74 145 1 SM (1) kgdfsay

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam Undang-Undang 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia pasal 1
ayat (3) ditegaskan bahwa Negara Indonesia negara hukum. Selain itu, dalam
Penjelasan Umum UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara, dijelaskan
bahwa: Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechstaat) tidak
berdasar atas kekuasaan belaka (Machstaat). Hukum dirumuskan untuk
mengatur dan melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat serta untuk
melindungi Hak Asasi Manusia (HAM).
Keperluan adanya hukum untuk memberikan Perlindungan Konsumen
Indonesia merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakkan, sejalan dengan salah
satu tujuan pembangunan nasional kita yaitu melindungi bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia (pembukaan UUD 1945 alinea IV). Membahas
keperluan hukum untuk memberikan perlindungan bagi konsumen Indonesia,
hendaknya terlebih dahulu kita melihatsituasi peraturan perundang-undangan
Indonesia, khususnya peraturan atau keputusan yang memberikan perlindungan
bagi masyarakat. Sehingga bentuk hukum perlindungan konsumen yang
ditetapkan, sesuai dengan yang diperlukan bagi konsumen Indonesia dan
keberadaannya tepat apabila diletakkan di dalam kerangka sistem hukum

nasional.
Menurut Az. Nasution hukum perlindungan konsumen adalah “bagian dari
hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat

1

mengatur dan mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen,
sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang mengatur hubungan dan
masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa
konsumen di dalam pergaulan hidup”

1

Menurut pasal 1, Undang-Undang RI No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen selanjutnya disebut UU Perlindungan Konsumen, yang
dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah
“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen”. Sedangkan yang dimaksud konsumen
adalah “setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain

maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.
Badan Pengawas Obat dan Makanan yang disingkat BPOM berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen, merupakan badan yang bertugas di bidang pengawasan obat dan
makanan yakni mengawasi keamanan, mutu, dan gizi pangan yang beredar di
dalam negeri. Kegiatan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dalam
melakukan uji sampling produk yang beredar di masyarakat merupakan bentuk
perlindungan terhadap konsumen agar hak konsumen untuk mendapatkan
keamanan dan kenyamanan dalam mengonsumsi suatu produk terpenuhi.
Pasal 111 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
telah mengatur tentang pangan yang layak untuk beredar yakni setiap makanan
dan minuman yang akan diberi izin edar harus memenuhi standardisasi dan
keamanan pangan khususnya persyaratan kesehatan. Selain itu, makanan dan

1

Shidarta, 2000. Hukum Perlindungan Konsumen. PT Grasindo: Jakarta. hlm. 3

2


minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label sesuai Peraturan
Pemerintah tentang Label dan Iklan Pangan. Namun konsumen tidak akan
pernah tahu nomor registrasi yang dicantumkan dalam kemasan produk tersebut
benar dikeluarkan oleh pihak BPOM atau pun Dinas Kesehatan atau tidak, tanpa
pernyataan dari pihak BPOM sendiri. Oleh karena itu dapat dilihat pentingnya
itikad baik dimiliki oleh setiap pelaku usaha dalam menjalankan suatu usahanya,
sebab layaknya suatu produk untuk dikonsumsi hanya dapat diketahui melalui
cara tertentu seperti uji laboratorium oleh pihak yang berkompeten.
Pasal 7 huruf (a) Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, menegaskan yaitu salah satu kewajiban pelaku usaha yaitu harus
beriktikad baik dalam melakukan usahanya, antara lain tidak dibenarkan
mencampurkan bahan kimia obat pada produk pangan serta mencantumkan
kode yang mana produk pangan yang diproduksi pada kenyataannya tidak
memenuhi standardisasi mutu pangan.2
Melihat kondisi pelaku usaha yang seringkali menggunakan segala cara
untuk memasarkan produknya, membuat masyarakat atau konsumen yang
menjadi korban terkadang tidak tahu kemana harus mengadukan keluhan
apabila mereka mengalami kerugian. Untuk itu, peran serta negara sangatlah
dibutuhkan dalam melindungi konsumen.3

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Denpasar, Bali,
menemukan sejumlah produk olahan makanan yang mengandung bahan
berbahaya setelah melalui uji sampel di Pasar Sindu, Sanur. "Setelah melalui

2

Sudaryatno, 1999. Hukum dan Advokasi Konsumen. PT Citra Aditya Bakti,
Bandung. hlm. 52
3
Andi Kurniasari, 2013. Perlindungan Konsumen Atas Kode Badan Pengawas Obat
Dan Makanan (BPOM) Pada Produk Kopi, Skripsi Program Sarjana Fakultas Hukum
Universitas Hasanuddin, Makassar, hlm. 4-6

3

pengujian laboratorium, kami menemukan tiga produk makanan yang positif
mengandung bahan kimia berbahaya di antaranya mengandung rhodamin-B,"
kata Kepala BBPOM Denpasar, Endang Widowati, Selasa. Tiga produk makanan
yang positif mengandung rhodamin-B itu yakni jajan uli, jajan begina dan terasi
dari 50 sampel produk olahan yang diambil untuk diuji. BPOM Denpasar

