Daya Repelen Lavender Oil Spray (Lavandula officinalis L) terhadap Nyamuk Aedes sp.

(1)

iv

ABSTRAK

DAYA REPELEN LAVENDER OIL SPRAY

(Lavandula officinalis)

TERHADAP NYAMUK Aedes sp.

Arifani Cahyani, 2015, Pembimbing 1: Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc. Pembimbing 2: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes

Aedes sp. merupakan vektor demam berdarah dengue (DBD) yang menyebabkan perdarahan, efusi pleura, asites, dan dengue shock sindrome. Cucukan Aedes sp. dapat dicegah dengan bermacam cara, salah satunya menggunakan repelen. Tujuan penelitian adalah untuk menilai daya repelen lavender oil spray (LOS) terhadap Aedes sp. Desain penelitian eksperimental laboratorik sungguhan dan diuji menggunakan metode Fradin dan Day dengan subjek penelitian wanita dewasa (n=5), mendapat 5 perlakuan dengan wash out 1 hari dan menggunakan hewan coba nyamuk Aedes sp. Data yang diukur adalah durasi (menit) yang dibutuhkan sejak lengan pertama kali masuk ke dalam kandang penelitian sampai ada nyamuk yang hinggap ke lengan subjek. Analisis data menggunakan ANAVA satu arah dilanjutkan uji Fisher LSD dengan α = 0.05, kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05. Hasil penelitian uji LSD rerata durasi daya repelen LOS 20% (5,76 menit) p=0,025 memiliki perbedaan yang bermakna dibandingkan kontrol negatif (0,04 menit), sedangkan LOS 40% (8,14 menit) p=0,003 dan LOS 80% (14,8 menit) p=0,000 memiliki perbedaan yang sangat bermakna (p<0.01) dibandingkan dengan kontrol negatif akuades. Namun, potensi ketiga konsentrasi LOS 20%, 40%, 80% perbedaannya sangat bermakna (p<0,01) dibandingkan DEET 12,5% (69,9 menit) dan perbedaannya sangat bermakna p=0,000 (p<0,01). Simpulan penelitian adalah lavender oil spray 20%, 40%, dan 80% berefek sebagai repelen terhadap nyamuk Aedes sp.

Kata kunci : Aedes sp., spray, minyak lavender


(2)

v

ABSTRACT

REPELLENCY DURATION OF LAVENDER OIL SPRAY

(Lavandula officinalis L) AGAINST Aedes sp.

Arifani Cahyani, 2015, Advisor 1 : Rita Tjkropranoto,dr., M.Sc. Advisor 2 : Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes

Aedes sp. are vectors of dengue hemorrhagic fever (DHF) which cause bleeding, pleural effusion, ascites, and dengue shock syndrome. The bite of Aedes sp. can be prevented in many ways, one of them is using repellent. The purpose of study to asses the repellency duration of Lavender Oil Spray (LOS) against Aedes sp mosquitoes. Research design was real laboratory experimental using Fradin and Day methods, adult female as a subject (n=5), get five treatments with one day wash out. Duration of repellency ( minute) since arm was inserted into the cage, until the mosquito alighted. Analysis of the data using one-way ANOVA followed by Fisher LSD with α = 0.05, significance based on the value of p<0,05. The results of the LSD test were the average repellency duration of 20% LOS (5.76 minutes) p= 0,025 had a significant difference compared to negative control (0.04 min), while 40% lavender oil (8,14 minutes) p=0,003 and 80% lavender oil (14,8 minutes) p=0,000 had a highly significant difference (p<0.01) compared to negative control. However, the pottency of 20%, 40%, and 80% LOS had a highly significant difference p=0,000 (p<0,01) compared to 12,5% DEET (69,9 minutes) with. The conclusion of this research is 20%, 40%, and 80% lavender oil have a repellency effect against Aedes sp.

Keywords : Aedes sp., spray, lavender oil


(3)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN...ii

SURAT PERNYATAAN...iii

ABSTRAK...iv

ABSTRACT...v

KATA PENGANTAR...vi

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR GAMBAR...xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1

