PENGARUH TEKNIK COOPERATIVE LEARNING DALAM MENURUNKAN KECEMASAN KOMUNIKASI (COMMUNICATION APPREHENSION) ANAK BERBAKAT TERHADAP TEMAN SEBAYA: Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XII Program Akselerasi di SMA Negeri 3 Kota Sukabumi.

(1)

323/Skripsi/Psi-FIP/UPI.06.2013

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

PENGARUH TEKNIK COOPERATIVE LEARNING DALAM MENURUNKAN KECEMASAN KOMUNIKASI (COMMUNICATION APPREHENSION) ANAK BERBAKAT

TERHADAP TEMAN SEBAYA

(Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XII Program Akselerasi di SMA Negeri 3 Kota Sukabumi)

SKRIPSI

Cover

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Jurusan Psikologi

Oleh

ENENG NUR ALAWIYAH NIM. 0900671

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak


(3)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

PENGARUH TEKNIK COOPERATIVE LEARNING DALAM MENURUNKAN KECEMASAN KOMUNIKASI (COMMUNICATION APPREHENSION) ANAK BERBAKAT

TERHADAP TEMAN SEBAYA

(Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XII Program Akselerasi di SMA Negeri 3 Kota Sukabumi)

Oleh

Eneng Nur Alawiyah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Eneng Nur Alawiyah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(4)

Eneng Nur Alawiyah, 2013


(5)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya


(6)

Eneng Nur Alawiyah, 2013


(7)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu ii

ABSTRAK

Eneng Nur Alawiyah (0900671). Pengaruh Teknik Cooperative

Learning dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi (Communication Apprehension) Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya (Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XII Program Akselerasi di SMA Negeri 3 Kota Sukabumi). Skripsi Jurusan Psikologi FIP UPI, Bandung (2013).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh teknik cooperative learning dalam menurunkan kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya. Cooperative learning merupakan teknik pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama para siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan atau tugas yang diberikan oleh guru. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 22 siswa kelas XII program akselerasi di SMA Negeri 3 Kota Sukabumi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Pengambilan data dilakukan melalui metode wawancara pada saat studi pendahuluan, observasi, pengisian skala kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya dan metode dokumentasi. Secara umum, penelitian ini membuktikan bahwa teknik cooperative learning efektif untuk menurunkan kecemasan komunikasi pada anak berbakat terhadap teman sebaya. Hasil pengujian hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan uji wilcoxon signed rank test menghasilkan nilai z sebesar -4,108 dan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya sebelum dan sesudah diberikan teknik cooperative learning.

Kata kunci: Anak berbakat, Cooperative learning, Kecemasan komunikasi


(8)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu iii ABSTRACT

Eneng Nur Alawiyah (0900671). Effect of Cooperative Learning

Techniques in Reduce Communication Apprehension Gifted Children Towards Peers (Experimental Study of the Students of Class XII Acceleration Program in SMA Negeri 3 Sukabumi). A Research Paper in Psychology Department, Faculty of Education Science UPI, Bandung (2013).

This study aimed to know the effect of cooperative learning techniques in reducing communication apprehension gifted children towards peers. Cooperative learning is a learning technique that promotes the cooperation of the students in solving a problem or task given by the teacher. The sample in this study consisted of 22 students of Class XII Acceleration Program in SMA Negeri 3 Sukabumi. The research methods used was experiment methods. In general, this study proves that cooperative learning technique is effective to reduce communication apprehension in gifted children towards peers. The hypothesis testing used was Wilcoxon signed rank test. Results of hypothesis testing are z value was -4.108 and the significance level was 0.000 (p<0.05). The results show that level of communication apprehension gifted children towards peers at pretest and posttest are different.

Keywords: Communication apprehension towards peers, Cooperative learning,


(9)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu vii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... I ABSTRAK ... II KATA PENGANTAR ... IV UCAPAN TERIMA KASIH ... V DAFTAR ISI ... VII DAFTAR TABEL ... IX DAFTAR GAMBAR ... XI

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. LATARBELAKANGMASALAH ... 1

B. PERUMUSANMASALAH ... 4

C. TUJUANPENELITIAN ... 5

D. MANFAATPENELITIAN ... 5

E. STRUKTURORGANISASISKRIPSI ... 7

BAB II ... 8

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN ... 8

DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 8

A. KAJIANPUSTAKA ... 8

B. KERANGKAPEMIKIRAN ... 29


(10)

BAB III ... 33

METODE PENELITIAN ... 33

A. VARIABELPENELITIAN ... 33

B. DEFINISIOPERASIONALVARIABEL ... 33

C. DESAINPENELITIAN ... 34

D. LOKASI,POPULASIDANSAMPELPENELITIAN ... 40

E. TEKNIKPENGUMPULANDATADANINSTRUMENPENELITIAN ... 42

F. ANALISISITEM,VALIDITAS,RELIABILITASDANKATEGORISASI SKALAINSTRUMEN ... 45

G. PENGOLAHANDANANALISISDATA ... 58

H. PROSEDURPENELITIAN ... 61

BAB IV ... 64

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

A. HASILPENELITIAN ... 64

B. PEMBAHASAN ... 76

BAB V ... 83

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 83

A. KESIMPULAN ... 83

B. REKOMENDASI ... 84


(11)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu ix

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 2 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 3 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 4 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 5 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 6 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 7 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 8 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 9 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 10 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 11 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 12 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 13 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 14 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 15 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 16 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 17 ... Error! Bookmark not defined. Tabel 3. 18 ... Error! Bookmark not defined.


(12)

Tabel 4. 1 ... 64

Tabel 4. 2 ... 65

Tabel 4. 3 ... 66

Tabel 4. 4 ... 66

Tabel 4. 5 ... 70

Tabel 4. 6 ... 71

Tabel 4. 7 ... 71

Tabel 4. 8 ... 71

Tabel 4. 9 ... 72

Tabel 4. 10 ... 73

Tabel 4. 11 ... 74


(13)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 ... Error! Bookmark not defined. Gambar 2. 2 ... Error! Bookmark not defined. Gambar 2. 3 ... Error! Bookmark not defined. Gambar 2. 4 ... Error! Bookmark not defined.


(14)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Menurut Wahjudi (2009), “kecemasan komunikasi adalah perasaan takut atau tingkat kegelisahan dalam transaksi komunikasi”. Kecemasan dalam berkomunikasi dapat muncul pada diri siapapun, kapanpun dan di mana pun, misalnya kecemasan dalam menyampaikan pendapat dan pertanyaan kepada orang lain, kecemasan saat berdiskusi dan kecemasan saat berkomunikasi dengan orang lain.

Secara wajar, perasaan cemas dalam berkomunikasi ini sebenarnya tidak menjadi masalah, namun jika sudah tidak wajar atau berlebihan, maka hal ini dapat mengganggu aktivitas atau kegiatan yang seharusnya dilakukan, karena komunikasi merupakan modal yang sangat penting bagi setiap individu dalam berinteraksi atau bersosialisasi dengan orang lain dalam berbagai tempat dan situasi.

Kecemasan komunikasi juga sering muncul pada anak berbakat yang memiliki kemampuan atau talenta melebihi anak-anak seusianya. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa anak-anak berbakat cenderung lebih banyak menyendiri dan lebih senang mengerjakan pekerjaannya seorang diri dibandingkan bekerjasama dengan orang lain (Csikszentmihaly dalam Hawadi, 2006: 84; Amini, 2005; Kirby & Townsend, 2011; Kostogianni & Andronikof, 2009). Hal ini dikarenakan anak berbakat memiliki kemampuan intelektual yang lebih daripada anak seusianya, sehingga menumbuhkan rasa optimis pada diri mereka dan mereka menjadi tidak percaya kepada teman seusianya.

Hasil penelitian tersebut sangat berhubungan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa siswa yang lebih menyukai gaya belajar yang kurang


(15)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 2

aktif atau pembelajaran individual memiliki kecemasan komunikasi (communication apprehension) yang tinggi, karena terdapat hubungan yang


(16)

signifikan antara kecemasan dalam berkomunikasi dengan gaya belajar (Gillani et al., 2010). Karena anak berbakat cenderung lebih banyak menyendiri, hal itu menyebabkan anak berbakat jarang berinteraksi dengan orang lain, sehingga kemampuan dan pengalaman mereka dalam berkomunikasi dengan orang lain pun kurang. Kurangnya kemampuan dan pengalaman mereka dalam berkomunikasi, menyebabkan munculnya perasaan cemas pada anak berbakat ketika berkomunikasi dengan orang lain, termasuk dengan teman sebayanya.

Di samping itu, terdapat hasil penelitian yang menyatakan bahwa kemampuan public speaking anak berbakat secara signifikan melebihi siswa reguler, yang mengindikasikan bahwa kecemasan anak berbakat lebih tinggi dalam konteks ini (Butler, Pryor & Marti, 2004).

Anak berbakat memiliki kelebihan dibandingkan anak seusianya, sehingga mereka merasa bahwa potensi sosial, pendidikan dan karir mereka dituntut lebih tinggi dibandingkan anak seusianya. Hal inilah yang menyebabkan anak berbakat memiliki tingkat evaluasi diri yang tinggi. Karena mereka merasa bahwa apapun yang dilakukannya selalu diamati atau dinilai oleh orang lain, termasuk saat berkomunikasi dengan teman sebayanya, maka hal itu menyebabkan anak berbakat memiliki kecemasan berkomunikasi dengan teman sebayanya.