melakukan uji laboratorium mini yang digelar di pintu gerbang Pasar Sindu,
didahului inspeksi mendadak dengan mengambil 50 sampel produk olahan
makanan yang dicurigai mengandung bahan kimia. Petugas menyasar makanan
yang dicurigai mengandung bahan kimia berbahaya di antaranya pewarna
makanan seperti rhodamin-B dan "methanyl yellow" dan pengawet makanan di
antaranya formalin (pengawet yang biasanya digunakan untuk mayat) dan
boraks. Makanan yang diuji tersebut di antaranya produk olahan dari daging
ayam dan ikan, berbagai bentuk jajan tradisional, krupuk, kue basah dan bumbubumbuan seperti terasi. Uji sampel bahan makanan tersebut merupakan bagian
dari program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya yang digelar BBPOM sejak tahun
2013 di empat pasar yang menjadi program revitalisasi dari pemerintah yakni
Pasar Sindu, Pasar Agung, Pasar Intaran dan Pasar Umum Gianyar setiap bulan.4
Dari latar belakang yang telah penulis buat di atas dapat dicari suatu
permasalahan yang dapat diangkat menjadi suatu judul skripsi: “KEDUDUKAN
DAN FUNGSI (BPOM) DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP
MAKANAN YANG MENGANDUNG BAHAN YANG BERBAHAYA”.

4

http://bali.antaranews.com/berita/79410/bbpom-temukan-makanan-berbahayadi-pasar-sindudiunduh pada 18 Desember 2016 pukul 08.40 Wita


4

1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan judul skripsi ini yaitu mengenai “Kedudukan Dan Fungsi
Lembaga Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) dalam Perlindungan
Konsumen Terhadap Makanan Yang Mengandung Bahan Yang Berbahaya” maka
rumusan masalah yang menjadi judul skripsi ini.5
1. Bagaimana kedudukan dan fungsi (BPOM) untuk melindungi konsumen
dari makanan yang mengandung bahan yang berbahaya?
2. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen akibat
kerugian dalam penggunaan makanan yang mengandung zat berbahaya?

1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
a. Sebagai media pengembagan diri pribadi dalam menjalani
kehidupan sebagai anggota masyarakat.
b. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya di
bidang penelitian.
c. Untuk memperoleh gelar sarjana Hukum di Fakultas Hukum
Universitas Warmadewa.

d. Sebagai pendukung perkembangan ilmu hukum.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk memberikan informasi kedudukan dan fungsi (BPOM)
untuk melindungi konsumen dari makanan yang mengandung
bahan yang berbahaya.

5

Ibid, hlm. 7

5

b. Untuk menambah pengetahuan mengenai upaya hukum yang
dapat dilakukan konsumen akibat kerugian dalam penggunaan
makanan yang mengandung zat berbahaya.

1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1

Kegunaan Bagi Mahasiswa

Sebagai bahan pustaka bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan
penelitian lebih lanjut tentang perlindungan konsumen terhadap makanan
yang mengandung bahan yang berbahaya.

1.4.2

Kegunaan Bagi Masyarakat
1. Agar masyarakat sebagai konsumen terhindar dari makanan yang
mengandung bahan yang berbahaya.
2. Untuk menambah pengetahuan masyarakat mengenai perlindungan
konsumen terhadap makanan yang mengandung zat berbahaya.

1.4.3

Kegunaan Bagi Lembaga
1. Sebagai bahan pertimbangan kepada lembaga yang terkait mengenai
betapa pentingnya perlindungan konsumen terhadap makanan yang
mengandung bahan yang berbahaya.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber untuk melengkapi
keperluan perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.


1.5. Tinjauan Pustaka
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan
Perlindungan adalah cara, proses, perbuatan, melindungi. Konsumen adalah

6

setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan. Lebih lanjut, di ilmu ekonomi ada dua jenis
konsumen, yakni konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara
adalah distributor, agen dan pengecer. Mereka membeli barang bukan untuk
dipakai, melainkan untuk diperdagangkan Sedangkan pengguna barang adalah
konsumen akhir.
Tugas Utama BPOM berdasarkan Pasal 67 Keputusan Presiden Nomor 103
Tahun 2001, BPOM melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan
Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. 6
Tugas Balai Besar/Balai POM (Unit Pelaksana Teknis)Berdasarkan Pasal 2
Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di

lingkungan

BPOM

mempunyai

tugas

melaksanakan

kebijakan

dibidang

pengawasan obat dan makanan, yang meliputi pengawasan atas produk
terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk
komplemen serta pengawasan atas keamanan pangan dan bahan berbahaya.

7


Fungsi Utama BPOM berdasarakan Pasal 68 Keputusan Presiden Nomor
103 Tahun 2001, BPOM mempunyai fungsi:
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan
Obat dan Makanan.
2. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan
makanan.
6

Makmur, 2011. Efektifitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan. Bandung. PT.
Refika Aitama. hlm. 73
7
Lia Susanti, 2011. Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Terdaftar di Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Yang Tidak Bersertifikasi Halal , Skripsi Program
Sarjana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar.

7

3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM.
4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan
instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.
5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di
bindang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah
tangga.
Fungsi Balai Besar/Balai POM (Unit Pelaksana Teknis) berdasarkan Pasal 3
Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014, Unit Pelaksana Teknis di
lingkungan BPOM mempunyai fungsi:
1. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan.
2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika zat adiktif, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya.
3. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk secara mikrobiologi.
4. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan
pemeriksaan sarana produksi dan distribusi
5. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum.
6. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu
yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
7. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan.
8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan.
9. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala BadanPengawas
Obatdan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.
10. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen.
Salah satu tugas BPOM adanya pelaksanaan kegiatan layanan informasi
konsumen. Pengertian konsumen menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya

Prinsiples Of Marketing adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli
atau memperoleh barang atau jasa untuk dikonsumsi pribadi.
Menurut Aziz Nasution, konsumen pada umumnya adalah setiap orang
yang mendapatkan barang atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu.
Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

8

tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain.dan.tidak.untuk.diperdagangkan.”

