportasi dan kominikasi sebesar 7,17 persen, sektor perdagangan 6,03 persen, sektor industri 5,0 persen, dan sektor keuangan sebesar 0,61 persen. Itulah pula gambaran mengenai potensi ekonomi kabupaten Cianjur yang dalam banyak aspeknya akan berpengaruh dalam melihat potensi pembangunan di kabupaten ini, termasuk potensi pembangunan di bidang pendidikan.

Namun perlu dicatat, meskipun mayoritas penduduknya banyak berkiprah pada sektor pertanian, namun dilihat menurut kepemilikan lahan dan statusnya ternyata menunjukan kondisi yang tidak menggembirakan. Berdasarkan hasil sensus pertanian tahun 2003, sebesar 14,54 persen dari rumah tangga yang bergerak dibidang pertanian adalah merupakan rumah tangga penggarap lahan pertanian yang dimiliki orang lain, dan hanya 4,07 persen rumah tangga yang mengolah tanah sendiri.

Bahkan menurut sumber data dari Bappeda, sebagaian besar dari mereka yang mengolah tanah sendiri, sebanyak 76,69 persen, hanya memiliki lahan pertanian kurang dari 0,5 hektar, dan hanya 23,31 persen petani yang memiliki


(24)

lahan di atas 0,5 hektar. Tidak mengherankan kalau tingkat kesejahteraan petani di kabupaten Cianjur ini relatif sulit ditingkatkan karena sebagain besar diantara mereka itu statusnya justeru hanya sebagai buruh tani. Itulah pula fakta yang ada di balik besarnya angka kemiskinan di Kabupaten Cianjur ini. Bahkan dalam pandangan peneliti, itulah pula salah satu kendala utama dalam mensuskseskan implementasi pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun di Kabupaten berbasis pertanian ini.

Berkait dengan itu, masalah partisipasi angkatan kerja yang berdampak terhadap angka pengangguran, merupakan persoalan pelik tersendiri yang dihadapi kabupaten Cianjur. Sebagai gambaran, dari jumlah angkatan kerja yang ada pada tahun 2004, hanya 55,57 persen mereka yang bekerja. Bahkan kondisi ini turun dari tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) tahun 2000 sebesar 57,37 persen, bahkan jauh lebih rendah lagi jika dibanding dengan partisipasi angkatan kerja tahun 1995 yang sudah mencapai angka 59,31 persen.

Tidak mengherankan jika laju pertumbuhan ekonomi kabupaten Cianjur pada tahun 2006 ini masih berkutat pada angka 3,82 persen, sebuah angka yang menurut kajian Bappeda masih sangat tidak memadai. Disebut tidak memadai, karena dengan LPE sebesar itu diperkirakan hanya mampu menyerap tenaga kerja sebanyak sekitar 600.000 orang. Bahkan masih menurut hasil kajian Bappeda, dengan LPE yang tidak memadai itu kini diperkirakan bakal ada penganggur sebanyak sekitar 210.000 orang.

Itulah pula faktor yang selama ini banyak menyebabkan tingginya kemiskinan. Sebagai gambaran, sumber BPS Kabupaten Cianjur mengungkap bahwa jumlah penduduk kurang beruntung alias miskin di kabupaten yang


(25)

memiliki basis pertanian dan pariwisata ini masih mencapai angka 651.329 jiwa, atau mencapai 30,6 persen dari total jumlah penduduk kabupaten Cainjur (BPS Cianjur, 2006). Di bawah ini adalah daftar jumlah penduduk miskin menurut sumber paling akhir, tahun 2006, yang dikeluarkan Kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cianjur.

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Miskin Kabupaten Cianjur Menurut Kecamatan

No Kecamatan

Jumlah Total Penduduk Jumlah Penduduk Miskin Prosentase 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Agrabinta Leles Sindangbarang Cidaun Naringgul Cibinong Cikadu Tanggeung Kadupandak Cijati Takokak Sukanagara Pagelaran Campaka Campakamulya Cibeber Warungkondang Gekbrong Cilaku Sukaluyu Bojongpicung Ciranjang Mande Karangtengah Cianjur Cugenang Pacet Cipanas Sukaresmi Cikalongkulon 38.158 34.600 50.221 63.323 45.436 59.251 36.212 64.430 49.119 32.539 50.661 47.311 86.458 62.650 24.318 117.651 64.701 47.430 90.866 69.004 104.886 88.109 64.654 124.855 151.981 94.325 98.422 91.405 78.006 94.040 13.763 10.590 12.589 15.844 13.540 17.854 12.770 20.464 15.854 9.198 13.893 16.515 27.544 .19.707 6.021 38.167 21.655 15.134 26.098 23.107 29.596 34.327 25.729 35.085 44.456 26.256 23.655 21.507 24.710 35.597 35,94 30,06 25,06 25,02 29,80 30,13 35,26 31,76 32,27 28,26 27,42 34,90 31,85 31,45 24,75 32,44 33,46 31,90 28,72 33,48 28,21 38,95 39,79 28,07 29,25 17,23 24,03 23,52 31,67 37,85

Jumlah 2.125.023 651.239 30,6


(26)

Dari tabel di atas nampak jelas bahwa beberapa kecamatan di Kabupaten Cianjur ternyata masih memiliki jumlah penduduk miskin dengan proporsinya yang mencolok dibanding kecamatan yang lainnya. Lima kecamatan, yaitu Mande, Ciranjang, Cikalongkolon, Agrabinta dan Cikadu, merupakan beberapa kecamatan yang cukup parah karena prosentase jumlah penduduk miskinnya masih berada di atas 35 persen.

Itulah pula salah satu tantangan yang akan menjadi penghambat dalam implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun. Dalam pandangan Robert Chambers sebagaimana dikutip Soetrisno (1997), misalnya, karena kemiskinannya, mereka sering terpaksa tinggal di daerah yang secara geografis terisolasi dari akses berbagai informasi, termasuk akses kepada pendidikan. Karena kemiskinannya, mereka sering tidak berdaya ketrika berhadapan dengan mereka yang tidak miskin.

Sebagai bahan perbandingan, di bawah ini adalah potret kemiskinan yang bersumber dari hasil Pendataan keluarga yang setiap tahun dilakukan BKKBN dan sekaligus merupakan gambaran penduduk dilihat dari tahapan kesejahteraannya sebagai berikut :

Tabel 4.3 Perkembangan Keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera 1 Hasil Pendataan Keluarga BKKBN 2001-2007

TAHUN JUMLAH KEPALA

KELAURGA

JUMLAH

PRA S DAN KS I %

2001 504.927 255.738 50,65

2002 519.734 270.921 52,13

2003 536.805 271.453 50,57

2004 547.426 269.309 49,20

2005 570.047 283.528 49,74


(27)

