KAJIAN TERJEMAHAN PENANDA KOHESI PADA NOVEL WINGS KARYA DANIELLE STEEL KE DALAM BAHASA INDONESIA.

(1)

Dr. Supana, M.Hum.

Lahir di Klaten, 6 Mei 1964. Pria yang memiliki NIP 196405061989031001 adalah staf Pengajar pada Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS. Riwayat pendidikan tinggi yang berhasil ditempuh adalah tahun 1988 lulus sarjana (S-1) dari Universitas Sebelas Maret pada bidang ilmu: Sastra Daerah, tahun 2002 berhasil menyelesaikan master (S-2) dari Universitas Sebelas Maret pada bidang ilmu: Linguistik minat Penerjemah, dan pada tahun 2012 telah berhasil menyelesaikan program Doktor (S-3) dari Universitas Sebelas Maret untuk bidang ilmu: Linguistik minat Penerjemah. Judul dan ringkasan disertasi disajikan dalam 2 (dua) versi bahasa Indonesia dan English sebagai berikut.

KAJIAN TERJEMAHAN PENANDA KOHESI PADA NOVEL WINGS KARYA DANIELLE STEEL KE DALAM BAHASA INDONESIA

Penelitian ini mengkaji terjemahan penanda kohesi dalam novel Wing ke dalam bahasa Indonesia Sang Penerbang. Fokus dalam penelitian ini adalah (1) menemukan perubahan terjemahan penanda kohesi dalam novel Wings, (2) menemukan teknik penerjemahan penanda kohesi, (3) mengungkapkan alasan penerjemah dalam menggunakan teknik penerjemahan penanda kohesi, (4) mengungkapkan kesepadanan makna dan keberterimaan terjemahan penanda kohesi, dan (5) mengungkapkan keterbacaan terjemahan penanda kohesi.

Teori kohesi yang digunakan sebagai dasar analisis dalam penelitian ini adalah teori kohesi Halliday (1983). Dalam teori ini penanda kohesi gramatikal dipilah menjadi 4, yaitu penanda kohesi gramatikal pengacuan, penyulihan, pelesapan, dan perangkaian. Empat macam penanda kohesi gramatikal ini digunakan sebagai dasar analisis terjemahan penanda kohesi novel Wings ke dalam bahasa Indonesia Sang Penerbang.

1


(2)

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Strategi penelitian yang digunakan adalah studi kasus terpancang. Data dalam penelitian ini berupa penanda kohesi dalam novel Wings dan terjemahannya, informasi alasan penerjemahan penanda kohesi, serta informasi kesepadanan makna, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan penanda kohesi. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik analisis isi, kuesioner, dan wawancara mendalam. Teknik analisis data dilakukan dengan analisis model interaktif. Ada lima temuan dalam penelitian ini. Pertama, terjemahan penanda kohesi dalam novel Wings mengalami perubahan, baik perubahan jenis penanda kohesi maupun perubahan tataran. Perubahan ini disebabkan oleh perbedaan sistem persona antara BSu dan BSa, perbedaan struktur gramatika, perbedaan kelaziman penggunaan penanda kohesi, dan perbedaan konteks sosiobudaya. Perubahan penanda kohesi dalam terjemahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perubahan yang bersifat wajib (perubahan yang harus dilakukan karena perbedaan gramatika dan konteks sosiobudaya) dan perubahan yang bersifat pilihan (perubahan yang dilakukan oleh penerjemah karena alasan strategis). Kedua, ada 9 teknik yang digunakan dalam menerjemahkan penanda kohesi, yaitu 1) teknik penerjemahan harfiah, 2) teknik amplifikasi sekaligus transposisi, 3) teknik amplifikasi, 4) teknik reduksi, 5) modulasi, 6) kompresi linguistik, 7) adaptasi, 8) transposisi dan 9) teknik variasi. Ketiga, ada enam alasan yang mendasari dalam menggunakan 9 macam teknik penerjemahan tersebut, yaitu 1) mengutamakan makna, 2) menghindari kerancuan, 3) menghindari kemubaziran penggunaan bahasa, 4) membuat variasi, 5) agar mudah dipahami, dan 6) menyesuaikan dengan sosiobudaya BSa. Penggunaan 9 macam teknik tersebut dimaksudkan oleh penerjemah agar karya terjemahannya seperti karya asli dalam bahasa Indonesia, bukan sebagai karya terjemahan sehingga pembaca dapat dengan lancar dan mudah dalam memahami karya terjemahannya. Keempat, Pengalihan makna penerjemahan penanda kohesi dalam terjemahan novel Wings dapat dinyatakan sudah baik. Hal ini berdasarkan penilaian para pakar bahwa 77,28% pengalihan makna penanda kohesi sudah akurat. Sementara itu, pengalihan makna


(3)

penerjemahan penanda kohesi yang dinilai kurang akurat yaitu 17,66%, dan pengalihan makna yang dinilai tidak akurat hanya 4,57%. Nilai keberterimaan terjemahan pemanda kohesi dalam novel lebih tinggi dari pada nilai kesepadanan pengalihan maknanya. Nilai keberterimaan terjemahan penanda kohesi ini mencapai 87,10%. Terjemahan penanda kohesi yang dinilai kurang berterima hanya mencakup 8,11% dan terjemahan penanda kohesi yang dipandang tidak berterima hanya mancapai 4,79%. Kelima, nilai keterbacaan terjemahan penanda kohesi jauh lebih tinggi dari nilai kesepadanan makna dan kewajaran bahasa. Hal ini terlihat dari nilai terjemahan yang mudah dipahami yang mencapai 99,54%. Terjemahan yang agak sulit dipahami hanya 0,34% dan yang sulit dipahami hanya 0,11%.

Berdasarkan temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa penerjemahan penanda kohesi novel Wings ke dalam bahasa Indonesia Sang Penerbang dilakukan dengan baik. Terjemahan penanda kohesi mudah dipahami dan sebagian besar makna dialihkan secara akurat.

Kata kunci: terjemahan, penanda kohesi, kesepadanan makna, keberterimaan, dan keterbacaan.

THE STUDY ON THE TRANSLATION OF COHESIVE DEVICES IN DANIELLE STEEL’S WINGS INTO INDONESIAN

This research is a study on the translation of cohesive devices from English into Indoesian. Using the translation of Danielle Steel’s Wings into Indonesian by Monica Dwi Chresnayani as a case sudy, this reseacrh focuses its discussion on (1) finding the change in the translation of cohesive device in the novel, (2) exploring the techniques used in translating the cohesive device, (3) confirming the reasons underlining the use of specific techniques in translating the cohesive device, (4) exploring the equivalence and naturalness of the cohesive device translation, and (5) analyzing the readability of the cohesive device tanslation.


(4)

The theory of cohesion as the basis of this study is the one from Halliday. Halliday (1983) states that grammatical cohesive device can appear in four kinds; reference, substitution, ellipsis, and conjunction. All four kinds of devices are found to be used in the translation of Wings in Indonesian.

The research is a descriptive qualitative study. The strategy used is embedded case study. The data of the research were the English-Indonesian translation of cohesive devices of the novel, the techniques of translating the cohesive markers, the information on translator’s reasons for using the techniques, the information on the equivalence of meanings, the naturalness and on the readability of the translated cohesive devices. The sample of the research were drawn purposively, and the data were collected with such data collecting techniques as questionnaire, content analysis, and in-depth interviewing. To assure the validity of the data, this research employed data and technique triangulation. The data collected were then analyzed in interactive model.

There are five findings in this reserch. Firstly, the cohesive devices are changed significantly in the translation, in term of the kind of the cohesive devices as well as its rank. This change is caused by the difference between personal pronoun system in source language with the one in target language, the difference of gramatical structure in languages in question, the difference of naturalness in the use of cohesive devices, and the difference in sociocultural context. The nature of the change in the translation is twofolds; obligatory (when target language gramatical rule and sociocultural context require it), and optional (when the translator did it for some personal and strategic reasons. Secondly, there are nine techniques used in the translation of the devices; literal, amplification and transpostition at times, reduction, amplification, modulative literal, linguistic compression, adaptation, and transposition. Thirdly, the translator used those nine techniques on the basis of several reasons; emphasizing meaning, avoiding misleading and redundancy, employing various model of expressions to avoid monotony, making the translation more comprehensible, and adapting with target language sociocultural context. With


(5)

these all, the translation was read as an original work in Indonesian instead of a translation so the reader would understand it more easily. Fourhtly, the transfer of meaning in the translation of cohesive devices in Wing was carried out succesfully. There are 77.28 % devices translated accurately. Only 17.66 % of the devices were translated less accurately, and smaller percentage, 4.75 %, were translated inaccurately. Meanwhile, in terms of its naturalness, the percentage was significantly high. There are 87.10 % natural cohesive devices translation, 8.11 % less natural, and 4.79 % not natural. With the high percentage in accuracy and naturalness, this translation is easy to understand. Fiftly, the readability of the translation is outstanding. Almost all, 99.54 %, translations of the cohesive devices were readable. Only 0.34 % of the translation were somewhat difficult to understand and 0.11 % were not readable.

From all these features, it can be concluded that the translation of cohesive devices in Wings into Indonesian is carried out succesfully. The translation is easy to understand and almost all devices are translated accurately.

Key words: translation, cohesive devices, equivalence, naturalness, readability


(6)

Dr. Argyo Demartoto, M.Si.

Lahir di Metro, 25 Agustus 1965. Pria yang memiliki NIP 196508251992031003 adalah staf Pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS. Riwayat pendidikan tinggi yang berhasil ditempuh adalah tahun 1991 lulus sarjana (S-1) dari Universitas Gadjah Mada pada bidang ilmu: Sosiologi, tahun 2005 berhasil menyelesaikan master (S-2) dari Universitas Gadjah Mada pada bidang ilmu: Sosiologi, dan pada tahun 2012 telah berhasil menyelesaikan program Doktor (S-3) dari Universitas Gadjah Mada untuk bidang ilmu: Sosiologi. Judul dan ringkasan disertasi disajikan dalam 2 (dua) versi bahasa Indonesia dan English sebagai berikut.

