Agresivitas Tokoh dalam Roman Thérèse Raquin Karya Emile Zola.

(1)

AGRESIVITAS TOKOH DALAM ROMAN THÉRÈSE RAQUIN

KARYA EMILE ZOLA

SKRIPSI

Dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata 1 Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sastra

Oleh:

Nama : Relianedo Surya Dirgantara Nim : 2350402018

Prodi : Sastra Prancis

Jurusan : Bahasa dan Sastra Asing

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi.

Semarang, Januari 2007

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Conny Handayani, M. Hum Suluh Edhi Wibowo, S. S NIP 130354837 NIP 132233484


(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Asing, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang.

Pada hari : Selasa

Tanggal : 30 Januari 2007

Panitia Ujian Skripsi

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Rustono, M. Hum Drs. Sudarwoto, M. Pd

NIP. 131281222 NIP. 131281217

Penguji I

Dra. Diah Vitri Widayanti, DEA NIP. 131813669

Pembimbing II/Penguji II Pembimbing I/Penguji III

Suluh Edhi Wibowo, S.S Dra. Conny Handayani, M. Hum


(4)

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakkan dari hasil karya orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Januari 2007

Relianedo Surya Dirgantara 2350402018


(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

Persembahan :

Skripsi ini dipersembahkan untuk ;

F Bapak dan Ibu, yang menggajarkan kearifan hidup, sopan santun dan akhlak dalam kehidupanku.

F Almamater Unnes tercinta.

Orang yang lemah adalah orang yang diperbudak oleh

adat-istiadat dan selalu menentukan keputusannya dalam segala

urusan dengan tradisi-tradisi terkenal walaupun kebodohan

tersebut membawanya kepada kesusahan dunia dan akhirat.


(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Agresivitas Tokoh dalam Roman Thérèse Raquin karya Emile Zola” dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Sastra.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa dukungan dan bimbingan semua pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih dan rasa hormat kepada Dra. Conny Handayani M. Hum, pembimbing utama dan Suluh Edhi Wibowo, S. S, pembimbing II dengan segala kesabaran dan perhatiannya tercurah kepada penulis.

Selanjutnya, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih atas bantuan dan dukungan semua pihak selama penyusunan skripsi ini. Untuk itu, pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan terima kasih kepada ;

1. Rektor Universitas Negeri Semarang. 2. Dekan Fakultas Bahasa dam Seni. 3. Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Asing.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Asing.

5. Adik dan sepupuku tercinta ---Vera, Revi, Anggi, Rizki, dan Feri--- dengan segala guyon dan do’anya mendorong penulis untuk terus berfikir. 6. Seluruh sahabat-sahabatku Sastra Prancis angkatan 2002.


(7)

vii

7. Teman-temanku di kos “Shiegade Cost” yang selalu mendorong penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh keluarga besar Jurusan Bahasa dan Sastra Asing yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.

Mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Asing. Untuk itu, penulis berharap pembaca dapat menindak lanjuti penelitian ini dengan model penelitian yang lain.

Semarang, Januari 2007 Penulis


(8)

SARI

Dirgantara, Relianedo Surya. 2007. Agresivitas Tokoh dalam Roman Thérèse Raquin Karya Emile Zola. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Asing. Fakultas Bahasa dan Seni. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Dra. Conny Handayani, M. Hum. Pembimbing II. Suluh Edhi Wibowo, S. S. Kata kunci : Agresivitas, tokoh, karakter.

Agresi manusia atas sesamanya dalam berbagai bentuk tidak menunjukkan gejala mereda, tetapi cenderung meningkat. Hal ini dapat dibuktikan dengan maraknya program-program acara di media cetak dan media elektronik yang menyuguhkan agresivitas manusia.

Agresivitas manusia yang ada dalam realitas kehidupan memungkinkan terrefleksikan dalam karya sastra. Hal ini dikarenakan karya sastra dapat dimasukkan dalam konteks mimetis. Roman Thérèse Raquin karya Emile Zola merupakan roman naturalisme pertama yang menggambarkan agresivitas manusia. Roman ini merupakan gambaran pikiran Zola mengenai karakter manusia dalam kehidupan.

Berdasarkan hal tersebut, ada empat permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu : (1) bagaimanakah tipe-tipe agresivitas tokoh dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola, (2) bagaimanakah faktor pencetus agresivitas tokoh dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola, (3) bagaimanakah dampak agresivitas tokoh dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola, dan (4) bagaimanakah wujud-wujud agresivitas tokoh dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola.

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu, pendekatan teoretis dan pendekatan metodologis. Pendekatan teoritis yang digunakan adalah pendekatan psikologi sastra, sedangkan pendekatan metodologis yang digunakan adalah pendekatan deskriptif-kualitatif. Data yang digunakan adalah teks dalam roman dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pustaka. Kemudian data dipilih dan dianalisis dengan tehnik Pilah Unsur Penentu (PUP).

Hasil analisis yang diperoleh dari penelitian ini adalah, (1) tipe agresi yang meliputi : (a) agresi antarjantan, (b) agresi ketakutan, (c) agresi tersinggung, dan (d) agresi instrumental, (2) Faktor pencetus agresi yang meliputi : (a) frustasi, (b) stres, (c) kekuasaan dan kepatuhan, (d) efek senjata, dan (e) provokasi, (3) dampak agresi yang meliputi : (a) depresi, (b) cidera, dan (c) kematian, (4) wujud agresi yang meliputi : (a) agresi di ruang publik yang meliputi : bullying dan pembunuhan terencana (murder), (b) kekerasan dalam rumah tangga yang meliputi : penganiayaan dan perlakuan yang tidak semestinya terhadap anak, penganiayaan dan penyiksaan terhadap pasangan, penganiayaan dan penelantaran orang lanjut usia, dan (c) agresi seksual yang meliputi : pelecehan seksual, (5) pendeskripsian agresivitas tokoh dalam


(9)

ix

roman Thérèse Raquin ini menunjukkan kepada kita bahwa agresivitas manusia hanya menimbulkan pengaruh yang negatif, (6) roman Thérèse Raquin menggambarkan tentang kesedihan hidup, membeberkan kekejian dan kesengsaraan manusia, dan (7) roman Thérèse Raquin merupakan gambaran pikiran Zola mengenai kehidupan manusia dalam bermasyarakat.

Penelitian ini mengambil objek agresivitas tokoh dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kerangka acuan dalam memahami karakter manusia, khususnya agresivitas pada manusia, setiap manusia dapat mengendalikan sifat agresifnya agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain, memberikan kontribusi dalam menelaah karya sastra khususnya masalah agresivitas manusia. Penelitian ini masih dapat dikembangkan pada bidang sastra lain, misalnya pada roman lain yang berbobot, dengan kajian yang berbeda misalnya kajian mengenai nilai-nilai moral kemasyarakatan, yang berkaitan dengan agresivitas manusia.


(10)

RESUME

Dirgantara, Relianedo Surya. 2007. L’Agressivité des Personnages dans le Roman Thérèse Raquin d’Emile Zola. Département de la Langue et de la Littérature Etrangères. Faculté de la Langue et des Arts. Université d’Etat de Semarang. Directeur/trice: (I). Dra. Conny Handayani, M. Hum, (II). Suluh Edhi Wibowo, S. S.

Mots clés : L’agressivité, les personnages, les caractères humains.

A. L’Introduction.

Aujourd’hui, la destruction et l’agressivité humaine augmentent de plus en plus. Dans la vie réelle, il se passe souvent des violences faites par certaines personnes, par exemple l’assasinat, la querelle de famille, la guerre, etc. Presque tous les jours, certains programmes de télévision en Indonésie présentent l’agressivité humaine, par exemple Brutal, Jejak Kasus, Patroli, et Buser. Dans la Deuxième Guerre Mondiale, les malheurs de Nagasaki et Hiroshima ont prouvé que l’agressivité humaine était une évidence terrible (Koeswara 1998:1-2).

L’agressivité d’après Buss (cité par Krahé 2005 :15) est une réaction empoisonnée envers les autres, qui a pour but de blesser les autres physiquement (par ex : le meurtre) et spirituellement (par ex : la moquerie).

Le roman Thérèse Raquin d’Emile Zola est un roman naturaliste. Le naturalisme reproche la brutalité par ses descriptions, par l’étalage des vices et des passions, par sa haine des classes dirigeantes surtout la classe bourgeois, par son pessimisme et par sa fausse science. Le naturalisme a libéré la littérature des dernières conventions pour chercher la vérité nue, il a achevé de tuer le romantisme


(11)

xi

et la conception idéaliste de la littérature que l’on croyait destinée à embellir la vie ; il a poussé les écrivains à regarder le monde avec pénétration, il a enrichi la littérature en y faisant entrer la classe ouvrière et en imposant avec force l’étude des questions sociales : il montre un effort lucide pour pénétrer la vie (Bornecque 1957 : 545). Le naturalisme est la tendance littéraire qui décrit la réalité de la vie surtout de façon négative (Fananie 2000 :59), comme par exemple l’histoire de concubinage dans le roman Thérèse Raquin d’Emile Zola. Mais Zola n’avait pas envie de décrire la pornographie. Dans ce roman, il a voulu étudier les tempéraments et non les caractères des personnages. Il a choisi des personnages souverainement dominés par leurs nerfs et leur sang, dépourvus de libre arbitre, entraînés à chaque acte de leur vie par les fatalités de leur chair. En vérité, Il a choisi des personnages souverainement dominés par leurs nerfs et leur sang, dépourvus de libre arbitre, entraînés à chaque acte de leur vie par les fatalités de leur chair. Il vous assure que les amours cruels de Thérèse et Laurent n’avaient rien d’immoral, rien qui puisse pousser aux mauvaises passions. Les amours de Thérèse et Laurent sont le contentement d’un besoin ; le meurtre qu’ils ont commis est une conséquence de leur adultère (Zola 1979 :21). Dans ce cas là, je m’intéresse à l’agressivité des personnages dans le roman Thérèse Raquin d’Emile Zola, de plus, ce roman est un oeuvre littéraire d’Emile Zola qui est considéré comme pionnier du naturalisme (Rampan 2005: 62).


(12)

B. Les Théories de l’Agressivité 1. Les types d’agressions

Moyer (cité par Koeswara 1988 : 6) dit qu’on aperçoit sept types d’agression, ils sont :‘‘ l’agression de la prédateur, l’agression de la virilité, l’agression de la défense, l’agression de la peur, l’agression vexante, l’agression maternelle, et l’agression instrumentale.’’

2. Les facteurs de la responsabilité d’agressivité

Selon Koeswara (1988 : 82-113), il existe huit facteurs de responsabilité d’agressivité, ils sont : ‘‘ la frustration, le stress, la dépersonnalisé, le pouvoir et l’obéissance, l’arme, la provocation, l’alcool et la drogue, et la température.’’

3. Les conséquences d’agressivité

Selon Sarwono (2002 : 197) et Breakwell (1998 : 96-101), on compte au moins quatre conséquence d’agressivité : ‘‘ la dépression, l’infirmité, la dispute, et la mort.’’

4. Les formes d’agressivité

Selon Krahé (2005 :195-300), il y a trois formes d’agressivité, elles sont : ‘‘le public, la famille, et le sexe.’’

