KEPRIBADIAN DAN AGRESIVITAS TOKOH UTAMA D’ARTAGNAN DALAM ROMAN LES TROIS MOUSQUETAIRES KARYA ALEXANDRE DUMAS PERE.

(1)

i

KEPRIBADIAN DAN AGRESIVITAS TOKOH UTAMA

D’ARTAGNAN DALAM ROMAN LES TROIS MOUSQUETAIRES

KARYA ALEXANDRE DUMAS PERE

skripsi

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra Jurusan Bahasa dan Sastra Asing

Prodi Sastra Prancis

oleh Agnes Prativi

2350406008

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ASING

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.

Pada hari : Senin

Tanggal : 6 Desember 2010

Panitia Ujian Skripsi

Ketua, Sekretaris,

Prof. Rustono, M.Hum Dwi Astuti, M. Pd

NIP 195801271983031003 NIP 196101231986012001

Penguji I

Ahmad Yulianto, S.S NIP 197307252006041001

Penguji II, Penguji III,

Drs. Isfajar Ardinugroho, M.Hum Dr. B. Wahyudi.J.S,, M.Hum NIP 196905181993031001 NIP 196110261991031001


(3)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Dengan ini saya,

Nama : Agnes Prativi

NIM : 2350406008

Program studi : Sastra Prancis

Jurusan : Bahasa dan Sastra Asing

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul Kepribadian dan Agresivitas Tokoh Utama dalam Roman Les Trois

Mousquetaires Karya Alexandre Dumas Père, yang saya tulis dalam rangka

memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Skripsi ini saya hasilkan setelah melalui proses penelitian, bimbingan, diskusi, dan pemaparan atau ujian. Semua kutipan yang diperoleh dari sumber kepustakaan telah disertai keterangan melalui identitas sumbernya dengan cara yang sebagaimana lazimnya dalam penulisan karya tulis.

Dengan demikian, walaupun tim penguji dan pembimbing penulisan skripsi ini membubuhkan tanda tangan sebagai keabsahannya, seluruh isi karya ilmiah tetap menjadi tanggungjawab saya sendiri.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat agar dapat digunakan seperlunya.

Semarang, 23 November 2010

Agnes Prativi NIM 2350406008


(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

ƒ

Je pense donc je suis.

ƒ

Les actions que nous realisons

n’ont aucune valeur mais nous les

faisons car personne ne les fera

pour nous (Gandhi).

Skripsi ini penulis persembahkan untuk:

Orang tuaku tercinta,

Almamaterku, Sastra


(5)

v

PRAKATA

Tiada kata yang dapat terangkai untuk mewakili sebuah perasaan saat menyelesaikan skripsi ini karena atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul: Kepribadian dan Agresivitas Tokoh Utama dalam Roman Les Trois

Mousquetaires Karya Alexandre Dumas Père.

Penulis meyakini bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan dapat selesai tanpa adanya peran serta dari berbagai pihak yang turut membantu terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan penelitian;

2. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing yang telah memberikan izin dalam penyusunan skripsi ini;

3. Ahmad Yulianto, S.S, dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini;

4. Dr. B. Wahyudi Joko. S, M.Hum, dosen pembimbing I yang telah membantu dan membimbing penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;

5. Drs. Isfajar Ardinugroho, M.Hum, dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini;

6. Dra. Dwi Astuti, M.Pd sekretaris sidang skripsi yang telah membantu kelancaran berlangsungnya sidang skripsi;

7. Pak Yanto, yang telah membantu menyiapkan segala perlengkapan yang diperlukan dalam sidang skripsi;

8. Orang tua dan seluruh keluarga yang memberikan doa dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini;

9. Les Coquettes Filles, teman seperjuangan sastra perancis 2006; yang telah

memberi dukungan dan saran dalam mengerjakan skripsi.

10.Hengky Raditya, teman yang selalu siap memberikan tenaga dan waktunya dalam kelancaran pembuatan skripsi ini.


(6)

vi

11.Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap segala sesuatu yang tertuang di dalam skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada semua pembaca. Kritik dan saran dari pembaca tentu saja sangat penulis harapkan untuk perbaikan karya-karya tulis di masa mendatang.

Semarang, 23 November 2010

Agnes Prativi


(7)

vii

ABSTRAK

Prativi, Agnes. 2010. Kepribadian dan Agresivitas Tokoh Utama dalam Roman Les Trois Mousquetaires Karya Alexandre Dumas Père. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing. Fakultas Bahasa dan Seni. Univeritas Negeri Semarang. Pembimbing I: Dr. B. Wahyudi Joko Santoso, M.Hum., Pembimbing II: Drs. Isfajar Ardinugroho, M.Hum. Kata kunci: trait kepribadian dan agresivitas

Fokus penelitian ini adalah kepribadian dan agresivitas tokoh utama dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père. Peneliti memilih roman ini karena roman Les Trois Mousquetaires merupakan salah satu roman legendaris dari Perancis yang telah diterjemahkan ke dalam ratusan bahasa dan difilmkan oleh beberapa sutradara di dunia. Adapun yang dikaji adalah (1) bagaimanakah pengaruh trait kepribadian terhadap bentuk agresivitas, (2) apa sajakah faktor pencetus dan (3) dampak agresivitas yang ditimbulkan oleh tokoh utama. Untuk mengkaji permasalahan di atas, maka penulis menggunakan teori kepribadian Wade dan Carol serta teori agresivitas Myers, Kennet Moyers, Krahé, Koeswara, Sarwono dan Breakwell.

Oleh karena penelitian ini lebih mengacu kepada psikologi yang terkandung di dalam karya sastra, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Metode penyediaan data yang digunakan adalah metode simak dengan teknik catat. Adapun metode analisis data adalah metode deskriptif analisis dengan menggunakan teknik baca markah. Sementara itu, metode penyajian hasil analisis data menggunakan metode dan teknik informal.

Setelah melakukan analisis secara bertahap, maka penulis mengetahui bahwa trait kepribadian tokoh utama sangat mempengaruhi bentuk agresivitas yang dilakukannya, misalnya kepribadian neurotisisme mempengaruhi agresivitas emosi dan ketakutan. Selain itu, agresivitas yang dilakukannya muncul akibat adanya faktor pencetus dari pihak lain, misalnya provokasi. Agresivitas juga memiliki dampak negatif bagi korbannya, yakni cidera dan kematian.


(8)

viii RÉSUMÉ

Prativi, Agnes. 2010. La Personnalité et L’Agressivité du Personnage Principal

dans Le Roman Les Trois Mousquetaires d’Alexandre Dumas Père.

Mémoire. Département des Langues et des Littératures Étrangères, Programme d’Études de la Littérature Française. Faculté des Langues et des Arts. Université d’Etat de Semarang. Directeurs: 1. Dr. B. Wahyudi Joko Santoso, M.Hum., 2. Drs. Isfajar Ardinugroho, M.Hum.

A. Introduction

Les Trois Mousquetaires a été écrit par Alexandre Dumas Père en 1844; il a fait ce roman d’être le plus célèbre dans l'histoire de la littérature française. J’ai étudié cette oeuvre car il est un roman légendaire et il a inspiré un grand nombre d'écrivains en France. D’abord, Alexandre Dumas Père l’a écrit sous forme de feuilleton pour le magazine «Les Siècles » en 1844. Depuis ce roman est traduit dans une centaine de langues et grâce à toutes ces traductions, plus de 200 films ont été realisés par la suite.

Ce roman raconte l’aventure d'un mousquetaire nommé d’Artagnan: un homme modeste de la ville de Gascon. Bien qu’il fût pauvre, il avait un grand espoir d’ être un grand mousquetaire. Quand il a débuté son aventure, il rencontrait un grand nombre de problèmes mais finalement, il pouvait tous les résoudre. C'est pour cette raison-là que j'ai porté mon intérêt et mon analyse sur la psychologie de d’Artagnan.

Dans cette recherche, d’abord j'ai analysé la personnalité et ensuite l’agressivité de d’Artagnan. Je n’ai que choisi d’Artagnan dans mon étude car il est le personnage principal qui faisait beaucoup d’agressivités que les autres personnages dans ce roman.

Dans cette recherche, premierement, j’ai analysé la personnalité de d’Artagnan en utilisant la théorie de Wade et Carol (2007:205) et l’agressivité de d’Artagnan en utilisant les théories de Myers (2002:298) et de Kennet Moyers


(9)

ix

(1988:6). Deuxièmement, j’ai continué mon étude afin des causes de ces agressivités en utilisant le théories de Koeswara (1988:82-113), et enfin les effets de ces agressivités en utilisant le théories de Krahé (2005:300).

B. Théories de la Personnalité

La personnalité est la représentation et la description des attitudes sans donner des jugements d'évaluation (voir Alwisol 2004:8). D’après Wade et Carol, la personnalité se compose de cinq points principaux qu’on appelle " Big Five" se compose de l’extravertie contre l’introvertie, la nerveuse contre le sang-froid, l’agréable contre l’antipathique, la réfléchie contre l’impulsive et enfin l’esprit ouverte contre la nouvelle expérience fermée.

C. Théories de l’Agressivité

En psychologie, en psychologie sociale et aussi en psychanalyse, le terme "agressivité" désigne toute tendance visant, par un moyen quelconque et sous n’importe quelle forme, à causer un tort à un individu, un groupe, ou à ce qui les représente (www. Bibliothèque-psy.com/spp.php). Cette seconde partie traitera des theories que je vais utiliser.

1. Types des Agressivités

D’après Myers (dans Sarwono 2002:298), l’agressivité se distingue en deux formes : l’agressivité émotionnelle et l’agressivité de l’instrumentale. Mais d’après Kennet Moyers (dans Koeswara 1988:6) et Krahé (2005:300), l’agressivité se distingue en huit formes : l’agressivité du prédateur, l’agressivité entre deux mâles, l’agressivité liée à la peur, l’agressivité du vexé, l’agressivité défensive, l’agressivité de l'instinct maternel, l’agressivité de l’instrumental et l’agressivité sexuelle. Dans cette recherche, j’ai utilisée tous les deux théories.

2. Facteurs de la Cause des Agressivités

L’agressivité n’arrive pas sans cause. Quelques cas provoquent l’agressivité. D’après Koeswara (1988:82-113), il y a huit causes d’agressivité, ces sont la frustration, le stress, la dépersonnalisation, le pouvoir et l’obéissance,


(10)

x

l’effet de l’arme, la provocation, l’effet de l’alcool, l’effet des médicaments, et la température.

3. Effets des Agressivités

Sarwono (2002:297) et Breakwell (1988:96-101) disent qu’il y a quatre effets d’agressivité. Ce sont la dépression, l’invalidité, la blessure, et la mort.

D. Méthodologie de la Recherche

Dans ce mémoire, j’ai utilisé la psychologie littéraire comme l’approche de cette recherche car elle décrit cet oeuvre littéraire comme le miroir de la personnalité de l’écrivain. Les problématiques sont (1) comment est la relation entre la personnalité et l’agressivité, (2) quels sont les facteurs de l’agressivité, et (3) quels sont les effets de l’agressivité. Alors, les objets de cette recherche sont la personnalité, l’agressivité, les facteurs de l’agressivité, et les effets de l’agressivité. Pour la source de la donnée, j’ai utilisé le roman Les Trois

Mousquetaires d’Alexandre Dumas Père.