8

Dalam Naskah Final Rancangan Akademik Undang-Undang tentang
Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut Rancangan Akademik) yang
disusun oleh Fakultas Hukum Universitas Indonesia bekerja sama dengan Badan
Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Departemen Perdagangan RI
menentukan bahwa konsumen adalah “setiap orang/keluarga yang mendapatkan
barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan”

9

Pakar masalah konsumen di Belanda menyimpulkan para ahli hukum
sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda
dan jasa. Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara konsumen
bukan pemakai akhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai akhir.
Konsumen dalam arti luas mencapai kedua kriteria itu, sedangkan konsumen
pemakai dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir.
Untuk menghindari kerancuan pemakaian istilah “konsumen” yang mengaburkan
dari maksud sesungguhnya.10
Jadi, Konsumen ialah orang yang memakai barang atau jasa guna untuk
memenuhi

keperluan

dan

kebutuhannya.

Dalam

ilmu

ekonomi

dapat

dikelompokkan pada golongan besar suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah
Tangga Konsumsi (RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP).
Pengertian Perlindungan Hukum menurut beberapa ahli diantaranya:
8

Janus Sidabalok, 2010. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung:
Citra Aditya Bakti. hlm. 17
9
Universitas Indonesia dan Departemen Perdagangan, 1992, Rancangan
Akademik Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, Jakarta, Pasal 1a. hlm. 57
10
Susanti Adi Nugroho, 2011, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau
dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya. Jakarta: Kencana. hlm.61

9

Menurut

Satjipto

Raharjo

mendefinisikan

Perlindungan

Hukum

adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan
orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka
dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.
Menurut Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa Perlindungan Hukum
adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hakhak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan
hukum dari kesewenangan.
Menurut CST Kansil Perlindungan Hukum adalah berbagai upaya hukum
yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman,
baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak
manapun.
Menurut Philipus M. Hadjon Perlindungan Hukum adalah Sebagai
kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari hal
lainnya. Berkaitan dengan konsumen, berarti hukum memberikan perlindungan
terhadap

hak-hak

pelanggan

dari

sesuatu

yang

mengakibatkan

tidak

terpenuhinya hak-hak tersebut.
Menurut Muktie, A. Fadjar Perlindungan Hukum adalah penyempitan arti
dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan oleh hukum saja.
Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan
kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam
interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai subyek
hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan
hukum.

10

Menurut UU No 8 Tahun 1999 pasal 1 tentang perlindungan konsumen,
yang dimaksud dengan perlindungan konsumen adalah “segala upaya yang
menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan terhadap
konsumen”, konsumen adalah “setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain
maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”, sedangkan yang
dimaksud dengan pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Negara Republik Indonesia, baik sediri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Az. Nasution mendefinisikan Perlindungan Konsumen adalah bagian dari
hukum yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan
juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan Konsumen. Adapun hukum
Konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum
yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain
yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa Konsumen dalam pergaulan hidup.
Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen menurut para ahli, menurut
Mochtar Kusumaatmaja hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan
asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen
dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/atau jasa
konsumen.
Menurut

Elizabeth A. Martin, perlindungan konsumen merupakan

perlindungan yang diberikan,terutama secara hukum kepada konsumen (pihak

11

yang melakukan akad dengan pihak lain dalam suatu bisnis untuk memperoleh
barang dan jasa dari pihak yang mengadakannya).
Menurut Janus Sidabalok, perlindungan konsumen adalah perlindungan
hukum

yang

diberikan

kepada

konsumen

dalam

usahanya

memenuhi

kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri.
Di sini dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat
mengajukan perlindungan adalah
a. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21
ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33.
b. Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821).
c. Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
d. Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif
Penyelesian Sengketa.
e. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan
dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.
f. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001
Tentang Penangan Pengaduan Konsumen yang ditujukan kepada Seluruh
Dinas Indag Prop/Kab/Kota.
g. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795
/DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.
Istilah konsumen berasal dari kata Consumers (Inggris-Amerika atau

Consument/ konsumen (Belanda).11 Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi
arti kata consumers sebagai pemakai atau konsumen.12 Ada juga yang memberi
batasan, bahwa konsumen adalah setiap orang yang mendapat barang atau jasa
digunakan untuk tujuan tertentu.13
Pengertian pelaku usaha menurut pasal 1 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen adalah setiap orang perseorangan atau badan

11

Az Nasution, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen, Media, Jakarta Pusat, hlm. 3
John M. Eshols & Hasan Saldy, 1996, Kamus Inggris-Indonesia, Gramedia,
Jakarta, hlm. 124
13
Az. Nasutin, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen, Media, Jakarta Pusat, hlm.13
12

12

usaha, baik yang berbentuk hukum maupun yang didirikan atau berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik
sendiri

maupun

bersama-sama

melakukan

perjanjian

menyelenggarakan

kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.14 Istilah produsen berasal dari
bahasa Belanda yakni producent, dalam bahasa Inggris, producer yang artinya
penghasil.15
Sebagai suatu konsep ”konsumen” telah diperkenalkan beberapa puluh
tahun yang lalu di berbagai Negara dan sampai saat ini sudah puluhan Negara
memiliki Undang-Undang atau peraturan khusus yang memberikan perlindungan
kepada konsumen termasuk menyediakan sarana peradilannya. Sejalan dengan
itu, berbagai Negara telah pula menetapkan hak-hak konsumen yang digunakan
sebagai landasan pengaturan perlindungan kepada konsumen. Secara umum
dikenal ada empat hak dasar konsumen yaitu:
1. Hak untuk mendapatkan kemanan (the right to safety)
2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed)
3. Hak untuk memilih (the right to choose)
4. Hak untuk didengar (the right to beheard)16
Di samping itu pula telah bediri organisasi konsumen internasional yaitu

