ekonomi syariah di indonesia andi syamsu alam tuada uldilag

Ekonomi Syariah Di Indonesia
Oleh: H. Andi Syamsu Alam (Tuada Uldilag)

Pendahuluan
Jika dipertanyakan, mengapa di Indonesia dipakai istilah ekonomi syariah dan
bukan ekonomi Islam, hal itu mungkin bisa dijawab salah satu kemungkinannya
adalah untuk menghilangkan persepsi bahwa sistim itu berlaku untuk orang Islam
saja, padahal siapapun yang menjalankan prinsip-prinsip syariah di bidang ekonomi
itu, tetap saja disebut ekonomi syariah.
Menurut Dr. Hari, salah seorang anggota DPR di Jakarta, ada Bank Syariah
yang nasabahnya 2/3 dari kalangan China dan non muslim. Di Indonesia, hampir
semua Bank, baik Bank Pemerintah maupun Swasta, membuka Bank dengan sistim
syariah atau unit usaha syariah.
Prinsip-prinsip ekonomi Syariah
Menurut buku Hukum Ekonomi Syariah yang ditulis oleh Prof. Dr. H.
Zainuddin Ali., MA., prinsip ekonomi syariah adalah sebagai berikut:
1. Siap menerima resiko (Al Kharj bid dhaman)
2. Tidak melakukan penimbunan
3. Tidak Monopoli
4. Pelarangan interes riba.
Jenis-jenis ekonomi syariah di Indonesia

Menurut penjelasan pasal 49 Undang-undang No. 3 Tahun 2006 Tentang
Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama,
bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan
usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi:
1. Bank Syariah
2. Lembaga Keuangan mikro syariah
3. Asuransi Syariah
4. Reasuransi Syariah
5. Reksadana Syariah
6. Obligasi Syariah dan surat berharga jangka menengah syariah
7. Sekuritas Syariah

8. Pembiayaan Syariah
9. Pegadaian Syariah
10. Dana Pensiun Syariah
11. Bisnis Syariah
Sengketa Ekonomi Syariah
Berdasarkan pasal 49 Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas Undang-undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang berwenang
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah adalah lembaga Peradilan Agama.

Demikian pula ketentuan pasal 55 Undaang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, bahwa yang berwenang menyelesaikan sengketa perbankan
syariah adalah lembaga Peradilan Agaama, akan tetapi berdasarkan penjelasan
pasal 55 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dapat
juga diselesaikan oleh lembaga Peradilan Umum atau Pengadilan Negeri.
Dengan demikian, khusus untuk sengketa perbaankan syariah, para pelaku di
bidang perbankan syariah dapat memilih untuk membawa sengketanya ke lembaga
Peradilan Agama atau lembaga Peradilan Umum atau Pengadilan Negeri. Hak untuk
memilih forum seperti ini, sering disebut hak opsi.
Ketentuan – ketentuan dalam pengaturan Ekonomi Syariah
Ketentuan-ketentuan yang diperpegangi dalam menjalankan perekonomian
syariah di Indonesia di dasarkan pada fatwa Dewan Syariah Nasional atau DSN.
Khusus untuk perbankan syariah, fatwa DSN ini sudah banyak yang di adopsi
menjadi PBI atau Peraturan Bank Indonesia.
Ekonomi Syariah di Indonesia berkembang sangat cepat, terutama di bidang
Perbankan Syariah. Kegiatan berupa bisnis syariah sudah bermunculan dimanamana, seperti Hotel Syariah, Kolam Renang Syariah, Bengkel Syariah, Karaoke
Syariah dan di Tarakan pada diskusi perekonomian syariah tahun 2010 yang lalu,
ada yang mengusulkan supaya di bangun juga Supermarket Syariah.
Kesiapan Peradilan Agama
Pada tahun 2009, karena belum ada hukum materil yang diperpegangi oleh

Hakim Peradilan Agama, maka telah diterbitkan Perma No. 2 Tahun 2008 tentang
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Menurut rencana tahun 2011 akan diterbitkan
lagi Perma tentang Kompilasi Hukum Acara Ekonomi Syariah, sekarang panitianya
sudah mulai bekerja dibawah pimpinan Hakim Agung Prof. DR. H. Abdul Manan.,
S.H., S.IP., M. Hum.

Untuk mendalami sistim ekonomi syariah yang diterapkan di Indonesia, para
Hakim Peradilan Agama sudah mulai dilatih atau dididik secara bertahap. Beberapa
Hakim Peradilan Agama dikirim untuk studi banding di Malaysia, Pakistan, Inggris
Sudan dan Saudi Arabia.
Pada tahun 2010 kami mendapat bantuan dari Saudi Arabia untuk belajar di
Universitas King Abdul Aziz selama 1 (satu) bulan sebanyak 40 orang Hakim
Peradilan Agama yang mahir berbahasa Arab. Direncanakan pada tahun in (2011)
akan dikirim lagi sebanyak 40 orang.
Tahun 2010 yang lalu atas kerjasama Ditjen Badilag (Badan Peradilan
Agama) dengan pemerintah Sudan, dikirim sebanyak 7 orang hakim yang terpilih
untuk belajar 2 (dua) minggu di Sudan. Menurut rencana Ditjen Badilag, tahun ini
akan dikirim tim Mahkamah Agung Indonesia ke Sudan untuk menandatangani MOU
kerjasama pelatihan Hakim Ekonomi Syariah.
Sejak tahun 2008 beberapa orang


Hakim Peradilan Agama memenuhi

jenjang pendidikan S.3 di berbagai perguruan tinggi di Indonesia dengan program
ekonomi syariah.
Di Lingkungan Peradilan Agama (ULDILAG) sedang dipikirkan kemungkinan
ke depan akan di terapkan sistim sertifikasi bagi Hakim Peradilan Agama yang
dipercaya untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.
Penutup
Hakim Peradilan Agama di Indonesia, menurut data yang diperoleh dari Ditjen
Badilag sekitar 3015 orang tersebar di seluruh Indonesia pada 343 Pengadilan
Agama, 29 Pengadilan Tinggi Agama dan berpuncak kepada Mahkamah Agung di
Jakarta. Penyelesaian kasasi dan PK berada pada Tim E sebanyak 6 (enam) orang
Hakim Agung dan diusulkan tahun ini untuk ditambah 1 (satu) orang Hakim Agung
perempuan dan 1 (satu) orang hakim Agung laki-laki, dengan demikian Tim E akan
berjumlah 8 (delapan) orang.
Hakim perempuan di seluruh Indonesia, sekitar 34% dan keseluruhan perkara
yang ditangani selama tahun 2010 sebanyak 377.230 perkara, diperkirakan tahun
2011 akan meningkat 400.000 lebih karena ada Posbakum, Prodeo dan Sidang
Keliling. Perkara yang terbanyak adalah sengketa hukum keluarga ditambah dengan

jinayah (pidana) di Aceh, pengangkatan anak dan ekonomi syariah.
***2011**