Dari tabel di atas nampak bahwa jumlah maupun prosentase keluarga yang masih tergolong Pra Sejahtera (Pra S) dan Keluarga Sejahtera 1 (KS 1) dengan enam indikatornya, termasuk di dalamnya satu indikator pendidikan, dari tahun ke tahun masih menunjukan angka yang cukup memprihatinkan. Itulah pula bukti sekaligus tantangan berat lain dalam pelaksanaan Wajar Dikdas 9 Tahun di kabupaten Cianjur. Disebut tantangan berat, karena salah satu indikator penting sebuah keluarga masuk dalam kategori KS 1 berkait dengan ketidakmampuannya untuk mengakses pendidikan dasar dengan berbagai alasannya. Sebaginnya tidak bisa mengakses sekolah karena berkait dengan persoalan ekonomi keluarga mereka, sebagian yang lainnya berkaut dengan persoalan tempat tinggal yang jauh dari lokasi sekolah, dan sebagian yang lainnya karena persoalan kesadaran atau motivasinya yang kurang, atau memang karena gabungan antara banyak faktor kemiskinan yang memang melekat pada diri mereka. Seperti kata Amartya Sen (1997), dalam kemiskinan ekonomi selalu melekat kemiskinan secara total; miskin pengetahuan, miskin kesehatan dan miskin kesadaran. Di situlah kompleksnya menyoal dan mengatasi masalah kemiskinan

Dilihat menurut rincian per kecamatannya, maka potret untuk masing-masing daerah memiliki angka yang satu sama lain berbeda seperti terlihat dalam tabel di berikut ini:


(28)

Tabel 4.4 Tabel Keluarga Pra Sejahtera (Pra S) dan Keluarga Sejahtera I (KS 1)

Menurut kondisi tiap kecamatan tahun 2006

NO KECAMATAN JUMLAH

KK

PRA S DAN

KS I %

1 SINDANGBARANG 15,330 4,918 32.08

2 CIDAUN 19,009 6,411 33.73

3 CIBINONG 18,548 6,110 32.94

4 PAGELARAN 24,959 12,651 50.69

5 KADUPANDAK 13,433 5,257 39.13

6 SUKANAGARA 13,313 7,359 55.28

7 CAMPAKA 17,340 7,393 42.64

8 CIBEBER 32,699 12,271 37.53

9 BOJONGPICUNG 29,150 16,324 56.00

10 CIANJUR 37,827 13,749 36.35

11

WARUNGKONDANG 17,364 7,426 42.77

12 CUGENANG 25,481 12,868 50.50

13 KARANGTENGAH 32,343 16,536 51.13

14 CIRANJANG 23,320 13,167 56.46

15 MANDE 18,079 9,458 52.31

16 CIKALONGKULON 23,587 13,688 58.03

17 PACET 22,256 7,711 34.65

18 CILAKU 22,913 8,822 38.50

19 SUKALUYU 18,234 7,717 42.32

20 SUKARESMI 19,741 10,365 52.50

21 TAKOKAK 15,371 6,995 45.51

22 TANGGEUNG 18,610 7,476 40.17

23 CAMPAKAMULYA 7,364 3,750 50.92

24 AGRABINTA 11,946 4,074 34.10

25 NARINGGUL 13,096 4,312 32.93

26 CIKADU 10,028 5,166 51.52

27 GEKBRONG 13,169 6,614 50.22

28 CIPANAS 24,104 9,955 41.30

29 CIJATI 9,742 6,072 62.33

30 LELES 11,436 6,406 56.02

KABUPATEN 579,792 261,021 45.02


(29)

Melihat angka kemiskinan seperti bisa dilihat dalam tabel di atas nampak bahwa betapa masih berat beban pembangunan yang harus dihadapi Kabupaten Cianjur saat ini. Beberapa kecamatan seperti Cijati, Cikalongkulon, Leles dan Ciranjang, merupakan kecamatan yang memiliki beban paling berat karena masih memilki jumlah keluarga Pra Sejahtera dan Sejahtera I di atas 55%, jauh lebih tinggi di atas rata-rata tingkat kabupaten, 40,02%.

Sebagai dampaknya, tidak mengherankan jika masalah pendidikan di Kabupaten Cianjur ini masih berada dalam kondisi yang relatif masih cukup memprihatinkan. Salah satu indikatornya, sumber BPS Cianjur (2006) mengungkapkan bahwa 50% lebih penduduk Cianjur hanya mampu menamatkan pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar atau MI, dan hanya 1,8% yang mampu menamatkan jenjang pendidikan setingkat D1 atau S1.

Bahkan yang sangat memprihatinkan, masih ada sekitar 2,3% penduduk usia 10 tahun ke atas, atau sebanyak 39.820 oang dari sekitar 1.704.488 orang penduduk Cianjur yang diketahui tidak atau belum pernah sekolah. Tidak mengherankan pula jika di Kabupaten Cianjur ini masih ada penduduk yang berstatus butu huruf, yakni sekitar 3,29%. Lengkapnya, berikut ini adalah potret pencapaian pendidikan penduduk Kabupaten Cianjur usia 10 tahun ke atas, dilihat menurut jenjangnya.


(30)

Tabel 4.5 Penduduk 10 Tahun Ke atas Menurut Status Pendidikan yang ditamatkan dan Jenis Kelamin

Pendidikan yang ditamatkan

Jenis Kelamin

Jumlah %

Laki-laki Perempuan Tidak/Belum

pernah sekolah

11.528 28.292 39.820 2,33

Tidak/belum tamat 225.119 225.876 450.995 26,45

SD/MI 467.157 425.830 892.987 52,39

SLTP/MTs 97.342 77.536 174.878 10,26

SLTA/SMK 66.262 48.746 115.008 6,74

D1/S1 18.088 12.712 30.800 1,80

Jumlah 885.496 818.992 1.704.488 100.00 Sumber : BPS Cianjur, Suseda 2006

Bukan hanya itu, dalam bidang kesehatan yang merupakan salah satu faktor penting yang akan menentukan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ini juga ternyata masih menunjukan angka yang relatif rendah. Sebagai gambaran, data terakhir yang dikeluarkan BPS kabupaten Cianjur mengungkap bahwa angka harapan hidup (life expectancy at birth) yang merupakan indikator penting pencapaian kesehatan di kabupaten Cianjur ini masih bertengger pada angka 66,0 tahun. Sementara rata-rata lama sekolah (rate of year schooling) baru mencapai angka 6,6 tahun.

Bahkan jika melihat satu indikator penting yang lainnya, yakni indikator daya beli, posisi kabupaten Cianjur masih sangat memprhatinkan karena masih bertengger pada angka 54,81. Itu didasarkan kepada komponen daya beli masyarakat kabupaten Cianjur yang menurut sumber BPS Cianjur (2006) baru mencapai angka Rp.537.160,- perkapita. Inilah pula yang menjadi penyebab kenapa posisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di kabupaten Cianjur


(31)

sampai dengan tahun 2006 ini baru mencapai angka 67,44 dari target 76 untuk mendukung pencapaian IPM Jawa Barat sebesar 80 pada tahun 2010.

