t ptk 0705881 chapter1(1)

(1)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

Sumber daya manusia merupakan unsur yang strategis dalam menentukan maju tidaknya suatu organisasi. Sumber daya yang dikelola adalah pekerja atau karyawan sebagai sumber daya manusia, serta mesin, material, uang dan informasi. Faktor pekerja sebagai sumber daya manusia merupakan faktor yang terpenting di antara faktor-faktor lainnya karena sumber daya manusia merupakan faktor yang merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan setiap kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan. Pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang terencana dan berkelanjutan merupakan kebutuhan mutlak suatu organisasi. Sebuah organisasi memerlukan manusia sebagai sumber daya manusia yang berkualitas yang diharapkan akan terus memajukan organisasi sebagai suatu wadah peningkatan produktivitas kerja.

Kedudukan strategis untuk meningkatkan produktivitas kerja dapat terwujud dengan meningkatkan semangat kerja maksimal para pegawainya. Lembaga pendidikan yang mampu membangun semangat kerja yang tinggi akan memperoleh banyak keuntungan. Dengan semangat kerja karyawan yang tinggi pekerjaan akan lebih cepat dapat diselesaikan, kerusakan dapat dikurangi, absensi dapat diperkecil, keluhan dapat dihindari, bahkan pemogokan dapat ditiadakan. Jadi, semangat kerja yang tinggi di kalangan karyawan akan menyebabkan kesenangan karyawan dalam melaksanakan tugasnya.


(2)

keuntungan yang besar sehingga mampu menjaga kelangsungan hidup usahanya. Karyawan yang mempunyai semangat kerja rendah akan sukar untuk mencapai hasil yang baik, bahkan lebih buruk lagi apabila karyawan menyerah jika menghadapi persoalan yang sulit, pasrah pada keadaan, dan tidak berusaha untuk mencari cara memecahkan persoalan. Berdasarkan hal tersebut, masalahnya adalah bagaimana membina semangat kerja yang tinggi untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan?

Untuk mengetahui kegiatan yang dilakukan oleh pegawai perlu adanya pengawasan, karena pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen. Pengawasan yang baik dilakukan bukan untuk melihat kekurangan atau kelemahan akan tetapi untuk mencegah, menghindari atau meniadakan segala bentuk penyelewengan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja yang timbul dalam suatu organisasi. Seorang pegawai dikatakan disiplin jika bersedia mematuhi semua peraturan serta melaksanakan tugas-tugasnya, baik secara sukarela maupun karena terpaksa. Peraturan sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan bagi pegawai dalam menciptakan tata tertib yang baik di organisasi, dengan tata tertib yang baik disiplin dan semangat kerja, moral kerja, efisiensi dan efektivitas kerja akan meningkat. Sedangkan pengawasan yang dilakukan adalah untuk memantau apakah pegawai sudah tertib dan mematuhi peraturan yang berlaku.

Disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan/organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku (Hasibuan, 1997:212). Adapun arti kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela


(3)

menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Sedangkan arti kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun tidak (Hasibuan ,1997:212).

Masalah yang masih dihadapi dunia pendidikan saat ini menurut Wardiman Djoyonegoro dalam wawancaranya dengan televisi Pendidikan Indonesia (TPI) tanggal 16 Agustus 2004, bahwa ada tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan sehingga dapat berkonstribusi terhadap peningkatan sumber daya manusia (SDM) yakni : 1) sarana gedung 2) buku yang berkualitas 3) guru dan tenaga kependidikan yang profesioanal. Ditegaskan juga oleh Wardiman bahwa saat ini ”hanya 43% guru yang memenuhi syarat dan layak untuk mengajar”, dengan kata lain sebagian besar guru (57%) tidak atau belum memenuhi syarat, tidak kompeten, dan tidak layak untuk mengajar.