C. La Méthodologie de la Recherche

Emile Zola avait un but scientifique avant tout. Il a tenté d’expliquer l’union étrange qui pouvait se produire entre deux tempéraments différents. Il a montré les


(13)

xiii

troubles profonds d’une nature sanguine au contact d’une nature nerveuse. Qu’on lit le roman Thérèse Raquin avec soin, révèle que chaque chapitre est l’étude d’un cas curieux de psychologie d’humaine : les caractères humains. Dans ce cas là, j’ai choisi la méthode de la psychologie de la littérature pour mon mémoire. J’ai aussi utilisé la méthodologie descriptive-qualitative dans ce mémoire, parce que mon but est de décrire l’agressivité des personnages dans le roman Thérèse Raquin d’Emile Zola.

Les corpus utilisés dans ce mémoire sont les textes du roman Thérèse Raquin d’Emile Zola. Les donnés sont notées sur des cartes de données, alors elles sont analysées en utilisant la technique Pilah Unsur Penentu (Triage de Constituant Déterminant) (Sudaryanto 1993 :21).

D. L’Analyse

Avant d’aborder de l’analyser de l’agressivité des personnages dans le roman Thérèse Raquin, nous parlons premièrement de :

1. Les caractères des personnages dans le roman Thérèse Raquin

Dans ce cas-là, on parle de caractères des personnages afin de comprendre la situation de ces personnages eux-mêmes.

Exemple : paresseux.

‘Il venait, en quelques mots, de conter une histoire caractéristique qui le peignait en entier. Au fond, c’était un paresseux, ayant des appétits sanguins, des désirs très arrêtés de jouissances faciles et durables. Ce grand corps puissant ne demandait qu’à ne rien faire, qu’à se vautrer dans une oisiveté et un assouvissement de toutes les heures. Il aurait voulu bien manger, bien dormir, contenter largement ses passions, sans remuer de place, sans courir la mouvaise chance d’une fatigue quelconque.’ (TR/V/60)


(14)

L’analyse ; Emile Zola décrit le caractère de Laurent, un homme paresseux qui a des appetits sanguins et qui n’aime pas travailler.

2. L’agressivité des personnages dans le roman Thérèse Raquin

Dans cette partie, on parle des types, des facteurs de la responsabilité, des conséquences et des formes d’agressivités des personnages dans ce roman.

a. Les types d’agression

Exemple : l’agression instrumentale

L’agression instrumentale est celle qui est faite par une personne dont le but est de se servir de quelqu’un pour parvenir à ses projets finaux. Laurent a fait subir une agression instrumentale à Camille, en le tenant en l’air pour ensuite le lancer dans la rivière.

‘Laurent secouait toujours Camille, en le serrant d’une main à la gorge. Il fini par l’arracher de la barque à l’aide de son autre main. Il le tenait en l’air, ainsi qu’un enfant, au bout de ses bras vigoureux. Comme il penchait la tête découvrant le cou, sa victime, folle de rage et d’épouvante, se tordit, avança les dents et les enfonça dans ce cou. Et lorsque le meurtrier, retenant un cri de souffrance, lança brusquement le commis à la rivière, les dents de celui-ci emportèrent un morceau de chair.’ (TR/XI/112)

Laurent avait dans l’esprit l’idée de tuer Camille parce qu’il voulait être le mari de Thérèse et voulait hériter les biens de Madame Raquin.

‘Au contraire, Camille mort, il épousait Thérèse, il héritait de Mme Raquin, il donnait sa démission et flânait au soleil. Alors, il se plut à rêver cette vie de paresseux.’ (TR/IX/93)


(15)

xv

Laurent était l’amant de Thérèse. Ils s’aimaient. Laurent rêvait de devenir son mari. Mais c’était un chose impossible du fait que Thérèse était la femme de Camille. Laurent, qui était frustré de ne pas pouvoir réaliser son rêve a tué le mari de Thérèse : Camille, les instincts prudents du jeune homme se sont réveillés.

‘- Tu as raison, dit-il, il ne faut pas agir comme des enfants. Ah ! Si ton mari mourait…

- Si mon mari mourait…, répéta lentement Thérèse.

- Nous nous marierons ensemble, nous ne craindrions plus rien, nous jouirions largement de nos amours… Quelle bonne et douce vie !’ (TR/IX/91) c. Les conséquences de l’agressivité

Dès le commencement, Laurent et Thérèse se trouvaient leur liaison nécessaire, fatale, et toute naturelle. Ils avaient en projet de se marier après la mort de Camille. Laurent avait noyé Camille à la rivière, ce qui a entraîné sa mort. Son cadavre a été ensuite retrouvé à la Morgue.

‘Laurent regardait Camille. Il n’avait pas encore vu un noyé si épouvantable. Le cadavre avait, en outre, un air étriqué, une allure maigre et pauvre.’ (TR/XII/129-130)

d. Les formes de l’agressivité.

Les amours de Thérèse et Laurent sont le contentement d’un besoin ; le meurtre qu’ils ont commis est une conséquence de leur adultère. Laurent avait en tête de tuer Camille afin qu’il ait pu épouser Thérèse. Laurent murmurait :

‘En s’endormant, Laurent décida qu’il attendrait une occasion favorable, et sa pensée, de plus en plus fuyante, le berçait en murmurant : » Je le tuerai, je le tuerai. ». cinq minutes plus tard, il reposait, respirant avec une régularité sereine.’


(16)

E. La Conclusion

La description de l’agressivité des personnages dans le roman Thérèse Raquin prouve que l’agressivité ne provoque que des mouvaises conséquences pour les acteurs (la dépression) et les victimes (la mort) d’agression. Ce roman montre la tristesse humaine dans la vie. Zola présentait soi-même son œuvre à ses juges. Il montrait un des brutes humaines, c’est l’agressivité. Le roman Thérèse Raquin s’appuie sur une connaissance objective et détaillée de la réalité. Mais l’écrivain veut révéler aussi une étude scientifique des conditions psychologique et sociale qui déterminent l’homme.


(17)

xvii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING……….ii

PENGESAHAN KELULUSAN…..………iii

PERNYATAAN………...iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN………....v

PRAKATA………...vi

SARI………...viii

RESUME………...… ………..ix

DAFTAR ISI……….xvii

DAFTAR LAMPIRAN………..xxi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...………...1

B. Permasalahan ………9

C. Tujuan Penelitian ………..9

D. Manfaat ………...10

E. Sistematika Penelitian ……….10

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Psikologi Sastra ………12

B. Pengertian Roman ………...15

C. Tokoh dan Penokohan ………16

D. Pengertian Agresi ………17

E. Tipe-Tipe Agresi ……….18

1. Agresi Predatori .………19

2. Agresi Antarjantan ……….19

3. Agresi Ketakutan ………...20

4. Agresi Tersinggung ………...20


(18)

6. Agresi Maternal ……….21

7. Agresi Instrumental ………...21

F. Faktor Pencetus Agresi ………...21

1. Frustasi ………..22

2. Stres ………..22

3. Deindividuasi ………22

4. Kekuasaan dan Kepatuhan ………23

5. Efek Senjata ………..24

6. Provokasi ………...24

7. Alkohol dan obat-obatan ………...25

8. Suhu Udara ………...25

G. Dampak Agresi ………...25

1. Depresi………...26

2. Cacat Fisik……….26

3. Cidera……….26

4. Kematian………26

H. Wujud-Wujud Agresi ………..27

1. Agresi di Ruang Publik ……….27

a. Bullying ………...27

b. Kekerasan yang Dimotifasi oleh Etnis dan Politis ……….28

c. Kekerasan Kolektif ……….28

d. Pembunuhan ………...28

2. Kekerasan dalam Rumah Tangga ……….29

a. Penganiayaan dan perlakuan yang tidak semestinya terhadap anak…29 b. Penganiayaan dan penyiksaan terhadap pasangan ………..30

c. Penganiayaan dan penelantaran orang lanjut usia. ……….30

3. Agresi Seksual ………..31

BAB III METODE PENELITIAN A. Sasaran Penelitian ………...32


(19)

xix

B. Pendekatan Penelitian ……….32

C. Sumber data ………33

D. Metode Pengumpulan Data ………33

E. Metode Analisis Data ……….34

F. Langkah Kerja ………37

BAB IV AGRESIVITAS TOKOH DALAM ROMAN THÉRÈSE RAQUIN KARYA EMILE ZOLA A. Tokoh-Tokoh dalam Roman Thérèse Raquin ……….38

B. Karakter-Karakter para Tokoh dalam Roman Thérèse Raquin ………..39

C. Tipe-Tipe Agresi ……….66

1. Agresi Antarjantan ………66

2. Agresi Ketakutan ………..67

3. Agresi Tersinggung ………..69

4. Agresi Instrumental ………..71

D. Faktor Pencetus Agresi ………..77

1. Frustasi ……….77

2. Stres ………..79

3. Kekuasaan dan Kepatuhan ………80

4. Efek Senjata ………..80

5. Provokasi ………..81

E. Dampak Agresi ………...82

1. Depresi ………..82

2. Cidera ………83

3. Kematian ………...85

F. Wujud-Wujud Agresi ………..86

1. Agresi di Ruang Publik ……….86

a. Bullying ………...86

b. Pembunuhan terencana (Murder) ………...86


(20)

a. Penganiayaan dan perlakuan yang tidak semestinya terhadap anak…87

b. Penganiayaan dan penyiksaan terhadap pasangan………...88

c. Penganiayaan dan penelantaran orang lanjut usia………...90

3. Agresi Seksual ………..93

BAB V PENUTUP A. Simpulan ……….94

B. Saran ………...95

DAFTAR PUSTAKA ……….97

LAMPIRAN ………..……….99

A. BIOGRAFI EMILE ZOLA ………...100

B. KARYA-KARYA EMILE ZOLA ………104


(21)

xxi

LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. BIOGRAFI EMILE ZOLA B. KARYA-KARYA EMILE ZOLA


(22)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kenyataan sehari-hari di lingkungan kita sendiri, agresi manusia atas sesamanya dalam berbagai bentuk tidak menunjukkan gejala mereda, tetapi cenderung meningkat. Hal ini dapat dibuktikan dengan maraknya acara-acara di media elektronik dan media cetak yang menyuguhkan agresivitas manusia atau perilaku agresif manusia. Sebagai contoh Patroli, Buser, dan Jejak Kasus untuk contoh media elektronik dan Meteor untuk media cetaknya. Bom yang diledakkan oleh teroris dan meminta banyak korban, perkelahian antar pelajar yang merisaukan orang tua, penyiksaan istri oleh suami, pelecehan wanita, pembunuhan dan sebagainya. Kiranya tidak ada yang membantah bahwa agresivitas tidak dapat dilenyapkan dari bumi ini karena agresivitas merupakan bagian dari manusia itu sendiri (Sarwono dalam Koeswara 1988 :xi). Lebih lanjut Freud dalam Krahé (2005 :54) berpendapat bahwa manusia memiliki dua macam instink dalam perilakunya, yaitu instink hidup (eros) dan instink kematian (thanatos). Eros yakni instink setiap individu untuk tetap hidup dan memperpanjang ras, seperti makan, minum, dan berhubungan seksual. Thanatos disebut juga instink merusak (destruktif), seperti agresivitas manusia.

Lebih lanjut Sarwono (2002:294) berpendapat peranan agresi begitu penting dalam kehidupan manusia, sehingga berbagai metodologi, dongeng, karya sastra, legenda, bahkan agama menggambarkan penuh dengan tokoh-tokoh yang berperilaku agresif (Ken Arok, Rahwana) dan tokoh yang baik dan suka menolong (Sri Rama).


(23)

xxiii

Hal-hal di atas menarik orang tertentu untuk melakukan kajian teoretis mengenai agresivitas manusia yang salah satunya adalah dalam bidang kajian sastra.