Tabel berikut di bawah ini adalah posisi pencapaian IPM kabupaten Cianjur hasil Survey BPS yang diselenggarakan pada tahun 2006, diperinci menurut pencapaian tiga indikator penentunya :

Tabel 4.6 : Posisi Pencapaian IPM Kabupeten Cianjur 2006

KOMPONEN ANGKA INDEKS KOMPONEN

Pendidikan : a. Melek Huruf b. Rata-rata lama

sekolah

96,79 6,60

79,19

Kesehatan

a. Rata-rata Usia Harapan hidup Waktu lahir

66,0 68,33

Ekonomi – Daya beli a. Kemampuan Daya

beli

537.190 54,81

Indeks Pembangunan

Manusia (IPM) - 67,44

Sumber: BPS Cianjur 2007

Dengan memperhatikan kondisi obyektif permasalahan dan tantangan yang dihadapi kabupaten Cianjur itulah, juga mempertimbangkan nilai-nilai yang ada, maka Kabupaten Cianjur telah menetapkan visi dan misi, termasuk didalamnya strategi pokok sebagai berikut:

1. Visi

Inilah harapan masa depan yang ingin diwujudkan oleh pemerintah dan masyarakat kabupaten Cianjur sebagaimana secara eksplisit tercantum dalam visinya sebagai berikut: “Mewujudkan Masyarakat Kabupaten Cianjur yang lebih Cerdas, Sehat, Sejahtera dan Berakhlakul-karimah”. Visi yang pada


(32)

awalnya merupakan visi calon bupati dan wakil bupati tersebut, saat ini telah disyahkan menjadi visi resmi pemerintah Kabupaten Cianjur.

Terkandung makna penting dalam visi untuk mewujudkan masyarakat Cianjur yang lebih cerdas tersebut adalah kesadaran sekaligus komitmen kuat pemerintah akan arti pentingnya pembangunan pendidikan sebagai pilar dasar bagi pelaksanaan pembangunan sektor yang lainnya. Bukan hanya itu, melalui visinya itu juga kabupaten Cianjur memiliki komitmen yang tinggi akan arti pentingnya pendidikan sebagai modal manusia (human capital) yang akan menentukan masa depan masyarakat kabupaten Cianjur dimasa yang akan datang.

Melalui visinya itu pula, pemerintah kabupaten Cianjur sadar bahwa upaya untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas itu tidak akan banyak memiliki banyak arti jika tidak dibarengan dengan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatannya dan tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Bahkan dalam perkembangan yang paling kontemporer, konsepsi pembangunan manusia (human development) itu sendiri senantiasa meniscayakan arti pentingnya memadukan dan mensinergikan ketiga sektor pembangunan di atas; pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan. Karenanya, rumusan visi itu menjadi sangat pas dengan upaya untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia (IPM) yang sekaligus juga merupakan tekad yang ingin diwujudkan oleh pemerintah provinsi Jawa Barat.

Tidak sampai di situ, melalui visinya itu pula pemerintah kabupaten Cianjur sadar bahwa apalah artinya masyarakat yang cerdas, sehat dan sejahtera secara materi jika tidak dibarengi dengan sikap dan perilakunya yang berakhlak


(33)

mulia. Itu sebabnya, cita-cita untuk mewujudkan masyarakat religious yang ditandai dengan sekap dan perilakunya yang akhlakul-karimah (berakhlak mulia), adalah harapan yang menjadi greget (creative tension) lain yang secara eksplisit tercantum dalam visi kabupaten Cianjur.

Dengan visi itu, demikian diungkapkan bupati Cianjur yang sering disampaikan dalam setiap kesempatan, maka setiap gerak dan langkah pembangunan yang akan dilakukan di kabupaten yang terkenal dengan Kota Santri-nya ini diharapkan selalu dilandasi oleh nilai-nilai agama (Islam) yang diyakini bisa mejadi motivasi sekaligus landasan spiritual pelaksanaan pembangunan masyarakat di kabupaten Cianjur.

2. Misi dan Strategi

Untuk menjabarkan visi tersebut di atas, maka telah dirumuskan empat misi dengan beberapa strateginya sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Cianjur tahun 2006-2011 sebagai berikut:

Misi Pertama; yakni meningkatkan akses masyarakat terhadap pendidikan yang bermutu dengan enam strateginya sebagai berikut:

a. Meningkatkan tarap pendidikan masyarakat Kabupaten Cianjur dengan fokus pada akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun

b. Mengembangkan jumlah dan mutu Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)

c. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan, baik pendidikan umum maupun agama


(34)

d. Meningkatkan kualitas pendidikan formal dan non-formal

e. Mengalokasikan dana yang relavan untuk meningkatkan sistem manajemen pendidikan

f. Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka pelayanan pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi

Misi Kedua; Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan sembilan strategi pokoknya sebagai berikut :

a. Meningkatkan peran Posyandu dan Puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan kesehatan masyarakat

b. Meningkatkan sarana dan prasarana, mutu dan jumlah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)

c. Meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga medik

d. Memberikan pelayanan jaminan kesehatan bagi penduduk miskin e. Meningkatkan kesehatan lingkungan dan Pola Hidup Sehat f. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan dasar g. Optimalisasi kinerja pelayanan kesehatan

h. Pemberdayaan masyarakat melalui penyebarluasan informasi tentang kesehatan

i. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program KB dan kesehatan reproduksi

Misi Ketiga; Meningkatkan Pembangunan Ekonomi yang berbasis potensi lokal melalui sepuluh strateginya sebagai berikut :


(35)

a. Meningkatkan kegiatan usaha koperasi dan pelaku usaha skala mikro, kecil dan menengah

b. Menciptakan iklim investasi yang kondusif

c. Meningkatkan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat petani dan nelayan

d. Meningkatkan kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja e. Meningkatkan pembinaan dan pengelolaan kawasan wisata

f. Meningkatkan penguatan lembaga-lembaga ekonomi pendukung pertanian dan kepariwisataan

g. Memelaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang. h. Meningkatkan mutu pelayanan jasa transfortasi daerah i. Meningkatkan kualitas pelayanan infrastruktur wilayah

j. Meningkatkan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah.

Misi Keempat ; Meningkatkan Pembinaan akhlakul – karimah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui empat strategi pokok sebagai berikut :

a. Meningkatkan kegiatan pembinaan kehidupan beragama

b. Meningkatkan forum-forum dialogis antar tokoh umat beragama

c. Meningkatkan kegiatan pembinaan keagamaan dilingkungan pemerintah daerah dan masyarakat

d. Meningkatkan intensitas kemitraan antara legislatif dan eksekutif.

Itulah empat misi dengan dua puluh tiga strategi pokoknya yang menjadi arah sekaligus acuan pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Cianjur


(36)

saat ini dan ke depan sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang secara formal telah disahkan melalui Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2006. Berdasarkan visi dan misi itulah pula pelaksanaan pembangunan seluruh sektor, termasuk sektor pendidikan di Kabupaten Cianjur dilakukan.

B. Arah Kebijakan Pembangunan Pendidikan

Hal penting yang bisa dipetik dari rumusan visi dan misi, termasuk strategi pembangunan sebagaimana telah diangkat sebelumnya adalah, bahwa urusan pembangunan disektor pendidikan, terutama pendidikan dasar 9 tahun, ternyata memiliki posisi sekaligus landasan yang kuat dalam rumusan kebijakan pembangunan di Kabupaten Cianjur. Itulah pula yang kemudian dijadikan arah dan acuan pembangunan pendidikan sebagaimana dijabarkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Cianjur.

Secara garis besar, terdapat empat misi yang sekaligus merupakan arah pelaksanaan pendidikan di kabupaten Cianjur. Sementara visinya itu sendiri sebagaimana dijelaskan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat, persis sama dengan visi pemerintah Kabupaten Cianjur. Alasannya, adalah kebijakan Wakil Bupati Cianjur yang telah memerintahkan agar seluruh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang ada di Kabupaten ini memiliki rumusan visi yang persis sama dengan rumusan visi Pemerintah Daerah. Misi-lah yang membedakan fungsi dan tugas yang mesti diemban oleh masing-masing SKPD.

