FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG : Kajian Semantik Kognitif.

(1)

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

(Kajian Semantik Kognitif) SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra

oleh Sipa Setiapani NIM 1100799

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DEPARTEMEN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2015


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Fenomena Penggunaan Nama-nama Unik pada Makanan di Bandung (Kajian Semantik Kognitif)” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan tersebut, saya siap untuk menanggung resiko/sanksi apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Juli 2015 Yang Membuat Pernyataan


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANANDI BANDUNG

(KAJIAN SEMANTIK KOGNITIF) oleh

Sipa Setiapani NIM 1100799

disetujui dan disahkan oleh:

Pembimbing I

Dr. Hj. Nuny Sulistiany, M.Pd. NIP 196707151991032001

Pembimbing II

Drs. Encep Kusumah, M.Pd. NIP 196502101991121001

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Dr. Dadang S. Anshori, M.Si. NIP 197204031999031002


(4)

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

(Kajian Semantik Kognitif)

Sipa Setiapani 1100799

Penelitian ini mengkaji perihal nama pada makanan. Namun, bukan nama-nama yang biasa, melainkan nama-nama-nama-nama yang tidak lazim digunakan. Biasanya, dalam menamai makanan, penggagas produk-produk makanan memberi nama makanannya berbeda-beda. Ada yang menambahkan nama pemiliknya, seperti

ayam Ny. Suharti. Ada juga yang menambahkan tempat penjualan, seperti ayam goreng dan burung dara pahlawan. Ada juga nama makanan yang ditambahkan

daerah asal makanan tersebut, seperti soto madura. Namun, saat ini banyak ditemukan nama-nama makanan yang tidak lazim, seperti ayam berengsek, mie

mewek, oseng setan, sambal iblis, teri buto ijo, bebek perawan. Penempelan

nama-nama tersebut tentu tidak sembarangan, ada alasan mengapa dipilih penamaan seperti itu. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kategori satuan gramatik, makna kognitif, dan skema imej penutur terhadap nama-nama unik makanan tersebut. Untuk menjawab masalah tersebut, tahap pengumpulan data dimulai dengan mencatat leksikon nama-nama unik makanan yang diperoleh dari daftar menu makanan, internet, papan menu makanan, dan spanduk makanan yang terdapat di Bandung. Kemudian, peneliti meminta bantuan kepada responden yang berjumlah 50 orang untuk mengetahui pendapat mereka terkait nama-nama unik pada makanan yang terdapat di Bandung. Kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dari 70 leksikon, hampir semua nama-nama unik pada makanan merupakan kata majemuk karena menimbulkan makna baru. Makna baru tersebut menunjukkan bahwa makna yang terkandung dalam nama-nama makanan mengalami perubahan dari makna sebelumnya (makna leksikalnya). Dari 70 nama-nama unik makanan, leksikon penanda makna pedas paling banyak ditemukan, yakni 16 leksikon. Selanjutnya, imej penutur ketika memberikan pendapatnya cenderung pada rasa. Terdapat 37.14 % berdasarkan rasa, 2.85% berdasarkan bahan, 12.85 % berdasarkan warna, 14.28 % berdasarkan tampilan, 11.42 % berdasarkan bentuk, 5.17 % berdasarkan ukuran, 7.14 % berdasarkan porsi, 4.28 % berdasarkan proses (pembuatan), 1.42 % berdasarkan cara (makan), dan 2.85 % berdasarkan waktu (penjualan).


(5)

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

(Kajian Semantik Kognitif)

Sipa Setiapani 1100799

This study examines about names in food. Name of the food that researched not the name of the usual, but the names of being unorthodox. Usually, in naming the food, the originator of food products giving the name of the food different. There are adding the name of their owners, such as Ny. Suharti. There are also adding place sales, such as ayam goreng and burung dara pahlawan. There are also the name of food that is added the places of origin of the food, such as soto madura. At present there are many found the names of the food that is not prevalent, such as ayam berengsek, mie mewek, oseng setan, sambal iblis, teri buto ijo, bebek

perawan. Pasting names is certainly not haphazardly, there are reasons why

chosen naming like that. This study aims to explain a unit of gramatik category, cognitive meaning, and the scheme image against the names unique of the food. To answer the problem, data collection phase begins by noting the names unique of the food obtained from a list of food menu, the internet, food menu boards, and food banners that were in Bandung. Next, researchers asked for help from respondents which totaled 50 people to know the opinion concerning names unique of the food that was found in Bandung. The study used a qualitative approach with descriptive method. The findings in this research shows that from 70 lexicon, almost all the names of unique in the food is a compound word or kompositum because of inflicting new meaning. New meaning indicated that the meaning of contained in the names of food has changed from meaning earlier (lexical meaning). From 70 lexicon names unique of the food, lexicon marker meaning spicy most numerous found, namely 16. Next, scheme image when speakers tended to give his opinion in taste. There are 37.14% based on taste, 2.85% based on material, 12.85 % based on color, 14.28 % based on look, 11.42 % based on the form, 5.17 % based on size, 7.14 % based on portion, 4.28 % based on process of making, 1.42 % based on consuming manner, and 2.85 % based on the time the sale.


