13 14 mgpteknik bertanya webp4tk3

Apa dan Mengapa Guru Matematika Harus Menggunakan Teknik
Bertanya?
Fadjar Shadiq, M.App.Sc
(fadjar_p3g@yahoo.com dan www.fadjarp3g.wordpress.com)
WI PPPPTK Matematika
Bertanya merupakan salah satu dari tujuh komponen utama pembelajaran yang
mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas (Kemdiknas, 2010:34).
Ketujuh komponen itu adalah konstruktivisme (constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modeling) refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic
assessment). Berikut ini akan dibahas satu contoh penerapan teknik bertanya
dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diacu para guru dan pengawas jenjang
TK/SD atau RA/BA/MI. Berikut ini adalah contoh penggunaan teknik bertanya.
Beberapa waktu yang lalu, penulis menyampaikan materi pada Pelatihan
Penguatan Pengawas Sekolah yang sebagian besar pesertanya adalah para
pengawas jenjang TK/SD dari Provinsi Jawa Tengah; salah seorang peserta
meminta penulis untuk menjelaskan sedikit lebih rinci tentang teknik bertanya.
Permintaan tersebut didukung teman-teman lainnya. Menurutnya, akan sangat
berguna jika mereka mengetahui lebih banyak tentang teknik bertanya tersebut.
Kejadian ini menunjukkan bahwa teknik bertanya berdasarkan pengalaman
pengawas TK/SD tadi sangat penting untuk dibahas. Buktinya, pengawas saja

membutuhkan, apalagi para gurunya. Karena jatah waktu untuk diklat dimaksud
sangat sedikit, sehingga permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi. Sebagai
gantinya, naskah ini disusun dengan maksud utama untuk membantu para guru
dan pengawas agar lebih memahami teknik bertanya itu dalam pembelajaran
matematika, sehingga dapat diimplementasikan di kelasnya masing-masing
selama proses pembelajaran dan bagi para pengawas agar dapat lebih
membantu para guru mengimplementasikan teknik bertanya ketika memantau
atau melakukan kegiatan supervisi di sekolah binaannya masing-masing.
Yang akan dibahas pada tulisan ini di antaranya adalah:
1. Pertanyaan tertutup (closed question) dan contohnya.
2. Pertanyaan terbuka (open question) dan contohnya.
3. Pertanyaan tingkat rendah (lower order question) dan
contohnya.
4. Pertanyaan tingkat tinggi (higher order question) dan
contohnya.
5. Empat tujuan guru mengajukan pertanyaan.

3 cm
2 cm
2 cm

2 cm

Pertanyaan Tertutup dan Terbuka
Perhatikan dua pertanyaan berikut.
1. Tentukan luas daerah bangun datar di samping kanan atas ini.
1

2. Tentukan luas daerah bangun datar di atas dengan berbagai cara. Ada berapa
cara yang Anda dapatkan?
Menurut bapak dan ibu guru apa perbedaan antara dua pertanyaan tersebut di
atas? Berhentilah membaca untuk beberapa saat.
Yang jelas pertanyaan 1 hanya ada 1 jawaban
yang bisa diterima guru yaitu 16 satuan luas.
Selain itu dianggap salah. Namun pertanyaan 2
memungkinkan jawaban yang bisa diterima guru
bisa 1 atau lebih cara seperti ditunjukkan gambar
di bawah ini.
Cara 1 dengan membagi daerah bangun datar
tersebut menjadi 3 bagian seperti ditunjukkan
gambar di sebelah kanan ini. Luas daerah bangun

datar tersebut adalah: (3  2) + (3  2) + (2  2) =
16 satuan luas.
Cara 2 dengan membagi daerah bangun datar
tersebut menjadi 2 bagian seperti ditunjukkan
gambar di sebelah kanan ini. Luas daerah bangun
datar tersebut adalah: (3  4) + (2  2) = 16
satuan luas.

