Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsepsi Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga tentang Kesebangunan dan Kekongruenan T1 202010107 BAB II

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1.
Prakonsep
Menurut Soedjadi (1995) pra konsep adalah konsep awal yang
dimiliki seseorang tentang suatu objek. Didalam proses pembelajaran
setiap siswa sudah mempunyai pengetahuan awal dari pengalaman dan
pembelajaran yang sudah didapat sebelumnya. Pengetahuan awal siswa
dipakai sebagai pegangan guru dalam pembelajaran selanjutnya sehingga
pengetahuan awal atau prakonsep diartikan sebagai konsep yang dimiliki
siswa sebelum proses pembelajaran berlangsung, meskipun mereka sudah
pernah mendapatkan pelajaran tersebut sebelumnya (Suparno, 2005).
Contoh prakonsep dalam matematika misalnya: Ketika kita akan
mempelajari sistem persamaan linier maka kita terlebih dahulu memahami
konsep aljabar.
2.

Konsep
Ormrod (2008) menyatakan bahwa konsep merupakan cara
mengelompokkan dan mengkategorikan secara mental berbagai objek

atau peristiwa yang mirip dalam hal tertentu. Konsep merupakan inti
pemikiran kita, beberapa ahli memandangnya sebagai unit pikiran yang
paling kecil (Ferrari dan Elik, 2003). Selain itu, konsep juga kadang-kadang
memadatkan berbagai macam informasi menjadi sebuah entitas tunggal
karena itu dapat mengurangi beban memori kerja yang kapasitasnya
memang terbatas (Bruner, 1996; Ormrod 2008). Ormrod juga
berpendapat bahwa siswa tidak sepenuhnya memahami suatu konsep
sampai mereka dapat mengidentifikasi baik contoh maupun yang bukan
contoh dari konsep itu dengan tingkat keakuratan tinggi.
Piaget (Ormrod, 2008) menggagaskan tentang anak-anak makin
mampu berfikir tentang gagasan-gagasan abstrak seiring semakin
bertambah usianya. Kecenderungan ini tercermin dalam perkembangan
konsep mereka (Gagne, 1985; Liu dkk 2001). Bagian yang penting dari
menguasai konsep adalah mempelajari keterkaitannya dengan konsepkonsep lain.
Heruman (2010) memaparkan pembelajaran yang ditekankan pada
konsep-konsep matematika yaitu:
1) Penanaman Konsep Dasar
(Penanaman Konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru
matematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut; 2)
5


6

Pemahaman Konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman
konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep
matematika; 3) Pembinaan Keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan
dari penanaman konsep dan pemahaman konsep. Pembelajaran
pembinaan keterampilan bertujuan agar siswa lebih terampil dalam
menggunakan berbagai konsep matematika.
Selain itu cara mengajarkan konsep menurut Panjaitan (2012) ada
empat cara yang pertama adalah dengan cara membandingkan obyek
matematika yang termasuk konsep dan yang tidak termasuk konsep.
Sebagai contoh, ketika membahas pengertian segitiga siku-siku, seorang
guru dapat memaparkan gambar bangun datar yang merupakan segitiga
siku-siku dan yang bukan segitiga siku-siku.
Cara yang kedua adalah dengan pendekatan deduktif, dimana
proses pembelajarannya dimulai dari definisi dan diikuti dengan contohcontoh dan yang bukan contohnya. Ketika membahas pengertian atau
konsep segitiga siku-siku; seorang guru SD dapat memulai proses
pembelajarannya dengan mengemukakan definisi bahwa: “Segitiga sikusiku adalah suatu segitiga yang salah satu sudutnya berbentuk siku-siku”.
Dengan definisi atau pengertian itu sang guru lalu membahas contoh