(6)

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK... ... vi

DAFTAR ISI... ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Masalah Penelitian... 5

1. Pengidentifikasian Masalah ... 5

2. Pembatasan masalah... 5

3. Perumusan masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Struktur Organisasi Skripsi ... 6

BAB II TELAAH KEPUSTAKAAN, IKHWAL SKEMA IMEJ DALAM SEMANTIK KOGNITIF, MAKNA KOGNITIF, DAN KATEGORI SATUAN GRAMATIK ... 7

A. Telaah Kepustakaan ... 7

B. Landasan Teoretis ... 8

1. Ihwal Skema Imej dalam Semantik Kognitif ... 8

2. Makna Kognitif ... 15

3. Kategori Satuan Gramatikal ... 17


(7)

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

A. Desain Penelitian... 24

B. Metode Penelitian ... 26

C. Data dan Sumber Data ... 26

1. Data ... 26

2. Sumber Data ... 27

D. Definisi Operasional ... 27

E. Instrumen Penelitian ... 27

F. Prosedur Penelitian ... 28

G. Teknik Pengumpulan Data ... 29

H. Teknik Analisis Data ... 29

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Deskripsi Data Nama-nama Unik Makanan di Bandung ... 31

B. Temuan Penelitian Nama-nama Unik pada Makanan di Bandung ... 34

1. Kategori Satuan Gramatik dari Nama-nama Unik pada Makanan di Bandung ... 34

2. Makna Kognitif dari Nama-nama Unik Makanan di Bandung ... 71

3. Skema Imej Penutur terhadap Nama-nama Unik pada Makanan di Bandung ... 107

C. Pembahasan Satuan Gramatik, Makna Kognitif, dan Skema Imej Nama-nama Unik Makanan ... 179

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 184

A. Simpulan ... 184

B. Saran... 185

DAFTAR PUSTAKA ... 186

RIWAYAT HIDUP ... 204


(8)

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan latar belakang masalah, masalah penelitian yang meliputi pengidentifikasian masalahah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi penelitian. Adapun uraiannya sebagai berikut.

A. Latar Belakang Masalah

Nama merupakan kata yang menjadi label bagi setiap makhluk, benda, aktivitas, dan peristiwa di dunia ini dan nama muncul dalam kehidupan manusia yang kompleks dan beragam (Darheni, 2010, hlm. 55).Sementara itu, nama merupakan simbolisasi dari adanya usaha manusia untuk mengenali dan memahami segala sesuatu yang kompleks dan beragam tersebut (Sudana, dkk, 2012). Artinya, kemampuan manusia dalam menguasai nama-nama tertentu merupakan simbol penguasaan manusia terhadap ranah pengetahuan tertentu (Sudana, 2012) termasuk dalam menamai makanan.

Dalam menamai makanan, penggagas produk-produk makanan memberi nama makanannya berbeda-beda. Ada yang menambahkan nama pemiliknya, seperti ayam Ny. Suharti. Ada juga yang menambahkan tempat penjualan, seperti

ayam goreng dan burung dara pahlawan. Ada juga nama makanan yang

ditambahkan daerah asal makanan tersebut, seperti soto madura, soto lamongan,

bubur manado, tahu sumedang. Penempelan nama-nama tersebut tentu tidak

sembarangan, ada alasan mengapa dipilih penamaan seperti itu.

Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk mengkaji makanan dari segi namanya. Namun, nama yang peneliti kaji bukan nama makanan yang biasa seperti contoh-contoh di atas, melainkan nama-nama yang unik pada makanan, seperti ayam brengsek di Ciwidey, nasi goreng kuburan di Dago, baso merapi di jalan Pahlawan, nasi kalong di jalan Riau, ayam kesatria sakti di Dipatiukur, tutut

cape hati di jalan Emong, nasi goreng kuntilanak di Dago.

Penamaan-penamaan seperti di atas banyak ditemukan. Oleh karena itu, dengan penelitian ini, peneliti ingin mengkaji makna di balik penamaan tersebut.


(9)

2

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Seperti yang telah diketahui bahwa orang-orang tentu memiliki kreativitas tersendiri dalam menangani kehidupan ini. Contohnya, seperti para penjual makanan yang memvisualkan pemikirannya lewat nama produk yang dihasilkannya (dalam bentuk bahasa) karena bahasa itu dinamis dan arbitrer. Bahasa juga merupakan produk manusia yang lahir berdasarkan pengalaman hidup dari manusia itu sendiri.

Mengapa penamaan-penamaan seperti itu bisa terjadi? Semua ini karena bahasa adalah produk budaya dan sekaligus wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa yang bersangkutan (Chaer, 2009, hlm. 5-6). Kemudian, Chaer memaparkan bahwa dalam bahasa yang penuturnya terdiri dari kelompok-kelompok yang mewakili latar belakang budaya, pandangan hidup, dan status sosial yang berbeda, maka makna sebuah kata bisa menjadi berbeda atau memiliki nuansa makna yang berlainan.

Dalam mengungkapkan makna di balik nama-nama tersebut, semantik kognitif dijadikan pilihan dalam pengkajian penelitian ini. Semantik merupakan salah satu cabang dari linguistik yang mempelajari makna. Katz (dalam Sitaresmi dan Fasya, 2011, hlm. 1) menyebutkan bahwa semantik adalah studi tentang makna bahasa.

Menurut Djajasudarma (2013, hlm. 11), makna kognitif adalah makna yang menunjukkan adanya hubungan antara konsep dengan dunia kenyataan. Menurut Pateda (2001, hlm. 109), makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponennya. Ia mencontohkan kata pohon bermakna ‘tumbuhan yang berbatang keras dan besar’. Jika orang berkata pohon, terbayang pada kita pohon yang selama ini kita kenal. Ia juga menjelaskan bahwa makna kognitif lebih berhubungan dengan dengan pemikiran kata tentang sesuatu. Dari pengertian kognitif tersebut, dapat dikatakan bahwa makna suatu kata dapat diketahui dari acuan atau referensinya. Makna suatu kata dapat berbeda atau berlainan sesuai dengan acuannya.

Semantik kognitif merupakan cabang dari linguistik kognitif. Kognitivisme mengacu pada teori linguistik yang berdasar pada pandangan


(10)

3

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tradisional tentang arah hubungan sebab akibat antara bahasa dan pikiran (Lyons dalam Subuki, 2006). Kognitivisme merupakan bagian dari linguistik fungsional yang menawarkan prinsip yang sangat berbeda dari linguistik formal dalam memandang bahasa. Secara eksternal, linguis fungsional berpendapat bahwa prinsip penggunaan bahasa terwujudkan dalam prinsip kognitif yang sangat umum dan secara internal mereka berpendapat bahwa penjelasan linguistik harus melampaui batas antara berbagai macam tingkatan analisis (Saeed dalam Subuki, 2006).