Berkait dengan itu, ada lima misi yang telah dirumuskan sekaligus ditetapkan dalam Renstra Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten


(37)

Cianjur, yaitu (1) Menuntaskan pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, (2) Meningkatkan mutu pendidikan, (3) Memeratakan pelayanan pendidikan, (4) Mengembangkan nilai-nilai kebudayaan, dan (5) Mengembangkan peran serta kepemudaan dan olah raga.

Untuk menjabarkan kelima misi tersebut, berikut ini adalah tujuan, sasaran serta strategi yang sekaligus merupakan arah dan kebijakan penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Cianjur sebagaimana bisa dilihat dalam tabel berkiut ini:

Figur 4.7 : Arah Kebijakan Pendidikan Kabupaten Cianjur

Tujuan Sasaran

Cara mencapai Tujuan dan Sasaran / Strategi

Uraian Indikator Kebijakan Program

1 2 3 4 5

1. Menuntaskan pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun Tuntasnya pelaksanaan Wajar Dikdas 9 Tahun dengan Meningkatnya APM ( SD/MI/SLTP) menjadi 98% Peningkatan pelaksanaan Wajar Dikdas 9 Tahun melalui

1. Sekolah 2. Luar Sekolah

1. Program pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD )

2. Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun 3. Program Pendidikan Menengah 4. Program Pendidikan Non Formal

2. Meningkatka n mutu pendidikan Meningkatny a mutu pendidikan Meningkatnya jumlah siswa yang lulus dalam Unas menjadi 100% Peningkatan mutu tenaga pendidik dan tenaga pendidikan melalui diklat fungsional dan diklat teknis substantif serta pembinaan kepegawaian lainya

5. Program Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga

6. Program Manajemen Peleyanan Pendidikan

7. Program Peningkatan Disiplin 8. Program Peningkatan Sumber

Daya Aparatur di bidang Pendidikan

9. Program Pengembangan budaya baca dan pembinaan

10. Program Pengembangan Pemdidikan Keagamaan 3. Memeratakan pelayanan pendidikan Meratanya pemberian pelayanan pendidikan kepada masyarakat Terpenuhinya sarana/prasaran a serta optimalisasi fungsi sarana/prasaran a tersebut Terpenuhinya kebutuhan ruang kelas dan sarana pendukung lainnya melalui proyek rehabilitasi dan penbangunan RKB

11. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Sumber Daya Aparatur di bidang Pendidikan

4. Mengembang kan nilai kebudayaan Berkembangn ya nilai-nilai kebudayaan Terpeliharanya nilai-nilai kebudayaan Terpelihara dan berkembangnya nilai-nilai budaya yang telah ada

12. Program Pengembangan Nilai Budaya

13. Program Pengelolaan Budaya

5. Mengembang kan Pemuda dan Olah Raga Mengembang kannya peranserta kepemudaan dan olah raga

Terpeliharanya dan berkembangnya nilai-nilai kebudayaan Meningkatnya peranserta kepemudaan dan olah raga

14. Program Peningkatan Peranserta Kepemudaan

15. Program Kebijakan dan Manajemen Olah Raga 16. Program Peningkatan Sarana dan

Prasarana Olah Raga


(38)

Dari tabel di atas tampak bahwa pada tataran kebijakan, program Penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun yang ditandai dengan target pencapaian angka partisipasi murni (APM) sebesar 98 persen pada tahun 2011, merupakan bukti bahwa pemerintah Kabupaten Cianjur memiliki komitmen yang cukup tinggi, paling tidak pada tataran politis-yuridis, dalam mengupayakan pencapaian Wajar Dikdas 9 tahun sebagaimana telah digariskan oleh kebijakan pemerintah pusat dan provinsi Jawa Barat. Bahkan kebijakan penting itu secara langsung didukung pula oleh dua kebijakan lainnya, yakni upaya peningkatan pemerataan dan mutu pendidikan.

Melalui kebijakan pertamanya yang ditujukan kepada upaya pemerataan, pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun diharapkan bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat, tidak terkecuali lapisan masyarakat kurang beruntung alias miskin yang selama ini masih banyak meninggalkan sasaran. Melalui kebijakannya yang kedua, peningkatan mutu, pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun diharapkan bisa dilakukan tidak hanya dalam rangka mengejar kuantitas yang ditandai dengan peningkatan Angka Partisipasi Kasar (APK) atau Angka Partisipasi Murni (APM), melainkan lebih jauh lagi mampu memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar bagi setiap warga masyarakat sebagai modal utama untuk bisa mengakses hak-hak hidupnya dalam banyak aspek kehidupan yang semakin mengglobal dan sarat dengan kompetisi ini.

C. Target Wajar Dikdas 9 Tahun yang ingin Dicapai

Inilah target yang ingin dicapai pemerintah Kabupaten Cianjur khusus dalam rangka percepatan pencapaian Wajar Dikdas 9 tahun yang diukur


(39)

berdasarkan pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM), dirumuskan berdasarkan kesepakatan dan mempertimbangkan kondisi permasalahan pendidikan yang ada.

Tabel 4 .8 : Target Pencapaian APK/ APM Kabupaten Cianjur 2004-2011

Indikator

Kondisi 2004*)

Target 2005 **)

Target 2006

Target 2007

Tahun 2008

Tahun 2011

APK 76,03 77,49 % 95,40 % 98,50 %

104%

Wajar Dikmen APM 68,99 70,20 % 83,56 % 95,00

%

98,50 %

Sumber : *) Kantor Infokom Kabupaten Cianjur, Potret Pendidikan 2008

**) Untuk angka target, diambil dari Makalah sekaligus arahan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur yang disajikan dalam Forum Rakor tahun 2008

Dari tabel di atas nampak bahwa ambisi Kabupaten Cianjur untuk melakukan akselerasi dibidang Wajar Dikdas 9 Tahun cukup kuat. Bayangkan, dari kondisi APK tahun 2004 yang baru mencapai angka 76,03 persen, dalam satu tahun berikutnya, tahun 2005, ditargetkan bisa naik secara spektakuler menjadi 77,79 persen, atau naik sebesar 22,85 point dalam jangka waktu satu tahun. Bandingkan dengan posisi APK tahun 2001 sebesar 49,17 persen, atau hanya mampu meningkatkan APK sebesar 5,47 point persen dalam jangka waktu 4 tahun (2001 – 2005).

Demikian halnya dalam pencapaian APM yang ditargetkan naik secara dari posisi 76,03 persen pada tahun 2004 menjadi 77,79 persen pada tahun 2005, atau ditargetkan naik sekitar 1,76 point persen dalam jangka waktu satu tahun.


(40)

Bandingkan pula dengan posisi APM tahun 2001 yang baru mencapai angka 38,32, atau bisa naik sebesar 37,71 point persen dalam jangka waktu 4 tahun (2001 -2004).