InternasionalOrganization of Consumer Union (IOCU). Di Indonesia telah pula
berdiri berbagai organisasi konsumen seperti Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI) di Jakarta dan organisasi instrumen lain di Bandung,
14

John Pieris Dan Wiwik Sriwidiarty, 2007. Negara Hukum Dan Perlindungan
Konsumen Terhadap Prok Pangan Kadaluwarsa. Pelangi Cendikia, Jakarta. hlm. 129
15
Siahaan, N.H.T. 2008. Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen, dan
Tanggung Jawab. Jakarta: Panta Rei. hlm. 8
16
Abrianto.2012. Pertanggung Jawaban Terhadap Produk Industri Rumah Tangga
(Home Industry) Tanpa Izin Dinas Kesehatan.Makassar. hlm. 37

13

Yogyakarta, Surabaya dan lain sebagainya. Demikian pentingnya masalah
perlindungan konsumen, maka melalui Tap MPR Nomor II/MPR/1993 senantiasa
dicantumkan pentingnya perlindungan kepada konsumen. Hal ini merupakan
salah satu konsistensi untuk tetap

17

memperjuangkan kepentingan konsumen

Indonesia.
Hukum Konsumen menurut Az Nasution adalah: “Keseluruhan asas-asas
dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyedia dan
penggunaan produk (barang atau jasa) antara penyedia dan penggunannya
dalam kehidupan masyarakat”. Sedangkan batasan berikut adalah batasan
Perlindungan Konsumen, yaitu: “keseluruhan asas-asas atau kaidah-kaidah yang
mengatur dan melindungi konsumen dalam penyediaan dan penggunaan dalam
kehidupan masayarakat.”18
Untuk memberikan perlindungan, keselamatan, keamanan dan kesehatan
kepada rakyat Indonesia saat ini dapat dijumpai dalam berbagai Undang-undang
peraturan pemerintah dan berbagai peraturan atau keputusan mentri dari
berbagai departemen yang ada di Indonesia dimana perlindungan itu di lihat dari
dua aspek, yaitu :
a. Perlindungan itu berlaku untuk semua pihak yang berposisi sebagai
konsumen maupun pengusaha sebagai pengelola produksi barang
atau jasa atau instansi apapun.
b. Perlindungan

tersebut

semata-mata

dikaitkan

dengan

masalah

kesehatan manusia atau apapun kepada konsumen yang dirugikan.

17

Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta,
hlm. 16
18
Ibid, hlm. 13

14

Dilihat dari segi konsep perlindungan konsumen, peraturan perundangundangan yang disebut dibawah ini belum mampu memberikan perlindungan
khusus kepada konsumen. Ketentuan-kentuan hukum yang ada dan berlaku itu
adalah:
a. Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 202, 203, 204, 205, 263,
266, 284, 364, dan lainnya sebagainya. Pasal-pasal tersebut mengatur
pemidanaan dari perbuatan-perbuatan:
1. Memasukan bahan berbahaya kedalam sumber air minum.
2. Menjual,

menerima,

atau

membagikan

barang

yang

dapat

membahayakan jiwa atau kesehatan seseorang.
3. Memalsukan surat.
4. Melakukan persaingan curang.
5. Melakukan penipuan kepada pembeli
6. Menjual, menawarkan atau menyerahkan makanan, minuman, obatobatan palsu.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 1320-1338. Pasal-pasal tersebut
mengatur perbuatan yang berkaitan dengan perlindungan kepada pembeli
dan perlindungan kepada pihak-pihak yang terkait kedalam perjanjian.
c. Ordonasi

bahan-bahan

berbahaya

tahun

1949

(Strekwerkende

Geneesmiddelen Ordonnantie 1949)
Ordonasi yang menentukan larangan setiap pemasukan, perbuatan,
pengangkutan, persediaan, penjualan, penyerahan, pengguanaan, dan
pemakaian bahan yang berbahaya yang bersifat racun atau berposisi
terhadap kesehatan manusia.

15

d. Undang-undang No. 23 Tahun 1922 tentang Kesehatan.
Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada pemerintah
terhadap hal-hal yang berkaitan kepada kesehatan. Undang-undang ini
merupakan landasan untuk mengatur hal-hal seperti pengawasan produksi
yang baik dan sebagainya. Sebagai pengganti pengganti dari berbagai
undang-undang yang mengatur hal-hal yang berkaitaan dengan kesehatan
manusia.
e. Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
Kewenangan kepada pemerintah untuk mengelola standar-standar
satuan pelaksanaan tera dan tera ulang terhadap setiap alat ukur, takar,
timbangan, dan perlengkapannya termasuk kegiatan pengawasan, penyidikan
serta pengenaan sanksi terhadap pihak-pihak yang didalamnya melakuakan
setiap transaksi menggunakan satuan alat ukur yang tidak benar.
f.

