STRATEGI PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MUDARABAH BERMASALAH BAGI SEKTOR USAHA KECIL PASAR LEGI JOMBANG : STUDI KASUS PADA BMT UGT SIDOGIRI CABANG JOMBANG.

(1)

STRATEGI PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MUD}A>RABAH BERMASALAH BAGI SEKTOR USAHA KECIL PASAR LEGI JOMBANG

(Studi Kasus Pada BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang)

SKRIPSI

OLEH:

LAILATUN NISYA’UL KHOIRIYAH

Nim: C74211174

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SURABAYA


(2)

ii


(3)

(4)

(5)

v

ABSTRAK

Dalam hal ini peneliti akan mengangkat judul ““Strategi Penyelesaian Pembiayaan Mud}a>rabah Bermasalah bagi Sektor Usaha Kecil Pasar Legi Jombang”

dengan rumusan masalah: 1. Bagaimana cara pencegahan terhadap pembiayaan

mud}a>rabah bermasalah bagi sektor usaha kecil Pasar Legi Jombang? 2. Bagaimana

strategi di BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang dalam penyelesaian pembiayaan

mud}a>rabah bermasalah bagi sektor usaha kecil Pasar Legi Jombang?.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dalam penelitian kualitatif data dikumpulkan oleh peneliti sendiri secara pribadi dengan memasuki lapangan, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif atau lapangan yaitu penelitian yang menggunakan latar alamiah yang dilakukan di BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang untuk menggali data-data yang relevan. Dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada, yang bertujuan untuk mendeskripsikan strategi BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang dalam menyelesaikan pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah bagi sektor usaha kecil Pasar Legi Jombang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang dalam menangani nasabah pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah khususnya pada nasabah pasar Legi Jombang.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh bahwa pencegahan pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah khususnya bagi sektor pedagang pasar legi Jombang yaitu : Melakukan analisis atau penilaian terhadap permohonan pembiayaan, Analisis penilaian pembiayaan yaitu menggunakan 4C dan 5P, Yang terakhir dengan pemantauan penggunaan pembiayaan. Adapun cara menyelesaikan pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah khususnya bagi sektor usaha pedagang pasar Legi Jombang yaitu dengan cara Surat penagihan, Rescheduling, Restructuring dan Reconditioning, penyitaan jaminan, eksekusi jaminan, Penghapusan hutang (Write Off).

Berdasarkan pembahasan tersebut maka saran yang mungkin dapat dijadikan pertimbangan dan masukan bagi BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang: 1. Untuk melakukan pencegahan pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah khususnya bagi sektor usaha pasar Legi Jombang alangkah baiknya pihak BMT melakukan prosedur penerimaan pembiayaan dengan teliti dan selalu melakukan pengawasan terhadap pembiayaan yang telah tersalurkan khususnya bagi sektor usaha kecil pasar Legi Jombang, 2. Hendaknya penilaian pembiayaan mud}a>rabah dilakukan dengan sebaik mungkin, hal ini untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pembiayaan mud}a>rabah bermasalah, khususnya bagi para nasabah pasar tradisional legi Jombang.3. Hendaknya tidak memberikan pembiayaan kembali kepada nasabah yang pernah melakukan wanprestasi. 4. Meningkatkan pengawasan internal. 5. Hendaknya proses pengawalan (monitoring) setelah fasilitas pembiayaan dicairkan lebih ditingkatkan karena setelah pembiayaan diberikan tidak selamanya berjalan tanpa adanya hambatan atau resiko.


(6)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiii

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 10

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Kajian Pustaka ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 14

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metode Penelitian ... 17


(7)

ix

BAB II STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MUD}A>RABAH BERMASALAH DI BMT

A. Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ... 24

B. Pembiayaan Bermasalah ... 28

C. Pembiayaan ... 30

D. Baitul al Ma>l wa al Tamwil ... 46

BAB III PENERAPAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MUD}A>RABAH YANG BERMASALAH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG JOMBANG A. Sejarah BMT UGT Sidogiri cabang Jombang ... 50

B. Prinsip Utama Operasional BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang ... 63

C. Usaha Kecil Pasar Legi Jombang ... 65

D. Data Pembiayaan di BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang ... 67

E. Studi Kasus Pembiayaan Mud}a>rabah Bermasalah Pada Usaha Pedagang Pasar Legi Jombang ... 68

F. Pencegahan pembiayaan Mud}a>rabah Bermasalah BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang ... 72

G. Strategi yang dilakukan BMT UGT Sidogiri cabang Jombang dalam menyelesaikan pembiayaan Mud}a>rabah Bermasalah ... 80

H. Progress Setelah Strategi Penyelesaian Pembiayaan Itu Diterapkan ... 85

BAB IV ANALISIS PENCEGAHAN DAN STRATEGI PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MUD}A>RABAH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG JOMBANG A. Pencegahan Pembiayaan Mud}a>rabah Bermasalah BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang ... 82


(8)

x

B. Strategi yang dilakukan BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang dalam Menyelesaikan Pembiayaan Mud}a>rabah

Bermasalah ... 87 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 93 B. Saran ... 94 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi syariah yang tinggi. Dalam dua dekade ini perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia sangat menggembirakan. Bank Indonesia (2013) melaporkan bahwa bank syariah di Indonesia tumbuh dengan pesat antara 40-60% pertahun. Pada tahun 2014 terdapat 11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Unit Usaha Syariah (USS) dan 158 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) sampai dengan tahun 2013.1 Dengan diberlakukan pasar bebas ASEAN pada tahun 2015, bank Syariah di Indonesia memiliki peluang sekaligus tantangan dalam mengembangkan dan meningkatkan kontribusi Bank Syariah terhadap industri perbankan di Indonesia. Untuk itu tentunya diperlukan strategi yang tepat dan efektif untuk dapat mewujudkan Bank Syariah yang sehat dan kuat secara finansial dan senantiasa patuh prinsip-prinsip syariah.

Di Indonesia pada tahun 1990-an Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) sangat aktif melakukan pengkajian tentang pengembangan ekonomi Islam di Indonesia.Hasil diskusi oleh beberapa kalangan diantaranya ICMI dan para ulama yang tergabung dengan majelis ulama Indonesia (MUI)

1Firmansyah.“Perkembangan industry syariah”, dalam


(10)

2

menghendaki adanya lembaga keuangan syariah dan bebas dari unsur riba>, salah satunya lembaga keuangan syariah adalah BMT.

Karena keterbatasan jangkauan dari bank terhadap usaha lapisan bawah, banyak para rentenir yang meminjamkan uangnya kepada pelaku usaha kalangan kecil dengan bunga yang tinggi. Hal ini sangat jelas mendzolimi orang-orang yang lemah secara ekonomi.

Ketika Indonesia mengalami masa-masa sulit selama krisis ekonomi dan moneter, BMT banyak berperan hingga kelapisan bawah. Dengan kata lain, BMT sering melakukan pendekatan dan bantuan kepada kalangan usaha kecil dan menengah untuk mendorong kemajuan usaha mereka.

Salah satunya adalah kepada para pengusaha pedagang yang berada di pasar tradisional, sektor usaha kecil pasar tradisional merupakan sektor yang memiliki peran strategis bagi masyarakat dan pemerintah. Salah satunya sebagai penunjang kelancaran pembangunan dan sumber pendapatan negara. Ketika dilanda krisis ekonomi, pasar tradisional mampu menjadi penopang hidup sebagian masyarakat Indonesia, baik yang berprofesi sebagai pedagang, maupun para petani yang hanya mampu memasarkan hasil pertaniannya lewat pasar tradisional ini.

Untuk meningkatkan produktivitas, salah satu faktor penunjang terpenting adalah ketersediaan modal yang cukup terutama dalam pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan pengusaha kecil menjadi menengah. Hal itu disebabkan adanya beberapa kendala seperti tingkat ketrampilan, kemampuan, keahlian, manajemen sumber daya


(11)

3

manusia, kewirausahaan, keuangan, dan kelemahan dalam strukur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan.

BMT adalah kepanjangan dari Baitul al Ma>l wa al Tamwil, yaitu lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroprasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. BMT sesuai namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:

1. Baitul al ma>l (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.2

2. Baitul al tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.

BMT dilihat dari fungsinya merupakan lembaga intermediasi keuangan yang mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota, kelompok usaha anggota muamalat (Pokusma) menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota.3 BMT

beroperasi berlandaskan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang pada intinya menerapkan bahwa dana pada dasarnya merupakan salah satu alat produksi

2 Soemitra Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: kencana prenada media group,

2009), 451.


(12)

4

untuk meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan orang atau perorang. BMT tumbuh dari keinginan dan prakarsa masyarakat sendiri, sehingga BMT merupakan salah satu jenis kelompok swadaya masyarakat yang bekerja dari, oleh, dan untuk anggota.

Kehadiran BMT (Baitul al Ma>l wa al Tamwil), sebagai pendatang baru dalam dunia pemberdayaan masyarakat melalui sistem simpan pinjam Syariah dimaksudkan untuk menjadi alternatif yang lebih inovatif dalam jasa keuangan.

BMT pada dasarnya bukan lembaga perbankan murni, melainkan lembaga keuangan mikro syariah yang menjalankan sebagian besar sistem operasional berdasarkan pada perbankan syariah. Dari segi namanya Baitul al Ma>l waal Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil antara lain dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu Baitul al ma>l wa al Tamwil juga bisa menerima titipan zakat, infak, dan sedekah serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnnya.4

Baitul al Ma>l wa al Tamwil (BMT) UGT Sidogiri cabang Jombang merupakan anak cabang dari BMT UGT Sidogiri yang berpusat di Pasuruan. Saat ini BMT UGT Sidogiri memiliki 230 unit layanan Baitul al Ma>l waalTamwil atau Jasa Keuangan Syariah dan 1 unit pelayanan transfer.


