PENDAHULUAN Pengembangan Kemampuan Motorik Halus Dengan Permainan Plastisin Pada Anak Kelompok B Tk Aisyiyah Bustanul Athfal Kecamatan Gesi, Sragen Tahun 2014/2015.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan pendidikan adalah “usaha
sadar dan terancam untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara”. Sedangkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sebagai pendidikan yang
diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, memiliki kelompok sasaran
anak usia 0-6 tahun yang sering disebut sebagai masa emas perkembangan.
Disamping itu, pada usia ini anak-anak masih sangat rentan yang apabila
penanganannya tidak tepat, justru dapat merugikan anak itu sendiri. Oleh karena
itu penyelenggaraan PAUD harus memperhatikan dan sesuai dengan tahap-tahap
perkembangan anak. Program PAUD tidak dimaksudkan untuk mencuri start apaapa yang seharusnya diperoleh pada jenjang pendidikan dasar, melainkan untuk
memberikan fasilitas pendidikan yang sesuai bagi anak, agar anak pada dasarnya
1
2
memiliki kesiapan baik secara fisik, mental, maupun sosial/emosionalnya dalam
rangka memasuki pendidikan lebih lanjut.
Guna memperjelas pemahaman tentang konsep pendidikan anak usia dini
maka terlebih dahulu dipaparkan beberapa pengertian tentang anak usia dini
(Hibana S. Rahman: 2005:3)
a. Pendidikan anak usia dini adalah pelayanan kepada anak mulai lahir delapan
tahun.
b. Menurut undang - undang Republik Indonesi Nomor 21 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia enak tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut. Menyadari pentingnya pendidikan sejak dini bagi anak maka
melalui leputuan menteri Pendidikan Nasional Nomor 015/2001 tanggal 9
April 2001 dibentuklah direktorat jendral pendidikan Luar Sekolah dan
Pemuda Departenab Pendidikan Nasional.
c. Menurut Hibana S. Rahman, maka pendidikan Anak Usia Dini adalah upaya
yang terencana dan sistematis yang dilakukan oleh pendidik atau pengasuh
anak 0-8 tahun dengan tujuan agar anak mampu mengembangkan potensi
yang dimiliki secara optimal.
Menurut pada ahli psikologi, usia dini (0-8) sangat menentukan bagi anak
dalam mengembangkan potensinya. Usia itu sering disebut usia emas yang hanya
3
datang sekali dan tidak dapat diulang lagi, yang sangat menentukan untuk
pengembangan kualitas manusia selanjutnya. Keith Osborn, Bhurton I. White dan
Benyamin S. Bloom (Linaningsih, 2013) berdasarkan hasil penelitiannya
mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak terjadi sangat pesat pada
tahun tahun awal kehidupan. Sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa
sudah terjadi ketika anak usia 4 tahun. Peningkatan 30% selanjutnya terjadi ketika
anak berusia 8 tahun, dan sisanya pada pertengahan atau dasawarsa kedua.
Motorik halus sangat perlu dan salah satu aspek perkembangan anak usia
dini yang perlu dikembangkan, karena motorik halus terkait pada persiapan
kemandirian anak. Oleh karena itu perkembangan motorik halus anak usia dini
perlu dioptimalkan dengan memberikan stimulus-stimulus yang direfleksikan
melalui kegiatan-kegiatan bermain
sesuai dengan karakter anak dini yaitu
bermain sambil belajar, belajar seraya bermain. Dan kegiatan permainan untuk
mengembangkan aspek motorik halus anak usia dini sangat beragam dan dapat
dicipatakan sendiri (Addiyanah Aktavia, dkk:2011).
Menurut Moeslichatoen (2004) motorik halus adalah “merupakan
kegiatan yang menggunakan otot – otot halus pada jari dan tangan”. Sedangkan
menurut Nursalam (2005) perkembangan motorik halus adalah “kemampuan
untuk mengamati sesuatu dan melakukan gerak yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu dan otot-otot kecil, memerlukan koordinasi yang cermat serta tidak
memerlukan banyak tenaga”.
Keterampilan motorik adalah keterampilan alami yang akan digunakan
seumur hidup. Namun demikian anak dalam masa perkembangan harus difasilitasi
4
untuk
mengembangkan
keterampilan
motoriknya.
Anak
yang
memiliki
keterampilan motorik yang baik akan mudah mempelajari hal-hal baru yang
sangat bermanfaat dalam dalam menjalani pendidikan. Penguasaan keterampilan
motorik juga dapat memacu anak untuk menekuni bidang tertentu sejak dini
seperti bermain musik, melukis, membuat kerajinan, membuat gambar desain, dan
lain sebagainya. Banyak sekali anak usia muda yang menonjol bakatnya karena
kemampuan motorik halus yang baik (Olvista).