Peraturan perundang-undangan yang maksudnya memberikan perlindungan
dan dalam bentuk keputusan atau peraturan menteri, dapat ditemui dalam
bidang kesehatan seperti produksi dan pendaftaran makanan dan minuman,
wajib daftar makanan, makanan kadaluawsa, bahan tambahan makanan,
penandaan label dan sebagainya.
Untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen dan mendorong
pelaku usaha untuk menyelenggarakan kegiatan usaha dengan penuh
tanggung jawab maka dibuatlah Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Pengaturan Perlindungan Konsumen dilakukan
dengan:

16

a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
keterbukaan akses informasi serta menjamin kepastiaan hukum.
b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan
seluruh pelaku usaha.
c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa.
d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang
menipu dan menyesatkan.
e. Memadukan

penyelenggaraan,

pengembangan,

dan

pengaturan

perlindungan konsumen dengan bidang-bidang lain.
Keperluan adanya hukum untuk memberikan Perlindungan Konsumen
Indonesia merupakan suatu hal yang tidak dapat dielakka, sejalan dengan salah
satu tujuan pembangunan nasional kita yaitu melindungi bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia (Pembukaan UUD 1945 alinea IV). Membahas
keperluan hukum untuk memberikan perlindungan bagi konsumen Indonesia,
hendaknya terlebih dahulu kita melihat situasi peraturan perundang-undnagan
Indonesia. Khusunya peraturan atau keputusan yang memberikan perlindungan
19

bagi masyarakat. Sehingga bentuk hukum perlindungan konsumen yang

ditetapkan sesuai dengan yang diperlukan bagi konsumen Indonesia dan
keberadaannya tepat apabila diletakkan didalam kerangka sistem hukum
nasional.

19

Erman Rajagukguk et.al, 2000. Hukum Perlindungan Konsumen, CV. Mandar
Maju, Bandung, hlm. 83

17

1.6. Metode Penelitian
1.6.1. Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah
Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
merupakan tipe penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif
adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai
aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur,
komposisi, lingkup dan materi, konsistensi penjelasan umum dan pasal
demi pasal, formalitas dan ketentuan mengikat suatu undang-undang,
serta bahasan hukum yang digunakan.
Sedangkan pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan dan pendekatan konseptual yaitu menganalisis
permasalahan yang akan dibahas melalui konsep-konsep hukum yang
diambil dan buku-buku dan literatur-literatur maupun dengan pendekatan
kasus-kasus yang ada relevansinya dengan permasalahan.
1.6.2. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang penulis gunakan adalah sumber bahan
hukum yang berkaitan dengan rumusan masalah. Adapun sumber-sumber
hukum yang dipergunakan adalah:
1. Bahan Hukum Primer
Dalam penulisan skripsi ini bahan hukum primer diperoleh dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti:
a. Undang- Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.

18

c. Undang-Undang No. 23 Tahun 1922 tentang Kesehatan.
d. Undang-Undang No. 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal.
e. Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
f.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

2. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer seperti hasil-hasil karya dari kalangan hukum
dan diperoleh dari literatur, buku-buku, jurnal, dan lain-lain.
3. Bahan Hukum Tersier
Yaitu bahan hukum

penunjang

yang

memberi

petunjuk

dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti kamus hukum, surat kabar, majalah mingguan, dan
internet jugta dapat menjadi bahan bagi penelitian ini sepanjang
memuat informasi yang relevan dengan objek kajian penelitian hukum
ini.
1.6.3. Teknik Pengumpulkan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara mencatat bahan
hukum yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang relevan dengan
masalah yang dibahas.
1.6.4. Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis secara
deskriptif yaitu dengan menjelaskan, menggambarkan, serta memberikan
kajian analisis terhadap bahan hukum yang ada setelah bahan hukum
tersebut dicatat, diidentifikasikan kemudian disusun secara sistematis
sehingga memperoleh suatu kesimpulan.

19

BAB II
KEDUDUKAN DAN FUNGSI LEMBAGA BADAN PENGAWASAN OBAT DAN
MAKANAN (BPOM) DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN

2.1. Pengertian Konsumen dan Perlindungan Konsumen
Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

consument/konsument (Belanda).20 Pengertian tersebut secara harfiah diartikan
sebagai

”orang

atau

perusahaan

yang

membeli

barang

tertentu

atau

menggunakan jasa tertentu” atau ”sesuatu atau seseorang yang menggunakan
suatu persediaan atau sejumlah barang”.21Amerika Serikat mengemukakan
pengertian ”konsumen” yang berasal dari consumer berarti ”pemakai”, namun
dapat juga diartikan lebih luas lagi sebagai ”korban pemakaian produk yang
cacat”, baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan
korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula
oleh

korban

yang

bukan

pemakai.22Perancis

berdasarkan

doktrin

dan

yurisprudensi yang berkembang mengartikan konsumen sebagai ”the person who

obtains goods or services forpersonal or family purposes”. Dari definisi di atas
terkandung dua unsur, yaitu (1)konsumen hanya orang dan (2) barang atau jasa
yang

digunakan

untuk

keperluan

pribadi atau

keluarganya.23India

juga

mendefinisikan konsumen dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen India
yang menyatakan ”konsumen adalah setiap orang (pembeli) atas barang yang
20

Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika,
Jakarta, hlm. 22
21
Abdul Halim Barkatulah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen (Kajian Teoretis
danPerkembangan Pemikiran), Nusa Media, Bandung, hlm. 7
22
Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2009, Op. Cit., hlm. 23
23
Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia edisi Revisi 2006,
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hlm. 3