(13)

5

Baitul al Ma>l waal Tamwil (BMT) UGT Sidogiri cabang Jombang adalah lembaga keuangan Syariah yang ada di kota Jombang. Berdirinya BMT UGT Sidogiri Jombang karena mayoritas penduduk Jombang beragama Islam dan keinginan masyarakat untuk memiliki lembaga keuangan yang berlandaskan hukum Islam. Selain itu juga untuk mengembangkan ekonomi Syariah dan mengentaskan pedagang pasar tradisional dari jeritan rentenir. Karena perbedaan antara lembaga keuangan Syariah dan non Syariah adalah terletak pada pembiayaan dan pemberian balas jasa baik yang diterima oleh BMT UGT Sidogiri Jombang maupun anggota penyimpan. Penentuan imbalan yang diinginkan dan yang akan diberikan oleh BMT UGT Sidogiri Jombang kepada anggotanya semata-mata didasarkan pada prinsip bagi hasil (loss and profit sharing) bukan berdasarkan pada bunga seperti pada bank konvensional.5

Adapun beberapa pembiayaan yang diberikan BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang kepada anggotanya yaitu, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil dengan pembiayaan mud}a>rabah dan musha>rakah, pembiayaan dengan prinsip jual beli atau pembiayaan mura>bah}ah dan pembiayaan dengan prinsip sewa dengan jenis pembiayaan ija>rah.

Pembiayaan mud}a>rabah adalah akad kerjasama permodalan usaha BMT sebagai pemilik modal (s}ahibu>l ma>l) menyetorkan modalnya kepada anggota, calon anggota, koperasi lain atau anggota sebagai pengusaha (mud}arib) untuk melakukan kegiatan usaha sesuai akad dengan ketentuan


(14)

6

pembagian keuntungan dibagi bersama sesuai kesepakatan (nisbah) dan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal sepanjang bukan merupakan kelalaian penerima pembiayaan.6

Dalam proses pemberian pembiayaan mud}a>rabah kepada anggota khususnya nasabah Pasar Legi Jombang terdapat prosedur pembiayaan yaitu merupakan gambaran sifat atau metode untuk melaksanakan kegiatan pembiayaan. Calon nasabah yang mengajukan pembiayaan di BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang harus menempuh prosedur pembiayaan yang sehat, meliputi prosedur persetujuan pembiayaan, prosedur administrasi dan prosedur pengawasan pembiayaan semua hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya pembiayaan bermasalah khususnya dalam akad mud}a>rabah walaupun dalam setiap pemberian pembiayaan terdapat unsur resiko yaitu adanya ketidakpastian yang dapat menghambat kelancaran pengembalian pembiayaan.

BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang mengharapkan bahwa pembiayaan yang diberikan akan berjalan lancar dan tidak mengalami masalah atau kemacetan, namun dalam prakteknya terkadang tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan, pembiayaan bermasalah khususnya akad mud}a>rabah tetap ada walaupun dalam proses pemberian pembiayaan dilakukan analisis yang sungguh-sungguh karena BMT tidak dapat menjamin bahwa usaha anggota akan tetap berjalan dengan baik atau lancar.

6Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah dan Unit Jasa Keuangan Syari’ah Koperasi, 2007


(15)

7

Penyelewengan juga mudah timbul sejak pembiayaan itu disalurkan oleh BMT kepada anggotanya. Oleh karena itu tugas BMT tidak berhenti pada tahap pemberian pembiayaan saja tetapi BMT masih harus melakukan pengawasan mulai dari pembiayaan itu diberikan sampai dengan pembiayaan dibayar lunas oleh anggota. Apabila dalam pemberian pembiayaan itu BMT kurang memperhatikan aspek pengawasan maka segala permasalahan yang timbul baru dapat diketahui setelah masalah tersebut terjadi menjadi berat dan sulit untuk diatasi. Akibat dari keadaan tersebut kualitas pembiayaan yang diberikan akan menjadi buruk. Adanya pembiayaan bermasalah dalam akad mud}a>rabah apabila pembiayaan tersebut sudah berada pada tahap pembiayaan macet akan membutuhkan banyak waktu, tenaga dan dana BMT untuk menyelamatkannya.

Maka untuk mengantisipasi semakin meningkatnya pembiayaan bermasalah khususnya akad mud}a>rabah BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang melakukan upaya-upaya untuk menyelesaikan pembiayan bermasalah yang terjadi.

Kasus pembiayaan bermasalah terjadinya tidak secara tiba-tiba, karena pada umumnya sebelum mengalami pembiayaan bermasalah terlebih dahulu akan mengalami tahap bermasalah. Pada tahap ini dari pihak BMT akan memperingatkan secara kekeluargaan apabila tidak bisa maka akan diakad ulang lebih lanjut. Apabila pembiayaan memasuki tahap kemacetan maka pihak debitur dianggap telah melakukan wanprestasi, yaitu tindakan melawan hukum.


(16)

8

Sedangkan dalam hukum Islam seseorang itu diwajibkan untuk menghormati dan mematuhi setiap perjanjian atau amanah yang sudah dipercayakan kepadanya, sebagaimana Allah telah berfirman dalam QS. AL Anfaal (8): 27

                     

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu

mengetahui”. (Q.s Al-Anfaal:27).

Berdasarkan ayat tersebut, maka pihak debitur dapat dikenakan sanksi tindakan sesuai dengan kondisi serta alasannya, karena ia telah melakukan wanprestasi, sehingga telah merugikan orang lain.

Persoalan pokok pada pembiayaan yang bermasalah adalah ketidaksediaan atau ketidaksanggupan debitur memperoleh pendapatan untuk melunasi pembiayaan seperti yang telah disepakati. Karena untuk dapat bertahan ditengah-tengah persaingan lembaga keuangan Islam khususnya BMT, perlu adanya upaya-upaya yang harus dilakukan BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang dalam mengatasi pembiayaan mud}a>rabahbermasalah. Upaya tersebut bisa berupa tindakan pencegahan dan penyelesaian terhadap nasabahnya sebagai debitur atau mitra apabila melakukan wanprestasi atas perjanjian yang telah disepakati.

Dari hasil pra penelitian yang peneliti lakukan, dapat diketahui presentase pembiayaan bermasalah yang terjadi di BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang adalah sebagai berikut :


(17)

9

Tabel 1.1

Perkembangan Outstanding dan NPF Tahun Bulan Outstanding Pembiayaan

bermasalah NPF (%) Perkembangan (%) 2013

Januari Rp 26.248.158 Rp 527.455 2,01

Februari Rp 38.898.398 Rp 532.455 1,37 -0,64 Maret Rp 51.078.298 Rp 719.525 1,41 0,04

April Rp 62.554.338 Rp 1.309.944 2,09 0,69 Mei Rp 74.510.038 Rp2.265.101 3,04 0,95 Juni Rp 90.758.488 Rp 3.410.812 3,76 0,72 Juli Rp 110.630.088 Rp 4.855.379 4,39 0,63 Agustus Rp 137.934.478 Rp6.250.533 4,53 0,14 September Rp 144.354.078 Rp 8.291.755 5,74 1,21 Oktober Rp 161.460.478 Rp 10.295.655 6,38 0,63 Nopember Rp179.330.563 Rp 12.482.004 6,96 0,58 Desember Rp 197.413.063 Rp 15.737.873 7,97 1,01

2014

Januari Rp 211.983.840 Rp 16.937.000 7,99 0,02 Februari Rp 227.166.490 Rp 18927145 8,33 0,34 Maret Rp 244.068.290 Rp 21.212.330 8,69 0,36 April Rp 261.934.790 Rp 22.796.931 8,70 0,01 Mei Rp 276.712.690 Rp 24.568.684 8,88 0,18 Juni Rp 293.027.190 Rp 25.651.447 8,75 -0,12

Juli Rp 312.663.690 Rp 27.245.746 8,71 -0,04 Agustus Rp 328.865.940 Rp 28.504.866 8,67 -0,05 September Rp 335.617.970 Rp 29.610.545 8,82 0,16

Oktober Rp 351.323.470 Rp 30.163.387 8,59 -0,24 Nopember Rp 369.478.470 Rp 30.781.776 8,33 -0,25 Desember Rp 386.405.420 Rp 31.816.060 8,23 -0,10 Keterangan :

 Outstanding yaitu pembiayaan sejak awal diberikan sampai dengan sekarang.

Berdasarkan tabel dan latar belakang tersebut tentang pembiayaan bermasalah, pembiayaan yang terjadi di BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang seringkali mengalami bermasalah dan rata-rata pembiayaan bermasalah (NPF) tersebut terus mengalami peningkatan atau kenaikan dibandingkan dengan penurunan dimana ada kebijakan BMT dalam membuat strategi untuk


(18)

10

menyelesaikan pembiayaan yang bermasalah. Namun, pada tahun berikutnya perlu adanya pencegahan dan strategi yang tepat guna untuk meminimalisasi pembiayaan bermasalah yang terus meningkat.

Berdasarkan fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengangkat judul “Strategi Penyelesaian Pembiayaan Mud}a>rabah Bermasalah bagi Sektor Usaha Kecil Pasar Legi Jombang”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari Latar Belakang di atas, dapat diperoleh identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Peran Baitul al Ma>l wa al Tamwil dalam meminimalisasi pencegahan pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah.