3 cm
2 cm
2 cm
2 cm

2 cm

3 cm

2 cm

4 cm


2 cm

Cara 3 dengan
membagi daerah bangun datar tersebut menjadi
2 bagian seperti ditunjukkan gambar di sebelah
kiri ini. Luas daerah bangun datar tersebut
adalah: (3  2) + (5  2) = 16 satuan luas.

3 cm
2 cm

Cara 4 dengan memindah bangun datar yang
paling atas ke bawahnya sehingga menjadi
seperti ditunjukkan gambar di sebelah bawah.
Luas daerah bangun datar tersebut adalah: (8 
2) = 16 satuan luas.

2 cm
5 cm

3 cm
2 cm

2 cm
2 cm

2 cm

3 cm

2 cm
3 cm

3 cm
8 cm

2 cm
2

Cara 5 dengan mengangap bangun datar yang

berbentuk L itu sebagai bentuk persegipanjang
besar (utuh) dikurangi persegipanjang kecil
lainnya (diarsir). Luas daerah bangun datar
tersebut adalah: (5  4) – (2  2) = 16 satuan
luas.

2 cm
4 cm

2 cm

5 cm
Jadi jelaslah, bahwa pertanyaan 1 merupakan
contoh pertanyaan tertutup (closed question)
karena hanya ada 1 jawaban yang bisa diterima guru yaitu 16 satuan luas. Selain
jawaban 16 satuan luas itu dianggap salah. Namun pertanyaan 2 memungkinkan
jawaban yang bisa diterima guru bisa 1 atau lebih cara seperti ditunjukkan
gambar di bawah ini. Itulah contoh pertanyaan terbuka (open question). Hal ini
menunjukkan bahwa formulasi soal dapat mengubah format pertanyaan dari
yang asalnya berupa pertanyaan tertutup menjadi pertanyaan terbuka.

Pertanyaan yang dapat diajukan sekarang adalah pertanyaan tertutup atau
terbuka yang sebaiknya ditanyakan guru? Mengapa? Contoh di atas
menunjukkan bahwa pertanyaan terbuka secara umum lebih baik dari
pertanyaan tertutup. Alasannya, guru telah dan akan memfasilitasi siswanya
untuk berpikir kreatif. Dapat membantu siswanya untuk menemukan jati dirinya
sendiri jika memberi kesempatan pada siswanya untuk mengemukakan idenya di
depan teman-temannya, sehingga siswa yang lain dapat belajar darinya. Lebih
bijaksana jika guru memberi kesempatan pada siswa yang lemah untuk maju
juga ke papan unuk menjelaskan caranya yang benar. Di Jepang dan sebagian
guru di Indonesia, antisipasi jawaban siswa sudah disiapkan guru. Mungkin hal ini
diikuti semua guru di Indonesia.
Pertanyaan Tingkat Rendah dan Tinggi
Perhatikan contoh tugas ini. Jabarkan (x + 2)(x + 5). Jika materi itu sudah
dibahas, pertanyaan yang dapat diajukan adalah mana yang lebih baik dilakukan
guru, memberi tugas atau menjelaskan ulang? Bagaimana jika ada siswa yang
tidak bisa mengerjakan tugas tersebut? Di sini peran penting guru untuk
merefleksi diri. Mengapa siswanya tidak mampu mengerjakan tugas tersebut?
Apa yang harus dilakukan ke depannya? Jawaban yang diharapkan dari siswa
adalah:
(x + 2)(x + 5) = x2 + 7x + 10

Ruas kiri = Ruas kanan
Beberapa pertanyaaan yang dapat diajukan guru adalah:
1. Darimana asal 10 pada ruas kanan?
2. Darimana asal 7 pada ruas kanan?
3. Berdasar jawaban tadi, jika Bapak/Ibu mempunyai seperti ruas kanan dalam
bentuk x2 + 11x + 10, dapatkah dibuat bentuk perkalian seperti ruas kirinya?
Amati tiga pertanyaan di atas. Apa perbedaan tiga pertanyaan di atas? Jawaban
yang diharapkan dari Anda pembaca naskah ini bukanlah bahwa pertanyaan 3
3

