Studi Deskriptif Mengenai Sikap Masyarakat Kampung Citilu Terhadap Rencana Pengembangan Destinasi Ekowisata di Kampung Citilu, Desa Tanjungjaya, Garut.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai sikap terhadap rencana pengembangan ekowisata pada masyarakat penduduk Kampung Citilu, Desa Tanjungjaya, Garut. Variabel yang diteliti adalah sikap. Penelitian dilakukan pada penduduk Kampung Citilu berusia diatas 18 tahun. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan teknik survei.

Alat ukur yang digunakan merupakan kuesioner sikap yang disusun oleh peneliti berdasarkan teori Krech, Crutchfield, dan Ballachey (1986) mengenai sikap dengan aspek kognitif, afektif dan konatif. Alat ukur ini terdiri dari 75 item dan 11 item data penunjang. Pengujian validitas alat ukur sikap menggunakan teknik rank Spearman, sedangkan realibitas menggunakan teknik alpha Cronbach.

Berdasarkan hasil pengolahan data maka didapati gambaran yaitu responden yang memilki sikap positif sebesar 50% sedangkan responden yang memiliki sikap negatif sebesar 50%.

Kesimpulan yang diperoleh Dari seluruh responden yang diteliti, subjek yang memiliki sikap positif dan negatif berimbang. Sikap yang negatif atau yang positif digambarkan dengan aspek kognitif yang unfavorable, aspek afektif dan konatif yang negatif. Demikian juga sebaliknya. Faktor usia, tingkat pendidikan terakhir, dan lamanya responden tinggal di Kampung Citilu terlihat memiliki hubungan dengan sikap terhadap rencana pengembangan ekowisata. Faktor pendidikan akhir berkaitan dengan aspek kognitif. Faktor jenis kelamin dan jenis pekerjaan tidak terlihat memiliki hubungan dengan sikap terhadap rencana pengembangan ekowisata.


(2)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 9

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 9

1.5 Kerangka Pemikiran ... 10

1.6 Asumsi... 19

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Sikap ... 20

2.1.1 Definisi Sikap ... 20

2.1.2 Ciri-ciri Sikap ... 20

2.1.3 Objek Sikap ... 21


(3)

2.1.5 Karakteristik Komponen Sikap ... 22

2.1.6 Proporsi Tentang Sikap ... 24

2.1.7 Pembentukan Sikap ... 25

2.2 Pariwisata ... 28

2.2.1 Ekowisata ... 30

2.2.1.1 Karakteristik Ekowisata ... 33

2.2.1.2 Kriteria Dasar Ekowisata ... 34

2.2.1.3 Visi dan Tujuan Ekowisata Indonesia ... 35

2.2.1.4 Pengembangan Ekowisata ... 37

2.2.1.5 Prinsip-prinsip Pengembangan Ekowisata ... 40

2.2.1.6 Paradigma Ekowisata ... 43

2.3 Teori Perkembangan ... 44

2.3.1 Dewasa Awal ... 44

2.3.2 Dewasa Tengah ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 45

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 45

3.2.1 Variabel Penelitian ... 45

3.2.2 Definisi Operasional... 46

3.3 Alat Ukur ... 46

3.3.1 Alat Ukur Sikap... 46


(4)

3.4 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 49

3.4.1 Validitas Alat Ukur ... 49

3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 50

3.5 Populasi Sasaran dan Karakteristik Populasi ... 51

3.5.1 Populasi Sasaran ... 51

3.5.2 Karakteristik Sampel ... 51

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 51

3.6 Teknik Analisis Data ... 52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Responden ... 53

4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 53

4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 54

4.2 Hasil Penelitian ... 54

4.2.1 Tabulasi Silang Antara Sikap Terhadap Rencana Pengembangan Ekowisata dengan Apek Sikap ... 55

4.2.1.1 Tabulasi Silang dengan Aspek Kognitif ... 55

4.2.1.2 Tabulasi Silang dengan Aspek Afektif ... 55

4.2.1.3 Tabulasi Silang dengan Aspek Konatif ... 56

4.2 Pembahasan ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 72


(5)

5.2 Saran ... 72

5.2.1 Saran Teoritis ... 73

5.2.2 Saran Praktis... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

DAFTAR RUJUKAN ... 76 LAMPIRAN


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur ... 47

Tabel 3.2 Bobot Setiap Jawaban ... 48

Tabel 3.3 Kriteria Validitas Item ... 50

Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas Item ... 50

Tabel 4.1 Gambaran Responden Berdasarkan Usia ... 53

Tabel 4.2 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 54

Tabel 4.6 Gambaran Hasil Penelitian... 54

Tabel 4.7 Tabulasi Silang dengan Aspek Kognitif ... 55

Tabel 4.8 Tabulasi Silang dengan Aspek Afektif ... 55


(7)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran ... 18 Bagan 2.1 Paradigma Ecotourism ... 43 Bagan 3.1 Bagan Rancangan Penelitian ... 45


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Kuesioner Survey Awal Lampiran II : Validitas dan Reabilitas

Lampiran III : Tabel Gambaran Responden dan Tabulasi Hasil Pengambilan Data


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setelah 67 tahun usia kemerdekaan negeri ini, kemakmuran dan kesejahteraan hingga saat ini tidak dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Kenyataannya kesenjangan kesejahteraan masih banyak ditemukan dalam setiap aspek kehidupan rakyat Indonesia. Ironisnya Indonesia sebenarnya memiliki potensi sebagai negeri yang kaya raya. Kekayaannya tidak hanya sebatas potensi sumber daya alam yang berlimpah, namun juga adat istiadat, budaya, keindahan alam, serta keaneka ragaman hayati yang sangat tinggi, baik daratan, maupun perairan atau laut. Kekayaan tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi pariwisata untuk dikembangkan secara optimal.