Melihat kenyataan ini dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan yang harus dilakukan adalah meningkatkan semangat kerja tenaga kependidikan dan seluruh staf masyarakat sekolah. Guru dituntut untuk senantiasa melakukan pengembangan dengan meningkatkan dan menyesuaikan kompetensinya guna mengantisipasi perkembangan dan tantangan kehidupan global. Peran dan tanggung jawab guru pada masa mendatang akan semakin komplek sehingga perlu upaya dan usaha keras dari lembaga pendidikan untuk mempersiapkan peningkatan dan produktivitas dalam rangka menyesuaikan diri dengan tuntutan dunia global.


(4)

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Mesin dan Teknik Industri ( P4TKBMTI) Bandung, sebagai lembaga pendidikan bagi guru-guru SMK Teknik, seharusnya sudah merespon tantangan dunia global dengan mendidik guru-guru menjadi profesional di bidangnya melalui peningkatan kemampuan berbahasa Inggris. Penggunaan bahasa Inggris juga harus menjadi prioritas utama yang dikembangkan dalam menyelenggarakan pelatihan. Akan tetapi kenyataannya penggunaan bahasa Inggris hanya menyentuh level-level tertentu dan hanya digunakan pada kegiatan tertentu saja . Penggunaan Bahasa Inggris hanya pada kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan Internasional seperti seminar dan pada saat menerima kunjungan tamu internasional saja. Dari 105 orang tenaga pengajar atau widyaiswara yang ada di PPPPTK BMTI Bandung, hanya 20% saja yang mampu berbahasa Inggris dengan baik, hal ini dapat dilihat dari hasil nilai test TOEIC yang telah diselenggarakan oleh Direktorat PMPTK.- Jakarta pada bulan April 2007. Dari 150 orang yg mengikuti test hanya 10 orang yang mendapatkan skor diatas 450 dan hanya 3 orang yang mendapat skor diatas 600. Test TOEIC adalah test untuk mengukur kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris atau standar penilaian untuk mengukur kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris. Tes ini biasa digunakan oleh Negara-negara yang tidak menggunakan bahasa Inggris seperti di Eropa dan Asia. TOEIC digunakan unuk untuk mempersiapkan perusahaan dalam menerima tenaga kerjanya yang siap bekerja. TOEIC merupakan singkatan dari The Test of English for International Communication (TOEIC) is "an English language test designed specifically to


(5)

measure the everyday English skills of people working in an international environment." (Wikipedia, This page was last modified on 30 August 2009 at 02:21)

Dengan jumlah staf sebanyak 400 orang dan jumlah tenaga pengajar sebanyak 150 orang, penggunaan bahasa Inggris dalam kegiatan sehari-hari dan mengajar harus sudah mejadi kebiasaan, selain tugas pokoknya, Widyaiswara juga mempunyai tugas sebagai pengembang pendidikan yang bekerjasama dengan sekolah dan lembaga pendidikan lain di luar negeri untuk meningkatkan program pembelajaran, dan selalu terlibat dalam kegiatan yang berskala Internasional, sehingga mereka tidak hanya harus mempunyai pengetahuan berbahasa yang baik namun juga harus mempunyai sikap dan perilaku berbahasa yang baik pula. Untuk itu jelas bahwa berbahasa bukan hanya semata-mata membunyikan kata-kata atau menuliskan kalimat, akan tetapi lebih dari itu berbahasa adalah mengungkapkan bobot (pengetahuan berbahasa) dan bebet (sikap dan perilaku berbahasa).

Era globalisasi yang bercirikan persaingan tersebut akan ditentukan oleh kualitas SDM. Demikian pula dalam konteks organisasi, maka kualitas dan kompetensi para SDM yang menjadi asset organisasi, termasuk SDM organisasi pemeritah yaitu PNS perlu untuk terus ditingkatkan. Lembaga diklat mempunyai peranan yang sangat besar dan merupakan salah satu pintu utama untuk memasukinya. Human investment melalui diklat yang bermutu, akan melahirkan SDM aparatur yang bermutu juga dan pada akhirnya diharapkan akan membawa Indonesia untuk dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain.