Tuntas Wajar Dikdas 9 Tahun, itulah pula target yang ingin dikejar oleh pemerintah Kabupaten Cianjur pada tahun 2008. Bahkan dari tabel diatas pula nampak bahwa pada tahun 2011 nanti, Kabupaten Cianjur punya komitmen yang tinggi untuk mendeklarasikan dimulainya program Wajib belajar pada tingkat menengah (Wajar Dikmen). Dan menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, penentuan target tersebut itu sekaligus juga merupakan bentuk komitmen pemerinrtah Kabupaten Cianjur untuk mewujudkan visinya, yakni mewujudkan masyarakat Cianjur yang lebih cerdas, sehat, sejahtera dan berakhlakul karimah.

Bukan hanya itu, penentuan target tersebut juga merupakan keniscayaan jika dikaitkan dengan besarnya target yang mesti dicapai kabupaten Cianjur yang pada tahun 2008 yang ditargetkan bisa meningkatkan rata-rata lama sekolah (rate of years schooling) dari 6,68 tahun pada tahun 2005 menjadi 7,31 tahun pada tahun 2008. Dengan angka itu, dan dengan didukung oleh peningkatan indikator makro lainnya – indikator kesehatan dan daya beli, Kabupaten Cianjur diharapkan mampu meningkatkan pencapaian IPM-nya dari posisi 72,27 pada tahun 2005 menjadi 76,3 pada tahun 2008 sesuai dengan target akselerasi peningkatan IPM yang telah ditetapkan Provinsi Jawa Barat.

Lengkapnya, di bawah ini adalah rincian target pencapaian indikator makro pendidikan dalam rangka akselerasi peningkatan IPM Kabupaten Cianjur


(41)

yang telah ditetapkan pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagaimana tertera dalam Program Akselerasi Pendidikan Jawa Barat tahun 2004 – 2008 :

Tabel 4 .9: Target peningkatan Indeks Pendidikan Kabupaten Cianjur dalam rangka akselerasi pencapaian IPM Jawa Barat tahun 2008

Indikator 2004 2005 2006 2007 2008

Angka Melek Huruf

96,63 97,10 97,58 98,05 98,53

Rata-rata lama Sekolah

6,48 6,68 6,88 7,09 7,31

IPM 71,6 72,27 73,9 75,0 76,3

Sumber : Kantor Bappeda Jawa Barat 2004

Dari tabel di atas nampak bahwa rata-rata lama sekolah (RLS) Kabupaten Cianjur yang pada tahun 2004 baru mencapai angka 6,48 tahun, pada tahun 2008 ditargetkan naik menjadi 7,31 tahun. Itu semua mengandung arti bahwa akselerasi peningkatan APK dan APM melalui akselerasi Wajar Dikdas 9 Tahun akan hadir menjadi faktor yang akan banyak menentukan.

Itu semua juga mengandung arti bahwa perlu ada terobosan program atau gebrakan, termasuk di dalamnya dukungan sarana dan anggaran yang cukup berarti untuk mendongkrak akselerasi pencapaian Wajar Dikdas 9 tahun sesuai dengan taget berat yang telah ditentukan. Bukan hanya itu, besarnya beban target itu juga sekaligus mengisyaratkan akan arti pentingnya dukungan komitmen yang tingi dari semua pihak terkait, termasuk komitmen dari masyarakat itu sendiri. Kesanalah pula mestinya implementasi Kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun diarahkan.


(42)

D. Bentuk-bentuk Program Implementasi Untuk Mencapai Target Tentang bagaimana target dan arah kebijakan itu dilaksanakan secara operasional, berikut ini adalah deskripsi sekaligus pembahasan mengenai upaya dan langkah yang ditempuh Kabupaten Cianjur dalam rangka melaksanakan akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun, dinarasikan dari hasil studi dokumentasi, wawancara serta observasi selama penelitian berlangsung sebagaimana bisa ditelaah dalam Grand Design berikut ini :.

Dari figur di atas dapat dijelaskan bahwa target yang akan dicapai Kabupaten Cianjur dalam rangka akselerasi peningkatan Wajar Dikdas 9 tahun ini adalah meningkatkan Angka Partisipasi kasar (APK) pada jenajng SLTP dari 76,03 pada tahun 2008 menjadi 104 %, dan angka partisipasi murni (APM) meningkat dari posisi 68,99 persen pada tahun 2004 menjadi 96,40 % pada

KONDISI TAHUN 2004 PROGRAM INTERVENSI TARGET JALUR PENDIDIKAN FORMAL JALUR PENDIDIKAN NON FORMAL PEMBANGU NAN INFRA STRUKTUR APK SLTP = 76,03 APM = 68,99 Pembent ukanTim Koordina siWajar Dikdas Tingkat Kabs/d Tk. Desa PENGEMBANGAN SMP SEATAP PENGEMBANGAN SMP TERBUKA PEMBUKAAN KELAS JAUH PENGEMBANGAN SEKOLAH RAKYAT/ TERBUKA MANDIRI PENGEMBANGAN PONTERN CERDAS PENGEMBANGAN PONTREN SALAFIYAH PENGEMBANGAN PROGRAM PAKET A, B MELALUI PENGEMBANGAN PKBM PEMBANGU NAMBAHAN USB DAN RUANG KELAS BARU, TRERMASU K REHAB YANG BERSUMBE R DARI BERBAGAI BANTUAN

TH 2008 : APK = 98,50 APM = 95,40

TAHUN 2011 WAJAR 12 TAHUN PENDATAAN

SOSIALISASI

BANTUAN OPERASIONAL – BOS, BAGUS, DLL


(43)

tahun 2008, sebuah target yang sangat berat sekaliogus spektakuler jika dibanding dengan rata-rata kemampuan yang dicapai pada periode sebelumnya.

Dengan kata lain, pada tahun 2008 nanti, Kabupaten Cianjur yang pada tahun 2006 yang lalu masih termasuk daerah yang paling rendah di Jawa Barat dalam pencapaian APK-nya, bisa meningkat menjadi kabupaten yang termasuk kategori tuntas secara paripurna dalam program Wajar Dikdasnya. Bahkan karena begitu besar komitmen dan gregetnya, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, Drs. Hidayat Atori Msi sering melontarkan statemennya yang menantang ; ”Saya siap mengundurkan diri jika pelaksanaan Wajar Dikdas 9 Tahun tidak berhasil mencapai sasaran yang telah ditetapkan”, tegasnya hampir dalam setiap kesempatan.

1. Pembentukan Tim Koordinasi

Sesuai dengan petunjuk yang telah ditetapkan tingkat pusat, maka salah satu langkah awal yang dilakukan dalam pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun ini adalah membentuk Tim Koordinasi Percepatan Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun yang melibatkan lembaga, Dinas / Instansi terkait disemua tingkatan, mulai dari tingkat kabupaten sampai dengan tingkat desa. Hal ini antara lain tertuang dalam Surat Keputusan Bupati No. 421.10.05/Kep.97-Ks/2007 Tentang Pembentukan Tim Koordinasi Perecepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun yang sekaligus merupakan penyempurnaan terhadap Tim yang telah dibentuk sebelumnya sebagaimana tertuang dalam SK Bupati Nomor 41.10.05/Kep.21-Ks//2007, tanggal 26 Januari 2007 Tentang Pembentukan Tim Sukses Percepatan Penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun.