Pariwisata di Indonesia mengalami perkembangan namun pengelolaannya kurang baik sehingga hal tersebut tidak bisa menjadikan masyarakatnya menjadi lebih baik bahkan sebaliknya, alam bisa menjadikan bencana bagi masyarakat karena terjadinya pembalakan liar dimana-mana yang menyebabkan hutan menjadi gundul dan akhirnya masyarakat kekurangan air dan bisa saja terjadi bencana.

Pariwisata di Indonesia perlu bekerjasama dalam pembangunan dan pengembangan kepariwisataan yang berkelanjutan dan tidak terlepas dari konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan. Konsep pembangunan yang


(10)

2

berkelanjutan ini berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" dan berkembang karena pada kenyataannya terjadi berbagai perubahan lingkungan karena aktifitas ekonomi manusia yang tidak diperkirakan sebelumya. Sebagai contoh, pengrusakan alam atau hutan karena penebangan liar dan pengolahan sampah dan limbah yang tidak tepat sehigga berdampak pada kerusakan ekosistem alam (agro).

Di dalam program-program pembangunan hal itu diwujudkan dalam bentuk pembatasan secara ketat eksploitasi sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui dan pemanfaatan sumberdaya tanpa menyisakan kerusakan lingkungan hidup secara permanen. Pemanfaatan sumberdaya tersebut harus pula melibatkan masyarakat lokal dan memberikan manfaat optimal bagi mereka. Konsep pembangunan berkelanjutan ini kemudian diturunkan dalam konsep pariwisata berkelanjutan. Artinya adalah pembangunan sumber daya (atraksi, aksesibilitas, dan amenitas) pariwisata yang bertujuan untuk memberikan keuntungan optimal bagi pemangku kepentingan dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan dalam jangka panjang (Janianton dan Helmut, 2006).

Terkait dengan konsep pembangunan berkelanjutan, kini terdapat isu-isu sosial lainnya yang mendukung pergeseran permintaan produk pariwisata yang mengedepankan faktor lingkungan dan sosial budaya sebagai daya tarik utama. Seperti isu Global Warming dan Go Green, dimana berdasarkan hasil riset menunjukkan bahwa lapisan ozon bumi mengalami kerusakan sehingga berdampak pada perubahan iklim secara ekstrim. Kondisi ini dapat mempengaruhi keberlangsungan alam dan hidup manusia dimasa yang akan datang. Oleh karena


(11)

3

itu, kini kesadaraan akan hal-hal yang berkaitan dengan kelestarian alam semakin mempengaruhi manusia dalam memberdayakan lingkungannya.

Salah satu dampak tidak langsung dari kesadaran masyarakat akan perlunya menjaga kelestarian lingkungan terhadap pariwisata adalah adanya perubahan permintaan pasar pariwisata. Hal ini juga termasuk dalam salah satu dari penyebab penting pergeseran permintaan pasar pariwisata, yaitu meningkatnya kesadaran lingkungan dan kepekaan budaya di masyarakat (Ward, 1997). Terutama di negara-negara industri, kesadaran lingkungan ini sangat tinggi sehingga menjadi bagian dari perilaku dan kebutuhan esensial mereka. Saat ini tidak terhitung banyaknya organisasi pemerintah, organisasi sosial, dan lembaga swadaya masyarakat lain yang bergerak untuk menangani masalah-masalah lingkungan, baik di tingkat internasional maupun di tingkat nasional. (Perencanaan Ekowisata, hal 27) Terlebih lagi didukung adanya fakta bahwa, trend wisatawan internasional kini bergeser ke kawasan Asia-Pasifik yang merupakan destinasi-destinasi baru yang masuk kedalam kategori alternatif tourism yang didalamnya termasuk village tourism, adventure tourism, agrotourism, dan ecotourism (Wiendu Nuryanti, 2009).

Ekoturisme atau ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumberdaya pariwisata. Masyarakat Ekowisata Internasional mengartikannya sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab dengan cara mengonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (responsible travel to natural areas that conserves the environment and improves the well-being of local people-TIES, 2000). Tiga


(12)

4

konsep dasar yang lebih operasional tentang ekowisata adalah : perjalanan outdoor dan di kawasan alam yang tidak menimbulkan kerusakan lingkungan; wisata ini mengutamakan penggunaan fasilitas transportasi yang diciptakan dan dikelola masyarakat kawasan wisata itu; perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan alam dan budaya lokal (kearifan lokal).

Salah satu komunitas pemerhati lingkungan hidup di Garut, komunitas PAGAR (Pecinta Alam Garut), pada bulan Maret tahun 2011 mengakomodir kegiatan sosial yang berkaitan dengan ekowisata yaitu “Citilu Green Village” – The Nature & The Simpleness of Living. Kegiatan tersebut bertujuan sebagai berikut: membina, mengembangkan dan menyalurkan potensi yang dimiliki oleh masyarakat di daerah Citilu – Banjarwangi, Kabupaten Garut; memberikan pemahaman tentang konservasi alam dan manfaat lingkungan yang hijau terhadap lingkungan sekitar; meningkatkan serta mengembangkan dan sumber daya alam sekitar demi kesejahteraan masyarakat; mempersiapkan untuk mandiri ekonomi dan mandiri energi; menjaga dan melestarikan kebudayaan dan kearifan local; serta memperingati Hari Jadi Kabupaten Garut yang ke- 199. Jadi melalui “Citilu Green Village” – The Nature & The Simpleness of Living diharapkan adanya peningkatan pengetahuan dan kesejahteraan masyarakat Kampung Citilu, dimana masyarakat tersebut memiliki potensi yang patut untuk dikembangkan, serta sebagai bentuk kepedulian PAGAR terhadap lingkungan, baik itu lingkungan masyarakat ataupun lingkungan alam, sehinga tercapainya kesejahteraan masyarakat sekitar hutan khususnya di kawasan Kampung Citilu. Melalui


(13)

5

kegiatan tersebut, PAGAR juga mengenalkan konsep rencana pengembangan ekowisata untuk diimplementasikan pada masyarakat Kampung Citilu.