Meski demikian, terdapat perbedaan pada hasil penelitian yang menyatakan bahwa komunikasi anak berbakat (gifted) terhadap teman sebayanya tidak mengalami permasalahan, bahkan lebih baik daripada anak non-gifted, karena kapasitas kognitif anak gifted lebih tinggi dibandingkan anak non-gifted sehingga pemahaman mereka mengenai dirinya sendiri, lingkungan dan orang lain lebih baik dibandingkan anak non-gifted (Hoogeveen, Van Hell & Verhoeven, 2011).

Dari perdebatan yang terjadi, peneliti lebih setuju terhadap hasil penelitian yang menyatakan bahwa sebagian besar anak berbakat mengalami kecemasan komunikasi terhadap teman sebayanya, karena berdasarkan hasil pengamatan terhadap fenomena anak berbakat yang ada pada salah satu SMA


(17)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3

di Sukabumi, peneliti melihat siswa jarang berkomunikasi dengan teman sebayanya, lebih senang mengerjakan tugas sendiri, kurang senang bekerjasama dengan temannya dan tidak suka berkompromi. Hal ini diperparah oleh guru-guru yang lebih sering menggunakan teknik pembelajaran individual dibandingkan pembelajaran kooperatif ketika mengajar siswa berbakat, sehingga siswa tidak diberikan kesempatan untuk belajar berkomunikasi yang baik terhadap teman sebayanya, menghormati pendapat orang lain, belajar memberikan pendapat dan kritik yang positif dan belajar bekerjasama dengan orang lain.

Peran guru sebagai pembimbing sangat dibutuhkan untuk membantu anak berbakat yang mengalami kecemasan komunikasi terhadap teman sebayanya. Oleh karena itu, guru perlu menggunakan teknik pembelajaran yang efektif, aktif dan interaktif yang dapat membantu mengurangi kecemasan komunikasi tersebut. Salah satu teknik pembelajaran yang aktif dan interaktif adalah teknik pembelajaran kooperatif (cooperative learning) karena teknik ini mengutamakan adanya kerja sama para siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan (Arini, 2009).

Cooperative learning memiliki keunggulan dibandingkan dengan teknik pembelajaran lainnya, diantaranya dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun temannya (Arini, 2009).

Terdapat beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh cooperative learning dalam menurunkan kecemasan komunikasi, diantaranya hasil penelitian yang menyatakan bahwa teknik cooperative learning efektif dalam menurunkan kecemasan dalam berbahasa asing dan kecemasan siswa dalam menghadapi pelajaran matematika, meningkatkan kerjasama dan meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial (Duxbury & Tsai, 2010; Indiyani & Listiara, 2006). Selain itu, terdapat juga hasil penelitian yang


(18)

menyatakan bahwa siswa memiliki persepsi positif terhadap cooperative learning (Hijzen, Boekaerts & Vedder, 2006). Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, terlihat jelas bahwa teknik cooperative learning kemungkinan sangat tepat untuk menurunkan kecemasan berkomunikasi terhadap teman sebaya, terutama pada anak berbakat.

Berdasarkan latar belakang dan pemikiran di atas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh teknik cooperative learning dalam menurunkan kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya.

B. RUMUSAN MASALAH

Kecemasan dalam berkomunikasi dapat muncul pada diri siapapun, kapanpun dan dimana pun, termasuk pada anak berbakat. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, sebagian besar anak berbakat mengalami kecemasan berkomunikasi terhadap teman sebayanya, seperti siswa jarang berkomunikasi dengan teman sebayanya, tidak suka berdiskusi dan lebih senang mengerjakan tugas sendiri, kurang senang bekerjasama dengan temannya dan tidak suka berkompromi (Csikszentmihaly dalam Hawadi, 2006: 84; Amini, 2005; Kirby & Townsend, 2011; Kostogianni & Andronikof, 2009; Butler, Pryor & Marti, 2004; Gillani et al., 2010). Hal tersebut menyebabkan mereka kurang mampu bergaul dengan teman sebayanya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, guru sebagai pembimbing perlu menggunakan teknik pembelajaran yang efektif, aktif dan interaktif agar dapat membantu mengurangi kecemasan komunikasi tersebut. Salah satu teknik pembelajaran yang aktif dan interaktif adalah teknik pembelajaran kooperatif (cooperative learning) karena mengutamakan kerjasama dan melibatkan seluruh peserta didik dalam bentuk kelompok-kelompok (Arini, 2009).

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana tingkat kecemasan komunikasi (communication apprehension) anak berbakat terhadap teman sebaya sebelum diberikan treatment teknik cooperative learning ?


(19)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

5

2. Bagaimana tingkat kecemasan komunikasi (communication apprehension) anak berbakat terhadap teman sebaya sesudah diberikan treatment teknik cooperative learning ?

3. Apakah terdapat penurunan kecemasan komunikasi (communication apprehension) anak berbakat terhadap teman sebaya sesudah diberikan treatment teknik cooperative learning ?

C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh teknik cooperative learning dalam menurunkan kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dilakukannya penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran apakah terdapat pengaruh teknik cooperative learning dalam menurunkan kecemasan komunikasi terhadap teman sebaya pada siswa kelas XII program akselerasi di SMAN 3 Kota Sukabumi.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan wawasan mengenai pengaruh teknik cooperative learning dalam menurunkan kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya. Lebih lanjut, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Manfaat bagi Pengembangan Ilmu Psikologi Pendidikan

Hasil penelitian ini memiliki manfaat dalam pengembangan ilmu Psikologi Pendidikan yaitu memperkaya khasanah wawasan dan pengetahuan dalam pengembangan Ilmu Psikologi Pendidikan terutama mengenai pengaruh teknik cooperative learning dalam menurunkan kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya.


(20)

2. Manfaat bagi Sekolah

Meningkatkan pemahaman guru dan pihak sekolah mengenai pengaruh teknik cooperative learning dalam menurunkan kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya, sehingga guru dan pihak sekolah diharapkan dapat memberikan treatment yang tepat untuk anak-anak berbakat.

3. Manfaat bagi Orang Tua

Meningkatkan pemahaman orang tua, terutama para orang tua yang memiliki anak berbakat, mengenai pengaruh teknik cooperative learning dalam menurunkan kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya, sehingga para orang tua, terutama orang tua yang memiliki anak berbakat, diharapkan dapat mendidik anaknya dengan cara menumbuhkan keaktifan anak dalam berkomunikasi dengan keluarganya. Orang tua hanya berperan sebagai fasilitator. Misalnya, selalu memberikan kesempatan kepada anak untuk mengeluarkan pendapatnya dan memberikan kritik yang positif kepada orang lain ketika diadakan rapat keluarga, mengajak anak untuk berdiskusi dan berbagi ide dengan keluarga mengenai suatu permasalahan yang ada.

Selain itu, para orang tua pun diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak sekolah dan guru dalam memberikan treatment yang tepat untuk anak-anak mereka, terutama dalam memenuhi kebutuhan sosial dan emosional anak yang relevan.

4. Manfaat bagi Siswa atau Anak Berbakat

Dengan diterapkannya teknik cooperative learning kepada siswa atau anak berbakat, mereka dapat belajar untuk mengutarakan pendapatnya kepada orang lain, bekerja sama dengan orang lain, menyampaikan kritik yang positif kepada orang lain, menghargai pendapat orang lain, serta belajar memahami kelebihan maupun kekurangan diri sendiri dan orang lain. Dengan demikian, bagi anak berbakat ataupun siswa yang mengalami kecemasan berkomunikasi terhadap teman sebayanya, mereka mampu


(21)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

7

menurunkan kecemasannya tersebut, sehingga mereka pun dapat berkomunikasi terhadap teman sebayanya dengan baik.

E. STRUKTUR ORGANISASI SKRIPSI

Adapun struktur organisasi atau sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Bab ini berisi tentang kajian pustaka yang akan mencantumkan teori-teori yang dijadikan landasan oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Pada bab ini juga berisi kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi variabel penelitian, definisi operasional variabel, desain penelitian, lokasi dan subjek penelitian, teknik pengambilan data, teknik analisis data dan prosedur penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil analisis data yang diperoleh dengan menggunakan teknik analisis yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk membuktikan hipotesis penelitian. Bab ini juga berisi pembahasan mengenai gambaran umum subjek penelitian, data yang diperoleh, hasil analisis data dan pembahasannya.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini berisi kesimpulan mengenai terbukti atau tidaknya hipotesis, keterbatasan penelitian dan rekomendasi dari peneliti.


(22)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. VARIABEL PENELITIAN

Variabel adalah suatu konstruk yang bervariasi atau yang dapat memiliki bermacam nilai tertentu (Latipun, 2006: 57). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitian, yaitu:

1. Variabel bebas (independent variable), yaitu variabel yang dimanipulasi untuk dipelajari efeknya pada variabel-variabel lain, yaitu variabel terikat (Latipun, 2006: 60). Dalam hal ini, yang menjadi variabel bebas adalah cooperative learning.

2. Variabel terikat (dependent variable), yaitu variabel yang berubah jika berhubungan dengan variabel bebas (Latipun, 2006: 62). Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel terikat adalah kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya.