1.2 Identifikasi Masalah...3

1.3 Tujuan...3

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah...3

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1 Kerangka Pemikiran...4

1.5.2 Hipotesis...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk Aedes sp...5

2.1.1 Aedes aegypti...5

2.1.2 Taksonomi...6

2.1.3 Morfologi Aedes aegypti...6


(4)

ix

2.1.3.1 Telur Aedes aegypti...6

2.1.3.2 Larva Aedes aegypti...7

2.1.3.3 Pupa Aedes aegypti...8

2.1.3.4 Nyamuk Dewasa Aedes aegypti...9

2.1.3.5 Ciri Fisik dan Habitat Nyamuk Aedes aegypti...10

2.1.3.6 Perilaku Nyamuk Aedes aegypti...12

2.1.4 Penyakit dengan Vektor Aedes aegypti...14

2.1.4.1 Demam Berdarah Dengue...14

2.1.4.1.1. Insidensi Demam Berdarah Dengue...15

2.1.4.1.2 Faktor Risiko Infeksi Dengue...16

2.1.4.1.3 Patogenesis dan Patofisiologi Infeksi Dengue...17

2.1.4.2 Chikungunya...19

2.1.4.3 Demam Kuning (Yellow Fever)...20

2.1.5 Usaha Pencegahan dan Pengedalian Vektor...21

2.2 Stimuli yang Menarik Nyamuk...23

2.3 N,N-diethyl-3-methylbenzamide (DEET)...23

2.3.1 Efek Samping DEET...25

2.4 Penggunaan Minyak Atsiri sebagai Repelen...25

2.5 Lavender...26

2.5.1 Taksonomi Lavender...27

2.5.2 Karakteristik Minyak Lavender...28

2.5.3 Kandungan Kimia Lavender dan Manfaat...28

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat, Bahan, dan Subjek Penelitian 3.1.1 Alat dan Bahan Penelitian...30

3.1.2 Subjek Penelitian...30

3.1.3 Hewan Coba...30

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian...31


(5)

x 3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Desain Penelitian...31

3.3.2 Definisi Konsepsional Variabel...31

3.3.3 Definisi Operasional Variabel...32

3.4 Prosedur Kerja 3.4.1 Persiapan Bahan Uji...32

3.4.2 Persiapan Subjek Penelitian...33

3.4.3 Persiapan Hewan Coba...33

3.5 Cara Kerja...33

3.6 Analisis Data...34

3.6.1 Hipotesis Statistik...35

3.6.2 Kriteria Uji...35

3.7 Aspek Etik Penelitian...35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pembahasan...36

4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian...40

4.2.1 Hal-hal yang Mendukung...40

4.2.2 Hal-hal yang Tidak Mendukung...40

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... 41

5.2 Saran...41

DAFTAR PUSTAKA...42

LAMPIRAN 1 Foto Penelitian...48

LAMPIRAN 2 Perhitungan Dosis Lavender Oil...50

LAMPIRAN 3 Metode Kerja Fradin dan Day...51

LAMPIRAN 4 Hasil Uji ANAVA...52


(6)

xi

LAMPIRAN 5 Hasil Uji Tukey LSD...53

LAMPIRAN 6 Surat Pernyataan Persetujuan Ikut Serta Dalam Penelitian...54

LAMPIRAN 7 Etik...55

RIWAYAT HIDUP...56


(7)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1 Durasi Daya Repelen...36 Tabel 4.2 ANAVA Durasi Daya Repelen...37 Tabel 4.3 Hasil Uji Beda Rerata LSD Durasi Daya Repelen...38


(8)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Nyamuk Aedes Aegypti dewasa...5

Gambar 2.2 Telur Nyamuk Aedes aegypti...7

Gambar 2.3 Larva Aedes aegypti...8

Gambar 2.3 Pupa Aedes aegypti...9

Gambar 2.4 Daur Hidup Aedes aegypti...10

Gambar 2.5 Anatomi Nyamuk Aedes aegypti...11

Gambar 2.6 Bagan Kejadian Infeksi Dengue...18

Gambar 2.7 Respon Primer dan Sekunder Infeksi Virus Dengue...19

Gambar 2.8 Struktur Molekul DEET...23

Gambar 2.9 Bunga Lavender...27


(9)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Foto Penelitian...46

Lampiran 2 Perhitungan Konsentrasi Lavender Oil...49

Lampiran 3 Metode Kerja Fradin dan Day...50

Lampiran 4 Hasil Uji ANAVA...52

Lampiran 5 Hasil Uji LSD...53

Lampiran 6 Informed Consent...54

Lampiran 7 Etik...55


(10)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Nyamuk merupakan serangga yang tersering menjadi perhatian di bidang kesehatan karena nyamuk berperan dalam transmisi penyakit seperti malaria, demam berdarah, Japanese B Encephalitis, filariasis limfatik, dan chikungunya (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue, ditularkan melalui cucukan nyamuk Aedes aegypti

dan Aedes albopictus. DBD masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian anak di Asia Tenggara. WHO memperkirakan setiap tahun terdapat sekitar 50-100 juta kasus DBD, dengan sekitar 500.000 memerlukan perawatan di rumah sakit. Sementara di Indonesia, pada tahun 2014 tercatat penderita DBD di 34 provinsi sebanyak 71.668 orang dan 641 diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita (Balitbangkes, 2015).