Plato (dalam Aminuddin 2004:115) bahwa karya sastra bersifat mimesis, yakni semacam cermin yang menjadi perepresentasi dari realitas itu sendiri. Mimesis merupakan paparan cerita yang diemban oleh tokoh pelaku tertentu, terjadi di suatu tempat dan waktu tertentu seperti halnya kenyataan terjadinya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, maka terdapat pengisahan yang berkembang dari ilusi pengarang tanpa terikat oleh pelaku. Pelaku dalam karya sastra memainkan realitas kehidupan manusia, salah satunya realita agresivitas.

Karya sastra yang dipandang sebagai fenomena psikologis, akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika kebetulan teks berupa drama maupun prosa. Lebih lanjut, objek penelitian agresivitas manusia dalam karya sastra dapat dilihat dari penokohannya. Pengarang menampakkan perilaku agresif yang terjadi pada tokoh agar para pembaca memperoleh gambaran pikiran dan motif yang mendasari perilaku agresif tersebut. Sentuhan-sentuhan emosi melalui dialog merupakan gambaran kekalutan dan kejernihan batin pengarang. Karya sastra yang dipandang sebagai fenomena psikologis akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh dalam karya sastra (Endraswara 2003:96).

Sastra berbeda dengan psikologi jika dikaitkan secara kategori, sebab sebagaimana sudah kita pahami sastra berhubungan dengan dunia fiksi, drama, puisi, esai yang diklasifikasikan ke dalam seni (art) sedangkan psikologi merujuk kepada studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental. Meski berbeda, keduanya


(24)

memiliki titik temu atau kesamaan, yakni keduanya berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian. Bicara tentang manusia, psikologi jelas terlibat erat, karena psikologi mempelajari perilaku. Perilaku manusia tidak lepas dari aspek kehidupan yang membungkusnya dan mewarnai perilakunya (Siswantoro 2005:29). Penelitian ini membahas perilaku agresif atau agresivitas manusia dalam karya sastra yaitu di dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola. Hal di atas membuktikan bahwa pendekatan yang paling cocok dengan penelitian ini adalah psikologi sastra karena karya sastra tersebut merekam gejala kejiwaan yaitu agresivitas manusia yang terungkap lewat perilaku tokoh.

Penelitian psikologi sastra memang memiliki landasan pijak yang kokoh. Sastra maupun psikologi sama-sama mempelajari kehidupan manusia. Perbedaan antara keduanya, yaitu sastra mempelajari manusia sebagai ciptaan imajinasi pengarang, sedangkan psikologi mempelajari manusia sebagai ciptaan Tuhan secara riil. Namun, sifat-sifat manusia dalam psikologi maupun sastra sering menunjukkan kemiripan, sehingga psikologi sastra memang tepat dilakukan. Meskipun karya sastra bersifat kreatif dan imajiner, penulis karya sastra sering memanfaatkan hukum-hukum psikologi untuk menghidupkan karakter tokoh-tokohnya. Penulis sadar atau tidak telah menerapkan teori psikologi secara diam-diam (Endraswara 2003:99).

Roman Thérèse Raquin karya Emile Zola merupakan roman yang menampilkan tokoh yang berperilaku agresif. Alasan yang mendorong penulis untuk mengkaji roman ini adalah karena pendeskripsian agresivitas tokoh, terutama pembunuhan yang dilakukan tokoh utama yang dibantu pasangan selingkuhnya terhadap suaminya


(25)

xxv

terlihat jelas. Pembunuhan itu dilakukan sebagai tindakan untuk mencapai tujuan tokoh. Emile Zola sebagai pengarang roman ini tidak hanya membahas tentang agresivitas manusia saja, tetapi yang lebih penting dia ingin mengungkapkan masalah moral dan karakter manusia. Roman ini merupakan gambaran pikiran Zola mengenai temperamen manusia. Dia menggambarkan sifat kekerasan manusia melalui dua tokoh yaitu Thérèse dan Laurent. Dia ingin menceritakan bahwa perilaku agresif hanya akan menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan bagi korbannya. Keberanian Zola dalam memaparkan karakter manusia secara nyata ini dianggap memiliki ciri khas tersendiri dalam kesusastraan pada masanya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran situasi kejiwaan perilaku agresif tokoh pada roman Thérèse Raquin karya Emile Zola kepada pembaca dengan cara mendeskripsikan karakter tiap tokoh dalam roman Thérèse Raquin sebelum dan sesudah melakukan agresi.

Naturalisme adalah suatu pergerakkan sastra yang muncul di Paris sekitar tahun 1860-1910 yang hanya menyangkut drama dan roman. Isi karya-karya Naturalisme adalah teguran berupa penggambaran terhadap kebrutalan, penggambaran sifat jelek dan hasrat manusia, kebencian terhadap kaum pemimpin terutama kaum borjuis dan penyelewengan ilmu pengetahuan. Naturalisme adalah sebuah kejujuran luapan perasaan yang diungkapkan dalam bentuk drama, dan roman yang merupakan bukti yang benar dari sebuah kenyataan. Naturalisme membebaskan sastra dari aturan-aturan yang mengikat untuk mencari kenyataan apa adanya. Aliran ini menyebabkan kematian dari aliran romantis dan pemikiran idealis sastra yang mempercayai takdir agar kehidupan menjadi lebih indah. Naturalisme mendorong para sastrawan untuk


(26)

melihat dunia dengan ketajaman daya pikir. Aliran ini memperkaya sastra dengan membuatnya masuk dalam kehidupan masyarakat kelas bawah dan permasalahan-permasalahan sosial (Bornecque 1957 : 545).

Kajian sejenis pernah dilakukan oleh Nunung Setyowati (2003) dalam skripsinya yang berjudul ‘‘Agresivitas Tokoh dalam Kumpulan Cerpen Orang Sakit Karya Hudan Hidayat’’ yang memaparkan agresivitas tokoh-tokoh yang berbeda karena objek kajiannya berupa kumpulan cerita pendek. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitiannya adalah pendekatan psikologi sastra dengan menggunakan teknik analisis sintesis. Lebih lanjut penelitiannya mengkaji tipe-tipe perilaku agresif, faktor pencetus, dan dampak perilaku agresif tokoh dalam kumpulan cerpen Orang Sakit karya Hudan Hidayat. Objek kajian berupa tokoh-tokoh yang berbeda karena dalam kumpulan cerpen. Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Iin Safitri (2005) dalam skripsinya yang berjudul ‘‘Agresivitas Tokoh Kembar dalam Novel Tidak Hilang Sebuah Nama Karya Galang Lufianto’’. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Skripsi ini mengkaji ciri-ciri tokoh kembar, tipe, dampak, dan penyebab agresivitas tokoh dalam novel Tidak Hilang Sebuah Nama karya Galang Lutfianto. Penelitian Iin hanya membahas perilaku agresif tokoh kembar saja.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka beberapa permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut :


(27)

xxvii

perilaku agresif tokoh dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola ? 2. Bagaimanakah wujud agresivitas tokoh dalam roman Thérèse Raquin

karya Emile Zola ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan agresivitas tokoh yang meliputi tipe, pencetus dan

dampak perilaku agresif tokoh dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola.

2. Mendeskripsikan wujud agresivitas tokoh dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola.

D. Manfaat

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini bersifat confirmatory (membenarkan) bahwa ada hubungan antara psikologi dan sastra dalam aspek agresivitas. Hubungan ini dapat dilihat dari karakter tokoh dengan munculnya perilaku agresif dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola.


(28)

2. Bagi pengajaran sastra, penelitian ini dapat diterapkan sebagai materi alternatif dalam mata kuliah apresiasi sastra bagi mahasiswa, khususnya agresivitas dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola.

3. Dari segi manfaat kehidupan, pembaca dapat menilai baik dan buruknya perilaku agresif sehingga pembaca lebih bijak dalam mengontrol sifat agresif dalam dirinya.

E. Sistematika Penelitian

Penulisan penelitian ini terbagi menjadi lima bab, yang disusun dengan sistematika sebagai berikut :

Paparan penelitian ini dimulai dengan pendahuluam pada bab I, berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Kemudian, pada bab II dipaparkan mengenai landasan teori yang meliputi : (1) pengertian psikologi sastra, (2) pengertian roman, (3) tokoh dan penokohan, (4) pengertian agresi, (5) tipe-tipe agresi, yang terdiri atas : agresi predatori, agresi antarjantan, agresi ketakutan, agresi tersinggung, agresi pertahanan, agresi maternal, dan agresi instrumental, (6) faktor pencetus agresi yang terdiri atas : frustasi, stres, deindividuasi atau depersonalisasi, kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata, provokasi, alkohol dan obat-obatan, dan suhu udara, (7) dampak agresi, yang terdiri atas : depresi, cacat fisik, cidera, dan kematian, (8) wujud-wujud agresi, yang meliputi : agresi di ruang publik, kekerasan dalam rumah tangga, dan agresi seksual.


(29)

xxix

Selanjutnya, bab III memaparkan metode penelitian atau cara penelitian yang merupakan tahapan strategis untuk menjawab permasalahan yang disajikan, terdiri atas : sasaran penelitian, pendekatan penelitian, sumber data, metode pengumpulan data yang meliputi : metode pustaka, metode analisis data serta langkah kerja. Uraian ini diharapkan dapar dijadikan sebagai pengantar penbaca untuk memasuki bagian-bagian yang merupakan inti pembahasan.

Kemudian dalam bab IV, disajikan pembahasan penelitian yang mengemas enam subbahasan masing-masing, yaitu tokoh-tokoh dalam roman Thérèse Raquin, karakter-karakter tokoh dalam roman Thérèse Raquin, tipe-tipe agresi, faktor pencetus agresi, dampak agresi, dan wujud agresi dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola.

Akhirnya, penelitian ini ditutup dengan simpulan dan saran yang disajikan dalam bab V.


(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Psikologi Sastra

Abram (dalam Jabrohim 2001 :53) membagi model pendekatan penelitian sastra menjadi empat kelompok besar. Keempat kelompok tersebut dapat dipandang sebagai model yang telah mencakupi keseluruhan situasi dan orientasi karya sastra sebagai berikut :

1. Pendekatan Ekspresif

Pendekatan ekspresif adalah pendekatan dalam penelitian sastra yang menonjolkan kajian terhadap peran pengarang sebagai pencipta karya sastra. 2. Pendekatan Mimetik

Pendekatan mimetik adalah pendekatan dalam karya sastra yang lebih berorientasi kepada aspek referensial dalam kaitannya dalam dunia nyata. 3. Pendekatan Pragmatik

Pendekatan pragmatik adalah pendekatan dalam penelitian karya sastra yang lebih menitikberatkan sorotannya terhadap peranan pembaca sebagai penyambut dan penghayat karya sastra.


(31)

xxxi

Pendekatan objektif adalah pendekatan dalam penelitian karya sastra yang memberikan perhatian penuh terhadap karya sastra sebagai struktur yang otonom dengan koherensi intrinsik.

Pendekatan yang sesuai dengan penelitian ini adalah pendekatan penelitian karya sastra objektif, karena penelitian memberikan penekanan pada unsur intrinsik karya sastra, yaitu tokoh yang berperilaku agresif dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola. Perilaku manusia dalam karya sastra dapat dikaji secara langsung dengan pendekatan psikologi sastra.

Teori yang lebih lengkap diajukan oleh Wellek dan Warren (1993 :90) yang membagi psikologi sastra menjadi empat bagian sebagai berikut.

1. Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. 2. Studi proses kreatif

3. Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. 4. Penelitian dampak psikologis teks terhadap pembaca.

Keempat pengertian di atas yang paling cocok dengan penelitian psikologi sastra dalam karya sastra adalah yang ketiga yakni studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Pengertian Wellek yang ketiga ini menegaskan analisis psikologis yang diarahkan kepada tokoh utama semata, sebab tipe dan hukum psikologis paling intens hadir di dalam tokoh utama yang banyak menerima konflik ketimbang tokoh lain (Siswantoro 2005:86).


(32)

B. Pengertian Roman

Roman yang masuk ke Indonesia kabur pengertiannya dengan novel. Roman mula-mula berarti cerita yang ditulis dalam bahasa Roman, yakni bahasa rakyat Prancis pada Abad Pertengahan, dan masuk ke Indonesia lewat kesusastraan Belanda. Jassin (dalam Nurgiantoro 2005 :15-16) berpendapat roman yakni cerita prosa yang melukiskan pengalaman batin dari beberapa orang yang berhubungan satu dengan yang lain dalam suatu keadaan. Pengertian itu mungkin ditambah lagi dengan ‘menceritakan tokoh sejak dari ayunan sampai ke kubur’ dan ‘lebih banyak melukiskan seluruh kehidupan pelaku, mendalami sifat watak, dan melukiskan sekitar tempat hidup pelaku roman’. Pengertian roman yang hampir mirip dengan pengertian roman di atas diajukan oleh Surana (1983:25) yang mendefinisikan roman sebagai karangan yang menceritakan kehidupan manusia dengan suka dan duka. Biasanya menceritakan kehidupan-kehidupan pelakunya sejak kecil hingga meninggal.

C. Tokoh dan Penokohan

Istilah ‘tokoh’ menunjuk kepada orangnya atau pelaku cerita. Tokoh adalah pelaku yang mengemban cerita dalam karya fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin sebuah cerita (Aminuddin 2004 :79). Perwatakan, dan karakter menunjuk kepada sifat dan sikap tokoh yang ditafsirkan para pembaca.

Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita; baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa; pandangan hidupnya,


(33)

xxxiii

sikapnya, keyakinannya, adat-istiadatnya, dan sebaginya (Suharianto 2005 :20). Penokohan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita.

D. Pengertian Agresi

Perilaku manusia memiliki kriteria tertentu agar dapat digolongkan sebagai agresivitas atau perilaku agresif. Perilaku manusia yang sama (misalnya menginjak kaki) dapat dianggap tidak agresif (jika terjadi di dalam bus yang penuh sesak), tetapi dapat juga dianggap agresif (jika di dalam bus yang lengang). Dengan demikian, peran kognisi sangat besar dalam menentukan apakah suatu tindakan dianggap agresif atau tidak agresif. Suatu tindakan digolongkan perilaku agresif jika dikaitkan dengan atribusi internal, pelaku dan suatu tindakan dinilai tidak agresif jika ditinjau dalam hal atribusi eksternal. Atribusi internal adalah adanya niat, intensi, motif, atau kesengajaan untuk menyakiti atau merugikan orang lain, misalnya pemain sepak bola yang sengaja menyepak muka lawan mainnya. Atribusi eksternal merujuk kepada perbuatan yang dilakukan karena desakan situasi, tidak ada pilihan lain, atau tidak sengaja, misalnya dokter gigi harus mencabut gigi pasiennya untuk mengobati penyakit si pasien (Sarwono 2002 :297).

Menurut Myers (dalam Sarwono 2002:297) perbuatan agresif adalah perilaku fisik atau lisan yang sengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Baron dan Richardson (dalam Krahé 2005:16) mengusulkan penggunaan istilah agresi untuk mendeskripsikan segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk


(34)

menyakiti atau melukai mahluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perlakuan tersebut. Agresi menurut Baron (dalam Koeswara 1988:5), adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut

E. Tipe-Tipe Agresi

Pembagian tipe-tipe agresi menurut Myers (dalam Sarwono 2002:298) ada dua jenis yakni sebagai berikut:

1. Agresi Rasa Benci atau Agresi Emosi (Hostile Agression)

Agresi rasa benci adalah ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Akibat dari jenis ini tidak dipikirkan oleh pelaku dan pelaku memang tidak peduli jika akibat perbuatannya lebih banyak mengakibatkan kerugian dari pada manfaat, contoh adalah seorang membunuh tetangganya sebagai ungkapan kemarahan karena si tetangga sering menginjak-injak kebun ketela miliknya (Sarwono 2002:296).

2. Agresi Instrumental (Instrumental Agression)

Agresi instrumental adalah agresi yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, contohnya polisi menembak kaki seorang tahanan karena si tahanan tersebut mencoba melarikan diri dari penjara.

F. Faktor Pencetus Agresi

Koeswara (1988 :82-113) membahas faktor pencetus agresi yang menurut para teoretis dan peneliti agresi sangat sering ditemukan sebagai pengarah dan pencetus perilaku agresi, yaitu :


(35)

xxxv 1. Frustrasi.

Frustrasi adalah situasi individu yang terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak dalam rangka mencapai tujuan. Perilaku individu frustrasi dipengaruhi oleh stimulus negatif yang membuat agresi menjadi pilihan perilaku yang paling menonjol.

2. Stres

Hinggga saat ini, belum ada kesepakatan mengenai definisi stres. Menurut teori Engle, stres merujuk pada segenap proses, baik yang bersumber pada kondisi-kondisi internal maupun kondisi-kondisi eksternal yang menuntut penyesuian atas organisme.

3. Deindividuasi atau Depersonalisasi

Deindividuasi dapat digolongkan sebagai faktor pencetus tindakan agresif karena menyingkirkan atau mengurangi peranan beberapa aspek yang terdapat pada individu, yaitu identitas diri dan keterlibatan emosional individu pelaku agresi terhadap korbannya.

4. Kekuasaan dan Kepatuhan

Spekulasi filsafat atau uraian-uraian teorits sering menyiratkan keyakinan tentang hubungan antara akekuasaan dengan agresi atau tentang kecenderungan manusia menggunakan agresi sebagai instrumen untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaannya. Misalnya Max Weber menyebutkan bahwa kekuasaan adalah kesempatan dari seseorang atau sekelompok orang untuk


(36)

merealisasikan keinginan-keinginannya dalam tindakan komunal bahkan meskipun harus berhadapan dengan perlawanan dari seseorang atau sekelompok orang lainnya yang berpartisipasi dalam tindakan komunal tersebut. Kekuasaan dimasukkan ke dalam faktor-faktor pencetus agresi karena didasari pemikiran yang dinyatakan oleh Lord Acton bahwa kekuasaaan itu cenderung disalahgunakan, misalnya Hitler, Mussolini (Koeswara 1988 :100).

5. Efek Senjata

Senjata diduga memiliki peranan dalam pencetus perilaku agresif , bukan saja karena berfungsi mengefektifkan dan mengefisiensikan pelaksanaan perilaku agresif, tetapi juga karena efek kehadirannya. Sejarah pun telah mencatat bahwa sejak ditemukan senjata bom nuklir, agresi intraspecies pada manusia menjadi lebih efektif dan efisien. Tragedi Hiroshima dan Nagasaki merupakan bukti bahwa senjata mampu mengefisiensikan pemusnahan ratusan ribu manusia. 6. Provokasi

Peranan provokasi turut mengambil bagian dalam kemunculan agresi. Penelitian Wolfgang (dalam Koeswara 1988 :106) mengemukakan bahwa tiga perempat dari 600 pembunuhan yang diselidikinya terjadi karena adanya provokasi dari korban.

7. Alkohol dan Obat-obatan

Krahé (2005 :129) menyebutkan bahwa dalam pengaruh alkohol, waktu yang dibutuhkan individu untuk memperhatikan sesuatu menjadi berkurang, sehingga


(37)

xxxvii

hanya stimulus negatif yang paling menonjol yang akan keluar sebagai tindakan agresif.

8. Suhu Udara

Suhu udara adalah faktor yang jarang diperhatikan oleh para peneliti agresi meski sesungguhnya ada dugaan suhu udara memiliki pengaruh terhadap tingkah laku, termasuk tingkah laku agresif. Krahé (2005 :147) menyatakan bahwa tindakan kriminal lebih banyak terjadi di daerah yang memiliki temperatur udara tinggi daripada di daerah yang memiliki temperatur udara rendah.

G. Dampak Agresi

Banyak korban yang terhindar dari kematian akibat dari peperangan, tetapi menderita fisik maupun psikis, atau berupa kerugian materi akibat bentuk-bentuk agresi (Koeswara 1988 :1). Perilaku agresif dapat mengakibatkan berbagai macam penderitaan bagi pelaku agresi maupun yang dikenai agresi.

Dampak perilaku agresif menurut Sarwono (2002 :197) dan Breakwell (1998 :96-101) adalah sebagai berikut :

1. Depresi

Setiap orang dapat mengalami kemunduran, ketidakpuasan, dan putus asa jika perilaku agresif menimpanya.

2. Cacat Fisik

Perilaku agresif dapat menimbulkan cacat fisik terhadap korban agresi. Cacat fisik akibat dari perilaku agresi ini dapat berlangsung seumur hidup dan sulit untuk disembuhkan.


(38)

3. Cidera

Selain cacat fisik, perilaku agresif juga dapat menimbulkan cidera. Cidera yang dialaminya tidak sampai seumur hidup, hanya bagian-bagian tubuh terentu saja yang mengalami cidera dan dapat disembuhkan

4. Kematian

Perilaku agresif juga dapat mengakibatkan seseorang atau makluk lainnya langsung meninggal. Kematian dapat terjadi terhadap korban agresi yang sebelumnya mengalami penyiksaan-penyiksaan atau langsung dibunuh oleh pelaku agresi dengan menggunakan alat atau tanpa menggunakan alat.

H. Wujud-Wujud Agresi

Krahé (2005 :195-300) membagi wujud-wujud agresi berdasarkan sosial kemasyarakatan menjadi tiga bentuk dasar, sebagai berikut:

1. Agresi di Ruang Publik

Agresi ini dapat digolongkan lagi menjadi : a. Bullying

Menurut Olwes seseorang dianggap menjadi korban bullying ‘‘apabila dihadapkan pada tindakan negatif seseorang atau lebih, yang dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu’’. Bullying telah diteliti dalam kaitannya dengan dua konteks utama :anak-anak dan orang dewasa. Dalam lingkungan anak-anak, perilaku bullying sering berupa agresi fisik (perkelahian, tawuran). Dalam dunia orang dewasa, bentuk bullying banyak dimungkinkan dalam bentuk


(39)

xxxix

verbal atau bentuk agresi tidak langsung, contoh menghalangi kesempatan berinteraksi dengan orang lain. Bullying dapat berupa tindakan langsung maupun tidak langsung. Bullying langsung mencakup pelecehan fisik terhadap korbannya, sementara bullying tidak langsung terdiri dari berbagai strategi yang menyebabkan targetnya terasing dan terkucil secara sosial, seperti mengolok-olok seseorang.

b. Kekerasan dimotivasi secara etnis dan politis.