segitiga siku-siku dan yang bukan segitiga siku-siku. Hal ini dapat
dilakukan dengan tanya jawab, sehingga para siswa dapat menentukan
mana yang termasuk segitiga siku-siku dan mana yang bukan beserta
sebab-sebabnya.
Cara yang ketiga adalah dengan pendekatan induktif, dimulai dari
contoh lalu membahas definisinya. Cara yang terakhir adalah dengan
kombinasi deduktif dan induktif, dimulai dari contoh lalu membahas
definisinya dan kembali ke contoh, atau dimulai dari definisi lalu
membahas contohnya lalu kembali membahas definisinya.
Konsep juga mempunyai tingkat pencapaian konsep, Klausmeier
(Dahar, 2011) menghipotesiskan bahwa ada empat tingkatan pencapaian
konsep, yaitu tingkat konkret, tingkat identitas, tingkat klasifikasi, dan
tingkat formal. Tingkat konkret dapat disimpulkan bahwa seseorang telah
mencapai konsep pada tingkat konkret apabila seseorang itu mengenal
suatu benda yang telah dihadapinya. Siswa harus dapat memperlihatkan
benda itu dan dapat membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang
ada di lingkungannya. Selanjutnya siswa harus menyajikan benda itu
sebagai suatu gambaran mental dan menyimpan gambaran mental itu.

7


Tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu objek: a) sesudah
selang waktu; b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang (spatial
orientation) yang berbeda terhadap objek itu; atau c) bila objek itu
ditentukan melalui suatu cara indra yang berbeda, misalnya mengenal
suatu bola dengan cara mnyentuh bola itu bukan melihatnya.
Tingkat klasifikasi siswa mengenal persamaan (equivalence) dari
dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Walaupun siswa itu tidak
dapat menentukan kriteria atribut ataupun menentukan kata yang dapat
mewakili konsep itu, ia dapat mengklasifikasikan contoh dan noncontoh
konsep, sekalipun contoh dan noncontoh itu mempunyai banyak atribut
yang mirip.
Tingkat formal siswa harus dapat menentukan atribut-atribut yang
membatasi konsep. Selain itu siswa dapat memberi nama konsep,
mendefinisikan konsep itu dalam atribut-atribut kriterianya,
mendiskriminasi dan memberi nama atribut-atribut yang membatasi,
dan mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh dan noncontoh
konsep.
3.


Konsepsi
Konsepsi menurut Berg (1991) adalah tafsiran perorangan
terhadap banyak konsep berbeda-beda. Saptono (Finatri dkk., 2007)
mendefinisikan konsepsi sebagai kemampuan memahami konsep, baik
yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan maupun konsep yang
diperoleh dari pendidikan formal.
Konsepsi siswa menurut PMR (Pendekatan Matematika Realistik)
sebagai berikut (Daryanto dkk, 2012):
a. Siswa mempunyai seperangkat konsep alternatif tentang ide ide
matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya
b. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk
pengetahuan itu untuk dirinya sendiri
c. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang
meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan,
penyusunan kembali dan penolakan
d. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri
berasal dari seperangkat ragam pengalaman
e. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya, dan jenis kelamin
mampu memahami dan mengerjakan matematik


8

Selain itu penelitian Driver (Sutriyono, 1999) tentang konsepsi
siswa mengenai berbagai obyek peristiwa menunjukkan ciri-ciri umum
pemahaman siswa dan menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
konsepsi, diantaranya :
a. Pemikiran siswa bersifat personal
Setiap siswa mempunyai konsepsi tentang berbagai hal
secara berbeda atau bersendirian. Semua itu bergantung pada
pengalaman dan pembentukan pengetahuan berdasarkan
corak pemikiran yang dipunyai siswa tersebut. Setiap siswa
mengadakan pengabstrakan reflektif secara berbeda-beda
atau bersendirian berdasarkan corak pemikiran yang
dipunyainya, namun perlu disadari bahwa pemikiran siswa
bersifat personal tidak berarti bahwa pemikiran itu tidak
dipunyai orang lain.
b. Ide-ide siswa nampak tidak koheren
Siswa seringkali mempunyai beberapa konsepsi yang
berbeda tentang suatu hal atau gejala tertentu. Konsepsi yang
berbeda itu digunakan untuk menjelaskan atau meramalkan

dalam konteks yang berbeda-beda pula. Seringkali konsepsi
yang berbeda-beda itu membawa pertentangan bila
dipandang dari acuan ilmuwan. Tentu saja tidak
mengherankan mengapa sering terjadi penjelasan berbeda
dari siswa yang berbeda untuk satu fenomena yang sama.
c. Ide siswa bersifat stabil
Sering dijumpai bahwa sekalipun siswa telah mengikuti
pelajaran dari guru, pemikirannya tidak berubah (bersifat
stabil). Meskipun pengajar telah mencoba untuk
mengubahnya sesuai dengan konsep ilmuwan. Hal ini
dikarenakan corak pemikiran yang dipunyai siswa tersebut
begitu kuat sehingga banyak konteks akan selalu diasimilasi
secara sama.
d. Pemikiran siswa banyak didominasi oleh persepsi
Banyak pemikiran siswa masih didominasi oleh hal yang
teramati secara langsung berdasarkan pengalaman yang
dilihatnya.
e. Pusat perhatian siswa terbatas

9


Banyak kasus para siswa hanya memperhatikan aspekaspek tertentu saja dari suatu peristiwa. Pusat perhatian
tergantung pada hal-hal yang kelihatan mencolok.
4.