2. Kriteria nasabah yang layak sebagai penerima pembiayaan mud}a>rabah. 3. Pengawasan yang dilakukan BMT setelah pencairan pembiayaan

mud}a>rabah.

4. Prosedur BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang dalam menentukan kelayakan bagi nasabah pengguna pembiayaan mud}a>rabah khususnya nasabah pedagang Pasar Legi Jombang.

Berdasarkan identifikasi masalah dan kemampuan peneliti dalam mengidentifikasi masalah, maka dalam penelitian ini akan dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Cara pencegahan terhadap pembiayaan mud}a>rabah bermasalah bagi sektor usaha kecil pasar Legi Jombang.


(19)

11

2. Strategi yang digunakan BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang dalam menyelesaikan pembiayaan mud}a>rabah bermasalah bagi sektor usaha kecil Pasar Legi Jombang.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana cara pencegahan terhadap pembiayaan mud}a>rabah bermasalah bagi sektor usaha kecil Pasar Legi Jombang?

2. Bagaimana strategi di BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang dalam penyelesaian pembiayaan mud}a>rabah bermasalah bagi sektor usaha kecil Pasar Legi Jombang?

D. Kajian Pustaka

Penelitian yang peneliti lakukan berjudul “Strategi Penyelesaian Pembiayan Mud}a>rabah bagi Sektor Usaha Kecil Pasar Tradisional Legi Jombang”. Penelitian ini tentu tidak lepas dari berbagai penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai pandangan dan juga referensi.

Pertama, yaitu penelitian yang berjudul “Strategi penanganan pembiayaan bermasalah pada pembaiayaan mura>bah}ah di BMT Bina Ihsanul

Fikri Yogyakarta” oleh Nur Inayah. Penelitian ini membahas upaya penangan

pembiayaan bermasalah pada pembiayaan murabahah di BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta.7

7 Nur Inayah, “Strategi penanganan pembiayaan bermasalah pada pembaiayaan murabahah di BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta” (skripsi, fakultas dakwah, Universitas Islam Nergeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009)


(20)

12

Kedua, penelitian berjudul “Analisis perkembangan usaha mikro dan kecil setelah memperoleh pembiayaan mud}a>rabah dari BMT AL Taqwa

Halmahera di kota Semarang” oleh Fitra Ananda. Penelitian ini bertujuan

untuk menganalisis perbedaan modal usaha, omset penjualan dan keuntungan usaha mikro kecil sebelum dan sesudah memperoleh pembiayaan mud}a>rabah dari BMT AL Taqwa Halmahera. Selain itu juga menganalisis perkembangan modal usaha, omset penjualan, dan keuntungan usaha mikro kecil di kota semarang.8

Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Khoirul Umam dengan judul “Pengaruh pembiayaan BMT Sumber Kembangsari terhadap peningkatan pendapatan pedagang kecil” dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis pembiayaan yang disediakan oleh BMT Sumber Usaha, dan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pembiayaan yang diberikan BMT Sumber usaha terhadap usaha kecil terutama pedagang kecil.9

Merujuk pada penelitian penelitian diatas, maka yang menjadi perbedaan penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:

Pada penelitian pertama, jika membahas Strategi penanganan pembiayaan bermasalah pada pembaiayaan mura>bah}ah di BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta, pada penelitian ini lebih membahas mengenai pembiayaan murabahah dan untuk semua produk, untuk penelitian yang saya lakukan

8Fitra Ananda, “Analisis perkembangan usaha mikro dan kecil setelah memperoleh pembiayaan mudharabah dari BMT At Taqwa Halmahera di kota Semarang” (skripsi, fakultas ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang, 2011) 7.

9Khoiril Umam, “Pengaruh Pembiayaan BMT Sumber Usaha Kembangsari terhadap Peningkatan Pendapatan Pedagang Kecil” (skirpsi, perbankan syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, 2012) 5.


(21)

13

lebih ke pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah pada sektor usaha kecil pasar tradisional.

Penelitian kedua mengenai perkembangan usaha mikro dan kecil setelah memperoleh pembiayaan mudharabah dan bertujuan untuk memberikan modal usaha, omset penjualan dan keuntungan usaha mikro kecil sebelum dan sesudah memperoleh pembiayaan mud}a>rabah.

Pada penelitian ketiga, lebih untuk mengetahui jenis-jenis pembiayaan yang disediakan oleh BMT Sumber Usaha, dan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pembiayaan yang diberikan BMT Sumber Usaha terhadap usaha kecil terutama pedagang kecil, untuk penelitian yang peneliti lakukan lebih ke upaya yang dilakukan BMT untuk menyelamatkan pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah.

E. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan dan mengetahui cara atau strategi yang di lakukan BMT UGT Sidogiri Jombang dalam pencegahan terjadinya pembiayaan mud}a>rabah bermasalah bagi sektor usaha kecil Pasar Legi Jombang.

2. Untuk mendeskripsikan strategi BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang dalam menyelesaikan pembiayaan mud}a>rabah bermasalah bagi sektor usaha kecil Pasar Legi Jombang.


(22)

14

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan berguna:

1. Bahan masukan bagi lembaga keuangan BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang dalam penyelesaian pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah khususnya bagi sektor usaha kecil Pasar Legi Jombang.

2. Bagi penulis penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sarana pengembangan pengetahuan setelah diperoleh selama perkuliahan.

3. Menjadikan sumbangan bagi pihak lain yang ingin mngetahui lebih jauh mengenai cara penyelesaian pembiayaan mud}a>rabah bermasalah khususnya pada BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional memuat penjelasan tentang pengertian yang bersifat operasional dari konsep / variabel penelitian sehingga bisa dijadikan acuan dalam menelusuri, menguji atau mengukur variabel tersebut melalui penelitian.10

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas, pembaca dalam mengartikan judul skripsi ini maka peneliti memandang perlu untuk mengemukakan secara tegas dan terperinci maksud mengenai judul “Strategi Penyelesaian Pembiayaan Mud}a>rabah Bermasalah Khususnya bagi Sektor Usaha Kecil

10Fakultas Syariah & Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi, (Surabaya, 2014), 9.


(23)

15

Pasar Legi Jombang”. Beberapa istilah yang perlu mendapatkan penjelasan dari judul tersebut adalah:

1. Strategi penyelesaian

Istilah strategi berasal kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai cara atau perbuatan menangani.11 Dalam penelitian ini, strategi penyelesaian yang dimaksud adalah cara-cara atau upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah pada pembiayaan mud}a>rabah khususnya pada sektor usaha kecil pasar tradisional legi oleh BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang.

2. Pembiayaan Mud}a>rabah

Pembiayaan mud}a>rabah diartikan kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (s}ahibu>l ma>l) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mud}a>rabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.12 Sedangkan pembiayaan dalam perbankan Syariah atau istilah aktiva tetap adalah penanaman dana bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pinjaman,

11Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern Inglish

Press, 1991). 1534


(24)

16

piutang, qard, surat berharga, penempatan dan penyertaan modal.13 Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan.14

3. Sektor Usaha Kecil

Pengertian usaha kecil adalah sebuah lembaga yang melakukan kegiatan usaha menjual barang kepada konsumen akhir untuk keperluan pribadi.15 Pengertian sektor usaha kecil pasar tradisional legi yang peneliti maksud adalah pengecer atau toko pengecer, usaha kecil atau yang dapat dipersamakan dengan itu.

4. Pasar Tradisional Legi

Pasar tradisional adalah tempat pembeli dan penjual melakukan transaksi secara langsung dan disertai dengan proses tawar menawar barang yang diperjualbelikan dan merupakan barang kebutuhan sehari-hari masyarakat, seperti kue, buah-buahan, pakaian, barang elektronik, dan lain-lain.16

13 Muhammad, Manajemen pembiayaan Dana Bank Syariah (Yogyakarta: UPPAMP

YKPN.2005), 183.

14 Muhammad, Manajemen pembiayaan Dana Bank Syariah (Yogyakarta: UPPAMP

YKPN.2005), 260.

15 Basu swasta, (1984 hlm 192)

16Luci Huki, “Pengertian Pasar Tradisional”, dalam

http://blog-pelajaransekolah.blogspot.com/2013/05/pengertian-pasar-tradisional.html, diakses pada 03 Desember 2014.


(25)

17

H. Metode Penelitian

Metodologi penelitian adalah serangkaian hukum, aturan dan tata cara tertentu yang diatur dan ditentukan berdasarkan kaidah ilmiah dalam menyelenggarakan suatu penelitian dalam koridor keilmuan tertentu yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.17

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif yakni penelitian yang dimaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi tindakan, dll, dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah tidak menggunakan angka dalam mengumpulkan data dan dalam memberikan penafsiran terhadap hasilnya.18

Dalam penelitian kualitatif data dikumpulkan oleh peneliti sendiri secara pribadi dengan memasuki lapangan, peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan yaitu penelitian yang menggunakan latar alamiah yang dilakukan di BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang untuk menggali data-data yang relevan. Dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.

17 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kaulitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta: Salemba

Humanika, 2010), 17.


(26)

18

2. Data yang Dikumpulkan

Data yang perlu dihimpun untuk menjawab pertanyaan dan rumusan masalah pada penelitian ini adalah data yang terkait dengan upaya BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang dalam mencegah dan menyelesaikan pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah bagi usaha kecil khususnya pedagang pasar legi jombang.