(6)

Salah satu komponen diklat yang mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan sebuah diklat adalah pengajar atau widyaiswara. Widyaiswara memiliki tugas pokok, sebagaimana tercantum dalam Peraturan MENPAN No. PER/66/M.PAN/6/2005, yaitu mendidik, mengajar, dan/atau melatih PNS. Artinya, selain pada peserta pelatihan itu sendiri, keberhasilan peserta pelatihan dalam menyerap, mengerti dan memahami materi yang disampaikan dalam sebuah kegiatan pelatihan sebagian besar terletak di pundak widyaiswara. Dengan demikian, kesuksesan suatu program pengajaran diklat juga akan sangat ditentukan oleh kemampuan widyaiswara yang dimiliki oleh lembaga diklat tersebut.

Semua profesi dituntut untuk profesional di bidangnya masing-masing. Artinya bekerja menurut kaidah profesi. Tuntutan tersebut merupakan sebuah keniscayaan dalam birokrasi ketika tuntutan pelayan birokrasi semakin meningkat dalam kerangka good governance (Fanggidae, 2008). Dengan demikian, kesuksesan suatu program pengajaran diklat juga akan sangat ditentukan oleh kemampuan widyaiswara yang dimiliki oleh lembaga diklat tersebut.. Widyaiswara yang profesional akan memiliki kompetensi atau kemampuan memfasilitasi yang unggul dalam suatu proses pembelajaran/pelatihan. Widyaiswara yang profesional akan lebih mampu membawa dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan efektif serta akan lebih mampu mengelola kelasnya dan membawa peserta diklat pada pencapaian hasil belajar yang optimal. Pengertian istilah “profesional” adalah : a vocation in which professional knowledge of some department a learning science is used in its application to the


(7)

of other or in the practice of an art found it (Usman, 1997).

Dalam membahas kompetensi profesi widyaiswara berarti membahas profesionalisme widyaiswara. Untuk melakukan suatu kompetensi, seseorang memerlukan pengetahuan khusus, keterampilan proses, dan sikap. Kompetensi yang satu berbeda dengan kompetensi yang lain dalam hal jumlah bagian-bagiannya. Ada kompetensi yang lebih tergantung kepada pengetahuan, ada yang lebih tergantung pada proses. Untuk profesi widyaiswara, menurut penulis kompetensi harus ditekankan pada kedua wilayah tersebut, artinya widyaiswara dituntut untuk berpengetahuan yang up to date serta mampu menciptakan proses pembelajaran yang kondusif dan humanis. Seorang widyaiswara “wajib” mengetahui bagaimana seharusnya mereka mengajar atau memfasilitasi, selain itu widyaiswara harus berupaya secara terus menerus untuk mengembangkan dirinya. Tanggung jawab dalam mengembangkan profesi harus menjadi tuntutan kebutuhan pribadi widyaiswara, karena tanggung jawab mempertahankan dan mengembangkan profesi tidak dapat dilakukan oleh orang lain kecuali oleh widyaiswara itu sendiri. Widyaiswara juga harus peka dan tanggap terhadap perubahan, pembaharuan serta IPTEK yang terus berkembang sejalan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan pekembangan zaman. Disinilah tugas widyaiswara untuk berusaha meningkatkan wawasan ilmu pengetahuannya, meningkatkan kualitas pendidikannya (educational grade) sehingga dalam memfasilitasi dan menyampaikan materi kepada peserta diklat mampu mengikuti arus perkembangan atau tidak ketinggalan dengan perkembangan zaman.


(8)

Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Basuki (majalah Interaktif IWI Volume 2, September 2005) bahwa perlu adanya pengembangan Individu widyaiswara yang meliputi: pengembangan wawasan, pengembangan intelektual, pengembangan content expert, pengembangan dan peningkatan kemampuan dan keterampilan transfer expert, dan sikap mental serta prilaku. Apa yang disampaikan oleh Basuki tersebut hendaknya menjadi motivasi bagi para widyaiswara agar mereka mau dan mampu secara mandiri mengaplikasikannya, artinya tidak perlu menunggu action yang dilakukan oleh lembaga atau instansi di mana widyaiswara tersebut bernaung.