Kontruktivisme
Kontruktivisme menjelaskan bahwa pengetahuan seseorang adalah
bentukan (konstruksi) orang itu sendiri (Suparno, 2001). Konstruktivisme
lebih menekankan pada perkembangan konsep dan pengertian yang
mendalam (Suparno, 1997). Fosnot (Suparno,1997) memaparkan
Konstruktivisme lebih menekankan pengetahuan sebagai konstruksi aktif si
pelajar. Nik Aziz (Sutriyono, 2012) juga menjelaskan konstruktivisme
menekankan bahwa pengetahuan matematika perlu dibangun atau
dikonstruksi sendiri oleh individu melalui tiga aktivitas dasar yang terdiri
dari pelibatan aktif, refleksi, dan pengabstrakan.
Pembelajaran, konstruktivisme memandang sebagai suatu proses
sosial (wacana) membangun pengetahuan (yang ilmiah) yang dipengaruhi
oleh pengetahuan awa, pamdangan, dan keyakinan peserta didik serta
pengaruh pendidik (Tobin et al., 1994; Gunstone, 2002; Suratno,2008).
Selain itu, pembelajaran konstruktivisme dapat dipahami sebagai teori

tentang pembentukan makna yang di dalamnya berisi penjelasan tentang
hakikat pengetahuan dan bagaimana manusia belajar (Saptono, 2011).
Pembelajaran konstruktivisme peran guru tidak sekadar menjadi pemberi
pengetahuan namun guru berperan sebagai pemandu, fasilitator, dan
rekan penjelajah yang mendorong pembelajar untuk bertanya, menantang,
dan memformulasikan gagasan-gagasan, pendapat-pendapat dan
kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri (Saptono, 2011).
Berikut prinsip-prinsip teori konstruktivisme menurut Driver (Suparno,
1997) adalah a) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara
personal atau sosial, b) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru
kepada siswa kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar,
c) siswa aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga terjadi perubahan
konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan
konsep ilmiah, dan d) guru sekedar membantu menyediakan sarana dan
situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.

10

5.


Konsep Kesebangunan dan Kekongruenan

Gambar 2.1 Peta Konsep
Kesebangunan bangun datar terdiri dari dua bangun datar yaitu
dua bangun datar kongruen dan dua bangun datar sebangun. Berikut
syarat-syarat dua bangun datar sebangun dan dua bangun datar kongruen:
a. Syarat dua bangun datar dikatakan sebangun :
1) Mempunyai sudut-sudut yang bersesuaian sama besar
2) Panjang sisi-sisi yang bersesuaian dari kedua bangun itu
memiliki perbandingan senilai

Gambar 2.2 Dua Bangun Datar yang Sebangun
b. Syarat dua bangun datar dikatakan kongruen
1) Mempunyai bentuk ukuran sama
2) Mempunyai sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang
3) Mempunyai sudut-sudut yang bersesuaian sama besar