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

Menurut Nazir (Umbara, 2012: 38), “definisi operasional variabel adalah definisi yang diberikan kepada suatu variabel atau konstruk dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan atau memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut”. Adapun variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu:

1. Cooperative learning sebagai variabel bebas.

Secara operasional, cooperative learning diartikan sebagai teknik cooperative learning tipe jigsaw yang digunakan oleh guru untuk mengajar anak berbakat di satu kelas akselerasi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, dalam rangka pemberian perlakuan (treatment) kepada siswa.


(23)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

34

2. Kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya sebagai variabel terikat.

Adapun definisi operasional dari kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya adalah tingkat kecemasan pada anak berbakat di satu kelas akselerasi ketika berkomunikasi dengan teman sebayanya, misalnya dalam konteks public speaking, pertemuan-pertemuan (meetings), komunikasi antar pribadi dan komunikasi kelompok, yang diketahui melalui kuesioner yang diberikan kepada mereka, sebagai hasil dari pengukuran pretest (sebelum treatment) dan posttest (sesudah treatment).

Dalam penelitian ini, kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya dilihat dari skor subjek pada alat ukur skala kecemasan komunikasi terhadap teman sebaya. Semakin tinggi skor subjek maka semakin tinggi tingkat kecemasannya, sebaliknya semakin rendah skor subjek maka semakin rendah tingkat kecemasannya.

C. DESAIN PENELITIAN 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah suatu pendekatan yang memungkinkan dilakukan pencatatan dan analisis data hasil penelitian dengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistik, mulai dari pengumpulan data, pengolahan, penafsiran sampai penyajian hasilnya (Arikunto, 2010).

2. Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen (experimental methodology), yaitu metode penelitian yang dilakukan dengan melakukan manipulasi yang bertujuan untuk mengetahui akibat manipulasi terhadap perilaku individu yang diamati (Latipun, 2006: 8). Eksperimen ini dilakukan untuk mengetahui efek yang


(24)

ditimbulkan dari suatu perlakuan yang diberikan secara sengaja oleh peneliti (Latipun, 2006: 8).

3. Desain Eksperimen

Metode eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen kuasi (quasi-experimental). Eksperimen kuasi merupakan eksperimen yang dilakukan tanpa adanya proses random assigment maupun random sampling, dikarenakan jumlah populasinya sedikit (Latipun, 2006: 116).

Adapun desain yang digunakan adalah desain eksperimen seri (equivalent time samples design). Desain eksperimen seri merupakan desain eksperimen yang dilakukan berdasarkan satu seri (beberapa) pengukuran variabel tergantung terhadap suatu kelompok subjek, yaitu O1, O2 dan O3 (Latipun, 2006: 117). Kemudian terhadap kelompok subjek tersebut dikenakan treatment (perlakuan), yang selanjutnya dilakukan satu seri pengukuran ulang, yaitu O4, O5 dan O6 (Latipun, 2006: 117). Dalam penelitian ini, pengukuran variabel dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada subjek penelitian untuk mengukur tingkat kecemasan komunikasi subjek terhadap teman sebayanya.

Alasan menggunakan desain eksperimen seri (equivalent time samples design) dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut.

a. Tidak adanya kelompok yang dapat dijadikan kelompok kontrol. b. Untuk mencegah atau mengontrol terjadinya eror dalam penelitian ini,

maka pretest dan posttest dilakukan berulang-ulang.

Menurut Latipun (2006: 117), bila ada perubahan hasil pengukuran pada sebelum dan sesudah treatment, maka dianggap ada efek atau pengaruh dari treatment. Jadi dalam penelitian ini subjek treatment (perlakuan) sekaligus sebagai kontrol (Latipun, 2006: 117). Skema desain eksperimen ini dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut.


(25)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

36

Tabel 3. 1

Skema Desain Eksperimen

nonR O1  O2  O3  (X)  O4  O5  O6

(Latipun, 2006: 118) Keterangan:

X = Treatment

O1, O2 dan O3 = Pretest 1, Pretest 2 dan Pretest 3 O4, O5 dan O6 = Posttest 1, Posttest 2 dan Posttest 3

Dalam penelitian ini, peneliti memberikan treatment sebanyak empat kali pembelajaran cooperative learning, dengan bantuan asisten peneliti yaitu guru. Adapun tipe cooperative learning yang digunakan adalah tipe jigsaw.

4. Manipulasi Variabel Bebas

Seluruh siswa berbakat diberikan pembelajaran Bahasa Indonesia oleh guru dengan menggunakan cooperative learning tipe jigsaw. Adapun beberapa pertimbangan dalam menentukan mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai treatment dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang bersifat verbal,

sehingga sangat menunjang adanya proses komunikasi di antara para siswa.

b. Dalam teknik cooperative learning, para siswa ditugaskan untuk membaca materi. Bahasa Indonesia terdiri dari materi-materi yang bersifat penjelasan terperinci, sehingga sangat cocok jika dalam pembelajarannya menggunakan teknik cooperative learning.

1. Pengendalian Extraneous Variable

Extraneous variable adalah variabel yang bukan merupakan fokus dalam penelitian. Variabel ini dapat secara tidak sengaja termanipulasi seiring manipulasi variabel independen dan mempengaruhi perubahan variabel terikat (Yulindrasari, 2011).


(26)

Extraneous variable yang digunakan adalah controlled variable, karena extraneous variable itu akan dikontrol atau dikendalikan, agar extraneous variable tidak berubah sesuai dengan manipulasi variabel bebas, sehingga hubungan sebab-akibat antara variabel bebas dan variabel terikat dapat disimpulkan (Yulindrasari, 2011).

Adapun pengendalian extraneous variable dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut.

a. Pengaturan dalam Pembagian Kelompok

Peneliti dan asisten peneliti/guru mengatur pembagian kelompok anak berbakat sebelum treatment diberikan. Pembagian kelompok ini diatur sedemikian rupa, dikarenakan setiap kelompok harus terdiri dari siswa-siswa dengan kemampuan Bahasa Indonesia yang berbeda-beda (tinggi, rendah, sedang). Prestasi siswa diukur dengan menggunakan ulangan Bahasa Indonesia yang diadakan sebelum perlakuan (treatment) diberikan. Jika memungkinkan anggota kelompok juga berasal dari ras, budaya, atau suku yang berbeda tetapi tetap mementingkan kesetaraan gender. Berkaitan dengan hal tersebut, siswa berbakat di SMAN 3 Kota Sukabumi terdiri dari ras, suku dan budaya yang berbeda, diantaranya Jawa, Sunda dan Sumatera.

b. Penggunaan prosedur perlindungan ganda (double blind procedure) Untuk menghindari efek peneliti (experimenter effects), yaitu efek yang tidak dikehendaki pada perilaku responden/siswa berbakat yang disebabkan oleh asisten peneliti/guru, maka selama treatment diberikan peneliti menggunakan prosedur perlindungan ganda (double blind procedure), dimana asisten peneliti/guru yang mengadakan kontak dengan responden/siswa berbakat tidak mengetahui hipotesis penelitiannya, sehingga tidak sampai mengurangi keakuratan hasil penelitian (Baron & Byrne, 2005).


(27)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

38

c. Pengaturan Posisi Tempat Duduk

Posisi tempat duduk setiap kelompok dibuat melingkar agar memudahkan setiap siswa untuk berdiskusi dengan anggota lain dalam kelompoknya.

6. Prosedur Treatment Cooperative Learning

Teknik cooperative learning memiliki beberapa tipe. Dari beberapa tipe yang ada dalam cooperative learning, teknik pembelajaran yang dianggap relevan adalah teknik cooperative learning tipe Jigsaw, karena tipe ini mengutamakan adanya kerja sama dan gotong royong, baik kerja sama di dalam kelompok sendiri maupun kerja sama dengan kelompok yang lain, dalam menyelesaikan permasalahan (Emildadiany, 2008). Dengan demikian, tipe Jigsaw ini sangat cocok untuk membantu menurunkan kecemasan komunikasi siswa berbakat terhadap teman sebaya.

Di samping itu, cooperative learning tipe Jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong (Emildadiany, 2008). Dalam penelitian ini, treatment cooperative learning tipe Jigsaw diberikan selama empat kali pembelajaran, dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut.

a. Pemberian treatment selama empat kali pembelajaran diharapkan dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap penurunan kecemasan komunikasi terhadap teman sebaya pada anak berbakat.

b. Materi Bahasa Indonesia yang sudah dipersiapkan untuk pemberian treatment terdapat empat materi pelajaran, sehingga satu materi diberikan pada satu kali pembelajaran.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan peneliti dengan bantuan asisten peneliti/guru, dalam pemberian treatment cooperative learning


(28)

selama empat kali pembelajaran (Slavin, 2008: 238 – 244), adalah sebagai berikut.

a. Tahap Persiapan

1) Membuat pembentukan kelompok asal 2) Mempersiapkan materi

3) Membuat kuis, misalnya soal esai atau pilihan ganda.

4) Membuat skema diskusi, untuk membantu mengarahkan diskusi dalam kelompok ahli. Skema semacam ini memperlihatkan daftar poin-poin yang harus dipertimbangkan para siswa dalam diskusi topik mereka.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Membagi siswa ke dalam kelompok asal.

2) Membaca. Para siswa menerima topik ahli dan membaca materi yang diminta untuk menemukan informasi.

3) Membagi siswa ke dalam kelompok ahli.

4) Diskusi kelompok ahli. Para siswa dengan keahlian yang sama bertemu untuk mendiskusikan materi yang sama dalam kelompok ahli.