Melalui survey yang dilakukan oleh PAGAR, didapati hasil bahwa Kampung Citilu memiliki kekuatan sekaligus kelemahan untuk dapat dikembangkan kampung wisata alam dengan konsep ekowisata. Adapun yang menjadi kekuatan adalalah aspirasi atau kepedulian masyarakat,kondisi lingkungan, luas daerah, sumber air, dan jarak tempuh. Aspirasi atau kepedulian masyarakat yang berkembang di Kampung Citilu yaitu tentang SADAGORI (Sadar Gotong royong dan Mandiri). Sadar artinya mereka menyadari bahwa manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat hidup sendiri serta menyadari betapa pentingnya gotong royong dalam kehidupan sehari-hari. Gotong royong artinya meraka selalu bekerjasama dalam melakukan segala kegiatan baik itu untuk kepentingan umum atau untuk kepentingan pribadi. Mandiri artinya yaitu mereka mencoba untuk bisa mandiri dalam segala hal. Kondisi lingkungan di Kampung Citilu dapat dikatakan masih alami, subur, dan memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan. Kearifan lokal dan kebudayaan di Kampung Citilu masih terjaga. Kampung Citilu memiliki luas daerah kurang lebih sekitar 10 ha, dengan sebagian besarnya adalah perbukitan kecil yang mengelilingi kampung Citilu yang disekitarnya banyak tumbuh atau ditanami banyak pohon seperti pinus, exaliptus dan lain-lain. Sebagian lahannya juga dimafaatkan oleh masyarakat Kampung Citilu untuk bercocok tanam seperti menanam sayuran, padi dan tanaman yang lainnya. Kampung Citilu memiliki beberapa sumber air yang biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari seperti untuk memasak,


(14)

6

mandi, mencuci baju, mengairi sawah dan kolam ikan. Sumber air tersebut berasal dari akar pohon yang tumbuh di perbukitan dekat perkampungan. Kampung Citilu juga memiliki satu air terjun yang berda disebelah barat yang ketinggiannya kurang lebih sekitar 10 m. Jarak dari Kabupaten Garut ke Kecamatan Cikajang yaitu 25 km, dapat ditempuh dengan waktu sekitar 1 jam. Sedangkan jarak dari Kecamatan Cikajang ke Kelurahan Banjarwangi yaitu sekitar 5 km, dapat sitempuh dengan waktu 10 menit. Jarak dari Kelurahan Banjarwangi ke Kampung Citilu yaitu sekitar 1 km, dapat ditempuh dengan waktu kurang dari 5 menit.

Sementara kelemahan atau hambatan untuk dapat dikembangkan kampung wisata alam dengan konsep ekowisata adalah sumber daya manusia di Kampung Citilu pada umumnya masih sangat rendah. Kebanyakan masyarakatnya hanya mengenyam pendidikan hanya sampai sekolah dasar (SD) bahkan beberapa lansia ada yang tidak mengenyam bangku sekolah atau buta huruf. Selain itu, keterbatasan sarana dan prasarana pada bidang pendidikan, transportasi, kesehatan, dan listrik atau penerangan.

Dalam menjalankan proses perencanaan pengembangan kampung untuk mencapai kondisi swasembada, dalam kenyataannya menemui kegagalan. Meskipun tidak diakui, tersendat-sendatnya pelaksaan proyek tersebut adalah karena masyarakat kurang berpartisipasi atau kurang dapat menangkap makna yang sebenarnya daripada usaha-usaha yang telah dirintis tersebut. Pembangunan masyarakat atau diistilahkan dengan community development itu senantiasa mengimplisitkan dibinanya community actions. Partisipasi masyarakat tidak


(15)

a-7

priori ada, melainkan selalu harus digalang seta dibina terlebih dahulu. Konsekuensi daripada pandangan tersebut ialah, bahwa setiap perencanaan pembangunan, juga dibidang ekonomi, senantiasa harus memuat program-program yang tertuju pada perubahan dalam sikap, persepsi dan perilaku masyarakat sasaran agar konsisten dengan pelaksanaan fisik pembangunan itu sendiri. Baru setelah prasyarat itu dipenuhi, dapat orang berbicara tentang community development dalam arti kata yang sebenarnya (Nimpoeno, 1981).

Krech, Crutchfield, dan Ballachey (1986: 177) mendefinisikan sikap sebagai: “An enduring system of positive or negative evaluation, emotional feelings, and pro or con action tendencies with respect to a sosial object. Sikap adalah suatu sistem yang relatif menetap mencakup evaluasi positif atau negatif, perasaan-perasaan emosional dan kecenderungan bertindak untuk mendukung atau menentang suatu objek sosial. Objek dari sikap dapat merubah segala sesuatu yang eksis bagi individu. Seorang individu dapat mempunyai berbagai macam sikap terhadap berbagai macam objek, namun jumlah sikap individu terbatas. Individu hanya dapat mempunyai sikap terhadap objek-objek yang eksis di dalam dunia psikologisnya sendiri. Demikian pula dengan anggota masyarakat Kampung Citilu, dalam hal ini yang menjadi objek dari sikap anggota masyarakat Kampung Citilu adalah rencana pengembangan Kampung Citilu sebagai kampung ekowisata.