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM PARIWISATA BERBASIS KOMUNITAS (Studi Kasus Tiga Desa Wisata di Jawa Tengah)

Perempuan sebagai salah satu elemen masyarakat belum mampu berkontribusi secara signifikan dalam pariwisata berbasis komunitas karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki perempuan. Untuk itu, pemberdayaan perempuan menjadi sangat penting agar perempuan dapat berperan optimal dalam pariwisata berbasis komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) potensi atau produk wisata, peluang dan hambatan perempuan dalam pengembangan pariwisata berbasis komunitas tiga desa wisata di Jawa Tengah, (2) aspek-aspek pemberdayaan perempuan dan peran perempuan dalam pariwisata berbasis komunitas, (3) kondisi

2


(7)

sosial, ekonomi dan lingkungan dalam pelaksanaan pengembangan parisiwata berbasis komunitas pada perempuan.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus kolektif. Lokasi penelitian ini adalah tiga desa wisata di Jawa Tengah yaitu Desa Berjo Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar, Desa Kliwonan Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen dan Desa Samiran Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Populasi dalam penelitian ini adalah perempuan di ketiga desa wisata tersebut dan sampelnya yaitu perempuan pengelola dan pelaku pariwisata di lokasi penelitian. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive dan snowball sampling. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam, pengamatan lapangan, pengamatan melibat dan metode simak. Metode analisis dilakukan dengan menggunakan model analisis interaktif.

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa potensi atau produk wisata di desa penelitian mencakup atraksi wisata alam, atraksi budaya, dan atraksi buatan. Atraksi wisata ini belum dikelola secara optimal khususnya objek-objek wisata yang ada di sekitarnya. Aksesibilitas wisata di desa penelitian berupa sarana jalan sudah dalam kondisi rusak dan kurang memadai, transportasi masih terbatas khususnya yang ada di Desa Berjo dan Desa Kliwonan. Sementara petunjuk jalan atau arah sudah cukup banyak yang memudahkan wisatawan menuju lokasi. Amenitas wisata di Desa Samiran lebih baik dan memadai dibandingkan dengan amenitas di Desa Berjo dan Kliwonan. Aktivitas wisata di tiga desa baik berupa penjualan barang maupun jasa masih rendah. Ada peluang bagi perempuan dalam pariwisata berbasis komunitas untuk memanfaatkan potensi pariwisata yang ada di desanya, meningkatkan kapasitas diri, mengembangkan usaha wisata dan jejaring sosial dengan wisatawan yang berkunjung di desanya. Namun perempuan juga menghadapi hambatan baik internal maupun eksternal seperti terbatasnya pengetahuan dan keterampilan tentang usaha wisata, modal usaha, budaya masyarakat yang masih bias gender, kerjasama dan koordinasi antar sektor terkait yang kurang intensif.


(8)

Capacity building yang mencakup pengetahuan, keterampilan, kesadaran, komitmen, upaya kegigihan, dan motivasi usaha perempuan masih rendah. Sementara dilihat dari

cultural change di tiga desa penelitian sudah ada perubahan budaya seperti pandangan terhadap kesamaan hak-hak antara laki-laki dan perempuan termasuk dalam menekuni suatu pekerjaan. Namun pada kenyataan belum sesuai dengan praktek yang ditunjukkan dengan masih kuatnya bias gender khususnya di Desa Kliwonan.Dilihat dari structural adjustment yakni perubahan kebijakan struktural yang memihak perempuan belum dilakukan secara nyata.Perempuan di tiga desa penelitian masih lebih banyak menjalankan peran sebagai pelaksana atau pekerja.Namun di Desa Kliwonan, peran perempuan sebagai pelaksana dan pengelola cukup kuat. Dalam rangka pengembangan pariwisata berbasis komunitas, pemberdayaan perempuan akan meningkatkan keahlian atau keterampilannya sehingga peran yang dijalankan lebih sebagai inisiator dan perencana, investor, pengelola, serta pemantau dan evaluator.

Kondisi sosial di tiga desa tergolong baik. Perempuan di Desa Kliwonan memiliki tingkat ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan dua desa lainnya sehingga tingkat ketergantungannya kepada kaum laki-laki menjadi rendah dibandingkan dengan perempuan di Desa Berjo dan Desa Samiran. Sementara dilihat dari kondisi lingkungan, Desa Berjo dan Desa Samiran yang memiliki atraksi wisata alam tidak menyebabkan adanya gangguan yang serius. Berbeda dengan objek wisata di Desa Kliwonan bahwa limbah kegiatan wisata dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia.

Kata kunci : produk wisata, peluang dan hambatan, aspek pemberdayaan perempuan, peran perempuan, kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan, pariwisata berbasis komunitas

WOMEN EMPOWERMENT IN COMMUNITY-BASED TOURISM (A Case Study On Three Tourist Villages In Central Java)


(9)

Woman as an element of society has not been able to contribute significantly to the community based tourism because of limitations she has. For that reason, the woman becomes very important to make her can contribute optimally to the community based tourism. This research aims to find out: (1) tourist potential or product, opportunity and threat the woman has in developing community based tourism in three villages of Central Java, (2) women empowerment aspects and women role in community based tourism, and (3) women’s social, economic and environmental condition in the implementation of community-based tourism development.

This study was a qualitative research with collective case study approach. The location of research consisted of three tourist villages in Central Java: Berjo Village of Ngargoyoso Subdistrict of Karanganyar Regency, Kliwonan Village of Masaran Subdistrict of Sragen Regency, and Samiran Village of Selo Subdistrict of Boyolali Regency. The population of research was the women in those three villages, while the sample was the women managing and performing tourism business in the research location. The sampling techniques used were purposive and snowball sampling ones. The type of data in this research consisted of primary and secondary data. Techniques of collecting data used were in-depth interview, field observation, participatory observation, and listening methods. Method of analyzing data used was an interactive model of analysis.

Considering the result of analysis carried out that the tourism products in the village studied include natural tourism attraction, cultural attraction, and artificial attraction. These tourism attractions have not been managed optimally particularly the tourism destinations surrounding. The tourism accessibility in the village studied constituting the road infrastructure is in damaged condition and inadequate, the transportation vehicle is still limited particularly the one in Berjo and Kliwonan villages. Meanwhile there have been many signboards facilitating the tourists to come to the location. The tourism amenity in Samiran village is better and more adequate than that in Berjo and Kliwonan Village. The tourism activities in the three villages are still low, in both good and service selling.There is an opportunity for women in community-based tourism to utilize the tourism potency existing in their village, to improve their self-capacity, to


(10)

develop tourism business and social network with the tourist visiting their villages. But, the women also face both internal and external obstacles such as the limited knowledge and skill about tourism business, business capital, gender-biased society culture, less intensively cooperation and coordination among the related sectors. The capacity building including knowledge, skill, awareness, commitment, persistence, and business motivation is still low among the women. Meanwhile, viewed from the cultural change in three studied villages there have been cultural changes such as the perspective on the equal rights for the man and the women including in occupying with a job. In fact, however, it has not been consistent with the practice that can be seen from the strong bias of gender particularly in Kliwonan Village. Viewed from structural adjustment, the women-oriented structural policy change has not been done obviously.The women in the three studied villages play role more as the executor or labor. But, in Kliwonan Village, the role of women as the executor or manager is sufficiently strong. In the attempt of developing the community-based tourism, the women empowerment will improve their expertise and skill, so that the role they play more as the initiator and planner, investor, manager, as well as observer and evaluator.

The social conditions of the three villages belong to good category. The women in Kliwonan Village have higher economic level than those in two other villages so that their level of dependency on the man is lower than those in Berjo and Samiran Villages. Meanwhile, viewed from environment condition, Berjo and Samiran Villages having natural tourism attraction do not result in serious disruption. On the contrary, the waste of tourism activities in the tourism objects in Kliwonan Village results in environment damage and endangers human health.

Keywords: tourism product, opportunity and obstacle, aspect of women empowerment, women’s role, social, economic and environment conditions, community-based tourism


(11)

Dr. Didik Gunawan Suharto, S.Sos., M.Si

Lahir di Boyolali, 7 Nopember 1974. Pria yang memiliki NIP 197411072003121001 adalah staf Pengajar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNS. Riwayat pendidikan tinggi yang berhasil ditempuh adalah tahun 1998 lulus sarjana (S-1) dari Universitas Sebelas Maret pada bidang ilmu: Administrasi Negara, tahun 2001 berhasil menyelesaikan master (S-2) dari Universitas Gadjah Mada pada bidang ilmu: Administrasi Negara, dan pada tahun 2012 telah berhasil menyelesaikan program Doktor (S-3) dari Universitas Brawijaya Malang untuk bidang ilmu: Ilmu Administrasi. Judul dan ringkasan disertasi disajikan dalam 2 (dua) versi bahasa Indonesia dan English sebagai berikut.

DAMPAK PERUBAHAN STRUKTUR DAN FUNGSI KELEMBAGAAN PEMERINTAHAN DESA TERHADAP KEMANDIRIAN DESA (Studi Pada Tiga Desa Di Kabupaten Boyolali)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa; perubahan struktur dan fungsi kelembagaan pemerintahan desa; serta dampak perubahan struktur dan fungsi kelembagaan pemerintahan desa terhadap kemandirian desa. Penelitian ini memiliki tipe

3


(12)

deskriptif kualitatif. Pembatasan ruang lingkup penelitian meliputi: pembatasan periode waktu, lokasi, dan fokus analisis. Dari aspek batasan waktu, difokuskan pada periode berlakunya UU Nomor 32/2004. Lokasi penelitian dibatasi di Kabupaten Boyolali Propinsi Jawa Tengah; khususnya di Desa Catur (Kecamatan Sambi), Desa Krasak (Kecamatan Teras), dan Desa Bendan (Kecamatan Banyudono). Fokus analisis dibatasi pada persoalan pelaksanaan desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, perubahan struktur dan fungsi kelembagaan pemerintahan desa, serta dampak perubahan struktur dan fungsi kelembagaan pemerintahan desa terhadap kemandirian desa. Jenis data yang diperlukan ialah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Tehnik analisis data dengan cara tehnik analisis isi dan tehnik analisis fenomenologi. Uji keabsahan data meliputi: uji validitas internal, validitas eksternal, reliabilitas, obyektivitas.