5) Laporan kelompok. Para ahli kembali ke dalam kelompok mereka masing-masing untuk mengajarkan topik-topik mereka kepada teman satu kelompoknya.

6) Tes. Para siswa mengerjakan kuis-kuis individual yang mencakup semua topik.

7) Rekognisi kelompok. Skor kelompok dihitung, kemudian memberikan sertifikat atau bentuk rekognisi kelompok lainnya kepada kelompok yang meraih skor tertinggi.


(29)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

40

1) Guru mengevaluasi dan memberikan berbagai masukan terhadap hasil pekerjaan siswa dan aktivitas mereka selama cooperative learning berlangsung.

2) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan saran atau idenya, baik kepada siswa lain maupun untuk guru dalam rangka perbaikan belajar dari hasilnya di kemudian hari.

A. LOKASI, POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih peneliti untuk mengadakan penelitian adalah SMA Negeri 3 Sukabumi. Beberapa pertimbangan yang digunakan oleh peneliti dalam menentukan SMA Negeri 3 Kota Sukabumi sebagai lokasi penelitian, adalah sebagai berikut.

a. Adanya kesiapan dari pihak sekolah untuk dijadikan lokasi penelitian. b. Sekolah ini membuka program akselerasi.

c. Sekolah ini memiliki guru yang berkompetensi atau mampu mengajar dengan menggunakan teknik cooperative learning dan bersedia membantu peneliti dalam memberikan treatment kepada subjek penelitian.

d. Di sekolah ini, peneliti pernah melihat fenomena yang berkaitan dengan kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya, diantaranya terdapat beberapa siswa berbakat yang jarang berkomunikasi terhadap teman sebayanya, tidak suka bertanya kepada temannya ketika tidak memahami materi pelajaran, tidak suka berdiskusi dan lebih senang belajar sendiri. Hal ini diperparah oleh guru-guru akselerasi yang lebih sering menggunakan teknik pembelajaran individual dibandingkan cooperative learning ketika mengajar di kelas akselerasi.

Dari keterangan tersebut, peneliti merasa tertarik untuk lebih mendalami bagaimana pengaruh teknik cooperative learning dalam menurunkan kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya


(30)

yang ada di lokasi penelitian ini. Lokasi SMA Negeri 3 Sukabumi bertempat di Jl. Ciaul Pasir Kota Sukabumi.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam proses mengumpulkan data, mengolah data sampai dengan menganalisis data sehingga hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan, maka diperlukan adanya sumber data. Pada umumnya, sumber data dalam penelitian disebut populasi dan sampel penelitian (Umbara, 2012).

a. Populasi Penelitian

Populasi merupakan keseluruhan individu atau objek yang diteliti yang memiliki beberapa karakteristik yang sama. Karakteristik yang dimaksud dapat berupa usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, wilayah tempat tinggal, dan seterusnya (Latipun, 2006: 41). Berdasarkan pernyataan tersebut, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa berbakat satu angkatan yaitu angkatan kelas XI/XII di SMA Negeri 3 Kota Sukabumi, yang berjumlah 22 orang.

Adapun yang menjadi pertimbangan dalam memilih siswa berbakat angkatan kelas XI/XII SMA Negeri 3 Kota Sukabumi sebagai populasi penelitian, adalah sebagai berikut.

1) Angkatan kelas XI/XII program akselerasi terdiri dari siswa-siswa yang berusia 14 – 17 tahun, karena pada masa itu remaja berada pada masa remaja awal (Hurlock, 1992: 206; Sobur, 2003: 134). Masa ini ditandai dengan ketidakseimbangan emosional dan ketidakstabilan dalam banyak hal terdapat pada masa ini. Ia mencari identitas diri dan pola-pola hubungan sosial pun mulai berubah (Sobur, 2003: 134).

2) Angkatan kelas XI/XII program akselerasi terdiri dari siswa-siswa yang mengikuti tahapan pendidikan di SMAN 3 Sukabumi sejak kelas X (lebih dari satu tahun), sehingga siswa diharapkan telah mengenal dan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, termasuk teman sebayanya. Sedangkan siswa kelas X akselerasi


(31)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

42

tidak ditetapkan sebagai subjek penelitian karena kelas X akselerasi baru dibentuk pada semester genap (dua bulan setelah penelitian). Selain itu, siswa kelas X akselerasi berada dalam masa penyesuaian dari kelas reguler ke kelas akselerasi. Menurut Sukadji (Indiyani & Listiara, 2006), pada masa itu siswa mengalami berbagai perubahan, seperti teman sekelas, guru dan metode pembelajaran yang menjadi potensi timbulnya masalah.

3) Dari hasil wawancara terhadap guru wali kelas akselerasi, pada angkatan kelas XI/XII program akselerasi ini terdapat beberapa siswa yang kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga kemungkinan beberapa siswa tersebut juga memiliki kecemasan komunikasi terhadap teman sebayanya, termasuk dengan teman sekelasnya.

4) Sebelum penelitian ini dilaksanakan, siswa sangat jarang diberikan materi pelajaran dengan teknik cooperative learning, bahkan siswa belum pernah diberikan materi pelajaran dengan menggunakan teknik cooperative learning tipe Jigsaw selama sekolah di SMAN 3 Kota Sukabumi. Hal ini bertujuan untuk menghindari bias dalam penelitian (Indiyani & Listiara, 2006).

b. Sampel Penelitian

Menurut Latipun (2006: 43), “sampel adalah sebagian dari populasi. Subjek penelitian yang menjadi sampel seharusnya representatif populasinya. Jadi, tidak seluruh subjek pada populasi diteliti semua, cukup diwakili oleh sebagian subjek”. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII program akselerasi di SMAN 3 Kota Sukabumi, yang berjumlah 22 orang.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sampel jenuh, sehingga semua subjek pada populasi penelitian menjadi sampel dalam penelitian ini. Teknik pengambilan sampel ini digunakan karena


(32)

belum terbentuknya kelas akselerasi pada angkatan yang lain yaitu angkatan X/XI di sekolah SMAN 3 Kota Sukabumi tersebut.

B. TEKNIK PENGUMPULAN DATA DAN INSTRUMEN PENELITIAN

Menurut Arikunto (2010: 207), ”pengumpulan data adalah mengamati variabel yang akan diteliti dengan metode wawancara, tes, observasi, kuesioner dan sebagainya”. Adapun bentuk teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Observasi

Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan terhadap subjek yang diteliti. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan sebanyak empat kali (selama treatment diberikan) dengan tujuan untuk mengamati interaksi para siswa selama proses cooperative learning berlangsung di dalam kelas akselerasi.

Berikut ini pedoman observasi interaksi belajar siswa dengan model cooperative learning (Solihatin & Raharjo, 2011: 85 – 87).

Tabel 3. 2 Pedoman Observasi

Aspek yang diamati Indikator Pengamatan

Interaksi para siswa selama proses cooperative learning berlangsung.

Interaksi antara siswa dengan siswa lainnya Jenis interaksi yang berkembang

Metode yang digunakan oleh siswa untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaannya.

Reaksi siswa pada saat salah seorang atau kelompok lainnya mendapat pujian atau teguran dari guru. Perhatian siswa terhadap ide, pendapat dan kritik siswa lainnya.

Orientasi dan partisipasi siswa dalam mengerjakan tugas.

Kepada siapa siswa bertanya dalam menyelesaikan tugas?


(33)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

44

2. Instrumen Penelitian

Sebagai upaya untuk memperoleh data dan informasi yang lengkap mengenai kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya, maka dibuatlah seperangkat instrumen. Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

Kuesioner

Kuesioner merupakan salah satu bentuk tes performansi tipikal (typical performance). Performansi tipikal adalah performansi yang ditampakkan oleh individu sebagai proyeksi dari kepribadiannya sendiri sehingga indikator perilaku yang diperlihatkannya merupakan kecenderungan umum dirinya dalam menghadapi situasi tertentu (Azwar, 2011: 17 – 18). Hal itu dimungkinkan karena tes yang mengungkap performansi tipikal harus dirancang dengan menggunakan stimulus yang tidak berstruktur sehingga individu membuat penafsirannya sendiri terhadap stimulus tersebut serta merespons sesuai dengan aspek afektif yang ada dalam dirinya saat itu sehingga semua respon yang diberikan tidak dapat dikatakan ”salah” (Azwar, 2011).

Kuesioner yang digunakan dalam pengumpulan data adalah berupa Skala Likert, dimana responden diminta untuk menyatakan sikapnya terhadap pernyataan-pernyataan yang diberikan dengan cara memilih salah satu jawaban sesuai dengan keadaan dirinya. Tujuan dari tes ini adalah untuk mengukur tingkat kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya, sebelum diberikan treatment (pretest) dan setelah treatment diberikan (posttest). Hal ini dilakukan karena peneliti ingin mengetahui perbedaan kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya yang terjadi sebelum dan setelah treatment diberikan kepada sampel penelitian.

Alat ukur yang digunakan adalah skala kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya. Alat ukur ini dibuat oleh peneliti


(34)

sendiri berdasarkan aspek-aspek yang mengacu pada teori Mc. Croskey (Burgoon, 1982) sebagai teori utama, yang kemudian dikembangkan dengan teori Wheeless & Grotz (Maulana, 2009) dan teori Fenigsten, Scheier & Buss (Calhoun & Acocella, 1995).

