BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN RESTORAN CEPAT SAJI.

TUGAS PERENCANAAN

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
RESTORAN CEPAT SAJI

Oleh :
ERWIN RIANSYAH
0652010035

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ” VETERAN”
JATIM
2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

TUGAS PERENCANAAN

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

RESTORAN CEPAT SAJI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik ( S-1)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

Oleh :
ERWIN RIANSYAH
0652010035

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ” VETERAN”
JATIM
2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


TUGAS PERENCANAAN

BANGUNAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN
RESTORAN CEPAT SAJI

Oleh :
ERWIN RIANSYAH
0652010035
Telah diperiksa dan disetujui
Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional” Veteran” Jawa
Timur.
Mengetahui
Ketua Program Studi

Menyetujui
Pembimbing

Ir. Tuhu Agung R., MT

NIP : 030 196 525

Ir. Naniek Ratni.,JAR,MKES
NIP : 030 184 976

Laporan Tugas Perencanaan ini telah diterima sebagai salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana (S-1),
tanggal ...........................................

Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Dr. Ir. Edy Mulyadi, SU
NIP . 030 181 517

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Perencanaan
Bangunan Pengolahan Air Buangan (PBPAB) Industri Sabun dengan baik.
Tugas perencanaan ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap
mahasiswa Jurusan Teknik Lingkungan , Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan,
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur untuk mendapatkan
gelar sarjana.
Selama menyelesaikan tugas ini, kami telah banyak memperoleh
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini
penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Edi Mulyadi SU, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Ir. Tuhu Agung R., MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur
3. Ir.

Naniek Ratni Jar.., MKES, selaku dosen pembinmbing dalam

penyusunan laporan tugas PBPAB ini telah banyak memberikan masukkan
dan kesabarannya dalam membimbing saya untuk menyelesaikan

penulisan laporan tugas saya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

i

4. Firra Rossariawari, ST dan Ir. Yayok Suryo P, MS selaku dosen mata
kuliah PBPAB.
5. Kedua orang tuaku, semua keluargaku yang telah membantu pikiran,
tenaga dan material serta support yang tidak pernah habis buat saya.
6. Semua rekan-rekan di Teknik Lingkungan 2005 yang secara langsung
maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesainya tugas ini.
7. Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebutkan
satu per satu.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
tugas perencanaan ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun
terima dengan senang hati. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan
mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila didalam penyusunan laporan ini

terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami.

Surabaya, febuari 2011

Penyusun

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………... iii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………... vi
BAB I

PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
I.1 Latar Belakang…………………………………………….... 1
I.2 Maksud dan Tujuan………………………………………..... 2

I.3 Ruang Lingkup……………………………………………… 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA………………………………………..... 4
II.1. Karakteristik Limbah Industri……………………………..... 4
II.2. Bangunan Pengolahan Air Buangan……………………….... 5
II.2.1. Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment)………... 6
II.2.2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment)………. 13
II.2.3. Pengolahan Sekunder (Secondary Tretment)....…. 24
II.2.4. Pengolahan Tersier (Tertiary Treatment)………... 44
II.2.5. Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)……….... 55

BAB III

DATA PERENCANAAN………………………………………..59
III.1. Data Karakteristik Limbah…………………………………59
III.2. Standar Baku Mutu………………………………………...59
III.3. Diagram Alir…………………………………………….....60


BAB IV

NERACA MASSA DAN SPESIFIKASI BANGUNAN……….64
IV.1. Neraca Massa……………………………………………...64
IV.2. Spesifikasi Bangunan………………………………………69

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

iii

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN
V.1.

Kesimpulan………………………………………………….72
V.2. Saran………………………………………………………...73
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A


Perhitungan Spesifikasi Bangunan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

iv

INTISARI

Pupuk organik merupakan produk pupuk ramah lingkungan salah satu indikator
sumbernya adalah lindi, air lindi banyak mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman,
diantaranya organik Nitrogen (10-600 mg/lt), Amonium Nitrogen (10-800 mg/lt), Nitrat (5-40
mg/lt), Fosfor Total (1-70 mg/lt), Total besi (50-600) mg/lt.
Menyadari kandungan unsur-unsur maka dilakukan penelitian pemanfaatan lindiuntuk
pupuk cair dalam lindi untuk mengetahui apakah air lindi dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
cair yang berkualitas bagi kesuburan tanaman, termasuk ketersediaan unsur haranya.
Metode didalam penelitian yang dilaksanakan dengan menesonetes adalah penelitian
dilakukan dengan memvariasikan penambahan daun lamtoro pada kisaran 3 s/d 7 kg, bunga
dengan kisaran 2 s/d 6 kg dengan variabel tetap: lindi 20 lt, aquades 35 lt dan abu batuk kelapa 2

kg.
Perlakuan pemberian unsur haranya sangat bervariasi sehingga di dapatkan kadar unsur
hara yang lebih baik dengan bahan-bahan yang lebih unggul, pada berbagai macam perlakuan
dalam reaktor didapatkan pokok permasalahan meliputi , Lindi dalam pembuatan pupuk cair
yang paling baik terdapat pada reaktor 5 dengan penambahan 7 kg daun lamtoro dan 6 kg bunga
dengan waktu 21 hari didapatkan rasio C/N 9.

Kata kunci : pupuk organik cair, lindi, unsur hara.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRACT

Organic fertiliser constitutes manure product environmentally-friendly one of its source
indicator be alkaline, alkaline water there are many contain needed elements plant, amongst
those Nitrogenic organic (10 - 600 mg / lt), Amonium is Nitrogen (10 - 800 mg / lt), Nitrate (5 40 mg / lt), Totaled phosphorus (1 - 70 mg / lt), Full scale iron (50 - 600 mg / lt).
Realising elements content therefore do by lindi's exploit research to molten manure in
lindi to know if water alkaline can be utilized as manure moltens that qualified for plant
fecundity, including nutrient element accessibility it.

Method at deep observational one performed by menesonetes is observational be do by
variabel method fo lamtoro leaves leaf increase on gyration 3 s / d. 7 kg, fo flower with gyration
2 s / d. 6 kg with variable constant: of alkaline 20 lt, aquadest 35 lt and coconut shell ash 2 kg.
Elemental application conduct its highly varied nutrient so at gets nutrient element rate
the better with more superior material, on conduct kind sort in reactor was getted by subject
about problem covers, alkaline in makings manures to molten that nicest available on reactor 5
by added 7 kg fo lamtoro leaves and 6 kg fo flowers with time 21 days getted by ratios C / N 9.