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, dapat dirumuskan beberapa kesimpulan. (1) Persoalan pelaksanaan desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa: (a) pada saat berlaku UU Nomor 5/1979, regulasi dan implementasi desentralisasi administratif lebih menonjol dibanding desentralisasi politik. Sebaliknya, ketika berlaku UU Nomor 22/1999 desentralisasi politik lebih menonjol dibanding desentralisasi administratif. Pada era berlakunya UU Nomor 32/2004, desentralisasi politik dan desentralisasi administratif dilakukan penyeimbangan; (b) konstruksi atau titik tekan kebijakan yang dibangun dalam mengatur pemerintahan daerah sama dengan konstruksi yang dibangun dalam mengatur pemerintahan desa pada setiap periode; (c) tujuan desentralisasi desa belum tercapai karena desentralisasi (otonomi) di Indonesia berhenti sampai pemerintah kabupaten/kota, sehingga kepentingan desa termarginalkan; (d) eksistensi desa lemah dikarenakan desa tidak memiliki kedudukan kuat dan sumber daya memadai. (2) Perubahan struktur dan fungsi kelembagaan pemerintahan desa: (a) perubahan struktur dan fungsi kelembagaan pemerintahan desa pada prinsipnya mengikuti konstruksi atau titik tekan arah desentralisasi; (b) karakteristik struktur


(13)

pemerintahan desa diidentikkan sebagai operating core, memiliki struktur sederhana, dan dipandang tepat memiliki struktur fungsional; (c) aspek politik bisa menjadi dasar bagi model pembangunan lembaga, karena menghasilkan produk regulasi (peraturan perundang-undangan) yang penting bagi lembaga pemerintahan. (3) Dampak perubahan struktur dan fungsi kelembagaan pemerintahan desa terhadap kemandirian desa: (a) dari sudut kemandirian administratif/ekonomi, terdapat kecenderungan meningkatnya kemandirian masyarakat di satu sisi, dan stagnasi atau kemunduran kemandirian pemerintah desa di sisi lain; (b) dari sudut kemandirian politik, terjadi kemunduran kemandirian desa yang terkait dan dipengaruhi oleh desain peraturan perundang-undangan yang berlaku dan potensi lokal; (c) perubahan struktur dan fungsi tidak selalu berdampak terhadap kemandirian desa; (d) selain melibatkan aksi-reaksi antara sisi “agensi dan struktur” sebagaimana dalam teori strukturasi, terdapat variabel supra desa (pemerintah tingkat atas) yang juga menentukan kemandirian desa.

Penelitian ini menghasilkan beberapa rekomendasi. (1) Rekomendasi bagi pemerintahan supra desa: (a) perlu menyusun regulasi mengenai desain struktur dan fungsi kelembagaan yang memberikan kejelasan kedudukan (eksistensi) desa; (b) perlu memberikan pengakuan (rekognisi) dan otonomi yang lebih besar kepada desa; (c) struktur dan fungsi kelembagaan pemerintahan desa secara umum perlu disusun dengan memperhatikan kepentingan dan kemandirian lokal; (d) persoalan internal pemerintahan desa atau kapasitas lokal yang mempengaruhi kemandirian desa sebaiknya diperbaiki oleh stakeholders di desa dan pemerintahan supra desa; (e) perlu ada evaluasi, dorongan, dan penyusunan roadmap pengembangan desa di masa depan. (2) Rekomendasi bagi desa: masyarakat dan pemerintahan desa diharapkan meningkatkan kapasitas personal, aktif dan kreatif memberdayakan potensi/aset lokal, meningkatkan partisipasi dalam pemerintahan dan pembangunan, serta secara politis, aktif menuntut kewenangan dan sumber daya pembangunan yang lebih besar ke pemerintahan supra desa. (3) Rekomendasi bagi penggiat pemberdayaan/kemandirian desa: diharapkan memberikan dukungan (tekanan) politik untuk mempengaruhi kebijakan dari pemerintahan supra desa agar


(14)

lebih ramah (pro) terhadap kemandirian desa. (4) Rekomendasi teoritis: perlu diperbaiki atau dirumuskan teori/konsep mengenai desentralisasi, struktur dan fungsi kelembagaan pemerintahan desa, serta kemandirian desa. (5) Rekomendasi bagi penelitian berikutnya: diharapkan memperkuat metode triangulasi data, khususnya terkait data-data yang sudah lama sehingga diperoleh data yang lebih lebih valid, serta memperluas cakupan lokasi dan periode waktu penelitian, sehingga akan lebih komprehensif.

Kata kunci: struktur, fungsi, kelembagaan, kemandirian, desa

THE IMPACT OF INSTITUTIONAL STRUCTURE AND FUNCTION CHANGE OF VILLAGE GOVERNMENT ON THE VILLAGE SELF-RELIANCE (A STUDY ON THREE VILLAGES IN BOYOLALI REGENCY)

This research aims to analyze the implementation of decentralization in village government; the change of institutional structure and function in village government; and the effect of institutional structure and function change of village government on the village self-reliance. This study is a descriptive qualitative research. The limitation of research scope includes: time period, location, and analysis focus limitation. From time limitation aspect, it focuses on the period of Act Number 32/2004 enactment. The location of research is limited to Boyolali Regency of Central Java province; particularly in Catur Village (Sambi Sub district), Krasak Village (Teras Subdistrict) and Bendan Village (Banyudono Subdistrict). The focus of analysis is limited to the problem of decentralization implementation in the village government organization, the structural and functional change of institution, as well as the effect of institutional structural and functional change on the village self-reliance. The types of data needed were primary and secondary data. The data collection was done using interview, observation, and documentation. Technique of analyzing data used was content analysis and phenomenological analysis. The data


(15)

validity test includes: internal and external validity test, reliability and objectivity test.

Based on the result and discussion of research, it can be concluded that. (1) The implementation of decentralization in the village government organization: (a) during the enactment of Act Number 5/1979, the regulation and the implementation of administrative decentralization are more prominent than political decentralization. In contrast, during the enactment of Act 22/1999 politic decentralization is more prominent than administrative decentralization. And in the period of Act Number 32/2004 enactment, political decentralization and administration decentralization is balanced; (b) the construction or the emphasis of policy constructed in governing the local government is same as that constructed in governing the village government in each period; (c) the objective of village decentralization has not been achieved because decentralization (autonomy) in Indonesia only reaches the regency/municipal government, so that the village interest is marginalized; (d) the existence of village is weak because it does not strong position and adequate resource. (2) The structural and functional change of institution: (a) the institutional structural and functional change of village government, in principle, follows the construction of decentralization direction; (b) the characteristic of village government structure is identical with the operating core, having simple structure, and considered as appropriate to have functional structure; (c) the political aspect can be the basis for institution building model, because it produces regulation product (legislation) important for the government institution. (3) The effect of institutional structural and functional change on the village self-reliance: (a) from administrative/economic self-reliance aspect, there is tendency of improved self-reliance within the community on the one hand, and stagnancy or regression of village government self-reliance on the other hand; (b) from political self-reliance, the decrease of village self-reliance is related and affected by the design of legislation prevailing and local potency; (c) the structure and function change not always effect on village self-reliance; (d) in addition to involving action-reaction between the “agency and structure” as mentioned in


(16)

structuring theory, there is supra village variable (upper government) that also determines village self-reliance.

This research provides the following recommendations. (1) Recommendation for the supra village government: (a) regulation should be developed about the structural and functional design of institution giving certainty of village existence; (b) the government should give the village greater recognition and autonomy; (c) institutional structure and function of village government should be generally developed by taking into account the local interest and self-reliance; (d) internal problem of village government or local capacity affecting the village self-reliance should be corrected by the stakeholders of village and supra village government; (e) there should be evaluation, support, and roadmap designing about the future village development. (2) Recommendation for village: village community and government is expected to improve the personal capacity, to empower local potency/asset actively and creatively, to improve participation in the government and development, as well as politically, to require actively the greater authority and development resource to the supra village government. (3) Recommendation for the village empowerment/self-reliance activist: it is expected to give political support (pressure) to affect the supra village’s policy in order to be friendly (pro) to the village self-reliance. (4) Recommendation theoretical: the theory/concept should be improved/formulated about decentralization, the institutional structure and function in village government, and the village self-reliance. (5) Recommendation for future research: it is expected to confirm the data triangulation method, particularly related to the old data so that more valid data will be obtained and to expand the scope of location and research period, so that it will be more comprehensive.


(17)

Dr. Soehartono, S.H., M.Hum

Lahir di Wonogiri, 25 April 1956, Pria yang memiliki NIP 195604251985031002 adalah staf Pengajar pada Fakultas Hukum UNS. Riwayat pendidikan tinggi yang berhasil ditempuh adalah tahun 1983 lulus sarjana (S-1) dari Universitas Sebelas Maret pada bidang ilmu: Hukum, tahun 1994 berhasil menyelesaikan master (S-2) dari Universitas Airlangga pada bidang ilmu: Hukum dan pada tahun 2012 telah berhasil menyelesaikan program Doktor (S-3) dari Universitas Sebelas Maret untuk bidang ilmu: Ilmu Hukum. Judul dan ringkasan disertasi disajikan dalam 2 (dua) versi bahasa Indonesia dan English sebagai berikut.


(18)

MEMBANGUN KONSTRUKSI PENEMUAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA

Penulisan disertasi ini bertujuan untuk mengetahui penerapan undang-undang oleh hakim dalam penyelesaian sengketa masih terikat oleh dominasi ketentuan-ketentuan yang bersifat normatif semata atau undang-undang dalam bentuknya yang terttulis atau telah mengalami pergeseran pemikiran oleh hakim untuk keluar dari undang-undang dengan melihat realita dalam masyarakat. Dengan demikian, hakim dalam menyelesaikan sengketa tidak hanya mengedepankan aturan dan logika belaka, namun lebih mengandalkan kepada hati-nurani, perasaan, empati, keaktifan hakim dan kreasinya. Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan penelitian hukum doktrinal dan non-doktrinal. Penelitian hukum doktrinal dimaksudkan untuk mendapatkan data sekunder, yaitu dieroleh melalui inventarisasi undang-undang, mengkaji literatur yang terkait dengan materi atau permasalahan, putusan hakim, kemudian setelah terkumpul dianalisis dengan dengan metode deduktif. Penelitian hukum non-doktrinal dilakukan untuk mendapatkan data primer, yaitu diperoleh melalui metode wawancara dan pengamatan atau observasi, kemudian datanya dianalisis dengan metode induktif model interaktif.

Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan, pertama hakim dalam memutus, menyelesaikan sengketa atau pengujian terhadap kebasahan beschikking tidak selalu berdasarkan kepada undang-undang dan undang-undang tidak dianggap sebagai pedoman yang bersifat absolut. Undang-undang hanya dianggap sebagai pedoman belaka dan dapat disimpangi dalam menyelesaikan sengketa. Kedua, bahwa undang-undang tidak lengkap, tidak sempurna, tidak atau kurang jelas, undang-undang tidak dapat mengakomodasi semua kebutuhan manusia dalam masyarakat yang semakin kompleks dan berkembang, oleh karena itu hakim dalam tugasnya berupaya melengkapi, menjelaskan undang-undang agar dapat diterapkan


(19)

kepada peristiwanya dengan melalui penafsitan atau interpretasi, konstruksi dan hermeneutika hukum. Terjadi pergeseran pemikiran oleh hakim dalam menyelesaikan sengketa, yaitu tidak hanya mendasarkan kepada undang-undang dan logika, namun hakim dalam menyelesaikan sengketa dengan menggunakan perasaan, hati-nurani, empati, hakim aktif dan kreatif, menggali nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat. Ketiga, dalam menyelesaikan sengketa hakim dengan sungguh-sungguh melakukan upaya-upaya untuk meninggalkan cara berpikir hukum yang lama atau tradisional. Upaya-upaya membangun konstruksi penemuan hukum dilakukan dengan membuka pandangan jauh ke depan terhadap undang-undang sebagai sistem terbuka, pandangan tentang nilai keadilan tidak lagi bersifat prosedural atau formal, melainkan lebih cenderung lebih cenderung bersifat substansial atau material sebagaimana diharapkan pencari keadilan dalam masyarakat. Pandangan terhadap hukum yang bersifat holistik, dengan melihat hukum dalam kehidupan masyarakat sebagai dasar dan cermin tmbuh dan berkembangnya hukum. berdasarkan pemikiran tersebut, maka dapat mewujudkan dasar filosofis tujuan dibentuknya pengadilan tata usaha negara, yaitu memberikan keadilan kepada masyarakat.

DEVELOP CONSTRUCTION OF LEGAL FINDING BY JUDGE IN THE STATE ADMINISTRATIVE DISPUTE RESOLUTION

This dissertation aims to determine the application of law by judges in dispute settlement are still bound by the provisions of the dominance of normative law alone or in written form or have experienced a shift in thinking by the judge to get out of the law by looking at the reality in the community. Thus, judges in resolving disputes not only promote the rules and logic alone, but rather rely on the conscience, feelings, empathy, active judges and the creation. To achieve these objectives, used the doctrinal legal research and non-doctrinal. Doctrinal legal


(20)

research is intended to obtain secondary data, which is derived through an inventory of legislation, reviewing the literature related to the material or matter, the judge, then having collected were analyzed through a deductive method. Non-doctrinal legal research carried out to obtain the primary data, which is obtained through interviews and observations, then the data were analyzed with inductive methods with interactive models.

Based on the data analysis can be concluded, firstly judge in deciding, resolve disputes, or test the validity of beschikking not always based on the statute, and statute are not regarded as an absolute guideline. The statute is considered as mere guidelines and can be deviated in resolving the dispute. Secondly, that the statute is incomplete, imperfect, or no less clear, the statute can not accommodate all the needs of human beings in a society that increasingly complex and evolving, therefore the judge in trying to complete the task, explaining the act to be applied to the event by means of interpretation, construction and legal hermeneutics. Movement of thought by judges in resolving disputes, which is not only the base to the act and logic, but judges in resolving disputes with feelings, conscience, empathy, active and creative judges, explore the values of law and justice in society. Thirdly, judges in resolving disputes with earnest efforts to abandon the old ways of thinking or traditional law. Construction efforts to build legal discovery done by opening the foresight of the statute as an open system, the notion of justice is no longer the procedural or formal, but more likely to be substantial, as expected the search for justice in society, a view of the law which is holistic, with a view of law in public life as the basis and mirrors the growth and development law. Based on such consideration, it can realize the aim of the philosophical basis of administrative courts, which give justice to the community.


(21)

Dr. AL. Sentot Sudarwanto,S.H.,M.Hum.

Lahir di Surakarta, 27 November 1959. Pria yang memiliki NIP 195911271986011004 adalah staf Pengajar pada Fakultas Hukum UNS. Riwayat pendidikan tinggi yang berhasil ditempuh adalah tahun 1985 lulus sarjana (S-1) dari Universitas Sebelas Maret pada bidang ilmu: Hukum, tahun 1999 berhasil menyelesaikan master (S-2) dari Universitas Diponegoro pada bidang ilmu: Ilmu Hukum dan pada tahun 2013 telah berhasil menyelesaikan program Doktor (S-3) dari Universitas Sebelas Maret untuk

5


(22)

bidang ilmu: Ilmu Hukum. Judul dan ringkasan disertasi disajikan dalam 2 (dua) versi bahasa Indonesia dan English sebagai berikut.

PERANAN HUKUM DALAM MEREVITALISASI KELEMBAGAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI UNTUK MEWUJUDKAN PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP (Studi tentang Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo)

Latar belakangpenelitian ini adalah bahwa kondisi empiris DAS Bengawan Solo termasuk DAS kritis. Sementara itu lembaga pengelola DAS Bengawan Solo yang memiliki peranan penting di dalam mengatasi masalah DAS Bengawan Solo berjumlah cukup banyak, baik di tingkat pusat maupun daerah, namun bekerja secara sektoral dan tidak terintegrasi. Selain itu daria spekhukum, terdapat ketidaksinkronan peraturan dan belum mengatur secara komprehensif mengenai pengelolaan DAS. Dengan kenyataan tersebut, penulis melakukan penelitian dengan tujuan untuk (1) mengkaji dan menganalisis faktor ketidakberperannya hukum dalam merevitalisasi kelembagaan pengelolaan DAS Bengawan Solo (2) Mengkaji dan menemukan peranan hukum yang ideal dalam merevitalisasi kelembagaan pengelolaan DAS Bengawan Solo serta, (3) Membangun model rekonstruksi kelembagaan pengelolaan DAS Bengawan Solo. Penulisan penelitian ini mendasarkan pada pendekatan doktrinal dan non-doktrinal yang kualitatif.

Berdasarkan analisis data penelitian, didapatkanhasil: (1) Penyebab-penyebab hukum yang belum memiliki peranan dalam merevitalisasi kelembagaan pengelolaan DAS Bengawan Solo adalah: (a.) dari aspek substance dalam sistem hukum, adanya ketidak sinkronan antara UU No. 32 Tahun 2004 dengan UU No. 32 Tahun 2009. (b.) Dari unsur structure dalam sistem hukum, lembaga yang membuat Undang-undang belum responsif terhada ppengelolaan DAS. Hal ini terbukti dari 2 (dua) Undang-undang yaitu UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air yang belum dapat mengatur pengelolaan DAS secara komprehensif. Demikian juga lembaga pelaksana pengelolaan DAS yang ada


(23)

di tingkat pusat berjumlah 15 (limabelas) lembagadan di tingkat daerah (provinsi dan kabupaten/kota) berjumlah 11 (sebelas) lembaga yang masing-masing lembaga bekerja secara sektoral dan tidak dikoordinasi oleh suatu lembaga koordinator. (c.) Dari aspek legal culture, masyarakat dan pemangku kepentingan DAS Bengawan Solo pada dasarnya sudah cukup memiliki kesadaran akan DAS namun, pemahaman masyarakat akan DAS dapat dikalahkan oleh kebutuhan pemenuhan ekonomi masyarakat, sehingga secara keseluruhan walupun masyarakat sudah memiliki pemahaman yang bai ktentang DAS, namun di dalam pelaksanaannya masyarakat belum memiliki kesadaran yang baik dalam berhukum yang dipengaruhi oleh faktor ekonomi, faktor sosial (patron/panutan) dan politik (2) Hukum yang ideal di dalam pengelolaan DAS adalah hukum yang sinkron, responsif, dan progresif karena 75,25% wilayah DAS Bengawan Solo dimiliki oleh masyarakat. (3) Sebagai luaran dari disertasi ini adalah membangun Model KelembagaanTerpaduPengelolaan DAS Bengawan Solo, yang diarahkan pada sistemone river, one plan and multi management dengan menggunakan pendekatan perpaduan kelembagaan antara lembaga formal dan lembaganon-formal, dengan menitikberatkan pada peran serta masyarakat DAS Bengawan Solo.

Agar hukum dapat berperan di dalam merevitalisasi kelembagaan pengelola DAS Bengawan Solo, sehingga terwujud DAS Bengawan Solo yang lestari fungsi lingkungan hidupnya, maka perlu dilakukan beberapa tindakan, yaitu : (1) Perlu segera diwujudkan adanya perencanaan umum mengenai Rencana Pengelolaan DAS Bengawan Solo Terpadu melalui kerjasama antara PemerintahProvinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur dan didukung oleh Forum Peduli DAS Solo sebagai implementasi dari perencanaan Pengelolaan DAS Bengawan Solo yang berbasis masyarakat. (2) harus segera dipersiapkan : (a) strategi implementasi PP No. 37 Tahun 2012, (b) Peraturan Daerah tentang Pengelolaan DAS Terpadu oleh masing-masing daerah (provinsi dan kabupaten/kota) sebagai pengikat sektor dan kewilayahan di suatu daerah. (c) Sosialisasi PP No. 37 tahun 2012 kepada seluruh

stakeholders yang terkait dengan pengelolaan DAS, (3) Merefleksikan Politik hukum pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana yang terdapat dalamUndang-undang


(24)

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di dalam kebijakan otonomi daerah yang berkaitan dengan lingkungan hidup khususnya Pengelolaan DAS. (4) Merevisi dan mensinkronisasikan terminologi urusan lingkungan sebagai salah satu urusan wajib dalam Pasal 13 dan 14 UU No. 32 Tahun 2004 dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentangPerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai konsekuensi yuridis.