Untuk mengetahui kualitas instrumen penelitian ini, maka sebelumnya dilakukan uji coba instrumen terhadap salah satu kelas XI IPA di SMAN 3 Sukabumi dengan jumlah 32 siswa. Di samping itu, skala ini memiliki lima kategori jawaban, yaitu:

 Sangat Sesuai (SS)

 Sesuai (S)

 Kadang-kadang Sesuai (KS)

 Tidak Sesuai (TS)

 Sangat Tidak Sesuai (STS)

Tugas subjek adalah menyatakan sikapnya terhadap pernyataan-pernyataan yang diberikan dengan cara memilih salah satu jawaban sesuai dengan keadaan dirinya. Cara memilihnya adalah dengan membubuhkan tanda silang pada bagian yang disediakan.

Semua pernyataan pada instrumen penelitian ini bernilai favorable (+) dan metode penskalaan yang digunakan adalah metode penskalaan yang berorientasi pada subjek. Menurut Azwar (2012: 70), penskalaan subjek adalah metode penskalaan yang bertujuan meletakkan individu-individu pada suatu kontinum penilaian sehingga kedudukan relatif individu menurut suatu atribut yang diukur dapat diperoleh, sehingga pendekatan ini digunakan oleh perancang skala yang tidak begitu merisaukan cara bagaimana memberikan bobot nilai bagi stimulus atau respon. Pada instrumen penelitian ini, jawaban setiap pernyataan diberi bobot skor dengan rentang 0 – 4.

Tabel 3. 3 Pola Skor Item


(35)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

46

Bentuk Item

Pola Skor

STS TS KS S SS

Favorable (+)

0 1 2 3 4

C. ANALISIS ITEM, VALIDITAS, RELIABILITAS DAN

KATEGORISASI SKALA INSTRUMEN 1. Analisis Item

Menurut Azwar (Sopariah, 2007: 59), ”analisis item adalah seleksi atau pemilihan item yang harus dibuktikan secara empiris”. Pada tahap ini, peneliti memilih item-item yang dianggap layak.

Pemilihan item-item yang layak menggunakan cara korelasi product-moment Pearson, agar dapat dilihat korelasi item-total kuesioner, yaitu konsistensi antara skor item dengan skor secara keseluruhan, yang dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi antara setiap item dengan skor keseluruhan. Rumusnya adalah sebagai berikut.

rxy = ∑ XY –(∑ X)(∑ Y) / n √ (∑ X2–(∑ X) 2/ n) (∑ Y2–(∑ Y)2 / n)

(Azwar, 2010: 19) Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y n = Banyaknya subjek

X = Skor item Y = Skor total

Korelasi item-total cenderung menghasilkan korelasi yang sedikit lebih tinggi karena item yang dikorelasikan berkorelasi dengan dirinya sendiri (Ihsan, 2009: 68). Untuk menghilangkan bias ini dibuatlah koreksi terhadap korelasi item-total atau corrected item-total correlation (Ihsan, 2009: 68).

Corrected item-total correlation adalah korelasi antara skor item dengan skor total dari sisa item yang lainnya, jadi skor item yang


(36)

dikorelasikan tidak termasuk di dalam skor total (Ihsan, 2009: 68). Item yang dipilih menjadi item final adalah item yang memiliki rix ≥ 0,30 (Ihsan, 2009: 69). Namun, sebagian ahli psikometri mengatakan bahwa jika jumlah item yang layak masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka batas kriteria dapat diturunkan dari 0,30 menjadi 0,20, tetapi tidak diperbolehkan untuk menurunkan batas kriteria di bawah 0,20 (Ihsan, 2009: 69).

Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan program SPSS 18.0, diketahui bahwa pada alat ukur kecemasan komunikasi (communication apprehension) terhadap teman sebaya, dari 38 item diperoleh 30 item yang dianggap layak dan 8 item yang tidak layak. Untuk lebih jelas, nomor-nomor item yang dibuang disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 3. 4

Nomor-nomor Item yang Tidak Layak

Alat Ukur Nomor Item yang Tidak Layak

Kecemasan Komunikasi

(Communication Apprehension) Terhadap Teman Sebaya

2,4,6,8,16,18,23,34

Dengan demikian, kisi-kisi (blue print) alat ukur kecemasan komunikasi (communication apprehension) terhadap teman sebaya setelah dilakukan analisis item disajikan pada tabel 3.5. Uraian hasil analisis item dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 3. 5

Blue Print Alat Ukur Kecemasan Komunikasi (Communication Apprehension) Terhadap Teman Sebaya

Variabel Indikator Item

Bobot

F %


(37)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

48

Komunikasi (Communication Apprehension) Terhadap Teman Sebaya

Pertemuan-pertemuan (meetings)

13,37

2 6,7 % Komunikasi Antar

Individu

5,7,9,10,11,12,14, 15,17,19,20,22,24, 26,27,28,29,30,31, 32,35

21 70 % Komunikasi

Kelompok

1,21,33,38

4 13,3 %

Jumlah 30 100%

2. Validitas Instrumen

Menurut Azwar (2010: 45), ”suatu instrumen dikatakan valid bila item-item dalam tes tersebut mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur”. Dengan kata lain, item-item yang ada dalam instrumen itu isinya harus relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur (Azwar, 2010).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan uji validitas konstruk. Uji validitas konstruk yang digunakan adalah teknik analisis faktor. Menurut Suryabrata (Arrini, 2012: 61), tujuan dari analisis faktor ini adalah (1) untuk mengetahui seberapa besar turunan masing-masing faktor dalam skala SKKM dalam bentuk persen; (2) untuk mengetahui item SKKM mana yang mendominasi faktor dalam skala SKKM; (3) untuk mengetahui varians total seluruh faktor yang merupakan angka kevalidan skala SKKM.

Adapun langkah-langkah dalam analisis faktor (Ihsan, 2009: 117) adalah 1) memilih variabel yang layak, 2) ekstraksi faktor, 3) rotasi faktor, dan 4) penamaan faktor. Berikut ini hasil uji analisis konstruk dengan menggunakan analisis faktor.

a. Memilih variabel yang layak

Dalam analisis faktor, setiap item yang akan diuji harus dianalisis terlebih dahulu, untuk mengetahui apakah item yang akan dianalisis


(38)

faktor itu layak atau tidak untuk dianalisis. Adapun metode statistik yang digunakan untuk mengukur kelayakan sebuah item untuk dianalisis faktor adalah KMO MSA (Keiser Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy), Bartlets Test dan Anti Image Correlation (Ihsan, 2009: 117).

Dalam analisis KMO MSA dan Bartlet’s Test, akan diketahui apakah item-item yang akan dianalisis faktor secara umum atau keseluruhan layak dianalisis (Ihsan, 2009: 117). KMO MSA menggunakan hipotesis sebagai berikut untuk menentukan apakah item-item layak dianalisis (Ihsan, 2009: 118):

 H0 = Item belum layak untuk dianalisis faktor

 H1 = Item sudah layak untuk dianalisis faktor Keterangan:

 H0 ditolak jika angka signifikansi ≤ 0.05

 H0 diterima jika angka signifikansi > 0,05

Untuk menentukan kelayakan item digunakan kriteria sebagai berikut.

Tabel 3. 6

Kategorisasi Nilai KMO

Nilai KMO Derajat varian umum

0,90 sampai 1,00 Bagus sekali

0,80 sampai 0,89 Bagus

0,70 sampai 0,79 Cukup sekali

0,60 sampai 0,69 Cukup

0,50 sampai 0,59 Jelek

0,00 sampai 0,49 Jangan difaktor Gebotys (Ihsan, 2009: 118)

Selanjutnya, untuk menentukan apakah setiap item yang akan dianalisis layak atau tidak bisa dilihat dari matriks Anti-Image Correlation (Ihsan, 2009: 118). Item yang memiliki korelasi Anti-Image ≥ 0,5 bisa dilanjutkan untuk dianalisis sedangkan item yang


(39)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

50

memiliki korelasi <0,5 harus dibuang dari analisis dan harus dilakukan uji KMO MSA ulang (Ihsan, 2009: 118).

Setiap item yang memenuhi kriteria dan dinilai layak berdasarkan hasil dari pengujian KMO MSA, Bartlets Test dan Anti Image Correlation, maka item-item tersebut dapat dianalisis lebih lanjut dalam analisis faktor. Berikut ini hasil pengujian KMO MSA, Bartlets Test dan Anti Image Correlation.

Tabel 3. 7

Nilai KMO dan Bartlett Skala Awal KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .316 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 871.100

df 435

Sig. .000

Pada tabel KMO dan Barlett’s Test bisa dilihat bahwa derajat KMO-MSA dari 30 item adalah 0,316 yang berarti bahwa data yang ada memiliki kategori jangan difaktor. Selain itu, dilihat dari matriks Image Correlation, terdapat 20 item yang memiliki korelasi Anti-Image kurang dari 0,5 sehingga item-item tersebut harus dibuang dari analisis dan harus dilakukan uji KMO MSA ulang. Namun, Barlett’s Test of Sepherity menunjukkan angka signifikan 0,000 sehingga Ho ditolak dan data yang ada berarti layak untuk dianalisis faktor.