Key word: liquid organic fertilizer, alkaline, nutrient element.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-

perubahan termasuk dalam mengelola makanan hal ini sangat wajar dikarenakan
semakin berkembangnya kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk
sehingga tidak mempunyai banyak waktu, hal ini sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dalam bidang sektor makanan.Dalam

keadaan demikian,

maka

bertumbuhlah jasa pelayanan makanan yang menyajikan makanan dengan cepat,
Restoran makanan cepat saji yang juga dikenal dengan fast food ini, saat ini
sangat berkembang dengan banyak maka banyak pula menghasilkan limbah cair
maupun limbah padat dari proses pembuatan makanan.
Dengan adanya limbah yang dihasilkan dari restoran makanan cepat saji
ini maka diperlukan suatu unit pengolahan limbah, agar kadar polutan yang
terdapat dalam limbah tersebut dapat dibuang ke badan air penerima sesuai
dengan kadar limbah yang terdapat dalam baku mutu lingkungan yang berlaku.
Pada tugas “Perencanaan Bangunan Pengolahan Air Buangan” ini proses
pengolahan terutama dilakukan terhadap bahan buangan yang bersifat cair (air
buangan) yang berasal dari restoran makanan cepat saji. Sebagai konsekuensi
logis perlu diadakan suatu penanganan, pengolahan maupun pengelolaan secara
khusus agar air buangan tidak mencemari lingkungan, terutama badan air
penerima yang tidak hanya berfungsi menampung hasil olahan air buangan, tetapi

1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

juga dimanfaatkan sebagai sumber penyediaan air untuk konsumsi air bersih di
sepanjang aliran sungai.

1.2.

Maksud dan Tujuan

1.2.1. Maksud
Adapun maksud dari perencanaan ini adalah :
1. Menentukan dan merencanakan jenis pengolahan air buangan yang sesuai
berdasarkan pertimbangan karakteristik air buangan dan hal-hal yang terkait di
dalamnya termasuk lay out serta pengoperasianya.
2. Merancang diagram alir proses pengolahan, diharapkan dari keseluruhan
bangunan, terjadi keterkaitan untuk memperoleh suatu kualitas air buangan
yang sesuai standart baku mutu yang berlaku.

1.2.2. Tujuan
Tujuan dari pengolahan air buangan adalah untuk mengurangi bahan
pencemar didalam buangan antara lain bahan organik maupun bahan anorganik.
Karena itu perlu dibangun pengolahan air buangan supaya air buangan dapat
dibuang ke badan air penerima sesuai dengan standart baku mutu.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

1.3.

Ruang Lingkup
Ruang lingkup tugas perencanaan bagunan pengolahan air buangan ini

meliputi:
1. Penentuan kapasitas pengolahan
2. Pembuatan diagram alir
3. Penentuan design bangunan.
4. Kriteria design bangunan.
5. Perhitungan design bangunan.
6. Gambar-gambar yang harus di buat
1) Layout Treatment plan
2) Profil Hidrolis
3) Semua unit operasi dalam pengolahan pendahuluan
4) Semua unit operasi dalam pengolahan primer
5) Semua unit operasi dalam pengolahan sekunder
6) Semua unit operasi dalam pengolahan tersier

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

2.1

Karakter istik Limbah Industr i
Jumlah aliran limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi

tergantung dari jenis besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri,
derajat penggunaan air, dan derajat air limbah yang ada sangat dipengaruhi oleh
beberapa karakteristik, sebagai berikut;
Karakteristik limbah restoran cepat saji terdiri dari :
1. Biological Oxygen Demand (BOD)
Merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya oksigen yang diperlukan
untuk menguraikan senyawa organik yang terlarut dan tersuspensi dalam air
oleh aktivitas mikroba. Pada industri kayu lapis, BOD yang dihasilkan tinggi
pada proses di penampungan kayu dan proses mengeringkan lapisan kayu
halus menggunakan uap panas.
(MetCalf & Eddy, 4th edition, hal: 81)
2. Chemical Oxygen Demand (COD)
Adalah nilai kebutuhan oxygen yang diperlukan untuk menguraikan senyawa
kimia dalam badan air, yakni suatu parameter untuk mengetahui derajat
pencemaran air oleh senyawa organik.
(MetCalf & Eddy4th edition, hal: 93)

4

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3. pH (derajat keasaman)
Merupakan istilah untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu
larutan.
(MetCalf & Eddy, 4th edition, hal: 57)
4. TSS (Total Suspended Solid)
Suatu endapan yang dapat disaring (filtrable residu) dan dapat membentuk
suatu sludge blanket yang terdiri-dari bahan-bahan organik.
(MetCalf & Eddy, 4th edition, hal: 43)

5. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak membentuk ester dan alkohol atau gliserol dengan asam
gemuk. Minyak tanah dan minyak pelumas adalah derivat atau turunan dari
minyak residu dan batubara yang berisikan karbon dan hidrogen.

2.2

Bangunan Pengolahan Air Buangan
Berdasarkan proses pengolahan, maka pegolahan air buangan di bedakan

menjadi tiga, yaitu:
1. Pengolahan Fisik
Bertujuan untuk menghilangkan partikel diskrit yang dapat mengendap
dengan sendirinya dan zat yang terapung.
2. Pengolahan Kimiawi
Bertujuan untuk menghilangkan partikel koloid baik yang berupa organik
maupun anorganik serta partikel tersuspensi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

3. Pengolahan Biologis
Bertujuan

untuk

menstabilkan

air

buangan

dengan

memanfaatkan

mikroorganisme. Pengolahan biologis ini dapat dibedakan menjadi 3 bagian
antara lain, pengolahan aerobik. Pengolahan anaerobik dan pengolahan
fakultatif.
Bangunan Pengolahan Air Buangan mempunyai kelompok tingkat
pengolahan, pengolahan air buangan dibedakan atas:

2.2.1

Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment)
Proses

pengolahan

yang

dilakukan

untuk

membersihkan

dan

menghilangkan sampah terapung dari pasir agar mempercepat proses pengolahan
selanjutnya.
Unit pengolahannya meliputi :
1) Sumur pengumpul dan pemompaan.
Sumur pengumpul merupakan unit penyeimbang, sehingga debit dan kualitas
limbah yang masuk ke instalasi dalam keadaan konstan. Pemompaan
digunakan untuk mengalirkan limbah ke unit pengolahan selanjutnya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