Survey awal dilakukan kepada salah seorang anggota komunitas PAGAR dan delapan orang sesepuh Kampung Citilu. Depalan orang sesepuh belum memahami pengertian mengenai konsep ekowisata. Tiga dari delapan orang


(16)

8

penduduk menilai bahwa ekowisata sama dengan wisata-wisata lain yang merupakan perbuatan maksiat, dimana memberikan kesempatan pada seseorang atau lebih untuk melakukan tindakan yang melanggar norma agama dan sosial yang dipegang oleh masyarakat Kampung Citilu. Saat ini masyarakat Kampung Citilu lebih berorientasi pada upaya-upaya peningkatan kesejahteraan ekonomi melalui kegiatan bertani. Ketika ditanya mengenai persetujuan bila kampung tersebut menjalankan rencana pengembangan kampung ekowisata, masyarakat bersedia bila hal tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Masyarakat Kampung Citilu senang bila ada program yang mengupayakan peningkatan kesejahteraan hidup mereka. Sehingga mereka menerima bila program kampung ekowisata dapat berjalan dengan tujuan meningkatan kesejahteraan hidup seluruh masyarakat Kampung Citilu. Masyarakat Kampung Citilu siap melakukan program pengembangan kampung ekowisata bila ada pihak-pihak yang mendukung mereka, terutama dalam permodalan keberlangsungan kehidupan perekonomian kampung tersebut dimana sebagian besar mata pencaharian penduduk kampung adalah sebagai petani yang memerlukan modal untuk membuka lahan pertanian.

Berdasarkan data dari survey awal yang dilakukan terhadap depalan orang sesepuh Kampung Citilu dan seorang anggota komunitas PAGAR, dapat disimpulkan bahwa diperlukan upaya bersama dari seluruh lapisan masyarakat Kampung Citilu untuk melaksanakan perencanaan pengembangan kampung ekowisata. Sejalan dari kegiatan “Citilu Green Village” – The Nature & The


(17)

9

Simpleness of Living, peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai sikap masyarakat Kampung Citilu terhadap rencana pengembangan ekowisata.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pada hal-hal yang diuraikan diatas, maka peneliti hendak meneliti bagaimana sikap masyarakat Kampung Citilu, Garut terhadap rencana pengembangan Kampung Citilu menjadi daerah ekowisata.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komponen kognitif, afektif, dan konatif masyarakat Kampung Citilu, Garut terhadap rencana pengembangan Kampung Citilu menjadi daerah ekowisata.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai sikap masyarakat Kampung Citilu, Garut terhadap rencana pengembangan Kampung Citilu menjadi daerah ekowisata.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Sebagai bahan referensi bagi bidang psikologi sosial khususnya psikologi lingkungan.


(18)

10

2. Memberikan referensi tambahan kepada peneliti lain yang tertarik untuk meneliti topik yang serupa.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberi bahan masukan dan informasi kepada masyarakat Kampung Citilu, Garut, mengenai gambaran sikap yang dimiliki, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat akan konsep ekowisata.

2. Untuk lembaga-lembaga baik pemerintah maupun swasta yang terlibat dalam pengembangan Kampung Citilu menjadi daerah ekowisata, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan dasar dalam mengubah suatu wilayah menjadi komunitas baru dengan mempertimbangkan kondisi psikologis masyarakat sehingga tujuan pengembangan daerah juga menjadi pengembangan masyarakatnya.

1.5 Kerangka Pemikiran

Masyarakat merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan suatu daerah. Pembangunan masyarakat secara total selalu bersasaran pada bagian-bagian daripada sistem yang hendak dikembangkan, yang memiliki nilai esensial di dalam tata kehidupan masyarakat itu. Kondisi geografi, demografi, dan sumber daya alamiah, begitu pula kondisi ekonomi, politik, sosial-budaya, dan keamanan di Indonesia adalah sedemikian rupa sehingga keanekaragaman multidimensional di berbagai bidang tersebut menuntut dilakukannya pengkajian


(19)

11

sasaran pembangunan secara terperinci dulu. Hal ini mengandung arti, bahwa sistem operasional daripada pembangunan total itu mau tidak mau harus memperhatikan kondisi serta situasi lokal (Nimpoeno, 1981).

Pembangunan masyarakat atau diistilahkan dengan community development senantiasa mengimplisitkan dibinanya community actions. Partisipasi masyarakat harus digalang serta dibina terlebih dahulu. Konsekuensi pandangan tersebut ialah, bahwa setiap perencanaan pembangunan, juga di bidang ekonomi rakyat melalui konsep ekowisata, senantiasa harus memuat program-program yang tertuju pada perubahan sikap dan perilaku masyarakat sasaran agar konsisten dengan pelaksanaan fisik pembangunan itu sendiri. Untuk dapat tertuju pada perubahan sikap, terlebih dahulu perlu diketahui sikap dari masyarakat itu sendiri terhadap rencana pengembangan yang akan diimplementasikan (Nimpoeno, 1981).

Dalam sikap terhadap rencana pengembangan ekowisata, terdapat tiga komponen yang dinyatakan Krech, Crutchfield, dan Ballachey (1986: 177) yaitu kognitif, afektif, dan konatif. Kognitif terdiri dari kepercayaan individu tentang ekowisata yang meliputi pemahamannya, pengetahuannya, konsepsinya tentang rencana pengembangan ekowisata. Afektif mengacu pada emosi-emosi yang dikaitkan pada rencana pengembangan ekowisata. Konatif meliputi semua kecenderungan berperilaku terhadap rencana pengembangan ekowisata. Masing-masing komponen dapat memiliki valensi (derajat favorability dan unfavorability) dan multipleksitas (jumlah dan variasi bagian-bagian) yang beragam.