20

disepakati, menyangkut harga dan cara pembayarannya, tetapi tidak termasuk
mereka yang mendapatkan barang untuk dijual kembali atau lain-lain keperluan
komersial.24
Az. Nasution menegaskan beberapa batasan tentang konsumen, yakni:25
a. Konsumen adalah setiap orang yang mendapatkan barang atau jasa yang
digunakan untuk tujuan tertentu;
b. Konsumen antara adalah setiap orang yang mendapatkan barang dan/
atau jasa untuk digunakan dengan tujuan membuat barang dan/ atau
jasa lain untuk diperdagangkan (tujuan komersil); bagi konsumen antara,
barang atau jasa itu adalah barang atau jasa kapital yang berupa bahan
baku, bahan penolong atau komponen dari produk lain yang akan
diproduksinya (produsen). Konsumen antara ini mendapatkan barang
atau jasa di pasar industri atau pasar produsen.
c. Konsumen akhir adalah setiap orang yang mendapat dan menggunakan
barang dan/atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidupnya
pribadi,

keluarga

dan/

atau

rumah

tangga

dan

tidak

untuk

diperdagangkan kembali (non komersial).
Istilah konsumen juga dapat kita temukan dalam peraturan perundangundangan Indonesia. Secara yuridis formal pengertian konsumen dimuat dalam
Pasal 1 angka 2 UUPK :
”Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”.

24

Ibid, hlm. 4

25

Az. Nasution, 2001, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit
Media, Jakarta, hlm. 13 dalam Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hlm. 25

21

Dari pengertian konsumen di atas, maka dapat kita kemukakan unsurunsur definisi konsumen:26
a. Setiap orang
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang
berstatus sebagai pemakai barang dan/ atau jasa. Istilah ”orang” disini tidak
dibedakan apakah orang individual yang lazim disebut natuurlijkepersoon atau
termasuk juga badan hukum (rechtspersoon). Oleh karenaitu, yang paling tepat
adalah tidak membatasi pengertian konsumen sebatas pada orang perseorangan,
tetapi konsumen harus mencakup juga badan usaha dengan makna lebih luas
daripada badan hukum.
b. Pemakai
Kata “pemakai” dalam bunyi penjelasan Pasal 1 angka (2) UndangUndang

Perlindungan

Konsumendiartikan

sebagai

konsumen

akhir

(ultimateconsumer).
c. Barang dan/ atau jasa
UU Perlindungan Konsumen mengartikan barang sebagai sebagai benda,
baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak bergerak, benda
yang dapat dihabiskan maupun yang tidak dapat dihabiskan, yang dapat
diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
Sementara itu, jasa diartikan sebagai setiap layanan yang berbentuk pekerjaan
atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh
konsumen.

26

Ibid, hlm. 27

22

d. Yang tersedia dalam masyarakat
Barang/jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di
pasaran. Namun, di era perdagangan sekarang ini, syarat mutlak itu tidak lagi
dituntut oleh masyarakat konsumen. Misalnya, perusahaan pengembang
(developer) perumahan telah biasa mengadakan transaksi konsumen tertentu
seperti futures trading dimana keberadaan barang yang diperjualbelikan bukan
sesuatu yang diutamakan.
e. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, makhluk hidup lain.
Transaksi konsumen ditujukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, dan makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan.
f.

Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam UUPK ini dipertegas, yakni hanya konsumen

akhir yang menggunakan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya,
keluarganya, atau pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
(keperluan non-komersial).
Definisi ini sesuai dengan pengertian bahwa konsumen adalah pengguna
terakhir, tanpa melihat apakah si konsumen adalah pembeli dari barang dan/
atau jasa tersebut.27Hal ini juga sejalan dengan pendapat dari pakar masalah
konsumen di Belanda, Hondius yang menyimpulkan, para ahli hukum pada
umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai produksi terakhir
dari benda dan jasa (pengertian konsumen dalam arti sempit).28
Az. Nasution berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen adalah
bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang
27

Abdul Halim Barkatulah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen(Kajian Teoritis
dan Perkembangan Pemikiran), Nusa Media, Bandung, hlm. 8
28
Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Grasindo: Jakarta hlm. 3

23

bersifat mengatur dan mengandung sifat yang melindungi kepentingan
konsumen, sedangkan hukum konsumen adalah hukum yang mengatur
hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan
barang atau jasa konsumen di dalam pergaulan hidup.29 Namun, ada pula yang
berpendapat bahwa hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari
hukum konsumen. Hal ini dapat kita lihat bahwa hukum konsumen memiliki skala
yang lebih luas karena hukum konsumen meliputi berbagai aspek hukum yang
didalamnya terdapat kepentingan pihak konsumen dan salah satu bagian dari
hukum konsumen ini adalah aspek perlindungannya, misalnya bagaimana cara
mempertahankan hak-hak konsumen terhadap gangguan pihak lain.30
Hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar
hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum
yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan
penuh optimisme. Pengaturan tentang hukum perlindungan konsumen telah
diatur dalam UUPK. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa:
“Perlindungan konsumen adalah segalaupaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.”
Kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepadakonsumen berupa
perlindungan terhadap hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui undangundang khusus, memberi harapan agar pelaku usaha tidak bertindak sewenangwenang yang selalu merugikan hak-hak konsumen.31
Adapun
perlindungan

tujuan
konsumen

penyelenggaraan,
yang

pengembangan

direncanakan

adalah

dan

untuk

pengaturan

meningkatkan

29

Ibid, hlm. 11
Ibid, hlm. 12

30

31

Happy Susanto, 2008, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia: Jakarta,

hlm. 4

24

martabat32 dan kesadaran konsumen, dan secara tidak langsung mendorong
pelaku usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa
tanggung jawab.33Pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan:
a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung akses dan
informasi, serta menjamin kepastian hukum;
b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan
seluruh pelaku usaha pada umumnya;
c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa
d. Memberikan

perlindungan

kepada

konsumen

dari

praktik

usaha

yangmenipu dan menyesatkan;
e. Memadukan

penyelenggaraan,

pengembangan

dan

pengaturan

perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidangbidang lainnya.
A. Zen Umar Purba mengemukakan kerangka umum tentang sendi-sendi
pokok pengaturan perlindungan konsumen yaitu sebagai berikut:34
a. Kesederajatan antara konsumen dan pelaku usaha
b. Konsumen mempunyai hak
c. Pelaku usaha mempunyai kewajiban
d. Pengaturan

tentang

perlindungan

konsumen

berkontribusi

pada

pembangunan nasional
e. Perlindungan konsumen dalam iklim bisnis yang sehat
f. Keterbukaan dalam promosi barang atau jasa
32