(44)

Inilah struktur untuk melihat dinas /instansi atau lembaga terkait yang terlibat secara langsung dalam Tim Koordinasi Percepatan Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun Kabupaten Cianjur sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Bupati tersebut di atas :

Pelindung : Bupati Kabupaten Cianjur Pengarah Operasional : Wakil Bupati Cianjur

Ketua Umum : Skretaris Daerah Pemda Kabupaten Cianjur Ketua Harian : Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur

Ketua : Asisten 1 Bidang Pemerintahan dan Kesra Pemda Kabupaten Cianjur

Skretaris 1 : Kepala Sub Dinas Bina Program pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur Sekretaris II : Kepala Bagian Kesra Pemda Kabupaten Cianjur

Bendahara I : Kepala Bagian Keuangan Setda Kab. Cianjur Bendahara II : Kepala Sub Bagian pada Bagian Tata Usaha

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kab. Cianjur Anggota : 1. Kepala Bappeda

2. Kepala BKKBN

3. Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja, Kependudukan dan Catatan Sipil 4. Kepala Kantor Departemen Agama 5. Kepala Sub Dinas Bina Pra Sekolah dan Pendidikan Dasar pada Dinas P&K Cianjur 6. Kepala Sub Dinas PLS pada Dinas

P&K Kabupaten Cianjur 7. Unsur Kodim 0608 Cianjur 8. Unsur Polres Cianjur

9. Koordinator Tim Sarjana Pemuda Penggerak Wajib Belajar (SP2WB) 10. Kepala Kantor BPS Cianjur 11. Kepala Kantor Informasi dan Komunikasi Kabupaten Cianjur


(45)

Menurut Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, pelibatan banyak sektor terkait dalam Tim Koordinasi tersebut bukan tanpa landasan dan alasan. Selain mengikuti pedoman yang diberikan melalui kebijakan yang diberikan oleh tingkat yang lebih atas, kebijakan provinsi dan pemerintah pusat, juga dilandasi oleh pertimbangan bahwa sebagai sebuah gerakan, pelaksanaan Wajar Dikdas sangat meniscayakan dukungan dan partisipasi semua pihak sesuai dengan potensi dan fungsinya. Bukan saja dukungan dalam bentuk kebijakan serta koordinasi sebagaimana bisa deperankan oleh unsur pemerintah daerah, tetapi juga dukungan teknis dari unsur dinas/ instansi terkait. Bahkan dukungan dari unsur Kodim dan Polres. Untuk menentukan sasaran Wajar Dikdas, misalnya, BKKBN dan Kantor BPS sengaja dilibatkan dengan harapan bisa berperan aktif memberikan informasi tentang jumlah anak usia 7-15 tahun yang menjadi sasaran Wajar Dikdas 9 tahun, disamping membantu melakukan kegiatan sosialisasi.

Masih menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, unsur Kodim dan Polres yang memiliki jaringan sampai dengan tingkat desa, dan dengan fungsinya yang strategis, sengaja dilibatkan dengan harapan bisa membuat kehadiran Tim Wajar Dikdas 9 tahun ini tampil lebih menggigit dan menggetarkan. Melalui fungsi ketertiban dan keamanannya, kedua institusi itu antara lain bisa membantu menggerakan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan program Wajar Dikdas sekaligus mengawasinya. Sementara peran Departemen Agama lebih jelas lagi. Disamping institusi vertikal ini memiliki fungsi untuk menyelenggarakan pendidikan dasar secara langsung melalui jalur sekolah atau lembaga pendidikan, termasuk pesantren, yang


(46)

menjadi binaannya sebagaimana diatur dalam ”Grand Design Penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun 2006-2009” yang diterbitkan Depdiknas (2007), kehadiran institusi ini juga menjadi sangat strategis karena fungsinya yang melekat dalam melakukan sosialisasi, disamping dilakukan juga oleh kantor Infokom.

Sebagai gambaran, inilah beberapa tugas pokok Tim Koordinasi tingkat kabupaten Cianjur yang sekaligus juga merupakan kepanjangan dari Tim Koordinasi Percepatan Penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun tingkat provinsi, tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Cianjur Nomor 421.10.05/Kep. 97-Ks/ 2007.

Tugas pokok pertama, adalah menyusun perencanaan program penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun, mulai dari proses pendataan sasaran, perumusan bentuk program sampai kepada penentuan prioritas daerah dan sasaran penggarapan dengan mempertimbangkan pencapaian angka partisipasi sekolah (APK dan APM) masing-masing kecamatan.

Tugas pokok kedua, melakukan sosialisasi atau penyuluhan tentang arti pentingnya gerakan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun kepada seluruh komponen masyarakat disemua tingkatan melalui berbagai media yang tersedia, termasuk dilakukan melalui kegiatan yang disebut dengan kampanye Wajar Dikdas melalui kegiatan ”Safari” oleh Tim tingkat Kabupaten ke setiap kecamatan, pemanfaatan berbagai lembaga dan forum strategis seperti pengajian atau majlis taklim, termasuk khitbah jumat dan forum penting lainnya.

Tugas pokok ketiga, adalah melakukan kegiatan pengendalian melalui kegiatan monitoring, baik yang dilakukan melalui kegiatan kunjungan langsung kelapangan atau sekolah-sekolah, disamping monitoring yang dilakukan melalui


(47)

kegiatan pencatatan dan pelaporan secara rutin. Termasuk dalam kegiatan tersebut adalah melakukan ketatausahaan atau kesekretariatan guna mendukung sekaligus memastikan bahwa seluruh tugas pokok Tim Koordinasi bisa memperoleh dukungan dan berjalan sesuai yang diharapkan.

2. Sosialisasi Wajar Dikdas

Jika Tim Koordinasi sebagaimana telah diuraikan di atas dibangun dalam rangka memperkuat kelembagaan yang diharapkan mampu menjadi motor penggerak dalam implementasi pelaksanaan Wajar Dikdas 9 tahun di semua tingkatan, dan karenanya hadir menjadi salah satu aktor atau pelaku kebijakan, maka kegiatan sosialisasi ditujukan dalam rangka meyakinkan arti pentingnya pelaksanaan kebijakan Wajar Dikdas 9 Tahun bisa dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.

Menurut penjelasan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur yang juga menjadi ketua Harian Tim Koordinasi, terdapat beberapa kegiatan strategis yang telah dirumuskan dalam rangka melaksanakan langkah sosialisasi Wajar Dikdas 9 tahun tersebut.

Yang pertama, adalah sosialisasi yang dilakukan melalui kegiatan pertemuan atau rapat dinas antara jajaran pimpinan Dinas P & K Kabupaten dengan para Kepala Cabang Dinas (Kacadin) yang diselenggarakan secara rutin setiap bulan. Melalui forum itulah pula, kinerja masing-masing Tim Koordinasi Wajar Dikdas tingkat kecamatan, bahkan desa, dievalusi, dibahas dan diumpanbalikan. Tidak sampai di situ, melalui forum itulah pula, berbagai masalah dan kendala yang muncul dalam proses sosialisasi diangkat dan dipecahkan. Tidak sampai di situ, demikian ditegaskan Kepala Dinas


(48)

Pendidikan Kabupaten Cianjur, melalui forum Rakor itulah pula akan dianugerahkan berbagai pujian dan penghargaan kepada setiap kecamatan yang berhasil dalam penyelenggaraan Wajar Dikdas, mulai dari aspek poses sampai kepada hasilnya.