3. Sumber Data

Untuk menggali kelengkapan data yang dihimpun, maka diperlukan sumber-sumber data sebagai berikut :

a. Sumber data primer

Sumber Data Primer adalah data yang secara langsung diambil dari objek penelitian, baik oleh peneliti perorangan maupun organisasi.Misalnya melalui wawancara dan dokumentasi.19 Dalam hal ini peneliti langsung meminta informasi atau penjelasan tentang faktor pembiayaan bermasalah dan penanganan pembiayaan mud}a>rabah bermasalah khususnya pembiayaan kepada para pedagang pasar tradisional legi Jombang dengan metode wawancara. Dalam penelitian ini yang menjadi sumber utamanya adalah anggota BMT UGT Sidogiri Jombang mulai dari pimpinan karyawan serta nasabah.Data primer ini didapat melalui wawancara dengan para anggota BMT UGT Sidogiri Jombang.


(27)

19

b. Sumber data Sekunder

Sumber data sekunderadalah sumber data kedua sesudah sumber data primer.20 Data sekunder yaitu data yang perolehannya tidak dilakukan sendiri oleh peneliti tetapi diperoleh dari pihak lain. Dalam hal ini peneliti mengambil dari literature-literatur yang ada di buku-buku yang ada hubungannya dengan topik yang diteliti, serta dokumentasi dari BMT UGT Sidogiri Jombang yang terkait dengan penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data21

Teknik pengumpulan data yakni teknik pengumpulan data yang secara riil (nyata) digunakan dalam penelitian. Masing-masing teknik pengumpulan data diuraikan pengertian dan penggunaannya untuk mengumpulkan data, yakni melalui:

a. Wawancara

Metode wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan jalan melakukan wawancara atau tanya jawab secara lisan dan bertemu langsung. Dalam hal ini penulis mencari informasi melalui tanya jawab dengan pihak yang bersangkutan yaitu pegawai BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang.

b. Dokumentasi

Metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data berupa data-data tertulis yang mengandung keterangan serta

20 Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Bandung: Alfa Beta, 2008), 123.


(28)

20

pemikiran tentang fenomena yang masih aktual dan sesuai masalah yang diteliti.

5. Teknik Pengolahan Data

Setelah data terkumpul perlu adanya pengolahan data dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali dari semua data yang diperoleh terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna, keselarasan antara data yang ada dan relevansi dengan penelitian.22 Dalam hal ini, peneliti akan mengambil data yang akan dianalisis dengan rumusan masalah saja.

b. Organizing, yaitu menyusun kembali data yang telah didapat dalam penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis.23 Peneliti melakukan pengelompokan data yang dibutuhkan untuk dianalisis dan menyusun data tersebut dengan sistematis untuk memudahkan peneliti dalam menganalisa data.

Penemuan hasil, yaitu dengan menganalisis data yang telah diperoleh dari penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai kebenaran fakta yang ditemukan, yang akhirnya merupakan sebuah jawaban dari rumusan masalah.24

22 Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif (Bandung: Alfa Beta, 2008), 243. 23 Ibid., 245.


(29)

21

6. Teknik Analisis Data

Setelah berbagai data terkumpul, maka untuk menganalisis digunakan teknik deskriptif analitis. Penelitian ini berorientasi memecahkan masalah dengan melakukan pengukuran variabel independen dan dependen, kemudian menganalisis data yang terkumpul untuk mencari hubungan antara variabel.25 Penelitian deskriptif disebut juga penelitian ilmiah karena semua data yang diambil merupakan fenomena apa adanya. Hasil penelitian deskriptif sering digunakan untuk lanjut dengan penelitian analitis.

Peneliti menggunakan metode kualitatif, dimana memerlukan data-data untuk menggambarkan suatu fenomena yang apa adanya (alamiah). Sehingga benar salahnya, sudah sesuai dengan peristiwa yang sebenarnya. Sedangkan pola pikir yang digunakan dalam peneliti dalam penelitian ini adalah metode umum ke khusus, yang digunakan untuk menelaah gambaran secara objektif bagaimana fakta yang terjadi dilapangan (BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang) dalam pelaksanaan pembiayaan mud}a>rabah dan dengan melihat apakah upaya pencegahan dan strategi yang diterapkan di BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang sudah berjalan baik dan benar.


(30)

22

I. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan skripsi ini lebih mengarah, maka peneliti membagi pembahasan menjadi beberapa bab, tiap bab terdiri dari subbab dengan maksud untuk mempermudah dalam mengetahui hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini terarah dan tersusun rapi. Adapun bab-bab yang dimaksud terbagi menjadi lima bab, yang akan peneliti uraikan dibawah ini, yaitu:

Pada bab pertama berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua ini berisi tentang telaah pustaka, antara lain membahas tentang strategi penyelesaian pembiayaan bermasalah, pengertian pembiayaan, tujuan pembiayaan, fungsi pembiayaan, prinsip pembiayaan, pengertian BMT.

Pada bab ketiga yaitu tentang gambaran Umum BMT UGT Sidogiri yang gambaran umum dan sejarah berdirinya BMT UGT Sidogiri, visi dan misi, struktur organisasi, produk-produk yang dimiliki BMT UGT,langkah pencegahan pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah, serta strategi penyelesaian pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah khususnya sektor pedagang kecil pasar tradisional legi.

Bab keempatberisi tentang analisis bagaimana strategi yang dijalankan oleh pihak BMT UGT Sidogiri dalam hal yang menyangkut pembiayaan mud}a>rabah bermasalah, serta dari cara pencegahan terjadinya pembiayaan


(31)

23

bermasalah khususnya bagi sektor usaha kecil pasar tradisional Legi Jombang.

Bab kelima merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran-saran yang dapat bermanfaat bagi banyak pihak.


(32)

24

BAB II

STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MUD}A>RABAH BERMASALAH DI BMT

A. Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah

Strategi sebagai seperangkat tujuan dan rencana tindakan yang spesifik, yang apabila dicapai akan memberikan suatu keunggulan kompetitif yang diharapkan.1

Sepandai apapun analis pembiayaan dalam menganalisis setiap permohonan pembiayaan, kemungkinan pembiayaan tersebut bermasalah pasti ada,2 hal ini disebabkan oleh dua unsur sebagai berikut:

1. Dari pihak perbankan

a. Kurang tajamnya analisa. Misalnya, analisa tidak didasarkan pada data dan proyeksi yang wajar seperti mengabaikan data kinerja operasi dan keuangan perusahaan yang lalu.

b. Tidak terpenuhinya kelengkapan persyaratan minimal, sehingga data kurang akurat dan kurang releven hal ini disebabkan karena kurangnya ferivikasi ke pihak ketiga atau nasabah.

c. Lemahnya pemantauan (monitoring). Proses terakhir dalam pembiayaan yaitu monitoring, beberapa langkah monitoring yang harus dilakukan antara lain: memantau mutasi rekening Koran nasabah, memantau pelunasan angsuran, melakukan kunjungan rutin ke lokasi

1 Blocher, DKK, Manajemen Biaya, Terjemahan Dra. A. Suty Ambarriani, M.Si (Jakarta:

Salemba Empat, 2000). 3


(33)

25

usaha nasabah dan melakukan pemantauan terhadap perkembangan usaha dan jenisnya.

d. Sistem dan prosedur yang menjadi acuan kurang diindahkan atau tidak melalui prosedur yang seharusnya dan sering melakukan penyimpangan.

e. Percaya begitu saja pada data yang diberikan nasabah tanpa studi dan penelitian komprehensif.

2. Dari pihak nasabah

Dari pihak nasabah kemacetan pembiayaan dapat dilakukan akibat dua hal yaitu:

a. Adanya unsur kesengajaan, dalam hal ini nasabah sengaja untuk tidak bermaksud membayar kewajibannya kepada bank sehingga pembiayaan yang diberikan bermasalah. Dapat dikatakan tidak adanya unsur kemauan untuk membayar.

b. Adanya unsur tidak sengaja, artinya si debitur mau membayar, tetapi tidak mampu. Sebagai contoh kredit yang dibiayai mengalami musibah seperti kebakaran, kena hama, kebanjiran, dan sebagainya. Sehingga kemampuan untuk membayar kredit tidak ada.

Dalam pembiayaan bermasalah pihak bank perlu melakukan penyelamatan sehingga tidak akan menimbulkan kerugian. Penyelamatan yang dilakukan apakah dengan memberikan keringanan berupa jangka waktu atau angsuran terutama bagi pembiayaan terkena musibah atau melakukan penyitaan bagi pembiayaan yang sengaja lalai untuk membayar. Pembiayaan


(34)

26

yang mengalami kemacetan atau bermasalah sebaiknya dilakukan penyelamatan sehingga bank tiedak mengalami kerugian.

Penyelesaian terhadap pembiayaan bermasalah dilakukan dengan cara sebagai berikut:3

1. Melakukan pendekatan kepada nasabah pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang sedang terjadi pada nasabah pembiayaan. Serta memberikan alternatife solusi dalam mengatasi permasalahan nasabah dengan mendatangi dan mendiskusikannya.

2. Collection, yaitu penagihan secara intensif, dalam hal ini dilakukan dengan dua cara sebagai berikut: pertama, penagihan secara persuasife yaitu dengan mengirimkan surat peringatan atau teguran kepada nasabah yang bermasalah. Kedua, penagihan secara langsung yaitu dengan mendatangi langsung nasabah pembiayaan mud}a>rabah yang mangalami penunggakan.

