145 445 1 RV

Chairun N; Reformasi Administrasi Publik 92

REFORMASI ADMINISTRASI PUBLIK:
SEBUAH KAJIAN KONSEPTUAL

Chairun Nasirin
Staf Pengajar STIKES Mataram
ABSTRACT

Public administration reform is a change rationally designed as a form of
response to internal problems and changes in environmental demands of public
administration, both internally and externally. Public Administration Reform
purpose ends on improving the performance of public administration in all its
dimensions for the benefit of the public at large. Public administration reform is
not solely a scientific assessment "complete" above the words together scientific,
systematic and objective, but also as an art (arts) at the level of implementation
through the expertise of the designer to choose a reformist and combine the
Classical paradigm, NPM and NPS .
Key Word: public administration, reform, performance
PENDAHULUAN
Situasi

ekologi
eksternal
administrasi
publik
mengalami
perkembangan cepat di abad 21 ini
yang meliputi aspek sosial, politik,
ekonomi,
budaya
dan
juga
perubahan lingkungan fisik seperti
adanya global warming, polusi,
bencana
alam
tsunami
dan
sebagainya.
Arena
perubahan

tersebut berada dalam pusaran
globalisasi yang menjelaskan situasi
abad 21 ini sebagai fenomena
terintegrasinya dunia ke dalam suatu
tata nilai yang relatif sama dan
membuat
batas-batas
negara
melemah, sehingga interaksi aktor
politik, ekonomi, sosial dan budaya
terjadi secara langsung melintasi
antar
negara
melalui
media
perkembangan teknologi informasi
dan
komunikasi.
Kenyataan
ini

membuat
globalisasi
adalah
fenomena erosi ruang kelembagaan
(deinstitutionalization of space ) atau
proses lokalisasi dunia menjadi
seperti sebuah desa (small village).
Sementara
sisi
ekologi
internal
administrasi publik cenderung masih
terkukung
dalam
praktek
maladministration
seperti
budaya

korupsi, kolusi, nepotisme, boros,

inefisiensi, dis-orientasi, kaku dan
lamban.
Pertanyaannya
adalah
bagaimanakah
model
Reformasi
Administrasi Publik dalam situasi
perubahan lingkungan eksternalnya
yang begitu cepat dan disisi lain
kondisi
internalnya
terbelenggu
dalam stagnasi?. Pada konteks inilah
tulisan ini disusun dengan fokus
pembahasan
pada
kompleksitas
Reformasi Administrasi Publik dalam
merespon perkembangan lingkungan

internal dan eksternalnya.
REFORMASI
ADMINISTRASI
PUBLIK
:
KONSEP,
RUANG
LINGKUP DAN TUJUAN
Konsepsi Reformasi Administrasi
Publik yang digunakan dalam tulisan
ini
diantaranya
mengacu
pada
pendapat Gerald E. Caiden dalam
bukunya
“Prospects
for
Administrative Reform in Israel
(1969) yang diulas oleh Sasli Rais

dan Dance Y. Flassy. Menurut Caiden
(1969: 69) Reformasi Administrasi
Publik didefinisikan sebagai ‘the
artificial
inducement
of
administrative
transformation
againts resistance’. Definisi Caiden

ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825

Chairun N; Reformasi Administrasi Publik 93

ini mengandung beberapa implikasi:
(1) Reformasi Administrasi Publik
merupakan kegiatan yang dibuat
oleh manusia (man made), tidak
bersifat eksidental, otomatis maupun

alamiah; (2) Reformasi Administrasi
Publik merupakan suatu proses; dan
(3) Resistensi beriringan dengan
proses Reformasi Administrasi Publik.
Wallis
(1989)
sebagaimana
dijelaskan oleh Ginandjar (2005)
mengartikan reformasi administrasi
sebagai
induced,
permanent
improvement
in
administration.
Batasan ini memuat tiga aspek
penting, yakni : (1) Perubahan harus
merupakan perbaikan dari keadaan
sebelumnya. (2) Perbaikan diperoleh
dengan