Permusuhan terhadap anggota kelompok etnis tertentu merupakan fenomena yang meluas di seluruh dunia, yang memunculkan berbagi perilaku agresif mulai dari penghinaan secara verbal sampai ke bentuk-bentuk kekerasan serius. Dugaan terhadap kelompok luar yang dimaksudkan untuk membenarkan tindakan agresif terhadap kelompok tersebut berpengaruh pada konflik agresi yang dimotivasi tujuan-tujuan politis.

c. Kekerasan Kolektif

Kekerasan ini seringkali diarahkan kepada kelompok lain dan bukan kepada sasaran individual, termasuk di dalamnya bentuk-bentuk agresi dalam olahraga, aksi huru-hara, dan kekerasan geng.

d. Pembunuhan

Pembunuhan kriminal dibedakan berdasarkan niat (intensi) dan kemungkinannya untuk diperhitungkan sebelum pembunuhan itu benar-benar terjadi, yaitu murder (pembunuhan terencana) dan manslaughter (pembunuhan tanpa rencana).


(40)

2. Kekerasan dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam rumah tangga mengacu pada bentuk-bentuk yang dilakukan dengan niat menyakiti atau mencederai salah seorang anggota keluarga. Kraus dan Kraus (dalam Krahé 2005 :244) berpendapat bahwa tindakan ini jarang merupakan kejadian tunggal,

Kekerasan dalam rumah tangga dapat dibagi menjadi :

a. Penganiayaan dan perlakuan yang tidak semestinya terhadap anak.

Bentuk utama paenganiayaan anak yakni penganiayaan fisik, penganiayaan seksual, dan penanganan psikologis yang tidak semestinya. Penganiayaan secara fisik pada anak menurut Gelles (dalam Krahé 2005 :247) mengacu kepada tindakan yang berpotensi menyakiti anak, seperti meninju, menggigit, mencekik, memukul, menembak, menikam, maupun usaha untuk menembak atau menikam. emosional dari orang yang bertindak sebagai pengasuh.

b. Penganiayaan dan penyiksaan terhadap pasangan.

Sugarman dan Holaling (dalam Krahé 2005 :275) mendefinisikan kekerasan dalam hubungan perkawinan sebagai tindakan atau ancaman untuk melakukan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh salah seorang anggota keluarga terhadap anggota keluarga yang lainnya dalam perkawinan.

c. Penganiayaan dan penelantaran orang lanjut usia.

Merawat orang lanjut usia yang tergantung kepada orang lain bisa menjadi tugas yang sangat menuntut dan membutuhkan banyak tenaga, sehingga


(41)

kadang-xli

kadang menimbulkan perilaku yang disertai penganiayaan oleh perawat terhadap orang tua.

3. Agresi Seksual

Abbey (dalam Krahé 2005 :304) menyatakan bahwa agresi seksual meliputi berbagai kegiatan seksual yang dipaksakan dan penggunaan berbagai strategi paksaan, seperti ancaman, atau penggunaan kekuatan fisik, mengeksploitasi ketidakmampuan korban untuk menolak, atau menekan secara verbal. Agresi seksual juga memasukkan perhatian yang tidak dikehendaki dalam bentuk pelecehan seksual, stalking (memperlihatkan penis yang ereksi), dan telepon cabul. Salah satu contoh agresi seksual adalah pemerkosaan. Pemerkosaan, menurut Wieke dan Richards (dalam Krahé 2005 :307) adalah kegiatan seksual apa pun bentuknya, yang dialami seseorang di luar kehendaknya.


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Sasaran Penelitian

Penelitian ini membahas agresivitas tokoh yang meliputi tipe, penyebab dan dampak. Selain itu penelitian ini juga membahas wujud agresivitas dalam roman Thérese Raquin karya Emile Zola.

B. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Menurut Endraswara (2003 :97) pendekatan psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang sastra hanya sebagai aktivitas kejiwaan.

Pendekatan psikologi sastra bukanlah satu-satunya pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Peneliti juga menggunakan metode pendekatan kualitatif. Moleong (dalam Jabrohim 2001:23) mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai penelitian yang tidak mengadakan ‘‘perhitungan’’ atau dengan angka-angka. Pendekatan kualitatif ini akan lebih jelas lagi jika ditambah pendekatan kualitatif milik Subroto (1992:5).


(43)

xliii C. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah roman naturalis yang berjudul Thérèse Raquin karya Emile Zola. Pemerolehan data tersebut ditulis dalam kartu data.

(1) No Data (2) Kutipan dari roman

(3) Terjemahan

(4) Analisis

Korpus data penelitian ini berupa kutipan teks dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola kemudian dicatat dalam kartu data. Kartu data berukuran 10x20 cm, komponen-komponen kartu data terdiri empat bagian, yaitu : (1) nomor data yang diambil, (2) kutipan teks dari roman Thérèse Raquin, (3) terjemahan, dan (4) analisis. D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode pustaka. Metode pustaka adalah metode yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Sumber-sumber tertulis tersebut dapat berupa majalah, surat kabar, karya sastra, buku bacaan, karya ilmiah dan buku perundang-undangan


(44)

(Subroto 1992:42). Apabila yang diteliti termasuk kalimat, maka data relevan yang diambil disertakan pada kalimat yang mendahuluinya dan yang mengikuti kalimat data penelitian.

Apabila suatu karya sastra akan dianalisis, tidak cukup hanya karya itu saja yang kita jadikan objek kajian, data-data lain di luar karya sastra yang bersangkutan, yang jumlahnya cukup banyak dan sangat penting keberadaannya, akan sangat mendukung jalannya penelitian.

Demikian juga di dalam penelitian terhadap agresivitas tokoh dalam roman Thérèse Raquin ini, data-data lain yang digunakan antara lain teori mengenai penelitian psikologi sastra, teori mengenai agresivitas, teori aliran sastra naturalis dan biografi pengarang (Emile Zola).

E. Metode Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif. Nawawi (dalam Siswantoro 2005:56) mendefinisikan metode deskriptif sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau fakta yang sebagaimana adanya. Metode ini digunakan karena data yang diperoleh berwujud kata-kata, kalimat, dan wacana yang tidak mudah di kerjakan dengan prosedur perhitungan angka statistik. Data itu kaya akan deskripsi tentang orang-orang, tempat-tempat dan konversasi-konversasi dari orang yang diteliti. Penelitian kualitatif dirancang untuk mengkaji orang-orang atau


(45)

xlv

fenomena-fenomena dalam konteks kehidupan. Fokus penelitiannya terletak pada pemahaman tingkah laku manusia dari subjek penelitian dan cenderung mengumpulkan data melalui kontak yang terus-menerus dengan orang-orang di dalam setting (latar) orang-orang itu tinggal. Penelitian kualitatif itu bersifat deskriptif, sehingga peneliti melakukan analisis data untuk membuat generalisasi atau kesimpulan umum yang merupakan sistem atau kaidah yang bersifat mengatur atau gambaran subjek penelitian (Subroto 1992:7).

Berikut ini contoh analisis wujud agresivitas tokoh yang bernama Laurent terhadap Thérèse dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola. Masing-masing disesuaikan dengan perumusan masalah yang akan dikaji pada penelitian ini.

‘Puis, d’un mouvement violent, il se baissa et prit la jeune femme contre sa poitrine. Il lui renversa la tête, lui écrasant les lèvres sous les siennes. Elle eut un mouvement de revolte, sauvage, emportée, et, tout d’un coup, elle s’abandonna, glissant par terre, sur le carreau. Ils n’échangèrent pas une seule parole. L’act fut silencieux et brutal.’ (TR/VI/ 69)

‘Kemudian, sebuah gerakan kasar, dia merunduk dan mendekapkan gadis muda itu ke dadanya. Dia menarik kepalanya sendiri, melumat bibirgadis itu dengan bibirnya. Dia melakukan gerakan pemberontakan, liar, marah, tiba-tiba, dia lemas lunglai, terkulai di lantai, di atas ubin. Mereka tidak bertukar kata. Aksi itu berlangsung sunyi dan brutal.’ (TR/VI/ 69)

Penggambaran perilaku di atas menggambarkan agresi seksual berupa pemerkosaan. Perilaku agresif ini tergolong pemerkosaan karena terjadi pemaksaan kehendak untuk melakukan hubungan seks. Faktor yang mempengaruhi tindakan agresi seksual tersebut karena pengaruh frustasi. Laurent mengalami frustasi karena sudah lama dia tidak dapat menyalurkan kebutuhan seksualnya. Laurent tidak mempunyai cukup uang untuk menyewa seorang wanita penghibur yang biasa dia


(46)

sewa untuk melampiaskan nafsunya. Dia memanfaatkan Thérèse saja karena dia tidak mencintai Thérèse sama sekali. Hal ini dapat dilihat pada kutipan teks berikut ini:

‘Pour lui Thérèse, il est vrai, était laide, et il ne l’aimait pas; mais, en somme, elle ne lui coûterait rien, les femmes qu’il achetait à bas prix étaient certes, ni plus belles ni plus aimées. L’economie lui conseillait déja de prendre la femme de son ami. D’autre part, dépuis longtemps il n’avait pas contenté ses appétits; l’argent étant rare.’ (TR/VI/ 68)

‘Untuknya, memang Thérèse itu jelek dan dia tidak menyukainya, tetapi setidak-tidaknya dia tidak perlu membayar seperti pada gadis-gadis yang pernah dia sewa dengan murah yang tidak cantik dan tidak dicintainya. Hanya perhitungan ekonomi saja dia mengambil istri temannya itu. Di samping itu, sudah lama dia tidak menyalurkan kebutuhannya karena tidak mempunyai uang.’ (TR/VI/ 68)

Data di atas mengkaji faktor pencetus agresi seksual yaitu Laurent ingin melampiaskan nafsu seksualnya karena dia tidak mampu membayar seorang pelacur untuk memenuhi hasrat seksualnya. Laurent menganggap bila dia bercinta dengan Thérèse, dia tidak perlu menggeluarkan uangnya.

Kutipan di atas merupakan contoh analisis data berdasarkan rumusan masalah yaitu, wujud dan faktor penyebab agresivitas tokoh dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola yang dikaji dalam penelitian ini.

F. Langkah Kerja

Beberapa langkah kerja yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah:

1. membaca dan memahami keseluruhan roman Thérèse Raquin secara cermat dan berulang-ulang.

2. menentukan tokoh utama dan tokoh tambahan.


(47)

xlvii

4. menganalisis tipe-tipe, faktor-faktor penyebab, dan dampak perilaku agresif tokoh.

Selanjutnya, untuk mendapatkan hasil penafsiran yang tepat dalam penelitian ini ditempuh dengan langkah-langkah : (1) diskusi, (2) pengecekan ulang, dan (3) konsultasi, baik dengan dosen pembimbing, pakar yang terkait dengan bidang tersebut, maupun teman sejawat.


(48)

BAB IV

AGRESIVITAS TOKOH DALAM ROMAN THÉRÈSE RAQUIN KARYA EMILE ZOLA

Pada bab ini penulis akan membahas agresivitas tokoh dalam roman Thérèse Raquin karya Emile Zola yang meliputi tipe, dampak, dan pengaruh perilaku agresif terhadap tokoh. Selain itu penulis akan menggambarkan wujud-wujud agresivitas tokoh. Sebelum melakukan analisis agresivitas tokoh, terlebih dulu akan disebutkan tokoh-tokoh dan karakter-karakter yang ada roman Thérèse Raquin.