Kata Kunci :Perananhukum, DaerahAliranSungai, Revitalisasikelembagaan

THE ROLE OF LAW IN REVITALIZING THE INSTITUTIONAL OF WATERSHED MANAGEMENT IN ORDER TO ACHIEVE PRESERVATION OF ENVIRONMENTAL DUNCTION (Bengawan Solo Watershed Study)

The background of conducting this study is that empirical evidence shows that Bengawan Solo watershed considered as critical. Meanwhile, there are so many institutions that hold strategic roles in managing Bengawan Solo watershed (either belongs to central or local government), yet they work separately. From legal aspect, there are unsynchronized regulations of Bengawan Solo watershed management and those regulations haven’t regulated watershed management comprehensively. Research has been carried out to (1) Analyze factors that resulting inadequate work of law in revitalizing Bengawan Solo watershed institutions, (2) Analyze the ideal role of law in revitalizing Bengawan Solo watershed institutions (3) design reconstruction model of Bengawan Solo watershed management. And to achieve the proposed aims, law research from both qualitatively doctrinal and non-doctrinal approach has been carried out.

The result compiled from the data collected showed that: (1) the causes of law didn’t work effectively in revitalizing the institutions of Bengawan Solo watershed management are : (a.) from substance aspect of legal system, there are unsynchronized Provisions between Legislation Number 32 year 2004 and Legislation number 32 year 2009. (b) From structure aspect of legal system,


(25)

institution that legalizes the provision (DewanPerwakilan Rakyat) was not responsive enough regarding Bengawan Solo watershed management. This is proved by looking at 2 (two) provisions, Legislation Number 41 year 1999 subjecting Forestry and Legislation number 7 year 2004 subjecting Water Resources only explicitly mentioning watershed, however those legislations have not ruled rivershed management comprehensively. Whereas, there are 15 (fifteen) institutions under central government and 11 (eleven) institutions under local government (province/city) that have responsibility to manage Bengawan Solo watershed, however those institutions work separately. (c.) From legal culture

aspect of legal system, Bengawan Solo watershed’s community and stakeholders basically lacked awareness of law because of economical factor that force them to breach the law by exploiting Bengawan Solo watershed (cybernetica theory). Instead of economical factor that effect, there are also influences from the leadership of that region (patron) and political will that give enormous impacts towards the community of the people in Bengawan Solo watershed. (2) Synchronize, responsive, and progressive law is the ideal applicable law in Bengawan Solo watershed management. Progressive and responsive law has character to respond public needs, demands, and miseries, and this is an ideal character for Bengawan Solo watershed since this watershed 75,25% of its areas belongs to public. (3) The outcome of this dissertation is to design Integrated Institutional Model of Bengawan Solo Watershed Management (IIN MO NGASO). This Institutional model will be directed by using One River, One Plan, and Multi Management system, by applying institutional collaboration approach between formal and informal institutions and emphasizing on Bengawan Solo’s public involvement.

In order to lift role of law in revitalizing institutional management of Bengawan Solo watershed to achieve sustainable Bengawan Solo watershed, there are several points to be done, and they are: (1) planning and analysis concerning Integrated Bengawan Solo Watershed Plan needs to be fulfilled by applying collaboration between the Central Java and East Java government along with support from Forum


(26)

Peduli DAS Solo as the implementation of Public Base Bengawan Solo Management Plan. (2) There are several preparations to be done, such as: (a.)Preparing the Implementation strategy of Government Regulation Number 37 year 2012, (b.) Preparing Local Regulation subjecting Watershed Management by related regional (province and city) as a sectorial bond (c.) Socializing Government Regulation Number 37 year 2012 towards stakeholders of Bengawan Solo watershed, (3) Applying law politic of managing the environment based on Conservation Provision and Environmental Management and inducting it in to the autonomy policy especially policy that related to watershed management. (4) Revising and synchronizing the terminology of environmental matter as one of the main subject between the 13th article and 14th article of Legislation Number 32 year 2004 and

Legislation Number 32 year 2009 subjecting Protection and Environmental Management as the juridical consequence.

Keywords: the role of law, watershed, revitalization of institutiona

Dr. Siti Aisyah Tri Rahayu, S.E., M.Si

Lahir di Cilacap, 27 September 1968. Perempuan yang memiliki NIP 196809271997022001 adalah staf Pengajar pada Fakultas Ekonomi UNS. Riwayat pendidikan tinggi yang berhasil ditempuh adalah tahun 1994 lulus sarjana (S-1) dari Universitas Gadjah Mada pada bidang ilmu: Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan,

6


(27)

tahun 2001 berhasil menyelesaikan master (S-2) dari Universitas Gadjah Mada pada bidang ilmu: Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan, dan pada tahun 2012 telah berhasil menyelesaikan program Doktor (S-3) dari Universitas Gadjah Mada untuk bidang ilmu: Ilmu Ekonomi. Judul dan ringkasan disertasi disajikan dalam 2 (dua) versi bahasa Indonesia dan English sebagai berikut.

PERILAKU PASAR KREDIT BANK PASCA KRISIS MONETER DI INDONESIA (2002.1-2007.4): MODEL DATA PANEL DINAMIK

Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis adanya fenomena disintermediasi perbankan di Indonesia pasca terjadinya krisis moneter. Secara terinci tujuan tersebut dijabarkan menjadi: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: (1) Menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap permintaan kredit bank; (2) Menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap penawaran kredit bank; (3) Menganalisis gap antara permintaan kredit yang ada dengan permintaan kredit yang diinginkan; (4) Menganalisis gap antara penawaran kredit yang ada dengan penawaran kredit yang diinginkan; (5) Menganalisis gap antara permintaan kredit dan penawaran kredit bank; (6) Menganalisis respon permintaan kredit bank dalam menghadapi perubahan kondisi internal dan eksternalnya; (7) Menganalisis respon penawaran kredit bank dalam menghadapi perubahan kondisi internal dan eksternalnya. Keaslian penelitian ini diantaranya adalah dengan menggunakan data individual bank triwulanan (2002.01-2007.04 untuk mengestimasimodel permintaan dan penawaran kredit. Data diestimasi dengan menggunakan Model Regresi Panel Data Simultan Dinamik dan metode Seemingly Unrelated Regression (SURE) untuk mengestimasi efek individual di pasar kredit bank. Studi ini juga akan membandingkan apakah tipe kepemilikan mempunyai pengaruh terhadap perilaku bank di pasar kredit bank. Perbedaan lain dari penelitian ini dibanding penelitian sebelumnya adalah menggunakan metode general to spesifik approach dalam


(28)

menentukan model estimasi yang paling tepat untuk mengestimasi pasar kredit di Indonesia

Secara umum penelitian ini menyimpulkan. bahwa masalah disintermediasi keuangan sektor perbankan masih terjadi pasca krisis moneter 1997 di Indonesia. Lambatnya pemulihan disintermediasi keuangan ini juga disebabkan karena lambatnya proses penyesuaian dalam permintaan dan penawaran kredit bank dalam menuju keseimbangan, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama bagi permintaan dan penawaran kredit bank untuk merasakan pengaruh dari variabel-variabel penentu permintaan dan penawaran kredit bank. Penelitian ini juga menemukan bahwa disintermediasi masih terjadi disebabkan karena perilaku pelaku di kedua sektor, yakni bank dan pelaku usaha yang masih menghindari risiko (risk averse). Temuan lainnya adalah adanya perilaku bank yang berbeda dalam model permintaan dan penawaran kredit bank di pasar kredit bank di Indonesia.

Kesimpulan spesifik dari penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, hasil analisis permintaan kredit bank menunjukkan bahwa suku bunga kredit mempunyai elastisitas harga (suku bunga kredit) yang inelastis dalam jangka pendek untuk semua kelompok bank. Dalam jangka panjang, tingkat inelastisitas suku bunga kredit tersebut semakin berkurang, bahkan menjadi sangat elastis untuk BUSN Non Devisa dan Bank campuran. Inflasi meningkatkan permintaan kredit dalam jangka panjang hanya pada dua kelompok bank yaitu BPD dan bank campuran. Sementara kurs meningkatkan permintaan kredit bank pada semua kelompok bank dalam jangka panjang. Variabel pendapatan meningkatkan permintaan kredit untuk bank BUSN Non Devisa, BPD dan Bank asing dan menurunkan permintaan kredit pada Bank Persero, BUSN Devisa, dan Bank campuran. Elastisitas pendapatan yang positif pada tiga bank pertama, menunjukkan bahwa kredit bank tersebut merupakan barang normal dan bahkan mewah bagi debitur.


(29)

Kedua, dari estimasi regresi penawaran kredit bank ditemukan bahwa meningkatnya suku bunga kredit semakin meningkatkan jumlah kredit yang ditawarkan oleh bank, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang (BUSN Non devisa dan BPD). Sementara untuk bank persero, BUSN Devisa, bank campuran, dan bank asing pengaruh dari meningkatnya suku bunga kredit justru menurunkan jumlah kredit yang ditawarkan. Dilihat dari elastisitas penawaran, dapat dilihat bahwa suku bunga kredit pada BUSN Non Devisa dan BPD mempunyai elastisitas yang lebih besar dari satu (elastis). Ini berarti bahwa penawaran kredit bank untuk kedua bank sangat responsif terhadap perubahan suku bunga kredit bank. Meningkatnya suku bunga SBI mengurangi jumlah kredit yang ditawarkan dalam jangka panjang pada kelompok bank yaitu BUSN Non Devisa. Dari perkembangan portepel aktiva perbankan ditemukan bahwa dewasa ini terjadi perubahan preferensi bank dalam portofolio penanaman dananya. Bank cenderung untuk memegang aset yang likuid dan relatif kurang berisiko, seperti SBI, obligasi pemerintah dan pasar uang antar bank. Sementara itu, peningkatan indeks produksi meningkatkan permintaan kredit tiga kelompok bank, yaitu BUSN Non Devisa, BPD, dan bank asing. Kenaikan BOPO mempunyai dampak menurunkan penawaran kredit bank pada kelompok bank BUSN Devisa, BUSN Non Devisa, bank campuran dan bank asing. Dalam jangka panjang, CAR menurunkan penawaran kredit bank pada kelompok bank BUSN Devisa, BUSN Non Devisa, dan bank campuran. Kapasitas dana pinjaman yang semakin besar berdampak meningkatkan kredit yang ditawarkan pada lima kelompok bank, yaitu bank BUSN Devisa, BUSN Non Devisa, BPD, bank campuran, dan bank asing

Ketiga, masih terdapat gap antara permintaan kredit aktual dengan permintaan kredit yang diinginkan. Gap dengan permintaan kredit aktual lebih kecil dibandingkan dengan permintaan yang diinginkan hanya pada kelompok bank persero. Ini berarti bahwa permintaan kredit pada bank persero masih mampu untuk ditingkatkan lagi. Dengan kata lain, pelaku usaha belum mengajukan permintaan kreditnya secara optimal. Salah satu sebab belum optimalnya permintaan kredit adalah bahwa pelaku usaha juga masih berperilaku


(30)

menghindari risiko (risk averse). Perilaku ini menyebabkan keputusan investasi pelaku usaha masih mempertimbangkan risiko-risiko yang akan muncul dalam pengajuan kredit bank.