upaya
yang
disengaja
(deliberate) dan bukan terjadi secara
kebetulan atau tanpa usaha. (3)
Perbaikan
yang
terjadi
bersifat
jangka panjang dan tidak sementara,
untuk kemudian kembali lagi ke
keadaan semula. Ada persamaan dari
definisi diatas yaitu memahami
Reformasi
Administrasi
Publik
sebagai sebuah proses yang didesain
secara sadar oleh manusia untuk
memperbaiki keadaan. Keduanya
juga bertitik tolak dari kondisi-kondisi

yang problematis,
seperti
maladministration, patologi administrasi
publik,
red
type,
sehingga
mendorong
pemikiran
tentang
perlunya
perubahan
administrasi
publik. Ketika mainstream utamanya
adalah
perubahan,
maka
akan
memunculkan
varian

pemikiran
seperti mengembalikan administrasi
publik kepada spirit originalnya,
misalnya
reformasi
dengan
paradigma old public administration
atau reformasi secara mendasar dan
komprehensif
melalui
paradigma
New Public Management atau New
Public Service.
Konsepsi dan rumusan Caiden
menyebut
tujuan
Reformasi
Administrasi Publik adalah untuk
“improve
the

administrative
performance of individual, groups,
and institutions and to advise them
how they can achieve their operating

goals
more
effectively,
more
economically, and more quickly”
(Caiden 1969: 12). Jika dianalisis
selanjutnya,
tujuan
Reformasi
Administrasi Publik Caiden adalah
menyempurnakan
atau
meningkatkan performance. Secara
detail tujuan Reformasi Administrasi
Publik dalam rangka peningkatan
kinerja adalah: Melakukan perubahan
inovatif terhadap kebijaksanaan dan
program pelaksanaan; Meningkatkan
efektifitas
administrasi
(Dimock,
1951: 234); Meningkatkan kualitas
personel;
Melakukan
antisipasi
terhadap kemungkinan kritik dan
keluhan pihak luar (Mosher, 1967:
497-498).
Sedangkan
kinerja
yang
dimaksud
merupakan
kinerja
individu, kelompok, dan institusi
dalam rangka pencapaian tujuan
yang lebih efektif, efisien dan cepat.
Ini berarti ruang lingkup Reformasi
Administrasi Publik mencakup aspek
perilaku dan aspek kelembagaan
yang tercakup didalam Reformasi
Administrasi Publik. Catatan terakhir
dari Caiden bahwa ada lima hal yang
perlu diperhatikan dalam Reformasi
Administrasi Publik yaitu: (1) Ada
pembaru yang berasal dari luar, ada
pula yang berasal dari dalam; (2)
Ada pembaruan yang dicanangkan
dari bawah, ada pula yang berasal
dari atas; (3) Ada ideologi yang
mempengaruhi
Reformasi
Administrasi
Publik,
ada
pula
Reformasi Administrasi Publik yang
tidak dipengaruhi oleh ideologi; dan
(5) Ada Reformasi Administrasi Publik
yang diikuti oleh revolusi, ada pula
yang tidak.
Selain itu ada dua hal juga yang
perlu diperhatikan dari Caiden,
bahwa: (1) Reformasi Administrasi
Publik
berkaitan
erat
dengan
lingkungan
budaya
tertentu,
sehingga tidak ada satu perspektif
pun yang dapat dianggap lebih baik
daripada yang lain; (2) Pendekatan
Reformasi Administrasi Publik bersifat
terikat pada budaya, sehingga tidak
dapat diekspor ke negara lain

ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825

94 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.4, No.2, Juli-Desember 2013
dengan begitu saja. Pandangan
Caiden di atas sebatas kerangka
konseptual yang belum memberikan
pilihan-pilihan
strategis
dalam
melakukan Reformasi Administrasi
Publik.
Caiden
juga
hanya
memberikan suatu peringatan bahwa
dalam
melakukan
Reformasi
Administrasi
Publik
sangat
tergantung
dengan
lingkungan
budaya dan untuk itu “resep”
reformasi tidak bisa berlaku secara
universal.
Berbeda
halnya
dengan
pandangan yang dikemukakan oleh
Ali
Farazmand
(2002)
yang
membahas analisis teoritis reformasi
dan re-organisasi untuk memahami
reformasi
administrasi
publik,
khususnya Reformasi Administrasi
Publik.
Menurutnya,
reformasi
administrasi
publik,
termasuk
administrasi
publik
didalamnya,
dapat merujuk pada beberapa model
teori
untuk
memulai
sebuah
reformasi dan juga sekaligus sebagai
prespektif
memahami
berbagai
Reformasi Administrasi Publik yang
telah terjadi. Apa yang dikemukakan
Ali
Farazman
mengadopsi
dari
pandangan
Guys
Peter
(1994)
dimana reformasi dan reorganisasi
dapat dijelaskan dengan tiga model
teori, yaitu top-down models, bottom
up models dan institutional models.
Menurut model pertama, yaitu
top-down
models,
Reformasi
Administrasi Publik memiliki tujuan
berskala luas dan prosesnya di
inisiasi dari struktur kekuasaan
pemerintah pusat. Model ini berpijak
pada asumsi bahwa para pemimpin
politik memahami dan peka terhadap
persoalan
yang
dihadapi
dan
kemudian mengembangkan gagasan
untuk
melakukan
Reformasi
Administrasi Publik. Model ini sering
disebut dengan model tradisional
dan
pragmatis
dimana
biasa
diberlakukan
dalam
sistem
administrasi
yang
memulai
perubahan dengan intervensi dari
pusat
pemerintahan
sejak
dari
identifikasi, seleksi dan implementasi

perubahan
administrasi
dan
administrasi publik.
Model kedua adalah bottom up,
Reformasi
Administrasi
Publik
menurut model ini adalah implikasi
dari tuntutan lingkungan—politik,
ekonomi, sosial-yang menghendaki
perubahan
dan
tuntutan
harus
diadopsi oleh struktur administrasi
publik
dalam
rangka
keberlanjutannya untuk memenuhi
tujuan
kolektif.
Asumsi
yang
dibangun
sangat
jelas
bahwa
lingkungan memiliki inovasi dan
tekanan terhadap kebutuhan akan
Reformasi
Administrasi
Publik,
sehingga pemerintah mau tidak mau
harus
memenuhi
permintaan
lingkungan tersebut.
Sedangkan model ketiga adalah
institutional model yang memulai
Reformasi
Administrasi
Publik
sebagai
buah
dari
kesadaran
kelembagaan
akan
kebutuhan
perubahan dan untuk itu perlu
melakukan
modifikasi
nilai-nilai
kolektif, budaya, dan struktur agar
organisasi senantiasa adaptif dengan
perubahan lingkungan serta berjalan
dinamis.
ASPEK-ASPEK
REFORMASI
ADMINISTRASI PUBLIK
Secara lebih detail penting
untuk diungkap apa sesungguhnya
aspek-aspek yang menjadi target
dari Reformasi Administrasi Publik?.
Penjelasan konseptual dan modelmodel desain reformasi publik diatas,
seperti top down, bottom up dan
institutionalis
pada
akhirnya
bermuara pada bagian-bagian dari
the body of bureaucracy yang harus
dirubah.
Riggs
(1966)
melihat
pembaharuan administrasi dari dua
sisi, yaitu perubahan struktural dan
kinerja
(performance).
Secara
structural,
Riggs
menggunakan
diferensiasi struktural sebagai salah
satu
ukuran.
Pandangan
ini
didasarkan
atas
kecenderungan
peran–peran
yang
makin
terspesialisasikan
(role
specialization)
dan
pembagian

ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825

Chairun N; Reformasi Administrasi Publik 95

pekerjaan (division of labor) yang
makin tajam dan intens dalam
masyarkaat
modern.
Mengenai
kinerja, Riggs menekankan sebagai
ukuran
bukan
hanya
kinerja
seseorang atau suatu unit, tetapi
bagaimana peran dan pengaruhnya
kepada kinerja yang lain atau
organisasi secara keseluruhan. Ia
menekankan pentingnya kerjasama
dan teamwork, dan membedakan
kinerja
perorangan
(personal
performance)
dengan
kinerja
bersama (social performance).
Riggs juga membedakan antara
hasil
(accomplishment)
dengan
upaya yang dilakukan (endeavour).
Dalam pembaharuan administrasi,
perhatian lebih dicurahkan pada
upaya, bukan semata–mata hasil.
Pandangan ini dianut Eko Prasodjo
(2007) yang memetakan dengan
lebih jelas dimensi-dimensi Reformasi
Administrasi Publik yaitu modernisasi
manajemen
kepegawaian,
restrukturisasi,
downsizing,
perubahan
manajemen
dan
organisasi,
rekayasa
proses
administrasi pemerintahan, anggaran
berbasis
kinerja
dan
proses
perencanaan partisipatif. Kemudian
juga dilanjutkan dengan Kwik Kian
Gie (2003) dengan rinci mengurai
Reformasi Administrasi Publik yang
meliputi tiga point penting, yaitu : (1)
Kebijakan Penataan kelembagaan
dan
ketatalaksanaan,
meliputi
redefenisi kelembagaan administrasi
publik dalam melakukan pelayanan
kepada masyarakat, melakukan audit
kelembagaan terhadap organisasi
administrasi publik pemerintah di
pusat dan daerah, perampingan
organisasi
administrasi
publik
pemerintah dengan memperhatikan
hasil audit kelembagaan administrasi
publik pemerintah pusat dan daerah,
membangung
suatu
sistem
rekruitmen dan promosi pegawai
sesuai
dengan
kecakapan
dan
kemampuannya, ada penghargaan
terhadap birokrat yang berbuat baik
dan hukuman bagi yang berbuat
buruk; (2) Kebijakan di bidang

Sumber daya manusia meliputi
peningkatan kesejahteraan aparat
administrasi
publik
pemerintah,
meningkatkan
etika
dan
moral
administrasi
publik,
mendorong
kemampuan
profesionalisme
administrasi publik; dan (3) Kebijakan
pengawasan administrasi publik yang
meliputi pengawas lembaga internal
pemerintah yamg merupakan aparat
audit internal pemerintah.
Sejalan dan melengkapi aspekaspek Reformasi Administrasi Publik
adalah apa yang diungkapkan oleh
Miftah
Thoha
(2002)
bahwa
Reformasi
Administrasi
Publik
menyangkut pertama, kepemimpinan
lembaga departemen pemerintah
baik dipusat dan di daerah yang
harus dibedakan dengan jelas antara
pejabat politik dan pejabat karier
administrasi
publik.
Kedua,
desentralisasi
kewenangan
baik
desentralisasi
politik
maupun
administrasi perlu dilakukan di dalam
kelembagaan pemerintah ini. Ketiga,
perlunya
perampingan
susunan
kelembagaan
administrasi
publik
pemerintah. Pandangan-pandangan
di
atas
memberikan
pemetaan
sederhana
tentang
Reformasi
Administrasi
Publik
mulai
dari
pemahaman
konseptual,
tujuan,
ruang
lingkup,
variabel-variabel
penunjang
keberhasilan
dan
penghambat
dan
model-model
memulai
Reformasi
Administrasi
Publik. Kerangka ini tentunya bersifat
teoritis dan perlu dikombinasi dengan
kepiawaian dalam implementasinya
atau membutuhkan art (seni) dalam
melaksanakan
Reformasi
Administrasi Publik pada dunia nyata.
Pada bagian selanjutnya coba
untuk dibahas perjalanan Reformasi
Administrasi Publik dalam paradigma
klasik, New Public Management dan
New Public Service. Masing-masing
paradigma akan melahirkan sosok
administrasi publik yang berbedabeda
sesuai
dengan
cara
pandangnya
dan
yang
perlu
digarisbawahi sebagaimana diungkap
oleh Caiden, tidak ada suatu model

ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825

96 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.4, No.2, Juli-Desember 2013
pun yang dapat diberlakukan tanpa
mengkonfirmasikan dengan budaya
yang ada dalam masyarakat. Artinya,
model administrasi publik klasik, NPM
dan NPS bukanlah model yang saling
meniadakan, tetapi pilihan-pilihan
yang aplikasinya tergantung dengan
konteks ruang dan waktu.
PARADIGMA KLASIK, NPM DAN
NPS
Konsisten dengan pendapat
Caiden bahwa budaya dan kondisi
sosial,
politik
dan
ekonomi
menentukan
pilihan
paradigma
reformasi yang akan digunakan,
maka model administrasi publik
klasik, NPM dan NPS adalah sebuah
pilihan yang dapat digunakan dalam
Reformasi Administrasi Publik tanpa
harus meniadakan satu sama lain.
Reformasi Administrasi Publik dalam
pandangan administrasi publik klasik
atau
old
public
administration
mensyaratkan beberapa ketentuan
agar
menghasilkan
sosok
administrasi publik rasional model
Max Weber, yaitu : (1) Administrasi
publik harus dipisahkan dari dunia
politik (dikhotomi AP dgn politik); (2)
Tidak
memberi
peluang
pada
Administrator
untuk
memperaktekkan sistem nepotisme
dan spoil; (3) Para legislator hanya
merumuskan kebijakan nasional dan
Administrator
hanya
mengeksekusinya;
(4)
Para
Administrator selalu mengutamakan
nilai efisiensi dan ekonomis; (5) Para
Administrator diangkat berdasarkan
kecocokan dan kecakapannya; dan
(6) Metode keilmuan menurut Taylor
harus menggeser metode rule of
thumb.
Apabila kondisi-kondisi ini terjadi
secara konsisten maka akan lahir
sosok administrasi publik dengan
karakteristik sebagai berikut : (1)
Profesionalitas;
(2)
Penggunaan
prinsip keilmuan; (3) Hubungan
impersonal; (4) Penerapan aturan
dan standarisasi secqara tegas; (5)
Sikap yang netral; dan (6) Perilaku yg
mendorong efisiensi dan efektivitas.

Paradigma ini, menurut Eko Prasodjo
(2007),
mendorong
pemerintah
untuk kembali kepada “khittah-nya”
yaitu pemberian pelayanan kepada
masyarakat yang dilakukan oleh
administrator publik yang akuntabel
dan bertanggung jawab secara
demokratis kepada elected official.
Nilai
dasar
utama
yang
diperjuangkan adalah efisiensi dan
rasionalitas
sebagaimana
yang
diajarkan dalam
birokrasi Max
Weber.
Apabila Reformasi Administrasi
Publik memilih model new public
management, maka reformasi harus
berpijak
pada
pandangan
sebagaimana dijelaskan Metcalfe
(1998) dalam Barzelay (2002) “NPM
is
an
umbrella
term,
which
encompasses a wide range of
meanings, including organization and
management design, the application
of new institutional economics to
public management, and a pattern of
policy choices”. Atau dibahasakan
oleh Eko Prasdjo (2007), NPM
merupakan
reformasi
paradigma
administrasi
publik
lama
yang
berbasiskan traditional ruled based,
authority driven process dengan
pendekatan baru yang berbasiskan
pada market (mekanisme pasar) dan
competetion-driven based.
Reformasi dalam paradigm NPM
dilakukan
dengan
menjalankan
prinsip-prinsip sebagai berikut ini: (1)
Productivity,
pemerintah
harus
menghasilkan lebih banyak dengan
biaya lebih sedikit; (2) Marketization,
pemerintah menggunakan insentif
pasar
agar
hilang
patologi
administrasi publik; (3) Service
orientation, program lebih responsif
terhadap
kebutuhan
warga
masyarakat; (4) Decentralization,
melimpahkan kewenangan kepada
unit kerja terdepan; (5) Policy,
pemerintah memperbaiki kapasitas
kebijakan; dan (6) Performance
accountability,
pemerintah
memperbaiki kemampuannya untuk
memenuhi
janjinya.
Konsistensi
terhadap ajaran NPM ini pada

ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825

Chairun N; Reformasi Administrasi Publik 97

akhirnya akan menampilkan sosok
administrasi
publik
yang
berkarakter : (a) Memperhatikan
mekanisme pasar; (b) Mendorong
kompetisi
dan
kontrak
untuk
mencapai hasil; (c) lebih responsif
terhadap pelanggan; (d) Bersifat
mengarahkan daripada menjalankan
sendiri;
(e)
Harus
melakukan
deregulasi;
(f)
Memberdayakan
pelaksana;
(g)
Mengembangkan
budaya
organisasi
yang
lebih
fleksibel; (h) Innovatif dan berjiwa
wirausaha; (i) Pencapaian hasil
ketimbang budaya taat asas; (j)
Orientasi pada proses dan input.
Begitupula ketika model new
public service menjadi platform
Reformasi Administrasi Publik, akan
melahirkan protype yang sejalan
dengan ideologi dan desain NPS.
Spirit atau ruh ideologi dari NPS
adalah community based, sehingga
administrasi
publik
menurut
Denhardt
&
Denhardt
(2003)
seharusnya
melayani
warga
masyarakat
bukan
pelanggan
(service citizen, not customer),
mengutamakan kepentingan publik
bukan private (seek the public
interest), menghargai warga negara
daripada enterpreneurship (value
citizenship over enterpreneurship),
melayani daripada mengendalikan
(serve rather than steer) dan
menghargai orang bukan sematamata produktivitasnya (value people,
not just productivity). Paragima ini
menurut Asmawi Rewansyah (2008)
menganjurkan “rambu-rambu” yang
harus dipatuhi ketika melakukan
Reformasi Administrasi Publik, yaitu :

(1)
Merubah
paradigma
constitutionalism
ke
paradigma
communitarianism (Fox & Miller,
1995); (2) Merubah institution-centric
civil service ke model citizen-centric
governance (Prahalad, 2005); (3)
Menerapkan pola citizen-centered
collaborative public management
(Cooper,
at
ell.,
2006);
(4)
menghilangkan tindakan administrasi
publik
yang
memanipulasikan
partisipasi masyarakat (Yang &
Callahan, 2007).
Apabila
ketentuan-ketentuan
reformasi ala NPS ini konsisten
dijalankan
maka
akan
model
administrasi
publik
NPS
yang
memiliki karakter sebagai berikut :
(1)
Mengutamakan
pelayanan
kepada masyarakat sebagai warga
negara, bukan sbg pelanggan; (2)
Mengutamakan kepentingan umum;
(3) Melibatkan warga masyarakat; (4)
Berfikir strategis dan bertindak
demokratis;
(5)
Memperhatikan
norma, nilai, dan standard yg ada;
(6) Menghargai masyarakat daripada
sosok manajer wirausaha yang profit
oriented.
Paradigma-paradigma di atas
memiliki ideologi, asumsi, konsepsi,
ruang lingkup, tujuan dan kerangka
yang membedakan satu dengan
yang lain. Berikut peta masingmasing paradigma dengan warna
ideologi
masing-masing,
dimana
administrasi publik klasik nilai-nilai
administrasi publik rasional Weber,
NPM
dalam
“payung”
ideologi
kapitalis dan NPS dengan warna
ideologi community based.