Tabel 2.1 Macam-Macam Karakteristik Pompa
Klasifikasi
Utama
Kinetik

Posite
Displacement

Type Pompa
Centrifugal

Kegunaan Pompa

Peripheral

-

Rotor

-

SCREW

-

Diafragma Penghisap

-

Air Lift

-

Pneumatic Ejektor

-

Air limbah sebelum diolah
Penggunaan lumpur kedua
Pembuangan effluent
Limbah logam, pasir lumpur,
air limbah kasar
Minyak, pembuangan gas
permasalahan zat-zat kimia
pengaliran lambat untuk air
dan air buangan
Pasir, pengolahan lumpur
pertama dan kedua
Air limbah pertama
Lumpur kasar
Permasalahan zat kimia
Limbah logam
Pengolahan lumpur pertama
dan kedua (permasalahan
kimia)
Pasir,
sirkulasi
dan
pembuangan lumpur kedua
Instalasi pengolahan air limbah
skala kecil

(Sumber : Syed R Qasim, “WWTP Planning, Design, and Operation”, 1985, hal 178 - 179)

Rumus yang digunakan :
td

=

V
Q

V

=

AxH

dengan :
V = volume sumur pengumpul (m3)
A = luas permukaan sumur pengumpul (m2)
Q = debit air buangan yang dipompa (m3/dt)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

td

=

waktu detensi (dt)

H = kedalaman air (m)
Sumber : Metcalf and Eddy, Wastewater engineering Treatment and Reuse, McGraw-Hill, Inc,
1991, hal 224.

Screw Pump
Saluran Pembawa
Pipa inlet

Gambar 2.1 Sumur Pengumpul dan Pompa
2) Screening
Screening biasanya terdiri-dari batang pararel, kawat atau grating,
perforated plate dan umumnya memiliki bukaan yang berbentuk bulat atau
persegi empat. Secara umum peralatan screen terbagi menjadi dua tipe yaitu
screen kasar dan screen halus. Dan cara pembersihannya ada dua cara yaitu
secara manual dan mekanis. Perbedaan screen kasar dan halus adalah pada
jauh dekatnya jarak antar bar screen.
Prinsip yang digunakan bahan padat kasar dihilangkan dengan sederet
bahan baja yang diletakan dan dipasang melintang arah aliran. Kecepatan arah
aliran harus lebih dari 0.3 m/dt sehingga bahan padatan yang tertahan di depan
saringan tidak terjepit. Jarak antar batang biasanya 20-40 mm dan bentuk
penampang batang tersebut empat persegi panjang berukuran 10 mm x 50
mm. Untuk bar screen yang dibersihkan secara manual, biasanya saringan
dimiringkan dengan kemiringan 60 o terhadap horisontal.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

Screen berfungsi untuk :
1. Menyaring benda padat dan kasar yang ikut terbawa atau hanyut dalam air
buangan supaya benda-benda tersebut tidak menggangu aliran idalam
saluran dan tidak mengganggu proses pengolahan air buangan.
2. Mencegah timbulnya kerusakan dan penyumbatan dalam saluran
pembawa.
3. Melindungi peralatan seperti pompa, valve dan peralatan lainnya.
Macam-macam screen antara lain:
1) Coarse Screen
a. Menyaring padatan yang berukuran 6 – 150 mm (0.25–6in).
b. Saringan tersebut disusun tegak secara paralel.
2) Fine Screen
a. Menyaring padatan yang berukuran < 6 mm (2.25 in).
b. Biasanya disebut dengan perforated plates, wedgewire elements dan
wire cloth yang mempunyai bukaan sebesar 2.3 – 6 mm.
c. Biasanya digunakan pada pengolahan air buangan yang berfungsi
untuk menyaring padatan tersuspensi.
3) Micro Screen
a. Menyaring padatan berukuran < 0.5 µm.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

Tabel 2.2 Tipe Design Untuk Pembersihan Secara Manual Dan Mekanik

Parameter
Ukuran kisi
lebar
dalam
Jarak antar kisi
Slope dari
vertikal
Kecepatan
maximum
minimum
Headloss

U.S. CUSTOMARY
UNITS
METODE
PEMBERSIHAN
Unit Manual Mekanik
in
in
in

ft/s
ft/s
in

0.2 - 0.6
1.0 - 1.5
1.0 - 2.0

0.2 - 0.6
1.0 - 1.5
0.6 - 3.0

30 - 45

0 - 30

1.0 - 2.0

2.0 - 3.25
1.0 - 1.6
6 - 24

6

Unit

SI UNITS
METODE
PEMBERSIHAN
Manual Mekanik

mm
mm
mm

5 - 15
25 - 38
25 - 50

5 - 15
25 - 38
15 - 75

30 - 45

0 - 30

0.3 - 0.6

0.6 - 1.0
0.3 - 0.5
150 - 600

m/s
m/s
mm

150

(Sumber
: Metcalf & Eddy, ”Wastewater Engineering Treatment and Reuse”, 4nd
edition,hal 316)

Saluran untuk screen direncanakan untuk mengurangi akumulasi dari
pasir dan padatan-padatan lain yang dibawa oleh air limbah pada saluran. Dan
screen tersebut biasanya digunakan pada saluran berbentuk persegi.
Permukaan dari saluran normalnya 7 – 15 cm lebih rendah dari permukaan
tanah. Dalam perencanaan, paling sedikit digunakan 2 screen yang masing –
masing direncanakan aliran puncaknya, dan harus sempurna untuk
keseluruhan permasalahan yang di luar dugaan.
Penyaringan tergantung dari jenis air limbah, kondisi geografi, kondisi
cuaca, tipe dan ukuran screen. Banyaknya air limbah yang disaring biasanya
adalah 3.5 sampai 80 m3 / 106 m3 (0.5 – 11 ft3 / million gallon). Penyaringan
mengurangi kira – kira 80 % air limbah yaitu seberat 960 kg / m3 (60 lb / ft3).
(Sumber
(Sumber

: Metcalf & Eddy, ”Wastewater Engineering Treatment and Reuse”, 4nd edition, hal
315)
: Syed R Qasim, “WWTP Planning, Design, and Operation”, 1985, hal 161-162)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

Gambar 2.2. Screening
Tabel 2.3. Faktor bentuk
J enis Bor
- Segi empat sisi runcing