Kemampuan motorik halus anak di Tk Asyiyah Bustanul Athfal Gesi di
kelompok B masih rendah dan belum optimal. Hal ini dilihat dari hasil penilaian
anak dalam sehari hari pada saat pembelajaran kemampuan motorik halus yang
diambil contoh dari rencana kegiatan harian, misalnya dalam menciptakan bentuk
dari plastisin, dari 16 anak hanya ada 2 anak dengan kemapuan sudah mampu,
sedangkan yang mulai muncul hanya 2 anak dan 12 anak mendapat nilai belum
mampu. Dari hasil penelitian tersebut dari 20% anak dengan kemampuan baik.
Penerapan media plastisin pada hakekatnya adalah aktifitas untuk
mengembangkan motorik halus pada diri individu, perubahan motorik halus
berkembang karena adanya usaha individu yang berangkutan baik yang
mencakunp pelatihan secara rutin dan aktivitas yang sesuai dengan perkembangan
dan kemampuan anak (Soelistyawati:2012).
Beberapa asumsi tentang rendahnya kemampuan motorik pada anak-anak
disebabkan karena pembelajaran guru masih menggunakan metode konfensional
yaitu dengan kreasi dari bahan-bahan yang kurang menarik bagi anak. Sehingga
anak mengalami bosan dan jenuh. Keterbatasan sarana dan prasarana dengan
5
kurangnya kreasi seorang guru dapat menyebabkan anak pasif dalam mengikuti
pembelajaran yang tidak mau berperan aktif. Padahal dalam pelaksanaan
pembelajaran di TK harus dilakukan menarik, bervariasi dan menyenangkan
sehingga anak berperan secara aktif dan bertanggung jawab untuk mendapatkan
pengalaman secara langsung.
Melalui penerapan pembelajaran dengan menggunakan permainan
plastisin anak usia dini akan lebih tertarik dan senang dengan pembelajaran yang
disampaikan oleh guru. Selain itu pembelajaran akan lebih mengena dan mudah
dipahami oleh anak. Sehingga anak-anak di usia dini ini dapat mengembangkan
potensi yang dimiliki dengan leluasa.
Dengan demikian peneliti mencoba untuk mengembangkan kemampuan
motorik halus anak usia dini dengan permainan plastisin. Melalui kegiatan
tersebut akan membantu berbagai aspek perkembangan anak terutama
perkembangan motorik anak, perkembangan anak akan mendorong kebutuhan
untuk secara aktif.
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini peneliti
mengangkat judul sebagai berikut: “Pengembangan Kemampuan Motorik Halus
Dengan Permainan Plastisin Pada Anak Kelompok B TK Aisyiyah Bustanul
Athfal Kecamatan Gesi Kabupaten Sragen Tahun 2014/2015”.
6
B. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan dalam peneliti lebih terfokus dan jelas, maka perlu
pembatasan masalah dalam penelitian. Adapun dalam penelitian ini masalah yang
dibahas terbatas pada:
a. Kemampuan motorik halus dibatasi dengan
membuat bentuk dari
plastisin (tema kebutuhanku dan lingkunganku).
b. Permain plastisin dibatasi dengan membuat bentuk alat makan dan
minum.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis masalah yang dilakukan oleh
peneliti, maka dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut:” apakah melalui
permainan plastisin dapat meningkatkan motorik halus pada anak kelompok B di
TK Aisyiyah Bustanul Athfal kecamatan Gesi, Kabupaten Sragen Tahun Ajaran
2014/2015?”
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengembangkan motorik halus bermain dengan plastisin pada
anak didik kelompok B Semester I TK Aisyiyah Bustanul Athfal kecamatan
Gesi,Kabupaten Sragen, Tahun Ajaran 2014/2015.
7
E. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan kedepannya dapat memberikan banyak
manfaat berbagai pihak, antara lain:
a.
Bagi Siswa
1) Dengan metode permainan plastisin dapat mengembangkan kemampuan
motorik halus anak dengan cara yang lebih kreaktif,menarik dan
menyenangkan.
2) Anak dapat secara langsung melakukan kegiatan tersebut
3) Memotifasi anak untuk mencapai keberhasilan
b. Bagi Guru
1) Mengetahui kekurangan dan kelemahan yang terdapat selama kegiatan
membentuk plastisin.
2) Menentukan cara yang benar pada kegiatan selanjutnya.
3) Mengukur keberhasilan guru dalam kegiatan membentuk plastisin
c.
Bagi Sekolah
1) Mengangkat nama baik sekolah
2) Punya guru berkualitas
3) Mempunyai murid yang berkualitas.