Keempat, gap penawaran kredit terdapat pada BUSN Devisa, BUSN Non Devisa, bank campuran, dan bank asing. Pada empat kelompok bank ini ditemukan bahwa penawaran kredit bank yang diinginkan lebih besar dibandingkan penawaran kredit aktualnya. Hasil ini menunjukkan bahwa keempat kelompok bank masih mampu untuk meningkatkan penawaran kreditnya sampai pada tingkat yang optimal. Penawaran kredit bank yang belum optimal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang dominan adalah masih tingginya persepsi bank terhadap risiko pemberian kredit ke pelaku usaha di sektor riil. Hal ini tidak lain mengindikasikan bahwa bank masih berperilaku menghindari risiko (risk averse) pasca krisis moneter.

Kelima, hasil perhitungan gap antara permintaan dan penawaran kredit yang diinginkan menunjukkan hasil sebagai berikut. Gap dengan permintaan kredit bank yang diinginkan lebih besar dari penawaran kreditnya terdapat pada bank persero dan bank BPD. Gap tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat disintermediasi keuangan dari sektor perbankan ke sektor riil. Di sisi lain, empat kelompok bank, yakni BUSN Devisa, BUSN Non Devisa, bank campuran dan bank asing, ditemukan bahwa penawaran kredit bank yang diinginkan lebih besar dibandingkan permintaan kredit aktualnya.

Keenam, simulasi terhadap gap nilai kredit aktual dan estimasi baik permintaan maupun penawaran bank menunjukkan bahwa, kejutan suku bunga kredit yang dapat menurunkan gap antara nilai kredit aktual dan nilai kredit yang diinginkan adalah berupa penurunan suku bunga kredit bank.

Ketujuh, hasil simulasi terhadap gap permintaan kredit dan penawaran kredit bank yang diinginkan adalah sebagai berikut. Secara umum, kenaikan suku bunga kredit bank memperlebar gap permintaan-penawaran kredit bank, sementara


(31)

penurunan suku bunga kredit bank cenderung menurunkan gap antara permintaan dan penawaran kredit bank.

Kata Kunci: disintermediasi perbankan-risk averse-pasar kredit bank-gap kredit-respons.

ABSTRACT. This study aims to analyze the general phenomenon of banking disintermediation in Indonesia after the monetary crisis. Further this study was conducted with the following objectives: 1) To analyze the variables that affect the demand for bank credit, (2) analyze the variables that affect the supply of bank credit, (3) Analyze the gap between existing demand for credit with the desired demand for credit; (4) Analyze the gap between the supply of credit available to estimated supply of credit, (5) Analyze the gap between the demand for credit and supply of bank credit , (6) Analyze the response of demand bank credit demand in the face of changing internal and external shock, (7) Analyze the response of bank loan supply in the face of internal and external shock.

The originality of this research is on the utilization of data on quarterly bank individually (2002.01-2007.04) to estimate the demand and supply model. The data is estimated using dynamic panel data regression model and seemingly unrelated regression (SURE) method to find out the individual effect of credit market. In addition, this study will compare whether the type of ownership has an effect on the bank behaviour according to the bank credit market. Another distiction factor of this study comparing to other studies is the utilization of general to specific approach to determine the most suitable estimation model to estimate the Indonesia credit market.

In general this study found that the banks’ behavior in the demand and supply of credit in the Indonesia credit market are different. In addition we found that there was a gap between demand and supply of credit after the monetary crisis in 1997. The slow adjustment on the demand and supply of credit into the equilibrium position is the underlying reason of the emergence of the disintermediation


(32)

phenomenon in the Indonesian banking industry. Therefore the time required influencing the demand and supply of credit was longer.

According to the result of the study, we can generate some conclusion as following. First, the regression estimations on panel data of demand of bank’s credit show that that the interest rate elasticity of credit is inelastic in the short term for all bank groups. Inflation has the same influence as the theory only in the long-run of demand of credit at the regional and joint venture banks. In the other side the foreign exchange did not have the sign as theory in all demand of bank’s credit. Regarding to the income variable, only in the demand of credit in two groups, which are the local private non foreign exchange and the regional bank, the direction of its influence is in line with the theory. The output gap influenced the demand of bank’s credit with the same direction as the theory for four groups which are the State Owned Banks; the local private foreign exchange banks; the local private non foreign exchange banks and foreign banks;

Second, estimations on the panel regression of the supply of bank’s credit show that the interest rates have the same direction as the theory. The interest rates influenced the supply of credit positively both in the long-run and short-run for the local private non foreign exchange and regional banks. In the other side the influence of the interest rates on the supply of credit for the State Owned Banks; local private foreign exchange banks; joint venture banks and foreign banks are different with the theory. The estimated regression of bank credit supply was found that the increased interest lending rates further increased the amount of credit offered by banks, both in the short and long term (BUSN Non Devisa and BPD). The interest rates of the Certificate of Bank of Indonesia influence on the supply of credit are in line with the theory in the long-run for local private non foreign exchange banks. The influence of the interest rates of the certificate of Bank of Indonesia on the supply of credit is in line with the theory in the long-run for the local private non foreign exchange banks. The influence of the production index on the demand of credit is in line with the theory on the three groups which


(33)

are the local private non foreign exchange; regional and foreign banks. BOPO has a coefficient sign as prescribed by the theory on the supply of bank’s credit of the local private foreign exchange and non foreign exchange banks; joint venture and foreign banks. In the long run, capital adequacy ratio has the direction as prescribed by the theory for the local private foreign exchange and non-foreign exchange and joint venture banks. The capacity of loans has an influence similar with prescribed by the theory for five groups which are the local private foreign exchange and non foreign exchange; regional; joint venture and foreign banks. Third, the study calculated two gaps. First is the gap between actual demand of credit and the estimation of the demand of credit and secondly is the gap between actual supply of credit and the estimation of the supply of credit. There is still a gap between the actual credit demand with demand for credit is desired. In the State Owned Bank group the actual demand of credit was smaller than the required demand of credit. It implies that the demand of credit of the State Owned Banks can be increased. In the other side, the other five groups the actual demand of credit was higher than the required demand of credit. In other words, the business has not been filed credit requests optimally. One reason for not optimal credit demand is that the business in the real sector is still risk averse. This behavior leads to business investment decisions are still considering the risks that would arise in obtaining bank loans.

Forth, Gap credit offerings contained in the BUSN Devisa, BUSN Non Devisa, a mixture of bank and foreign bank. In the four bank groups is found that the supply of bank credit is more desirable than the actual loan offers. This suggests that the four banks that are still able to increase credit supply to the optimum level. Bank credit offerings are not optimal can be caused by several factors. One dominant factor is the high perception of risk of bank lending to businesses in the real sector. This is nothing to indicate that banks are still risk-averse behavior (risk averse) post-financial crisis.

Fifth, further the calculation of gap between required demand and supply of credit shows that the demand of credit was higher than the supply of credit for the State


(34)

Owned Banks and Regional Banks. In the other side in the other four groups, the required supply of credit was higher than the demand.

Sixth, the study conducted the simulation on change of credit interest rates on the gap between the actual credit and the estimation credit both the demand and supply model. In overall the reduction of the interest rates of credit was able to to reduce the gap between the actual credit and the required credit. The increase on the credit interest rates widened the gap between the actual credit and the required credit in all groups except the regional and foreign bank groups. The simulation on income, inflation, exchange rates, production index and CAR did not generate significant changes. The changes on those variables did not led to significant change on the gap.

Seventh, the study also generated the calculation of gap between the demand and supply of credit. In overall the increase on the credit interest rates widened the gap between the demand and supply of credit. Further the reduction on the rates reduced the gap between demand and supply of credit. Moreover the simulation of the changes on the interest rates of the certificate of Bank of Indonesia shows that the increase of rates reduces gap and widen demand-supply of credit gap sharply in all group.

Keywords: banking disintermediation-risk averse-bank credit market-redit gap-response

Dr. Mugi Rahardjo, Dipl, M.Si.

7


(35)

Lahir di Yogyakarta, 27 Desember 1949. Pria yang memiliki NIP 194912271982031002 adalah staf Pengajar pada Fakultas Ekonomi UNS. Riwayat pendidikan tinggi yang berhasil ditempuh adalah tahun 1976 lulus sarjana (S-1) dari Universitas Gadjah Mada pada bidang ilmu: Ekonomi Pertanian, tahun 2003 berhasil menyelesaikan master (S-2) dari Universitas Sebelas Maret pada bidang ilmu: Ilmu Lingkungan, dan pada tahun 2012 telah berhasil menyelesaikan program Doktor (S-3) dari Universitas Sebelas Maret untuk bidang ilmu: Ekonomi Lingkungan. Judul dan ringkasan disertasi disajikan dalam 2 (dua) versi bahasa Indonesia dan English sebagai berikut.

VALUASI EKONOMI KONSERVASI SUMBERDAYA AIR DI KAWASAN TENGGARA GUNUNG MERAPI PROVINSI JAWA TENGAH

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengkaji jenis-jenis konservasi sumberdaya air yang berkelanjutan yang dapat dilakukan oleh masyarakat, (2) menentukan nilai kemampuan membayar (Willingness to Pay (WTP) masyarakat atas peningkatan manajemen konservasi sumberdaya air, (3) menentukan determinan yang secara signifikan mempengaruhi besarnya nilai WTP atas manfaat tambahan karena peningkatan manajemen konservasi sumberdaya air, (4) menemukan mekanisme yang diterapkan untuk membayar manajamen konservasi sumberdaya air mekanisme pengumpulan dana bagi manajemen konservasi sumberdaya air. Penelitian ini menggunakan metode pengambilan sample dengan random sampling berstrata secara porposional (proportional stratifical rancom sampling)

besarnya sampel menggunakan tabel Umar Sekaran, target populasi sebesar 91.000 sehingga besarnya sampel 428 responden. Metode yang digunakan adalah regresi ganda dengan model double log natural. Hasil analisis menunjukkan bahwa : jenis-jenis kegiatan yang berpengaruh secara nyata terhadap konservasi sumberdaya air adalah Sumur Resapan, Lubang Resapan Biopori (LRB), Kesadaran


(36)

Lingkungan, Kualitas Air, Tanaman Beringin dan Tanaman Bunga Merak.