β
2,42

- Segi empat sisi bulat runcing
- Segi empat sisi bulat
- Bulat

1,83
1,67
1,79

Bentuk

(Sumber : Syed R. Qasim, WWTP, Planning, Design, and Operation, 1985, hal 161)

3) Comminutor
Comminutor

yaitu

mesin

penghalus/pemarut,

berfungsi

untuk

menghancurkan padatan kasar yang lolos dari screening, sehingga padatan
tersebut mempunyai ukuran kecil dan seragam serta tidak mengganggu
instalasi dan proses selanjutnya. Comminutor terdiri dari tabung berongga,
terbuat dari besi tuang yang berputar secara kontinyu pada sumbu vertikalnya
dengan/sumber tenaga dari motor listrik. Tabung ini merupakan suatu
saringan yang mempunyai gigi-gigi pemotong yang sangat tajam.
Bahan-bahan padat yang tertahan dimuka tabung yang bergerak oleh
aliran air buangan akan dibawa oleh tabung ke sisi stasioner, dimana padatan
dihaluskan dengan kerjasama antara batang pemotong dan gigi pemotong.
Comminutor dipasang khusus dalam ruangan yang terbuat dari beton, tepat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

dibawah comminutor terdapat saluran yang menghubungkan saluran di hulu
dan di hilir. Pemeliharaan rutin comminutor hanya terbatas pada pelumasan
dan penggantian gigi pemotong.
Comminutor umum digunakan di dalam perencanaan bangunan
pengolahan air limbah sederhana, dengan debit kurang lebih sebanyak 0.2 m3 /
s (5 Mgal / d). Comminutor dipasang di dalam saluran air limbah dengan
material yang berukuran dari 6 – 20 mm (0.25 – 0.77 in) tanpa adanya
removal pada air limbah tersebut.
(Sumber : Metcalf & Eddy, ”Wastewater Engineering Treatment and Reuse”, 4nd edition, hal
331)

Gambar 2.3. Communicator

Rumus yang digunakan :
Perhitungan pada comminutor didasarkan pada tabel. Alat ini merupakan alat
mekanis buatan pabrik yang dapat dipesan dengan ukuran yang ada standart
menurut debitnya. Removal untuk BOD dan TSS adalah 20 – 35 %.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

Tabel 2.4. Kapasitas dan Ukuran Comminutor
No

Size of Motor

7B

Over All Capasities (MGD)
Controlled Discharge

Fr ee Discharge

¼

0,00 – 0,35

0,00 – 0,30

10A

½

0,17 – 2,20

0,17 – 1,50

15M

¾

0,40 – 4,60

0,40 – 2,80

25M

1,5

1,00 – 10,00

1,00 – 7,60

25A

1,5

1,50 – 20,00

1,00 – 14,00

35A

2

1,50 – 40,00

1,50 – 25,00

54A

Separatly desaign for all job

Sumber : Elwyn E. Seelye, Design, 3rd ed, 1960, hal 19-05

2.2.2

Pengolahan Pertama (Primary Treatment)
Pada tingkat ini umumnya mampu mereduksi BOD antara 25 – 30 % dan

mereduksi TSS 50 – 60 %. Pada proses ini terjadi proses fisik dengan unit
pengolahan meliputi:
1.

Grit Chamber
Fungsinya adalah untuk mengendapkan grit atau padatan tersuspensi
yang berdiameter > 0,2 mm, seperti pasir, pecahan logam atau kaca dan
butiran kasar lainnya. Kecepatan horisontal pada grit chamber harus konstan.
Penghilangan grit dimaksudkan agar tidak terjadi penyumbatan di dalam pipa
akibat adanya endapan kasar didalam saluran. Alat ini dapat berupa
proportional weir atau pharshall flume. Pengendapan yang terjadi pada proses
ini adalah secara gravitasi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

Ada dua jenis grit chambers :
1) Horizontal Flow Grit Chamber
Debit yang melalui saluran ini mempunyai arah horizontal dan kecepatan
aliran dikontrol oleh dimensi dan unit yang digunakan atau melalui
penggunaan weir khusus pada bagian effluen.
Tabel 2.5 Kriteria Perencanaan untuk aliran Horizontal Grit Chamber

ITEM
Waktu tinggal (td)
Kecepatan horizontal
Kecepatan mengendap untuk
removal dari :
0.21 mm (65-mesh) material
0.15 mm (65-mesh) material
Prosentase headloss di dalam
zona sludge
Panjang turbulen inlet dan
outlet

U.S. CUSTOMARY
UNITS
UNIT RANGE TYPE
s
45 - 90
60
ft/s
0.8 - 1.3
1

SI UNITS
UNIT RANGE TYPE
s
45 - 90
60
m/s
0.25 - 0.4
0.3

ft/min
ft/min

3.2 - 4.2
2.0 - 3.0

3.8
2.5

m/min
m/min

1.0 - 1.3
0.6 - 0.9

1.15
0.75

%

30 - 40

36

%

30 - 40

36

%

25 - 50

30

%

25 - 50

30

(Sumber : Metcalf & Eddy, ”Wastewater Engineering Treatment and Reuse”, 4nd edition, hal 385)

Gambar 2.4. Horizontal Grit Chamber

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

2) Aerated Grit Chamber
Saluran ini merupakan bak aerasi dengan aliran spiral dimana kecepatan
melingkar dikontrol oleh dimensi dan jumlah udara yang disuplai.

Tabel 2.6 Kriteria Perencanaan Grit Chamber Tipe Aerated

ITEM
Waktu tinggal pada
puncak aliran
Dimensi :
tinggi
panjang
lebar
Rasio tinggi - lebar
Rasio panjang - tinggi
Penambahan udara per
unit dari panjang
Jumlah padatan

U.S. CUSTOMARY UNITS
UNIT
RANGE
TYPE
min

2-5

ft
ft
ft
rasio
rasio

7-16
25-65
8-23
1:1 sampai 5:1
3:1 sampai 5:1

ft/ft-min

3-8

ft/Mgal

0.5-27

UNIT

SI UNITS
RANGE

TYPE

3

min

2-5

3

1.5:1
4:1

m
m
m
rasio
rasio

2-5
7.5-20
2.5-7
1:1 sampai 5:1
3:1 sampai 5:1

1.5:1
4:1

m/m-min

0.2-0.5

m/10 m

0.004-0.20

2

0.015

Gambar 2.5. Aerated Grit Chamber

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

Tabel 2.7. Nilai Y/A Dan X/B

Y/a
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9

X/b
0,805
0,732
0,681
0,641
0,608
0,580
0,556
0,536
0,517

TABEL NILAI Y/a dan X/b
Y/a
X/b
Y/a
1,0
0,500
10
2,0
0,392
12
3,0
0,333
14
4,0
0,295
16
5,0
0,268
18
6,0
0,247
20
7,0
0,230
25
8,0
0,216
30
9,0
0,205

X/b
0,195
0,179
0,166
0,156
0,147
0,140
0,126
0,115

STEEL PLATE SCREWED TO SUUITABLE BACKING

X

Y

CREST

a

h

h

GRIT
b

ELEVATION
(FROM UPSTREAM SIDE)

C O R S S S E C T I ON
(THROUGH Q)

Gambar 2.6. Proportional Weir
2.