Dari pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa semantik kognitif yang beraliran fungsional, memandang bahasa tidak hanya sebatas tataran fonologi, morfologi, atau sintaksis, melainkan ada ruang lingkup di luar bahasa yang dilibatkan. Penganut semantik kognitif berpendapat bahwa manusia tidak memiliki akses langsung terhadap realitas. Oleh karena itu, realitas sebagaimana tercermin dalam bahasa merupakan produk pikiran manusia berdasarkan pengalaman mereka berkembang dan bertingkah laku (Saeed dalam Subuki, 2006). Dengan kata lain, makna merupakan struktur konseptual yang dikonvensionalisasi dan bahasa merupakan cara eksternalisasi dari seluruh mekanisme yang terdapat dalam otak (Jaszczolt dalam Subuki, 2006).

Menurut Chaer (2009, hlm. 4), dalam analisis makna harus disadari bahwa bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya.Menurut Sutedi (2003), semantik kognitif memandang bahwa makna suatu kata terutama dalam polisemi tidak muncul begitu saja, melainkan pasti ada yang memotivasi dan melatarbelakanginya. Menurutnya, makna baru dalam suatu kata pasti ada pendorongnya, baik itu pengaruh perkembangan zaman, perubahan sosial, perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi.

Bahasa tumbuh dan berkembang sejalan dengan meningkatnya kemajemukan persepsi manusia terhadap makrokosmos (dunia sekitarnya) dan mikrokosmos (dunia pribadinya) (Djajasudarma, 2012, hlm. 50). Nama-nama bila diperhatikan, tidak hanya nama benda, peristiwa, dan nama makanan yang ada di sekitar ada yang berubah. Nama baru (kosakata baru) pun muncul dari zaman ke


(11)

4

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

zaman. Menurut Djajasudarma (2012, hlm. 50), unsur nama-nama adalah unsur nama yang paling labil.

Dalam memilih tempat penelitian, peneliti memilih Bandung karena Bandung terkenal dengan kota wisata kuliner. Bandung terkenal sebagai surganya kuliner. Banyak makanan khas yang bisa ditemui saat berkunjung ke kota kembang ini. Selain rasanya yang lezat, di Bandung terdapat berbagai macam nama unik pada makanan yang diperjualkan. Menurut Goeltom (dalam Wardhani, 2012), Bandung pada tahun 1941 sudah terkenal kulinernya karena pada waktu itu Bandung adalah kota yang memiliki restoran terbanyak di Indonesia. Kemunculan produk kuliner berjalan seiring dengan perkembangan wisata belanja. Bahkan, saat ini kegiatan kuliner mungkin berkembang cepat bila dibandingkan dengan kegiatan belanja (Virna E dalam Wardhani, 2012). Bandung menawarkan berbagai jenis kuliner mulai dari makanan tradisional sampai makanan modern ala western. Bandung sebagai surganya kuliner tidak hanya menawarkan konsep biasa. Tingginya persaingan di industri kuliner mendorong para pengusaha kuliner mengembangkan kreativitas mereka. Pada tahun 2012, di Bandung tercatat terdapat lebih dari 472 tempat makan yang terdaftar di Departemen Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bandung (Wardhani, 2012).

Penelitian tentang nama makanan ini tidak hanya dikaji oleh peneliti, ada penelitian lain berkaitan dengan makanan, yaitu penelitian Patimah (2012) tentang nama-nama jajanan tradisional khas Sunda. Dalam penelitiannya, dijelaskan bagaimana bentuk lingual, bagaimana namanya, dan cerminan gejala kebudayaan dari jajanan tradisional Sunda tersebut. Kemudian, Alghifari (2012) menjelaskan satuan lingual nama-nama makanan tradisional, makna nama-nama makanan tradisional, dan komponen makna yang ada dalam nama-nama makanan tradisional di Kabupaten Purbalingga.

Dari penelitian-penelitian di atas, sejauh yang peneliti telusuri belum ditemukan penelitian yang mengkaji mengenai nama-nama unik pada makanan. Penelitian ini dirasa penting karena belum ada penelitian mengenai nama unik pada makanan yang tentu saja ada faktor-faktor yang memengaruhi penamaan produk makanan tersebut. Selain itu, penelitian ini juga dapat menunjukkan


(12)

5

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

bahwa makna yang terkandung di dalam bahasa (kata, frasa, klausa, atau kalimat) itu berlainan atau memiliki makna yang berbeda.

B. Masalah Penelitian

Berikut ini adalah pemaparan masalah yang dibagi menjadi tiga bagian yang terdiri atas identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan rumusan masalah.

1. Pengidentifikasian Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah penelitian dapat diidentifikasi sebagai berikut.

1) Persepsi masyarakat terhadap nama-nama makanan mulai bergeser.

2) Nama unik pada makanan di Bandung belum didokumentasikan secara menyeluruh.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dapat disimpulkan batasan masalah sebagai berikut.

1) Penelitian ini ditekankan pada nama-nama unik pada makanan. 2) Sumber data penelitian ini dilakukan hanya di Bandung. 3) Penelitian ini menggunakan penelitian semantik kognitif.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut.

1) Bagaimana kategori satuan gramatik dari nama-nama unik pada makanan? 2) Apa makna kognitif pada nama-nama unik makanan?

3) Bagaimana skema imej penutur terhadap nama-nama unik pada makanan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut:

1) kategori satuan gramatik nama-nama unik pada makanan; 2) makna kognitif nama-nama unik pada makanan;


(13)

6

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3) skema imej penutur terhadap nama-nama unik pada makanan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis.