Dans cette recherche, j’ai utilisé les trois méthodes. Premièrement, la méthode de collecter des données, j’ai utilisé la méthode de lire attentivement ‘metode simak’ car j’ai lu ce roman d’une façon attentive. Pour la technique de collecter des données, j’ai utilisé la technique de noter ‘catat’. Cela veut dire j’ai noté toutes les données à la carte de la donnée.

Deuxièmement c’est la méthode de l’analyse. J’ai utilisé la méthode descriptive analytique car j’ai décrit et analysé la personnalité, les types des agressivités, les causes des agressivités, et les effets des agressivités du personnage principal dans le roman Les Trois Mousquetaires d’Alexandre Dumas Père. En utilisant la méthode descriptive, j’ai analysé les données en forme de description des mots, ce n’est pas en forme de la description des chiffres (Sudaryanto 1993: 95).

Et puis pour la technique de l’analyse, j’ai utilisé celle de lire des marqueurs ‘baca markah’. La pratique de cette technique baca markah est lire des marques formelles comme des mots, des syntagmes, des phrases ou bien des


(11)

xi

expressions sur la personnalité, les types, les formes, et les effets d’agressivité du personnage principal dans le roman ci-dessus.

Enfin, pour les résultats de l’analyse, j’ai utilisé la méthode informelle. Et l’utilisation de cette méthode est aussi dit la technique informelle. La principe de cette technique est l’utilisation des mots ordinaires et simples sans le symbole (non verbal et ceux de la science naturelle) et le graphique (Sudaryanto 1993:45).

E. Analyse

Dans cette partie, j’ai traité de la personnalité et des types de l'agressivité du personnage principal, des facteurs de la cause, et des effets de l'agressivité.

1. Personnalité et des Types de l'Agressivité du Personnage Principal

(1) D’Artagnan avisa à une fenêtre entrouverte du rez-de-chaussée un gentilhomme de belle taille et de haute mine, quoique au visage légèrement renfrogné, lequel causait avec deux personnes qui paraissaient l’écouter avec déférence. D’Artagnan crut tout naturellement, selon son habitude, être l’objet de la conversation et écouta. Cette fois, d’Artagnan ne s’était trompé qu’à moitié : ce n’était pas de lui qu’il était question, mais de son cheval. Le gentilhomme paraissait énumérer à ses auditeurs toutes ses qualités, et comme, ainsi que je l’ai dit, les auditeurs paraissaient avoir une grande déférence pour le narrateur, ils éclataient de rire à tout moment. Or,

comme un demi-sourire suffisait pour éveiller l’irascibilité du jeune homme.” (LTM/I/13)

Quand d’Artagnan est arrivé à Meung, il a rencontré un gentilhomme. Malheureusement, ce gentilhomme a méprisé le cheval de d’Artagnan devant tous les gens et d’Artagnan le savait. C’était pourquoi, quand le gentilhomme a sourit d’un air méprisant, d’Artagnan a été devenu en colère. Sa colère était une preuve que d’Artagnan a senti l’agressivité de l’émotion. Cette agressivité a été influencée par sa personnalité névrotique de sorte qu’il devienne émotif


(12)

xii

facilement. Pour cela, voyez cette citation (...Or, comme un demi-sourire

suffisait pour éveiller l’irascibilité du jeune homme.)

2. Facteur de la Cause de l’Agressivité

En analysant le même texte (1) ci-dessus, je pourrais souligner que l’agressivité de l’émotion de d’Artagan été causé par d’un demi-sourire de ce gentilhomme. À cause de ce demi-sourire, d’Artagnan était en colère. La preuve est représentée de la phrase citée suivante (…Or, comme un demi-sourire suffisait pour éveiller l’irascibilité du jeune homme).

3. Effet de l’Agressivité

(2) Pendant ce temps, d’Artagnan s’était jeté sur le second soldat, l’attaquant avec son épée; la lutte ne fut pas longue, ce misérable

n’avait pour se défendre que son arquebuse déchargée ; l’épée du garde glissa contre le canon de l’arme devenue inutile et alla traverser la cuisse de l’assassin, qui tomba. D’Artagnan lui mit aussitôt la pointe du fer sur la gorge. (LTM/XLI/618)

De cette citation ci-dessus, le soldat secondaire a été blessé par un coup d’épée. Ici, d’Artagnan a fait de l’agressivité défensive de soi-même. Il a attaqué le soldat secondaire avec son épée et l'a blessé à la cuisse. Cet événement devient une preuve que la blessure est une des conséquences de l’agressivité de d’Artagnan.

F. Conclusion

De le roman Les Trois Mousquetaires d’Alexandre Dumas Père, je pourrais déduire qu’il y a un bon rapport entre la personnalité et l’agressivité. Ce rapport se trouve dans ce roman. Par exemple: d’Artagnan était en colère, parce qu’il a été provoqué par sa personnalité névrotique. En autre, l’agressivité a des conséquences négatives pour la victime.


(13)

xiii G. Proposition

Je propose aux étudiants du Programme d’Études de la Littérature Française d’analyser la personnalité et l’agressivité des personnages des autres romans pour qu’on puisse développer les théories de la psychologie littéraire.

En autre, je leur propose aussi d’analyser la forme de la psychologie en utilisant des points de vue différente dans des autres oeuvres, par exemple le conflit de la psychologie dans les personnages pour que les étudiants complétent les recherches sur la psychologie littéraire.


(14)

xiv

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL... i

PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PRAKATA ... vi

ABSTRAK ... viii

RESUMÉ ... ix

DAFTAR ISI ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 8

1.3Tujuan Penelitian ... 8

1.4Manfaat Penelitian... 8

1.5Sistematika Penulisan ... 9

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1Kajian Terdahulu ... 11

2.2Landasan Teoretis ... 13

2.2.1Pengertian Psikologi Sastra ... 14

2.2.2 Pengertian Roman ... 16

2.2.3 Pengertian Kepribadian……… 17

2.2.4 Trait Kepribadian………. 18

2.2.4.1 Ektroversi versus Introversi………. 19

2.2.4.2 Neurotisisme versus Stabilitas Emosi……….. 19

2.2.4.3 Agreeableness versus Antagonisme………. 19

2.2.4.4 Conscientiousness versus Impulsivitas………. 20

2.2.4.5 Openness versus Penolakan Pada Pengalaman Baru…… 20


(15)

xv

2.2.6 Tipe-Tipe Agresi……….. 22

2.2.6.1 Tipe Agresi Menurut Myers………. 22

2.2.6.1.1 Agresi Rasa Benci atau Emosi……….. 22

2.2.6.1.2 Agresi Instrumental………... 23

2.2.6.2 Tipe Agresi Menurut Kennet Moyer dan Krahé………... 23

2.2.6.2.1 Agresi Predatori………. 23

2.2.6.2.2 Agresi Antarjantan………. 23

2.2.6.2.3 Agresi Ketakutan………... 24

2.2.6.2.4 Agresi Tersinggung……….... 24

2.2.6.2.5 Agresi Pertahanan atau Teritorial………... 24

2.2.6.2.6 Agresi Maternal ... 25

2.2.6.2.7 Agresi Instrumental……… 25

2.2.6.2.8 Agresi Seksual……… 25

2.2.7 Faktor Pencetus Agresi………. 26

2.2.7.1 Frustasi……….. 26

2.2.7.2 Stres……….. 27

2.2.7.3 Deindividuasi atau Depersonalisasi……….. 27

2.2.7.4 Kekuasaan dan Kepatuhan………... 28

2.2.7.5 Efek Senjata………. 29

2.2.7.6 Provokasi……….. 29

2.2.7.7 Alkohol dan Obat-obatan……… 29

2.2.7.8 Suhu Udara………... 30

2.2.8 Dampak Agresi………. 30

2.2.8.1 Depresi……….. 30

2.2.8.2 Cacat Fisik……… 31

2.2.8.3 Cidera………... 31

2.2.8.4 Kematian……….. 31


(16)

xvi BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1Pendekatan Penelitian ... 36

3.2Objek Penelitian ... 36

3.3Data dan Sumber Data ... 37

3.4Metode dan Teknik Penyediaan Data ... 38

3.5Metode dan Teknik Analisis Data ... 39

3.6Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data. ... 39

BAB 4 KEPRIBADIAN, TIPE AGRESIVITAS, FAKTOR PENCETUS DAN DAMPAK AGRESIVITAS TOKOH UTAMA DALAM ROMAN LES TROIS MOUSQUETAIRES 4.1Tipe-tipe Agresivitas dan Trait Kepribadian yang Mempengaruhi ... 42

4.1.1Agresi Rasa Benci atau Agresi Emosi ... 42

4.1.2 Agresi Antarjantan ... 47

4.1.3 Agresi Ketakutan……….. 54

4.1.4 Agresi Tersinggung………... 58

4.1.5 Agresi Pertahanan………. 61

4.2 Faktor Pencetus Agresi………. 65

4.2.1 Kekuasaan dan Kepatuhan……… 65

4.2.2 Efek Senjata……….. 68

4.2.3 Provokasi………... 70

4.3 Dampak Agresi………. 72

4.3.1 Cidera……… 72

4.3.2 Kematian………... 74

Tabel Hasil Analisis Data……… 76

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan………... .. 80

5.2 Saran………. 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83 LAMPIRAN


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Sinopsis Roman Les Trois Mousquetaires ... xx Kutipan Teks Roman Les Trois Mousquetaires……… xxiii Biografi Alexandre Dumas Père... xxvii


(18)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat bentuk-bentuk agresivitas manusia yang terjadi di masyarakat. Hal ini dapat kita lihat di siaran televisi ataupun membacanya di koran. Agresivitas tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, tetapi anak kecil pun juga melakukannya. Contoh dari agresivitas tersebut adalah pembunuhan, pemerkosaan yang dilakukan oleh anak SD terhadap anak balita, perkelahian yang dilakukan oleh para pelajar dan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami kepada istrinya.

Agresivitas sendiri sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari manusia. Seperti yang diungkapkan oleh Sarwono (dalam Koeswara 1988:xi) kiranya tidak ada yang membantah bahwa agresivitas tidak dapat dilenyapkan dari bumi ini karena agresivitas merupakan bagian dari manusia itu sendiri.

Perilaku agresivitas yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari dapat memberikan inspirasi bagi para pengarang untuk menulisnya dalam karya sastranya. Menurut Endraswara (2003:33) karya sastra adalah kisah kehidupan yang penuh liku-liku.

Dari pengertian tersebut kita dapat membuat kesimpulan bahwa dalam penciptaan sebuah karya sastra, pengarang sering dipengaruhi oleh kejadian yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Sehingga dalam karya sastranya terkadang tersirat keadaan yang terjadi pada saat si pengarang membuat karya tersebut.