A. Tokoh-tokoh yang berperan dalam roman Thérèse Raquin

Tokoh-tokoh yang berperan dalam roman ini dibagi menjadi dua bagian yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Pembagian tokoh ini penting karena menentukan tokoh yang menjadi pelaku agresif dan tokoh yang dikenai agresi. Tokoh-tokoh yang bermain dalam roman ini adalah Thérèse Raquin (istri Camille, keponakan Ibu Raquin), Camille Raquin (anak Ibu Raquin, suami Thérèse yang pertama), Ibu Raquin (pedagang peralatan jahit menjahit), Laurent (pegawai sekantor dengan Camille, selingkuhan Thérèse), Michaud (seorang pensiunan polisi), Grivet (seorang pekerja tua di Fer d’Orléans), Olivier Michaud (pegawai kantor kepolisian, sebagai juru tulis), Suzanne Michaud (istri Olivier Michaud), Kapten Degan (seorang tentara, ayah Thérèse), dan François (kucing milik Ibu Raquin).


(49)

xlix

Pembagian tokoh utama dan tokoh tambahan ini didasarkan atas segi peranan dan frekuensi munculnya tokoh dalam roman Thérèse Raquin. Jadi tokoh utama dalam roman Thérèse Raquin adalah Thérèse Raquin, Camille Raquin, Ibu Raquin, dan Laurent, sedangkan tokoh pembantu dalam roman ini adalah Michaud (seorang pensiunan polisi), Grivet (seorang pekerja tua di Fer d’Orléans), Olivier Michaud (pegawai kantor kepolisian sebagai juru tulis), Suzanne Michaud (istri Olivier Michaud), Kapten Degan (seorang tentara, ayah Thérèse), dan François (seekor kucing milik Ibu Raquin).

B. Karakter para Tokoh Roman Thérèse Raquin

Setelah mengetahui seluruh tokoh yang berperan dalam roman Thérèse Raquin di atas, maka kita dapat menggambarkan karakter-karakter yang terdapat dalam roman tersebut. Penggambaran karakter-karakter ini penting karena penelitian ini adalah penelitian yang didasarkan pada psikologi sastra sehingga kondisi kejiwaan tokoh sebelum dan sesudah melakukan perilaku agresif sangat ditonjolkan. Penggambaran karakter tokoh ini diharapkan agar para pembaca mengetahui latar belakang watak tokoh sebelum melakukan perilaku agresif. Karakter-karakter tokoh dalam roman Thérèse Raquin adalah sebagai berikut :

1. Sabar dan penyayang.

Karakter sabar dan penyayang dapat kita lihat pada Ibu Raquin. Ibu Raquin adalah seorang ibu yang sabar dan penyayang dalam merawat anak semata


(50)

wayangnya Camille yang penyakitan dan berbadan lemah. Hal ini dapat dilihat dari kutipan teks roman Thérèse Raquin sebagai berikut :

‘Camille avait alors vingt ans. Sa mere le gâtait encore comme un petit garçon. Elle l’adorait pour l’avoir disputé à la mort pendant une longue jeunesse de souffrances. L’enfant eut coup sur coup toutes les fièvres, toutes les maladies imaginables. Mme Raquin soutint une lutte de quinze années contres les maux terribles qui venaient à la file pour lui arracher son fils. Elle les vainquit tous par sa soins, par sa adoration.’ (TR/II/38)

‘Camille berumur 20 tahun. Ibunya memanjakannya sepeti anak kecil. Dia mencintainya karena telah bertarung dengan kematian sepanjang masa kecilnya yang menderita. Si anak mengalami serangan-serangan demam dan segala penyakit. Ibu Raquin berjuang selama 15 tahun melawan penyakit-penyakit yang datang hendak merenggut anaknya. Dia mengalahkan semuanya dengan kesabarannya, dengan perhatiannya dan rasa kasih sayangnya.’ (TR/II/38)

2.Gelisah

Karakter gelisah dapat kita temukan pada Camille. Camille adalah seorang yang tidak tahan menganggur. Camille lebih suka bekerja keras. Dia akan merasa gelisah apabila tidak ada hal yang dapat dia lakukan. Dia akan merasa lebih sehat jika bekerja. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan teks sebagai berikut :

‘Il était d’un esprit qui lui rendait lui l’oisiveté in supportable. Il se trouvait plus calme mieux portant, dans ce labeur de brute, dans ce travail d’employé qui le courbait tout le jour sur des factures, sur d’énormes additions dont il épelait patiemment chaque chiffre.’ ( TR/II/39)

‘Dia memiliki watak gelisah yang menyerang dirinya bila menganggur. Dia kelihatan tenang dan lebih baik jika sedang bekerja keras, pada pekerjaanya ini, dia merunduk menghadapi faktur-faktur sepanjang hari, penjumlahan-penjumlahan besar yang setiap angka-angka ditekuninya dengan sabar.’ ( TR/II/39)


(51)

li

Karakter suka berdiam diri dapat kita temukan pada Thérèse. Thérèse mengalami perlakuan seperti orang sakit, padahal dia memiliki tubuh yang sehat. Hal ini terjadi karena Ibu Raquin, bibinya, selalu memperlakukan Thérèse seperti orang sakit, sama seperti Camille yang penyakitan. Perlakuan tersebut disebabkan karena dia selalu patuh terhadap semua yang dikehendaki oleh bibinya. Dia selalu menuruti semua hal yang diperintahkan oleh bibinya. Sikap ini menyebabkan dirinya menjadi pasif dan selalu diatur oleh sang bibi. Hal ini dapat dilihat pada kutipan teks sebagai berikut :

‘Thérèse grandit, couche dans le même lit que Camille, sous tièdes tendresses de sa tante. Elle était une santé de fer, et elle fut soignée comme une enfant chétive, partageant les médicaments que prenait son cousin.’

( TR/II/40)

‘Thérèse bertambah besar, tidur seranjang dengan Camille , dibawah perawatan yang hangat oleh bibinya. Tubuhnya sehat dan dipelihara seperti anak yang sakit-sakitan, berbagi obat-obatan yang sama dengan yang diminum sepupunya.’ ( TR/II/40)

4. Dapat menahan perasaan.

Thérèse mempunyai kemampuan menahan perasaan dalam segala kondisi. Dia dapat menyembunyikan perasaannya terhadap sesuatu sehingga tak seorangpun dapat mengetahui isi hatinya. Contoh : saat Thérèse menyembunyikan rasa gembiranya ketika Ibu Raquin menjual tokonya dan pindah di rumah kecil yang terletak di tepi sungai. Hal ini dapat dilihat pada kutipan teks sebagai berikut :

‘Lorsque Mme Raquin vendit son fonds et qu’elle se retira dans la petite maison du bord de l’eau, Thérèse eut de secrets tressaillements de joie. Sa tante lui avait répété si souvent: “Ne fait pas de bruit, reste tranquille”, qu’elle tenait soigneusement caches, au fond d’elle, toutes les fougues de sa nature. Elle possédait un sang-froid suprême, une apparente tranquillité qui cachait des emportement terribles.’ ( TR/II/40-41)


(52)

‘Ketika Ibu Raquin menjual tokonya dan dia mengundurkan diri dalam rumah kecil di tepi sungai, Thérèse merasakan kebahagiaan tersembunyi. Bibinya berkata sangat sering agar : “jangan ribut, tetaplah tenang “ sehingga dia dengan hati-hati menyembunyikan gelora dan kegembiraan dalam dirinya. Thérèse mempunyai kemampuan menguasai diri dengan sempurna mempunyai air muka tenang yang dapat menyembunyikan kemarahan yang meledak-ledak.’ (TR/II/40-41)

5. Pendirian kuat.

Sifat ini terdapat pada diri Camille. Dia adalah pemuda yang mempunyai pendirian yang kuat bila dia menginginkan sesuatu. Dia akan melawan siapa saja jika ada seseorang yang menghalang-halangi kemauannya termasuk ibunya sendiri, Ibu Raquin. Hal ini dapat diketahui saat Camille ingin meninggalkan Vernon dan pergi ke Paris untuk menyongsong kehidupan yang lebih baik bersama istrinya, tetapi Ibu Raquin melarangnya. Ibu Raquin menganggap bahwa Camille akan mati bila dia tidak dekat dengannya. Penolakan Ibu Raquin dibantah dengan keras oleh Camille. Camille akan merasa sakit bila ibunya menolak kemauannya ini. Hal ini dapat dilihat pada kutipan teks sebagai berikut:

‘Huit jour après son mariage, Camille déclara nettement à sa mere qu’il entendait quitter Vernon et aller vivre à Paris. Mme Raquin se récria : elle avait arrangé son existence, elle ne voulait point y changer un seul événement. Son fils eut crise de nerfs, il la menaça de tomber malade, si elle ne cédrait pas à son caprice.’ (TR/III/45)

‘Delapan hari setelah menikah, Camille mengatakan dengan terang-terangan bahwa dia hendak meninggalkan Vernon dan tinggal di Paris. Ibu Raquin berteriak karena terkejut: dia telah menyusun cara kehidupannya sendiri dan tidak ingin merubah kejadian yang sudah ada. Anaknya menjadi histeris, dia


(53)

liii

mengancam akan jatuh sakit, apabila ibunya tidak meluluskan gerak hatinya tersebut.’ (TR/III/45)

6. Egois

Camille memiliki sikap egois yang tinggi. Dia hanya memikirkan dirinya sendiri. Dia tidak mau menemani Ibu Raquin dan Thérèse berjualan di toko. Camille lebih suka mementingkan pekerjaannya di luar daripada harus berkumpul dengan ibu dan istrinya. Pernyataan diatas dapat kita lihat pada kutipan sebagai berikut :

‘-Bah ! répondait Camille, tout cela est très convenable…D’ailleurs, nous ne monterons ici que le soir. Moi, je ne rentrerai pas avant cinq où six heures…Vous deux , vous serez ensemble, vous ennuierez pas. Jamais le jeune homme n’aurait consenti à habiter un pareil taudis, s’il n’avait compté sur les douceurs tièdes de son bureau.’ ( TR/III/48)

‘Bah ! jawab Camille, semua itu sangat pantas….Lagi pula kita hanya akan naik ke sini jika malam. Aku tidak akan pulang sebelum jam lima atau jam enam. Kalian berdua akan selalu bersama, dan jangan merasa bosan. Tidak pernah pemuda itu mau tinggal serumah dengan orang yang sama, jika dia tidak memperhitungkan kesenangan yang hangat dari kantornya.’

( TR/III/48)

Laurent pun memiliki sifat egois. Dia yang sudah terbiasa hidup bermalas-malasan, selalu memikirkan tentang kesenangan dirinya sendiri. Dia tidak pernah memikirkan kepentingan orang lain. Dia selalu memikirkan bagaimana hidup layak, hidup dengan enak tanpa harus bekerja. Dia menginginkan kematian ayahnya agar dapat mewarisi hartanya. Dia juga berencana mengawini Thérèse setelah Camille mati. Dia memikirkan rencana itu agar dapat menguasai harta Ibu Raquin.