(20)

12

Terdapat tiga komponen yang terkandung dalam sikap terhadap rencana pengembangan ekowisata, yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif. Komponen yang pertama adalah komponen kognitif, terdiri dari kepercayaan individu yang meliputi pemahamannya, pengetahuannya, konsepsinya tentang ekowisata. Hal yang paling penting dalam komponen kognitif sikap adalah aspek evaluatif, yang meliputi kualitas-kualitas favorable atau unfavorable, diinginkan atau tidak diinginkan, “baik” atau “buruk” berdasarkan penilaian individu dan kepercayaan individu tentang cara memberikan respon terhadap yang sesuai atau tidak sesuai. Masyarakat Kampung Citilu yang memahami secara mendalam tentang konsep ekowisata bermanfaat termasuk pada perilaku favorable. Sedangkan masyarakat Kampung Citilu yang memahami bahwa konsep ekowisata merugikan termasuk pada perilaku unfavorable.

Komponen afektif merupakan komponen perasaan dari dan mengacu pada emosi-emosi yang dikaitkan pada rencana pengembangan ekowisata. Rencana pengembangan ekowisata dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan, disukai atau tidak disukai. Bobot emosional inilah yang menggerakkan ketergugahan masyarakat Kampung Citilu pada rencana pengembangan ekowisata. Masyarakat Kampung Citilu akan mengalami suasana hati yang biasanya adalah perasaan senang atau tidak senang ketika ikut berpartisipasi melakukan perencanaan konsep ekowisata.

Komponen konatif, yaitu komponen kecenderungan bertindak dari sikap terhadap rencana pengembangan ekowisata. Bila masyarakat Kampung Citilu mempunyai sikap yang positif terhadap rencana pengembangan ekowisata, ia akan


(21)

13

cenderung bersedia untuk menerima, menolong, mendukung; sebaliknya bila ia mempunyai sikap yang negatif maka ia akan cenderung untuk berperilaku menolak, merusak, menghalangi, atau menggagalkan rencana pengembangan ekowisata.

Sikap terhadap rencana pengembangan kampung ekowisata yang positif adalah kecenderungan bertindak masyarakat Kampung Citilu untuk mendukung program rencana pengembangan kampung ekowisata. Sedangkan sikap terhadap rencana pengembangan kampung ekowisata yang negatif adalah kecenderungan bertindak masyarakat Kampung Citilu untuk menolak program rencana pengembangan kampung ekowisata.

Sikap terhadap rencana pengembangan kampung ekowisata ini memunculkan sikap yang berbeda-beda dari masing-masing anggota masyarakat Kampung Citilu. Perbedaan sikap yang ditunjukkan oleh masing-masing individu masyarakat Kampung Citilu tersebut dipengaruhi oleh 5 (lima) faktor yaitu kebutuhan, emosi, informasi, kedekatan dalam kelompok, dan budaya.

Faktor yang pertama adalah kebutuhan. Untuk menanggulangi berbagai macam masalah dalam usaha memuaskan kebutuhan-kebutuhannya (needs), individu mengembangkan sikapnya. Individu mengembangkan sikap positif terhadap objek-objek dan orang-orang yang memuaskan kebutuhannya, kebutuhan ini tercermin dalam tujuan (goals) yang ingin dicapai oleh individu. Sikap merupakan suatu sistem yang relatif menetap dan akan digunakan untuk memecahkan sejumlah masalah yang berbeda, yaitu untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang berbeda-beda. Masyarakat Kampung Citilu umumnya memiliki


(22)

14

kebutuhan akan peningkatan kesejahteraan hidup dalam berbagai aspek kehidupan, baik pendidikan, kesehatan, fasilitas listrik, modal usaha dan lain sebagainya. Apabila melalui penerapan konsep ekowisata dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, masyarakat Kampung Citilu akan mengembangkan sikap positif terhadap rencana pengembangan kampung ekowisata demikian pula sebaliknya.

Faktor yang kedua adalah emosi, emosi termasuk dalam faktor stimulus yang berasal dari dalam diri individu. Adanya kebutuhan terhadap suatu objek dan objek tersebut dapat memenuhi kebutuhan itu ataukah tidak, akan menentukan dan mengembangkan perasaan suka atau tidak suka terhadap objek itu. Jika objek tersebut dapat memenuhi kebutuhannya maka individu tersebut akan menyukai objek tersebut karena merasa nyaman menggunakan objek tersebut, tetapi apabila objek tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan individu maka akan memunculkan perasaan tidak suka pada objek tersebut. Melalui sikap terhadap rencana pengembangan kampung ekowisata, masyarakat Kampung Citilu dapat membantu dalam mencapai hasil yang optimal ketika rencana pengembangan tersebut terealisasi atau berjalan. Masyarakat kampung Citilu yang demikian akan menyukai dan menunjukkan sikap positif karena merasa bahwa kebutuhan dan harapan dapat terpenuhi. Faktor emosi juga memunculkan adanya perasaan memiliki terhadap suatu hal, jika seseorang merasa memiliki terhadap suatu objek maka dia akan cenderung untuk mencintai dan menjaganya tetapi jika tidak maka ia cenderung akan membenci, menolak bahkan menghujatnya.


(23)

15

Faktor ketiga adalah informasi, dimana informasi ini merupakan stimulus yang berasal dari dunia luar atau lingkungan. Sikap tidak saja berkembang dalam rangka memuaskan keinginan, tetapi juga dibentuk oleh informasi yang diperoleh individu. Penerimaan dan pengolahan informasi yang diterima oleh seseorang sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki oleh orang yang bersangkutan. Masyarakat Kampung Citilu akan menunjukkan sikap positif terhadap rencana pengembangan kampung ekowisata bila informasi untuk memahami dengan jelas tujuan dan manfaat tersebut. Sebaliknya, masyarakat Kampung Citilu akan mengembangkan sikap negatif terhadap rencana pengembangan kampung ekowisata bila keliru memperoleh informasi untuk memahami dengan jelas tujuan dan manfaat konsep ekowisata tersebut.