Japanese encephalitis (JE) adalah penyakit yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh flavivirus yang dapat mengenai manusia maupun hewan (Campbell, et al., 2011). Data WHO menunjukkan bahwa terdapat kira-kira 67.900 kasus di 24 negara Asia Tenggara, dengan insidensi 1,8 dari 100.000 penduduk. Indonesia, Malaysia, dan Papua Nugini termasuk negara dengan tingkat insidensi sedang. Insidensi Japanese encephalitis di Indonesia lebih rendah dibandingkan insidensi di Malaysia dan Papua Nugini. Dari 3 negara tersebut, tercatat penderita Japanese encephalitis sebanyak 58,9 juta (usia 0-14 tahun); 154,6 juta (usia 15 tahun ke atas); 213,5 juta (semua umur) (Campbell, et al., 2011).


(11)

2

Chikungunya (CHIK) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus

Alpha virus, famili Togaviridae, dan ditularkan melalui cucukan nyamuk Aedes aegypti dan A. albopictus yang terinfeksi oleh virus tersebut. Infeksi CHIKV (Chikungunya Virus) menimbulkan serangan demam mendadak, nyeri sendi terutama di ekstremitas diikuti dengan kesulitan untuk menggerakkan sendi tersebut (Supriastuti, 2007). Pada tahun 2003, Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya terjadi di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB, Kalimantan Tengah. Tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Propinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Dari tahun 2007 sampai tahun 2012 terjadi KLB Chikungunya di beberapa propinsi di Indonesia dengan 149.526 kasus tanpa kematian. KLB sering terjadi pada awal dan akhir musim hujan (Kemenkes RI, 2013).

Pencegahan untuk mengurangi insidensi penyakit DBD, Japanese encephalitis, Chikungunya, filariasis, dan lain-lain tidak hanya melibatkan instansi pemerintah, tetapi juga melibatkan peran masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain: melaksanakan program 3M (menguras bak mandi, menutup bak penampungan air, dan menimbun sampah), fogging, penggunaan abate ke dalam bak mandi, memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu waktu tidur, memasang kasa, memasang obat nyamuk bakar, dan menggunakan repelen (Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012).

Repelen terbagi menjadi repelen sintetik dan repelen alami. Salah satu contoh dari repelen sintetik yaitu N,N diethyl-3-methylbenzamide (DEET). Pemakain DEET setiap hari dapat menimbulkan efek samping seperti gatal-gatal dan ruam kemerahan pada kulit. Jika tertelan menyebabkan mual dan muntah, degenerasi sistem saraf pusat, kejang, hipertensi, takikardi, depresi saluran pernafasan, dan koma (Katz, & Tracy, 2008). Dengan demikian, pemakaian DEET konsentrasi tinggi harus dihindari oleh orang dewasa maupun anak-anak (Tjahyani, 2008). Repelen alami adalah repelen yang berasal dari tanaman yang mengandung minyak atsiri. Intoksikasi kronik pada pemakaian minyak atsiri tidak pernah dilaporkan (Bruneton, 1999) sehingga dapat digunakan sebagai pengganti DEET. Beberapa contoh minyak atsiri yang telah terbukti sebagai repelen adalah minyak


(12)

3

cengkeh, sereh, kayu putih, lemon, rosemary, chamomile, dan lavender (Babita, 2001; Garg, 2005; Tjahyani, 2008). Minyak lavender sebagai repelen terhadap nyamuk Aedes aegypti sudah pernah diteliti dengan metode kertas saring yang diberi minyak murni tanpa penambahan basis. Hasilnya, minyak lavender efektif sebagai repelen tetapi memiliki potensi lebih lemah dibandingkan DEET 12,5 % (p<0,05) (Katrin Fitria Hendranata, 2005). Berdasarkan penelitian terdahulu, peneliti tertarik untuk melanjutkan penelitian mengenai daya repelen spray

minyak lavender yang disemprotkan pada kulit terhadap nyamuk Aedes sp.

1.2Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah

- Apakah spray minyak lavender berefek repelen terhadap nyamuk Aedes sp

1.3Tujuan

- Menilai daya repelen spray minyak lavender terhadap nyamuk Aedes sp.

1.4Manfaat Karya Tulis Ilmiah

- Manfaat akademik: menambah pengetahuan dan wawasan dalam bidang entomologi dan farmakologi bentuk sediaan tanaman obat khususnya minyak lavender sebagai repelen.

- Manfaat praktis: memberikan informasi kepada masyarakat tentang alternatif obat pengusir nyamuk yang alami sebagai repelen.