1) Secara teoretis, penelitian ini bisa menambah khazanah pustaka penelitian linguistik secara umum dan semantik secara khusus. Penelitian ini dapat menjadi rujukan dalam memahami adanya perubahan-perubahan makna dalam bahasa.

2) Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadikan bukti bahwa bahasa itu berkembang (mengalami perubahan makna) berlandaskan pada teori semantik.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Sistematik penulisan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Pada Bab I memaparkan latar belakang dilakukannya penelitian, masalah penelitian (identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah), tujuan penelitian, manfaat penelitian (manfaat teoretis dan manfaat praktis), dan struktur organisasi skripsi. Bab II memaparkan tinjauan pustaka dan kerangka teori, yang mencakup teori-teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang ada. Teori-teori yang digunakan adalah semantik kognitif, kategori satuan gramatikal, dan makna kognitif. Kemudian, pada Bab III dijelaskan tentang desain penelitian, partisipan dan tenpat penelitian, metode penelitian, data dan sumber penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan data. Pada Bab IV dipaparkan tentang hasil penelitian yang terdiri atas kategori satuan gramatik dari nama-nama unik pada makanan di Bandung; pemaparan mengenai makna kognitif pada nama-nama unik pada makanan di Bandung; dan skema imej penutur terhadap nama-nama unik pada makanan di Bandung. Adapun pada Bab V dipaparkan penutup yang terdiri atas simpulan dan saran.


(14)

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dipaparkan mengenai desain penelitian, metode penelitian, data dan sumber data penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisi data. Adapun uraiannya sebagai berikut.

A. Desain Penelitian

Pada bagian ini dipaparkan desain penelitian yang akan disusun untuk memperjelas tahapan penelitian dalam bentuk diagram. Desain tersebut dimulai dengan data nam-nama unik. Selanjutnya, dilakukan pengumpulan data yang terdiri atas teknik catat dan teknik angket. Setelah dilakukan pengumpulan data, dilanjutkan dengan pengolahan data yang sesuai dengan rumusan masalah penelitian. Kemudian, yang terakhir disimpulkan hasil dari penyajian data tersebut. Desain tersebut dijelaskan dengan bagan sebagai berikut.


(15)

25

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Data Bahan

Nama-nama Makanan di Bandung

Kategori Satuan Gramatikal pada Nama-nama Unik

Makanan

Analisis Makna Kognitif pada Nama-nama Unik

Makanan

Analisis Skema Imej pada

Nama-nama Unik Makanan

Pengolahan Data

Simpulan Pengumpulan Data

1. Metode catat 2. Metode Angket


(16)

26

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Fokusnya adalah menggambarkan secara menyeluruh tentang fenomena penggunaan nama unik pada makanan dengan menguraikan data-data dari hasil angket. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor (dalam

Djajasudarma, 2010) yang menyatakan “metodologi kualitatif” sebagai prosedur

penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian ini dikatakan sebagai penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan pada data-data. Data yang telah diperoleh akan dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif.

Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri. Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma, 2010, hlm 11). Beliau menjelaskan lebih lanjut bahwa pendekatan kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan masyarakat tersebut melalui bahasanya. Dalam penelitian kualitatif juga jumlah informan tidak ditentukan karena seorang informan dapat dianggap sebagai makrokosmos dari masyarakat bahasanya. Dengan kata lain, jumlah informannya ditentukan sesuai dengan keperluan penelitian.

C. Data dan Sumber Data

Berikut ini dipaparkan data dan sumber data dalam penelitian.

1. Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ke dalam data primer. Berikut adalah uraian-uraiannya.

a. Satuan gramatik nama-nama unik pada makanan di Bandung.

b. Skema imej penutur terhadap nama-nama unik. Skema imej dari penutur ini didapat dari penyebaran angket berupa daftar tanyaan terkait nama-nama unik. Penutur yang dijadikan responden dalam penelitian ini ditentukan ke dalam empat kriteria, yaitu menurut jenis kelamin, pendidikan, usia, dan bahasa yang


(17)

27

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

digunakam. Skema imej tersebut diklasifikasikan mengacu pada teori Johnson (dalam Evans & Green, 2006).

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari daftar menu makanan, internet, papan menu makanan, dan spanduk makanan yang terdapat di Bandung.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional dari sejumlah konsep kunci dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Fenomena bahasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gejala perubahan makna nama-nama unik pada nama makanan di Bandung.

(2) Nama-nama unik yang dimaksud adalah nama yang tidak lazim digunakan untuk menamai makanan.

E. Instrumen Penelitian

Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan instrumen angket. Di dalam lembar angket tersebut memuat 70leksikon nama-nama unik pada makanan di Bandung. Penggunaan lembar angket ini untuk memudahkan responden menjawab dan memudahkan peneliti dalam mengolah data dari responden. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket kombinasi (terbuka-tertutup), yaitu berupa daftar tanyaan sekaitan dengan fenomena nama unik pada makanan di Bandung yang menyediakan alternatif jawaban, tetapi pada opsi (pilihan) yang terakhir dikosongkan untuk memberikan kesempatan kepada responden menjawab pertanyaan sesuai dengan keadaan bila tidak ada opsi (pilihan) jawaban yang sesuai (Idris, 2010). Dalam angket, data tersebut bersumber dari responden yang dipilih sesuai dengan kategori yang mewakili perbedaan indeks sosial. Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat terhadap nama-nama unik pada makanan, peneliti memilih responden-responden dengan kategori usia, jenis kelamin, pendidikan, dan bahasa yang digunakan. Berikut contoh angket yang akan digunakan dalam penelitian ini.