Setelah dilakukan uji KMO MSA untuk kedua kalinya, diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 3. 8

Nilai KMO dan Bartlett Skala Kedua KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .724 Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 248.315

df 45


(40)

Pada tabel KMO dan Barlett’s Test bisa dilihat bahwa derajat KMO-MSA dari 10 item adalah 0,724 yang berarti bahwa data yang ada memiliki kategori cukup sekali untuk dianalisis faktor. Selain itu, Barlett’s Test of Sepherity juga menunjukkan angka signifikan 0,000 sehingga Ho ditolak dan data yang ada berarti layak untuk dianalisis faktor. Dilihat dari matriks Anti-Image Correlation, dapat diketahui bahwa 10 item yang ada memiliki indeks korelasi Anti-Image di atas 0,5 sehingga semua item dianggap layak untuk dianalisis faktor.

b. Ekstraksi Faktor

Analisis faktor eksploratori memiliki dua pendekatan umum, principal component analysis dan common factor analysis (Ihsan, 2009: 109). Principal component analysis digunakan utamanya untuk reduksi data yaitu mempersempit atau menyederhanakan jumlah banyak item menjadi satu, dua atau tiga item saja, sedangkan common factor analysis digunakan utamanya untuk eksploratori yaitu memahami hubungan-hubungan antara susunan variabel yang diukur dalam istilah-istilah variabel laten yang mendasari (Ihsan, 2009).

Dalam penelitian ini, peneliti bertujuan untuk eksploratori yaitu mengindentifikasi dimensi-dimensi sebagaimana yang dinilai oleh instrumen pengukuran (Ihsan, 2009). Oleh karena itu peneliti menggunakan teknik common factor analysis. Menurut Ihsan (2009: 122), prosedur eksploratori ini peneliti tidak memiliki pegangan berdasarkan pada sebuah teori atau sebuah penelitian terdahulu tentang komposisi dari subskala, maka analisis ini digunakan untuk meneliti variabel tersembunyi atau laten yang terdapat dalam skala untuk membantu konseptualisasi. Berikut ini hasil perhitungan ekstraksi faktor.

Tabel 3. 9

Ekstraksi Faktor Skala Factor Matrixa


(41)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

52

Factor

1 2

ITEM07 .735 -.332

ITEM12 .732 .232

ITEM13 .566 .298

ITEM17 .764 -.366

ITEM21 .166 .800

ITEM22 .764 -.243

ITEM24 .820 -.061

ITEM25 .735 .509

ITEM26 .905 .077

ITEM31 .869 -.180

Extraction Method: Unweighted Least Squares.

a. 2 factors extracted. 4 iterations required.

Berdasarkan hasil perhitungan ekstraksi faktor di atas terlihat bahwa hampir semua muatan faktornya lebih besar dari 0,600 sehingga analisis faktor ini dianggap cukup reliabel. Selain itu, pengelompokan item pun sudah dapat dilakukan karena semua item memiliki muatan faktor (factor loading) yang terbesar pada salah satu faktor saja. Namun, biasanya keadaan ini akan berubah jika dilakukan rotasi faktor.

c. Rotasi Faktor

Untuk perhitungan rotasi faktor, penelitian ini menggunakan metode rotasi oblique, karena peneliti bertujuan untuk eksploratori yaitu untuk memperoleh beberapa faktor atau konstrak yang secara teoritis memiliki arti (Hair, Anderson, Tatham, Black dalam Ihsan, 2009: 111). Berikut ini perhitungan rotasi faktor.

Tabel 3. 10 Rotasi Faktor Skala

Structure Matrix

Factor

1 2

ITEM07 .790 .048


(42)

ITEM13 .486 .527

ITEM17 .826 .032

ITEM21 -.015 .785

ITEM22 .799 .140

ITEM24 .813 .327

ITEM25 .604 .793

ITEM26 .866 .489

ITEM31 .887 .245

Extraction Method: Unweighted Least Squares.

Rotation Method: Oblimin with Kaiser Normalization.

Berdasarkan perhitungan rotasi faktor di atas, terlihat bahwa terjadi perubahan besaran muatan faktor pada item 13 dan 25 yang membuat keduanya masuk ke dalam faktor kedua daripada faktor pertama. Sedangkan muatan faktor pada item 7, 12, 17, 22, 24, 26 dan 31 tetap memiliki muatan faktor yang lebih besar di faktor pertama sehingga ketujuh item tersebut masuk faktor pertama. Selain itu, muatan faktor pada item 21 pun tetap memiliki muatan faktor yang lebih besar di faktor kedua sehingga item tersebut tetap masuk faktor kedua.

Dari hasil rotasi oblique ini dapat dijelaskan seberapa besar kaitan antara sebuah item dengan faktor-faktor atau dimensi-dimensi atau variabel laten. Misalnya, item 13 dan 25 memiliki muatan faktor sebesar 0,527 dan 0,793 dalam faktor kedua sehingga kedua item ini masuk dalam dimensi kedua dalam skala ini. Meskipun demikian, jika dikaitkan dengan faktor atau dimensi pertama kedua item ini memiliki korelasi yang cukup kuat yaitu sebesar 0,486 dan 0,604. Artinya, dimensi pertama dengan dimensi kedua memiliki korelasi yang cukup kuat.

d. Total Variance Explained

Tabel 3. 11


(43)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

54

Factor

Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings

Rotation Sums of Squared Loadingsa Total % of Variance Cumulative

% Total

% of Variance

Cumulative

% Total

d i m e n s i o n 0

1 5.679 56.791 56.791 5.377 53.773 53.773 5.182

2 1.716 17.159 73.950 1.387 13.874 67.646 2.251

3 .679 6.787 80.737

4 .518 5.179 85.916

5 .452 4.521 90.437

6 .395 3.947 94.383

7 .240 2.397 96.781

8 .187 1.869 98.650

9 .100 1.001 99.651

10 .035 .349 100.000

Extraction Method: Unweighted Least Squares.

a. When factors are correlated, sums of squared loadings cannot be added to obtain a total variance.

Berdasarkan hasil Total Variance Explained dari metode ekstraksi unweighted least square, diketahui nilai varians dari faktor pertama sebesar53,773 % dan varians faktor kedua sebesar13,874 %. Nilai varians total skala akhir sebesar 67,646 %. Artinya, variansi total yang dapat dijelaskan oleh faktor dalam menjelaskan skala akhir adalah sebesar 67,646 % dan 32,354 % tidak dapat dijelaskan oleh faktor tersebut. Dengan demikian, faktor-faktor dalam skala ini mencerminkan variansi umum mencakup 67,646 %, sedangkan sisanya berupa varians khusus dan varians eror.

Menurut Guilford (Ihsan, 2009: 125), “sebuah alat ukur dianggap valid jika memiliki tingkat varian ≥ 60%. Di sini dapat dilihat bahwa varian yang dijelaskan dari metode ini lebih besar dari 60%, sehingga dapat dijadikan pembuktian bahwa data yang dianalisis faktor ini cukup signifikan validitasnya.


(44)

Dari analisis sebelumnya telah diketahui bahwa ada dua faktor yang muncul. Faktor yang pertama terdiri dari item 7, 12, 17, 22, 24, 26 dan 31. Faktor kedua terdiri dari item 13, 21 dan 25. Item-item dalam faktor pertama adalah kecemasan dalam berbicara terhadap individu lain, sedangkan item-item dalam faktor kedua adalah kecemasan dalam berbicara di hadapan sekelompok orang. Pengelompokan dan penamaan faktor dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. 12

Pengelompokan dan Penamaan Faktor Skala

Dimensi Nama Dimensi Item Jumlah Item

1. Kecemasan dalam

berbicara terhadap individu lain

1. Saya malu menyapa teman di luar kelas. 2. Saya merasa tidak

percaya diri untuk berbicara ketika teman sudah mengacuhkan cerita saya.

3. Saya takut dianggap bodoh jika menanyakan kepada teman mengenai materi pelajaran yang tidak saya mengerti. 4. Saya merasa kesulitan

mendapat teman karena

ragu dengan

kemampuan komunikasi saya.

5. Saya malu meminta tolong kepada siapapun ketika mengalami kesulitan.

6. Saya takut tidak sepaham dengan teman

ketika sedang

mengobrol.

7. Saya merasa kesulitan

untuk memulai

pembicaraan dengan teman.

7

2. Kecemasan dalam

berbicara di hadapan sekelompok orang

1. Saya khawatir

ditertawakan teman-teman ketika bertanya di dalam forum diskusi atau rapat.

2. Saya khawatir ide saya berlawanan dengan


(45)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

56

teman saat berdiskusi. 3. Saya merasa tidak

pantas untuk berbicara di depan kelas.

Total 10

3. Reliabilitas Instrumen

Menurut Suherman (Umbara, 2012: 46), ”suatu instrumen dikatakan reliabel, jika hasil evaluasi dari instrumen tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama”. Dengan melakukan uji reliabilitas, sebuah alat tes dapat diketahui apakah memiliki reliabilitas tinggi, sedang, atau rendah, dilihat dari nilai koefisien reliabilitasnya (Azwar, 2011).

Untuk menghitung koefisien reliabilitas, dalam penelitian ini digunakan prinsip konsistensi internal (internal consistency), yaitu pengujian akan konsistensi antar bagian atau konsistensi antar item dalam tes (Azwar, 2011). Dalam hal ini, reliabel berarti tingginya konsistensi di antara komponen-komponen yang membentuk tes secara keseluruhan (Azwar, 2011: 43). Rumus yang dipakai adalah rumus koefisien Alpha Cronbach, karena koefisien alpha dapat menghasilkan estimasi reliabilitas yang cermat meskipun belahan-belahan tes yang diperoleh tidak memenuhi asumsi pararel (Azwar, 2010: 75). Rumus koefisien Alpha Cronbach adalah sebagai berikut.

rxx’ = α = n 1 - ∑Vi

n - 1 Vt (Ihsan, 2009: 104) Keterangan:

α = Koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach n = Banyaknya bagian (potongan tes)

Vi = Varians tes bagian yang panjangnya tidak ditentukan Vt = Varians skor total (perolehan)


(46)

Adapun kriteria reliabilitas dikategorikan berdasarkan kriteria yang dibuat oleh Guilford (Sopariah, 2007: 66), yaitu sebagai berikut.