Gambar 2.3 Dua Bangun Datar yang Kongruen

11


c. Sifat-sifat segitiga sebangun
1) Sisi-sisi yang bersesuaian sebanding (S-S-S)
2) Sudut-sudut yang seletak sama besar (Sd-Sd-Sd)
3) Satu sudut sama besar dan kedua sisi yang mengapitnya
sebanding (S-Sd-S)
d. Sifat-sifat segitiga kongruen
1) Sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang
2) Sudut-sudut yang bersesuaian sama besar
e. Syarat segitiga kongruen
1) Sisi-sisi yang bersesuaian sama panjang (S-S-S)
2) Dua sisi yang bersesuaian sama panjang dan dua sudut yang
diapitnya sama besar (S-Sd-S)
3) Dua sudut yang bersesuaian sama besar dan sisi yang berada
di antaranya sama panjang (Sd-S-Sd)
4) Dua sudut yang bersesuaian sama besar dan sisi yang berada
dihadapannya sama panjang (Sd-Sd-S)
B. Penelitian yang relevan
Sehubungan dengan masalah yang akan diteliti, terlebih dahulu mencari
dan menemukan penelitian yang relevan untuk mendukung penelitian yang
dilakukan. Penelitian yang dilakukan Kesumawati (2008) yang berjudul
Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika dengan
tujuan pencapaian dalam menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat dalam pemecahan masalah. Hasil dari penelitian tersebut yakni
pemahaman konsep merupakan bagian yang sangat penting dalam proses
pembelajaran matematika. Pemahaman konsep matematik juga merupakan
landasan penting untuk menyelesaikan persoalan-persoalan dalam kehidupan
sehari-hari.
Penelitian yang dilakukan Nuraeni (2013) dengan judul Konsepsi Siswa
Kelas VII SMP Negeri 2 Banyubiru tentang Segiempat dengan tujuan untuk
mengetahui konsepsi siswa SMP tersebut. Penelitian ini menghasilkan
konsepsi siswa tentang segiempat berbeda-beda antara siswa satu dengan
yang lain. Siswa tidak dapat menggeneralisasikan konsep bangun datar
segiempat. Siswa tidak dapat menyatakan bahwa persegi bagian dari
kelompok belah ketupat dan persegi panjang, belah ketupat bagian dari
kelompok layang-layang, serta belah ketupat dan persegi panjang bagian dari

12

jajargenjang. Siswa dalam menentukan bangun-bangun datar yang termasuk
dalam jenis bangun segiempat tertentu masih banyak yang hanya terpaku
kepada bentuk gambar, bukan ciri-ciri bangun segiempat yang dimaksud.
Penelitian yang dilakukan Ardhianingsih (2008) dengan judul Pemahaman
Siswa Kelas V SD tentang Bangun Datar dan Bangun Ruang bertujuan untuk
mengetahui konsep-konsep dalam bangun datar dan bangun ruang. Hasil dari
penelitian menunjukkan bahwa penjelasan siswa tentang bangun ruang dan
bangun datar yang diberikan secara tertulis seringkali tidak diikuti dengan
penjelasan figuratif yang tetap. Hasil penelitian banyak juga ditemui bahwa
penjelasan tertulisnya benar tapi penjelasan figuratifnya tidak sesuai.
Sebaliknya penjealsan figuratifnya benar tetapi penjelasan tertulisnya kurang
tepat. Penjelasan tertulis saja tidak cukup bagi seorang guru untuk
meyakinkan bahwa siswa sudah paham dengan konsep yang diberikan.
Penelitian ini fokus pada konsepsi siswa tentang kesebangunan dan
kekongruenan. Berbeda dengan penelitian sebelumnya tentang kesebangunan
dan kekongruenan yang sebagian besar berorientasi pada PTK atau
membandingkan antar kedua model pembelajaran atau lebih yang kurang
membahas tentang konsepsi kesebangunan dan kekongruenan. Penelitian ini
adalah penitian deskriptif kualitatif dengan teknik yang digunakan wawancara
semi terstruktur dengan tujuan menggali konsepsi siswa tentang
kesebangunan dan kekongruenan. Subyek penelitian ini adalah 6 siswa kelas
IX SMP Negeri 2 Salatiga.

Dokumen yang terkait

Soal Dan Pembahasan Kesebangunan Dan Kekongruenan Kelas IX SMP

8 250 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kepedulian Sosial Melalui Bimbingan Kelompok pada Siswa Kelas IX Unggulan SMP Negeri 2 Salatiga T1 132009064 BAB II

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsepsi Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga tentang Kesebangunan dan Kekongruenan

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsepsi Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga tentang Kesebangunan dan Kekongruenan T1 202010107 BAB I

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsepsi Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga tentang Kesebangunan dan Kekongruenan T1 202010107 BAB IV

0 0 43

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsepsi Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga tentang Kesebangunan dan Kekongruenan T1 202010107 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsepsi Siswa Kelas IX SMP Negeri 2 Salatiga tentang Kesebangunan dan Kekongruenan

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kemantapan Pengambilan Keputusan Karir Siswa Kelas IX di SMP Negeri 9 Salatiga T1 132008047 BAB II

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Empati Antara Siswa Laki-Laki dan Perempuan pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 3 Salatiga T1 132008010 BAB II

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konsepsi Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Banyubiru Tentang Segiempat T1 202009003 BAB II

0 0 10