Andrew Singh (dalam Suprayitno, 2006), seorang pakar manajemen dari Singapura, menyatakan bahwa sumberdaya manusia dikatakan berkualitas di era modern ini apabila memiliki enam keterampilan, yaitu: speaking skill, thinking skill, interpersonal skill, network skill, growth, dan discipline. Mengadopsi pendapat pakar tersebut, menurut penulis keterampilan-keterampilan tersebut dapat pula diaplikasikan kedalam profesi widyaiswara. Sebagai pengajar, setiap widyaiswara diharapkan memiliki keterampilan berbicara, bagaimana mengungkapkan gagasan dan pendapat dengan baik, serta memberikan pengarahan dengan baik. Keterampilan ini dalam dunia kewidyaiswaraan merupakan kemampuan berbahasa dengan baik atau transfer expert. Dengan demikian widyaiswara diharapkan dapat berkomunikasi secara efektif. Untuk itu diperlukan penguasaan tidak hanya keterampilan berkomunikasi secara verbal, tetapi juga secara non verbal, agar dapat mengkomunikasikan ide dengan jelas dan sistematis, dan jika terpaksa melontarkan kritik tidak sampai menyinggung


(9)

perasaan peserta diklat, serta mampu merangsang audience (peserta diklat) untuk menanggapi usul yang dikemukakan.

Dengan demikian keberhasilan dalam diklat sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, dalam hal ini adalah widyaiswara. Kontribusi widyaiswara bagi organisasi sangat dominan, karena widyaiswara adalah tulang punggung organisasi diklat. Berhasil tidaknya suatu diklat ditentukan oleh unsur widyaiswara yang mampu membawa dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan efektif serta mampu mengelola kelasnya dan membawa peserta diklat pada pencapaian hasil belajar yang optimal. Seorang widyaiswara perlu diperlakukan dengan baik agar widyaiswara tetap bersemangat dalam bekerja. Kemampuan, kecakapan, dan keterampilan widyaiswara tidak ada artinya bagi organisasi jika mereka tidak mau bekerja keras dengan menggunakan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan yang dimilikinya. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa semangat kerja widyaiswara sangat penting dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi.

B. Identifikasi Masalah.

Masalah yang dapat diidentifikasi berdasarkan latar belakang adalah : 1. Kedisiplinan yang mempengaruhi produktivitas kerja.

2. Semangat kerja rendah mengakibatkan rendahnya kedisiplinan.

3. Penguasaan bahasa Inggris yang kurang akan menghambat penguasaan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

4. Penguasaan bahasa Inggris di kalangan widyaiswara PPPPTK BMTI Bandung masih kurang atau hanya berkisar 20 % sehingga


(10)

mengakibatkan pengembangan pendidikan yang bekerjasama dengan dengan luar negeri menjadi berkurang.

C. Perumusan Masalah.

Rumusan masalah dalam penelitian berdasarkan identifikasi masalah adalah “Bagaimanakah pengaruh kedisiplinan, kemampuan berbahasa Inggris terhadap semangat kerja Widyaiiswara P4TK BMTI Bandung?” .

Lebih jelasnya masalah yang akan diteliti sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh kedisiplinan terhadap semangat kerja Widyaiswara P4TK BMTI Bandung ?.

2. Bagaimanakah pengaruh kemampuan berbahasa Inggris terhadap semangat kerja Widyaiswara P4TK BMTI Bandung ?.

3. Bagaimanakah pengaruh kedisiplinan dan kemampuan berbahasa Inggris secara bersama-sama terhadap semangat kerja Widyaiswara P4TK BMTI Bandung ?.

D. Tujuan Penelitian.

Tujuan umum : Mengidentifikasi hubungan antara kedisiplinan dan kemampuan berbahasa Inggris dengan semangat kerja Widyaiswara di P4TKBMTI Bandung.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis hubungan kedisiplinan terhadap semangat kerja widyaiswara.

2. Menganalisis hubungan kemampuan berbahasa Inggris terhadap semangat kerja widyaiswara


(11)

3. Menganalisis hubungan kedisiplinan dan kemampuan berbahasa Inggris secara bersama-sama terhadap semangat kerja widyaiswara. E. Manfaat Penelitian.