Faktor yang keempat adalah kelompok yang mempengaruhi, dimana faktor ini merupakan stimulus dari luar diri individu. Manusia merupakan mahkluk sosial dimana ia tidak dapat lepas dari manusia lain karena saling membutuhkan. Kebutuhan bukan hanya berupa bantuan dari orang lain, tetapi juga pengakuan dan kedekatan dari orang lain. Setiap kelompok di masyarakat memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda-beda, hal ini karena adanya norma, nilai dan belief yang berlaku di dalam masyarakat tersebut. Ciri dan karakteristik suatu kelompok akan mempengaruhi pembentukan sikap dari masing-masing anggota kelompoknya. Anggota kelompok cenderung akan menunjukkan sikap yang sama dengan karakteristik kelompoknya agar memperoleh pengakuan dari kelompoknya atau menunjukkan sikap yang sama dengan anggota kelompok agar memiliki kesamaan dengan mereka. Alasan mereka adalah ingin adanya


(24)

16

pengakuan dari kelompok itu dan tidak ingin dijauhi oleh anggota kelompok lain, sebab jika menunjukkan sikap yang berbeda atau bertentangan maka mereka bukan bagian dari kelompok itu dan cenderung akan disisihkan. Di Kampung Citilu, kekuasaan pengendalian keteraturan sistem sosial masayarakat kampung terlihat terpusat pada tokoh-tokoh yang dituakan seperti kiayi, ajengan, dan lurah. Biasanya tokoh-tokoh tersebut yang mempengaruhi keputusan-keputusan yang melibatkan kepentingan seluruh masyarakat. Pada umunya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap kelompok atau orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik. Beberapa sikap individu bersumber pada kelompok dan mendapatkan dukungan dari kelompok dimana individu menjadi anggotanya. Keanggotaan individu dalam suatu kelompok (primary group) membentuk sikapnya hanya bila individu mengidentifikasikan diri dengan kelompok tersebut, yaitu bila kelompok tersebut berfungsi sebagai “reference group” baginya. Apabila tokoh-tokoh Kampung Citilu mendukung perencanaan kampung ekowisata, masyarakat Kampung Citilu cenderung mendukung, demikian pula sebaliknya.

Faktor yang terakhir adalah budaya, setiap budaya memiliki keunikan sendiri yang menjadi karakteristik dari budaya tersebut. Budaya itu mencakup cara pandang, norma, dan kebiasaan. Latar belakang budaya tidaklah menentukan apakah seseorang memunculkan sikap yang positif atau negatif, tapi menentukan bagaimana sikap seseorang yang dianggap positif bagi dirinya. Penerapan konsep ekowisata akan cenderung diterima apabila sesuai dengan kebudayaan dan


(25)

norma-17

norma yang dijunjung masyarakat Kampung Citilu. Sebaliknya, masayarakat akan cenderung menolak jika penerapan konsep ekowisata tersebut bertentangan dengan kebudayaan dan norma-norma yang dijunjung masyarakat Kampung Citilu.


(26)

18

Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap :

o Kebutuhan (needs) o Emosi

o Informasi

o Kelompok yang mempengaruhi o Budaya

positif Sikap terhadap Rencana

Pengembangan Kampung Citilu Menjadi Destinasi Ekowisata

Masyarakat kampung Citilu

negatif

3 komponen sikap : 1. Kognitif 2. Afektif 3. Konatif


(27)

19

1.6 Asumsi

Dalam penelitian ini, peneliti memiliki beberapa asumsi :

 Sikap terhadap Rencana Pengembangan Kampung Citilu menjadi Destinasi Ekowisata dihayati berbeda-beda oleh tiap individu.

 Masyarakat Kampung Citilu memiliki perbedaan sikap terhadap Rencana Pengembangan Kampung Citilu Menjadi Destinasi Ekowisata

 Pembentukan sikap yang dimiliki oleh masyarakat Kampung Citilu dipengaruhi oleh emosi, informasi, kelompok, dan budaya.


(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang sikap terhadap rencana pengembangan ekowisata pada masyarakat Kampung Citilu, Garut, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari seluruh responden yang diteliti, subjek yang memiliki sikap positif dan negatif berimbang.

2. Sikap yang negatif atau yang positif digambarkan dengan aspek kognitif yang unfavorable, aspek afektif dan konatif yang negatif. Demikian juga sebaliknya.

3. Faktor usia, tingkat pendidikan terakhir, dan lamanya responden tinggal di Kampung Citilu terlihat memiliki hubungan dengan sikap terhadap rencana pengembangan ekowisata. Faktor pendidikan akhir berkaitan dengan aspek kognitif.

4. Faktor jenis kelamin dan jenis pekerjaan tidak terlihat memiliki hubungan dengan sikap terhadap rencana pengembangan ekowisata.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan:


(29)

73

5.2.1 Saran Teoretis

1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk diteliti lebih lanjut mengenai data-data kualitatif faktor internal yang menunjang, hubungan antara sikap terhadap rencana pengembangan ekowisata dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dan bagaimana caranya mengubah sikap dengan memperhatikan kebudayaan asli setempat.

2. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam pengkajian sumber-sumber teori. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar menambah dan mengkaji lebih dalam sumber-sumber teori lain.