Bak Equalisasi
Berfungsi untuk mengendapkan butiran kasar dan merupakan unit
penyeimbang, sehinggga debit dan kualits air buangan yang masuk ke instalasi
pengolahan dalam keadaan seimbang dan tidak berfluktuasi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

3 ft freeboard
Floating aerator
Max surface

Effective basin volume
Minimum required
operating level

Bottom sloped
todrainagesump

Minimum allowable
operating level to
protect floating aerator

Concentrate sour pad
Variable

Gambar 2.7. Potongan Memanjang Bak Equalisasi

3.

Flotasi
Berfungsi untuk memisahkan partikel-partikel suspensi, seperti
minyak, lemak dan bahan-bahan apung lainnya yang terdapat dalam air
limbah dengan mekanisme pengapungan.
Berdasarkan mekanismenya pemisahannya :
1. Bisa berlangsung secara fisik, yaitu tanpa penggunaan bahan untuk
membantu percepatan flotasi, hal ini bisa terjadi karena partikel-partikel
suspensi yang terdapat dalam air limbah akan mengalami tekanan ke atas
sehingga mengapung di permukaan karena berat jenisnya lebih rendah
dibanding berat jenis air limbah.
2. Bisa dilakukan dengan penambahan bahan, yaitu : Udara atau bahan
polimer yang diinjeksikan ke dalam cairan pembawanya, yang dapat
mempercepat laju partikel ringan menuju permukaan. Untuk keperluan
flotasi, udara yang diinjeksikan jumlahnya relatif sedikit (± 0,2 m3 udara)
untuk setiap m3 air limbah. Semakin kecil ukuran gelembung udara maka

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

proses flotasi akan semakin sempurna.

Gambar 2.8. Tangki Flotasi
4.

Bak Pengendap I
Effisiensi removal dari bak pengendap pertama ini tergantung dari
kedalaman bak dan dipengaruhi oleh luas permukaan serta waktu detensi.
Berfungsi untuk memisahkan padatan tersuspensi dan terlarut dari cairan
dengan menggunakan sistem gravitasi dengan syarat kecepatan horizontal
partikel tidak boleh lebih besar dari kecepatan pengendapan. Skimmer yang
ada pada bak pengendap I digunakan untuk tempat pelimpah lemak dan
minyak yang mengambang.

Gambar 2.9. Bak Pengendap Rektanguler

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

5.

Koagulasi-Flokulasi
Tingkat

pengolahan

air

buangan

selalu

meningkat

karena

perkembangan industri yang kompleks dan meningkatnya populasi penduduk.
Populasi yang ada dalam air terdiri dari bahan-bahan organik dan an-organik
terlarut, bakteri dan plankton, dan bahan an-organik yang

tersuspensi.

Komponen kasar seperti pasir dan lumpur dapat dipisah dengan cara
pengendapan secara sederhana, sedangkan partikel-partikel halus tidak dapat
dipisah dengan cara sederhana tetepi harus dilakukan flokulasi untuk
menghasilkan partikel besar yang dapat dipisahkan. Koloid adalah substans
yang berdiameter 0.1 milimikcron-100 milimicron yang sukar dipisahkan
dengan cara sedimentasi sederhana. Untuk dapat mengatasinya(hydroxide)
yang bermuatan positif. Hydroxide ini akan menetralisir koloid yang
bermuatan negatif.
Koagulasi dapat didefinisikan sebagai proses pembentukan partikel tak
stabil dan penggabungan awal dari partikel awal tak stabil dengan cara
penambahan bahan kimia yang disebut koagulan. Untuk keperluan ini
diperlukan energi yang cukup besar dalam waktu yang relatif singkat yaitu
antara 20-60 detik, dengan gradien kecepatan 0,05 – 2,0 ft/ detik. Flokulasi
adalah transportasi partikel tak stabil sehingga terjadi kontak antara partikel.
Pada flokulasi dilakukan pengadukan lambat untuk mengabungkan partikel
yang tidak stabil sehingga membentuk flok yang cepat mengendap.
Pengolahan dengan proses koagulasi selalui diikuti proses flokulasi.
Fungsi dari proses koagulasi untuk memberikan koagulan(alumunium sulfat,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

garam besi, dan kalium hidroksida) pada air buangan. Sedangkan fungsi dari
proses flokulasi adalah untukm membentuk flok-flok. Perbedaan proses
flokulasi dan koagulasi pada kecepatan pengadukannya, proses koagulasi
memerlukan yang relatif cepat dibanding proses flokulasi.
Jenis-jenis koagulan yang sering digunakan adalah:
1) Koagulan Alumunium Sulfat
Alumunium sulfat dapat digunakan sebagai koagulan dalam
pengolahan air buangan. Koagulan ini membutukkan kehadiran
alkalinitas dalam air untuk membentuk flok. Dalam reaksi koagulasi, flok
alum dituliskan sebagai Al(OH)3. Mekanisme koagulasi ditentulkan oleh
pH, konsentrasi koagulan dan konsentrasi koloid. Koagulan dapat
menurunkan pH dan alkalinitas karbonat. Rentang pH agar koagulasi
dapat berjalan dengan baik antara 6-8. Didalam air koagulan alum akan
mengalami proses disosiasi, hidrolisa dan polimerisasi.
Reaksi disosiasi:
Al2(SO4)3