(19)

Wellek dan Waren (1990:48-49) menggolongkan karya sastra menjadi dua, yaitu karya sastra lisan dan karya sastra tulis. Adapun Endraswara (2003:150) membagi karya sastra lisan menjadi dua, yaitu karya satra sastra lisan murni berupa dongeng, legenda, cerita yang tersebar secara lisan di masyarakat dan karya sastra lisan tak murni biasanya berbaur dengan tradisi lisan yang sudah ada

Sastra tulisan menurut Wellek dan Waren (1990:51) adalah karya satra yang dipopulerkan melalui tulisan-tulisan. Kita sering menemukan berbagai macam karya sastra tulis di sekitar kita misalnya prosa, puisi, cerpen, dan roman.

Roman menurut Komarudin (2000:222-223) berasal dari bahasa Perancis

Romance. Pada mulanya roman berarti buku-buku yang ditulis dalam bahasa

Romana, bahasa sehari-hari Perancis kuno, yang selanjutnya berubah arti menjadi kisah atau cerita atau hikayat yang menyajikan tokoh-tokoh ksatria dan pahlawan. Komarudin juga menambahkan bahwa novel dalam bahasa Perancis disebut

romance dan dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai roman.

Dalam karya sastra khususnya roman ditemukan berbagai macam pengalaman kehidupan, persoalan-persoalan yang terdapat dalam lingkungan sosial masyarakat, dan sistem nilai serta norma-norma. Semua itu dapat dijadikan cermin diri dalam menghadapi persoalan-persoalan yang sama seperti dalam roman, pembaca dapat mengambil hikmah dan manfaat dibalik cerita atau persoalan-persoalan dalam roman. Selanjutnya pembaca dapat mencontoh hal-hal yang baik dan meningggalkan hal-hal yang buruk dalam kehidupan manusia.


(20)

3

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa cerita di dalam roman memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Plato (dalam Aminuddin 2004:115) bahwa karya sastra bersifat mimesis, yakni semacam cermin yang menjadi perepresentasi dari realitas itu sendiri.

Mimemis merupakan paparan cerita yang diemban oleh tokoh pelaku tertentu, terjadi di suatu tempat dan waktu tertentu seperti halnya kenyataan terjadinya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, maka terdapat pengisahan yang berkembang dari ilusi pengarang tanpa terikat oleh para pelaku.

Selain memiliki kaitan dengan kehidupan pengarang, karya sastra juga menggambarkan tentang bentuk psikologis manusia. Hal ini dapat dilihat dari psikologis para tokoh yang terdapat di dalam karya sastra tersebut. Jatman (dalam Endraswara 2003:97) berpendapat bahwa karya sastra dan psikologi memiliki tautan yang erat, secara tak langsung dan fungsionel.

Pertautan tak langsung, karena baik karya sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama, yaitu kehidupan manusia. Psikologi dan sastra mempunyai hubungan fungsionel karena sama-sama untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut riil, sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif.

Meskipun karya sastra bersifat kreatif dan imajiner, penulis karya sastra sering memanfaatkan hukum-hukum psikologi untuk menghidupkan karakter-karakter tokohnya. Penulis sadar atau tidak telah menerapkan teori psikologi secara diam-diam (Endraswara 2003:99). Psikologi sendiri berhubungan dengan kepribadian seseorang.


(21)

Menurut Gordon Allport (dalam Hall dan Gardner 1993:24) kepribadian adalah organisasi dinamik dalam individu atas sistem-sistem psikofisis yang menentukan penyesuaian dirinya yang khas terhadap lingkungannya.

Kepribadian dibagi menjadi 2 trait yaitu trait utama dan trait sekunder. Allport(dalam Wade dan Carol 2007:204) berpendapat bahwa kebanyakan dari kita memiliki lima sampai sepuluh trait utama (central trait) yang merefleksikan cara khusus kita dalam berperilaku, dalam berhubungan dengan orang lain, dan dalam bereaksi terhadap situasi baru. Sebaliknya, trait sekunder (secondary traits) merupakan aspek kepribadian yang lebih mungkin berubah, seperti selera musik, kebiasaan, opini santai, dan lain-lain.

Dengan mengetahui kepribadian seseorang, kita bisa mengetahui bentuk penyimpangan psikologi yang dialami oleh orang tersebut. Salah satu bentuk penyimpangan psikologi yaitu perilaku agresif.

Menurut Baron (2005:137) agresi adalah tingkah laku yang diarahkan kepada tujuan menyakiti makhluk hidup lain yang ingin menghindari perilaku macam itu.

Sedangkan menurut Gordon Allport (dalam Hall dan Gardner 1993:24) kepribadian adalah organisasi dinamik dalam individu atas sistem-sistem psikofisis yang menentukan penyesuaian dirinya yang khas terhadap lingkungannya.

Dalam penelitian ini penulis akan membuktikan adanya hubungan psikologi dalam pembentukan sebuah karya sastra. Oleh karena itu, penulis memilih salah satu roman perancis yang berjudul Les Trois Mousquetaires


(22)

5

karangan Alexandre Dumas Père yang merupakan seorang penulis terkenal dari Perancis. Roman ini berisi tentang bentuk psikologi seperti kepribadian dan agresivitas.

Bentuk psikologi ini terinspirasi dari psikologi yang terdapat dalam diri manusia pada kehidupan nyata. Kemudian, psikologi tersebut direfleksikan oleh Alexandre Dumas Père ke dalam teks untuk menciptakan roman Les Trois

Mousquetaires. Bentuk psikologi tersebut dapat dilihat pada para tokoh yang

terdapat dalam novel ini.

Alexandre Dumas Père lahir pada tanggal 24 Juli 1802 di Perancis. Ayahnya adalah seorang jendral tentara revolusioner yang wafat saat dia masih berusia empat tahun. Ia tidak mengenyam pendidikan formal yang tinggi, namun berkat pengajaran dalam rumah tangga calon raja saat itu, Louis-Phillipe, Dumas menjadi anak yang haus akan bacaan. Lalu ia kemudian mulai untuk menulis. Cerita-cerita dari ibunya tentang keberanian ayahnya dalam pemerintahan Napoleon I membuat Dumas terinspirasi untuk menulis kisah petualang. Oleh karena itu dia dikenal dengan penulis roman sejarah yang kaya akan petualang.

Pada awalnya Alexandre Dumas menulis drama, setelah drama yang ditulisnya mendapat banyak pujian, Alexandre Dumas mencoba menulis novel. Novel pertamanya adalah Le Capitaine Paulus yang ditulisnya pada tahun 1838. Pada tahun 1840 Alexandre Dumas menikah dengan seorang aktris yang bernama Ida Ferreier.

Namun, Alexandre Dumas selama pernikahannya juga memiliki empat istri yang tidak sah. Salah satu dari mereka melahirkan seorang anak yang


(23)

memiliki nama sama seperti Alexandre Dumas. Karena Alexandre Dumas dan anaknya memiliki nama yang sama dan bekerja di bidang yang sama, maka untuk membedakannya mereka menyebut Alexandre Dumas Père dan Alexandre Dumas Fils.

Karya-karya dari Alexandre Dumas Père adalah Le Comte de

Monte-Cristo (1845-1846), Les Deux Dianne (1846), La Reine Margot (1845), La Dame de Monsoreau (1846), Vingt Ans Aprés(1845), Les Trois Mousquetaires (1844)

dan lain-lain. Salah satu roman terbaiknya adalah Les Trois Mousquetaires. Penulis memilih roman ini karena roman ini sangat legendaris di dunia kesustraan.

Awalnya, roman ini dimuat dalam bentuk cerita bersambung di majalah

Les Siècle Perancis pada tahun 1844. Namun, dalam perkembangannya hingga

sekarang, roman ini telah sering diadaptasi dan memberi pengaruh pada begitu banyak karya setelahnya. Selain itu, dalam roman ini terdapat banyak bentuk agresivitas yang dilakukan oleh tokoh utama sehingga memudahkan penulis untuk menganalisisnya.

Tokoh utama yang dimaksudkan dalam roman ini adalah d’Artagnan seorang pemuda Gaston yang gagah berani dalam menghadapi permasalahan dan untuk mencapai cita-citanya menjadi seorang musketri. Perilaku agresivitas yang terdapat dalam roman ini adalah perbuatan balas dendam d’Artagnan kepada Milady.

Perbuatan balas dendam ini terjadi karena permasalahan cinta. Milady telah mempermainkan cinta d’Artagnan dan membunuh kekasih d’Artagnan yang bernama Madame Bonacieux. Selain itu juga banyak bentuk agresivitas yang lain


(24)

7

seperti pertarungan yang dilakukan oleh d’Artagnan karena kepribadiannya yang pemarah sehingga mudah untuk terbakar emosinya.

Roman Les Trois Mousquetaires merupakan salah satu roman beraliran romantisme yang lahir pada abad ke-19. Aliran romantisme adalah aliran dalam karya sastra yang mementingkan unsur perasaan, di samping unsur rasio. Aliran romantisme merupakan aliran yang mengungkapkan bahwa karya sastra merupakan cerminan dari kehidupan sehari-hari (http:// aliran karya sastra.com).

Roman ini dimasukkan ke dalam aliran romantisme karena roman ini menceritakan kehidupan pada masa itu yang masih dalam kondisi peperangan, masyarakatnya yang suka berpesta serta adanya perselingkuhan antara masyarakat kalangan biasa dengan para pejabat negara.

Dalam penelitian ini penulis akan membahas mangenai kepribadian, bentuk-bentuk agresivitas yang dilakukan oleh tokoh utama, faktor-faktor dan dampak agresivitas dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père. Untuk mengkaji permasalahan tersebut, maka penulis menggunakan teori psikologi dari Carol, Myers, Moyer dan Krahé.

Penulis menggunakan banyak teori karena teori-teori ini cocok untuk menemukan trait kepribadian dan agresivitas tokoh utama dalam roman Les Trois

Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père. Selain itu teori-teori ini saling


(25)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana trait kepribadian yang terdapat dalam diri tokoh utama dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père?

2. Bagaimana tipe-tipe dan faktor-faktor pencetus agresivitas tokoh utama dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père? 3. Bagaimana dampak agresivitas tokoh utama dalam roman Les Trois

Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan trait kepribadian tokoh utama dalam roman Les Trois

Musquetaires karya Alexandre Dumas Père.

2. Mendeskripsikan tipe-tipe dan faktor-faktor pencetus agresivitas tokoh utama dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alxandre Dumas Père. 3. Mendeskripsikan dampak agresivitas tokoh utama dalam roman Les Trois

Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritis maupun praktis, yaitu :


(26)

9

Penelitian ini diharapkan mampu menerapkan teori psikologi sastra dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père ?

2. Manfaat Praktis

Secara praktis dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu pembaca untuk mengetahui kepribadian seseorang dan menilai baik dan buruknya perilaku agfresif sehingga pembaca penelitian ini lebih bijak dalam mengontrol sifat agresif dalam dirinya.

Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai hubungan antara psikologi dan karya sastra bagi pengajaran sastra sebagai materi alternatif dalam mata kuliah apresiasi sastra serta menambah khazanah kepustakaan dalam penelitian sastra terutama di bidang psikologi.

1.5 Sistematika Penulisan

Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal penelitian, inti penelitian, dan akhir penelitian.

Bagian awal penelitian meliputi judul, lembar pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, abstrak, dan extrait.