3. Rescheduling

a. Memperpanjang jangka waktu kredit, dalam hal ini si debitur diberikan keringanan dalam masalah jangka waktu kredit misalnya perpanjangan jangka waktu kredit dari 6 bulan menjadi satu tahun sehingga si debitur mempunyai waktu yang lebih lama untuk mengembalikannya. b. Memperpanjang jangka waktu angsuran, memperpanjang angsuran

hampir sama dengan jangka waktu kredit. Dalam hal ini jangka waktu angsuran kreditnya diperpanjang pembayarannya, misalnya dari 36 kali


(35)

27

menjadi 48 kali dan hal ini tentu saja jumlah angsuran pun menjadi mengecil seiring dengan penambahan jumlah angsuran.

4. Reconditioning

Persyaratan ulang yaitu memperkecil margin keuntungan atau bagi hasil, penundaan bagi hasil sedangkan nasabah hanya mengangsur pokok terlebih dahulu.

5. Restrukturing

a. Dengan menambah jumlah kredit b. Dengan menambah equity:

1) Dengan menyetor uang tunai 2) Tambahan dari pemilik

6. Potongan pelunasan, artinya bank/BMT memberikan keringanan kepada nasabah yang bermasalah berupa potongan pelunasan dalam tempo yang telah ditentukan.

7. Penyitaan jaminan

Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan pembiayaan. Hal ini dilakukan apabila nasabah sudah benar-benar tidak mampu lagi untuk membayar hutangnya.

8. Penghapusan hutang (Write Off) yaitu langkah terakhir yang dilakukan untuk membebaskan nasabah dari beban hutangnya, dikarenakan nasabah sudah tidak mampu lagi untuk mengembalikan pinjamannya dan barang


(36)

28

yang dijadikan jaminan tidak bisa menutupi hutangnya, sedangkan usaha yang dijalaninya sudah tidak bisa diharapkan lagi.4 Diantaranya adalah: a. Hapus sistem: usaha mengalami kemunduran atau bangkrut tetapi

masih mampu untuk mencicil.

b. Hapus sistem dan tagih: usaha bangkrut serta menjadi fakir miskin dan tidak mampu untuk membayar dan anggota yang kabur.5

Seperti firman Allah SWT: AL-Baqoroh 280

                          

Artinya: “dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka

berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

B. Pembiayaan Bermasalah

1. Pengertian Pembiayaan Bermasalah

Pembiayaan adalah penyediaan atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.6

4 Ibid., 115.

5 Wahyudi, Account Officer, Wawancara, Jombang, 15 November 2014. 6 Kasmir, Manajemen Perbankan (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2010), 73


(37)

29

Pembiayaan bermasalah yaitu peminjaman yang tertunda atau ketidakmampuan peminjam untuk membayar kewajiban yang telah dibebankan.7

Berdasarkan surat edaran BI no. 31/147/KEP/DIR dan peraturan BI no. 5/7/PBI/2003, untuk penggolongan kualitas aktiva produktif pada bank syariah terdiri dari: pembiayaan lancar (L), dalam perhatian khusus (DPK), kurang lancar (KL), diragukan (D), macet (M). kualitas aktiva produktif ini dinilai berdasarkan usaha, kondisi keuangan dan kemampuan membayar nasabah. Dari lima kualitas pembiayaan diatas yang digolongka menjadi pembiayaan bermasalah atau pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah pada BMT adalah kurang lancar, diragukan dan macet.8

Menurut hasil wawancara di BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah adalah suatu pembiayaan mud}a>rabah yang dalam masa akad terjadi ketidaklancaran dalam pembayaran angsuran bahkan sampai terjadi kemacetan. Karena usaha yang dijalankan mengalami masalah misalnya karena bencana alam, krisis ekonomi atau karena si nasabah pindah rumah atau transmigrasi ke daerah lain dan susah untuk dihubungi.9

2. Faktor Penyebab Pembiayaan Bermasalah

Beberapa faktor yang menyebabkan pembiayaan bermasalah di BMT UGT Sidogiri cabang Jombang yaitu:

7 Muhammad, Manajemen Bank Syariah (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002) 267 8

http://www.google.co.id/#hl.id&blw.1024&blh.383&faktor+pemicu+pembiayaan+bermasalah&a q.f&aql&aq&gsrfai&3a91333023ca. Kamis, 16 April 2015. Pukul 11:00 WIB.


(38)

30

a. Faktor Eksternal

1)Kurang kejujurannya anggota dalam pengelolaan usaha yang ada. 2)Salah dalam penempatan usaha, dalam arti usaha awal sering

diabaikan dan memulai usaha baru yang belum tentu menghasilkan, dalam hal ini nasabah hanya senang ikut tren yang sedang booming. b. Faktor Internal

1)Kurangnya monitoring ke anggota

2) Salah dalam dana investasi karena kurang akuratnya dalam analisa 3)Kurangnya anggota pihak surveyer.

C. Pembiayaan 1. Pengertian

Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya pada saat jangka waktu tertentu dengan tambahan pemberian bunga.10 Pengertian tersebut berlaku bagi perbankan konvensional dengan penetapan sistem bunga.

Dalam dunia perbankan syariah, sistem bunga digantikan dengan sistem bagi hasil, dengan demikian pengertian pembiayaan dalam perbankan syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat


(39)

31

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.11

Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebetuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit.12 Orientasi dari pembiayaan tersebut untuk mengembangkan atau meningkatkan usaha dan pendapatan dari para pengusaha kecil menengah, yang mana sasaran pembiayaan adalah semua faktor ekonomi yang memungkinkan untuk dibiayai seperti pertanian, industri rumah tangga (home industry), perdagangan dan jasa. sehingga produk pembiayaan diharapkan dapat memberikan manfaat di dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi rumah tangga anggotanya.

Dalam perbankan syariah sebenarnya penggunaan kata pinjam meminjam kurang tepat, hal ini disebabkan atas dua hal. Pertama, pinjaman merupakan salah satu metode hubungan finansial dalam Islam. Masih banyak metode yang diajarkan oleh syariah selain pinjaman, seperti jual beli bagi hasil, sewa dan sebagainya. Kedua, dalam Islam pinjam meminjam adalah akad sosial, bukan akad komersil. Artinya, bila seseorang meminjam sesuatu, ia tidak boleh disyaratkan untuk memberikan tambahan atas pokok pinjamannya, karena setiap pinjaman yang menghasilkan manfaat adalah riba, sedangkan para ulama’ sepakat

11 Kasmir, Manajemen Perbankan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001). 92


(40)

32

bahwa riba> itu haram. Oleh karena itu dalam perbankan syariah, pinjaman tidak disebut kredit akan tetapi pembiayaan (financing).13

Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli tidak dilarang dalam Islam, hal ini dijelaskan dalam Al quran surat al-Baqarah: 275.

                                                                

Artinya: “orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat

berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila[175]. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu[176] (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

Pada ayat di atas menjelaskan bahwa Allah itu tidak melarang adanya praktek jual beli tetapi Allah melarang atau mengharamkan adanya riba>.

2. Pembiayaan Mud}a>rabah

Mud}a>rabah merupakan akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan


(41)

33

dalam kontrak. Apabila rugi, maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola, maka si pengelolala yang bertanggung jawab.14

Sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan pasal 1 angka 5 peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 bahwa yang dimaksud dengan:

“Mud}a>rabah adalah penanaman dana dari pemilik dana s}ahibu>l ma>l kepada pengelola dana mud}arib untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.”

Kemudian penjelasan atas pasal 3 peraturan Bank Indonesia Nomor 9/19/PBI/2007 menjelaskan pula bahwa yang dimaksud dengan:

“Mud}a>rabah adalah transaksi penanaman dana dari pemilik dana s}ahibu>l ma>l kepada pengelola dana mud}arib untuk melakukan kegiatan usaha tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.”

Hal yang sama dirumuskan juga dalam penjelasan atas pasal 19 ayat (1) huruf c Undang- Undang Nomor 21 tahun 2008 bahwa”

“yang dimaksud dengan akad mud}a>rabah dalam pembiayaan adalah

akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (s}ahibu>l ma>l atau bank syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (mud}arib atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh bank, kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.15

14 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 195

15 R. Usman, Produk dan Akad Perbankan Syariah di Indonesia (Bandung : Citra Adtya Bakti, 2009), 209.


(42)

34

Jadi, pembiayaan mud}a>rabah ini merupakan transaksi yang bersifat investasi dalam rangka penyediaan modal usaha untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan bersama antara bank dan nasabah.

Mud}a>rabah merupakan bahasa penduduk Irak, sedangkan menurut bahasa penduduk Hijaz disebut dengan istilah qirad}. Secara teknis, mud}a>rabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, yakni pihak pertama bertindak sebagai pemilik dana (s}ahibu>l ma>l) yang menyediakan seluruh modal 100%, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola usaha (mud}arib). Keuntungan usaha yang didapatkan dari akad mud}a>rabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, dan biasanya dalam bentuk nisbah (persentase). Jika usaha yang dijalankan mengalami kerugian, kerugian itu ditanggung oleh s}ahibu>l ma>l sepanjang kerugian itu bukan akibat kelalaian mudarib. Sedangkan mudarib menanggung kerugian atas upaya, jerih payah, dan waktu yang telah dilakukan untuk menjalankan usaha. Namun, jika kerugian itu diakibatkan karena kelalaian mud}arib, maka mud}arib harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.16

Oleh karena itu pihak perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah lainnya dapat menyalurkan dananya kepada pihak lain dengan cara mud}a>rabah ini, yaitu akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak dimana bank selaku pihak pertama s}ahibu>l ma>l menyediakan seluruh modal usaha, sedangkan nasabah selaku pihak kedua mud}arib bertindak


(43)

35

selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam akad.