4) Umpan balik kegiatan pembelajaran dan kurikulum sekolah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan pendidikan adalah “usaha
sadar dan terancam untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara”. Sedangkan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) sebagai pendidikan yang
diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, memiliki kelompok sasaran
anak usia 0-6 tahun yang sering disebut sebagai masa emas perkembangan.
Disamping itu, pada usia ini anak-anak masih sangat rentan yang apabila
penanganannya tidak tepat, justru dapat merugikan anak itu sendiri. Oleh karena
itu penyelenggaraan PAUD harus memperhatikan dan sesuai dengan tahap-tahap
perkembangan anak. Program PAUD tidak dimaksudkan untuk mencuri start apaapa yang seharusnya diperoleh pada jenjang pendidikan dasar, melainkan untuk
memberikan fasilitas pendidikan yang sesuai bagi anak, agar anak pada dasarnya
1
2
memiliki kesiapan baik secara fisik, mental, maupun sosial/emosionalnya dalam
rangka memasuki pendidikan lebih lanjut.
Guna memperjelas pemahaman tentang konsep pendidikan anak usia dini
maka terlebih dahulu dipaparkan beberapa pengertian tentang anak usia dini
(Hibana S. Rahman: 2005:3)
a. Pendidikan anak usia dini adalah pelayanan kepada anak mulai lahir delapan
tahun.
b. Menurut undang - undang Republik Indonesi Nomor 21 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini
adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia enak tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut. Menyadari pentingnya pendidikan sejak dini bagi anak maka
melalui leputuan menteri Pendidikan Nasional Nomor 015/2001 tanggal 9
April 2001 dibentuklah direktorat jendral pendidikan Luar Sekolah dan
Pemuda Departenab Pendidikan Nasional.
c. Menurut Hibana S. Rahman, maka pendidikan Anak Usia Dini adalah upaya
yang terencana dan sistematis yang dilakukan oleh pendidik atau pengasuh
anak 0-8 tahun dengan tujuan agar anak mampu mengembangkan potensi
yang dimiliki secara optimal.
Menurut pada ahli psikologi, usia dini (0-8) sangat menentukan bagi anak
dalam mengembangkan potensinya. Usia itu sering disebut usia emas yang hanya
3
datang sekali dan tidak dapat diulang lagi, yang sangat menentukan untuk
pengembangan kualitas manusia selanjutnya. Keith Osborn, Bhurton I. White dan
Benyamin S. Bloom (Linaningsih, 2013) berdasarkan hasil penelitiannya
mengemukakan bahwa perkembangan intelektual anak terjadi sangat pesat pada
tahun tahun awal kehidupan. Sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa
sudah terjadi ketika anak usia 4 tahun. Peningkatan 30% selanjutnya terjadi ketika
anak berusia 8 tahun, dan sisanya pada pertengahan atau dasawarsa kedua.
Motorik halus sangat perlu dan salah satu aspek perkembangan anak usia
dini yang perlu dikembangkan, karena motorik halus terkait pada persiapan
kemandirian anak. Oleh karena itu perkembangan motorik halus anak usia dini
perlu dioptimalkan dengan memberikan stimulus-stimulus yang direfleksikan
melalui kegiatan-kegiatan bermain
sesuai dengan karakter anak dini yaitu
bermain sambil belajar, belajar seraya bermain. Dan kegiatan permainan untuk
mengembangkan aspek motorik halus anak usia dini sangat beragam dan dapat
dicipatakan sendiri (Addiyanah Aktavia, dkk:2011).
Menurut Moeslichatoen (2004) motorik halus adalah “merupakan
kegiatan yang menggunakan otot – otot halus pada jari dan tangan”. Sedangkan
menurut Nursalam (2005) perkembangan motorik halus adalah “kemampuan
untuk mengamati sesuatu dan melakukan gerak yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu dan otot-otot kecil, memerlukan koordinasi yang cermat serta tidak
memerlukan banyak tenaga”.
Keterampilan motorik adalah keterampilan alami yang akan digunakan
seumur hidup. Namun demikian anak dalam masa perkembangan harus difasilitasi
4
untuk
mengembangkan
keterampilan
motoriknya.
Anak
yang
memiliki
keterampilan motorik yang baik akan mudah mempelajari hal-hal baru yang
sangat bermanfaat dalam dalam menjalani pendidikan. Penguasaan keterampilan
motorik juga dapat memacu anak untuk menekuni bidang tertentu sejak dini
seperti bermain musik, melukis, membuat kerajinan, membuat gambar desain, dan
lain sebagainya. Banyak sekali anak usia muda yang menonjol bakatnya karena
kemampuan motorik halus yang baik (Olvista).