lebih panjang dari pertanyaan 1 dan 2. Meskipun jawaban itu tergolong benar
namun jawaban yang diharapkan tentunya harus berkait dengan tingkat
pertanyaan yang digunakan yaitu harus berkait dengan pertanyaan tingkat
rendah (lower order question) atau pertanyaan tingkat tinggi (higher order
question). Pertanyaan 1 dan 2 dapat digolongkan sebagai pertanyaan tingkat
rendah (lower order question) dan pertanyaan 3 dapat digolongkan sebagai
pertanyaan tingkat tinggi (higher order question). Mengapa?
Pertanyaan 1 dan 2 dapat digolongkan sebagai pertanyaan tingkat rendah (lower
order question) karena untuk menjawab pertanyaan tersebut hanya memerlukan
ingatan yang baik saja. Namun pertanyaan 3 dapat digolongkan sebagai

pertanyaan tingkat tinggi (higher order question) karena untuk menjawabnya
tidak hanya memerlukan ingatan yang baik saja. Untuk menjawab pertanyaan 3,
diperlukan kemampuan untuk mengaitkan antara yang sudah dipelajari
(menjabarkan) dengan yang sedang dipelajari (memfaktorkan).
Pertanyaan yang dapat diajukan sekarang adalah pertanyaan tingkat tinggi atau
tingkat rendah yang sebaiknya ditanyakan guru? Mengapa? Contoh di atas
menunjukkan bahwa pertanyaan tingkat tinggi secara umum lebih baik dari
pertanyaan tingkat rendah. Alasannya, guru akan memfasilitasi siswanya untuk
berpikir agar dapat belajar mengaitkan antara materi yang sudah dipelajari
(menjabarkan) dengan materi yang sedang dipelajari (memfaktorkan). Yang perlu
diperhatikan dan diantisipasi guru adalah alternatif pertanyaan untuk membantu
siswa jika mereka mengalami kesulitan. Contoh untuk kasus di atas, pertanyaan
yang dapat diajukan guru adalah: (1) Darimana asal 10 pada ruas kanan?
Darimana asal 7 atau 11 pada ruas kanan? Di Jepang dan sebagian guru di
Indonesia, telah mengantisipasi jika siswa mengalami kesulitan dengan
menyiapkan pertanyaan (biasanya pertanyaan tingkat rendah) untuk membantu
siswanya. Mungkin hal ini diikuti semua guru di Indonesia.
Selama proses pembelajaran di kelas, pertanyaan tingkat tinggi yang dapat
diajukan bapak dan ibu guru di antaranya adalah:
 Bagaimana cara Anda …?

 Adakah yang dapat menjelaskan mengapa hasilnya seperti itu?
 Jika Anda ….
 Apa yang akan terjadi jika ….
 Apa yang menarik dari hasil (data) ini?
 Mengapa …?
Empat Tujuan Guru Mengajukan Pertanyaan
Menurut Haylock & Thangata (2007) ada empat tujuan guru mengajukan
pertanyaan, Berikut ini adalah empat tujuan tersebut beserta contohnya.
1. Bertujuan untuk manajemen kelas (questions used for managerial purrposes)
Contohnya adalah:
a. Dudi, apa Anda mendengarkan pertanyaan Ibu/Bapak?
4

b. Nani, apa Anda sudah menyelesaikan tugas Ibu/Bapak?
c. Adi, dapatkah Anda memberi contoh lain?
2. Bertujuan untuk mengasses hasil pembelajaran pada akhir pembelajaran
(questions used to assess learning at the end of a teaching session)
Contohnya adalah:
a. Apa yang harus diperhatikan ketika memfaktorkan bentuk x2 + Ax + B
b. Jadi, bagaimana rumus untuk menentukan median suatu distribusi