2Al³. 3SO4²-

Reaksi hidrolisa:
Al2(SO4)3 + 6H2O

2Al(OH)3 +3H2SO4

Reaksi polimerisai ion komplek
[Al(H2O)6]3+ + H+O

[Al(H2O)5 OH]2+ +H2O

[Al(H2O)5 OH]2+ +H2O

[Al(H2O)4 (OH)2]4+ +H2O

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

2) Koagulan Ferri Clorida
3) Koagulan Chlorinated Copperas (Fe(SO4)3), Fe Cl3 . 7H2O
4) Koagulan Poly Aluminium Chloride(PAC)
Komponen-komponen

pengaduk

lambat/mekanismnya

diantaranya

adalah:
a. Impeler
b. Motor
c. Controller
d. Reducer
e. Sist Transmisi
f. Shaft
g. Bearing
Kendala yang yang ada pada pengaduk lambat adalah:
a. Kurang Fleksibel Terhadap Perubahan Kualitas Air Baku
b. Sulit Beradaptasi Terhadap Perubahan Debit
c. Headloos Besar
Jenis-jenis flokulasi, yaitu:
a. Flokulasi mekanis
b. Flokulasi hidrolis
-

Baffle channel flocculator

-

Gravel bed flocculator

-

Hidrolic jet flokulator

c. Flokulasi pneumatis

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

Pengolahan dengan proses koagulasi selalu diikuti dengan proses
flokulasi. Pengolahan dengan cara ini diperlukan untuk mengolah limbah
yang tingkat kekeruhannya cukup tinggi yang disebabkan oleh zat pencemar.
Perbedaan proses koagulasi dengan flokulasi adalah pada kecepatan
pengadukannya.

Koagulasi diperlukan pengadukan yang relatif cepat

sedangkan flokulasi pengadukannya secara perlahan.
Motor

Inffluen

Effluen

Inffluen

Effluen

Gambar 2.10. Koagulasi – Flokulasi
Sumber:

6.

Tom D. Reynold, Unit Operations & Processes In Environmental Engineering, 2nd
edition, hal. 166 - 203

Netralisasi
Air buangan industri dapat bersifat asam atau basa/alkali, maka
sebelum diteruskan ke badan air penerima atau ke unit pengolahan secara
biologis dapat optimal. Pada sistem biologis ini perlu diusahakan supaya pH
berbeda diantara nilai 6,5 – 9,0. Sebenarnya pada proses biologis tersebut
kemungkinan akan

terjadi netralisasi sendiri dan adanya suatu kapasitas

buffer yang terjadi karena ada produk CO2 dan bereaksi dengan kaustik dan
bahan asam.
Larutan dikatakan asam bila

: H+ > H- dan pH < 7

Larutan dikatakan netral bila

: H+ = H- dan pH = 7

Larutan dikatakan basa bila

: H+ < H- dan pH > 7

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

Ada beberapa cara menetralisasi kelebihan asam dan basa dalam limbah cair,
seperti :
-

Pencampuran limbah.

-

Melewatkan limbah asam melalui tumpukan batu kapur.

-

Pencampuran limbah asam dengan Slurry kapur.

-

Penambahan sejumlah NaOH, Na2CO3 atau NH4OH ke limbah asam.

-

Penambahan asam kuat (H2SO4,HCl) dalam limbah basa.

-

Penambahan CO2 bertekanan dalam limbah basa.

-

Pembangkitan CO2 dalam limbah basa.

Gambar 2.11. Netralisasi
Sumber : Eckenfelder Jr., Industrial Water Pollution Control, 2nd edition, hal. 48 - 53

2.2.3

Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)
Pengolahan sekunder akan memisahkan koloidal dan komponen organik

terlarut dengan proses biologis. Proses pengolahan biologis ini dilakukan secara
aerobik maupun anaerobik dengan efisiensi reduksi BOD antara 75 - 90 % serta
90 % SS.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

Macam-macam pengolahan sekunder adalah:
1. Pengolahan lumpur aktif (aktivated sludge)
Untuk mengubah buangan organik, menjadi bentuk anorganik yang lebih
stabil dimana bahan organik yang lebih terlarut yang tersisa setelah
prasedimentasi dimetabolisme oleh mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O,
sedang fraksi terbesar diubah menjadi bentuk anorganik yang dapat dipisahkan
dari air buangan oleh sedimentasi. Adapun proses didalam activated sludge,
yaitu :
a. Ensional
Pada sistem konvensional terdiri dari tanki aerasi, secondary clarifier dan
recycle sludge. Selama berlangsungnya proses terjadi absorsi, flokulasi
dan oksidasi bahan organik

Raw water/primary
effluent

Secondary

Efl

Clarifier

Reaktor
Sludge Wasr
Sludge return
Gambar 2.12. Activated sludge sistem konvensional
b. Nonkovensional
1) Step aerasi
-

Merupakan type plug flow dengan perbandingan F/M atau subtrat
dan mikroorganisme menurun menuju autlet.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

-

Inlet air buangan masuk melalui 3 - 4 titik ditanki aerasi dengan
masuk untuk menetralkan rasio subtrat dan mikroorganisme dan
mengurangi tingginya kebutuhan oksigen ditik yang paling awal.

-

Keuntungannya mempunyai waktu detensi yang lebih pendek
Secondary
clarifier

Udara
influent

Sludge
Waste

Sludge return

Gambar 2.13. Step Aerasi
2) Tapered Aerasi
Hampir sama dengan step aerasi, tetapi injeksi udara ditik awal lebih
tinggi.

Udara

Secondary
clarifier

influent

reaktor
Sludge return

Sludge
Waste

Gambar 2.14. Tapered Aeration

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

3) Contact Stabilisasi
Pada sistem ini terdapat 2 tanki yaitu :
-

Contact tank yang berfungsi untuk mengabsorb bahan organik
untuk memproses lumpur aktif.

-

Reaeration tank yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan organik
yang mengasorb ( proses stabilasi ).
Secondary clarifier

contact tank
influent

reaktor
Udara
Gambar 2.15. Contact Stabilisasi
4) Pure Oxygen
Oksigen murni diinjeksikan ke tanki aerasi dan diresirkulasi.
Keuntungannya

adalah

mempunyai

perbandingan

subtrat

dan

mikroorganisme serta volumetric loading tinggi dan td pendek.
O2 murni

resirkulasi O2
secondary
clarifier

reaktor
sludge return

sludge
waste

Gambar 2.16. Pure Oxygen

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

5) High Rate Aeration
Kondisi ini tercapai dengan meninggikan harga rasio resirkulasi, atau
debit air yang dikembalikan dibesarkan 1 - 5 kali. Dengan cara ini
maka akan diperoleh jumlah mikroorganisme yang lebih besar.
Secondary
clarifier
influent

Effluent

reaktor
Sludge
waste

Sludge return

Gambar 2.17. High Rate Aeration
6) Extended Aeration
Pada sistem ini reaktor mempunyai umur lumpur dan time detention
(td) lebih lama, sehingga lumpur yang dibuang atau dihasilkan akan
lebih sedikit.
Secondary
clarifier

raw water/primary
influent

Effluent

reaktor
Sludge return

Sludge
waste

Gambar 2.18. Extended Aeration

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

27

7) Oxidation Dicth
Bentuk oksidation ditch adalah oval dengan aerasi secara mekanis,
kecepatan aliran 0,25 - 0,35 m/s.