Kemampuan motorik halus anak di Tk Asyiyah Bustanul Athfal Gesi di
kelompok B masih rendah dan belum optimal. Hal ini dilihat dari hasil penilaian
anak dalam sehari hari pada saat pembelajaran kemampuan motorik halus yang
diambil contoh dari rencana kegiatan harian, misalnya dalam menciptakan bentuk
dari plastisin, dari 16 anak hanya ada 2 anak dengan kemapuan sudah mampu,
sedangkan yang mulai muncul hanya 2 anak dan 12 anak mendapat nilai belum
mampu. Dari hasil penelitian tersebut dari 20% anak dengan kemampuan baik.
Penerapan media plastisin pada hakekatnya adalah aktifitas untuk
mengembangkan motorik halus pada diri individu, perubahan motorik halus
berkembang karena adanya usaha individu yang berangkutan baik yang
mencakunp pelatihan secara rutin dan aktivitas yang sesuai dengan perkembangan
dan kemampuan anak (Soelistyawati:2012).
Beberapa asumsi tentang rendahnya kemampuan motorik pada anak-anak
disebabkan karena pembelajaran guru masih menggunakan metode konfensional
yaitu dengan kreasi dari bahan-bahan yang kurang menarik bagi anak. Sehingga
anak mengalami bosan dan jenuh. Keterbatasan sarana dan prasarana dengan
5
kurangnya kreasi seorang guru dapat menyebabkan anak pasif dalam mengikuti
pembelajaran yang tidak mau berperan aktif. Padahal dalam pelaksanaan
pembelajaran di TK harus dilakukan menarik, bervariasi dan menyenangkan
sehingga anak berperan secara aktif dan bertanggung jawab untuk mendapatkan
pengalaman secara langsung.
Melalui penerapan pembelajaran dengan menggunakan permainan
plastisin anak usia dini akan lebih tertarik dan senang dengan pembelajaran yang
disampaikan oleh guru. Selain itu pembelajaran akan lebih mengena dan mudah
dipahami oleh anak. Sehingga anak-anak di usia dini ini dapat mengembangkan
potensi yang dimiliki dengan leluasa.
Dengan demikian peneliti mencoba untuk mengembangkan kemampuan
motorik halus anak usia dini dengan permainan plastisin. Melalui kegiatan
tersebut akan membantu berbagai aspek perkembangan anak terutama
perkembangan motorik anak, perkembangan anak akan mendorong kebutuhan
untuk secara aktif.
Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini peneliti
mengangkat judul sebagai berikut: “Pengembangan Kemampuan Motorik Halus
Dengan Permainan Plastisin Pada Anak Kelompok B TK Aisyiyah Bustanul
Athfal Kecamatan Gesi Kabupaten Sragen Tahun 2014/2015”.
6
B. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan dalam peneliti lebih terfokus dan jelas, maka perlu
pembatasan masalah dalam penelitian. Adapun dalam penelitian ini masalah yang
dibahas terbatas pada:
a. Kemampuan motorik halus dibatasi dengan
membuat bentuk dari
plastisin (tema kebutuhanku dan lingkunganku).
b. Permain plastisin dibatasi dengan membuat bentuk alat makan dan
minum.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil identifikasi dan analisis masalah yang dilakukan oleh
peneliti, maka dapat dirumuskan permasalah sebagai berikut:” apakah melalui
permainan plastisin dapat meningkatkan motorik halus pada anak kelompok B di
TK Aisyiyah Bustanul Athfal kecamatan Gesi, Kabupaten Sragen Tahun Ajaran
2014/2015?”
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengembangkan motorik halus bermain dengan plastisin pada
anak didik kelompok B Semester I TK Aisyiyah Bustanul Athfal kecamatan
Gesi,Kabupaten Sragen, Tahun Ajaran 2014/2015.
7
E. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan kedepannya dapat memberikan banyak
manfaat berbagai pihak, antara lain:
a.
Bagi Siswa
1) Dengan metode permainan plastisin dapat mengembangkan kemampuan
motorik halus anak dengan cara yang lebih kreaktif,menarik dan
menyenangkan.
2) Anak dapat secara langsung melakukan kegiatan tersebut
3) Memotifasi anak untuk mencapai keberhasilan
b. Bagi Guru
1) Mengetahui kekurangan dan kelemahan yang terdapat selama kegiatan
membentuk plastisin.
2) Menentukan cara yang benar pada kegiatan selanjutnya.
3) Mengukur keberhasilan guru dalam kegiatan membentuk plastisin
c.
Bagi Sekolah
1) Mengangkat nama baik sekolah
2) Punya guru berkualitas
3) Mempunyai murid yang berkualitas.
4) Umpan balik kegiatan pembelajaran dan kurikulum sekolah