Hasil perhitungan WTP untuk konservasi sumberdaya air pelanggan rumah tangga di daerah penelitian adalah sebagai berikut: WTP minimum untuk katagori R2 sebesar 5.000, R3 sebesar 5.100, R4 sebesar 5.200, N1 sebesar 21.000 hasil regresi log diperoleh kesimpulan bahwa WTP untuk konservasi sumberdaya air diuji dengan koefisien regresi secara parsial (Uji t) menunjukkan 6 variabel yang berpengaruh terhadap WTP konservasi yaitu; Kesadaran Fungsi Lingkungan (t = 3,093 dengan sig 0,0026), Kualitas Air Tanah (t = -23,78 dengan sig 0,0915 dan Sumur Resapan, Pohon Beringin dan Pohon Bunga Merak, variabel lain yaitu pendapatan keluarga, pendidikan KK, umur pernikahan, kepemilikan rumah, jumlah anggota keluarga, sumber air yang digunakan, lama tinggal, alat penyaring, pohon Kiara payung dan pohon Angsana tidak berpengaruh secara signifikan terhadap konservasi sumberdaya air.

Pengumpulan dana untuk manajemen konservasi sumberdaya air adalah melalui penambahan dana yang dikelola oleh masyarakat dengan pendamping PDAM. Melihat potensi yang cukup besar sumur resapan dan memiliki peranan yang penting dalam pengelolaan sumberdaya air maka kegiatan ini perlu lebih dioptimalkan melalui persyaratan IMB oleh PEMDA bagi penduduk yang mendirikan bangunan. Demikian juga pembuatan biopori lebih digiatkan, disosialisasikan kepada masyarakat secara luas.

Kata kunci: WTP, Konservasi, Sumur Resapan, Biopori.

ECONOMIC VALUATION OF WATER RESOURCES CONSERVATION IN SOUTH EAST AREA MOUNTAIN MERAPI CENTRAL JAVA PROVINCE

This study aims to: (1) determine the determinant of the significantly affect the value of willingness to pay for additional benefits due to increased conservation of


(37)

water resources management, (2) determine the willingness to pay (WTP) community for the improvement of water resource conservation management, (3) assess the types of sustainable conservation of water resources that can be done by the community, (4) development of economic instruments that include the community's role in the mechanism of raising funds for conservation management of water resources.

This study uses a sampling method with proportional stratified random sampling (random sampling proportional stratified). The target population of 91,000 so that the sample size of 428 respondents. The model used is a multiple regression model with double the natural log.The analysis showed that the types of activities that significantly influence toward the conservation of water resources is the infiltration wells, infiltration holes biopori (LRB), environmental awareness, water quality, Ficus Benyamina and Caesalpinia Pulcherrima.

The results of calculations Willingness to pay for conservation of water resources in the household customers survey area are as follows: WTP minimum for categories R2 5,000; R3 at 5,100; R4 at 5,200; N1 of 21,000. Log regression results obtained the conclusion that the WTP for the conservation of water resources was tested with partial regression coefficients (t test) shows the six variables that affect the WTP conservation, namely: awareness of environmental functions; tough water quality and infiltration wells, Ficus Benyamina and Caesalpinia Pulcherrima. Another variable is family income, family head education, age of marriage, home ownership, family size, sources of water used, length of stay, filter, kiara payung tree and angsana tree does not significantly affect the conservation of water resources.


(38)

Dr. Mulyanto, M.E.

Lahir di Klaten, 23 Juni 1968. Pria yang memiliki NIP 196806231993021001 adalah staf Pengajar pada Fakultas Ekonomi UNS. Riwayat pendidikan tinggi yang berhasil ditempuh adalah tahun 1992 lulus sarjana (S-1) dari Universotas Sebelas Maret pada bidang ilmu: Ekonomi dan Pembangunan, tahun 1999 berhasil menyelesaikan master (S-2) dari Universitas Indonesia pada bidang ilmu: Ekonomi Perencanaan, dan pada tahun 2012 telah berhasil menyelesaikan program Doktor (S-3) dari UNDIP Semarang untuk bidang ilmu: Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Judul dan ringkasan disertasi disajikan dalam 2 (dua) versi bahasa Indonesia dan English sebagai berikut.

PEMODELAN EVALUASI KEBERHASILAN

PEMBANGUNAN DESA (Proyek Percontohan di Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah)

Klaten merupakan salah satu dari 35 kabupaten / kota di Jawa Tengah yang menunjukkan kinerja baik dalam berkompetisi di tingkat provinsi, khususnya dalam pengelolaan pembangunan desa. Studi ini berusaha mengembangkan model untuk menilai keberhasilan pembangunan desa.

Tujuan khusus dari studi ini: (i) merumuskan kriteria untuk menilai keberhasilan pembangunan desa dengan menggunakan beberapa instrumen, (ii) mengidentifikasi desa-desa berprestasi dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan, (iii) memilih desa berprestasi sebagai model berdasar kluster tertentu dengan pendekatan benchmarking,


(39)

dan (iv) merumuskan strategi pembangunan desa dengan menggunakan sumber informasi dari desa model percontohan. Studi ini menggunakan perpaduan sekunder dan data primer. Data sekunder berupa dokumen Kecamatan Dalam Angka dipakai sebagai basis dalam menemukan desa-desa berprestasi. Sementara data primer diperoleh dari serangkaian kegiatan diskusi terfokus (focused group discusssion) dan wawancara mendalam (indept interview) dengan tokoh-tokoh kunci (key-persons) dan responden terkait. Perpaduan pendekatan kuantitatif dan kualitatif diterapkan untuk menjawab tujuan penelitian yang diajukan. Dari penerapan 3 model ditemukan 3 indikator (dari 9 indikator) yang selalu muncul sebagai penentu keberhasilan pembangunan desa, yaitu: (i) Indikator Sarana Perekonomian, (ii) Indikator Tingkat Pendidikan, dan (iii) Indikator Tingkat Kesehatan. Ketiga indikator ini dipercaya mampu menjadi penggerak dan pendorong keberhasilan pembangunan desa. Dengan mengelompokkan 9 indikator ke dalam 5 bidang sebagai penentu pembangunan desa (bidang ekonomi, sosial, politik, pemerintahan, dan fisik prasarana), telah ditemukan bahwa dengan menggunakan metode The Analytic Hierarchy Process (AHP) mengindikasikan bahwa aspek yang utama mempengaruhi keberhasilan pembangunan desa adalah bidang ekonomi (sebesar 36,5%), bidang sosial (31,1%), bidang fisik prasarana (20,9%), bidang pemerintahan (7,4%), dan bidang politik (4,9%).

Dari setiap model yang diterapkan terhadap 391 desa di 25 kecamatan di Kabupaten Klaten, diambil 10 desa berprestasi sebagai desa model. Dari perpaduan dan persandingan ke-10 desa berprestasi, dihasilkan 5 desa yang ditetapkan sebagai desa model percontohan. Dari ke-5 desa model inilah disusun


(40)

dan dirumuskan strategi pembangunan desa pada masa-masa mendatang.

Kata Kunci: Model, Evaluasi, Desa, Strategi, Klaten, Indonesia

MODEL FOR SELECTION OF GOOD VILLAGE PERFORMANCE (Pilot Project in Klaten Regency, Central Java – Indonesia)

Klaten is one out of 35 regencies/municipalities in Central Java. In overall, Klaten performed very well in city competition in provincial level. This study was attempted to develop the social engineering model to select a better village performance with a pilot project of Klaten Regency. The specific objectives of the study were: (i) to evaluate the villages performance in the study area using several instruments; (2) to select the best village model by its cluster; (3) to formulate a model for village selection with performance-based system using social engineering design, and finally (4) to formulate the strategy for developing the village development based on information and data adobted from the best village model.

This research used both secondary and primary data. The primary data used in this study was adopted from interviewing with respondents and key-persons (informants). Sampling methods of multistage and snow-ball were applied to select the samples. Mixed-method of quantitative and qualitative approaches were invoked to answer the objective of the study posed.

The result indicated that the village(s) selected using social engineering design is likely found more acceptable as a model for


(41)

village development purposes in the study area. This implies that the selected model with necessary modification after tried out will becoming a proposed model for Indonesian context to select the prospective outstanding village.

Further, the expected output of the study is to produce an instruments of short-guide and/or a software for selecting the village with better performance in a certain region. And, in next years this study can be developed by applying the transaction costs model for the village selection by its scenarios.

Keywords: Social-engineering, model, mixed - method, village, performance, selection, Klaten, Indonesia.

Agung Nur Probohudono, S.E., Ak., M.Si., Ph.D.

Lahir di Surakarta, 4 Pebruari 1983, Pria yang memiliki NIP 198302042008011003 adalah staf Pengajar pada Fakultas Ekonomi UNS. Riwayat pendidikan tinggi yang berhasil ditempuh adalah tahun 2005 lulus sarjana (S-1) dari Universitas Sebelas Maret pada bidang ilmu: Akuntansi, tahun 2006 berhasil menyelesaikan Pendidikan Profesi Akuntansi (PPAK) dari Universitas Sebelas Maret, tahun 2008 berhasil menyelesaikan master (S-2) dari Universitas Gadjah Mada pada bidang ilmu: Akuntansi dan pada tahun 2012 telah berhasil menyelesaikan program Doktor (S-3) dari Curtin University Perth Australia untuk bidang ilmu: Accounting. Judul dan ringkasan disertasi disajikan dalam 2 (dua) versi bahasa Indonesia dan English sebagai berikut.