Tabel 3. 13

Kriteria Reliabilitas Guilford

Derajat Reliabilitas Interpretasi

0,90 ≤ α≤ 1,00 Sangat tinggi

0,70 ≤ α≤ 0,90 Tinggi

0,40 ≤ α≤ 0,70 Sedang

0,20 ≤ α ≤ 0,40 Rendah

α ≤ 0,20 Sangat rendah

Berdasarkan hasil perhitungan dengan bantuan program SPSS 18.0, diperoleh hasil koefisien reliabilitas kecemasan komunikasi (communication apprehension) terhadap teman sebaya sebesar 0,855.

Tabel 3. 14

Koefisien Reliabilitas Alat Ukur Kecemasan Komunikasi (Communication Apprehension) Terhadap Teman Sebaya

Reliability Statistics

Cronbach's

Alpha N of Items

.855 10

Karena nilai yang diperoleh di atas 0,70 maka dapat disimpulkan bahwa reliabilitas instrumen variabel kecemasan komunikasi (communication apprehension) terhadap teman sebaya dikategorikan tinggi dan dapat diterima untuk dianalisis secara lebih lanjut.

4. Kategorisasi Skala

Menurut Azwar (2012: 147), ”kategorisasi merupakan usaha untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang posisinya berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur”. Dengan demikian, kategorisasi skala ini bersifat relatif, dengan syarat selama


(47)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

58

penempatan itu berada dalam batas wajar dan dapat diterima akal sehat (Azwar, 2012).

Pada variabel kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya ini, data dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah, yang kemudian digunakan sebagai norma dalam pengelompokan skor sampel berdasarkan norma kelompoknya. Berikut ini kategorisasi skala yang digunakan.

Tabel 3. 15 Kategorisasi Skala

Rentang Skor Kategori

T > +1 Tinggi

– 1≤ T≤ +1 Sedang

T < – 1 Rendah

(Ihsan, 2009: 77)

Penyusunan norma dilakukan dengan cara mengkonversikan skor mentah menjadi skor baku T. Skor baku inilah yang digunakan dalam interpretasi. Adapun rumus skor baku T, adalah sebagai berikut.

(Ihsan, 2009: 76)

Berikut ini norma untuk skor kecemasan komunikasi (communication apprehension) terhadap teman sebaya. Perhitungan yang diperoleh dari sampel atau populasi, rata-rata baku ()= 50 dan deviasi standar baku ()= 10 (Ihsan, 2009: 77).

Tabel 3. 16

Kategorisasi Skor Kecemasan Komunikasi

(Communication Apprehension) Terhadap Teman Sebaya

Kategori Kalkulasi Norma Norma

50 (10

)


(48)

Tinggi T > +1 T > 60 Sedang – 1≤ T≤ +1 40 ≤ T≤ 60 Rendah T < – 1 T < 40

D. PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

1. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Skor Pretest Posttest a. Uji Friedman

Untuk membandingkan hasil tiga pretest dan tiga posttest yang saling berhubungan, maka data dianalisis menggunakan uji Friedman. Hal ini dikarenakan data yang dianalisis adalah data ordinal dan karena jumlah sampel yang sedikit (Tn, 2011).

Adapun rumus uji Friedman (Tn, 2008) adalah sebagai berikut.

    k i k n Ri k nk F 1 2 ) 1 ( 3 ) 1 ( 12 Keterangan :

F = Nilai Friedman dari hasil perhitungan Ri = Jumlah rank dari kategori/perlakuan ke i k = Banyaknya kategori/perlakuan (i=1,2,3,……,k) n = Jumlah pasangan atau kelompok

Sedangkan kriteria penerimaan Ho (Tn, 2008) adalah sebagai berikut.

 Jika F < X2(0,05:db=(k-1), maka Ho diterima (P > 0,05)

b. Uji Wilcoxon Signed Rank Test

Setelah semua data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data dan analisis dengan menggunakan statistik nonparametrik, dikarenakan jumlah sampel yang terbatas (Reksoatmodjo, 2007). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Natawidjaya (Umbara, 2012: 52) bahwa, kadang-kadang kita melakukan penelitian dengan menggunakan sampel terbatas jumlahnya, sehingga tidak dapat


(49)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak Berbakat Terhadap Teman Sebaya

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

60

menggunakan pengolahan data statistik parametrik. Oleh karena itu, dikembangkan pengolahan data dengan statistik nonparametrik.

Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank Test, karena uji ini dapat dipergunakan untuk penelitian yang datanya berpasangan dengan sampel terbatas (Umbara, 2012: 52). Dalam penelitian ini, uji Wilcoxon Signed Rank Test dilakukan dengan menggunakan bantuan SPSS 18.0.

Adapun kriteria pengujian hipotesis (Tn, 2011) adalah sebagai berikut.

 Ho ditolak, jika |S-RS| ≥ CV

 Ho ditolak, jika nilai asymp sig ≤ 0,05 Keterangan:

|S-RS| = Sum of Rank terkecil - Sum of Rank terbesar CV = Closest Value in Wilcoxon Table

Sedangkan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut.

 Ho: Tidak terdapat pengaruh teknik cooperative learning dalam menurunkan kecemasan komunikasi terhadap teman sebaya pada siswa berbakat kelas XII di SMAN 3 Kota Sukabumi.

 H1: Terdapat pengaruh teknik cooperative learning dalam menurunkan kecemasan komunikasi terhadap teman sebaya pada siswa berbakat kelas XII di SMAN 3 Kota Sukabumi.

2. Analisis Indeks Gain

Untuk melihat seberapa besar penurunan kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebaya, maka dilakukan perhitungan terhadap skor gain. Richard Hake (Suriadi dalam Umbara, 2012: 54) membuat formula gain ternormalisasi (normalized gain), yaitu proporsi antara gain aktual (posttest-pretest) dengan gain maksimal yang dapat dicapai.


(50)

Dalam penelitian ini, rumus yang digunakan adalah rumus indeks gain menurut Meltzer (Saptuju dalam Umbara, 2012: 54), yaitu:

Indeks Gain = Posttest - Pretest

Skor Maksimum Ideal – Pretest

Selanjutnya indeks gain diinterpretasikan berdasarkan kriteria menurut Hake (Saptuju dalam Umbara, 2012: 54), yaitu:

Tabel 3. 17

Kriteria Indeks Gain Hake

Indeks Gain (g) Kriteria

g > -0,7 Tinggi

-0,3 < g ≤ -0,7 Sedang

g ≤ -0,3 Rendah

3. Uji Korelasi

Untuk mengetahui derajat hubungan antara hasil sebelum diberikan teknik cooperative learning (pretest) dengan hasil setelah diberikan teknik cooperative learning (posttest), maka peneliti melakukan uji korelasi. Adapun tujuan dilakukannya uji korelasi ini adalah untuk mengetahui bagaimana validitas internal (internal validity) hasil penelitian ini dan mengetahui seberapa besar potensi eror yang kemungkinan terjadi dalam eksperimen ini (Christensen, 1988).

Dalam penelitian ini, uji korelasi dilakukan dengan menggunakan Spearman’s Rank Correlation Coefficient. Spearman’s Rank adalah ukuran kedekatan asosiasi antara dua variabel ordinal (Reksoatmodjo, 2007: 151). Spearman’s Rank juga merupakan salah satu pendekatan konsistensi internal. Penggunaan pendekatan konsistensi internal ini dimaksudkan untuk menghindari masalah yang muncul pada pendekatan tes ulang dan pendekatan bentuk pararel (Azwar, 2010).

Adapun rumus Spearman’s Rank (Reksoatmodjo, 2007: 152) adalah sebagai berikut.


(1)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak 84

5. Berdasarkan hasil penelitian ini juga terlihat jelas bahwa meskipun teknik cooperative learning memberikan pengaruh yang positif terhadap penurunan kecemasan komunikasi anak berbakat terhadap teman sebayanya, namun faktor internal seperti kepribadian anak berbakat, persepsi mereka terhadap kerjasama dan kebiasaan cara belajar mereka juga sangat mempengaruhi seberapa besar penurunan kecemasan komunikasi yang terjadi pada anak berbakat setelah treatment diberikan.

B. REKOMENDASI 1. Bagi Pihak Sekolah

Pihak sekolah diharapkan dapat menggunakan teknik cooperative learning sebagai salah satu alternatif atau cara untuk mengurangi kecemasan berkomunikasi terhadap teman sebaya pada anak berbakat. 2. Bagi Orang Tua

Para orang tua, terutama orang tua yang memiliki anak berbakat, diharapkan dapat mendidik anaknya dengan cara menumbuhkan keaktifan anak dalam berkomunikasi dengan keluarganya. Orang tua hanya berperan sebagai fasilitator. Misalnya, selalu memberikan kesempatan kepada anak untuk mengeluarkan pendapatnya dan memberikan kritik yang positif kepada orang lain ketika diadakan rapat keluarga, mengajak anak untuk berdiskusi dan berbagi ide dengan keluarga mengenai suatu permasalahan yang ada. Selain itu, para orang tua juga diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak sekolah dalam mendidik anak mereka, dalam rangka memberikan intervensi yang relevan untuk memenuhi kebutuhan emosional dan sosial mereka.