(18)

28

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Format Pertanyaan Skema Imej tentang Nama-nama Unik pada Makanan

Berikan pendapat Bapak, Ibu, dan Saudara/Saudari tentang nama-nama unik pada makanan di bawah ini dengan memilih salah satu atau berikan pendapat Bapak, Ibu, dan Saudara/Saudari apabila memiliki pendapat lain.

1. Ayam berengsek

□Pedas

□Mahal/Murah □Warnanya merah

□Lainnya: ...

2. Ayam biadab

□Pedas

□Mahal/Murah □Warnanya merah

□Lainnya: ... 3. Ayam kesatria sakti

□Pedas

□Sajiannya menarik □ Mahal/murah

□Lainnya: ...

4. Ayam ngumpet

□Tidak terlihat di bawah lalap □Dibalut tepung

□Mahal/Murah

□Lainnya: ...

MOHON DIISI DENGAN SEBENARNYA

USIA : ... JENIS KELAMIN : ... PENDIDIKAN : ... BAHASA PERTAMA : ... BAHASA SEHARI-HARI : ...


(19)

29

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa bagian. Berikut ini penjelasannya.

1. Pengumpulan data dibagi menjadi dua, yaitu teknik catat dan teknik angket. 2. Pengolahan data terdiri dari tiga bagian, yaitu mendeskripsikan kategori

satuan gramatik pada nama-nama unik makanan, mendeskripsikan makna kognitif dari nama-nama unik pada makanan, dan memperoleh respons terkait skema imej dari masyarakat yang diperoleh dari angket tentang nama-nama unik pada makanan.

3. Penyimpulan data dilakukan setelah pengumpulan data dan pengolahan data. Kemudian didapat hasil analisis terkait fenomena penggunaan nama-nama unik pada makanan di Bandung.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data, dalam penelitian ini digunakan metode catat dan metode angket. Dalam metode catat peneliti melakukan pencatatan terhadap nama-nama unik pada makanan yang terdapat di Bandung. Sementara itu, untuk metode angket digunakan untuk mengumpulkan data-data terkait skema imej penutur terhadap nama-nama unik pada makanan dengan cara membagi daftar pertanyaan kepada responden agar responden bisa memberikan jawaban. Angket yang digunakan bersifat campuran.

Chaer dan Agustina (dalam Marisa, 2013, hlm. 30) menentukan kategori responden-responden pengisi angket disesuaikan dengan kategori, diantaranya: (1) usia, terdiri dari kanak-kanak, remaja, dewasa dan lansia; (2) pendidikan, terdiri dari pendidikan tinggi, menengah, dan rendah; (3) seks, terdiri dari laki-laki dan perempuan; (4) pekerjaan, terdiri dari pelajar, pegawai (Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan BUMN), dan nonpegawai (petani, buruh, pedagang kaki lima, ibu rumah tangga). Untuk mengetahui bagaimana skema imej masyarakat terhadap nama-nama unik pada makanan, peneliti memilih responden-responden dengan kategori usia, jenis kelamin, pendidikan, dan bahasa yang digunakan. Penentuan kategori tersebut bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan


(20)

pendapat-30

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pendapat dari responden apakah skema imej penutur dari kategori usia, jenis kelamin, pendidikan, dan bahasa yang digunakan akan berbeda atau sama.

H. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul melalui tahapan pengumpulan data. Data kemudian dianalisis. Penganalisisan data dilakukan dengan menentukan hal-hal sebagai berikut:

1. Mencatat nama-nama unik pada makanan yang terdapat di Bandung.

2. Menganalisis dan mengklasifikasikan kategori satuan gramatik dari nama-nama unik makanan yang terdapat di Bandung berdasarkan teori dari Ramlan (2009), yaitu kategori kata, frasa, klausa, atau kalimat.

3. Menganalisis makna kognitif dari nama-nama unik makanan yang terdapat di Bandung dengan menggunakan teori dari Djajasudarma (2013).

4. Menganalisis skema imej penutur terhadap nama-nama unik pada makanan yang terdapat di Bandung berdasarkan teori Evans & Green (2006).

5. Menyimpulkan hasil analisis data secara keseluruhan yang didapat setelah mencatat nama-nama unik, menganalisis kategori satuan gramatik, menganalisis makna kognitif, dan menganalisis skema imej penutur terhadap nama-nama unik pada makanan yang terdapat di Bandung.


(21)

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Dalam bagian penutup ini diuraikan simpulan dan saran. Adapun uraiannya sebagai berikut.

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, ketiga rumusan penelitian tentang nama-nama unik makanan dapat terjawab dengan simpulan sebagai berikut.

1) Dari 70 leksikon nama-nama unik makanan di Bandung, terdapat 1 leksikon berbentuk klausa, sedangkan 69 sisanya berbentuk kata majemuk. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa dari penggunaan nama-nama unik pada makanan yang terdapat di Bandung bukan lagi menunjukkan makna sebenarnya, melainkan ada makna lain dibalik penamaan pada makanan-makanan tersebut. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Ramlan (2009) yang memaparkan bahwa gabungan dua kata atau lebih yang menimbulkan suatu kata baru lazin disebut sebagai kata majemuk.

2) Dari 69 kata majemuk termasuk ke dalam golongan tipe A, yang terdiri atas 2 leksikon tipe A-2 (urutan perbuatan – sasasaran), 1 leksikon tipe A-3 (urutan benda – perlakuan), 1 leksikon tipe A-10 (urutan benda – tempat), 28 leksikon tipe A-11 (urutan benda – keadaan), dan 37 leksikon tipe A-20 (urutan benda

– rupa). Berdasarkan hasil tersebut, ada satu tipe kompositum (kata majemuk) yang ditemukan peneliti di luar klasifikasi dari Kridalaksana (2009) yang diberi oleh peneliti Tipe A-20 (urutan benda-rupa). Hal tersebut dikarenakan dari 19 subtipe A yang diklasifikasikan oleh Kidalaksana tidak sesuai dengan 37 leksikon pada nama-nama unik makanan.