Bagian inti penelitian terdiri dari lima bab dengan sistematika sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.


(27)

Bab II Landasan Teori, memaparkan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1) pengertian psikologi sastra, 2) pengertian roman, 3) pengertian kepribadian 4) tipe (trait) kepribadian, yang terdiri atas : ekstroversi versus introversi,

neurotisisme versus stabilitas emosi, agreeableness versus antagonisme, conscientiousness versus impulsivitas dan openness versus penolakan terhadap

sesuatu yang baru 5) pengertian agresi, 6) tipe-tipe agresi, yang terdiri atas: agresi predatori, agresi antarjantan, agresi ketakutan, agresi tersinggung, agresi pertahanan, agresi maternal, agresi instrumental, dan agresi seksual, 7) faktor pencetus agresi yang terdiri atas: frustasi, stres, deindividualisasi atau depersionalisasi, kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata, provokasi, alkohol dan obat-obatan, dan suhu udara, 8) dampak agresi, yang terdiri atas: depresi, cacat fisik, cidera, dan kematian.

Bab III Metode Penelitian, bab ini berisi penjelasan tentang langkah-langkah metode penelitian yang meliputi: pendekatan penelitian, objek penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik penyediaan data, metode dan teknik analisis data, metode dan teknik penyajian hasil analisis data serta langkah kerja penelitian.

Bab IV Analisis Data, bab ini berisi analisis data dan pembahasan berdasarkan teori yang digunakan.

Terakhir, Bab V Penutup, yang berisi simpulan dan saran.

Pada bagian terakhir penelitian ini, disajikan daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang berhubungan dengan penulisan penelitian ini.


(28)

11 BAB 2

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Terdahulu

Setiap orang yang akan melakukan suatu penelitian tidak akan beranjak dari awal. Pada umumnya suatu penelitian akan mengacu pada penelitian lain yang dijadikan titik tolak dalam penelitian selanjutnya. Dengan demikian, peninjauan terhadap penelitian lain sangatlah penting untuk digunakan sebagai relevansi penelitian yang terdahulu dengan penelitian yang akan dilakukan. Selain itu, peninjauan penelitian sebelumnya dapat dipergunakan untuk membandingkan seberapa besar keaslian dari penelitian yang akan dilakukan. Dalam hal ini, penulis menemukan lima penelitian yang dapat dijadikan sebagai bahan acuan. Penelitian itu diambil dari penelitian Relianedo Surya Dirgantara, Lina Eliyana, Mariana Sirait, Reny Rahmawati, dan Rani setianingrum. Kelima penelitian tersebut akan dibahas di bawah ini.

Relianedo Surya Dirgantara (2007) dengan judul skripsinya “Agresivitas Tokoh dalam Roman Thérèse Raquin Karya Emile Zola”, mengkaji tentang agresivitas tokoh-tokoh yang terdapat dalam roman Thérèse Raquin. peneliti menggunakan teori Myers, Kennet Moyer, dan Krahé. Dalam penelitiannya, dia mendapatkan hasil bahwa perilaku agresivitas manusia dapat berakibat buruk bagi korban agresi dan bagi pelaku agresi itu tersendiri.

Lina Eliyana (2010) dengan judul skripsinya “Kepribadian Tokoh Utama dalam Roman La Dame Aux Camelias Karya Alexandre Dumas JR”, mengkaji


(29)

kepribadian tokoh utama dengan menggunakan teori kepribadian Carl Justave Jung. Dari penelitiannya, dia memperoleh hasil bahwa kepribadian tokoh utama dalam roman La Dame Aux Camelias Karya Alexandre Dumas JR, dipengaruhi oleh kepribadian fungsi jiwa dan sikap jiwa dari teori Carl Gustav Jung.

Mariana Sirait (2010) dengan judul skripsinya “Pengaruh Kepribadian Tokoh Utama Terhadap Konflik Psikologis dalam Roman Madame Bovary Karya Gustave Flaubert”, mengkaji kepribadian tokoh utama dengan menggunakan teori Sigmund Freud. Hasil dari penelitiannya membuktikan bahwa kepribadian mempengaruhi konflik yang disebabkan oleh pertentangan diantara aspek-aspek kepribadian.

Reny Rahmawati (2006) dengan judul skripsinya “Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Larung Karya Ayu Utami”, mengkaji kepribadian tokoh utama dengan menggunakan teori Sigmund Freud. Penelitian ini mempunyai hasil bahwa energi id mendominasi dalam pembentukan kepribadian tokoh Larung.

Rani Setianingrum (2008) dengan judul skripsinya “Analisis Aspek Kepribadian Tokoh Utama dalam Novel Supernova Episode Akar Karya Dewi Lestari : Tinjauan Psikologi Sastra”, mengkaji aspek kepribadian tokoh utama dengan menggunakan teori Abraham Maslow. Hasil penelitiannya adalah kepribadian tokoh utama dipengaruhi oleh lima kebutuhan, yakni (1) kebutuhan dasar fisiologis. (2) kebutuhan akan rasa aman (3) kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki. (4) kebutuhan akan penghargaan. (5) kebutuhan akan aktualisasi diri.

Meskipun kelima penelitian di atas hampir memiliki kesamaan mengenai kajiannya, namun penelitian yang sekarang dilakukan memiliki perbedaan


(30)

13

mengenai judul roman, permasalahan dan teori yang digunakan. Dalam penelitian ini, penulis memakai roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père. Penulis mengkaji tentang kepribadian tokoh utama dengan menggunakan teori Wade dan Carol, dan mengkaji agresivitas tokoh utama dengan menggunakan teori Myers, Koeswara, Kennet Moyer dan Krahé. Berdasarkan referensi tersebut, penulis yakin bahwa penelitian yang saat ini dilakukan belum pernah ada dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.

2.2 Landasan Teoretis

Dalam penelitian ini penulis akan mengkaji tentang kepribadian dan agresivitas tokoh utama yang terdapat dalam roman Les Trois Mousquetaires. Tokoh utama yang dimaksud adalah D’Artagnan. Penulis hanya memilih tokoh utama karena dalam roman ini tokoh utama yang paling sering melakukan atau mengalami agresivitas. Selain itu juga penulis tertarik untuk mengetahui kepribadian tokoh utama yang melatarbelakangi munculnya agresivitas tersebut.

Oleh karena itu, penulis akan menggunakan teori tentang psikologi sastra, roman, kepribadian dan agresivitas untuk menganalisisnya. Teori-teori tersebut akan dibahas satu-persatu di bawah ini.

2.2.1 Pengertian Psikologi Sastra

Endraswara (2003:96) mengatakan psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang sastra hanya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Begitu pula pembaca dalam


(31)

menanggapi karya juga tidak akan lepas dari kejiwaan pengarang. Pengarang akan menangkap gejala jiwa dan merefleksikannya ke dalam sebuah teks sastra dan dilengkapi dengan kejiwaanya. Pengalaman sendiri dan pengalaman hidup pengarang akan tergambar ke dalam teks sastra.

Dalam pandangan Wellek dan Warren (dalam Endraswara 2003:98) dan Hardjana (dalam Endraswara 2003:98), psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan penelitian sebagai berikut.

2.2.1.1 Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi

Studi ini cenderung mengarah ke psikologi seni. Peneliti berusaha menangkap kondisi kejiwaan seorang pengarang pada saat menciptakan karya sastra.

2.2.1.2 Studi proses kreatif

Studi ini cenderung kearah psikologi seni karena berhubungan dengan psikologi proses kreatif pengarang saat membuat karya sastra. Studi ini membahas langkah-langkah psikologis pengarang ketika memfokuskan diri dalam menciptakan karya sastra. Langkah-langkah psikologis itu meliputi seluruh tahapan, mulai dari dorongan bawah sadar yang melukiskan karya sastra sampai pada perbaikan akhir yang dilakukan pengarang.


(32)

15

2.2.1.3 Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya

sastra

Kaitan studi ini dapat diarahkan pada teori-teori psikologi, misalnya psikoanalisa ke dalam teks sastra. Kajian ini mengasumsikan bahwa pengarang baik sadar atau tidak sering menggunakan teori psikologi tertentu untuk menghidupkan karakter tokoh dalam penciptaan karya sastra.

2.2.1.4 Penelitian dampak psikologis teks terhadap pembaca

Studi ini lebih cenderung ke arah aspek-aspek pragmatik psikologis teks sastra terhadap pembacanya.

Keempat pengertian di atas yang paling cocok dengan penelitian psikologi sastra dalam karya sastra adalah yang ketiga yaitu studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Pengertian Wallek yang ketiga ini menegaskan analisis psikologis yang diarahkan kepada tokoh utama semata, sebab tipe dan hukum psikologis paling intern pada tokoh utama yang dikenai banyak konflik ketimbang tokoh lain (Siswantoro 2005 : 86).

Pendekatan psikologi sastra dalam penelitian ini disesuaikan dengan objek penelitian yang berupa teks dalam novel Les Trois Mousquetaires, yaitu pendekatan psikologi sastra tekstual. Pendekatan psikologi sastra tekstual adalah pendekatan yang mengkaji psikologi tokoh dalam karya sastra. Hal ini dapat dilihat pada karakter tokoh yang diciptakan oleh pengarang dalam karya sastranya, seberapa jauh pengarang mampu menggambarkan perwatakan tokoh sehingga karya menjadi semakin hidup.


(33)

2.2.2 Pengertian Roman

Roman est littérature œuvre en prose, relativement longue, basée sur une intrigue imaginaire qui dépeint l'évolution et la psychologie de différents personages. (fr.encarta.msn.com/dictionary.../roman.html) (Roman adalah karya

sastra dalam bentuk prosa, secara relatif panjang, berdasarkan pada imajinasi tentang persekongkolan yang menggambarkan perkembangan dan psikologi dari tokoh yang berbeda).

Sementara roman menurut Komarudin (2000: 222-223) berasal dari bahasa Perancis Romance. Pada mulanya roman berarti buku-buku yang ditulis dalam bahasa Romana, bahasa sehari-hari Perancis kuno, yang selanjutnya berubah arti menjadi kisah atau cerita atau hikayat yang menyajikan tokoh-tokoh ksatria dan pahlawan. Komarudin juga menambahkan bahwa novel dalam bahasa Perancis disebut Romance, dan dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai roman.

Dari kedua pengertian di atas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa roman adalah karya sastra berupa kisah atau hikayat yang menyajikan tokoh-tokoh ksatria atau pahlawan, berdasarkan pada imajinasi tentang persekongkolan yang menggambarkan perkembangan dan psikologi tokoh-tokohnya.

Penelitian ini memilih roman karena memiliki kelebihan dibanding karya sastra lain, seperti cerita pendek. Kelebihan roman yang khas adalah kemampuannya menyampaikan permasalahan yang kompleks secara penuh, mengkreasikan sebuah dunia yang sudah “jadi”. Hal ini berarti membaca sebuah roman lebih mudah karena tidak menuntut pemahaman masalah yang kompleks dalam waktu yang relatif singkat (Nurgiantoro 2003: 11).