Secara umum dalam dunia keuangan syariah pembiayaan mud}a>rabah ini merupakan usaha nasabah melalui penyedia modal usaha. Sebagai gantinya bank memperoleh bagi hasil. Sementara itu, manfaat utama bagi nasabah adalah penggunaan pembiayaan mud}a>rabah untuk memenuhi kebutuhan permodalan usaha nasabah. Selain dipergunakan untuk pembiayaan modal kerja, secara umum pembiayaan mud}a>rabah digunakan untuk pembelian barang investasi dan pembiayaan proyek.

Sehubungan dengan praktik pembiayaan mud}a>rabah, yang merupakan salah satu bentuk kegiatan penyaluran dana lembaga keuangan syariah, termasuk Baitul Ma>l wa Tamwil, Dewan Syariah Nasional menetapkan fatwa mengenai pembiayaan mud}a>rabah agar sesuai dengan ketentuan syariah dan sekaligus dijadikan pedoman bagi lembaga keuangan syariah dalam menjalankan operasionalnya sebagaimana dalam fatwa DSN Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan mud}a>rabah.17

Berkaitan dengan ketentuan umum pembiayaan mud}a>rabah fatwa DSN Nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 menetapkan sebagai berikut:

a. Pembiayaan mud}a>rabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh lembaga keuangan syariah kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.


(44)

36

b. Dalam pembiayaan ini lembaga keuangan syariah sebagai s}ahibu>l ma>l (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mud}arib atau pengelola usaha.

c. Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pengembalian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (lembaga keuangan syariah dan pengusaha).

d. Mud}arib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syariah, dan lembaga keuangan syariah tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek, tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan pengawasan.

e. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.

f. Lembaga keuangan syariah sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat mud}a>rabah, kecuali jika mud}arib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.

g. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mud}a>rabah tidak ada jaminan, jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mud}arib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

h. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh lembaga keuangan syariah dengan memerhatikan fatwa Dewan Syariah Nasional.


(45)

37

i. Biaya operasional dibebankan kepada mud}arib.

j. Dalam hal penyandang dana LKS tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mud}arib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

Untuk itu, maka dalam pembiayaan mud}a>rabah pada prinsipnya tidak ada jaminan, terkecuali dengan tujuan agar mud}arib tidak melakukan penyimpangan, maka bank syariah dapat meminta jaminan dari mud}arib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mud}arib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

Demikian pula dalam mud}a>rabah pada dasarnya tidak mengenal adanya ganti kerugian sebab akad mud}a>rabah ini bersifat amanah (yad} al-amanah). Namun jika akibat dari kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan pihak mud}arib dapat meminta pertanggung jawaban untuk mengganti kerugian. Apabila memang dapat dibuktikan bahwa kerugian dimaksud bukan karena kelalaian pihak mud}arib, yang bersangkutan tidak memiliki tanggung jawan untuk menggantinya. Dalam hal ini, mud}arib merupakan wakil atau pengganti dari pemilik dana dalam mengelola modal tersebut, sehingga mud}arib tidak berkewajiban untuk mengganti jika bukan karena kelalaian.


(46)

38

3. Jenis –jenis Pembiayaan Mud}a>rabah

Pembiayaan mud}a>rabah terbagi menjadi 2 (dua) jenis berdasarkan tujuan alokasi pembiayaan kepada nasabah. Adapun kedua jenis pembiayaan mud}a>rabah tersebut adalah:

a. Mud}a>rabah mutlaqah adalah bentuk kerja sama antara s}ahibu>l ma>l dan mud}arib dimana tidak ada batasan tertentu mengenai usaha yang akan dikelola mud}arib.

b. Mud}a>rabah muqayyadah adalah bentuk kerja sama antara s}ahibu>l ma>l dan mud}arib dimana s}ahibu>l ma>l menentukan batasan usaha yang akan dijalankan mud}arib baik dari segi jenis, waktu maupun tempat usaha. 4. Tujuan Pembiayaan

Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak banyaknya pengusaha yang bergerak di bidang industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.18

Adapun tujuan pembiayaan adalah sebagai berikut: a. Mencari keuntungan

Segala kegiatan usaha tentunya mengharapkan suatu nilai tambah atau menghasilkan laba yang diinginkan. Sedangkan dari pihak


(47)

39

lembaga keuangan syariah sendiri memperolehnya dalam bentuk bagi hasil.

b. Membantu pemerintah

Kegiatan pembiayaan dapat berdampak pada berkembangnya pembangunan diberbagai sektor, terutama sektor usaha yang nyata. Hal ini dapat membantu masyarakat dalam hal penerimanaan pajak, memperluas lapangan kerja, meningkatkan jumlah barang dan jasa. Sehingga dengan ini pemerintah akan mendapatkan devisa yang semakin menguatkan suatu negara itu sendiri.

c. Membantu Usaha Nasabah

Dari kegiatan yang dikucurkan, lembaga keuangan diharapkan dapat meningkatkan usaha dan pendapat masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam hal ini, pihak lembaga keuangan dapat menjadi sarana bagi para nasabah untuk mendapatkan modal yang diinginkan.

5. Fungsi Pembiayaan

Keberadaan bank syariah yang menjalankan pembiayaan berdasarkan prinsip bukan hanya untuk mencari keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di Indonesia. Tetapi juga untuk menciptakan lingkungan yang aman, diantaranya:

a. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan debitur.


(48)

40

b. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional. Karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional.

c. Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan.

6. Unsur-unsur pembiayaan

Dalam pembiayaan mengandung berbagai maksud, atau dengan kata lain dalam pembiayaan terkandung unsur–unsur yang direkatkan menjadi satu, terdapat beberapa unsur pembiayaan antara lain:

a. Kepercayaan, merupakan suatu keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan benar–benar diterima kembali dimasa yang akan datang sesuai jangka waktu yang sudah diberikan. Kepercayaan yang diberikan oleh bank sebagai dasar utama yang melandasi mengapa suatu pembiayaan berani dikucurkan. Oleh karena itu sebelum pembiayaan dikucurkan harus dilakukan penyelidikan dan penelitian terlebih dahulu secara mendalam tentang kondisi nasabah, baik secara

intern maupun ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi pemohon pembiayaan sekarang dan masa lalu, untuk menilai kesungguhan dan etika baik nasabah terhadap bank.

b. Kesepakatan antara pemohon dengan pihak bank. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masing-masing. Kesepakatan ini


(49)

41

kemudian dituangkan dalam akad pembiayaan dan ditandatangani kedua belah pihak.

c. Jangka waktu, setiap pembiayaan yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian pembiayaan yang telah disepakati. Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.

d. Resiko, akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian pembiayaan akan memungkinkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macet pemberian suatu pembiayaan. Semakin panjang jangka waktu pembiayaan maka semakin besar risikonya, demikian pula sebaliknya.

Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko disengaja, maupun resiko yang tidak disengaja, misalnya karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya, sehingga tidak mampu melunasi pembiayaan yang diperoleh.

e. Balas jasa, dalam bank konvensional balas jasa dikenal dengan nama bunga. Disamping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga membebankan kepada nasabah biaya administrasi yang juga merupakan keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya dikenal dengan bagi hasil.


(50)

42

7. Prinsip Pembiayaan

Sebelum suatu fasilitas pembiayaan diberikan, bank harus merasa yakin bahwa pembiayaan yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian pembiayaan sebelum pembiayaan tersebut disalurkan. Penilaian pembiayaan oleh bank dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan keyakinan tentang nasabahnya, seperti melalui prosedur penilaian yang benar.

Dalam melakukan penilaian kriteria kriteria serta aspek penilaiannya tetap sama. Begitu pula dengan ukuran-ukuran yang ditetapkan sudah menjadi standar penilaian setiap bank. Biasanya kriteria penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan dilakukan dengan analisis 5 C dan 7 P.

Adapun penjelasan untuk analisis dengan 5 C dan 7 P adalah sebagai berikut:19

a. Character yaitu suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya. Hal ini tercermin dari latar belakang si nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti: cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan sosial standingnya. Ini semua merupakan ukuran “kemauan” membayar. b. Capacity untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang

bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya. Kemampuan bisnis


(51)

43

juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu pula dengan kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat

“kemampuannya” dalam mengembalikan pembiayaan yang disalurkan,

c. Capital yakni untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) yang dimiliki oleh calon debitur yang diukur dengan posisi usahanya secara keseluruhan melalui rasio finansialnya dan penekanan pada komposisi modalnya. d. Collateral merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang

bersifat fisik maupun nonfisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah pembiayaan yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya sehingga jika terjadi suatu masalah maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.

e. Condition yaitu dalam menilai pembiayaan hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan di masa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik sehingga kemungkinan pembiayaan tersebut bermasalah relatife kecil.

Kemudian penilaian pembiayaan dengan metode analisis 7P adalah sebagai berikut:

a. Personality yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga


(52)

44

mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.

b. Party yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke dalam golongan tertentu dan akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.

c. Purpose yaitu mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil pembiayaan, termasuk jenis pembiayaan yang diinginkan nasabah. Hal ini disebabkan tujuan pengambilan pembiayaan dapat bermacam macam.

d. Prospect yaitu menilai usaha nasabah di masa yang akan dating menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas pembiayaan yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi, tetapi juga nasabah.

e. Payment merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan pembiayaan yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian pembiayaan. Semakin banyak sumber penghasilan debitur, akan semakin baik. Dengan demikian, jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.

f. Profitability untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah


(53)

45

akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan pembiayaan yang akan diperolehnya.

g. Protection tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau asuransi.