A COMPARATIVE ANALYSIS OF VOLUNTARY RISK DISCLOSURE

This thesis examines voluntary risk disclosures from 600 firm year annual reports

9


(1)

berkurang ketika M600 yang diberikan 30 pph, dan QM600 yang diberikan 1, 10, dan 30 pph; sementara jumlah PEG600 maupun M600 yang diserap oleh tanah liat berkurang ketika jumlah PVOH yang diberikan meningkat. Sampel yang dibuat dengan mencampuran PEG600 dengan tanah liat dulu sebelum menambahkan PVOH secara konsisten menunjukkan nilai d001-spacing dan puncak intensitas lebih

tinggi dibandingkan sample yang dibuat dengan PEG600 dan PVOH dulu sebelum menambahkan tanah liat, atau mencampur PVOH dengan Tanah liat dulu sebelum menambahkan PEG600. Perbedaan ini terjadi karena cara penyusunan molekul dalam gallery Tanah liat, dan bukan karena kuantitas organic yang diserap oleh Tanah liat.

Tensile storage modulus, β, suhu α and Ea of PVOH/clay systems meningkat

sebanding dengan jumlah tanah liat; sementara trend sebaliknya terjadi untuk toughness dan damping propertiesnya. Reinforce Tanah liat PVOH menghasilkan pengurangan water permeability pada nanocomposites yang dihasilkan sebesar 8 kali ketika kandungan Tanah liat 50 wt%. Trend sebaliknya terjadi ketika 20 wt% PEG600 diberikan ke PVOH water permeabilitynya meningkat 4.4 kali. Reinforce tanah liat pada PVOH/PEG600 mengurangi water permeability dan ≈23 wt% Tanah liat diperlukan untuk mengembalikan nilai WVTR pada nilai PVOH sendiri. Selain tanah liat, the kristaliniti PVOH juga mengurangi water permeability dari nanocomposites. Tingkat kristaliniti PVOH didentifikasi menggunakan FTIR dengan melihat rasio intensitas pada pita 1142 cm-1 dan 2942 cm-1 dimana diperoleh rasio

tsb meningkat dengan suhu pemanasan dan kandungan tanah liat tetapi menurun dengan waktu ketika diekspose pada kelembaban relative 85%. Lebih lanjut, intensitas puncak XRD pada ≈ 19 °2θ, yang berkait dengan kristaliniti PVOH meningkat dengan subu dan menurun dengan waktu eksposur untuk semua film. Kristallinity sampel sangat dipengaruhi oleh kandungan air, namun kristaliniti yang terbentuk tidak dapat hilang sepenuhnya setelah disimpan pada suhu 23 ºC dan kelembaban relative 85% selama 51 hari.


(2)

CLAY-POLYVINYL ALCOHOL NANOCOMPOSITES: COMPETITIVE ADSORPTION OF POLYVINYLALCOHOL AND PLASTICIZERS ONTO NA-BENTONE

Competitive adsorption of poly(vinyl alcohol) (PVOH) and plasticizers (PEG Mw 600 and 2000, M600 and quaternized M600) onto Na-bentonite has been studied. Preliminary experiments showed that as the concentration of plasticizers or PVOH increased, the amount adsorbed by clay increased and followed a Langmuir-type adsorption. The order of affinity to clay was PVOH, PEG2000, M600 and PEG600. Step changes occurred in the gallery with increasing amounts of plasticizer offered as it expanded from a depleted single layer through to a full single layer, then a combined single and bilayer system, and finally a full bilayer system. For PVOH, multi-layers were observed, as well as mostly exfoliated structures when the PVOH concentration was > 75 wt%. The extent of change in the d-spacings of PEG600/clay and PVOH/clay systems were shown to be greatly affected by thermal treatment and exposure to different relative humidities at low organic loadings (<17 wt%), and less at high loadings (>23 wt%). The thermal stability of PEG600 or PVOH in clay was dependant on the loading and so related to the type of structure. Desorption of organic from clay by washing up to ten times with water showed that not all organic was removed since the d-spacing of organic/clay did not collapsed to that of clay alone.

In the competitive adsorption studies, both plasticizers (PEG600 or M600) and PVOH were present within the clay gallery, the amounts of plasticizer and PVOH present increased with the amount of plasticizer and PVOH offered. The amount of PVOH adsorbed by clay was slightly increased by the presence of 1-30pph PEG600, but reduced in the presence of 30 pph M600 and 1, 10 and 30 pph QM600, whilst the amount of PEG600 or M600 adsorbed by clay was reduced when the amount of PVOH offered was increased. Samples prepared by mixing PEG600 with clay first before adding PVOH consistently exhibited slightly higher d001-spacings and peak intensities when compared to the corresponding samples


(3)

with clay first before adding PEG600. The differences are assigned to their molecular arrangements rather than quantities adsorbed.

The tensile storage modulus, β, α temperature and Ea of PVOH/clay systems

increased as the amount of clay increased whilst the opposed trend was observed for the toughness and damping properties. Introduction of clay into PVOH resulted in a reduced water permeability in the nanocomposites since an 8 times reduction was observed when clay content was 50 wt%. The opposite trend was observed when 20 wt% PEG600 was introduced to the PVOH since it increased the water permeability by 4.4 times. Introduction of clay to PVOH/PEG600 reduced the water permeability and ≈23 wt% clay was needed to return the WVTR value to that of PVOH alone. Besides clay, the crystallinity of PVOH was shown to reduce the water permeability of the nanocomposites. The levels of PVOH crystallinity were identified using FTIR from the intensity ratio of the bands at 1142 cm-1 and

2942 cm-1; the ratio increased with heating temperature and clay content but

decreased with time when exposed to 85% relative humidity. In addition, the intensity of the XRD peak at ≈ 19 °2θ, which relates to PVOH crystallinity increased with temperature and decreased with exposure time for all films. The sample crystallinity was greatly affected by water content, however, the induced crystallinity was not completely lost after being maintained at 23 ºC and 85 % RH for 51 days.

Nuryani, S.Si., M.Si.,Ph.D.

Lahir di Kediri, 3 Maret 1969. Pria yang memiliki NIP 196903032000031001 adalah staf Pengajar pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNS. Riwayat pendidikan tinggi yang berhasil ditempuh adalah tahun 1995 lulus sarjana (S-1) dari Universitas Brawijaya pada bidang ilmu: Fisika, tahun 2001 berhasil menyelesaikan master (S-2) dari


(4)

Universitas Indonesia pada bidang ilmu: Ilmu Fisika, dan pada tahun 2012 telah berhasil menyelesaikan program Doktor (S-3) dari University of Technology Sydney. Judul dan ringkasan disertasi disajikan berbahasa English sebagai berikut.

ELECTROCARDIOGRAM AND HYBRID SUPPORT VECTOR ALGORITHM FOR DETECTION OF HYPOGLYCAEMIA IN PATIENTS WITH TYPE 1 DIABETES

Hypoglycaemia is the most acute and common complication of type 1 diabetes. Physiological changes occur when blood glucose concentration falls to a certain level. A number of studies have demonstrated that hypoglycaemia causes electrocardiographic (ECG) alteration.

The serious harmful effects of hypoglycaemia on the body motivate research groups to find an optimal strategy to detect it. Detection of hypoglycaemia can be performed by puncturing the skin to see the blood glucose level. However this method is unsuitable for frequently and periodically puncturing. Frequently puncturing could make fears for patients. Periodically puncturing is difficult to be conducted and is not convenience when patients are sleeping. Therefore, a continuous and non-invasive technique can be considered to be applied for hypoglycaemia detection. Several techniques have been reported, such as reverse iontophoresis and absorption spectroscopy.

Another approach to hypoglycaemia detection is based on the physiological effects of hypoglycaemia on the body such as the hypoglycaemic effects to the brain, heart and skin. Physiological effects of hypoglycemia to the brain are studied by investigating electroencephalography (EEG) features. Hypoglycemic effects to the heart includes alteration of electrocardiographic (ECG) parameters such as heart rate, QT intervals and T-wave amplitude alteration.

Several algorithms were developed to process ECG parameters for hypoglycemia detection. The algorithms include intelligent algorithms with basis of neural


(5)

network and fuzzy system. Furthermore, hybrid systems were also developed, such as fuzzy neural network and genetic-algorithm-based multiple regression with fuzzy inference system.

So far, hypoglycaemia detection systems which are based on the physiological effects still require extensive validation before they can be adopted for worldwide clinical practices.

The research in this thesis introduces several ECG parameters especially which relate to the repolarization phase and could contribute to hypoglycaemia detection. Furthermore, this research aims to introduce novel computational intelligent techniques for hypoglycaemia detection. The detection is based on electrocardiographic (ECG) parameters. A support vector machine (SVM) is the first algorithm introduced for hypoglycaemia detection in this research. The second algorithm is a hybrid of SVM with particle swarm optimization (PSO), which is called an SSVM algorithm. This algorithm is intended to improve the performance of the first algorithm. PSO is an evolutionary technique based on the movement of swarms. It is employed to optimize SVM parameters in order that the SVM perform well for hypoglycaemia detection. The third algorithm is for the improvement of the second algorithm where a fuzzy inference system (FIS) is included. This algorithm involves SVM, FIS and a PSO, which is called SFSVM. The FIS is used to process some ECG parameters to find a better performance of hypoglycaemia detection. FIS is an effective intelligent system which employs fuzzy logic and fuzzy set theory. Its frameworks are based on the concepts of fuzzy set theory, fuzzy if-then rules, and fuzzy reasoning. In addition, the proposed algorithms are compared with the other algorithms. All the algorithms are investigated with clinical electrocardiographic data. The data is collected from a hypoglycaemia study of type 1 diabetic patients.

This study shows that the selected ECG parameters in hypoglycaemia differ significantly from those in nonhypoglycaemia (p<0.01). This difference might


(6)

consider that the ECG parameters are part of repolarization, in which repolarization prolongs hypoglycaemia. It implies that the ECG parameters are important parameters which possibly contribute to hypoglycaemia detection. Therefore, the ECG parameters are used for inputs of hypoglycaemia detection in this study.

The result also shows that the hypoglycaemia detection strategy which uses SSVM performs better than that which uses SVM (80.04% vs. 73.63%, in terms of geometric mean). Furthermore, the SFSVM performs better than the SSVM (87.22% vs. 80.45% in terms of sensitivity and 79.41% vs. 79.64% in terms of specificity). In summary, SFSVM performs better than the other two algorithms (SVM and SSVM), with the sensitivity, specificity and geometric mean of 87.22%, 79.41% and 83.22%, respectively.