Yang kedua, sosialisasi melalui pemanfaatan berbagai forum pertemuan strategis, seperti Rapat Koordinasi bulanan disetiap tingkatan yang melibatkan seluruh Dinas Instansi terkait. Agenda pokoknya adalah membahas dan merumuskan arti pentingnya keterlibatan berbagai Dinas/ instansi atau sektor terkait dalam pelaksanaan sosialisasi Wajar Dikdas sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

Yang ketiga, sosialisasi melalui berbagai media lain, khususnya media cetak, terutama media cetak lokal seperti Pakuan (Suplemen Harian Umum Pikiran Rakyat), Radar Bogor, Jurnalika dan sebagainya. Melalui media cetak inilah seluruh kebijakan Wajar Dikdas yang telah dirumuskan disosialisasikan, baik dalam bentuk opini maupun berita yang sengaja diterbitkan untuk membantu dan mendukung pelaksaanaan Wajar Dikdas 9 tahun. Singkatnya, melalui kegiatan sosialisasi semua informasi mengenai kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun bisa tersampikan. Dampak lebih jauhnya, melalui kegiatan sosialisasi dukungan masyarakat terhadai implenentasi kebijakan bisa diwujudkan

3. Pendataan Sasaran

Upaya ini dilakukan tidak saja dalam rangka membuat peta atau potret tentang pencapaian pendidikan dasar yang telah dicapai oleh masing-masing wilayah kecamatan sampai dengan Desa atau kelurahan, namun sekaligus juga dilakukan dalam rangka mempersiapkan dan memperjelas sasaran yang akan


(49)

menjadi fokus penggarapan kegiatan Wajar Dikdas 9 tahun menurut berbagai tingkatannya.

Intinya, berapa seluruh anak usia 7-15 tahun yang sedang dan tidak sedang sekolah, baik melalui jalur pendidikan formal maupun non formal, adalah sasaran pokok dari kegiatan pendataan yang secara serentak dilakukan oleh Tim yang dibentuk pada setiap Desa atau kelurahan, bahkan sampai dengan tingkat RT ini. Dan dari hasil pendataan yang dilakukan secara berjenjang inilah, nama dan alamat dari anak usia 7-15 tahun yang sedang tidak sekolah bisa diketahui untuk selanjutnya dijadikan sasaran penggarapan kegiatan Wajar Dikdas oleh Tim Wajar Dikdas di semua tingkatan.

Sebagai ilustrasi, berikut ini adalah bagan pelaksanaan pendataan sasaran dan mekanisme pelaporannya oleh Tim Wajar Dikdas pada semua tingkatan yang diangkat dari hasil penelitian :


(50)

Dari figur diatas, nampak bahwa secara sistem, pelaksanaan pendataan sasaran Wajar Dikdas 9 Tahun di Kabupaten Cianjur sudah dirancang dalam sebuah mekanisme yang terarah, diawali dengan pembentukan Tim Pendata yang menurut Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur sekaligus juga merupakan Tim Koordinasi Wajar Dikdas. Melalui Tim yang melibatkan

TIM TINGKAT KABUPATEN SK No. 421.10.05./KEP.97-KS/2007

Rekapitulasi

TIM TINGKAT KECAMATAN Instruksi Bupati Cianjur No. 421.10.05./Kep.97-KS/2007

Rekapitulasi

TIM TINGKAT DESA/ KECAMATAN Instruksi Bupati No.

421.10.05./Kep.97-KS/2007 Rekapitulasi

TIM TINGKAT RW/DUSUN Instruksi Bupati

N0. 421.10.05/Kep.97-KS/2007 Rekapitulasi

TIM TINGKAT RT Instruksi Bupati

N0. 421.10.05/Kep.97-KS/2007 Pelaksanaan Operasional Pendataan

FIGURE 4.11. MEKANISME PENDATAAN WAJAR DIKDAS 9 TAHUN KABUPATEN CIANJUR

INSTRUKSI ALUR LAPORAN


(51)

banyak sektor itulah, data sasaran Wajar Dikdas di data, bahkan disisir dan dilaporkan secara berjenjang ketingkat yang lebih atas.

Namun sayangnya, dari hasil penelitian pula terungkap bahwa proses pendataan sasaran tersebut baru sebatas dilaksanakan dalam rangka mengungkap nama dan alamat, sementara alasan atau motif mereka tidak bersekolah, apalagi sampai mengungkap klasifikasi anak miskin dan tidak miskin, sama sekali absen dari perhatian. Itulah pula yang kemudian menjadi salah satu penyebab munculnya kesulitan dalam merumuskan dan menyampaikan pesan sosialisasi atau motivasi dan penenrtuan progran intervensi yang perlu dilakukan dalam tahap berikutnya.

4. Upaya Peningkatan Akses

Berikut ini adalah deskripsi mengenai upaya yang telah dilakukan dalam rangka meningkatkan akses pendidikan bagi anak dari keluarga miskin yang diwujudkan dalam berbagai bentuk pengembangan program pelayanan pendidikan alternatif yang secara khusus lebih banyak diperuntukan dalam rangka menyediakan pelayanan pendidikan bagi anak dari keluarga miskin. Upaya ini juga sekaligus merupakan penjabaran dari arah kebijakan Wajar Dikdas yang telah ditetapkan.

a. Upaya Peningkatan Akses melalui Pengembangan SMP Cerdas Seatap Program ini pada intinya ditujukan dalam rangka memfasilitasi anak usia13-15 tahun, sebutlah lulusan SD/MI yang selama ini belum tertampung di sekolah setingkat SLTP yang ada, baik karena alasan geografis berupa jauhnya jarak domisili anak dengan sekolah, maupun karena alasan ekonomi berkait


(1)

2. Implikasi Bagi Para Pelaksana Kebijakan

Jika para penyelenggara negara, dengan kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya punya kewajiban untuk menyediakan landasan politis dan yuridis sekaligus mengontrol dan mengendalikan pelaksanaannya, termasuk menyediakan dukungan dana, tenaga dan sarana yang menjadi prasyarat keberhasilannya, maka adalah tugas birokrasi atau pelaksana pemerintahan disemua tingkatan untuk menjabarkan amanat Undang-undang yang telah dirumuskan para penyelenggara negara kedalam berbagai bentuk program dan kegiatan yang mampu memastikan bahwa seluruh anak usia 7-12 tahun, anak usia pendidikan dasar, bisa mengakses dan menikmati pendidikan dasarnya, lebih-lebih bagi anak dari keluarga yang kurang beruntung (diasadvantage families) alias miskin.

Namun perlu digaris bawahi bahwa bentuk program yang perlu dirumuskan tidak saja berkait dengan upaya untuk memperluas dan mengembangkan pembangunan pendidikan dari aspek supply-sidenya, sebutlah pula dari aspek pelayanannya, melainkan juga dari aspek demand-sidenya, dari aspek penggerakan dan motivasi masyarakatnya.