Abdul Halim Barkatulah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen (Kajian Teoritis
dan Perkembangan Pemikiran), Nusa Media, Bandung, hlm. 18
33
Happy Susanto, 2008, Op.Cit, hlm. 5
34
Ibid

25

g. Pemerintah perlu berperan aktif
h. Masyarakat juga perlu berperan serta
i.

Perlindungan konsumen memerlukan terobosan hukum dalam berbagai
bidang

j.

Konsep perlindungan konsumen memerlukan pembinaan sikap
Dengan adanya UUPK beserta perangkat hukum lainnya, konsumen

memiliki hak dan posisi yang berimbang dan mereka dapat menggugat atau
menuntut jika ternyata hak- haknya telah dirugikan atau dilanggar oleh pelaku
usaha.35Purba

menguraikan

konsep

perlindungan

konsumen

sebagai

berikut:36”Kunci Pokok Perlindungan Konsumen adalah bahwa konsumen dan
pengusaha (produsen atau pengedar produk) saling membutuhkan. Produksi
tidak ada artinya kalau tidak ada yang mengkonsumsinya dan produk yang
dikonsumsi secara aman dan memuaskan, pada gilirannya akan merupakan
promosi gratis bagi pengusaha”.
Di samping UUPK, terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan
lainnya yang bisa dijadikan sebagai sumber atau dasar hukum yaitu sebagai
berikut:37
a. PP No. 57 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Badan Perlindungan
Konsumen Nasional.
b. PP No. 58 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.

35

Ibid
Abdul Halim Barkatulah, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen(Kajian
Teoritis dan Perkembangan Pemikiran), Nusa Media, Bandung, hlm. 47
37
Happy Susanto, 2008, Op.Cit, hlm. 20
36

26

c. PP No. 59 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
d. Keppres No. 90 Tahun 2001 tanggal 21 Juli 2001 tentang Pembentukan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Pemerintah Kota Medan, Kota
Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota
Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota
Makassar.
e. Kepmenperindag No. 301/MPP/KEP/10/2001 tentang Pengangkatan,
Pemberhentian Anggota dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen.
f. Kepmenperindag

No.

302/MPP/KEP/10/2001

tentang

Pendaftaran

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
g. Kepmenperindag

No.

605/MPP/Kep/8/2002

tentang

Pengangkatan

Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah
KotaMakassar, Kota Palembang, Kota Surabaya, Kota Bandung, Kota
Semarang, Kota Yogyakarta dan Kota Medan.
h. Kepmenperindag No. 480/MPP/Kep/6/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang
Perubahan Atas Kepmenperindag No. 302/MPP/KEP/10/2001 tentang
Pendaftaran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.
i.

Kepmenperindag No. 418/MPP/Kep/4/2002 tanggal 30 April 2002 tentang
Pembentukan Tim Penyeleksi Calon Anggota Badan Perlindungan
Konsumen.

27

2.2. Hak dan Kewajiban Konsumen
Sebagai pemakai barang dan/ atau jasa, konsumen memiliki sejumlah hak
dan kewajiban. Pengetahuan akan hak-hak konsumen adalah hal yang sangat
penting agar masyarakat dapat bertindak sebagai konsumen yang kritis dan
mandiri sehingga ia dapat bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hakhaknya ketika ia menyadari hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha.
Menurut John F. Kennedy, secara umum dikenal 4 (empat) hak dasar
konsumen, yaitu:38
1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety)
Konsumen berhak mendapatkan keamanan dan barang dan jasa yang
ditawarkan kepadanya. Produk barang dan jasa itu tidak boleh membahayakan
jika dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani atau
rohani terlebih terhadap barang dan/ atau jasa yang dihasilkan dan dipasarkan
oleh pelaku usaha yang berisiko sangat tinggi.39Untuk itu diperlukan adanya
pengawasan secara ketat yang harus dilakukan oleh pemerintah.
2. Hak untuk mendapatkan informasi (the right tobe informed)
Setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai
informasi yang benar baik secara lisan, melalui iklan di berbagai media, atau
mencantumkan dalam kemasan produk (barang). Hal ini bertujuan agar
konsumen tidak mendapat pandangan dan gambaran yang keliru atas produk
barang dan jasa.