Influent
Sludg
e
Aerato
r

Effluent
Secondary
Clarifier

Gambar 2.19. Oxidation Dicth

2. Pegolahan dengan Biofilm
Macam-macam pengolahan dengan menggunakan biofilm :
1) Tricling Filter
Tricling filter menurunkan beban organik yang terdapat dalam air
buangan dengan cara mengalirkannya pada media yang permukaannya
diselimuti oleh lumpur aktif sebagai biological film. Filter yang digunakan
batua-batuan, pasir, granit dan lain-lain dalam berbagai ukuran mulai dari
diameter 3/4 in sampai dengan diameter 2,5 in. Proses yang terjadi adalah
proses biologis yang memerlukan oksigen (aerobik).
Cara kerja Tricling filter :
Air limbah dari pengolahan primer dialirkan masuk melalui pipa
yang berputar diatas suatu lahan dengan media filter, beban organik yang

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

28

ada dalam limbah disemprotkan diatas media, dan diuraikan oleh
mikroorganisme yang menempel pada media filter. Bahan organik sebagai
substrat yang terlarut dalam air limbah di absorbsi dalam biofilm antar
lapisan berlendir.
Pada lapisan bagian luar biofilm, bahan organik diuraikan oleh
mikroorganisme aerobik. Pertumbuhan mikroorganisme mempertebal
lapisan biofilm, oksigen yang terdifusi dapat dikomsumsi sebelum biofilm
mencapai ketebalan maksimum. Pada saat mencapai ketebalan penuh
maka oksigen tidak dapat mencapai penetrasi secara penuh, sehingga pada
bagian dalam atau pada permukaan media akan berad pada kondisi
anaerobik.
Pada saat lapisan biofilm mengalami penambahan ketebalan , dan
bahan organik yang diabsorbsi dapat diuraikan oleh mikroorganisme
namuin tidak mencapai mikroorganisme yang berada pada permukaan
media. Dengan kata lain tidak tersedia bahan organik untuk sel karbon
pada bagian permukaan media, sehingga mikroorganisme sekitar
permukaan media mengalami fase endogenous atau kematian. Pada
akhirnya mikroorganisme sebagai biofilm tersebut akan lepas dari media,
cairan yang masuk akan ikut melepas atau mencuci dan mendorong
biofilm keluar setelah itu lapisan biofilm baru akan segera tumbuh.
Fenomena lepasnya biofilm dari media tersebut disebut sloughing dan hal
ini fungsi dari beban organik dan beban hidrolik pada trickling filter
tersebut. Beban hidrolik memberikan kecepatan daya gerus biofilm

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

29

sedangkan beban organik memberikan kecepatan daya dalam biofilm.
Berdasarkan beban hidrolik dan organik maka dapat dikelompokan tipe
trickling filter low rate dan high rate.
Trickling filter terdiri dari suatu bak dengan media permeable
untuk pertumbuhan mikroorganisme. Filter media biasanya mempunyai
ukuran diameter 25-100 mm, kedalaman filter berkisar 0,9-2,5m (rata-rata
1,8) media filter dapat mencapai 12 m yang disebut sebagai tower
trickling filter.
Air limbah didistribusikan pada bagaian atas dengan satu lengan
distributor yang dapat berputar. Filter juga dilengkapi dengan underdrain
untuk mengumpulkan biofilm yang mati untuk kemudian diendapakan
dalam bak sedimentasi. Bagaian cairan yang keluar biasanya dikembalikan
lagi ketrickling filter sebagai air pengencer air baku yang diolah.
(Sumber: Djoko B.M. Teknik Pengolahan Air Limbah secara Biologis,
hal 75 – 78).

Gambar 2.20. Trikling Filter
(Sumber: Djoko B.M. Teknik Pengolahan Air Limbah secara Biologis,
hal 80 - 82)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

30

2) Rotating Biological Contactor ( RBC )
RBC menurunkan biomassa sebelum diendapkan pada bak
pengendap dengan cara yaitu RBC yang terdiri dari suatu piringan seri
berbentuk lingkaran yang terbuat dari bahan PVC, disusun secara vertikal
dengan menghubungkan satu sama lain dengan satu sumbu, sehingga
piringan tersebut dapat berputar. Sebagian piringan tersebut tercelup
dalam air limbah yang diolah dimana akan tumbuh biofilm dan menempel
pada permukaan piringan dalam bentuk lendir. Pada saat berputar bagian
piringan yang tercelup air akan menguraikan zat organik yang terlarut
dalam air, sedangkan pada saat kontak dengan udara, biomassa akan
mengabsorpsi oksigen sehingga tercapai kondisi aerobik dan biomassa
yang berlebihan akan terbawa keluar.
Keuntungan RBC :
1) Waktu kontak yang tidak terlalu lama, biasanya ≤ 1 jam karena luas
permukaan besar.
2) Dapat mengolah air limbah pada kisaran kapasitas yang besar, dari ≤
1000 gal/hari sampai ≥ 100.000 gal/hari.
3) Tidak diperlukan recycle.
4) Biomassa yang terlepas (sloughing) mudah dipisahkan dari air yang
sudah diolah.
5) Biaya operasi cukup murah karena tidak diperlukan keahlian khusus
untuk operatornya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

31

Gambar 2.21.Rotating Biological Contractor (RBC)
(Sumber: Djoko B,M Teknik pengolahan limbah industri hal 84 – 86)
3. Pengolahan dengan Kolam Aer obik
1) Aerobik Lagoon
Aerobik lagoon adalah salah satu bentuk pengolahan biologis yang
sederhana. Kolam stabilisasi secara biologis akan membutuhkan area yang
luas dengan kedalaman yang dangkal. Dengan kolam semacam ini maka
kondisi aerobik akan terpelihara dengan adanya alga dan bakteri.
Kolam stabilisasi secara aerobik mengandung bakteri dan algae
dalam kondisi aerobik disepanjang kedalaman. Ada dua tipe pengolahan
aerobik lagoon, yaitu tipe high rate yaitu dengan memaksimalkan produksi
algae, pada kedalaman lagoon sekitar 15 – 45 cm.
Tipe yang kedua biasanya disebut sebagai oksidation atau
stabilisation lagoon, dengan cara memaksimalkan konsentrasi oksigen