(34)

17

2.2.3 Pengertian Kepribadian

La personalité est ensemble des comportement attitudes, etc., qui caractérisent une personne (www.linternaute.com) (Kepribadian adalah

keseluruhan tingkah laku, sikap dan lain-lain, yang menggambarkan seseorang). Sementara, menurut Gordon Allport (dalam Hall dan Gardner 1993:24) kepribadian adalah organisasi dinamik dalam individu atas sistem-sistem psikofisis yang menentukan penyesuaian dirinya yang khas terhadap lingkungannya.

Meskipun istilah kepribadian dan watak (karakter) sering digunakan secara bertukar-tukar, namun Allport menunjukkan bahwa secara tradisional kata watak mengisyaratkan norma tingkah laku tertentu atas dasar mana individu-individu atau perbuatannya dinilai. Jadi, dalam menggambarkan watak individu, kata “baik” dan “buruk” seringkali dipakai. Sedangkan kepribadian adalah penggambaran tingkah laku secara deskriptif tanpa memberi nilai devaluatif (Alwisol 2004:8).

Allport berpendapat bahwa watak adalah suatu konsep etis. Dia menyatakan watak sebagai kepribadian yang dievaluasi dan kepribadian adalah watak yang dievaluasi. (Hall dan Gardner Lindzey).

Dengan penjelasan-penjelasan di atas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa kepribadian adalah tingkah laku,sikap dan watak seseorang yang dievaluasi atas penyesuaian dirinya terhadap lingkungannya. kepribadian tidak hanya ada satu macam, tetapi memiliki keanekaragaman. Hal tersebut dikenal sebagai trait kepribadian oleh para tokoh psikologi. Trait kepribadian tersebut akan dibahas di bawah ini.


(35)

2.2.4 Trait Kepribadian

Kepribadian dibagi menjadi 2 tipe (trait) yaitu trait utama dan trait sekunder. Allport (dalam Wade dan Carol 2007:204) berpendapat bahwa kebanyakan dari kita memiliki lima sampai sepuluh trait utama (central trait) yang merefleksikan cara khusus kita dalam berperilaku, dalam berhubungan dengan orang lain, dan dalam bereaksi terhadap situasi baru. Sebaliknya, trait

sekunder (secondary traits) merupakan aspek kepribadian yang lebih mungkin

berubah, seperti selera musik, kebiasaan, opini santai, dan lain-lain.

Namun, beberapa ahli sepakat untuk membagi trait utama menjadi lima yang dikenal dengan Big Five (Wade dan Carol 2007:205) yaitu ekstroversi

versus introversi, neurotisisme versus stabilitas emosi, agreeableness versus

antagonisme, conscientiousness versus impulsivitas dan openness versus penolakan pada pengalaman baru. Kelima hal tersebut akan dibahas satu per satu di bawah ini.

2.2.4.1 Ekstroversi versus Introversi

Kepribadian ini menggambarkan seseorang memiliki kepribadian yang supel atau pemalu. Faktor ini mencakup trait seperti banyak bicara atau pendiam, suka bersosialisasi atau penyendiri, suka berpetualang atau waspada, ingin tampil di depan umum atau cenderung di belakang layar.


(36)

19

2.2.4.2 Neurotisisme (Negatif Secara Emosional) versus Stabilitas Emosi

Kepribadian ini menggambarkan tingkat kecemasan seseorang, ketidakmampuannya mengontrol dorongan, dan kecenderungannya merasakan emosi negatif seperti kemarahan, rasa bersalah, kebencian, dan penolakan. Individu yang neurotik sering merasa khawatir, sering mengeluh, dan pembangkang, bahkan saat mereka tidak memiliki masalah dalam hidup mereka. Mereka selalu melihat sisi pahit dari kehidupan dan tidak dapat merasakan sisi kehidupan yang menyenangkan.

2.2.4.3 Agreeableness (Keramahan) versus Antagonisme

Kepribadian ini memberikan gambaran seseorang memiliki kepribadian santai atau mudah terganggu, kooperatif atau pembangkang, merasa aman atau curiga dan cemburu. Faktor ini merefleksikan kecenderungan kita untuk memiliki hubungan yang baik atau hubungan yang penuh ketegangan dengan rekan-rekan kita.

2.2.4.4 Conscientiousness (Keteraturan) versus Impulsivitas

Kepribadian ini menggambarkan seseorang memiliki kepribadian yang bertanggung jawab atau tidak dapat diandalkan, pantang menyerah atau mudah menyerah, tegas atau tidak dapat menentukan pendapat, rapi atau ceroboh, disiplin atau impulsif.


(37)

2.2.4.5 Openness (Keterbukaan Terhadap Pengalaman) versus Penolakan

Pada Pengalaman Baru

Kepribadian ini menggambarkan seseorang memiliki kepribadian yang dipenuhi rasa ingin tahu, imajinatif, selalu mempertanyakan segala hal, dan kreatif; atau selalu mengikuti orang lain, tidak imajinatif, mudah ditebak, dan tidak nyaman dengan sesuatu yang baru.

2.2.5 Pengertian Agresi

Selain menggunakan teori tentang kepribadian dan trait kepribadian, penulis juga menggunakan teori tentang agresivitas, yang mencakup pengertian agresivitas, tipe agresivitas, faktor pencetus dan dampak agresivitas. Teori ini dimulai dari pengertian agresivitas terlebih dahulu. Di bawah ini ada beberapa definisi tentang agresivitas yang akan dibahas satu per satu.

En psychologie, en psychanalyse et en psychologie sociale, l’agressivité désigne toute tendance visant, par un moyen quelconque et sous n’importe quelle forme, à causer un tort à un individu, un groupe ou à ce qui les représente.

(www.bibliotheques-psy.com/spip.php?) (Dalam psikologi, psikoanalis dan psikologi sosial, agresivitas menunjukkan semua yang terlihat, oleh sebuah cara apa pun, di bawah bentuk apa saja, akibat kesalahan kepada seseorang, kelompok atau apa pun yang ditemui).

Buss (dalam Krahé 2005:15) mendefinisikan perilaku agresif sebagai sebuah respon yang mengantarkan stimulasi “beracun” kepada makhluk lain. Sementara itu, Baron dan Richardson (dalam Krahé 2005: 16) mengusulkan penggunaan istilah agresi untuk mendeskripsikan segala bentuk perilaku yang


(38)

21

dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perlakuan pelaku agresi tersebut.

Bagi Lorenz dan Freud (dalam Fromm 2008:8), keagresifan manusia merupakan insting yang digerakkan oleh sumber energi yang selalu mengalir, dan tidak selalu merupakan akibat dari reaksi terhadap rangsangan luar. Lorenz berpendapat bahwa energi khusus untuk tindakan instingtif mengumpul secara kontinu di pusat-pusat syaraf yang ada kaitannya dengan pola tindakan tersebut, dan akan terjadi ledakan jika sudah terkumpul cukup energi sekalipun tanpa adanya rangsangan dari luar.

Dengan demikian, bagi Lorenz (dalam Fromm 2008:9), agresi pada dasarnya bukanlah reaksi terhadap stimulasi luar, melainkan rangsangan dalam yang sudah “terpasang” yang mencari pelampiasan dan akan terekspresikan sekalipun dengan rangsangan luar yang sangat kecil. Oleh karena itu yang menjadikannya berbahaya justru spontanitas itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa perilaku agresif merupakan insting yang digerakkan oleh sumber energi yang selalu mengalir dan terkumpul secara kontinu di pusat-pusat syaraf untuk melukai atau menyakiti makhluk hidup lain.

2.2.6 Tipe-tipe Agresi

Tipe agresivitas dibagi menjadi dua, yakni tipe agresivitas menurut Myers dan tipe agresivitas menurut Kennet Moyer dan Krahé. Dua tipe tersebut akan dibahas satu per satu berikut ini.


(39)

2.2.6.1 Tipe Agresivitas Menurut Myers

Menurut Myers (dalam Sarwono 2002:298) agresi dibagi menjadi dua, yakni agresi rasa benci atau emosi dan agresi instrumental. Kedua agresi tersebut akan dibahas di bawah ini.

2.2.6.1.1 Agresi Rasa Benci atau Agresi Emosi (Hostile Agression)

Agresi rasa benci adalah ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Akibat dari jenis ini tidak dipikirkan oleh pelaku dan pelaku memang tidak peduli jika akibat perbuatannya lebih banyak mengakibatkan kerugian daripada manfaat. Contoh : seseorang membunuh tetangganya sebagai ungkapan kemarahan karena si tetangga sering menginjak-injak kebun ketela miliknya. (Sarwono 2002:296)

2.2.6.1.2 Agresi Instrumental (Instrumentale Agression)

Agresi instrumental adalah agresi yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, contohnya polisi menembak kaki seorang tahanan karena si tahanan tersebut mencoba melarikan diri dari penjara.

2.2.6.2 Tipe Agresivitas Menurut Kennet Moyer dan Krahé

Kennet Moyer (dalam Koeswara 1988: 6) dan Krahé (2005 : 300) membagi agresi ke dalam delapan tipe agresi, yakni agresi predatori, agresi antarjantan, agresi ketakutan, agresi tersinggung, agresi pertahanan atau agresi territorial, agresi maternal, agresi instrumental dan agresi seksual. Kedelapan


(40)

23

bentuk agresi tersebut akan dibahas satu per satu di bawah ini.

2.2.6.2.1 Agresi Predatori

Agresi predatori adalah agresi yang dibangkitkan oleh kehadiran objek alamiah (mangsa). Agresi predatori biasanya terdapat pada organism atau spesies hewan yang menjadikan hewan dari spesies lain sebagai mangsanya. Ini berarti perilaku agresif yang dilakukan oleh hewan terhadap sesamanya.

2.2.6.2.2 Agresi Antarjantan

Agresi antarjantan adalah agresi yang secara tipikal dibangkitkan oleh kehadiran sesama jantan pada suatu spesies. Agresi ini tidak hanya dilakukan manusia terhadap sesama jenisnya, tetapi juga hewan terhadap sesama jenisnya.

2.2.6.2.3 Agresi Ketakutan

Agresi ketakutan adalah agresi yang dibangkitkan oleh tertutupnya kesempatan untuk menghindar dari ancaman. Bentuk agresi ini merupakan bentuk pertaharnan diri dari ancaman keselamatan jiwa individu tersebut. Korbn yang mengalami acaman, biasanya akan merasa takut apalagi jika ancaman tersebut mengancam jiwanya. Korban akan berusaha untuk mempertahankan diri dengan cara apapun agar jiwanya selamat.

2.2.6.2.4 Agresi Tersinggung


(41)

tersinggung atau kemarahan; respon yang menyerang muncul terhadap stimulus yang luas (tanpa memilih sasaran), baik berupa objek hidup maupun objek-objek mati. Seseorang yang diperlakukan tidak sesuai dengan hak asasinya maka akan merasa tersinggung, maka terjadi pemberontakan dalam dirinya karena merasa hak asasinya terancam.

2.2.6.2.5 Agresi Pertahanan atau Agresi Teritorial

Agresi pertahanan atau agresi territorial adalah agresi yang dilakukan oleh organism dalam rangka mempertahankan daerah kekuasaannya dari ancaman atau gangguan anggota spesiesnya sendiri. Agresi ini juga dilakukan oleh seseorang yang merasa terancam daerahnya dari gangguan orang lain.