(13)

4

1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

1.5.1 Kerangka Pemikiran

Nyamuk memiliki organ olfaktorial, yaitu suatu chemosensory signal transduction yang dapat mengenali produk hasil metabolisme seperti asam laktat dan CO2 sehingga nyamuk dapat mengetahui keberadaan manusia. Proses

penusukan dan pengisapan darah inang didahului oleh beberapa stimuli, yaitu: pergerakan tuan rumah, suhu kulit, kelembaban kulit, dan bau-bauan tubuh tuan rumah (Fradin,1998).

N,N-diethyl-meta-toluamide (DEET) bekerja dengan menurunkan sensitivitas olfaktori reseptor nyamuk yang peka terhadap asam laktat dan CO2 yang

dihasilkan oleh manusia (Vosshall, 2010).

Bunga lavender mengamdung beberapa senyawa, seperti: minyak esensial (1-3%), linalyl acetate (26,32%), linalool (26,12%), alpha-pinene (0,22%), camphor 1,6%, beta-myrcene (5,33%), p-cymene (0,3%), limonene (1,06%), cineol

(0,51%), borneol (1,21%), terpinen-4-ol (4,64%), , geranyl acetate (2,14%), dan

caryophyllene (7,55%). Berdasarkan data persentase di atas, dapat disimpulkan bahwa kandungan utama dari bunga lavender adalah linalool dan linalyl asetat

(Cox, 2005; McLain, 2009). Komponen lynalool dan camphor bekerja dengan menghambat kemampuan olfaktori antena nyamuk sehingga tidak mengetahui keberadaan manusia (NCAP, 2005; Kalita, Bora, Sharma, 2013).

1.5.2 Hipotesis Penelitian

- Spray minyak lavender berefek repelen terhadap nyamuk Aedes sp.


(14)

41

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Simpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Lavender oil spray dengan konsentrasi 20%, 40%, dan 80% memilki efek sebagai repelen terhadap nyamuk Aedes sp.

5.2 Saran

Penelitian efek durasi daya repelen lavender oil spray terhadap Aedes sp. perlu dilanjutkan dengan:

1. Penelitian lebih lanjut mengenai zat aktif spesifik dan ikatan kimia yang terjadi pada pencampuran antara lavender oil dengan minyak atsiri lain sehingga memiliki efek repelen yang lebih kuat seperti : minyak cengkeh, kayu putih, mawar.

2. Menggunakan nyamuk genus lain.

3. Menggunakan bentuk sediaan obat yang lain seperti losio, krim.


(15)

42

DAFTAR PUSTAKA

(n.d.). Retrieved May 12, 2015, from http://en.wikipedia.org/wiki/Aromatherapy. -. (n.d.). Retrieved June 3, 2015, from

http://id.shvoong.com/social-sciences/counseling/2089560-khasiat-dan-manfaat-bunga-lavender/.

Aromatics International. (2006). Dipetik June 18, 2015, dari Rosemary, Lavender,

and Rose:

http://www.aromaticsinternational.com/aromatherapy-essentialoil/lavender+rose+rosemary

Aryu. (2010). Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. Demam Berdarah Dengue, 2(2), 110-119.

Babita, S. (2001). Aromatherapy. The best way to relax using essential oils, 1(4), hal. 50-62.

Barocelli E, F. C. (2004). Antinociceptive and Gastroprotective Effect of Inhaled and Orally Administered Lavandulahybrida Reverchon “Grosso” Esensial oil. Science Direct.

Batlibangkes. (2015, Januari 8). Demam Berdarah Biasanya Mulai Meningkat di

Januari. (K. RI, Penyunting) Diambil kembali dari

www.depkes.go.id/article/view/15011700003/demam-berdarah-biasanya-mulai-meningkat-di-januari.html

Brown, H.W. (1983). Basic Clinic Parasitology (5th ed.). Norwalk: Appleton-Century-Crofts.

Bruneton. (1999). Essential Oils. Pharmacognosy, Phytochemistry, Medicinal Plants, 484, 507-9.

Campbell, G. L., Hills, S. L., Fischer, M., Jacobson, J. A., Hoke, C. H., Solomon, T., et al. (2011, August 03). Estimated global incidence of Japanese encephalitis: a systematic review. Bulletin of WHO, 89(10), hal. 701-776. Chandra, A. (2010). Demam Berdarah Dengue. Epidemiologi, Patogenesis, dan

Faktor Risiko Penularan, 2(2), 110-119.

Chapman, R. (1989). The Insect Structure and Functional. New York: Elsever.p. 78,156,158.