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat untuk :

1) Bagi Pusat Pengembangan dan Pendidikan Tenaga Pendidik Bidang Mesin dan Teknik Industri. (P4TKBMTI) Bandung, penelitian ini berguna untuk tindak lanjut dalam meningkatan disiplin kerja dan disiplin belajar pegawai serta pengembangan kemampuan berbahasa Inggris yang ditunjukkan oleh peningkatan semangat kerja widyaiswara.

2) Bagi peneliti dapat menambah wawasan mengenai penelitian korelasional yang terkait kedisiplinan dan kemampuan berbahasa Inggris terhadap semangat kerja.

F. Kerangka Berpikir.

Gambar 1.1 Kerangka berpikir Kemampuan Berbahasa

Inggris : Reading Listening Writing Speaking

Semangat Kerja : Presensi.

Tanggungjawab

Disiplin Kerja sama Produktivitas. Kedisiplinan :

Faktor Kepribadian Faktor Lingkungan


(12)

G. Definisi Operasional

Agar lebih fokus dan memperjelas lingkup penelitian, berikut definisi- defenisi istilah (variabel) yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Disiplin

Maxwell dalam Aribowo (2008) Disiplin. Sinar harapan [online], halaman2. Tersedia : http: //WWW.Sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/ 2002/08/ 1/man 01. utm [9 Januari 2008] menuliskan : “ disiplin” sebagai suatu pilihan dalam hidup untuk memperoleh apa yang kita inginkan dengan melakukan hal apa yang tidak kita inginkan, atau dapat diartikan sebagai ketaatan dan pada peraturan”. Soegeng Prijodarminto (1992 : 56) bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, ketenteraman, keteraturan dan ketertiban. Sementara itu, Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel, (1990) mendefinisikan disiplin sebagai suatu proses bekerja yang mengarah kepada ketertiban dan pengendalian diri.

Dari beberapa pengertian yang diungkapkan di atas tampak bahwa disiplin pada dasarnya merupakan tindakan manajemen untuk mendorong agar para anggota organisasi dapat memenuhi berbagai ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi, yang di dalamnya mencakup: (1) adanya tata tertib atau ketentuan-ketentuan; (2) adanya kepatuhan para pengikut; dan (3) adanya sanksi bagi pelanggar. Penjaringan data kedisiplinan dilakukan melalui angket/lembar evaluasi mengajar dan lembar observasi kinerja.


(13)

2. Kemampuan berbahasa Inggris.

Menurut Chaplin (1997, p, 34), ”ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan”. ”Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek”. (Robbins, 2000, p. 46). Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan (ability) berbahasa Inggris adalah kecakapan atau potensi menguasai bahasa Inggris yang merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya. Penjaringan data kemampuan berbahasa Inggris dilakukan melalui test TOEIC.

3. Semangat kerja.

Alex Nitisemito (1991 : 160) berpendapat bahwa: “Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan akan diharapkan lebih cepat dan l ebih baik.” Selanjutnya Alexander Leigton (Moekijat 1989 : 130) menambahkan bahwa: “Semangat kerja atau moril kerja adalah kemampuan sekelompok orang untuk bekerja sama dengan giat dan konsekuen dalam mengejar tujuan bersama”. Berdasarkan dua definisi tentang semangat kerja tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa semangat kerja merupakan sikap mental individu atau kelompok yang terdapat dalam suatu organisasi yang menunjukkan rasa kegairahan di dalam melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaan dan mendorong mereka untuk bekerja secara lebih baik dan lebih produktif. Penjaringan data semangat kerja dilakukan melalui angket/lembar evaluasi mengajar dan lembar observasi kinerja.


(1)

Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Basuki (majalah Interaktif IWI Volume 2, September 2005) bahwa perlu adanya pengembangan Individu widyaiswara yang meliputi: pengembangan wawasan, pengembangan intelektual, pengembangan content expert, pengembangan dan peningkatan kemampuan dan keterampilan transfer expert, dan sikap mental serta prilaku. Apa yang disampaikan oleh Basuki tersebut hendaknya menjadi motivasi bagi para widyaiswara agar mereka mau dan mampu secara mandiri mengaplikasikannya, artinya tidak perlu menunggu action yang dilakukan oleh lembaga atau instansi di mana widyaiswara tersebut bernaung.