2.2.6.2.6 Agresi Maternal

Agresi maternal adalah agresi yang dilakukan oleh induk (betina) dalam upaya melindungi anak-anaknya dalam berbagai ancaman.

2.2.6.2.7 Agresi Instrumental

Agresi instrumental adalah agresi yang dipelajari, diperkuat (reinforced), dan dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Agresi instrumental pada umunnya tidak disertai dengan emosi, bahkan antara pelaku dan korban kadang-kadang tidak ada hubungan pribadi. Agresi ini hanyalah untuk mencapai tujuan lain.


(42)

25

2.2.6.2.8 Agresi Seksual

Abbey (dalam Krahé 2005: 304) menyatakan bahwa agresi seksual meliputi berbagai kegiatan seksual yang dipaksakan dan penggunaan berbagai strategi paksaan, seperti ancaman, atau penggunaan kekuatan fisik, mengeksploitasi ketidakmampuan korban untuk menolak, atau menekan secara verbal.

Agresi seksual juga memasukkan perhatian yang tidak dikehendaki dalam bentuk pelecehan seksual, stalking (memperlihatkan penis yang ereksi), dan telepon cabul. Salah satu contoh agresi seksual adalah pemerkosaan. Pemerkosaan, menurut Wieke dan Richard (dalam Krahé 2005: 307) adalah kegiatan seksual apapun bentuknya, yang dialami seseorang di luar kehendaknya.

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan kedua teori ini untuk menganalisis tipe-tipe agresivitas tokoh utama yang terdapat dalam Les Trois

Mousquetaires.

2.2.7 Faktor Pencetus Agresi

Koeswara (1988: 82-113) membahas faktor pencetus agresi yang menurut para teoretis dan peneliti agresi yang sering ditemukan sebagai pengarah dan pencetus perilaku agresi, yaitu frustasi, stres, deindividuasi atau depersonalisasi, kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata, provokasi, alkohol dan obat-obatan, dan suhu udara. Kedelapan faktor tersebut akan dibahas satu per satu di bawah ini.


(43)

2.2.7.1 Frustasi

Frustasi adalah situasi individual yang terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak dalam rangka mencapai tujuan. Perilaku individu frustasi dipengaruhi oleh stimulus negatif yang membuat agresi menjadi pilihan perilaku yang paling menonjol, contoh penelitian Berkowitz dan Le Page (dalam Krahé 2005 : 112) menunjukkan bahwa subjek yang sebelumnya telah dibuat frustasi dan terangsang secara negatif, subjek tersebut mempunyai indikasi untuk melakukan tindakan agresif.

2.2.7.2 Stres

Menurut Kartono dan Gulo dalam Kamus Psikologi (1987:489) stress adalah sejenis frustasi, dimana aktivitas yang terarah pada pencapaian tujuan telah diganggu oleh atau dipersukar, tetapi tidak terhalang-halangi; peristiwa ini biasanya disertai oleh perasaan waswas kuatir dalam pencapaian tujuan. Engle (dalam Koeswara 1988: 87) mendefinisikan stress yang meliputi sumber-sumber stimulasi internal dan eksternal. Menurut teori Engle, stres merujuk pada segenap proses, baik yang bersumber pada kondisi internal maupun kondisi-kondisi eksternal yang menuntut penyesuaian atas organisme.

2.2.7.3 Deindividuasi atau Depersonalisasi

Menurut Kartono dan Gulo dalam Kamus Psikologi, Deindividuasi adalah keadaan dimana seseorang tidak mengetahui baik nama maupun sifat-sifat orang


(44)

27

lain dalam suatu situasi sosial. Sementara depersonalisasi adalah hilangnya kesadaraan akan realitas atau kesadaran identitas (1987:110,113). Deindividuasi dapat digolongkan sebagai faktor pencetus tindakan agresif karena menyingkirkan atau mengurangi peranan beberapa aspek yang terdapat pada individu, yaitu identitas diri dan keterlibatan emosional individu pelaku agresi terhadap korbannya. Deindividuasi sering berubah menjadi dehumanisasi dalam situasi tertentu, contoh perang.

Jika dalam deindividuasi target para pelaku agresi dipandang sebagai individu yang unik tetapi sewajarnya, sedangkan dehumanisasi merupakan kebalikan dari deindividuasi. Dehumanisasi menganggap korban agresinya bukan lagi manusia melainkan sebuah objek yang boleh diperlakukan sesuka hati pelaku agresi sehingga perilaku agresi itu cenderung ekstrem, kejam, dan brutal. Contoh: kerusuhan Sampit di Kalimantan.

2.2.7.4 Kekuasaan dan Kepatuhan

Spekulasi filsafat atau uraian-uraian teoretis sering menyiratkan keyakinan tentang hubungan antara kekuasaan dengan agresi atau tentang kecenderungan manusia menggunakan agresi sebagai instrumen untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaannya. Misalnya Max Weber (dalam Koeswara 1988:100) menyebutkan bahwa kekuasaan adalah kesempatan dari seseorang atau sekelompok orang untuk merealisasikan keinginan-keinginannya dalam tindakan komunal bahkan meskipun harus berhadapan dengan perlawanan dari seseorang atau sekelompok orang lainnya yang berpartisipasi dalam tindakan komunal


(45)

tersebut.

Kekuasaan dimasukkan ke dalam faktor-faktor pencetus agresi karena didasari pemikiran yang dinyatakan oleh Lord Acton bahwa kekuasaan itu cenderung disalahgunakan, misalnya Hitler Mussolini (Koeswara 1988: 100). Penyalahgunaan kekuasaan yang mengubah kekuasaan menjadi kekuatan yang memaksa (coercive) memiliki peranan terhadap kemunculan agresi, contoh kekuasaan yang ditunjukkan oleh Hitler dalam pembantaian kaum Yahudi pada Perang Dunia Kedua.

2.2.7.5 Efek Senjata

Krahé (2005: 146) berpendapat bahwa efek senjata ditemukan paling kuat pada individu-individu yang sebelumya dibuat marah atau dibuat frustasi, sehingga mereka sudah dalam kondisi terpicu kemarahannya.

2.2.7.6 Provokasi

Peranan provokasi turut mengambil bagian dalam kemunculan agresi. Penelitian Wolfgang (dalam Koeswara 1988: 106) mengemukakan bahwa tiga perempat dari 600 pembunuhan yang diselidikinya terjadi karena adanya provokasi dari korban. Perampokan yang disertai oleh tindakan kekerasan oleh pihak perampok dengan menggunakan menggunakan senjata api disebabkan oleh tindakan provokatif pihak korban berupa tindakan perlawanan aktif maupun pasif terhadap perampok tersebut.


(46)

29

2.2.7.7 Alkohol dan Obat-obatan

Krahé (2005: 129) menyebutkan bahwa dalam pengaruh alkohol, waktu yang dibutuhkan individu untuk memperhatikan sesuatu menjadi berkurang, sehingga hanya stimulus negatif yang paling menonjol yang akan keluar sebagai tindakan agresif.

2.2.7.8 Suhu Udara

Suhu udara merupakan faktor yang jarang diperhatikan oleh para peneliti agresi meski sesungguhnya ada dugaan suhu udara memiliki pengaruh terhadap tingkah laku, termasuk tingkah laku agresif. Krahé (2005: 147) menyatakan bahwa tindakan kriminal lebih banyak terjadi di daerah yang memiliki temperatur udara tinggi daripada di daerah yang memiliki temperatur udara rendah.

2.2.8 Dampak Agresi

Dampak perilaku agresi menurut Sarwono (2002:297) dan Brekwell (1988:96-101) dibedakan menjadi empat (4), yakni depresi, cacat fisik, cidera, dan kematian. Keempat dampak tersebut akan dibahas satu per satu di bawah ini.

2.2.8.1 Depresi

Menurut Kartono dan Gulo dalam Kamus Psikologi, depresi adalah keadaan patah hati atau putus asa yang disertai dengan melemahnya kepekaan terhadap stimuli tertentu, pengurangan aktivitas fisik maupun mental dan kesukaran dalam berpikir (1987:114). Perilaku agresif sering terjadi dalam


(47)

insiden traumatis yang mengakibatkan depresi, yakni keadaan mundur baik bagi korban maupun pelakunya, seperti respon rasa bersalah setelah melakukan tindakan agresif.

2.2.8.2 Cacat fisik

Perilaku agresif dapat menimbulkan cacat fisik terhadap korban agresi. Cacat fisik akibat dari perilaku agresi ini dapat berlangsung seumur hidup dan sulit untuk disembuhkan. Korban yang mengalami cacat fisik akan merasa tersingkir dari masyarakat dan tidak percaya diri dalam menjalani hidup bermasyarakat.

2.2.8.3 Cidera

Selain cacat fisik, perilaku agresi juga dapat menimbulkan cidera. Cidera yang dialaminya tidak sampai seumur hidup, hanya bagian-bagian tubuh tertentu saja yang mengalami cidera dan dapat disembuhkan.

2.2.8.4 Kematian

Perilaku agresif juga dapat mengakibatkan seseorang atau makhluk lainnya langsung meninggal. Kematian dapat terjadi terhadap korban agresi oleh pelaku agresi dengan menggunakan alat atau tanpa menggunakan alat.


(48)

31

SKEMA LANDASAN TEORI

A. Trait Kepribadian Wade dan Carol


(49)

C. Faktor Pencetus Agresi Menurut Koeswara


(50)

33 BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai pendekatan penelitian, objek penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik penyediaan data, metode dan teknik analisis data, metode dan teknik penyajian hasil analisis data serta langkah kerja penelitian.

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Menurut Endaswara (2003:97) pendekatan psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang sastra hanya sebagai aktivitas kejiwaan artinya psikologi sastra mengenal sastra sebagai pantulan kejiwaan pengarang. Pengarang akan menangkap gejala jiwa dan merefleksikannya ke dalam sebuah teks sastra dan dilengkapi dengan kejiwaannya.

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian ini terdiri dari dua bagian, yaitu objek formal dan objek material. Objek formal adalah sudut pandang subjek menelaah objek materialnya, sedangkan objek material adalah objek yang dijadikan sasaran untuk menyelidiki suatu ilmu (www.one.indoskripsi.com/node/cetak disunting pada tanggal 3


(51)

Objek material penelitian ini adalah roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père. Sedangkan objek formal penelitian ini adalah tuturan-tuturan yang mengandung trait kepribadian dan agresivitas tokoh utama yang terdapat dalam roman Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas Père.

3.3 Data dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini berupa roman abad ke-19 ditulis pada tahun 1844 yang berjudul Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas. Awalnya roman ini dimuat dalam bentuk cerita bersambung di majalah Les Siècle Perancis pada tahun 1844. Roman ini sangat legendaris sepanjang masa karena novel ini sangat memberi pengaruh kepada banyak pengarang dalam membuat roman.