frekuensi? Mengapa rumusnya begitu?
c. Bagaimana cara membagi sudut menjadi dua bagian yang sama? Mengapa
caranya begitu?
d. Siapa yang dapat menjelaskan untuk mengingatkan kita semua tentang hal
baik jika dilakukan seperti itu?
3. Bertujuan untuk pemantapan (reinforcement questions)
Contohnya adalah:
a. Jika 234 + 466 = 700 berapakah hasil dari (234) + (466)?
b. Bagaimana cara menentukan (200) + 500?
4. Bertujuan untuk mempromosikan pembelajaran secara kognitif maupun
afektif (questions for promoting cognitive and affective learning)
Contohnya adalah:
a. Tentukan hasilnya pada 10 : 2? (Guru lalu menuliskan pembagian beserta
hasilnya di papan tulis.)
b. Mengapa hasil 5 ini dapat saya nyatakan hasil yang benar?
c. Kalau begitu bagaimana dengan 10 : 0?
d. Bagaimana pula dengan 0 : 0?
Contoh terakhir di atas menunjukkan proses pembelajaran yang dilakukan
seorang guru untuk menunjukkan bahwa pembagian dengan 0 tidak didefinisikan
dan dapat diketegorikan sebagai dialog Socrates (Socratic dialogue) karena
sudah digunakan Socrates beratus ratus tahun yang lalu. Menurut APS
International (2005:89):
”A Socratic dialogue is a dialogue between a teacher and one or more
students or between a number of students under the guidance of the
teacher. The teacher presents a problem or a key question, decides on
the structure of the dialogue, involves all students by asking questions
and eliciting answers and passing them on, he prods and digs, confronts
and leads the students to (preferably) common solutions and
conclusions.”
Artinya, dialog Socrates (Socratic dialogue) adalah suatu dialog (pembicaraan
atau perbincangan) antara seorang guru (pada contoh kasus di atas gurunya
adalah sang ayah), dengan satu atau lebih siswanya (pada contoh di atas
siswanya adalah sang anak), atau dialog antara beberapa siswa di bawah
bimbingan si guru. Si guru mengemukakan suatu masalah (problem) atau
pertanyaan kunci (key question), menentukan rancangan dialognya. Si guru juga
5

melibatkan setiap peserta didik atau siswanya dengan mengajukan pertanyaan
dan mengembangkan jawabannya serta menyampaikan jawaban itu kepada
siswa lain. Dia juga memberikan dorongan dan menggali, mendebat dan
membimbing siswanya agar sampai pada suatu simpulan umum atau
penyelesaian (seperti yang dilakukan sang ayah pada anaknya tadi). Jelaslah
bahwa sang ayah telah menggunakan dialog Socrates dalam membimbing
anaknya sehingga si anak sampai pada simpulan seperti yang dikehendakinya.
Penelitian menunjukkan, bahwa guru-guru yang lebih banyak mengajukan
pertanyaan terbuka dan tingkat tinggi seperti pertanyaan di atas adalah para
guru yang lebih berhasil mendidik siswanya. Namun perlu diingat bahwa tidak
mudah menyusun pertanyaan seperti itu. Karenanya, sekali lagi para guru
diharapkan dapat menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan di
kelasnya masing-masing. Demikianlah gambaran singkat tentang pentingnya
teknik bertanya yang dapat dilakukan para guru agar dapat membantu siswanya
untuk belajar berpikir dan bernalar. Apalagi jika para guru dapat menggunakan
dialog Socrates dengan baik, maka diharapkan para siswa dengan bantuan
gurunya akan dapat menemukan atau mengkonstruksi sendiri pengetahuan
seperti rumus, konsep atau teorema; sehingga kemampuan berpikir dan bernalar
para siswanya akan meningkat pula. Pada akhirnya, mudah-mudahan tulisan ini
dapat diimplementasikan di kelas dengan bantuan para pengawas dan
widyaiswara.
Daftar Pustaka
APS International (2005). Twenty Two Theories. Utrecht: APS International Ltd.
Haylock, D. and Thangata, F. (2007). Key Concepts in Teaching Primary
Mathematics. London: SAGE Publications Ltd.
Kementerian Pendidikan Nasional (2010). Pembelajaran Berbasis Paikem (CTL,
Pembelajaran Terpadu, Pembelajaran Tematik). Materi Pelatihan
Penguatan Pengawas Sekolah. Jakarta: Direktorat Tenaga Kependidikan,
Direktorat Jenderal PMPTK.

6