Andrew Singh (dalam Suprayitno, 2006), seorang pakar manajemen dari Singapura, menyatakan bahwa sumberdaya manusia dikatakan berkualitas di era modern ini apabila memiliki enam keterampilan, yaitu: speaking skill, thinking skill, interpersonal skill, network skill, growth, dan discipline. Mengadopsi pendapat pakar tersebut, menurut penulis keterampilan-keterampilan tersebut dapat pula diaplikasikan kedalam profesi widyaiswara. Sebagai pengajar, setiap widyaiswara diharapkan memiliki keterampilan berbicara, bagaimana mengungkapkan gagasan dan pendapat dengan baik, serta memberikan pengarahan dengan baik. Keterampilan ini dalam dunia kewidyaiswaraan merupakan kemampuan berbahasa dengan baik atau transfer expert. Dengan demikian widyaiswara diharapkan dapat berkomunikasi secara efektif. Untuk itu diperlukan penguasaan tidak hanya keterampilan berkomunikasi secara verbal, tetapi juga secara non verbal, agar dapat mengkomunikasikan ide dengan jelas dan sistematis, dan jika terpaksa melontarkan kritik tidak sampai menyinggung


(2)

perasaan peserta diklat, serta mampu merangsang audience (peserta diklat) untuk menanggapi usul yang dikemukakan.

Dengan demikian keberhasilan dalam diklat sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, dalam hal ini adalah widyaiswara. Kontribusi widyaiswara bagi organisasi sangat dominan, karena widyaiswara adalah tulang punggung organisasi diklat. Berhasil tidaknya suatu diklat ditentukan oleh unsur widyaiswara yang mampu membawa dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan efektif serta mampu mengelola kelasnya dan membawa peserta diklat pada pencapaian hasil belajar yang optimal. Seorang widyaiswara perlu diperlakukan dengan baik agar widyaiswara tetap bersemangat dalam bekerja. Kemampuan, kecakapan, dan keterampilan widyaiswara tidak ada artinya bagi organisasi jika mereka tidak mau bekerja keras dengan menggunakan kemampuan, kecakapan, dan keterampilan yang dimilikinya. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa semangat kerja widyaiswara sangat penting dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi.

B. Identifikasi Masalah.

Masalah yang dapat diidentifikasi berdasarkan latar belakang adalah : 1. Kedisiplinan yang mempengaruhi produktivitas kerja.

2. Semangat kerja rendah mengakibatkan rendahnya kedisiplinan.

3. Penguasaan bahasa Inggris yang kurang akan menghambat penguasaan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

4. Penguasaan bahasa Inggris di kalangan widyaiswara PPPPTK BMTI Bandung masih kurang atau hanya berkisar 20 % sehingga


(3)

mengakibatkan pengembangan pendidikan yang bekerjasama dengan dengan luar negeri menjadi berkurang.

C. Perumusan Masalah.

Rumusan masalah dalam penelitian berdasarkan identifikasi masalah adalah “Bagaimanakah pengaruh kedisiplinan, kemampuan berbahasa Inggris terhadap semangat kerja Widyaiiswara P4TK BMTI Bandung?” .

Lebih jelasnya masalah yang akan diteliti sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaruh kedisiplinan terhadap semangat kerja Widyaiswara P4TK BMTI Bandung ?.

2. Bagaimanakah pengaruh kemampuan berbahasa Inggris terhadap semangat kerja Widyaiswara P4TK BMTI Bandung ?.

3. Bagaimanakah pengaruh kedisiplinan dan kemampuan berbahasa Inggris secara bersama-sama terhadap semangat kerja Widyaiswara P4TK BMTI Bandung ?.

D. Tujuan Penelitian.

Tujuan umum : Mengidentifikasi hubungan antara kedisiplinan dan kemampuan berbahasa Inggris dengan semangat kerja Widyaiswara di P4TKBMTI Bandung.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis hubungan kedisiplinan terhadap semangat kerja widyaiswara.