(54)

Gaji Camille yang sangat kecil sebesar seratus frank sebulan, membuatnya selalu iri dengan temannya yang memiliki gaji yang lebih besar. Camille iri dengan temannya yang bernama Olivier karena memiliki gaji yang lebih besar daripada dirinya, Pernyataan di atas dapat dilihat pada kutipan teks berikut :

‘Olivier occupait à la préfecture de police un emploi de trois mille francs dont Camille se montrait singulièrement jaloux; il était commis principal dans le boureau de la police d’ordre et de sûrété.’ (TR/IV/54)

‘Olivier bekerja di kantor kepolisian wilayah dengan penghasilan tiga ribu frank sebulan. Gajinya membuat Camille merasa sangat iri. Olivier menjadi juru ketik pada kantor polisi pelayanan dan keamanan.’ (TR/IV/54)

8. Suka datang terlambat

Olivier dan istrinya, Suzanne, selalu datang terlambat pada pertemuan mingguan malam kamis di rumah Ibu Raquin. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan teks sebagai berikut :

‘On attendait Olivier et sa femme qui arrivraient toujours en retard.’ (TR/IV/54)

‘Orang-orang menunggu Olivier dan istrinya yang selalu datang terlambat.’ (TR/IV/54)

Pertemuan pada setiap Kamis malam merupakan pertemuan yang rutin. Para sahabat Ibu Raquin akan selalu datang secara otomatis setiap Kamis malam. Mereka bersenang-senang sampai pukul sebelas malam. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan teks berikut :


(55)

lv

‘Un jour sur sept, le jeudi soir, la famille Raquin recevait. On allumait une grande lampe dans la salle à manger, et l’on mettait une bouilloire d’eau au feu pour faire du thé. Cette soirée-là tranchait sur les autres; elle avait passé dans les habitudes de la famille comme une orgie bourgeoise d’une gaieté folle. On se couchait à onze heures.’ (TR/IV/53)

‘Sekali dalam seminggu, Kamis malam, keluarga Raquin menerima tamu. Sebuah lampu besar dinyalakan di ruang makan, dan merebus air dalam ketel untuk membuat teh. Pada malam itu merupakan hari pengecualian dari hari yang lain. Malam itu berlalu sebagai kebiasaan keluarga sebagai pesta gila-gilaan borjuis yang penuh kesenangan. Mereka tidur pukul sebelas.’ (TR/IV/53)

9. Pelamun

Selain memiliki kebiasaan berdiam diri, Thérèse juga memiliki sikap yang sesuai dengan kebiasaannya tersebut, yaitu melamun. Thérèse tidak menyukai keramaian dan dia lebih suka menghabiskan waktu menyendiri dan melamun. Hal ini terlihat pada saat Thérèse menghadiri pertemuan Kamis malam. Dia lebih suka berada di toko dan melayani pelanggan daripada harus berada di lantai dua bermain domino bersama dengan teman-temannya. Setelah itu, dia akan duduk di belakang meja kasir dan melanjutkan kebiasaannya yaitu melamun. Peryataan ini dapat dilihat pada kutipan teks sebagai berikut :

‘Elle servait la pratique avec lenteur. Quand elle se trouvait seule, elle s’asseyait derrière le comptoir, elle demeurait là le plus longtemps possible, redoutant de remonter, goûtant une véritable joie à ne plus avoir Grivet et Olivier devant les yeux. L’air humide de la boutique calmait la fièvre qui brûlait ses mains. Et elle retombait dans cette rêverie grave qui lui était ordinaire.’ (TR/IV/56)

‘Dia melayani pelanggannya dengan lambat. Ketika dia sendiri, dia duduk di belakang meja kasir, dia duduk di sana selama mungkin, dengan gelisah untuk kembali ke atas, menikmati kesenangan tanpa harus melihat wajah Grivet dan Olivier. Udara lembab dalam ruang toko melemaskan ketegangan-ketegangan


(56)

yang terasa pada tangannya. Dia kembali lagi pada kebiasaannya yaitu melamun yang sudah parah.’ (TR/IV/56)

10. Pemalas

Karakter pemalas dapat kita temukan pada diri Laurent. Dia memiliki selera makan yang besar dan selalu ingin hidup enak tanpa harus bekerja. Dia selalu membayangkan hidup yang enak, makan enak, tidur nyenyak, dapat memenuhi kebutuhan jasmani sepuas-puasnya tanpa bekerja. Pernyataan ini dapat ditemukan pada kutipan teks sebagai berikut :

‘Il venait, en quelques mots, de conter une histoire caractéristique qui le peignait en entier. Au fond, c’était un paresseux, ayant des appétits sanguins, des désirs très arrêtés de jouissances faciles et durables. Ce grand corp puissant ne demandait qu’à ne rien faire, qu’à se vautrer dans une oisiveté et un assouvissement de toutes les heures. Il aurait voulu bien manger, bien dormir, contenter largement ses passions, sans remuer de place, sans courir la mouvaise chance d’une fatigue quelconque.’ (TR/V/60)

‘Dia datang, dengan beberapa kata, dia menceritakan cerita karakter yang melukiskan dirinya. Pada dasarnya, ia seorang pemalas dengan selera makan yang besar, penikmat kepuasan yang mudah didapat dan yang berlangsung lama. Tubuh yang besar itu menuntut untuk tidak bekerja, bermalas-malasan dalam menganggur dan hanya meminta berpesta pora dalam kemalasan dan kepuasan yang setiap saat. Dia selalu mendambakan makan dengan baik, tidur nyenyak, memenuhi nafsunya, tanpa bergerak, tanpa mengejar kesempatan yang melelahkan semacamnya.’ (TR/V/60)

Sifat pemalas Laurent disebabkan karena dia tidak terbiasa bekerja keras. Dia terbiasa hidup tanpa bekerja dan mengandalkan kiriman uang dari ayahnya dulu saat dia bersekolah. Dia tidak pernah berkeinginan untuk bersekolah. Dia ingin menikmati hidup sepuas-puasnya di dalam sebuah studio lukis. Dia


(57)

lvii

menghamburkan uangnya untuk melukis dan merokok bersama seorang temannya. Hal ini dapat kita lihat dari kutipan teks sebagai berikut :

‘Ma foi non, reprit son ami en riant…Pendant deux ans, j’ai fait semblant de suivre les cours, afin de toucher la pension de douze cents frans que mon père me servait. Je vivais avec un de mes camarades de collège, qui est peintre, et je m’étais mis à faire aussi de la peinture. Cela m’amusait; le métier est drôle, pas fatigant. Nous fumions, nous blaguions tout le jour…’ (TR/V/60)

‘Tentu saja tidak, kawannya menjawab dengan tertawa. Dua tahun lamanya aku seolah-olah mengikuti kuliah, sehingga dapat menerima uang tunjangan seribu dua ratus frank yang disediakan oleh ayah. Aku tinggal bersama seorang kawan satu sekolah. Dia seorang pelukis dan aku mulai belajar melukis. Hal itu sangat menyenangkan. Melukis itu pekerjaan menyenangkan, tidak melelahkan. Kami merokok, kami bergurau sepanjang hari….’ (TR/V/60)

11. Tidak mudah tersinggung dan gampang bergaul

Laurent mempunyai sifat tidak mudah tersinggung dan gampang bergaul dengan siapa saja. Hal ini menyebabkan dirinya mudah menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang baru. Dia tidak merasa tersinggung dengan perlakuan dingin para peserta perkumpulan Kamis malam yang tidak menginginkan tambahan anggota baru dalam perkumpulan tersebut. Pada akhirnya Laurent dapat diterima dalam kumpulan itu karena dia riang dan dapat membuat suasana menjadi lebih gembira. Terlebih lagi dia dapat menjadi sahabat Grivet. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan teks sebagai berikut :

‘Les hôtes des Raquin ne pouvaient recevoir un inconnu sans quelque froideur. Laurent se comporta en bon enfant. Il comprit la situation, il voulut plaire, se faire d’accepter d’un coup. Il ranconta des histoires, égaya la soirée par son gros rire, et gagna l’amitié de Grivert lui-même.’ ( TR/V/63)

‘Tamu-tamu keluarga Raquin tidak dapat menerima seorang yang tak dikenal kecuali dengan sikap dingin. Laurent berkelakuan seperti anak baik. Dia dapat


(58)

memahami situasi tersebut dan menginginkan kesenagan agar dapat diterima. Dia bercerita macam-macam, membuat suasana menjadi gembira dengan tawanya yang riang, dan membuat Grivert menjadi kawannya.’

( TR/V/63)

12. Pengkhayal

Thérèse yang diperlakukan seperti orang sakit oleh bibinya memiliki kebiasaan melamun dan berkhayal. Dia ingin hidup bebas di luar tanpa ada seorangpun yang mengekangnya. Dia sejak kecil selalu mengkhayal, hidup bebas di jalanan sebagai orang Gypsi. Dia tidak tahan harus hidup di dalam rumah yang dia anggap seperti penjara. Hidupnya seperti dikekang tanpa kebebasan. Oleh karena itu, dia sering mengkhayal bertemu ibunya kembali dan menata hidupnya dari awal. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan teks sebagai berikut:

‘Je ne leur souhaite pas de mal. Ils m’ont élévée, ils m’ont recueillie et défendue contre la misère…Mais j’aurais préféré l’abandon à leur hospitalité. J’avais de besoins cuisants de grand air ; toute petite, je rêvais de courir les chemins, les pieds nus dans la poussière, demandant l’aumône, vivant en bohémienne. On m’a dit que ma mère était fille d’un chef de tribu, en Afrique ; j’ai souvent songé à elle, j’ai compris que je lui appartenais par le sang et les instincts, j’aurais voulu ne la quitter jamais et traverser les sables, pendue à son dos.’ ( TR/VII/74-75)

‘Aku tidak mengharapkan kemalangan mereka. Mereka telah membesarkan aku, telah merawatku dan menyelamatkanku dari penderitaan….Tetapi sebenarnya aku lebih suka ditelantarkan daripada menerima kebaikkan mereka. Aku membutuhkan udara segar, sejak kecil, aku sudah memimpikan berjalan-jalan di berjalan-jalan yang besar, dengan kaki telanjang di atas debu, meminta sedekah dan hidup sebagai orang Bohemian. Mereka berkata bahwa ibuku seorang putri kepala suku di Afrika. Aku sering berfikir tentang dirinya. Aku mengerti bahwa aku miliknya secara insting dan darahku. Aku sebenarnya tidak mau meninggalkannya dan melintasi padang pasir, menggantung di atas pundaknya.’ ( TR/VII/74-75)


(59)

lix 13. Munafik

Thérèse sejak kecil mampu menyembunyikan gelora dalam jiwanya. Dia terbiasa berbohong untuk menyukai sesuatu yang sebenarnya dia benci. Dia menahan nafsunya agar Ibu Raquin dan Camille senang. Dia selalu dapat memasang muka senang di hadapan mereka walaupun dia sebenarnya tidak suka. Ketika Laurent datang berkunjung, Thérèse dapat bersikap seperti biasanya tanpa ekspresi apapun. Thérèse menyembunyikan perasaannya kepada Laurent agar semua orang tidak mengetahuinya. Ketika semua pergi dan hanya ada Thérèse dan Laurent, maka Thérèse begitu bernafsunya menciumi kekasihnya itu. Dia memainkannya dengan sempurna sekali sikap kemunafikan yang sudah biasa dilakukannya sejak kecil. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan teks sebagai berikut:

‘Thérèse, plus nerveuse, plus frémissante que lui, était obligée de jouer un rôle. Elle le jouait à la perfection, grâce à l’hypocrisie savante que lui avait donnée son éducation. Pendant près de quinze ans, elle avait menti, étouffant ses fièvres, menttant une volonté implacable à paraître morne et endormie.’ (TR/VIII/82-83)

‘Thérèse yang lebih gugup dan lebih tegang dari pada Laurent, terpaksa menjalankan peranannya. Dia dapat memainkannya dengan sempurna sekali berkat kemunafikan yang sudah menjadi kebiasaannya semenjak kecil. Hampir selama lima belas tahun dia terbiasa berbohong, memasang keinginan yang sangat kuat untuk memunculkan wajah yang muram dan membosankan.’ (TR/VIII/82-83)