Oleh karena novel ini legendaris, maka novel ini diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa di dunia serta adanya pembuatan film yang berdasarkan pada cerita novel ini. Di Indonesia, roman ini diterjemahkan oleh Diani Hera. Namun, penulis akan menggunakan terjemahan bebas oleh penulis sendiri untuk mempermudah penulis dalam menginterpretasikan makna yang terkandung dalam

Les Trois Mousquetaires.

3.4 Metode dan Teknik Penyediaan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak yakni menyimak keseluruhan isi cerita dari roman Les Trois Mousquetaires. Selain itu penelitian ini juga menggunakan teknik penyediaan data dengan teknik catat yakni


(52)

35

mencatat tuturan-tuturan yang menunjukkan trait kepribadian, agresivitas dan wujud agresivitas tokoh utama dalam roman Les Trois Mousquetaires karya Alexandre Dumas.

Setelah mengumpulkan data melalui teknik catat, langkah selanjutnya adalah memasukkan data tersebut dalam sebuah kartu data. Data-data yang relevan dituliskan pada kartu data yang berisi komponen-komponen sebagai berikut:

(1) Nomor data : 1

(2) Sumber : LTM/I/03

(3) Korpus data

Data Terjemahan

(4) Analisis Korpus Data

Keterangan:

Bagian 1 berisi : Nomor urut kartu data

Bagian 2 berisi : Judul roman yaitu Les Tois Mousquetaires (LTM) Chapitre (I,II,III,…)

Halaman (1,2,3,…) Bagian 3 berisi : Korpus data

Bagian 4 berisi : Analisis korpus data

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Nanawi (dalam Siswantoro 2005:56) mendefinisikan metode deskriptif sebagai


(53)

prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, dan masyarakat) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau fakta yang sebagaimana adanya.

Adapun berkenaan dengan teknik analisis, penulis menggunakan teknik baca markah yakni membaca markah-markah yang mengandung ungkapan-ungkapan tentang kepribadian tokoh utama, tipe, faktor pencetus dan dampak agresivitas yang berkaitan oleh tokoh utama dalam roman Les Trois Musquetaires karya Alexandre Dumas (Sudaryanto 1993:95).

3.6 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Dalam penyajian hasil analisis data, penulis menggunakan metode penyajian informal yakni penyajian hasil analisis dengan kata-kata biasa walaupun dengan terminologi yang teknis sifat-sifatnya (Sudaryanto 1993: 145). Sementara teknik penyajian hasil analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik informal.

Teknik penyajian informal yaitu perumusan dengan kata-kata biasa (Sudaryanto 1993:145). Maksudnya, dalam menyajikan hasil analisis data, peneliti menggunakan kalimat-kalimat yang lugas dan mudah dimengerti, bukan menggunakan tanda, lambang-lambang ataupun grafik.


(54)

37 BAB 4

KEPRIBADIAN, TIPE AGRESIVITAS, FAKTOR PENCETUS DAN

DAMPAK AGRESIVITAS TOKOH UTAMA D’ARTAGNAN DALAM

ROMAN LES TROIS MOUSQUETAIRES

Bab ini berisi analisis kepribadian dan agresivitas tokoh utama yang terdapat dalam roman Les Trois Mousquetaires. Dalam analisis ini, penulis ingin membuktikan antara pengaruh trait kepribadian terhadap bentuk agresivitas yang dialami oleh tokoh utama. Langkah awal, penulis akan mengkaji agresivitas tokoh utama dan trait kepribadian yang mempengaruhi bentuk agresivitas tersebut. penulis menganalisis bentuk agresivitas dan trait kepribadian secara bersamaan supaya mempermudah mengetahui hubungan antara keduanya. Langkah kedua, penulis mengkaji tentang faktor pencetus timbulnya agresivitas. Dan langkah terakhir, penulis mengkaji tentang dampak yang ditimbulkan oleh agresivitas tersebut.

Adapun tokoh utama yang dimaksud adalah d’Artagnan, seorang pemuda dari Gascon yang memiliki keinginan menjadi seorang musketri (pasukan bersenjata musket). Penulis hanya memilih untuk menganalisis tokoh utama d’Artagnan saja karena tokoh inilah yang sering muncul dan selalu terlibat dengan tokoh-tokoh lain dari awal sampai akhir. Selain itu, agresivitas yang terjadi sering muncul di dalam diri tokoh d’Artagnan daripada tokoh-tokoh lain (Athos, Porthos, Aramis, Madame Bonacieux, Millady atau Lady de Winter, Duke of Buckingham, Anne of Austria, Ketty, Kardinal dan Louis XIII).


(55)

4.1 Tipe-tipe Agresivitas dan Trait Kepribadian yang Mempengaruhinya

Pada subbab ini penulis akan menganalisis tentang tipe-tipe agresivitas yang dimiliki oleh d’Artagnan dan trait kepribadian yang mempengaruhinya. Dalam roman ini, d’Artagnan hanya memiliki lima dari sepuluh tipe agresivitas, yakni agresivitas rasa benci atau emosi, agresi antarjantan, agresi ketakutan, agresi tersinggung, dan agresivitas pertahanan. Sementara trait kepribadian yang mempengaruhi agresivitas-agresivitas tersebut, yaitu neurotisisme (negatif secara emosional), antagonisme, dan conscientiousness (keteraturan). Semua hal itu akan dibahas satu per satu di bawah ini.

4.1.1 Agresi Rasa Benci atau Agresi Emosi

Agresi rasa benci atau emosi adalah ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Agresi emosi ini dialami d’Artagnan pada saat dia tiba di Meung. Dia bertemu dengan pria asing. Namun, pria ini membuat d’Artagnan merasa marah atau emosi karena pria tersebut menghina kuda yang dimilikinya di depan orang-orang. Hal ini dapat dilihat pada kutipan (1) dan (2) berikut ini.

(1) Le gentilhomme paraissait énumérer à ses auditeurs toutes ses

qualités, et comme, ainsi que je l’ai dit, les auditeurs paraissaient avoir une grande déférence pour le narrateur, ils éclataient de rire à tout moment. Or, comme un demi-sourire suffisait pour éveiller

l’irascibilité du jeune homme,’. (TM/I/13)

Pria asing tersebut menguraikan fakta perihal kuda itu pada pendengarnya satu per satu, dan dua pria lainnya tampak setuju dengannya. Dan setiap kali si pria berbicara, pendengarnya tertawa


(56)

39

terbahak-bahak terus-menerus. Padahal, hanya senyuman sinis saja cukup menimbulkan amarah si anak muda itu, ‘

Dari kalimat ‘…Or, comme un demi-sourire suffisait pour éveiller

l’irascibilité du jeune homme,’ (…Padahal, hanya senyuman sinis cukup

menimbulkan amarah si anak muda (d’Artagnan)’) penulis dapat mengetahui bahwa d’Artagnan menjadi marah akibat senyuman dari pria asing itu. D’Artagnan merasa bahwa senyuman tersebut secara tidak langsung menghina dirinya. Selain itu, d’Artagnan juga merasa marah akibat gelak tawa dari orang-orang yang mendengar ejekan pria asing tersebut berkenaan dengan kudanya.

Dari kutipan (1) tersebut, penulis menyimpulkan bahwa agresivitas marah yang terjadi pada d’Artagnan dipengaruhi oleh trait kepribadian antagonisme, yakni mudah terganggu (Lihat kembali teori Wade dan Carol 2007:205). Sebelum d’Artagnan mengalami agresivitas emosi, dia merasa terganggu terlebih dahulu dengan kelakuan pria asing tersebut dan orang-orang di sekitarnya yang melecehkan kudanya serta mentertawakannya. Kepribadiannya yang antagonisme membuat dia merasa mudah tersinggung atas sikap mereka terhadap dirinya. Ini membuktikan bahwa kepribadian antagonisme mempengaruhi timbulnya agresi emosi yang dialaminya.

Setelah memperhatikan kelakuan orang-orang di Meung yang menghina dirinya, d’Artagnan pun tidak dapat menahan emosinya lagi. Dia menghampiri pria asing tersebut. Kutipan (2) di bawah ini akan membuktikan hal tersebut.

(2) Mais d’Artagnan n’était pas de caractère à lâcher ainsi un homme qui

avait eu l’insolence de se moquer de lui. Il tira son épée entièrement du fourreau et se mit à sa poursuite en criant:


(57)

« Tournez, tournez donc, monsieur le railleur, que je ne vous frappe

point par-derrière. (TM/I/16)

Tetapi d’Artagnan bukan seorang yang bisa menerima bila dirinya dicemooh. Dia menarik pedang dari sarung pedangnya, mengejarnya sambil berteriak: “ Kembali, kembali, Tuan Pencemooh, atau saya tusuk Anda dari belakang.’

Dari kalimat ‘…Tournez, tournez donc, monsieur le railleur, que je ne

vous frappe point par-derrière’(…kembali, kembali, Tuan Pencemooh, atau saya

tusuk Anda dari belakang) membuktikan bahwa d’Artagnan menantang pria asing itu untuk bertarung. D’Artagnan melakukan itu karena dia marah dan sudah tidak dapat mengendalikan emosinya atas penghinaan yang dilakukan pria asing tersebut. Oleh karena itu, ketika pria asing tersebut akan meninggalkan tempat, d’Artagnan pun menarik pedangnya dan menantang pria itu.

Agresivitas emosi yang terjadi pada kutipan (2) dipengaruhi oleh trait kepribadian neurotisisme (mudah marah) yang diimiliki oleh d’Artagnan. Kemarahan d’Artagnan atas hinaan dari pria asing di Meung, membuktikan bahwa kepribadian neurotisisme yang dimilikinya muncul, yaitu ketidakstabilan emosi. Ketidakstabilan emosi tersebut dapat dilihat kembali dalam kutipan (1). Dari kemarahan inilah, maka d’Artagnan melakukan agresivitas emosi, yakni menantang pria asing tersebut untuk bertarung. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepribadian neurotisisme mempengaruhi agresivitas emosinya (d’Artagnan).

Selain dari dua kutipan tersebut, d’Artagnan juga mengalami agresivitas rasa benci (Hostile Agression) terhadap Milady (wanita yang dicintainya selain


(58)

41

Madame Bonacieux). Misalnya, ketika pulang dari misa, d’Artagnan bertemu gadis cantik bernama Milady. D’Artagnan pun merasa jatuh cinta dengan kecantikan yang dimiliki oleh Milady. Setelah mereka berkenalan, akhirnya d’Artagnan memberanikan diri untuk menyatakan cintanya. Namun, cinta d’Artagnan dimanfaatkan oleh Milady untuk membunuh kakak iparnya, Lord de Winter, karena Milady ingin memiliki kekayaan mendiang suaminya. Pada kenyataannya, Milady mencintai pria lain(Comtes de Wardes). Hal ini membuat d’Artagnan marah dan membenci dia. Kutipan (3) di bawah ini akan membuktikan peristiwa tersebut.

(3) Non, Ketty, tu te trompes, je ne l’aime plus; mais je veux me venger de

ses mépris. (TM/XXXIII/521)

Tidak, Ketty, kamu keliru, aku tidak mencintainya lagi; tetapi aku ingin balas dendam atas penghinaan-penghinaannya.