Paradigma-Paradigma Reformasi Administrasi Publik
Klasik (1900-1937)
NPM (1992 -2002)
NPS (2003skrng)
1) Politik harus
1. Penanganan oleh
1) Serve rather
memusatkan
manajemen
than steer
perhatian pada
profesional;
2) Seek the public
ekspresi kehendak 2. Keberadaan standar
interest
rakyat, adm
dan ukuran kinerja;
3) Value
negara berkenaan
3. Penekanan pada
citizenship over
dgn
pengawasan output
entrepreneurshi
implementasinya.
dan manajemen
p
ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825

98 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.4, No.2, Juli-Desember 2013

2) Penyatuan ilmu
wirausaha;
4) Think
administrasi
4. Kompetisi dalam
strategically,
negara dan ilmu
pelayanan publik;
act
politik Prinsip2 mgt 5. Penekanan gaya
demokratically
dikembangkan
private dalam
5) Serve citizen,
secara ilmiah dan
praktek
not customers
mendalam.
manajemen;
6) Recognize that
Perilaku organisasi, 6. Penekanan pada
accountability is
analis mgt,aplikasi
disiplin dan
not simple
teknologi seperti
penghematan;
7) Value people,
metode kuantitatif, 7. Penekanan peran
not just
analisis sistem,
manajer dalam
productivity.
operasional
penyediaan
research,
pelayanan kualitas
econometry
tinggi;
3) Adm publik dgn
8. Input SDM &
fokus pada teori
teknologi untuk
organisasi &
pemenuhan target
manajemen dan
kinerja.
kebijakan publik,
sedangkan
locusnya
kepentingan
publik.
Sumber : Rewansyah (2008), Prasodjo (2007), Denhardt & Denhardt (2003)
Walaupun paradigma-paradigma
tersebut oleh banyak pakar diakui
sebagai
sebuah
perkembangan
pemikiran yang berjalan secara
dialektik – tesis, antitesis dan
sintesis, namun pola tersebut tidak
saling menggugurkan antara model
klasik, NPM dan NPS. Bahkan sangat
mungkin ketiganya terakomodasi
dalam
suatu
desain
Reformasi
Administrasi Publik sehingga akan
lahir
sosok
administrasi
publik
“pelangi” dengan warna klasik, NPM
dan NPS. Pola ini sangat mungkin
terjadi dengan asumsi tidak ada
suatu tata masyarakat yang seratus
persen rasional dalam politik dan
ekonomi, khususnya di negaranegara berkembang yang sedang
melalui fase transisi dibidang politik
dan ekonomi. Akibatnya Reformasi
Administrasi Publik berjalan secara
bertahap dengan mempertahankan
dan
memperbaiki
struktur
administrasi publik yang lama atau
revitalisasi
struktur
administrasi
publik yang berdisain administrasi
publik klasik.

Di negara berkembang seperti
Indonesia, misalnya, reformasi tetap
menggunakan model klasik untuk
bidang politik, hukum dan keamanan.
Kemudian
mengadopsi
secara
perlahan paradigma NPM untuk
Reformasi Administrasi Publik yang
berada dan berurusan di sektor
pengembangan perekonomian dalam
masyarakat. Dan terakhir Reformasi
Administrasi
Publik
dengan
paradigma NPS untuk administrasi
publik yang berada dalam domain
kesejahteraan sosia dan penguatan
masyarakat. Anggaplah ini sebagai
pemikiran model “pelangi” Reformasi
Administrasi
Publik
dan
inipun
sebuah pilihan, artinya suatu sistem
politik, sosial,ekonomi dan budaya
yang relatif mapan bisa mengadopsi
secara total salah satu saja desain,
apakah bertahan dalam paradigma
klasik, memilih NPM atau NPS.
PENUTUP DAN KESIMPULAN
Pada akhirnya pilihan terhadap
perubahan dalam administrasi publik
dengan strategi reformasi sangat

ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825

Chairun N; Reformasi Administrasi Publik 99

tergantung situasi dan kondisi suatu
negara dan masyarakatnya, akar
masalah yang dihadapi dan tingkat
kebutuhan akan perubahan. Masingmasing pilihan memiliki asumsiasumsi atau prasyarat-prasyarat dan
hasil-hasil yang berbeda, sehingga
konteks ruang dan waktu menjadi
pertimbangan
mendasar
dalam
menentukan pilihan. Sebagaimana
dipahami bersama bahwa sebuah
model perubahan di suatu negara,
misalnya negara-negara maju, tidak
bisa diterapkan dengan mudah
ataupun dipaksakan kepada negara
tertentu
seperti
negara-negara
berkembang. Reformasi Administrasi
Publik tentu lebih berhasil dengan
cepat bila dijalankan
di negaranegara maju dan akan lambat di
negara berkembang yang masih
relatif tradisional.
Reformasi Administrasi Publik
adalah sebuah perubahan yang
didesain secara rasional sebagai
bentuk respon atas problematika
internal dan perubahan tuntutan
lingkungan administrasi publik, baik
internal maupun eksternal. Tujuan
Reformasi
Administrasi
Publik
berakhir pada peningkatan kinerja
administrasi publik pada semua
dimensinya untuk kepentingan publik
secara luas. Reformasi Administrasi
Publik tidak semata-mata kajian
keilmuan
yang
“tuntas”
diatas
rangkaian
kata-kata
ilmiah,
sistematis dan objektif, namun juga
merupakan sebuah seni (arts) pada
tataran
implementasi
melalui
kepiawaian para desainer reformis
untk memilih dan mengkombinasi
paradigma Klasik, NPM dan NPS.

Caiden, G.E.1991, Administrative
Reform Comes Age, New York,
N.Y., de Gruyter.

DAFTAR PUSTAKA

Rewansyah,
Asmawi.
2008,
Reformasi Administrasi Publik,
bahan ajar dalam kuliah Program
Doktor
Ilmu
Administrasi,
Malang.

Andrisini, Paul J. et.al. 2002, The New
Public Management : Lesson
from Innovating Governors and
Mayors,
Netherlands,
Kluwer
Academic Publisher.

Denhardt, Janet V., and Denhardt.
Robert B. 2003, The New Public
Service : Serving, not Steering,
New York, M.E. Sharpe.
Gie,

Kwik Kian. 2003, Reformasi
Birokras dalam Mengefektifkan
Kinerja Pegawai Pemerintahan,
Makalah
Workshop
Gerakan
Pemberantasan Korupsi, Jakarta 5
Agustus 2003.

Kartasasmita, Ginandjar. Revitalisasi
Administrasi
publik,
makalah
disampaikan pada acara Wisuda
Ke 44 Sekolah Tinggi Ilmu
Administrasi
publik
Lembaga
Administrasi
publik
Negara,
Jakarta, 3 November 2007.
Keban, Yeremias T. 2004, Enam
Dimensi Strategis Administrasi
publik : Konsep, Teori dan
Isu,Yogyakarta, Gaya Media.
Osborne, David. dan Gaebler. Ted.
1996,
Mewirausahakan
Administrasi
publik
:
Mentransformasi
Semangat
Wirausaha ke dalam Sektor
Publik, Jakarta, Pustaka Binaman
Pressindo.
Prasodjo, Eko. 2007, Perkembangan
Ilmu
Administrasi
dan
Implikasinya
Pada
Institusi
Pendidikan Tinggi Abad 21,
makalah dalam Seminar Nasional
Reformasi Pendidikan Tinggi Ilmu
Administrasi Abad 21, Malang.

Riggs, Fred. W. 1964, Administration
in Developing Countries : The
Theory of Prismatic Society,

ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825

100 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik dan Pembangunan, Vol.4, No.2, Juli-Desember 2013
Boston,
Company.

Houghton

Mifflin

Rozi Soebhan, Syafuan. 2000, Model
Reformasi Administrasi Publik
Indonesia, Jurnal Transparansi,
Edisi 18 Maret, Jakarta.
Sasli Rais dan Dance Y. Flassy. 2007,
Reformasi Administrasi Publik
Untuk Membangun Daya Saing
Daerah
:
Kajian
Perspektif
Resource Based, Makalah yang di
akses dari Internet.
Yamamoto, Hiromi. 2003, New Public
Management Japan’s Practice,
Japan, Institute for International
Policy Studies.
Thoha, Miftah. 2002, Reformasi
Administrasi Publik Pemerintah,
Makalah dalam Seminar Good
Governance
di
Bappenas,
Jakarta.

ADMINISTRATIO
ISSN : 2087-0825