3) Makna kognitif nama-nama unik makanan didapat dari hasil angket yang disebarkan kepada 50 responden. Dari hasil angket tersebut, didapat hasil bahwa semua nama-nama unik pada makanan memiliki konotasi karena tidak hanya memiliki satu makna, melainkan ada makna lain (bermakna ganda). Hasil tersebut sejalan dengan pendapat Barthes (dalam Mayo, 2009) yang menyebukan bahwa konotasi adalah makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Selain memiliki konotasi, ada beberapa nama unik


(22)

184

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

makanan yang bersinonimi atau memiliki kesamaan arti (Djajasudarma, 2012). Hal tersebut disebabkan oleh kecenderungan masyarakat untuk menyamakan makna kata ketika mengacu pada hal yang menurut mereka memiliki kesamaan. Makna pedas paling banyak ditemukan, yakni ada 16 leksikon.

4) Dari hasil angket, respons masyarakat ketika memberikan pendapat tentang nama-nama unik makanan, terdapat 37.14 % berdasarkan rasa, 2.85% berdasarkan bahan, 12.85 % berdasarkan warna, 14.28 % berdasarkan tampilan, 11.42 % berdasarkan bentuk, 5.17 % berdasarkan ukuran, 7.14 % berdasarkan porsi, 4.28 % berdasarkan proses (pembuatan), 1.42 % berdasarkan cara (makan), dan 2.85 % berdasarkan waktu (penjualan). Dari seluruh respons, lebih banyak merespons pada rasa. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masyarakat ketika memberikan pendapat terkait makanan, rasa dijadikan acuannya karena rasa merupakan hal utama yang diperhatikan dalam hal makanan.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis dan simpulan yang dikemukakan sebelumnya, peneliti memberikan beberapa saran. Saran yang peneliti usulkan kiranya dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian selanjutnya. Adapun saran yang diajukan adalah sebagai berikut.

1) Ada baiknya ada penelitian selanjutnya tentang nama-nama unik makanan karena data penelitian yang digunakan hanya sebanyak 70 leksikon dan hanya di Bandung. Peneliti menyarankan untuk menambah jumlah kosakata dan tempat penelitian karena masih sangat banyak leksikon tentang nama-nama unik, tidak hanya di Bandung.

2) Untuk data penelitian diharapkan ada penelitian nama-nama unik selain dari makanan. Misalnya, nama-nama unik pada minuman, nama tempat.

3) Dalam menganalisis, peneliti menyarankan penggunaan analisis kajian lainnya yang relevan, seperti menggunakan kajian psikolinguistik, yang mengaitkan kegiatan berbahasa dengan proses atau kegiatan mental (otak).


(23)

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Alghifari, S. (2012). Bentuk dan Makna Nama-Nama Makanan Tradisional di

Kabupaten Purbalingga. [Online]. Diakses dari

http://lib.unnes.ac.id/12014/.

Barus, J. (2011). Perubahan Makna. [Online]. Diakses dari http://angkatanivs2umn.blogspot.com/2011/05/perubahan-makna-prof-khairil-ansari.html.

Chaer, A. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, A. (2009). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Darhaeni, Nani. (2010). Leksikon Aktivitas Mata dalam Toponimi di Jawa Barat.

Jurnal Ilmiah Masyarakat Linguistik Indonesia, hlm. 55-67.

Djajasudarma, T. F. (2010). Metode Linguistik. Bandung: Refika Aditama. Djajasudarma, T. F. (2012). Semantik 1. Bandung: Reflika Aditama. Djajasudarma, T. F. (2013). Semantik 2. Bandung: Reflika Aditama.

Eriyanto. (2012). Analisis Framing. Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang. Evans, V. & Green, M. (2006). Cognitive Linguistic: An Introduction. Edinburgh:

Edinburgh University Press.

Fitriana, A. dkk. (2012). Persepsi dan Memori. [Online]. Diakses dari http://keloict.wordpress.com/2013/04/22/persepsi-dan-memori-2/.

Hamzah, Z. A. Z. (2014). Hubungan Semantik dengan Perkembangan Linguistik. [computer software]. Malaysia.

Idris, N. S. (2010). Metode Penelitian Linguistik. Bandung.

Kridalaksana, H. (2009). Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kushartanti., dkk. (2009). Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mahsun. (2013). Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Marisa, D. (2013). “Pemakaian Kata Hati dalam Ungkapan Bahasa Indonesia:

kajian semantik”. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.


(24)

186

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Mayo, M. S. (2009). Teori Semiotik Konotasi Menurut Roland Barthes. [Online]. Diakses dari http://melisamayo.blogspot.com/2009/12/teori-semiotik-konotasi-foto-menurut.html.

Pateda, M. (2001). Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Patimah, R. (2012). “Nama Jajanan Tradisional Khas Sunda: Suatu Kajian Etnosemantik”. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Tidak diterbitkan.

Pusat Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Luar Jaringan Versi 1.4. [Online]. Diakses dari http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/.

Ramlan. (2009). Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V. Karyono. Sarwono, S. W. (2014). Teori-Teori Psikologi Sosial. Depok: PT Raja Grafindo

Persada.

Sitaresmi, N. & Fasya, M. (2011). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.Bandung: UPI PRESS.

Subuki, M. (2006). Semantik Kognitif. [Online]. Diakses dari http://tulisanmakyun.blogspot.com/2007/07/linguistik-semantik.html. Sudana, D. dkk. (2012). “Eksplorasi Nilai Pendidikan Lingkungan Hidup dalam

Leksikon Etnobotani: Kajian Etnopedagogi di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya”. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sutedi, D. (2003). Pengenalan Pendekatan Linguistik Kognitif dalam Penelitian

Bahasa. (Makalah pada Temu Ilmiah Pendidikan dan Linguistik Bahasa

Jepang II), Bandung.