38

Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Grasindo: Jakarta hlm. 19

39

Ibid, hlm. 23

28

3. Hak untuk memilih (the right to choose)
Konsumen berhak untuk menentukan pilihannya dalam mengkonsumsi
suatu produk. Ia juga tidak boleh mendapat tekanan dan paksaan dari pihak luar
sehingga ia tidak mempunyai kebebasan untuk membeli atau tidak membeli.40
4. Hak untuk didengar (the right to be heard)
Hak ini berkaitan erat dengan hak untuk mendapatkan informasi. Ini
disebabkan informasi yang diberikan oleh pihak yang berkepentingan sering tidak
cukup memuaskan konsumen.41 Untuk itu konsumen harus mendapatkan haknya
bahwa kebutuhan dan klaimya bisa didengarkan, baik oleh pelaku usaha yang
bersangkutan maupun oleh lemabaga-lembaga perlindungan konsumen yang
memperjuangkan hak-hak konsumen.42
Selain keempat hak di atas, hak-hak Konsumen juga diatur dalam Pasal 4
UUPK yaitu sebagai berikut:
1. Hak atas kenyamanan, kemanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang
dan/ atau jasa tersebut sesuai dengannilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannyaa atas barang dan/atau
jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
40

Ibid, hlm. 27
Ibid, hlm. 26

41
42

Happy Susanto, 2008,Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Visimedia: Jakarta hlm.

25

29

Hak-hak konsumen yang telah disebutkan di atas dapat diuraikan sebagai
berikut:43
1. Hak atas keamanan dan keselamatan
Hak ini dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan dalam
penggunaan barang atau jasa yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat
terhindar dari kerugian (fisik maupun psikis) apabila memakai suatu produk.
2. Hak untuk memilih
Hak ini dimaksudkan untuk memberikann kebebasan kepada konsumen
untuk memilih produk-produk tertentu sesuai dengan kebutuhannya tanpa ada
tekanan dari pihak luar. Berdasarkan hak ini, konsumen berhak memutuskan
untuk membeli atau tidak suatu produk termasuk juga untuk memilih baik
kualitas maupun kuantitas jenis produk yang dipilihnya.
Hak ini dimiliki oleh konsumen hanya jika ada alternatif pilihan dari jenis
produk tertentu, karena jika suatu produk dikuasai secara monopoli oleh suatu
produsen/pelaku usaha atau dengan kata lain tidak ada pilihan lain (barang
maupun jasa), maka dengan sendirinya hak untuk memilih tidak berfungsi.
3. Hak untuk memperoleh informasi
Hak atas informasi yang benar dan jelas dimaksudkan agar konsumen
dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk karena dengan
informasi tersebut, konsumen dapat memilih produk yang diinginkan sesuai
dengan kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam
penggunaan produk. Informasi tersebut diantaranya adalah mengenai manfaat
kegunaan

produk,

efek

samping

atas

penggunaan

produk,

tanggal

kadaluwarsa,serta identitas produsen dari produk tersebut. Informasi tersebut
43

Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen-Cetakan

Pertama, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 45

30

dapat disampaikan secara lisan maupun secara tertulis, baik yang dilakukan
dengan mencantumkan pada label yang melekat pada produk maupun melalui
iklan-iklan yang disampaikan oleh produsen/pelaku usaha, baik melalui media
cetak maupun media elektronik.
Informasi ini dapat memberikan dampak signifikan untuk meningkatkan
efisiensi dari konsumen dalam memilih produk serta meningkatkan kesetiannya
terhadap produk tertentu, sehingga akan memberikan keuntungan bagi pelaku
usaha yang memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian, pemenuhan hak ini
akan menguntungkan konsumen dan pelaku usaha.
4. Hak untuk didengar
Hak ini adalah hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat
berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan produk-produk
tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang
memadai, atau berupa pengaduan atas kerugian yang telah dialami akibat
penggunaan suatu produk atau berupa pernyataan/pendapat tentang suatu
kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan kepentingan konsumen. Hak ini
disampaikan baik secara perorangan maupun kolektif, baik yang disampaikan
secara langsung maupun diwakili oleh suatu lembaga tertentu.
5. Hak untuk mendapatkan upaya penyelesaian hukum yang patut
Hak ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan konsumen yang telah
dirugikan akibat penggunaan suatu produk melalui jalur hukum.
6. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen
Hak ini dimaksudkan agar konsumen memperoleh pengetahuan maupun
keterampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat
penggunaan produk. Dengan adanya pendidikan bagi konsumen diharapkan

31

konsumen dapat lebih kritis dan teliti dalam memilih suatu produk yang
dibutuhkan.
7. Hak untuk diperlakukan secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
Maksud hak ini adalah hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar
dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah,
pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya.
8. Hak untuk memperoleh ganti kerugian
Hak ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi
rusak (tidak seimbang) akibat adanya penggunaan barang atau jasa yang tidak
memenuhi harapan konsumen. Hak ini terkait dengan penggunaan produk yang
telah merugikan konsumen baik yang berupa kerugian materi maupun kerugian
yang menyangkut diri konsumen. Hak ini dapat diselesaikan secara damai (di luar
pengadilan) maupun yang diselesaikan melalui pengadilan.
9. Hak untuk mendapatkan barang ataujasa sesuai dengan nilai tukar yang
diberikannya.
Hak ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari akibat permainan
harga secara tidak wajar oleh pelaku usaha. Karena dalam keadaan tertentu
konsumen dapat saja membayar harga suatu barang atau jasa yang jauh lebih
tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang atau jasa yang
diperolehnya.
Selain memperoleh hak tersebut, konsumen juga mempunyai kewajiban.
Ketentuan kewajiban konsumen dapat kita lihat dalam Pasal 5 UUPK, yaitu:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan
keselamatan;
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa;
32

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Undang-undang Perlindungan Konsumen tidak hanya mengatur tentang
hak-hak dan kewajiban-kewajiban konsumen,juga hak-hak dan kewajibankewajiban pelaku usaha. Pasal 1 ayat (3) UUPK memberikan pengertian:
”pelaku usaha adalahsetiap perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri amupun bersama-sama melalui
perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha d