artikel erosi DAS Cisanggarung Geomedia 09

Geomedia, Volume 7, Nomor 1, Mei 2009

KAJIAN EROSI PADA DAS CISANGGARUNG BAGIAN HULU
DI KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT
Oleh:
Muhammad Nursa’ban
Jurdik. Geografi, FISE UNY
mnsaban@yahoo.com
Abstrak
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisanggarung bagian hulu memiliki fungsi
sebagai penopang perkembangan perekonomian dan fungsi ekologis
(lingkungan) terutama bagi wilayah Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon,
dan Kabupaten Brebes di Jawa Tengah. Mendasarkan kondisi patusan/muara
(outlets) pada bagian hulu yaitu di Waduk Darma diperoleh gambaran bahwa
adanya pengangkutan material-material sedimen oleh erosi dari DAS
Cisanggarung bagian hulu melalui aliran sungai yang masuk ke Waduk. Kondisi
airnya relatif keruh yang mengindikasikan relatif tingginya kandungan bahan
padatan tersuspensi (sedimen melayang/suspended sediment). Sementara itu,
permasalah ini juga tidak terlepas dari kontribusi erosi tanah yang berasal dari
bagian kawasan sebelah hulu DAS Cisanggarung. Tujuan penelitian ini adalah
mengetahui besar erosi yang terjadi di DAS Cisanggarung bagian hulu.

Kajian ini merupakan penelitian eksploratif yang mengambil lokasi di
Daerah Aliran Sungai Cisanggarung bagian hulu di Kabupaten Kuningan
Propinsi Jawa Barat. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi
dan dokumentasi. Teknik analisis data untuk menghitung besar erosi tanah
permukaan yaitu menggunakan pendekatan Universal Soil Loss Equation
(USLE), sedangkan perhitungan erosi total yaitu menjumlahkan faktor besar
erosi tanah permukaan (A) dengan erosi lembah dan erosi saluran yang
besarnya adalah 25 % dari faktor kehilangan tanah. Erosi diperbolehkan
dianalisis dengan menkonversi setiap kriteria-kriteria erosi tanah
diperbolehkan dengan tabel pedoman penetapan nilai T untuk tanah-tanah di
Indonesia, kemudian dikalikan 10 dan berat volume tanah.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat erosi tanah permukaan
yaitu 31.558,74 ton/tahun, atau rata-rata 573,795 ton/ha/tahun, erosi total
39.448,43 ton/tahun atau 717,244 ton/ha/tahun dan erosi tanah yang
diperbolehkan yaitu 686,033 ton/tahun atau sekitar 12,473 ton/ha/tahun.
Data-data tersebut menunjukan bahwa tingkat erosi permukaan maupun erosi
total berlangsung cukup tinggi dibandingkan dengan besar erosi yang
diperbolehkan.
Kata Kunci: Daerah Aliran Sungai, Erosi, USLE, Cisanggarung


17

Kajian Erosi pada DAS Cisanggarung Bagian Hulu di Kabupaten Kuningan Jawa Barat

Pendahuluan
Praktek pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan penerapan tata
guna lahan yang tidak dilakukan secara terpadu dan tidak terencana
dengan baik, salah satunya dapat mempengaruhi proses terjadinya erosi.
Erosi adalah proses terkikisnya dan terangkutnya tanah atau bagian-bagian
tanah oleh media alami yang berupa air (air hujan). Erosi dapat
mempengaruhi produktivitas lahan yang biasanya mendominasi DAS bagian
hulu dan dapat memberikan dampak negatif pada DAS bagian hilir (sekitar
muara sungai) yang berupa hasil sedimen. Totok Gunawan (1995: 27)
mendefinisikan DAS sebagai suatu wilayah kesatuan ekosistem yang
dibatasi oleh pemisah topografis dan berfungsi sebagai pengumpul,
penyimpan dan penyalur air, sedimen, unsur hara dalam sistem sungai dan
keluar keluar melalui satu saluran tunggal/Single outlet “. Chay Asdak
(1995: I-11) menggambarkan komponen ekosistem DAS yaitu daerah hulu,
tengah dan hilir. Daerah hulu dipandang sebagai sebagai suatu ekosistem
yang terdiri atas empat komponen utama yaitu desa, sawah/ladang, sungai,

dan hutan. Gambar 1 menunjukan bahwa ada hubungan timbal balik antar
ekosistem DAS, maka apabila terjadi perubahan pada salah satu komponen
lingkungan, ia akan mempengaruhi komponen yang lain,dan perubahan
komponen tersebut pada gilirannya dapat mempengaruhi perubahan
komponen yang pertama. Selain itu juga diungkapkan ilustrasi, bahwa
masalah degradasi lingkungan sering berpangkal pada komponen desa.
MATAHARI
Hutan

Desa

Sawah/Ladang

Tumbuhan

Tanah

Manusia

Hewan


Air
Sungai
DEBIT/LUMPUR/UNSUR HARA

Gambar 1. Komponen Ekosistem DAS hulu (Chay Asdak (1995: I-11)

18

Geomedia, Volume 7, Nomor 1, Mei 2009

Pertumbuhan penduduk yang cepat menyebabkan perbandingan
antara jumlah penduduk dengan kebutuhan lahan tidak seimbang. Hal ini
telah menyebabkan pemilikan lahan menjadi semakin sempit. Keterbatasan
lapangan kerja dan kendala keterampilan yang terbatas telah menyebabkan
kecilnya pendapatan. Keadaan tersebut mendorong banyak penduduk
untuk merambah hutan dan lahan lain yang tidak produktif sebagai
penunjang hidup seperti pertanian. Lahan yang tidak produktif (marjinal)
apabila diusahakan dengan cara-cara yang mengabaikan kaidah-kaidah
konservasi tanah akan rentan terhadap erosi dan tanah longsor.

Perambahan hutan untuk kegiatan pertanian dapat meningkatkan koefisien
air larian (runoff coefficient) dan mengganggu perilaku aliran sungai. Dalam
musim hujan debit air meningkat tajam sementara dalam musim kemarau
debit air sangat rendah. Dengan demikian, resiko banjir pada musim hujan
dan kekeringan pada musim kemarau meningkat.
Dalam hubungannya dengan sistem hidrologi, DAS mempunyai
karakteristik yang spesifik serta berkaitan erat dengan unsur utamanya
seperti jenis tanah, tataguna lahan, topografi, kemiringan dan panjang
lereng. Karakteristik DAS tersebut dalam merespon curah hujan yang jatuh
di tempat tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya
evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, air hujan, air larian, aliran permukaan,
kandungan air tanah, dan aliran sungai. Diantara faktor-faktor yang
berperan dalam menentukan sistem hidrologi tersebut di atas, faktor
tataguna lahan dan kemiringan dan panjang lereng dapat direkayasa oleh
manusia. Faktor-faktor lain yang bersifat alamiah dan oleh karenanya tidak
di bawah kontrol manusia. Dengan demikian, peranan tataguna lahan
dalam suatu DAS sangat menentukan terhadap pola kelangsungan hidrologi
DAS tersebut, juga output yang dikeluarkan dari ekosistem DAS berupa
sedimen di dataran, besar-kecilnya turut ditentukan oleh tataguna lahan
daerah itu. Fungsi DAS sebagai suatu ekosistem diungkapkan oleh Chay

asdak (1995 : I-17) di deskripsikan dalam gambar 2.
Gambar 2 menunjukan proses yang berlangsung dalam suatu
ekosistem DAS. Komponen DAS terdiri atas vegetasi, tanah, dan sungai.
Hujan yang jatuh di DAS yang bersangkutan akan mengalami interaksi
dengan komponen-komponen ekosistem DAS, dan pada gilirannya akan
menghasilkan keluaran berupa debit, muatan sedimen dan material lainnya
yang terbawa oleh aliran sungai. Selain itu menunjukan hubungan
berlangsungnya erosi di daerah tangkapan air dan besarnya sedimentasi
yang terpantau di aliran sungai bagian bawah daerah tangkapan air
tersebut. Curah hujan, tanah, kemiringan lereng, vegetasi dan aktivitas
manusia mempunyai peranan penting untuk berlangsungnya proses erosi
dan sedimentasi. Tingkat bahaya erosi menjadi lebih besar, apabila jenis

19

Kajian Erosi pada DAS Cisanggarung Bagian Hulu di Kabupaten Kuningan Jawa Barat

tanah tersebut mempunyai formasi kemiringan lereng besar, demikian pula
struktur luasan vegetasi penutup lahan ditumbuhi pohon yang tidak atau
kurang disertai seresah dan tumbuhan bawah.

INPUT = Curah hujan

Vegetasi

Tanah

Air Sungai

Manusia
IPTEK

DAS = Prosesor

OUTPUT = DEBIT, MUATAN SEDIMEN

Gambar 2. Fungsi Ekosistem DAS, menurut Chay Asdak (1995: I-17)
Daerah Aliran Sungai/DAS (watershed) Cisanggarung bagian hulu
terletak pada 3 (tiga) wilayah administrasi pemerintahan, yaitu wilayah
Pemerintahan Kabupaten Kuningan, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten
Majalengka. DAS Cisanggarung memiliki peranan yang cukup penting dan

strategis, di antaranya sebagai penyangga kesinambungan fungsi irigasi
pertanian di Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Cirebon, serta Kabupaten
Brebes di Jawa Tengah. Luas Daerah Aliran Sungai Cisanggarung bagian
hulu mencapai kurang lebih 48 km2. Pada bagian hulu DAS Cisanggarung
terdapat beberapa saluran anak sungai yang mengalir pada satu sungai
utama yaitu Cisanggarung.
Vegetasi penutup yang terdapat di DAS Cisanggarung bagian hulu
jenisnya bervariasi. Namun sebagian besar masih berupa hutan lindung
milik Perhutani, kebun campuran dan lahan pertanian. Secara topografis
DAS Cisanggarung bagian hulu tidak dijumpai banyak perbukitan dan
pegunungan, hanya igir-igir pemisah DAS saja yang berada di sebelah kanan
dan kiri aliran sungai Cisanggarung. Igir paling tinggi terdapat di bagian hulu
yang tingginya mencapai 1011 meter diatas permukaan air laut sedangkan
tinggi terendah sekitar 694 m. Jenis tanah yang paling banyak dijumpai
yaitu tanah latosol berwarna coklat kemerahan dan asosiasi podsolik merah
kekuningan serta asosiasi andosol coklat dan regosol coklat. Saat ini Pola
tataguna lahan yang berkembang di DAS Cisanggarung bagian hulu telah

20


Geomedia, Volume 7, Nomor 1, Mei 2009

mengalami perubahan. Hal ini terkait dengan adanya aktifitas masyarakat
sekitar waduk yang memanfaatkan lahan-lahan di sana sebagai lahan
pertanian. Disamping itu juga diperkirakan telah adanya kemunduran
kualitas lahan yang disebabkan oleh erosi.
Data dari pengelola sumber daya air di Waduk Darma diperoleh
gambaran bahwa terjadi peningkatan total sedimen pada Waduk Darma
tahun 1998 sebesar ± 8.926 ton/tahun berasal dari kejadian erosi pada
DAS Cisanggarung bagian hulu yang diprediksi sebesar ± 68.669 ton. Hal ini
diduga kuat karena perluasan lahan yang terbuka akibat kegiatan
perambahan hutan dan lahan, sementara itu, kondisi biogeofisik DAS
Cisanggarung Bagian Hulu berupa curah hujan yang relatif tinggi sepanjang
tahun, yang didukung oleh kondisi faktor bentuk dan kelerengan DAS
tersebut serta sifat tanahnya yang relatif peka terhadap erosi, maka secara
sinergik dapat mempercepat laju limpasan air (runoff) dan tanah tererosi
yang dapat menopang terjadinya proses percepatan sedimentasi pada
waduk Darma. Permasalahan lain yang dijumpai adanya penggunaan lahan
di lapangan yang tidak sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.
Diantaranya tumpang tindih (overlapping) penggunaan lahan, praktek

penggunaan dan pengelolaan lahan yang tidak tepat atau salah, adanya
perambahan hutan dan lahan. Semuanya ini menimbulkan peluang besar
bagi terbentuknya perluasan lahan terbuka dan lahan kritis yang sangat
rentan terhadap erosi tanah.
Mengantisipasi dan menanggulangi permasalahan erosi dan
sedimentasi terutama yang terjadi pada DAS Cisanggarung seperti yang
telah diuraikan tersebut di atas, diperlukan langkah-langkah konkrit dan
upaya tindakan nyata secara terpadu untuk melakukan kajian, pemantauan
dan observasi terhadap erosi dan sedimentasi pada DAS Cisanggarung
bagian hulu. Kajian ini terutama difokuskan pada pengukuran dan penilaian
terhadap tingkatan kekritisan lahan dan bahaya erosi pada DAS tersebut.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif yang
berusaha mendeskripsikan segala sesuatu yang ada di lapangan yang
berhubungan dengan besar erosi tanah di Daerah Aliran Sungai
Cisanggarung bagian hulu di Kabupaten Kuningan Propinsi Jawa Barat.
Besarnya erosi tanah permukaan diukur dengan menggunakan
metode Universal Soil Loss Equation (USLE). Metode ini menghasilkan besar
erosi tanah permukaan dari hasil perkalian faktor-faktor seperti; erosivitas
hujan, erodibilitas tanah, pengelolaan tanaman, panjang dan kemiringan

lereng, dan pengelolaan konservasi tanah di Daerah Aliran Sungai
Cisanggarung bagian hulu. Besar Erosi total menggunakan rumus Hadley

21

Kajian Erosi pada DAS Cisanggarung Bagian Hulu di Kabupaten Kuningan Jawa Barat

(1985) yaitu menjumlahkan faktor besar erosi tanah permukaan (A) dengan
erosi lembah dan erosi saluran yang besarnya adalah 25% dari faktor
kehilangan tanah. Adapun rumusnya:
E = A + (25% A)
Sementara itu, besar erosi yang diperbolehkan dihitung dengan
menggunakan rumus: Mm X BV x 10 = T (ton/ha/th). Dimana Mm adalah
besarnya erosi tanah yang diperbolehkan (T) untuk tanah-tanah di Indonesia
dalam satuan milimeter, BV adalah berat volume tanah.
Populasi penelitian ini adalah Daerah Aliran Sungai Cisanggarung
bagian hulu dalam pengertian secara fisik sebagai sistem hidrologi dan
ekosistem suatu daerah sebagai pengumpul, penyimpan dan pengalir air
dan sedimen ke daerah di bawahnya/hilir. Satuan unit lahan akan dijadikan
sebagai sampel untuk menghitung besar erosi tanah yang terjadi di Daerah
Aliran Sungai Cisanggarung bagian hulu. Satuan unit lahan tersebut
diperoleh berdasarkan hasil overlay peta kondisi geologi, jenis tanah,
kemiringan lereng dan tataguna lahan.
Teknik pengambilan sampel besar erosi tanah di Daerah Aliran Sungai
Cisanggarung bagian hulu menggunakan stratified random sampling yaitu
lahan Daerah Aliran Sungai Cisanggarung bagian hulu terlebih dahulu
digolongkan menurut kondisi geologi, kemiringan lereng, jenis tanah dan
penggunaan lahan. Dari penggolongan-penggolongan di atas, untuk
memudahkan pemetaan dilakukan pemberian simbol-simbol, sehingga
diperoleh data-data sebagai berikut: (1). Kondisi geologi Daerah Aliran
Sungai Cisanggarung bagian hulu adalah Old Quartery yang diberi simbol Q.
(2) Kemiringan lereng lahan Daerah Aliran Cisanggarung bagian hulu dapat
digolongkan ke dalam kemiringan kurang dari 15 persen diberi sombol I,
antara 15-25 persen diberi simbol II, 25-40 persen diberi simbol III dan
lebih dari 40 persen yang diberi simbol IV. (3). Jenis tanah yang ada pada
lahan Daerah Aliran Cisanggarung bagian hulu adalah komplek latosol
coklat kemerahan diberi simbol lt dan podsolik merah kekuningan diberi
simbol pd. (4) Penggunaan lahan Daerah Aliran Cisanggarung bagian hulu
adalah pemukiman diberi simbol Pk, sawah diberi simbol Sw, tegalan diberi
simbol Tg, kebun campuran diberi simbol Kb dan simbol Ht untuk hutan.
Dari penggolongan-penggolongan diatas kemudian dibuat suatu peta guna
mempermudah pengambilan titik-titik sampel yang disebut dengan peta
satuan unit lahan.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan
dokumentasi. Observasi dilakukan untuk memperoleh data-data primer:
erodibilitas tanah, kemiringan dan panjang lereng, pengelolaan tanaman,
dan erosivititas hujan. Untuk memperkuat pengamatan dalam metode

22

Geomedia, Volume 7, Nomor 1, Mei 2009

observasi ini juga diperkuat oleh uji laboratorium. Uji laboratorium
dimaksudkan untuk mengumpulkan data tentang tekstur tanah,
permeabilitas tanah, kandungan bahan organik dan berat volume tanah.
Metode dokumentasi dilkukan untuk mengumpulkan data berkaitan dengan
berbagai jenis peta dan data sekunder seperti curah hujan, debit air,
temperatur dan penggunaan lahan.
Teknik analisis data besar erosi tanah permukaan di Daerah Aliran
Sungai Cisanggarung bagian hulu yaitu besarnya erosi permukaan dan total
dibandingkan dengan besar erosi yang diperbolehkan di daerah penelitian
untuk melihat tingkat bahaya erosi yang terjadi. Langkah-langkah dari teknik
analisis data yang akan dilakukan sebagai berikut:
a. Menentukan besarnya erosi tanah permukaan yaitu menggunakan
rumus metode USLE. Persamaannya adalah sebagai berikut: A = R. K.
LS .C .P
1) Erosivitas Hujan (R) menggunakan rumus:
El30 = 6,119 (Rain)1,21(Days)-0,47(Maxp)0,53
2) Erodibilitas Tanah (K) menggunakan rumus:
100 K = 1,292[2,1 M1,14 (10-4)(12-a)+3,25(b-2)+2,5(c-3)]
3) Faktor Kelerengan (LS):
Pengukuran panjang dan kemiringan lereng (LS) pada
penelitian ini menggunakan nilai LS menurut Goldman (1986).
4) Pengelolaan tanaman (C)
N C  N 2 C 2  N 3 C 3  .....  N n C n
C 1 1
12
5) Teknik konservasi tanah yang digunakan menggunakan rumus:
P = a1P1 + a2P2 + …… + anPn
b. Menghitung besar erosi total menggunakan rumus Hadley (1985) yaitu
menjumlahkan faktor besar erosi tanah permukaan (A) dengan erosi
lembah dan erosi saluran yang besarnya adalah 25 % dari faktor
kehilangan tanah dengan rumus: E = A + (25% A)
c. Besar erosi tanah yang diperbolehkan (T), menggunakan rumus:
Mm X BV x 10 = T (ton/ha/th)
Hasil Penelitian dan Pembahasan
a. Besar Erosi Permukaan
Besar erosi yang berlangsung di Daerah Aliran Sungai Cisanggarung
bagian hulu dihitung dengan menggunakan pendekatan metode USLE
dengan rumus: A = R.K.LS.C.P. dimana (R) erosivitas hujan, (K), erodibilitas
tanah (LS) kemiringan dan panjang lereng, (C) pengelolaan
tanaman/vegetasi dan (P). metode konservasi tanah

23

Kajian Erosi pada DAS Cisanggarung Bagian Hulu di Kabupaten Kuningan Jawa Barat

1). Erosivitas
Erosivitas hujan di daerah DAS Cisanggarung di bagian hulu
diperoleh dengan memperhitungkan rata-rata hujan bulanan selama
periode 10 tahun. Berdasarkan hasil penelitian Nursa’ban (2003) diketahui
besar erosivitas hujan di Daerah Aliran Sungai Cisanggarung bagian hulu
selama kurun waktu 10 tahun sejak 1992-2001 diperoleh nilai rata-rata
erosivitas hujan setiap tahun yaitu 3499,09. Besar erosivitas ini hingga saat
ini tidak mengalami perubahan yang berarti. Oleh karena itu nilai tersebut
dapat mewakili besar erosivitas yang terjadi saat ini.
2). Erodibilitas
Erodibilitas tanah merupakan faktor kepekaan (resistensi) partikelpartikel tanah terhadap erosi. Pada penelitian ini analisis sampel tanah
dilakukan untuk mengetahui tekstur, bahan organik, permeabilitas dan
struktur tanah. Analisis erodibilitas ini dilakukan di laboratorium, lalu
dihitung dengan rumus:
100K= 1,292[2,1 M1,14(10-4)(12-a)+3,25(b-2)+2,5(c-3)]
Data-data faktor erodibilitas diperoleh mendasarkan hasil dari
pengukuran laboratorium. Kelas tekstur tanah pada daerah penelitian lebih
banyak mengandung lempung yang memiliki nilai M yaitu 1685. Kandungan
bahan organik terbesar yang dijumpai pada satuan unit lahan dengan
penggunaan lahannya sebagai kawasan hutan. Berdasarkan dari data pada
peta struktur tanah kecamatan Darma yang dikeluarkan oleh Badan
Pertanahan Nasional kabupaten Kuningan diperoleh keterangan bahwa
daerah penelitian sebagian besar memiliki struktur tanah menyerupai kubus
dan sebagian lain berupa prisma. Berdasarkan hasil uji laboratorium,
tingkat permeabilitas tanah di daerah penelitian memiliki rentang sangat
lambat sampai kategori sedang. Hal tersebut diperkirakan volume air
permukaan (run off) akan banyak tergenang ketika terjadi hujan, sehingga
akan terjadi penggerusan pada tanah permukaan yang berakibat besarnya
erosi tanah permukaan.
Berdasarkan faktor-faktor erodibilitas di atas diketahui, maka nilai
erodiblitas Daerah Aliran Sungai Cisanggarung bagian hulu dapat diketahui
seperti ditunjukan oleh tabel 1. Tabel 1 menunjukan bahwa tingkat
erodibilitas yang terjadi di daerah penelitian berada pada rentang antara
0,18 pada satuan unit lahan Q I Pd Tg dan tertinggi pada satuan unit lahan
Q III Lt Kb yaitu dengan nilai 0,56. angka tersebut menunjukan bahwa
tingkat erodibilitas yang terjadi di DAS Cisanggarung cukup besar.

24

Geomedia, Volume 7, Nomor 1, Mei 2009

Tabel 1. Nilai Erodibilitas Tanah di DAS Cisanggarung bagian hulu.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Satuan Lahan
Q I Pd Kb
Q I Pd Tg
Q II Pd Kb
Q II Pd Tg
Q III Pd Kb
Q III Pd Ht
Q IV Pd Kb
Q IV Pd Ht
Q I Lt Tg
Q I Lt Sw
Q I Lt Pk
Q I Lt Kb
Q II Lt Kb
Q II Lt Pk
Q III Lt Tg
Q III Lt Kb

M
1685
1213
2830
1685
1685
2830
2830
4390
1685
1685
2830
2830
1685
2830
6330
6330

a
1,85
1,22
2,32
1,84
1,81
6,41
3,86
10,09
2,47
3,66
0,74
3,51
4,88
3,62
2,47
4,47

b
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

c
5
3
4
3
6
5
4
6
5
6
3
5
6
5
4
6

K
0,28
0,18
0,34
0,22
0,25
0,28
0,31
0,25
0,27
0,29
0,35
0,35
0,27
0,34
0,38
0,56

Sumber: Hasil Perhitungan
Keterangan:
K : Erodibilitas Tanah
M : persentase pasir sangat halus, debu dan liat
a : persentase bahan organik
b : kode struktur tanah
c : kelas permeabilitas tanah
3). Panjang dan Kemiringan Lereng
Panjang dan kemiringan lereng pada di DAS Cisanggarung
merupakan dua hal yang berpengaruh terhadap laju erosi. Panjang lereng
mengacu pada aliran air permukaan, yaitu lokasi berlangsungnya erosi dan
kemungkinan terjadinya deposisi sedimen, dan kemiringan lereng
diperlakukan sebagai faktor yang seragam.
Pengukuran panjang dan kemiringan lereng (LS) pada penelitian ini
menggunakan nilai LS menurut Goldman (1986) dalam Chay Asdak (1995:
IX-466). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan hasil konversi
dengan nilai LS dari Goldman diperoleh data-data sebagai berikut:

25

Kajian Erosi pada DAS Cisanggarung Bagian Hulu di Kabupaten Kuningan Jawa Barat

Tabel 2. Panjang dan Kemiringan Lereng
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Satuan Lahan
Q I Pd Kb
Q I Pd Tg
Q II Pd Kb
Q II Pd Tg
Q III Pd Kb
Q III Pd Ht
Q IV Pd Kb
Q IV Pd Ht
Q I Lt Tg
Q I Lt Sw
Q I Lt Pk
Q I Lt Kb
Q II Lt Kb
Q II Lt Pk
Q III Lt Tg
Q III Lt Kb

Kemiringan
lereng (%)
14
14
21
18
31
35
51
44
8
3
6
12
17
16
34
35

Panjang
lereng (m)
26
22
28
21
31
29
32
36
54
76
48
37
44
53
41
28

LS
2,43
2,14
3,87
3,41
7,95
10,22
17,82
15,20
1,40
0,38
0,82
1,92
3,13
3,13
12,52
9,70

Sumber: Data Primer,
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa satuan unit lahan yang
memiliki kemiringan terbesar ditunjukan oleh QIVPdKb dengan panjang
lereng 32 meter. Satuan unit lahan dengan kemiringan terkecil adalah
QILtSw yaitu lahan berjenis tanah latosol dan digunakan sebagai lahan
pertanian berupa sawah.
4). Pengelolaan Vegetasi/Tanaman (C)
Secara umum faktor C dalam rumus USLE menunjukan keseluruhan
dari vegetasi, seresah, keadaan permukaan tanah dan pengelolaan lahan
terhadap besarnya tanah yang hilang (erosi). Tabel 18. merupakan hasil dari
pengamatan di lapangan yang menunjukan nilai C pada Daerah Aliran
Sungai Cisanggarung. Hasil pengamatan tersebut kemudian di konversikan
dengan nilai C yang diperoleh dari hasil penelitian pusat penelitian tanah di
Bogor untuk wilayah Jawa.

26

Geomedia, Volume 7, Nomor 1, Mei 2009

Tabel 3. Pengelolaan Tanaman di DAS Cisanggarung bagian hulu
No

Satuan Lahan

1

Q I Pd Kb

2

Q I Pd Tg

3

Q II Pd Kb

4

Q II Pd Tg

5

Q III Pd Kb

6

Q III Pd Ht

7

Q IV Pd Kb

8
9
10
11
12
13
14
15
16

Q IV Pd Ht
Q I Lt Tg
Q I Lt Sw
Q I Lt Pk
Q I Lt Kb
Q II Lt Kb
Q II Lt Pk
Q III Lt Tg
Q III Lt Kb

Tanaman
Kebun campuran (kopi, cengkeh, kelapa,
bambu)
Tegalan (ubi kayu, jagung, kentang,)
Kebun campuran (kopi, cengkeh, kakao,
kelapa)
Tegalan (palawija, ubi kayu)
Kebun campuran (kopi, cengkeh, kelapa,
bambu)
Hutan homogen
Kebun campuran (kopi, cengkeh, kelapa,
bambu)
Hutan pinus
Tegalan (sengon, ubi kayu, jagung)
Sawah (padi lahan basah)
Lahan kosong diolah
Kebun campuran
Kebun campuran
Lahan kosong diolah
Tegalan (jagung, ubi kayu, palawija)
Kebun campuran

Nilai C
0,2
0,637
0,2
0,363
0,2
0,001
0,2
0,001
0,363
0,010
0,950
0,2
0,2
0,950
0,637
0,2

Sumber: Data Primer, (2003)
Berdasarkan data-data yang ditunjukan oleh tabel 3. Kebun
campuran (agroforestry) merupakan mayoritas pengelolaan tanaman yang
dilakukan di Daerah Aliran Sungai Cisanggarung bagian hulu. Jenis tanaman
yang banyak ditemukan pada kebun campuran tersebut meliputi tanamantanaman musiman seperti; kopi, cengkeh dan kakao. Hutan yang ditemukan
pada daerah penelitian merupakan hutan homogen yang dikelola oleh
PERHUTANI dan meliputi lahan yang terbatas, jenis pohon pada hutan
tersebut adalah pinus.
5). Konservasi Tanah
Berdasarkan observasi yang dilakukan di lapangan ditemukan
bahwa metode konservasi yang digunakan adalah secara mekanik dan
vegetatif. Konservasi tanah pada masing-masing satuan lahan, indeks
konservasi tanah pada DAS Cisanggarung bagian hulu ditunjukan pada
tabel 4.

27

Kajian Erosi pada DAS Cisanggarung Bagian Hulu di Kabupaten Kuningan Jawa Barat

Tabel 4. Konservasi Tanah
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Satuan lahan
Q I Pd Kb
Q I Pd Tg
Q II Pd Kb
Q II Pd Tg
Q III Pd Kb
Q III Pd Ht
Q IV Pd Kb
Q IV Pd Ht
Q I Lt Tg
Q I Lt Sw
Q I Lt Pk
Q I Lt Kb
Q II Lt Kb
Q II Lt Pk
Q III Lt Tg
Q III Lt Kb

Teknik konservasi
Tanaman perkebunan: penutup tanah rapat
Teras gulud: Jagung, ubi kayu
Tanaman perkebunan: penutup tanah rapat
Teras gulud: ubi kayu, palawija
Tanaman perkebunan: penutup tanah sedang
Tanaman dalam kontur, kemiringan>20%
Tanaman dalam kontur, kemiringan >20%
Tanaman dalam kontur, kemiringan >20%
Teras gulud: Ubi kayu, jagung
Teras gulud: Padi, jagung
Teras tradisional
Tanaman perkebunan: penutup tanah rapat
Tanaman perkebunan: penutup tanah sedang
Teras tradisional
Teras gulud: jagung ubi kayu
Tanaman perkebunan: penutup tanah sedang

Nilai P
0,10
0,056
0,10
0,063
0,50
0,90
0,90
0,90
0,056
0,013
0,40
0,10
0,50
0,40
0,056
0,50

Sumber: Data Primer
Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor-faktor erosi, maka dapat
dihitung besar erosi permukaan menggunakan metode USLE di DAS
Cisanggarung bagian hulu seperti ditunjukkan tabel 5.
Tabel 5. Besar Erosi Tanah Permukaan DAS Cisanggarung bagian hulu
N
o

Satuan
lahan

1. Q I Pd Kb
2.
Q I Pd Tg
3. Q II Pd Kb
4. Q II Pd Tg
5. Q III Pd Kb
6. Q III Pd Ht
7. Q IV Pd Kb
8. Q IV Pd Ht
9.
Q I Lt Tg
10. Q I Lt Sw
11. Q I Lt Pk
12. Q I Lt Kb
13. Q II Lt Kb
14. Q II Lt Pk
15. Q III Lt Tg
16. Q III Lt Kb
Jumlah
Rata-rata

R

K

LS

C

P

3499,09
3499,09
3499,09
3499,09
3499,09
3499,09
3499,09
3499,09
3499,09
3499,09
3499,09
3499,09
3499,09
3499,09
3499,09
3499,09

0,28
0,18
0,34
0,22
0,25
0,28
0,31
0,25
0,27
0,29
0,35
0,35
0,27
0,34
0,38
0,56

2,43
2,14
3,87
3,41
7,95
10,22
17,82
15,20
1,40
0,38
0,82
1,92
3,13
3,13
12,52
9,70

0,2
0,637
0,2
0,363
0,2
0,001
0,2
0,001
0,363
0,010
0,950
0,2
0,2
0,950
0,637
0,2

0,10
0,056
0,10
0,063
0,50
0,90
0,90
0,90
0,056
0,013
0,40
0,10
0,50
0,40
0,056
0,50

Sumber: hasil perhitungan

28

Luas
(ha)

Erosi (A)
(ton/ha/th)

Erosi
(ton/th)

4,8
2,8
8,5
8,8
1,00
0,8
2,6
2,9
2,2
1,7
1,9
1,6
2,1
5,1
3,2
5,0
55

47,62
48,08
92,08
60,03
695,44
9,01
3479,34
11,97
26,89
0,05
381,61
47,03
295,71
1415,02
593,84
1900,71
9.104,42

228,55
134,63
782,70
528,28
695,44
7,21
9046,29
34,70
59,15
0,09
725,06
75,24
620,99
7216,59
1900,29
9503,53
31.558,74
717,24

Geomedia, Volume 7, Nomor 1, Mei 2009

Berdasarkan hasil perhitungan perkiraan menggunakan metode
USLE yang ditunjukan oleh tabel 5. diperoleh besarnya erosi tanah
permukaan di DAS Cisanggarung bagian hulu adalah 31.558,74 ton/tahun
atau rata-rata 717,24 ton/ha/tahun. Dalam tiap hektar satuan unit lahan
QIVPdKb mengalami erosi tanah permukaan paling besar yaitu 3.479,34
ton/ha/tahun. Kelas bahaya erosi pada tiap satuan unit lahan di DAS
Cisanggarung bagian hulu didasarkan kelas tingkat bahaya erosi dari
departemen kehutanan pada tahun 1988 dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 6. Kelas tingkat bahaya erosi
Kedalaman
Tanah (cm)
Dalam ( >90)
Sedang (60-90)
Dangkal (30-60)
Sangat dangkal ( 90
60-90
60-90
60-90
60-90
>90
60-90
>90
30-60
30-60
30-60
>90
60-90
30-60
480
480
480
> 480
> 480