Christenson, A. J. (2003). Insect Repellent. Cooperative Extension. University of Arizona


(16)

43

Chu,C.J. and Kemper, K.J. (2001). Dipetik August 2, 2015, dari Lavender (Lavandula sp): http;//www.mcp.edu/herbal

Cox, C. (2005). Plant-based Mosquito Repellents: Making A Careful Choice.

Journal of Pesticide Reform, 3(25), 6-7.

Cummins, B., Cortez, R., Foppa, I. M., Walbeck, J., & Hyman, J. M. (2012, May 17). California Corporation. Diambil kembali dari PLOS Computational Biology:journals.plos.org/ploscompbiol/article?id=10.1371/journal.pcbi.1 002500

Darwis, D. (1999). Kegawatan Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Departemen Kesehatan RI. (1995). Petunjuk Teknis Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah. Jakarta: Direktorat Jenderal. PPM & PLP.

Depkes, RI. (2005). Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.

Didik Gunawan, S. M. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) (1 ed.). Jakarta: Penebar Swadaya.

Dinata, A. (2005). Tanaman Sebagai Pengusir Nyamuk. Diunduh dari : http://www.litbang.deptan.go.id/artikel.pdf/artikel77.pdf#search='tanaman %20anti%nyamuk%20nyamuk', 21 May 2015

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2012).

Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) dalam Pengendalian Vektor.

Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Djakaria, S. (2004). Pendahuluan entomologi. Parasitologi Kedokteran (3 ed.). Jakarta: FK UI.

eHow. (2007). How to use rosemary oil as insect repellent. Dipetik December 12 , 2014, dari http://www.ehow.com/how_2164039_use_rosemary-oil-as-insect.html Ehrlich, S. (2015, February, 1). University of Maryland Medical Center. Dipetik

October 16, 2015, dari Lavender:

http//umm.edu/health/medical/altmed/herb/lavender

Field, L. (2010, May 3). England's Rothamsted Research Institute. Retrieved from

DEET Mosquito Repellent Could Lose Its Bite:

http://www.wired.com/wiredscience/tag/linda-field.


(17)

44

Fradin. (1998). Mosquitoes and mosquito repellents. A Clinisian Guide, 128, 931-940.

Fradin, M. S., & Day, J. F. (Penyunt.). (2002, July 4). Comparative Efficacy of Insect Repellents against Mosquito Bites. The New England Journal of Medicine. Gandahusada, dkk. (2006). Parasitologi Kedokteran (VI ed.). Jakarta: FK UI. Garg, S. (2005, January-February). Essential oil as therapeutics. Natural Product

Radiance, 4(1).

Gibson, R. (2010). Dengue Conundrums. International Journal of Antimicrobial Agents, 36, 26-39.

Ginanjar. ( 2007). Demam Berdarah. Bandung.: Mizan Publika.

Grieve, M. (2014). Botanical.com. Dipetik March 27, 2015, dari A Modern Herbal: www.botanical.com/botanical/mgmh/l/lavend13.html

Florida Medical Entomology Laboratory. (2008). University of Florida. Dipetik July 7, 2015, dari fmel.ifas.ufl.edu/gallery.shtml

Hadinegoro, Rezeki, S., Soegianto, S., Soeroso, T., & Waryadi, S. (2001). Tata Laksana DBD di Indonesia. Jakarta: Ditjen PPM & PL Depkes & Kesos RI.

Harahap. (2004). Masalah Gizi Mikro Utama dan Tumbuh Kembang Anak di Indonesia. Bogor: IPB.

Harjanto, I. ( 2004). Retrieved from Tanaman Harum Yang Dapat Mengusir Nyamuk: http://rumah-dme3.blogspot.com

Herbs2000. (2015, May 23). Retrieved from

http://www.herbs2000.com/herbs/herbs_lavender.htm from Lavender

lavandula officinalis.

Hopp and Foley. a. (2001, july 12). Dipetik 2015, dari

web.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2008/Nkem_Christina%20Vald oinos/ugonabon_valdovinosc_dengueproposal.htm

ICPMR, Department of Entomology. (2002). Mosquito Photos . Dipetik June 28, 2015, dari NSW Arbovirus Surveillance & Vector Monitoring Program : medent.uysd.edu.au/arbovirus/mosquit/photos/mosquitophotos.htm


(18)

45

Kalita, B., Bora, S., & Sharma, A. K. (2013, January-December). Plant Essential ils as Mosquito Repellent a Review. International Journal of Research and Development in Pharmacy and life Sciences, 3(1), 741-747.

Kardinan. (2003). Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Depok: PT

Agromedia Pustaka.

Katz, M., & Tracy, M. (2008). Insect Repellents : Historical Persectives and New Developments (Vol. 58). texas.