Dari kutipan (3) di atas, penulis dapat melihat bahwa d’Artagnan merasa sangat marah kepada Milady. Kalimat “…mais je veux me venger de ses mépris”’ (‘…tetapi aku ingin balas dendam atas penghinaan-penghinaan dia’) membuktikan bahwa d’Artagnan membenci Milady dan dia ingin membalas dendam kelakuan Milady terhadap dirinya. Agresivitas rasa benci ini dipengaruhi oleh kepribadian neurotisisme, yakni ketidakstabilan emosi d’Artagnan.

Dalam hal ini, ketidakstabilan emosi yang dialami d’Artagnan berupa kemarahan. Kemarahan ini muncul akibat penghinaan-penghinaan Milady terhadap dirinya. Hal ini dapat dibuktikan pada kalimat bercetak tebal pada kutipan (3) di atas. Penghinaan-penghinaan tersebut terdengar oleh dirinya tanpa


(1)

n’en avait pas l’ombre, mais d’émulation ; il se battait comme un tigre en fureur, tournant dix fois autour de son adversaire, changeant vingt fois ses gardes et son terrain.’ (TM/V/79)

(7) Pendant ce temps, d’Artagnan s’était jeté sur le second soldat, l’attaquant avec son épée ; la lutte ne fut pas longue, ce misérable n’avait pour se défendre que son arquebuse déchargée ; l’épée du garde glissa contre le canon de l’arme devenue inutile et alla traverser la cuisse de l’assassin, qui tomba. D’Artagnan lui mit aussitôt la pointe du fer sur la gorge.’ (TM/XLI/618)

(8) Monsieur, dit Athos en le lâchant, vous n’êtes pas poli. On voit que vous venez de loin. »

D’Artagnan avait déjà enjambé trois ou quatre degrés, mais à la remarque d’Athos il s’arrêta court.

« Morbleu, monsieur ! dit-il, de si loin que je vienne, ce n’est pas vous qui me donnerez une leçon de belles manières, je vous préviens.’ (TM/IV/58)

(9) Et où cela, s’il vous plaît ? – Près des Carmes-Deschaux. – À quelle heure ?

– Vers midi.

– Vers midi, c’est bien, j’y serai.

– Tâchez de ne pas me faire attendre, car à midi un quart je vous préviens que c’est moi qui courrai après vous et vous couperai les oreilles à la course. – Bon ! lui cria d’Artagnan ; on y sera à midi moins dix minutes. »

(TM/IV/58)

(10) Quant à d’Artagnan, il avait joué purement et simplement un jeu défensif ; puis, lorsqu’il avait vu son adversaire bien fatigué, il lui avait, d’une vigoureuse flanconade, fait sauter son épée. Le baron, se voyant désarmé, fit


(2)

deux ou trois pas en arrière ; mais, dans ce mouvement, son pied glissa, et il tomba à la renverse.

D’Artagnan fut sur lui d’un seul bond, et lui portant l’épée à la gorge…(TM/XXXI/488)

(11) Et que fit le comte ?

- Le comte était un grand seigneur, il avait sur ses terres droit de justice basse et haute : il acheva de déchirer les habits de la comtesse, il lui lia les mains derrière le dos et la pendit à un arbre.

- Ciel ! Athos ! un meurtre ! s’écria d’Artagnan.

-Oui, un meurtre, pas davantage, dit Athos pâle comme la mort. Mais on me laisse manquer de vin, ce me semble. »

Et Athos saisit au goulot la dernière bouteille qui restait, l’approcha de sa bouche et la vida d’un seul trait, comme il eût fait d’un verre ordinaire. Puis il laissa tomber sa tête sur ses deux mains ; d’Artagnan demeura devant lui, saisi d’épouvante. (TM/XXVII/439-440)

(12) Alors la batiste se déchira en laissant à nu les épaules et sur l’une de ces belles épaules rondes et blanches, d’Artagnan avec un saisissement inexprimable, reconnut la fleur de lis, cette marque indélébile qu’imprime la main infamante du bourreau. (TM/XXXVII/567)

(13) – Oui ! oui ! murmura d’Artagnan, c’est bien cela, chez Milady elle même. » Alors le jeune homme comprit en frémissant quelle terrible soif de vengeance poussait cette femme à le perdre, ainsi que ceux qui l’aimaient, et combien elle en savait sur les affaires de la cour, puisqu’elle avait tout découvert. Sans doute elle devait ces renseignements au cardinal.(TM/XLI/621)

(14) Or, comme au moment où d’Artagnan fixait son regard sur le gentilhomme au pourpoint violet, le gentilhomme faisait à l’endroit du bidet béarnais une de ses plus savantes et de ses plus profondes démonstrations, ses deux auditeurs éclatèrent de rire, et lui-même laissa visiblement, contre son


(3)

habitude, errer, si l’on peut parler ainsi, un pâle sourire sur son visage. Cette fois, il n’y avait plus de doute, d’Artagnan était réellement insulté. (TM/I/14)

(15) Est-ce que vous oubliez vos yeux quand vous courez, par hasard ? demanda Porthos.

– Non, répondit d’Artagnan piqué, non, et grâce à mes yeux je vois même ce que ne voient pas les autres. » (TM/IV/59)

(16) Mais sans s’inquiéter de l’épée, Milady essaya de remonter sur le lit pour le frapper, et elle ne s’arrêta que lorsqu’elle sentit la pointe aiguë sur sa gorge. Alors elle essaya de saisir cette épée avec les mains mais d’Artagnan l’écarta toujours de ses étreintes et, la lui présentant tantôt aux yeux, tantôt à la poitrine, il se laissa glisser à bas du lit, cherchant pour faire retraite la porte qui conduisait chez Ketty. (TM/XXXVII/568)

(17) L’un d’eux prit son fusil par le canon, et s’en servit comme d’une massue: il en porta un coup terrible à d’Artagnan, qui l’évita en se jetant de côté, mais par ce mouvement il livra passage au bandit, qui s’élança aussitôt vers le bastion. (TM/XLI/618)

(18) Pendant ce temps, d’Artagnan s’était jeté sur le second soldat, l’attaquant avec son épée; la lutte ne fut pas longue, ce misérable n’avait pour se défendre que son arquebuse déchargée; l’épée du garde glissa contre le canon de l’arme devenue inutile et alla traverser la cuisse de l’assassin, qui tomba. D’Artagnan lui mit aussitôt la pointe du fer sur la gorge.’ (TM/XLI/618)

(19) - Et il n’a nommé personne dans sa colère ?

- Si fait, il frappait sur sa poche, et il disait : « Nous verrons ce que M. de Tréville pensera de cette insulte faite à son protégé.(LTM/I/19)


(4)

(20) …De plus, M. de Tréville gagne dix mille écus par an; c’est donc un fort grand seigneur. – Il a commencé comme vous, allez le voir avec cette lettre, et réglez-vous sur lui, afin de faire comme lui… . Le même jour le jeune homme se mit en route, muni des trois presents paternels et qui se composaient, comme nous l’avons dit, de quinze écus, du cheval et de la lettre pour M. de Tréville; comme on le pense bien, les conseils avaient été donnés par-dessus le marché. (TM/1/13)

(21) Jussac, voulant en finir, porta un coup terrible à son adversaire en se fendant à fond ; mais celui-ci para prime, et tandis que Jussac se relevait, se glissant comme un serpent sous son fer, il lui passa son épée au travers du corps. Jussac tomba comme une masse. ( TM/V/79)

(22) Alors on vit, de l’autre rive, le bourreau lever lentement ses deux bras, un rayon de lune se refléta sur la lame de sa large épée, les deux bras retombèrent ; on entendit le sifflement du cimeterre et le cri de la victime, puis une masse tronquée s’affaissa sous le coup.

Alors le bourreau détacha son manteau rouge, l’étendit à terre, y coucha le corps, y jeta la tête, le noua par les quatre coins, le chargea sur son épaule et remonta dans le bateau. (TM/LXVI/945)


(5)

BIOGRAFI ALEXANDRE DUMAS PÈRE

Alexandre Dumas Père lahir pada 24 Juli 1802 di Villers-Cottêrets 40 km NE dari Paris. Di akte kelahiran, namanya ditulis Dumas Davy de la Pailleterie. Kakeknya adalah Marquis Antoine-Alexandre Davy de la Pailleterie dan neneknya adalah Marie-Céssette Dumas, seorang budak hitam dari Jeremie, Saint-Domingue (sekarang bagian dari Haiti). Dia melahirkan Thomas-Alexandre dan meninggal ketika Thomas masih muda . Ketika mereka akhirnya kembali ke Paris, kakeknya tidak menyetujui ayahnya mendaftar tentara dengan nama Davy de la Pailleterie, jadi ia terdaftar sebagai Alexandre Dumas. Thomas-Alexandre bekerja di bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte. Thomas-Alexandre dibesarkan di Villers-Cotterêts, dan pergi ke Paris saat ia berusia dua puluh. Ketika berumur dua puluh lima, ia telah meraih kesuksesan pertamanya sebagai penulis drama.

Dumas telah menulis banyak anekdot menarik tentang tahun di Mes Memoires . Banyak orang tidak menyadari bahwa Dumas menjadi terkenal bukan karena novelnya, tetapi karena permainanannya. Dumas menulis ratusan drama, novel dan buku harian perjalanan. Dia menulis beberapa cerita anak-anak, dan kamus kuliner. Dia mulai menulis di beberapa majalah mingguan. Dia adalah salah satu penulis yang paling produktif yang pernah ada, dan tidak menolak untuk bekerja sama dengan orang lain atau menulis ulang cerita yang lebih tua.

Novelnya yang paling sukses tidak begitu menarik, tetapi berisi petualangan menakjubkan dan pertarungan, lebih menarik daripada cerita tentang kehidupan. Dia menulis novel sejarah dimana ia mengambil kebebasan besar dengan kebenaran untuk mencapai sebuah cerita yang baik, tetapi tidak pernah mengklaim bahwa cerita-ceritanya akurat dalam hal sejarahnya. Putranya, Alexandre Dumas Fils, juga menulis novel terkenal yaitu La Dame aux Camélias, dasar dari Verdi’s opera dari La Traviata.

Karya-karya terkenal dari Alexandre Dumas Père adalah Les Trois Mousquetaires (1844); Vingt Ans Après (1845), Le Comte de Monte Cristo


(6)

(1844-1855), Dix ans plus tard ou Le Victome de Bragelonne (1848-1850), dan La Tulipe Noire (1850).

Ketika kehidupannya sukses dan kaya, Dumas selalu berfoya-foya sehingga jatuh miskin dan memiliki banyak hutang. Dia mencoba untuk mencari uang dengan jurnalisme dan dengan buku-buku perjalanan tetapi dengan tidak begitu berhasil. Ada salah satu naskah yang hilang namun belum selesai ditulis, yaitu Le Chevalier de Sainte-Hermine (The Cavalier Terakhir), ditemukan di Bibliothèque Nationale di Paris pada akhir 1980-an dan pertama kali diterbitkan pada tahun 2005. Setelah bertahun-tahun menulis, berpetualangan, dan bersenang-senang, serta setelah ia kehilangan beberapa kekayaan, Dumas meninggal di Puys, dekat Dieppe, pada tanggal 5 Desember 1870.