Harus jujur diakui, walaupun saat ini telah banyak upaya dilakukan pemerintah dalam rangka memperluas dan mendekatkan pelayanan pendidikan dasar kepada masyarakat, namun masih banyak anak dari keluarga tidak mampu, termasuk anak yang tinggal di daerah terpencil, yang belum tersentuh dengan pelayanan pendidikan. Bahkan kondisi itu diperburuk oleh miskinnya prasarana jalan dan sarana transfortasi yang


(2)

sering menjadi kendala bagi anak dari keluarga yang tinggal di daerah terpencil tidak bisa mengakses pendidikan dasar.

Bukan hanya itu, program pengembangan pelayanan pendidikan dasar yang dilakukan pemerintah selama ini pun ternyata masih banyak menyisakan agenda krusial. Sebagian diantara mereka masih ada yang menganggap, terutama dari kalangan masyarakat tidak mampu, bahwa sekolah bagi mereka bukanlah solusi yang dapat membantu memberdayakan kehidupan mereka, melainkan justeru dirasakan jadi beban. Persepsi itu tentu saja merupakan masukan sekaligus kritik bahwa kualitas pendidikan yang diselenggarakan pemerintah selama ini, terutama yang dilakukan dalam bentuk penylenggaraan pendidikan alternatif seperti SMP Terbuka dan sejenisnya masih dipertanyakan, dan karenanya harus diperbaiki.

Dari hasil penelitian ini juga terungkap bahwa program intervensi yang dilakukan pemrintah selama ini ternyata belum mampu menjawab masalah yang melekat pada anak dari keluarga miskin. Miskinnya kesadaran sebagian masyarakat miskin akan arti pentingnya pendidikan yang berakumulasi dengan kesulitan hidup yang harus dihadapi mereka, adalah masalah krusial tersendiri yang belum terjawab oleh implementasi kebijakan Wajar Dikdas yang diselenggarakan selama ini. Di situlah pula arti pentingnya merumuskan kebijakan dan program dengan menggunakan pendekatan integral, bukan parsial, apalagi sektoral.

Artinya, saatnya kini pemerintah mengintegrasikan implementasi kebijakan Wajar Dikdas 9 tahun ini dengan berbagai kebijakan dan program yang mampu menjawab semua masalah yang dihadapi anak dari keluarga


(3)

miskin. Tanpa pendekatan yang integral dan terpadu, akan sulit bagi pemerintah untuk bisa memastikan bahwa seluruh anak dari keluarga miskin bisa mengakses pendidikan dasar.

Hal itu juga sesuai dengan tesisnya Amartya Sen yang peraih Nobel Ekonomi tahun 2004 itu, bahwa dalam kemiskinan itu selalu melekat kemiskinan secara total, miskin secara ekonomi, miskin pengetahuan, miskin kesehatan, dan bahkan miskin kesadaran. Di situlah pula arti pentingnya mengintegrasikan program Wajar Dikdas 9 tahun dengan program pembangunan lainnya, terutama dengan program pemberdayaan ekonomi keluarga.

3. Implikasi Bagi Masyarakat

Dari hasil penelitian juga terungkap bahwa salah satu penyebab dari kurang efektifnya pelaksanaan Wajar Dikdas 9 Tahun di Kabupaten Cianjur selama ini adalah karena masyarakat ternyata belum banyak dilibatkan, baik dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta pengendaliannya.

Peran apa yang bisa disumbangkan masyarakat dalam mendukung keberhasilan Wajar Dikdas 9 tahun, adalah pertanyaan mendasar yang selama ini belum terjawab. Padahal melalui potensi yang dimilikinya, kehadiran partisipasi mereka dalam mendukung program Wajar Dikdas akan sangat membantu dalam menutupi keterbatasan yang dimiliki pemerintah. Bukan saja keterbatasan dalam penyediaan dukungan dana, tetapi mungkin juga keterbatasan dalam merumuskan gagasan atau pemikiran.


(4)

Bukan hanya itu, melalui keterlibatan masyarakat maka rasa tanggung jawab bahkan rasa memiliki mereka terhadap pembangunan pendidikan bisa dibangun. Memadukan kekuatan yang dimiliki pemerintah dengan potensi yang dimiliki masyarakat, itulah agenda strategis yang harus jadi pertimbangan ke depan. Itu pun jika semua pihak punya komitmen untuk meningkatkan efektivitas implementasi sebuah kebijakan.

Bahkan dalam konteks pembangunan yang berpusat kepada kepentingan manusia – poeple centered development sebagai paradigma baru pembangunan yang sering disuarakan belakangan ini, maka adalah kekeliruan besar jika keberadaan masyarakat diposisikan hanya sebagai obyek pembangunan, atau bahkan hanya sebagai pelaku pembangunan. Lebih jauh lagi, dalam paradigma baru pembangunan ini, masyarakat tidak hanya dijadikan semata sumber energi yang cenderung hanya dijadikan subyek atau pelaku pembangunan, melainkan mesti diposisikan sebagai ”sumber informasi” tempat banyak gagasan lahir. Singkatnya, dalam paradigma baru pembangunan ini – pembangunan yang berpusat pada kepetingan manusia – people centered development, adalah manusia, bukan yang lainnya, yang harus jadi sentral, dan karenanya harus menjadi tujuan pembangunan.

C. Rekomendasi

Sesuai dengan kesimpulan dan implikasinya, paling tidak ada beberapa rekomendasi yang perlu disampaikan sebagai bentuk saran dari hasil penelitian ini.


(5)

Pertama, kepada para perumus dan penentu kebijakan, saatnya agenda penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun ini diposisikan sebagai sebuah kebijakan yang sentral dan urgent. Tidak saja pada tataran politis, tetapi juga pada tataran yuridis yang mengikat dan bahkan mampu mendesak dan menggerakan semua stakeholder terkait terlibat aktif serta bertanggung jawab atas keberhasilan implementasinya. Itu sebabnya, kehadiran landasan hukum semacam Peraturan Daerah (Perda), atau paling tidak dalam bentuk Peraturan Bupati (Perbup) bisa merupakan salah satu alternatifnya.

Kedua, karena begitu berat dan kompleksnya masalah pendidikan yang dihadapi anak dari keluarga miskin, sebut pula berkait dengan banyak faktor saling terkait, maka penanganan atau intervensi program yang dilakukan dalam rangka akselerasi Wajar Dikdas 9 tahun itu dilakukan tidak dengan menggunakan pendekatan parsial, melainkan mesti menggunakan pendekatan integral. Artinya, saatnya penanganan akselerasi penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun saat ini dilakukan secara terintegrasi dengan pelaksanaan banyak program lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh dan bahkan menentukan dalam meringankan beban pendidikan bagi anak dari keluarga miskin.

Ketiga, menyadari begitu beratnya beban yang harus dipikul oleh pemerintah dalam pelaksanaan percepatan penuntasan Wajar Dikdas 9 tahun ini, lebih-lebih pula jika dikaitkan dengan keharusan untuk meningkatkan kualitas hasilnya, maka saatnya penanganannyapun melibatkan kemampuan yang ada dan dimiliki masyarakat. Di situlah pula arti pentingnya mengemas pelaksanaan percepatan Wajar Dikdas 9 tahun ini


(6)

dalam sebuah ”Gerakan Masyarakat” yang mampu mensinergikan sekaligus memadukan kekuatan yang dimiliki pemerintah dan potensi yang dimiliki masyarakat.