Zola memunculkan sifat munafik dari manusia yaitu suka berbohong. Dalam sebuah kecelakaan pastilah ada satu atau dua orang yang mengaku-aku sebagai saksi kecelakaan itu secara rinci. Mereka sebenarnya belum tahu apa-apa tentang kejadian yang sedang berlangsung. Mereka berlagak sebagai pahlawan dan


(60)

seakan-akan hanya mereka yang mengetahui kejadian secara pasti dan dapat dipercaya. Hal ini terjadi pada saat Camille tengelam dan ada beberapa pendayung yang lain yang mengaku telah melihat kejadian itu dengan detail. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan teks sebagai berikut:

‘Il y eut, parmi les canotiers, comme cela arrive toujours, deux ou trois jeunes, gens qui voulurent avoir été témoins de l’accident.’ (TR/XI/113)

‘Ada, selalu ada dua atau tiga orang pendayung yang menghendaki menjadi saksi mata kecelakaan dengan pasti.’ (TR/XI/113)

14. Perhatian

Ibu Raquin adalah seorang yang penuh perhatian terhadap Thérèse dan Camille. Dia tidak henti-hentinya menasihati mereka agar selalu berhati-hati dalam perjalanan. Karakter ini dapat dilihat dalam kutipan teks sebagai berikut:

‘Le jour de promenade, Mme. Raquin accompagnait ses enfants jusqu’au bout du passage. Elle les embrassait comme s’ils fussent partis pour un voyage. Et c’étaient des recommandations sans fin, des prières pressantes.’ (TR/XI/101)

‘Pada hari jalan-jalan, Ibu Raquin suka mengantar anak-anaknya sampai sejauh ujung jalan. Dia mencium keduanya seperti mereka hendak bepergian jauh. Setelah itu memberi mereka setumpuk nasihat dan doa-doa penting tanpa henti.’ (TR/XI/101)


(61)

lxi 15. Pembohong

Laurent selalu mengarang sebuah cerita tentang kejadian tengelamnya Camille. Dia melakukan semua kebohongan itu untuk menutupi kejahatannya. Dia selalu dapat menyakinkan semua orang dengan cerita rekaannya. Ketika Laurent mengarang sebuah cerita kepada para pendayung tentang tenggelamnya Camille, dia berdalih bahwa Camille menari-nari di atas sampan sehingga sampannya terbalik. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan teks sebagai berikut:

‘C’est ma faute, criait-il, je n’aurait pas dû laisser ce pauvre garçon danser et remuer comme il le faisait …A un moment, nous nous sommes trouvés tous les trois du même côté de la barque, et nous avons chaviré…En tombant, il m’a crie de sauver sa femme…’ (TR/XI/113)

‘Ini salahku,’ teriaknya. ‘Sebenarnya aku tidak boleh membiarkan dia menari-nari dan bergerak seperti yang dia lakukan… Pada suatu saat kami bertiga berada dalam sisi perahu yang sama, dan terbalik… Ketika dia tercebur dia berteriak padaku meminta aku menyelamatkan istrinya…’ (TR/XI/113)

16. Setia kawan

Michaud, Olivier, Suzanne, dan Grivet tetap datang pada acara Kamis malam walaupun Camille telah mati. Mereka membesarkan hati Ibu Raquin agar tidak terlalu bersedih denghan kematian anaknya. Mereka memberikan dorongan moral kepada Ibu Raquin agar tetap tabah. Mereka mengalihkan perhatian Ibu Raquin ke permainan domino agar dia tidak merasa sedih. Pernyataan ini dapat dilihat pada kutipan teks sebagai berikut:

‘Et comme Mme. Raquin sanglotait plus fort, ne pouvant arrêter ses larmes : - Allons, alllons, reprit Michaud, un peu de courage. Vous comprenez bien que nous venons ici pour vous distraire. Que diable ! ne nous attristons pas,


(1)

Zola dan Naturalisme melalui panflet dalam Le Figaro. Bagi mereka, La Terre merupakan roman penipuan terhadap karya sastra yang sebenarnya.


(2)

KARYA-KARYA EMILE ZOLA

Artikel pertama Zola adalah mengenai roman Don Quichotte yang muncul dalam Le Journal Populaire de Lille edisi Desember 1863. Les Mystères de Marseille adalah salah satu cerita bersambung yang ditulisnya. Romannya Thérèse Raquin menjadi roman pertamanya yang mampu menarik perhatian publik. Roman ini diterbitkan pada bulan Desenber 1867. Seperti yang telah dikemukakan pada halaman sebelumnya, pada tahun 1868, Zola memulai rencana penulisan kisah sebuah keluarga yang mendapat pengaruh heredias, di bawah pemerintahan kekaisaran kedua yang berjudul Les Rougon-Macquart.

Les Rougon-Macquart terdiri atas 20 roman sebagai berikut : La fortune de Rougon (1870) ; La Curée (1871) ; Le Ventre de Paris (1873) ; La Conquête de Plassans (1874) ; La Faute de l’Abbé Mouret (1875) ; Son Excellence Eugène Rougon (1876) ; L’Assommoir (1877) ; yang membuat Zola terkenal ; Une Page D’Amour (1878) ; Nana (1880) ; Pot Bouille (1882) ; Au Bonheur des Dames (1883) ; Germinal (1885) ; L’œuvre (1886) ; La Terre (1887) ; Le Rêve (1888) ; La Bête Humain (1890) ; L’Argent (1891) ; Le Débâcle (1892) ; Le Docteur Pascal (1893).


(3)

RINGKASAN CERITA ROMAN THÉRÈSE RAQUIN

KARYA EMILE ZOLA

Ibu Raquin adalah seorang pedagang peralatan jahit menjahit di Vernon. Ibu Raquin mempunyai seorang putra bernama Camille Raquin dan seorang keponakan bernama Thérèse Raquin. Camille Raquin merupakan seorang pria yang penyakitan sejak kecil, sehingga tubuhnya kecil dan kurus. Thérèse Raquin merupakan anak kakak Ibu Raquin yang bernama Kapten Degan. Dia adalah seorang tentara. Kapten Degan menitipkan Thérèse kepada Ibu Raquin karena tidak tahu cara mengurus anak. Setelah menitipkan Thérèse kepada Ibu Raquin, kapten Degan tewas saat berdinas di Afrika.

Thérèse dan Camille tumbuh dewasa bersama di bawah perawatan Ibu Raquin yang tiada henti. Ibu Raquin merawat keduanya dengan penuh kasih sayang. Pada suatu hari, Ibu Raquin menjodohkan Thérèse dengan putranya sendiri, Camille. Wanita itu yakin bahwa Thérèse dapat merawat dan menjaga Camille nantinya. Mereka tidak menolak pernikahan tersebut dan akhirnya Thérèse dan Camille menikah. Sebenarnya, Camille tidak memiliki perasaan khusus terhadap Thérèse. Dia menganggap Thérèse sebagai saudaranya sendiri, walapun dia sekarang telah menjadi suaminya. Setelah keduanya menikah, keluarga Raquin pindah ke Paris. Mereka meninggalkan Vernon dengan membawa uang hasil penjualan toko di Vernon sebesar 40.000 frank untuk menetap di Paris. Di Paris, mereka tinggal di sebuah rumah di Passage du Point-Neuf. Ibu Raquin kembali membuka usaha toko peralatan jahit


(4)

menjahit dibantu oleh Thérèse, sedangkan Camille bekerja di perusahaan kereta api fes d’Orleans.

Seminggu sekali di rumah Ibu Raquin mengadakan acara pertemuan sahabat setiap Kamis malam yang dihadiri oleh para sahabat keluarga Raquin. Mereka adalah Michaud, Olivier, Suzanne, dan Grivet. Mereka selalu berkumpul pada kamis malam untuk bermain domino dan pulang pada pukul 11 malam. Pada suatu hari Kamis, Camille memperkenalkan temannya sekantor yang bernama Laurent kepada keluarganya dan sahabat-sahabatnya. Laurent adalah teman Camille saat masih kanak-kanak di Vernon. Mereka bertemu kembali setelah sekian lama berpisah. Laurent menunjukkan sikap yang menyenangkan sehingga dia dapat langsung diterima oleh keluarga Raquin dan para anggota pertemuan Kamis malam. Pada saat itu juga, Laurent bertemu pertama kali dengan Thérèse. Thérèse diam-diam jatuh cinta lewat pandangan pertama kepada Laurent.

Laurent memiliki hobi melukis. Dia bermaksud melukis wajah Camille. Laurent memiliki niat jahat terhadap Thérèse. Dia bermaksud menjadikan Thérèse sebagai kekasih untuk memuaskan nafsunya saja. Pada suatu hari saat Laurent tinggal sendiri dengan Thérèse di kamar Camille, Laurent berhasil memperkosa Thérèse. Semenjak peristiwa pemerkosaan itu, Thérèse berselingkuh dengan Laurent. Mereka menjadi pasangan kumpul kebo. Mereka sering bercumbu di kamar Thérèse tanpa sepengetahuan Ibu Raquin dan Camille. Laurent selalu berdalih untuk pergi dari kantornya pada siang hari untuk bertemu Thérèse. Mereka merasa bahagia dapat


(5)

Pada saat Laurent, Thérèse dan Camille pergi untuk bersantai, Laurent menemukan kesempatan untuk membunuh Camille. Kesempatan itu didapatinya saat Laurent, Thérèse dan Camille berada di atas perahu sewaan. Dia berhasil membunuh Camille dengan cara menceburkannya ke sungai dan disaksikan oleh Thérèse. Camille mati tenggelam karena tidak dapat berenang. Laurent berhasil menipu semua orang tentang kematian Camille. Dia berkata bahwa Camille mati karena perahu terbalik dan dia hanya mampu menyelamatkan Thérèse saja. Kematian Camille membuat Ibu Raquin terpukul dan shok berat.

Setelah hidup menjanda selama dua tahun, Thérèse dinikahi oleh Laurent atas persetujuan dari Ibu Raquin. Setelah menikah, kehidupan rumah tangga Laurent dan Thérèse tidak berjalan mulus seperti apa yang mereka idamkan dulu. Mereka selalu dihantui perasaan bersalah setelah membunuh Camille. Mereka sering bertengkar mulut dan saling menyalahkan tentang siapa yang paling bertanggung jawab atas kematian Camille. Perkawinan mereka selalu diwarnai dengan selisih faham dan tidak jarang terjadi kerasan fisik.

Pertengkaran mereka sering didengar oleh Ibu Raquin yang terserang penyakit lumpuh. Wanita itu tidak dapat bergerak sedikitpun dan tidak dapat berbicara. Lambat laun, Ibu Raquin akhirnya mengetahui bahwa kematian Camille disebabkan oleh Laurent dan Thérèse melalui perkataan mereka saat bertengkat mulut. Wanita itu shok untuk kedua kalinya. Perasaannya hancur mengetahui kenyataan yang pahit ini. Hidupnya terasa tersiksa karena harus tinggal satu atap dengan pembunuh putranya.


(6)

Pada suatau malam mereka saling mengetahui bahwa mereka akan saling membunuh. Mengetahui hal tersebut, mereka memutuskan untuk mati bersama sebagai balasan atas kehidupan kotor yang telah mereka jalani. Keduanya merasa letih, kesal, dan jemu terhadap diri sendiri dan timbul keinginan untuk beristirahat melupakan segala-galanya. Akhirnya keduanya mati saling berpelukan setelah menenggak racun yang dibawa Laurent. Mereka menemukan kedamaian dalam kematian. Ibu Raquin merasa menerima kemenangan yang tidak terkira karena musuh besarnya telah mati.