Kementrian Kesehatan RI (2012). Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya

(2 ed.). Jakarta: Kementrian Kesehatan RI-Ditjen PP dan PL.

Kemenkes RI. (2013). Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta, Indonesia: Kementrian Kesehatan RI.

Knowlton, K., Solomon , G., & Rotkin-Ellman, M. (2009). Mosquito Dengue Fever Threat Spreading in the Americas. New York: Natural Resources Defence Council Issue Paper.

Kristina, I. W. (2004). Kajian Masalah Kesehatan: DBD. Balitbangkes.

Kusriastuti. (2005). Kebijaksanaan Penanggungan DBD di Indonesia .

JAKARTA: Depkes RI.

Kusriastuti. (2010). Data Kasus DBD di Indonesia tahun 2008 dan 2009. Jakarta: Ditjen PP & PL Depkes RI.

Marston, B. (1949). The Natural History Of Mosquitos . New York: The Mac Mollon Co.

McLain, D. E. (2009). Chronic Helath Effects Assessment of Spike Lavender Oil. Walker Doney and Associates.

NCAP. (2005). Repellent Factsheet DEET. Journal of Pesticide Reform, 25(3), 10-14.

Novriani. (2002). Respon Imun dan Derajad Kesakitan Demam Berdarah Dengue

dan Dengue Syndrome Pada Anak (Vol. 134).

NSW Government. (2008, February 12). NSW Government Health. Dipetik

September 7, 2015, dari Yellow Fever:

www.health.nsw.gov.au/Infectious/factsheets/Pages/Yellow-Fever.aspx


(19)

46

Rampengan, T.H., Laurentz I.R. (1997). Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Edisi 3. Jakarta: EGC. Hal 136-145

Robert and Jannovy. a. (2005). Foundations of Parasitology (7th ed.). McGrawHill.p. 600,604,627

Sari, C. (2005). Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan Penyakit

Malaria dan DBD. Bogor: IPB.

Sky Blue. (t.thn.). Shanghai Sky Blue Chemical Co., Ltd. Dipetik July 3, 2015, dari Sky Blue DEET: www.skybluepestcontrol.com

Soegijanto. (2002). Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus

Dengue. Retrieved from

www.pediatrikcom/buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc.

Stephen. (2003). Pest and Rodent Control. Dipetik June 26, 2015, dari John's Pest Control: http://www.johnspestcontrol.com/services/pest-and-rodent-control/ Sudiro , T., Takasaki, T., dkk, & Dewi, B. (2007). Elevated Levels of Solluble

Tumour Necrosis Factor Receptor 1, Trombomodulin and Soluble Endothelial Cell adhesion Molecules in Patients with DHF. Dengue Buletin, 31, pp. 103-110.

Supartha. (2008). Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue,.

Universitas Udayana.

Supriastuti. (2007). Re-emergenvy Chikungunya : epidemiologi dan peran vektor pada penyebaran penyakit. Universa Medicina, 26, 101-10.

Syed Z, L. W. ( 2008). Mosquitoes Smell and Avoid the Insect Repellent DEET.

105(36), 13598–13603.

The Lavender Connection. (t.thn.). (CreekSide Lavender Farm) Dipetik April 13, 2015, dari www.lavenderconnection.com

Tjahyani, S. (2008, Februari). Daya Repelen Beberapa Minyak Esensial. JKM, VII(2).

WHO-NHD. (2000). Nutrition for Health and Development : a global agenda for

combating malnutrition. Geneva: WHO.

WHO. (2005). Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah

Dengue (I ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.


(20)

47

WHO. (2009). Dengue. In Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and

Control. Geneva: WHO.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

(n.d.). Retrieved May 12, 2015, from http://en.wikipedia.org/wiki/Aromatherapy. -. (n.d.). Retrieved June 3, 2015, from

http://id.shvoong.com/social-sciences/counseling/2089560-khasiat-dan-manfaat-bunga-lavender/.

Aromatics International. (2006). Dipetik June 18, 2015, dari Rosemary, Lavender, and Rose: http://www.aromaticsinternational.com/aromatherapy-essentialoil/lavender+rose+rosemary

Aryu. (2010). Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. Demam Berdarah Dengue, 2(2), 110-119.

Babita, S. (2001). Aromatherapy. The best way to relax using essential oils, 1(4), hal. 50-62.

Barocelli E, F. C. (2004). Antinociceptive and Gastroprotective Effect of Inhaled and Orally Administered Lavandulahybrida Reverchon “Grosso” Esensial oil. Science Direct.