Wardhani, A. D. (2012). Evolusi Aktual Aktivitas Urban Tourism di Kota Bandung dan Dampaknya terhadap Pembentukan Tempat-Tempat Rekreasi.Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, 8(4), hlm. 371-382.


(1)

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terdiri dari beberapa bagian. Berikut ini penjelasannya.

1. Pengumpulan data dibagi menjadi dua, yaitu teknik catat dan teknik angket. 2. Pengolahan data terdiri dari tiga bagian, yaitu mendeskripsikan kategori

satuan gramatik pada nama-nama unik makanan, mendeskripsikan makna kognitif dari nama-nama unik pada makanan, dan memperoleh respons terkait skema imej dari masyarakat yang diperoleh dari angket tentang nama-nama unik pada makanan.

3. Penyimpulan data dilakukan setelah pengumpulan data dan pengolahan data. Kemudian didapat hasil analisis terkait fenomena penggunaan nama-nama unik pada makanan di Bandung.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap pengumpulan data, dalam penelitian ini digunakan metode catat dan metode angket. Dalam metode catat peneliti melakukan pencatatan terhadap nama-nama unik pada makanan yang terdapat di Bandung. Sementara itu, untuk metode angket digunakan untuk mengumpulkan data-data terkait skema imej penutur terhadap nama-nama unik pada makanan dengan cara membagi daftar pertanyaan kepada responden agar responden bisa memberikan jawaban. Angket yang digunakan bersifat campuran.

Chaer dan Agustina (dalam Marisa, 2013, hlm. 30) menentukan kategori responden-responden pengisi angket disesuaikan dengan kategori, diantaranya: (1) usia, terdiri dari kanak-kanak, remaja, dewasa dan lansia; (2) pendidikan, terdiri dari pendidikan tinggi, menengah, dan rendah; (3) seks, terdiri dari laki-laki dan perempuan; (4) pekerjaan, terdiri dari pelajar, pegawai (Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan BUMN), dan nonpegawai (petani, buruh, pedagang kaki lima, ibu rumah tangga). Untuk mengetahui bagaimana skema imej masyarakat terhadap nama-nama unik pada makanan, peneliti memilih responden-responden dengan kategori usia, jenis kelamin, pendidikan, dan bahasa yang digunakan. Penentuan kategori tersebut bertujuan untuk mengetahui dan membandingkan


(2)

pendapat-30

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

pendapat dari responden apakah skema imej penutur dari kategori usia, jenis kelamin, pendidikan, dan bahasa yang digunakan akan berbeda atau sama.

H. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul melalui tahapan pengumpulan data. Data kemudian dianalisis. Penganalisisan data dilakukan dengan menentukan hal-hal sebagai berikut:

1. Mencatat nama-nama unik pada makanan yang terdapat di Bandung.

2. Menganalisis dan mengklasifikasikan kategori satuan gramatik dari nama-nama unik makanan yang terdapat di Bandung berdasarkan teori dari Ramlan (2009), yaitu kategori kata, frasa, klausa, atau kalimat.

3. Menganalisis makna kognitif dari nama-nama unik makanan yang terdapat di Bandung dengan menggunakan teori dari Djajasudarma (2013).

4. Menganalisis skema imej penutur terhadap nama-nama unik pada makanan yang terdapat di Bandung berdasarkan teori Evans & Green (2006).

5. Menyimpulkan hasil analisis data secara keseluruhan yang didapat setelah mencatat nama-nama unik, menganalisis kategori satuan gramatik, menganalisis makna kognitif, dan menganalisis skema imej penutur terhadap nama-nama unik pada makanan yang terdapat di Bandung.


(3)

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Dalam bagian penutup ini diuraikan simpulan dan saran. Adapun uraiannya sebagai berikut.

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, ketiga rumusan penelitian tentang nama-nama unik makanan dapat terjawab dengan simpulan sebagai berikut.

1) Dari 70 leksikon nama-nama unik makanan di Bandung, terdapat 1 leksikon berbentuk klausa, sedangkan 69 sisanya berbentuk kata majemuk. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa dari penggunaan nama-nama unik pada makanan yang terdapat di Bandung bukan lagi menunjukkan makna sebenarnya, melainkan ada makna lain dibalik penamaan pada makanan-makanan tersebut. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Ramlan (2009) yang memaparkan bahwa gabungan dua kata atau lebih yang menimbulkan suatu kata baru lazin disebut sebagai kata majemuk.

2) Dari 69 kata majemuk termasuk ke dalam golongan tipe A, yang terdiri atas 2 leksikon tipe A-2 (urutan perbuatan – sasasaran), 1 leksikon tipe A-3 (urutan benda – perlakuan), 1 leksikon tipe A-10 (urutan benda – tempat), 28 leksikon tipe A-11 (urutan benda – keadaan), dan 37 leksikon tipe A-20 (urutan benda – rupa). Berdasarkan hasil tersebut, ada satu tipe kompositum (kata majemuk) yang ditemukan peneliti di luar klasifikasi dari Kridalaksana (2009) yang diberi oleh peneliti Tipe A-20 (urutan benda-rupa). Hal tersebut dikarenakan dari 19 subtipe A yang diklasifikasikan oleh Kidalaksana tidak sesuai dengan 37 leksikon pada nama-nama unik makanan.

3) Makna kognitif nama-nama unik makanan didapat dari hasil angket yang disebarkan kepada 50 responden. Dari hasil angket tersebut, didapat hasil bahwa semua nama-nama unik pada makanan memiliki konotasi karena tidak hanya memiliki satu makna, melainkan ada makna lain (bermakna ganda). Hasil tersebut sejalan dengan pendapat Barthes (dalam Mayo, 2009) yang menyebukan bahwa konotasi adalah makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Selain memiliki konotasi, ada beberapa nama unik


(4)

184

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

makanan yang bersinonimi atau memiliki kesamaan arti (Djajasudarma, 2012). Hal tersebut disebabkan oleh kecenderungan masyarakat untuk menyamakan makna kata ketika mengacu pada hal yang menurut mereka memiliki kesamaan. Makna pedas paling banyak ditemukan, yakni ada 16 leksikon.