3. Penelitian ini memiliki keterbatasan penelitian dalam jumlah sampel yang kurang representatif dikarenakan kendala bahasa dan kurangnya kesediaan responden untuk menyajikan data. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar memperbanyak jumlah responden.

5.2.2 Saran Praktis

1. Kepada penduduk yang memiliki sikap positif, PAGAR dapat mempertahankan dengan memberikan dukungan dan semangat untuk ikut berpartisipsai dalam perencanaan program ekowisata. Bagi penduduk yang memiliki sikap negatif, peneliti menyarankan kepada komunitas PAGAR untuk memberikan pembinaan bekelanjutan yaitu dengan cara mengadakan penyuluhan mengenai konsep ekowisata yang dapat berdampak positif bagi pengembangan Kampung Citilu dan peningkatan kesejahteraan penduduknya.


(30)

74

2. Disarankan bagi masyarakat Kampung Citilu untuk menambah informasi dan pengetahuan mengenai pengertian ekowisata, keuntungan dan dampak positif yang akan diperoleh, gambaran mengenai peranan yang akan responden lakukan, proses serta tahapan-tahapan yang perlu dilakukan jika ekowisata diimplementasikan di Kampung Citilu.


(31)

76

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifudin. 1995. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya Edisi Kedua.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Damanik, J., & Weber H.F. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori Ke Aplikasi.Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Kaplan, Robert M dan Dennis P. Saccuzzo. 2005. Psychological Testing: Principles, Applications, and Issues. USA: Wadsworth.

Krech, D., Richard S.C., & Egerton L. Ballachey 1986. Individual in Society. Nasir, Mohhamad. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia Nimpoeno, John S. 1992. Manusia dan Lingkungan: Usaha Pemahaman Melalui

Tamasya Nalar Di Alam Pikiran Yang Bebas. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran.

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES

Santrock, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Siegel, Sydney. 1997. StatistikNonparametrikUntukIlmuSosial. Jakarta: PT. GramediaPustakaUtama

Sondakh, Angelina. 2010. Jendela Pariwisata Angelina Sondakh: Perkembangan Pariwisata Indonesia. Jakarta: Kesaint Blanc.


(32)

77

DAFTAR RUJUKAN

Kurnianto, I.R. 2008. Pengembangan Ekowisata (Ecotourism) Di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal (Online). (http://google.com, diakses 30 November 2011).

Panduan Penelitian Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. 2007. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Profil Kecamatan Banjarwangi. 2011. Garut: Kecamatan.

PT. Shiddiq Sarana Mulya. 2009. Kajian Model Pengelolaan Agroekoturisme Oleh Koperasi. Jakarta: PT. Shiddiq Sarana Mulya.

Sastrayuda, G.S. 2010. Concept Resort And Leisure, Strategi Pengembangan Dan Pengelolaan Resort And Leisure. Hand Out Mata Kuliah.

Wicaksono, Andhie. Inisiatif Masyarakat Dalam Pengembangan Wisata Budaya : Kasus Desa Miau Baru (Online). (http://google.com, diakses 23 Februari 2011).

Yudhiantari, L.P.E. 2002. Ekowisata Sebagai Alternatif Dalam Pengembangan Pariwisata Yang Berkelanjutan Di Desa Wongaya Gede, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan – Bali (Online). (http://google.com, diakses 30 November 2011).

http://www.ekowisata.info

http://statistikceria.blogspot.com/2012/01/konsep-validitas-dan-reliabilitas.html http://www.wikipedia.com/Desa_wisata.htm


(1)

19

1.6 Asumsi

Dalam penelitian ini, peneliti memiliki beberapa asumsi :

 Sikap terhadap Rencana Pengembangan Kampung Citilu menjadi Destinasi Ekowisata dihayati berbeda-beda oleh tiap individu.

 Masyarakat Kampung Citilu memiliki perbedaan sikap terhadap Rencana Pengembangan Kampung Citilu Menjadi Destinasi Ekowisata

 Pembentukan sikap yang dimiliki oleh masyarakat Kampung Citilu dipengaruhi oleh emosi, informasi, kelompok, dan budaya.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang sikap terhadap rencana pengembangan ekowisata pada masyarakat Kampung Citilu, Garut, maka dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari seluruh responden yang diteliti, subjek yang memiliki sikap positif dan negatif berimbang.

2. Sikap yang negatif atau yang positif digambarkan dengan aspek kognitif yang unfavorable, aspek afektif dan konatif yang negatif. Demikian juga sebaliknya.

3. Faktor usia, tingkat pendidikan terakhir, dan lamanya responden tinggal di Kampung Citilu terlihat memiliki hubungan dengan sikap terhadap rencana pengembangan ekowisata. Faktor pendidikan akhir berkaitan dengan aspek kognitif.

4. Faktor jenis kelamin dan jenis pekerjaan tidak terlihat memiliki hubungan dengan sikap terhadap rencana pengembangan ekowisata.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan:


(3)

73

5.2.1 Saran Teoretis

1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk diteliti lebih lanjut mengenai data-data kualitatif faktor internal yang menunjang, hubungan antara sikap terhadap rencana pengembangan ekowisata dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dan bagaimana caranya mengubah sikap dengan memperhatikan kebudayaan asli setempat.

2. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam pengkajian sumber-sumber teori. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar menambah dan mengkaji lebih dalam sumber-sumber teori lain.

3. Penelitian ini memiliki keterbatasan penelitian dalam jumlah sampel yang kurang representatif dikarenakan kendala bahasa dan kurangnya kesediaan responden untuk menyajikan data. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar memperbanyak jumlah responden.

5.2.2 Saran Praktis

1. Kepada penduduk yang memiliki sikap positif, PAGAR dapat mempertahankan dengan memberikan dukungan dan semangat untuk ikut berpartisipsai dalam perencanaan program ekowisata. Bagi penduduk yang memiliki sikap negatif, peneliti menyarankan kepada komunitas PAGAR untuk memberikan pembinaan bekelanjutan yaitu dengan cara mengadakan penyuluhan mengenai konsep ekowisata yang dapat berdampak positif bagi pengembangan Kampung Citilu dan peningkatan kesejahteraan penduduknya.


(4)

2. Disarankan bagi masyarakat Kampung Citilu untuk menambah informasi dan pengetahuan mengenai pengertian ekowisata, keuntungan dan dampak positif yang akan diperoleh, gambaran mengenai peranan yang akan responden lakukan, proses serta tahapan-tahapan yang perlu dilakukan jika ekowisata diimplementasikan di Kampung Citilu.


(5)

76

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifudin. 1995. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya Edisi Kedua.Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

Damanik, J., & Weber H.F. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori Ke Aplikasi.Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Kaplan, Robert M dan Dennis P. Saccuzzo. 2005. Psychological Testing: Principles, Applications, and Issues. USA: Wadsworth.

Krech, D., Richard S.C., & Egerton L. Ballachey 1986. Individual in Society. Nasir, Mohhamad. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia Nimpoeno, John S. 1992. Manusia dan Lingkungan: Usaha Pemahaman Melalui

Tamasya Nalar Di Alam Pikiran Yang Bebas. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran.

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES

Santrock, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Siegel, Sydney. 1997. StatistikNonparametrikUntukIlmuSosial. Jakarta: PT. GramediaPustakaUtama

Sondakh, Angelina. 2010. Jendela Pariwisata Angelina Sondakh: Perkembangan Pariwisata Indonesia. Jakarta: Kesaint Blanc.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Kurnianto, I.R. 2008. Pengembangan Ekowisata (Ecotourism) Di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal (Online). (http://google.com, diakses 30 November 2011).

Panduan Penelitian Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. 2007. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Profil Kecamatan Banjarwangi. 2011. Garut: Kecamatan.

PT. Shiddiq Sarana Mulya. 2009. Kajian Model Pengelolaan Agroekoturisme Oleh Koperasi. Jakarta: PT. Shiddiq Sarana Mulya.

Sastrayuda, G.S. 2010. Concept Resort And Leisure, Strategi Pengembangan Dan Pengelolaan Resort And Leisure. Hand Out Mata Kuliah.

Wicaksono, Andhie. Inisiatif Masyarakat Dalam Pengembangan Wisata Budaya : Kasus Desa Miau Baru (Online). (http://google.com, diakses 23 Februari 2011).

Yudhiantari, L.P.E. 2002. Ekowisata Sebagai Alternatif Dalam Pengembangan Pariwisata Yang Berkelanjutan Di Desa Wongaya Gede, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan – Bali (Online). (http://google.com, diakses 30 November 2011).

http://www.ekowisata.info

http://statistikceria.blogspot.com/2012/01/konsep-validitas-dan-reliabilitas.html http://www.wikipedia.com/Desa_wisata.htm


Dokumen yang terkait

STRATEGI PENGEMBANGAN KAMPUNG WISATA EKOLOGIS (KWE) “PUSPA JAGAD” SEBAGAI DESTINASI EKOWISATA DI DESA SEMEN KECAMATAN GANDUSARI KABUPATEN BLITAR

14 134 129

MASYARAKAT KAMPUNG TERBAN DALAM PERKEMBANGAN KOTA YOGYAKARTA MASYARAKAT KAMPUNG TERBAN DALAM PERKEMBANGAN KOTA YOGYAKARTA (Studi Deskriptif tentang Adaptasi Masyarakat Kampung Terban terhadap Perkembangan Kota Yogyakarta).

0 4 10

PENDAHULUAN MASYARAKAT KAMPUNG TERBAN DALAM PERKEMBANGAN KOTA YOGYAKARTA (Studi Deskriptif tentang Adaptasi Masyarakat Kampung Terban terhadap Perkembangan Kota Yogyakarta).

1 5 29

KESIMPULAN DAN SARAN MASYARAKAT KAMPUNG TERBAN DALAM PERKEMBANGAN KOTA YOGYAKARTA (Studi Deskriptif tentang Adaptasi Masyarakat Kampung Terban terhadap Perkembangan Kota Yogyakarta).

0 2 14

POLA PEWARISAN NILAI DAN NORMA MASYARAKAT KAMPUNG KUTA DALAM MEMPERTAHANKAN TRADISI : Studi Deskriptif terhadap Masyarakat Kampung Kuta Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat.

8 10 47

PERAN SESEPUH ADAT DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BERWIRAUSAHA DI MASYARAKAT KAMPUNG NAGA : Studi Deskriptif terhadap Masyarakat Adat Kampung Naga di Kampung Naga Rt.01 Rw.01 Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya.

0 0 30

PRESERVASI TRADISI KAMPUNG ADAT PULO DI DESA CANGKUANG KABUPATEN GARUT.

3 42 44

Studi Deskriptif Mengenai Sikap Masyarakat Etnis Dayak Terhadap Masyarakat Etnis Madura Pasca Konflik Yang Terjadi di Kota Sampit (Studi Deskriptif Mengenai Sikap Etnis Pasca Konflik di Desa "X" dan Desa "Y" di Kota Sampit).

0 0 37

Pengembangan Potensi Kampung Kemlayan Sebagai Destinasi Wisata Budaya di Surakarta.

0 0 13

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESTINASI WISATA TEBING KERATON KAMPUNG CIHAREGEM PUNCAK DESA CIBURIAL KABUPATEN BANDUNG

0 0 24