8. Skema Pembiayaan Mud}a>rabah20

20 Muhammad, Sistem & Prosedur Operasional Bank Islam (Yogyakarta: UII Press, 2000), 105.

Perjanjian bagi hasil BANK

S}ahibu>l Ma>l NASABAH Mud}arib

Usaha MODAL

100%

Tenaga/keahlian

KEUNTUNGAN

BAGI HASIL Sesuai kontribusi

modal (nisbah) Nisbah

X%

Nisbah Y% Pengembalian

modal pokok


(54)

46

D. Baitul al Ma>l wa al Tamwil 1. Pengertian

Baitul al Ma>l wa al Tamwil (BMT) merupakan suatu lembaga yang terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul al ma>l dan Baitul al tamwil. Baitul al ma>l lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dana dan penyaluran dana yang nonprofit, seperti: zakat, infaq, dan sedekah. Adapun Baitul al tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial.21

Menurut Makhalul ‘Ilmi, secara istilah pengertian baitul al ma>l adalah lembaga keuangan berorientasi sosial keagamaan yang kegiatan utamanya menampung serta menyalurkan harta masyarakat berupa zakat, infak, shodaqoh (ZIS) berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan Al quran dan sunnah Rasul-Nya. Sedangkan baitul tamwil adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan (simpanan) maupun deposito dan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah melalui mekanisme yang lazim dalam dunia perbankan.22

Menurut Muhammad Ridwan, Baitul al ma>l berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus mentasyarufkan dana sosial. Sedangkan baitul al tamwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba.23

21 Nurul Huda, Mohammad heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis (Jakarta: Kencana, 2010). 363.

22 http://pustakabakul.blogspot.com/2012/07/pengertian-bmt-baitul-mal-wattamwil.html Kamis,

16 April 2015. Pukul 10.30 WIB

23http://ekonomiislamindonesia.blogspot.com/2012/08/socialization-throuhg-networking-model.html. Kamis, 16 April 2015. Pukul 10.45 WIB


(55)

47

Menurut Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK) Baitul al Ma>l wa al Tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bait al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil, yakni dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. Selain itu, Baitul al Ma>l wa al Tamwil juga bisa menerima titipan zakat, infak, dan sedekah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya.24

Dari definisi di atas mengandung pengertian bahwa BMT merupakan lembaga yang bersifat sosial keagamaan sekaligus komersial. BMT menjalankan tugas sosialnya dengan cara menghimpun dan membagikan dana masyarakat dalam bentuk zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS) tanpa mengambil keuntungan. Disisi lain ia mencari dan memperoleh keuntungan melalui kegiatan kemitraan dengan nasabah baik dalam bentuk penghimpunan, pembiayaan, maupun layanan-layanan pelengkapnya sebagai suatu lembaga keuangan Islam.

BMT sesuai namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:

a. Baitul al ma>l (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

24 Soemitra Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: kencana prenada media group,


(56)

48

b. Baitul al tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.25

2. Dasar Hukum

BMT didirikan dalam bentuk KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) atau Koperasi. Sebelum usahanya, kelompok Swadaya Masyarakat mesti mendapatkan sertifikat operasi dari PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). Sementara PINBUK itu sendiri mesti mendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM).

Pesatnya aktivitas ekonomi masyarakat berbasis syariah membuat kehadiran lembaga keuangan berbasis syariah menjadi keniscayaan. Bank-bank Syariah dan BPRS tunduk pada peraturan Bank Indonesia. Sedangkan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dalam bentuk BMT hingga saat ini belum ada regulasi yang mandiri dan realitasnya berbadan hukum koperasi sehingga tunduk terhadap peraturan perkoperasian. Sedangkan ditinjau dari segmen usahanya BMT juga termasuk UKM karenanya juga mengikuti peraturan terkait pembinaan dan pengembangan usaha kecil.26

25 Ibid.,451.

26 Euis Amalia, Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia (Jakarta: Rajawai, 2009), 242.


(57)

49

Hingga saat ini status kelembagaan atau badan hukum yang memayungi keabsahan BMT adalah koperasi. Hal ini berarti kelembagaan BMT tunduk pada Undang-Undang Perkoperasian Nomor 17 tahun 2012 dan secara spesifik diatur dalam Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM RI Nomor 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang petunjuk pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasai Jasa Keuangan Syariah (KJKS).27


(58)

BAB III

PENERAPAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENYELESAIAN PEMBIAYAAN MUD}A>RABAH YANG BERMASALAH DI BMT UGT

SIDOGIRI CABANG JOMBANG A. Profil Singkat BMTUGT Sidogiri Cabang Jombang1

1. Sejarah Berdirinya BMT UGT Sidogiri

Untuk mengetahui sejarah berdirinya BMT-UGT Sidogiri cabang Jombang maka kita harus melihat sejarah berdirinya BMT Sidogiri. Sejarah berdirinya BMT Sidogiri dilatarbelakangi oleh rasa keprihatinan para ustadz alumni Sidogiri yang masuk dalam pengurus Urusan Guru Tugas (UGT) akan merebaknya praktik riba> yang terjadi di sekitar pondok Sidogiri.

Praktik riba>, terjadi karena tidak adanya lembaga keuangan yang berlandaskan sistem syariah yang dapat meminjamkan modal usaha kepada mereka (masyarakat sekitar pondok Sidogiri).Sehingga mudah bagi para rentenir untuk masuk dalam kehidupan mereka, dan menyebabkan praktek riba>.

Berbekal dari rasa prihatin setelah mendapat izin dari pengasuh pondok dan pengalaman mengikuti seminar tentang BMT dalam acara perkoperasian yang diselenggarakan di pondok pesantren yang diasuh oleh Kyai Zainul Hasan genggong Probolinggo, maka pada tanggal 12

1 Dokumen BMT UGT Sidogiri


(59)

51

Robi’ul Awal 1418 H atau 17 juli 1997 M berdirilah BMT Sidogiri pertama yang bernama BMT Maslah}ah Mursalah Lil Ummah (MMU).

Kehadiran BMT ini mendapatkan respon positif dari masyarakat sekitar pondok. Karena dengan adanya BMT ini, masyarakat tidak lagi khawatir akan adanya praktik riba yang terjadi di masyarakat dan tidak terjerat hutang dari para rentenir

2. Sejarah berdirinya BMT UGT Sidogiri Cabang Jombang

Pada tahun 2000 para pengurus BMT Sidogiri ingin mengembangkan misinya ke seluruh Indonesia, yang mana daerah tersebut ada alumni dari pondok Sidogiri.Pembukaan cabang pertama bertempat di Surabaya. Pembukaan BMT Sidogiri cabang Surabaya diberi nama BMT Usaha Gabungan Terpadu (UGT) Sidogiri. Kemudian tempat ke dua bertempat di Jember, dan berlanjut ke beberapa daerah di seluruh Indonesia sehingga BMT UGT Sidogiri telah membuka cabang sebanyak 230 unit.

Kehadiran BMT Sidogiri Cabang Jombang yang terletak di Jalan KH Mimbar no 105 karena ada banyaknya praktik riba> yang terjadi di daerah Jombang.Hal ini bertujuan untuk membersihkan praktik riba> yang terjadi di masyarakat, maka dibentuklah tim survei untuk memilih lokasi pendirian BMT Cabang Jombang.

Dalam survei tersebut,tim survei memilih lokasi di Jalan KH Mimbar no 105 RT/RW 01/07 Sambong Dukuh Jombang, yakni sekitar yayasan sekolah dekat pasar tradisional Legi Jombang. Alasan memilih


(60)

52

lokasi tersebut karena daerah yang dekat pasar merupakan tempat beredarnya praktik riba.

Selain itu, alasan lain dipilihnya lokasi dekat pasar karena pasar merupakan sumber potensial untuk mendapatkan anggota yang ingin meminjam modal usaha kepada BMT guna menjalankan usahanya. Sehingga jika salah seorang pedagang pasar yang juga seorang anggota BMT UGT Sidogiri meminjam modal usaha di BMT UGT Sidogiri maka pedagang yang lain juga ikut-ikutan untuk meminjam modal usaha kepada BMT UGT Sidogiri.

Setelah melakukan survei dan mendapatkan persetujuan dari pusat maka pada tanggal 9 Muharam 1434 H/ 22 Nopember 2012 M, di syahkan oleh Bupati Jombang, berdirilah BMT Sidogiri Cabang Jombang yang beranggotakan empat orang karyawan.

BMT Sidogiri Cabang Jombang tidak hanya beroperasi di daerah pasar Legi Jombang saja, akan tetapi di berbagai daerah. Sehingga pegawai BMT dituntut mempunyai strategi agar BMT Sidogiri Cabang Jombang semakin maju dan berkembang.Yakni dengan carasetiap pegawai harus mencari anggota sebanyak-banyaknya dan terlaksana dengan baik.

3. Visi dan Misi2

Visi BMT UGT Sidogiri sebagai suatu badan usaha atau lembaga yang memiliki kegiatan yang berlandaskan syariah Islam dalam upaya


(61)

53

meningkatkan atau mewujudkan kualitas kehidupan sosial dan ekonomi umat secara umum dan masyarakat di sekitar BMT UGT Sidogiri.Dan yang kedua untuk terwujudnya budaya ta’awun dalam kebaikan dan ketakwaan di bidang sosial ekonomi.