3. Bagi Siswa atau Anak Berbakat

Para siswa atau anak berbakat, diharapkan dapat bekerja sama dengan teman kelompoknya dan memberikan partisipasinya dengan baik dalam kelompoknya, setiap diterapkan teknik cooperative learning pada mata pelajaran yang sedang mereka pelajari, agar manfaat dari diterapkannya teknik cooperative learning dapat mereka peroleh. Dengan


(2)

85

demikian, bagi anak berbakat ataupun siswa yang mengalami kecemasan berkomunikasi terhadap teman sebayanya, mereka mampu menurunkan kecemasannya tersebut, sehingga mereka pun dapat berkomunikasi terhadap teman sebayanya dengan baik.

4. Bagi Penelitian Selanjutnya

Dalam penelitian ini, masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan, diantaranya proses validitas konstruk yang hanya mencapai kategori cukup valid, hal ini menandakan bahwa skala kecemasan komunikasi terhadap teman sebaya masih bisa ditingkatkan atau diperbaiki lagi. Namun, dengan segala keterbatasannya, skala ini dapat dikatakan alat ukur yang baku yang telah dilakukan oleh peneliti pemula dan juga telah melalui beberapa proses pembakuan. Oleh karena itu, peneliti berharap untuk penelitian selanjutnya mengenai kecemasan komunikasi terhadap teman sebaya dapat lebih meningkatkan validitas konstruk alat ukur dari cukup valid menjadi valid untuk semakin menguatkan skala kecemasan komunikasi terhadap teman sebaya.

Di samping itu, validitas eksternal hasil penelitian ini kurang maksimal karena tidak adanya kelompok pembanding, sehingga peneliti berharap untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan desain eksperimen yang terdapat kelompok pembanding (kelompok kontrol), teknik cooperative learning yang digunakan sebagai treatment lebih beragam, dan guru yang memberikan treatment pun memiliki kemampuan yang beragam.


(3)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak 86 DAFTAR PUSTAKA

Amini, M. (2005). Identifying Stressors and Reactions to Stressors in Gifted and

Non-gifted Students. [Online]. Tersedia:

ehlt.flinders.edu.au/education/iej/articles/V6n2/Amini/paper.pdf [5 Maret 2012].

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Arini, Y. (2009). Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) dan Aplikasinya sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran. [Online]. Tersedia: http://yusti-arini.blogspot.com/2009/08/model-pembelajaran-kooperatif.html [27 Februari 2012].

Arrini, Y. (2012). Pengembangan Alat Ukur Kecemasan Komunikasi Mahasiswa. Skripsi pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.

Azwar, S. (2012). Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2011). Dasar-dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baron, R. A. & Byrne, D. (2005). Psikologi Sosial Jilid 2 Edisi Kesepuluh. Jakarta: Erlangga.

Burgoon, M. (1982). Communication Yearbook 6. California: SAGE Publications. Butler, J., Pryor, B. & Marti, S. (2004). “Communication Apprehension and

Honors Student”. North American Journal of Psychology. Vol.6, No. 2. 293 – 296.

Calhoun, J. F & Acocella, J. R. (1995). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan Edisi Ketiga. Semarang: IKIP Semarang Press. Christensen, L. B. (1988). Experimental Methodology Fourth Edition. USA:

Allyn and Bacon, Inc.

Duxbury, J.G. & Tsai L.L. (2010). The Effects of Cooperative Learning on Foreign Language Anxiety: A Comparative Study of Taiwanese and American Universities. [Online]. Tersedia: e-iji.net/dosyalar/iji_2010_1_1.pdf [27 Februari 2012].


(4)

Emildadiany, N. (2008). Cooperative Learning- Teknik Jigsaw. [Online]. Tersedia: http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/07/31/cooperative-learning-teknik-jigsaw/ [1 Oktober 2012].

Gillani, S.W. et al. (2010). “Does Communication Apprehension Reflect Learning

Style; A Population Based Survey Among Malaysian Students”. Technics

Technologies Education Management.

Gümüş, A.. E, & Geçer, A. K (2008). “Developing a scale for communication apprehension with lecturers”. Egitim Arastirmalari-Eurasian Journal of Educational Research. 31, 55-74.

Hawadi, R. A. (2006). Akselerasi A – Z Informasi Program Percepatan Belajar dan Anak Berbakat Intelektual. Jakarta: PT. Grasindo.

Hijzen, D., Boekaerts, M. & Vedder P. (2006). The Relationship between The Quality of Cooperative Learning, Student’s Goal Preferences, and Perceptions of Contextual Factors in The Classroom. [Online]. Tersedia: https://openaccess.leidenuniv.nl/bitstream/handle/1887/16655/SJOP2006.p df?sequence=2 [27 Februari 2012].

Hoogeveen, L., Van Hell. J. G. & Verhoeven, L. (2011). Social-Emotional Characteristics of Gifted Accelerated and Non-Accelerated Students in

The Netherlands. [Online]. Tersedia:

onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.2044-8279.2011.02047.x/abstract [5 Maret 2012].

Hurlock, E. B. (1992). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Ihsan, H. (2009). Metode Skala Psikologi. Bahan Ajar Mata Kuliah Penyusunan Skala Psikologi Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: tidak diterbitkan.

Indiyani, N. E. & Listiara A. (2006). “Efektivitas Metode Pembelajaran Gotong Royong (Cooperative Learning) untuk Menurunkan Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Pelajaran Matematika (Suatu Studi Eksperimental pada Siswa di SMP 26 Semarang)”. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro

Vol.3 No. 1. [Online]. Tersedia:

journal.lib.unair.ac.id/index.php/JIMP/article/download/668/668. [18 Oktober 2012].

Kirby, A. & Townsend, M. (2011). Conversations With Accelerated and Non-Accelerated Gifted Students. [Online]. Tersedia: www.giftedchildren.org.nz/apex/v14no1art02.php [5 Maret 2012].


(5)

Eneng Nur Alawiyah, 2013

Pengaruh Teknik Cooperative Learning Dalam Menurunkan Kecemasan Komunikasi Anak 88 Kostogianni, N. & Andronikof, A. (2009). Self-Esteem, Self-Centredness, and Social-Emotional Adjustment of Gifted Children and Adolescents. [Online]. Tersedia: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19853713 [5 Maret 2012].

Latipun. (2006). Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press – Universitas Muhammadiyah Malang.

Maulana, T. (2009). Hubungan antara Persepsi tentang Dukungan Sosial dengan Keterbukaan Diri Remaja Akhir. Skripsi pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.

Ormrod, J. E. (2008). Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang, Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Reksoatmodjo, T, N. (2007). Statistika untuk Psikologi dan Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.

Rosenfeld, L. B., Grant III C. H. & McCroskey J. C. (Tt). Communication Apprehension and Self-Perceived Communication Competence of Academically Gifted Students. [Online]. Tersedia: www.jamescmccroskey.com/.../161.pdf. [18 Oktober 2012].

Semiawan, C. (2008). Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Slavin, R. E. (2008). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Solihatin, E. & Raharjo. (2011). Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS.

Somantri, H. T. S. (1996). Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidik Tenaga Guru.

Sopariah, E. (2007). Hubungan Sikap Proaktivitas Remaja terhadap Penyesuaian Sosial di Lingkungan Sekolah. Skripsi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung: tidak diterbitkan.

Susetyo, B. (2012). Validitas. Power Point Bahan Ajar Mata Kuliah Konstruksi Tes Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia. [11 Juni 2012]. Tn. (2011). Uji Friedman (Uji Beda > 2 Related Sample). [Online]. Tersedia:

http://teorionline.wordpress.com/2011/08/23/uji-friedman-uji-beda-2-related-sample/ [18 Oktober 2012].


(6)

Tn. (2011). Wilcoxon Signed-Rank Test in SPSS. [Online]. Tersedia:

http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2011/12/Panduan-Lengkap-Menguasai-Statistik-dengan-SPSS-17.pdf [31 Januari 2013]. Tn. (2011). Analisis Tabulasi Silang (Crosstab). [Online]. Tersedia:

http://idtesis.com/analisis-tabulasi-silang-crosstab/ [31 Januari 2013]. Tn. (2008). Statistika Nonparametrika. [Online]. Tersedia:

staff.unud.ac.id/~sampurna/wp.../08/statistika-nonparametrika.doc [18 Oktober 2012].

Umbara, T. N. (2012). Penerapan Model Pembelajaran Van Hiele dalam Peningkatan Pemahaman Konsep Geometri Siswa Tunanetra. Skripsi pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Bandung: tidak diterbitkan.

Wahjudi, S. (2009). ”Tingkat dan Faktor-faktor Kecemasan Komunikasi Mahasiswa dengan Dosen”. UBM Press Vol.3 No. 1. [Online]. Tersedia: isjd.lipi.go.id/admin/jurnal/31094765_1907-7413.pdf . [12 Oktober 2012]. Yulindrasari, H. (2011). Konsep Dasar Eksperimen Psikologi. Power Point Bahan Ajar Mata Kuliah Psikologi Eksperimen Jurusan Psikologi Universitas Pendidikan Indonesia. [1 Oktober 2011].