Kategori
R
S
B
B
SB
SR
SB
SR
B
S
SB
R
SB
SB
SB
SB

Keterangan:
KET
SB
R

: Kedalaman efektif tanah
: Sangat Berat
: ringan

S

: Sedang
B
: Berat
SR
: Sangat Ringan

29

Kajian Erosi pada DAS Cisanggarung Bagian Hulu di Kabupaten Kuningan Jawa Barat

Tabel 7 menunjukkan setiap satuan unit lahan pada daerah
penelitian memiliki perbedaan tingkat bahaya erosi tanah permukaan.
Tingkat bahaya erosi tanah permukaan sangat berat di daerah penelitian
mencapai 43,75 %, sedangkan klasifikasi berat 18,75 %, sedangkan
kategori sedang, ringan dan sangat ringan masing-masing adalah 12,5 %
dari 16 satuan unit lahan. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa
Daerah Aliran Sungai Cisanggarung bagian hulu memiliki kontribusi yang
besar terhadap transportasi material sedimen untuk daerah dibawahnya.
b. Besar Erosi Total (Gross Erosion)
Perhitungan perkiraan besarnya erosi tanah dengan metode USLE
diatas merupakan perkiraan besarnya erosi tanah pada permukaan,
sedangkan untuk mengetahui besarnya erosi total (gross Erosion) di Daerah
Aliran Sungai Cisanggarung bagian hulu adalah dengan menggunakan
pendekatan rumus dari Hadley (1985) yaitu menjumlahkan faktor besar
erosi tanah permukaan (A) dengan erosi lembah dan erosi saluran yang
besarnya adalah 25% dari faktor kehilangan tanah. Adapun rumusnya:
E = A + (25% A)
Tabel 8. menunjukan bahwa besarnya erosi total untuk Daerah
Aliran Sungai Cisanggarung bagian hulu yang diketahui dari perhitungan
tersebut adalah 39.448,43 ton/tahun. Atau jika dirata-ratakan, erosi total
yang berlangsung di DAS Cisanggarung bagian hulu adalah 717,244
ton/ha/tahun.
Tabel 8. Besar Erosi Total (E) di DAS Cisanggarung bagian hulu
No

Satuan
lahan

Erosi (A)
ton/ha/th

25 % A

Erosi Total (E)
(ton/ha/thn)

Erosi (A)
ton/thn

25 % A

Erosi Total
(E) (ton/thn)

1.

Q I Pd Kb

2.

Q I Pd Tg

48,08

12,02

60,10

3.

Q II Pd Kb

92,08

23,02

115,10

4.

Q II Pd Tg

60,03

15,01

75,04

5.

Q III Pd Kb

695,44

173,86

869,31

6.

Q III Pd Ht

9,01

2,25

11,26

7,21

1,80

9,01

7.

Q IV Pd Kb

3479,3

869,84

4349,18

9046,29

2261,57

11307,86

8.

Q IV Pd Ht

11,97

2,99

14,96

34,70

8,68

43,38

9.

Q I Lt Tg

26,89

6,72

33,61

59,15

14,79

73,94

10.

Q I Lt Sw

11.
12.

Q I Lt Pk

0,05
381,61

0,01
95,40

0,06
477,01

0,09
725,06

0,02
181,27

0,11
906,33

Q I Lt Kb

47,03

11,76

58,78

75,24

18,81

94,06

13.

Q II Lt Kb

14.
15.
16.

Q II Lt Pk
Q III Lt Tg
Q III Lt Kb

295,71
1415,0
593,84
1900,71

73,93
353,75
148,46
475,18

369,64
1768,77
742,30
2375,88

620,99
7216,59
1900,29
9503,53

155,25
1804,15
475,07
2375,88

776,23
9020,74
2375,37
11879,41

30

47,62

11,90

59,52

57,14

285,69

134,63

33,66

168,28

782,70

195,67

978,37

528,28

132,07

660,35

695,44

173,86

869,31

228,55

Geomedia, Volume 7, Nomor 1, Mei 2009

Jumlah

9.104,42

2.276,11

11.380,53

31.558,74

7.889,69

39.448,43

Sumber: Hasil Perhitungan
c. Pendugaan Besar Erosi Yang Diperbolehkan
Besar erosi yang diperbolehkan diukur dengan memakai kriteriakriteria antara lain kedalaman tanah efektif, kondisi pelapukan lapisan
bawah tanah (substratum), permeabilitas tanah lapisan bawah dan berat
volume tanah. Besar erosi tanah yang diperbolehkan di DAS Cisanggarung
yaitu dengan menkonversi setiap kriteria-kriteria tersebut pada tabel
pedoman penetapan nilai T untuk tanah-tanah di Indonesia. Nilai T pada
masing-masing satuan lahan dengan satuan mm/th dirubah ke satuan
ton/ha/th yaitu dengan dikalikan berat volume tanah (BV) dikali 10. Kriteria
penentuan nilai T untuk masing-masing satuan lahan disajikan dalam tabel
9, sedangkan pendugaan besar erosi tanah yang diperbolehkan pada
masing-masing satuan lahan disajikan pada tabel 10.
Tabel 9. Kriteria Penentuan Nilai T setiap satuan unit lahan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Satuan lahan
Q I Pd Kb
Q I Pd Tg
Q II Pd Kb
Q II Pd Tg
Q III Pd Kb
Q III Pd Ht
Q IV Pd Kb
Q IV Pd Ht
Q I Lt Tg
Q I Lt Sw
Q I Lt Pk
Q I Lt Kb
Q II Lt Kb
Q II Lt Pk
Q III Lt Tg
Q III Lt Kb

Kedalaman
efektif
tanah
> 90
60-90
60-90
60-90
60-90
>90
60-90
>90
30-60
30-60
30-60
>90
60-90
30-60