Batlibangkes. (2015, Januari 8). Demam Berdarah Biasanya Mulai Meningkat di Januari. (K. RI, Penyunting) Diambil kembali dari www.depkes.go.id/article/view/15011700003/demam-berdarah-biasanya-mulai-meningkat-di-januari.html

Brown, H.W. (1983). Basic Clinic Parasitology (5th ed.). Norwalk: Appleton-Century-Crofts.

Bruneton. (1999). Essential Oils. Pharmacognosy, Phytochemistry, Medicinal Plants, 484, 507-9.

Campbell, G. L., Hills, S. L., Fischer, M., Jacobson, J. A., Hoke, C. H., Solomon, T., et al. (2011, August 03). Estimated global incidence of Japanese encephalitis: a systematic review. Bulletin of WHO, 89(10), hal. 701-776. Chandra, A. (2010). Demam Berdarah Dengue. Epidemiologi, Patogenesis, dan

Faktor Risiko Penularan, 2(2), 110-119.

Chapman, R. (1989). The Insect Structure and Functional. New York: Elsever.p. 78,156,158.

Christenson, A. J. (2003). Insect Repellent. Cooperative Extension. University of Arizona


(2)

Chu,C.J. and Kemper, K.J. (2001). Dipetik August 2, 2015, dari Lavender (Lavandula sp): http;//www.mcp.edu/herbal

Cox, C. (2005). Plant-based Mosquito Repellents: Making A Careful Choice.

Journal of Pesticide Reform, 3(25), 6-7.

Cummins, B., Cortez, R., Foppa, I. M., Walbeck, J., & Hyman, J. M. (2012, May 17). California Corporation. Diambil kembali dari PLOS Computational Biology:journals.plos.org/ploscompbiol/article?id=10.1371/journal.pcbi.1 002500

Darwis, D. (1999). Kegawatan Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Departemen Kesehatan RI. (1995). Petunjuk Teknis Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah. Jakarta: Direktorat Jenderal. PPM & PLP.

Depkes, RI. (2005). Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.

Didik Gunawan, S. M. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) (1 ed.). Jakarta: Penebar Swadaya.

Dinata, A. (2005). Tanaman Sebagai Pengusir Nyamuk. Diunduh dari : http://www.litbang.deptan.go.id/artikel.pdf/artikel77.pdf#search='tanaman %20anti%nyamuk%20nyamuk', 21 May 2015

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2012).

Pedoman Penggunaan Insektisida (Pestisida) dalam Pengendalian Vektor.

Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Djakaria, S. (2004). Pendahuluan entomologi. Parasitologi Kedokteran (3 ed.). Jakarta: FK UI.

eHow. (2007). How to use rosemary oil as insect repellent. Dipetik December 12 , 2014, dari http://www.ehow.com/how_2164039_use_rosemary-oil-as-insect.html Ehrlich, S. (2015, February, 1). University of Maryland Medical Center. Dipetik

October 16, 2015, dari Lavender:

http//umm.edu/health/medical/altmed/herb/lavender

Field, L. (2010, May 3). England's Rothamsted Research Institute. Retrieved from DEET Mosquito Repellent Could Lose Its Bite: http://www.wired.com/wiredscience/tag/linda-field.


(3)

Fradin. (1998). Mosquitoes and mosquito repellents. A Clinisian Guide, 128, 931-940.

Fradin, M. S., & Day, J. F. (Penyunt.). (2002, July 4). Comparative Efficacy of Insect Repellents against Mosquito Bites. The New England Journal of Medicine. Gandahusada, dkk. (2006). Parasitologi Kedokteran (VI ed.). Jakarta: FK UI. Garg, S. (2005, January-February). Essential oil as therapeutics. Natural Product

Radiance, 4(1).

Gibson, R. (2010). Dengue Conundrums. International Journal of Antimicrobial Agents, 36, 26-39.

Ginanjar. ( 2007). Demam Berdarah. Bandung.: Mizan Publika.

Grieve, M. (2014). Botanical.com. Dipetik March 27, 2015, dari A Modern Herbal: www.botanical.com/botanical/mgmh/l/lavend13.html

Florida Medical Entomology Laboratory. (2008). University of Florida. Dipetik July 7, 2015, dari fmel.ifas.ufl.edu/gallery.shtml

Hadinegoro, Rezeki, S., Soegianto, S., Soeroso, T., & Waryadi, S. (2001). Tata Laksana DBD di Indonesia. Jakarta: Ditjen PPM & PL Depkes & Kesos RI.

Harahap. (2004). Masalah Gizi Mikro Utama dan Tumbuh Kembang Anak di Indonesia. Bogor: IPB.