Visi ini mewujudkan ke misi yang tertuang sebagai berikut:

a. Menerapkan dan memasyarakatkan syariah Islam dalam aktivitas ekonomi.

b. Menanamkan pemahaman bahwa sistem syariah di bidang ekonomi adalah adil, mudah, dan maslahah.

c. Meningkatkan kesejahteraan umat dan anggota.

d. Melakukan aktivitas ekonomi dengan budaya STAF (Shiddiq atau jujur, Tabligh atau komunikatif, Amanah atau dipercaya, Fatonah atau professional)

4. Kedudukan Organisasi

a. Kantor pusat BMT UGT Sidogiri Pasuruan

Kantor pusat BMT UGT Sidogiri Pasuruan, Jalan Sidogiri Barat RT 03 RW 02 Kraton Pasuruan Jawa Timur.Telp. 0343-423251, Fax. 0343-423571.

b. Kantor Cabang BMT UGT Sidogiri

Sampai akhir tahun 2014 kantor cabang BMT UGT Sidogiri sudah memiliki 230 unit layanan Baitul al Ma>l wa al Tamwil atau jasa keuangan syariah dan 1 unit pelayanan transfer.


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka peneliti menggarisbawahi beberapa poin yang menjadi kesimpulan sebagai berikut:

1. Untuk melakukan pencegahan terjadinya pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah khususnya bagi sektor usaha pasar legi Jombang melakukan 3 tindakan atau prosedur pokok, yaitu :

a. Melakukan analisis atau penilaian terhadap permohonan pembiayaan b. Analisis penilaian pembiayaan yaitu menggunakan 4C dan 5P yaitu

Character (sifat), Capacity (kemampuan), Collateral (jaminan), Capital (permodalan), Personality (kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari hari maupun masa lalunya), Purpose (kegunaan pembiayaan diajukan), Prospect (harapan keuntungan proyek yang dibiayai), Payment (dari mana dan bagaimana pengembalian pembiayaan dilakukan), Protection (bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan),

c. Yang terakhir dengan pemantauan penggunaan pembiayaan.

2. Strategi dalam menyelesaikan pembiayaan pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah khususnya bagi sektor usaha pasar tradisional legi Jombang yaitu :


(2)

101

a. Surat penagihan

b. Penagihan oleh pengurus

1) Rescheduling (penjadwalan ulang) 2) Restructuring

3) Reconditioning c. Penyitaan jaminan d. Ekesekusi jaminan

e. Penghapusan hutang (Write Off)

B. Saran

Berdasarkan pembahasan di atas, maka peneliti memberikan saran yang mungkin dapat dijadikan pertimbangan dan masukan bagi lembaga keuangan Syariah pada umumnya dan BMT UGT Sidogiri Jombang khususnya:

1. Untuk melakukan pencegahan pembiayaan mud}a>rabah yang bermasalah khususnya bagi sektor usaha pasar Legi Jombang alangkah baiknya pihak BMT melakukan prosedur penerimaan pembiayaan dengan teliti dan selalu melakukan pengawasan terhadap pembiayaan yang telah tersalurkan khususnya bagi sektor usaha kecil pasar tradisional legi Jombang.

2. Hendaknya penilaian pembiayaan mud}a>rabah dilakukan dengan sebaik mungkin, hal ini untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pembiayaan


(3)

102

mud}a>rabah bermasalah, khususnya bagi para nasabah pasar tradisional legi Jombang.

3. Hendaknya tidak memberikan pembiayaan kembali kepada nasabah yang pernah melakukan wanprestasi.

4. Meningkatkan pengawasan internal.

5. Hendaknya proses pengawalan (monitoring) setelah fasilitas pembiayaan dicairkan lebih ditingkatkan karena setelah pembiayaan diberikan tidak selamanya berjalan tanpa adanya hambatan atau risiko.

6. Memberikan peningkatan skill karyawan dengan mengadakan pelatihan-pelatihan megenai BMT.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Blocher, DKK. Manajemen Biaya, Terjemahan Dra. A. Suty Ambarriani, M.Si Jakarta: Salemba Empat, 2000.

Brosur produk BMT UGT Sidogiri.

Bulughul Maram. Hadits Ke 693 BAB VIII Tentang memindahkan Hutang dan

menanggung.

Departemen Agama RI. Tarjamah Al Qur’an Al Karim. Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 2009.

Edward W. Reed, dkk. Bank Umum. Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Euis Amalia. Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia. Jakarta: Rajawai, 2009.

Fakultas Syariah & Ekonomi Islam UIN Sunan Ampel Surabaya, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi. Surabaya, 2014.

Firmansyah. “Perkembangan industry syariah”, dalam

http://teropongbisnis.com/teropong-perbankan/perkembangan perbankansyariah-di-indonesia/ diakses pada 13 Oktober 2014.

Fitra Ananda, “Analisis perkembangan usaha mikro dan kecil setelah memperoleh pembiayaan mudharabah dari BMT At Taqwa Halmahera di kota Semarang”. Skripsi fakultas ekonomi, Universitas Diponegoro Semarang, 2011.

Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kaulitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika, 2010.

http://digilin.unispasby.ac.id/download.php?id=603.html, diakses pada 19 April 2015 Pukul 19.45 WIB.

http://ekonomiislamindonesia.blogspot.com/2012/08/socialization-throuhg-networking-model.html, diakses pada 16 April 2015. Pukul 10.45 WIB.


(5)

http://www.google.co.id/#hl.id&blw.1024&blh.383&faktor+pemicu+pembiayaan+ bermasalah&aq.f&aql&aq&gsrfai&3a91333023ca. diakses pada 16 April 2015. Pukul 11:00 WIB.

Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Rajawali Pers 2010. ---, Manajemen Perbankan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001.

Khoiril Umam, “Pengaruh Pembiayaan BMT Sumber Usaha Kembangsari

terhadap Peningkatan Pendapatan Pedagang Kecil”. Skirpsi perbankan syariah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga, 2012.

Lexi J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya, 2007.

Luci, Huki. “Pengertian Pasar Tradisional”, dalam

http://blog-pelajaransekolah.blogspot.com/2013/05/pengertian-pasar-tradisional. html, diakses pada 03 Desember 2014.

Luqman Hakim, Wawancara, Jombang, 15 November 2014.

M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah (dari teori ke praktik). Depok: Gema Insani, 2001.

Modul Company Profile BMT UGT Sidogiri, 2014.

Muhammad, Manajemen pembiayaan Dana Bank Syariah. Yogyakarta: UPPAMP YKPN.2005.

---, Metodologi Penelitian Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers, 2008. ---. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2002.

---. Sistem & Prosedur Operasional Bank Islam. Yogyakarta: UII Press, 2000. Nur Inayah, “Strategi penanganan pembiayaan bermasalah pada pembaiayaan

murabahah di BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta”. Skripsi fakultas dakwah, Universitas Islam Nergeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009. Nurul Huda, Mohammad heykal. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis

dan Praktis. Jakarta: Kencana, 2010.

Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah dan Unit Jasa Keuangan Syari’ah Koperasi, 2007.


(6)

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta: Modern Inglish Press, 1991.

R. Usman. Produk dan Akad Perbankan Syariah di Indonesia. Bandung : Citra Adtya Bakti, 2009.

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar, Cetakan VIII, 2007.

Soemitra Andri. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: kencana prenada media group, 2009.

Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfa Beta, 2008.

---, Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif. Bandung: Alfa Beta, 2008. Sulipan. “Penelitian Deskriptif Analitis”, dalam http://sekolah.8k.com, diakses

pada 15 Oktober 2014.

Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan.


Dokumen yang terkait

EVALUASI PENGENDALIAN INTERNAL PADA PEMBIAYAAN MURABAHAH SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMINIMALKAN PEMBIAYAAN BERMASALAH (STUDI KASUS PADA BMT UGT SIDOGIRI BONDOWOSO)

2 64 22

Minat pedagang Pasar Parung terhadap pemanfaatan fasilitas pembiayaan pada BMT UGT Sidogiri Capem Parung

2 30 174

STRATEGI PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH PADA PEMBIAYAAN MURĀBAHAH (Studi Kasus KJKS BMT Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Pembiayaan Murābahah(Studi Kasus KJKS BMT Kube Colomadu Sejahtera).

0 3 15

STRATEGI PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Pada Pembiayaan Murābahah(Studi Kasus KJKS BMT Kube Colomadu Sejahtera).

0 2 15

STRATEGI PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH DI KJKS BMT SYARIAH SEJAHTERA BOYOLALI Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Di KJKS BMT Syariah Sejahtera Boyolali.

0 1 13

STRATEGI PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH (STUDI KASUS PADA BMT MITRA USAHA UMMAT Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (Studi Kasus Pada Bmt Mitra Usaha Ummat Di Sleman).

0 1 16

PENDAHULUAN Strategi Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (Studi Kasus Pada Bmt Mitra Usaha Ummat Di Sleman).

0 0 6

ANALISIS KONVERSI AKAD MURABAHAH MENJADI AKAD WADIAH YAD DAMANAH PADA PROSES RESCHEDULING PEMBIAYAAN MURABAHAH BERMASALAH DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG SURABAYA.

1 1 99

EFEKTIVITAS SISTEM PENDAMPINGAN USAHA PEMBIAYAAN MUDARABAH PADA PEMBIAYAAN BERMASALAH DI KJKS BMT BINA UMAT SEJAHTERA CABANG UTAMA TUBAN.

0 0 59

ANALISIS SISA HASIL USAHA PADA KOPERASI SIMPAN PINJAM SYARIAH BMT UGT SIDOGIRI DESA PUNGGUR KECIL

0 0 11