4) Dari hasil angket, respons masyarakat ketika memberikan pendapat tentang nama-nama unik makanan, terdapat 37.14 % berdasarkan rasa, 2.85% berdasarkan bahan, 12.85 % berdasarkan warna, 14.28 % berdasarkan tampilan, 11.42 % berdasarkan bentuk, 5.17 % berdasarkan ukuran, 7.14 % berdasarkan porsi, 4.28 % berdasarkan proses (pembuatan), 1.42 % berdasarkan cara (makan), dan 2.85 % berdasarkan waktu (penjualan). Dari seluruh respons, lebih banyak merespons pada rasa. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masyarakat ketika memberikan pendapat terkait makanan, rasa dijadikan acuannya karena rasa merupakan hal utama yang diperhatikan dalam hal makanan.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis dan simpulan yang dikemukakan sebelumnya, peneliti memberikan beberapa saran. Saran yang peneliti usulkan kiranya dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang akan melakukan penelitian selanjutnya. Adapun saran yang diajukan adalah sebagai berikut.

1) Ada baiknya ada penelitian selanjutnya tentang nama-nama unik makanan karena data penelitian yang digunakan hanya sebanyak 70 leksikon dan hanya di Bandung. Peneliti menyarankan untuk menambah jumlah kosakata dan tempat penelitian karena masih sangat banyak leksikon tentang nama-nama unik, tidak hanya di Bandung.

2) Untuk data penelitian diharapkan ada penelitian nama-nama unik selain dari makanan. Misalnya, nama-nama unik pada minuman, nama tempat.

3) Dalam menganalisis, peneliti menyarankan penggunaan analisis kajian lainnya yang relevan, seperti menggunakan kajian psikolinguistik, yang mengaitkan kegiatan berbahasa dengan proses atau kegiatan mental (otak).


(5)

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR PUSTAKA

Alghifari, S. (2012). Bentuk dan Makna Nama-Nama Makanan Tradisional di Kabupaten Purbalingga. [Online]. Diakses dari http://lib.unnes.ac.id/12014/.

Barus, J. (2011). Perubahan Makna. [Online]. Diakses dari http://angkatanivs2umn.blogspot.com/2011/05/perubahan-makna-prof-khairil-ansari.html.

Chaer, A. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, A. (2009). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Darhaeni, Nani. (2010). Leksikon Aktivitas Mata dalam Toponimi di Jawa Barat.

Jurnal Ilmiah Masyarakat Linguistik Indonesia, hlm. 55-67.

Djajasudarma, T. F. (2010). Metode Linguistik. Bandung: Refika Aditama. Djajasudarma, T. F. (2012). Semantik 1. Bandung: Reflika Aditama. Djajasudarma, T. F. (2013). Semantik 2. Bandung: Reflika Aditama.

Eriyanto. (2012). Analisis Framing. Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang. Evans, V. & Green, M. (2006). Cognitive Linguistic: An Introduction. Edinburgh:

Edinburgh University Press.

Fitriana, A. dkk. (2012). Persepsi dan Memori. [Online]. Diakses dari http://keloict.wordpress.com/2013/04/22/persepsi-dan-memori-2/.

Hamzah, Z. A. Z. (2014). Hubungan Semantik dengan Perkembangan Linguistik. [computer software]. Malaysia.

Idris, N. S. (2010). Metode Penelitian Linguistik. Bandung.

Kridalaksana, H. (2009). Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kushartanti., dkk. (2009). Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mahsun. (2013). Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Marisa, D. (2013). “Pemakaian Kata Hati dalam Ungkapan Bahasa Indonesia:

kajian semantik”. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Tidak diterbitkan.


(6)

186

Sipa Setiapani, 2015

FENOMENA PENGGUNAAN NAMA-NAMA UNIK PADA MAKANAN DI BANDUNG

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Mayo, M. S. (2009). Teori Semiotik Konotasi Menurut Roland Barthes. [Online]. Diakses dari http://melisamayo.blogspot.com/2009/12/teori-semiotik-konotasi-foto-menurut.html.

Pateda, M. (2001). Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.

Patimah, R. (2012). “Nama Jajanan Tradisional Khas Sunda: Suatu Kajian Etnosemantik”. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Tidak diterbitkan.

Pusat Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Luar Jaringan Versi 1.4. [Online]. Diakses dari http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/.

Ramlan. (2009). Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V. Karyono. Sarwono, S. W. (2014). Teori-Teori Psikologi Sosial. Depok: PT Raja Grafindo

Persada.

Sitaresmi, N. & Fasya, M. (2011). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.Bandung: UPI PRESS.

Subuki, M. (2006). Semantik Kognitif. [Online]. Diakses dari http://tulisanmakyun.blogspot.com/2007/07/linguistik-semantik.html. Sudana, D. dkk. (2012). “Eksplorasi Nilai Pendidikan Lingkungan Hidup dalam

Leksikon Etnobotani: Kajian Etnopedagogi di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya”. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Sutedi, D. (2003). Pengenalan Pendekatan Linguistik Kognitif dalam Penelitian Bahasa. (Makalah pada Temu Ilmiah Pendidikan dan Linguistik Bahasa Jepang II), Bandung.

Wardhani, A. D. (2012). Evolusi Aktual Aktivitas Urban Tourism di Kota Bandung dan Dampaknya terhadap Pembentukan Tempat-Tempat Rekreasi.Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, 8(4), hlm. 371-382.