Harjanto, I. ( 2004). Retrieved from Tanaman Harum Yang Dapat Mengusir Nyamuk: http://rumah-dme3.blogspot.com

Herbs2000. (2015, May 23). Retrieved from

http://www.herbs2000.com/herbs/herbs_lavender.htm from Lavender lavandula officinalis.

Hopp and Foley. a. (2001, july 12). Dipetik 2015, dari web.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2008/Nkem_Christina%20Vald oinos/ugonabon_valdovinosc_dengueproposal.htm

ICPMR, Department of Entomology. (2002). Mosquito Photos . Dipetik June 28, 2015, dari NSW Arbovirus Surveillance & Vector Monitoring Program : medent.uysd.edu.au/arbovirus/mosquit/photos/mosquitophotos.htm


(4)

Kalita, B., Bora, S., & Sharma, A. K. (2013, January-December). Plant Essential ils as Mosquito Repellent a Review. International Journal of Research and Development in Pharmacy and life Sciences, 3(1), 741-747.

Kardinan. (2003). Tanaman Pengusir dan Pembasmi Nyamuk. Depok: PT Agromedia Pustaka.

Katz, M., & Tracy, M. (2008). Insect Repellents : Historical Persectives and New Developments (Vol. 58). texas.

Kementrian Kesehatan RI (2012). Pedoman Pengendalian Demam Chikungunya

(2 ed.). Jakarta: Kementrian Kesehatan RI-Ditjen PP dan PL.

Kemenkes RI. (2013). Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta, Indonesia: Kementrian Kesehatan RI.

Knowlton, K., Solomon , G., & Rotkin-Ellman, M. (2009). Mosquito Dengue Fever Threat Spreading in the Americas. New York: Natural Resources Defence Council Issue Paper.

Kristina, I. W. (2004). Kajian Masalah Kesehatan: DBD. Balitbangkes.

Kusriastuti. (2005). Kebijaksanaan Penanggungan DBD di Indonesia .

JAKARTA: Depkes RI.

Kusriastuti. (2010). Data Kasus DBD di Indonesia tahun 2008 dan 2009. Jakarta: Ditjen PP & PL Depkes RI.

Marston, B. (1949). The Natural History Of Mosquitos . New York: The Mac Mollon Co.

McLain, D. E. (2009). Chronic Helath Effects Assessment of Spike Lavender Oil. Walker Doney and Associates.

NCAP. (2005). Repellent Factsheet DEET. Journal of Pesticide Reform, 25(3), 10-14.

Novriani. (2002). Respon Imun dan Derajad Kesakitan Demam Berdarah Dengue dan Dengue Syndrome Pada Anak (Vol. 134).

NSW Government. (2008, February 12). NSW Government Health. Dipetik

September 7, 2015, dari Yellow Fever:


(5)

Rampengan, T.H., Laurentz I.R. (1997). Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Edisi 3. Jakarta: EGC. Hal 136-145

Robert and Jannovy. a. (2005). Foundations of Parasitology (7th ed.). McGrawHill.p. 600,604,627

Sari, C. (2005). Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan Penyakit Malaria dan DBD. Bogor: IPB.

Sky Blue. (t.thn.). Shanghai Sky Blue Chemical Co., Ltd. Dipetik July 3, 2015, dari Sky Blue DEET: www.skybluepestcontrol.com

Soegijanto. (2002). Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue. Retrieved from www.pediatrikcom/buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc.

Stephen. (2003). Pest and Rodent Control. Dipetik June 26, 2015, dari John's Pest Control: http://www.johnspestcontrol.com/services/pest-and-rodent-control/ Sudiro , T., Takasaki, T., dkk, & Dewi, B. (2007). Elevated Levels of Solluble

Tumour Necrosis Factor Receptor 1, Trombomodulin and Soluble Endothelial Cell adhesion Molecules in Patients with DHF. Dengue Buletin, 31, pp. 103-110.

Supartha. (2008). Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah Dengue,.

Universitas Udayana.

Supriastuti. (2007). Re-emergenvy Chikungunya : epidemiologi dan peran vektor pada penyebaran penyakit. Universa Medicina, 26, 101-10.

Syed Z, L. W. ( 2008). Mosquitoes Smell and Avoid the Insect Repellent DEET.

105(36), 13598–13603.

The Lavender Connection. (t.thn.). (CreekSide Lavender Farm) Dipetik April 13, 2015, dari www.lavenderconnection.com

Tjahyani, S. (2008, Februari). Daya Repelen Beberapa Minyak Esensial. JKM, VII(2).

WHO-NHD. (2000). Nutrition for Health and Development : a global agenda for combating malnutrition. Geneva: WHO.

WHO. (2005). Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue (I ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.


(6)

WHO. (2009). Dengue. In Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. Geneva: WHO.