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

32

yang dihasilkan, kedalaman lagoon sampai 1,5m. Untuk mencapai hasil
terbaik, lagoon diaduk secara periodik dengan pompa atau surface
aeration.
Prinsip pengolahan ini adalah, bahan organik yang terlarut dalam
air dioksidasi oleh bakteri aerobik dan fakultatif dengan menggunakan
oksigen yang dihasilkan oleh algae yang tumbuh disekitar permukaan air.
Proses reaksi fotosintesis dan reaksi yang dilakukan algae dapat ditulis
sebagai berikut::
Photosintesis:
CO2 + 2H2O + cahaya matahari → CH2O + O2 + H2O
Sel Baru Algae
Respirasi
CH2O + O2 → CO2 + 2H2O
(Sumber Djoko D.M Teknik pengolahan limbah secara biologis hal 88)
2) Aer ated Lagoon
Aerated lagoon merupakan pengembangan dari aerobik lagoon
yaitu dengan memasang surface aerator untuk mengatasi bau dan beban
organik yang tinggi.
Pada proses aerated lagoon pada prinsipnya sama dengan extended
aeration pada proses lumpur aktif, poerbedaannya terletak pada kedalaman
air yang dangkal dan oksigen diperoleh dari surface aerator atau diffuser
aerator. Dalam aerated lagoon semua zat padat dipertahankan dalam

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

33

keadaan tersuspensi. Pada sistem ini tanpa dilakukan dan biasanya diikuti
dengan kolam pengendapan yang besar.

Air Baku

Kolom
Pengendapan
Aerated Lagoon

Gambar 2.22. Aerated Lagoon

3) Kolam Fakultatif
Kolam fakultatif merupakan kolam dengan kedalaman 1 – 2,5
meter. Pada kolam ini kedalaman air terbagi menjadi tiga zona yaitu zona
aerobik di bagian atas, zona fakultatif di bagian tengah, dan zona
anaerobik di bagian bawah atau dasar kolam. Proses penurunan BOD atau
organik COD terjadi karena adanya aktivitas reaksi simbiosis antara algae
dan bakteri.
Algae yang menempati bagian atas akan melakukan fotosintesis
pada siang hari, sebagai hasilnya produksi oksigen yang cukup tinggi
terjadi pada siang hari. Oksigen terlarut yang dihasilkan akan
dimanfaatkan oleh bakteri aerob untuk proses penguraian zat organik
dalam air buangan (sebagai BOD). Pada bagian ini terjadi proses biologi
secara aerobik (full aerobic), dan pada bagian ini juga dimungkinkan
terjadinya proses nitrifikasi. CO2 yang dihasilkan oleh bakteri akan
digunakan oleh algae sebagai sumber karbon pada proses fotosintesis.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

34

Pada lapisan kedua jumlah oksigen relatif lebih sedikit. Hal ini
disebabkan berkurangnya algae atau cahaya matahari yang masuk ke
lapisan ini. Kondisi yang ada adalah antara aerobik dan anaerobik. Pada
siang hari mendekati aerobik dan pada malam hari cenderung anaerobik
sehingga disebut sebagai kondisi fakultatif. Bakteri yang berperan
dinamakan bakteri fakultatif.
Pada lapisan di atas dasar kolam terjadi proses anaerobik atau tanpa
adanya oksigen. Zat padat yang mudah mengendap atau mikro organisme
yang mati akan mengendap di dasar kolam. Pada kondisi demikian terjadi
dekomposisi zat organik secara anaerobik dan dihasilkan gas-gas CO2,
NH3, H2S, dan CH4. Proses denitrifikasi juga dimungkinkan terjadi di zona
ini.

Gambar 2.23. Kolam Fakultatif

4. Pengolahan Anaerobik
1) Fixed Bed Reaktor
Prinsip operasi dari fixed bed reactor adalh air limbah yang dapat
menuju keatas (up flow) ataupun kebawah (down flow ) melalui suatu
kolam yang terisi media pendukung . Permulaan media tersebut berfungsi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

35

untuk menempel mikroba dan menangkap flok yang tidak bisa menempel.
Mikroba yng menempel bertanggung jawab dalam proses stabilisasi air
limbah .Pada saat awal prose perlu seeding dengan merendam media filter
di dalam sptictank. Suatu saat biofilm akan menempel sehingga terjadi
clogging oleh karena itu perlu di lakukan penggelontoran. Apabila carbon

Regenerated
Carbon Inventury
Tank

Speni Carbon
Dram Tank

bed sudah jenuh maka carbon bed akan digantikan dengan yang baru

Influent Distributor
Influent

Drain

Drain

Transport Water

Carbon Slurry Llne

Surface Wash

Waste
Carbon Bed

Underdrain System
Transport Water
Effluent

Wash Water

Gambar 2.24. Fixed Bed Reactor

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

36

2) Fludized Bed Reaktor
Merupakan reaktor dengan media pasir yang dialiri air limbah
dengan debit tertentu. Pada reaktor ini banyak biomassa menempel pada
media yang berukuran kecil sebagai biofilm. Biomassa yang menyelimuti
partikel media berada pada kondisi terekspansi [bergerak melayanglayang atau terfluidasi secara vertikal dengan aliran keatas (up flow)].
Besarnya kecepatan partikel dicapai dengan mengatur besarnya tingkat
resirkulasi. Ukuran dan densitas dari media merupakan penentu dari
kestabilan sistem operasi dan ekonomis tidaknya reator. Dalam reaktor ini
tidak ada injeksi oksigen sehingga reaktor dalam keadaan tertutup.
Gas

Effluent

Fluidized Bed
Sand Trap

Recycle
Pump

Influen
t

Gambar 2.25. Fluidized Bed Reactor

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

37

3) Anaerobik lagoon
Pada anaerobik lagoon kedalaman air dapat mencapai 6 meter.
Kondisi anaerobik dapat dicapai dengan memberikan beban organik yang
tinggi sehingga terjadi deoksige