2. Menganalisis hubungan kemampuan berbahasa Inggris terhadap semangat kerja widyaiswara


(4)

3. Menganalisis hubungan kedisiplinan dan kemampuan berbahasa Inggris secara bersama-sama terhadap semangat kerja widyaiswara. E. Manfaat Penelitian.

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat untuk :

1) Bagi Pusat Pengembangan dan Pendidikan Tenaga Pendidik Bidang Mesin dan Teknik Industri. (P4TKBMTI) Bandung, penelitian ini berguna untuk tindak lanjut dalam meningkatan disiplin kerja dan disiplin belajar pegawai serta pengembangan kemampuan berbahasa Inggris yang ditunjukkan oleh peningkatan semangat kerja widyaiswara.

2) Bagi peneliti dapat menambah wawasan mengenai penelitian korelasional yang terkait kedisiplinan dan kemampuan berbahasa Inggris terhadap semangat kerja.

F. Kerangka Berpikir.

Gambar 1.1 Kerangka berpikir Kemampuan Berbahasa

Inggris : Reading Listening Writing Speaking

Semangat Kerja : Presensi.

Tanggungjawab

Disiplin Kerja sama Produktivitas. Kedisiplinan :

Faktor Kepribadian Faktor Lingkungan


(5)

G. Definisi Operasional

Agar lebih fokus dan memperjelas lingkup penelitian, berikut definisi- defenisi istilah (variabel) yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Disiplin

Maxwell dalam Aribowo (2008) Disiplin. Sinar harapan [online], halaman2. Tersedia : http: //WWW.Sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/ 2002/08/ 1/man 01. utm [9 Januari 2008] menuliskan : “ disiplin” sebagai suatu pilihan dalam hidup untuk memperoleh apa yang kita inginkan dengan melakukan hal apa yang tidak kita inginkan, atau dapat diartikan sebagai ketaatan dan pada peraturan”. Soegeng Prijodarminto (1992 : 56) bahwa disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, ketenteraman, keteraturan dan ketertiban. Sementara itu, Jerry Wyckoff dan Barbara C. Unel, (1990) mendefinisikan disiplin sebagai suatu proses bekerja yang mengarah kepada ketertiban dan pengendalian diri.

Dari beberapa pengertian yang diungkapkan di atas tampak bahwa disiplin pada dasarnya merupakan tindakan manajemen untuk mendorong agar para anggota organisasi dapat memenuhi berbagai ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi, yang di dalamnya mencakup: (1) adanya tata tertib atau ketentuan-ketentuan; (2) adanya kepatuhan para pengikut; dan (3) adanya sanksi bagi pelanggar. Penjaringan data kedisiplinan dilakukan melalui angket/lembar evaluasi mengajar dan lembar observasi kinerja.


(6)

2. Kemampuan berbahasa Inggris.

Menurut Chaplin (1997, p, 34), ”ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan”. ”Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktek”. (Robbins, 2000, p. 46). Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan (ability) berbahasa Inggris adalah kecakapan atau potensi menguasai bahasa Inggris yang merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya. Penjaringan data kemampuan berbahasa Inggris dilakukan melalui test TOEIC.

3. Semangat kerja.

Alex Nitisemito (1991 : 160) berpendapat bahwa: “Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan akan diharapkan lebih cepat dan l ebih baik.” Selanjutnya Alexander Leigton (Moekijat 1989 : 130) menambahkan bahwa: “Semangat kerja atau moril kerja adalah kemampuan sekelompok orang untuk bekerja sama dengan giat dan konsekuen dalam mengejar tujuan bersama”. Berdasarkan dua definisi tentang semangat kerja tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa semangat kerja merupakan sikap mental individu atau kelompok yang terdapat dalam suatu organisasi yang menunjukkan rasa kegairahan di dalam melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaan dan mendorong mereka untuk bekerja secara lebih baik dan lebih produktif. Penjaringan data semangat kerja dilakukan melalui angket/lembar evaluasi mengajar dan lembar observasi kinerja.