PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Study di wilayah Kota Denpasar).

Seminar Nasional Sains dan Teknologi (Senastek),Denpasar Bali 2015

BNN DAN REHABILITASI DALAM
TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA
SAGUNG PUTRI M.E PURWANI11), A.A NGURAH YUSA DARMADI22),
I MADE WALESA PUTRA33)
1)Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Jalan P. Bali, Denpasar, 80114,
Telp (0361)222666,E-mail : sg_putri@yahoo.co.id
2) Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Jalan P. Bali, Denpasar, 80114,
3) Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, Jalan P. Bali, Denpasar, 80114,
Abstrak
Penelitian ini adalah penelitian hukum dalam ranah Socio Legal yang bertujuan untuk mengkaji
fungsi dan peran BNN khususnya di kota Denpasar, dalam penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan
Narkotika bagi pengguna. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini : Conceptual approach, Statute
approach, serta comparative approach. Penelitian mempergunakan data primer, dengan menggunakan
pedoman wawancara, untuk mendapatkan data kualitatif yang berlokasi: di POLDA, BNN di wilayah Kota
Denpasar, BNN Provinsi Bali, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, LSM yang berkaitan
dengan permasalahan, LAPAS, BAPPAS. Penelitian ini menggunakan tehnik pengecekan keabsahan
ketekunan pengamatan dan metode triangulasi. Dari permasalahan dapatlah dikatakan bahwa sampai saat ini
hambatan yang dihadapi oleh BNN Kota Denpasar adalah diperlukan dokter yang secara khusus untuk
mengobati pemakai Narkoba. Pengobatan tersebut memerlukan biaya besar serta diperlukan juga tempat

rehabilitasi yang jelas, karena sampai saat ini hanya melalui titipan saja. BNN kota Denpasar dalam
menaggulangi kekurangan tersebut dilakukanlah program kuratif yang ditujukan kepada pemakai Narkoba.
UU Narkotika juga memberikan kebebasan Hakim untuk memerintahkan pecandu menjalani pengobatan
perawatan melalui rehabilitasi, Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa; Hakim mempunyai
kewenangan untuk Memerintahkan, Memutuskan dan Menetapkan yang bersangkutan menjalani pengobatan
dan/atau perawatan melalui rehabilitasi. dan BNN kota Denpasar sudah sangat mendesak membutuhkan
tempat rehabilitasi tersendiri, sehingga tugas dan fungsi dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
Kata Kunci : BNN, Rehabilitasi, Penanggulangan dan Tindak Pidana Narkotika
Abstract
This research is a law in the realm of Socio Legal aimed to assess the function and role of BNN, especially in
the city of Denpasar, in the prevention of the crime of abuse of narcotics for the user. The approach used in
this study: Conceptual approach, approach Statute, as well as the comparative approach. Research using
primary data, using interview guide, to obtain qualitative data are located: in POLDA, BNN in the city of
Denpasar, Bali Province BNN, Attorney, the District Court and the High Court, the NGO associated with the
problem, prisons, BAPPAS. This study uses a technique of checking the validity of the persistence of
observation and triangulation methods. Of the problems can be said that until now the barriers faced by
BNN Denpasar is required doctors in particular to treat drug users. The treatment requires huge costs and
required rehabilitation also clear, because until now only through courier only. BNN city of Denpasar in the
shortage overcome perform the curative program aimed at drug users. Narcotics Act also gives the freedom
of the judge to order addicts undergoing treatment through rehabilitation treatment, From these discussions

can be concluded that; The judge has the authority to order the, Deciding and enact the relevant treatment
and / or care through rehabilitation. and BNN Denpasar urgent need of rehabilitation itself, so that the tasks
and functions can be run as planned.
Keywords: BNN, Rehabilitation, Prevention and Crime Narcotics

Seminar Nasional Sains dan Teknologi (Senastek),Denpasar Bali 2015
1. PENDAHULUAN
Gejala atau fenomena terhadap penyalahgunaan narkotika dan upaya penanggulangannya
saat ini sedang mencuat dan menjadi perdebatan dikalangan para ahli hukum. Fenomena ini
sudah mendekati suatu tindakan yang mengkhawatirkan dan sangat membahayakan.
Berdasarkan Keputusan Presiden No. 17 Tahun 2002 Tentang Badan Narkotika Nasional
(BNN) sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengkoordinasikan 25 instansi pemerintah
terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional untuk mengkoordinasikan instansi
pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan
narkoba. Baru kemudian tahun 2003 BNN mendapatkan alokasi anggaran dari APBN, namun
karena tanpa struktur kelembagaan yang memiliki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat
koordinatif, maka BNN dinilai tidak bekerja secara optimal dan dianggap tidak mampu
meneyelesaikan permasalahan nrkotika yang terus meningkat.
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yang merupakan perubahan dari
Undang-Undang No. 22 Tahun 1997, BNN diberikan kewenangan penyelidikan tindak pidana

narkotika dan precursor narkotika. Berdasarkan undang-undang tersebut status kelembagaan
BNN menjadi Lembaga Pemerintah Non-Kementrian (LPNK) dengan struktur vertical ke
Provinsi dan Kabupaten/Kota. Badan Narkotika Nasional berkedudukan di bawah dan
bertanggungjawab kepada Presiden. Pendekatan penanggulangan penyalahgunaan narkotika di
Indonesia belum terpadu dan instansi atau kelompok masyarakat bekerja sendiri-sendiri.
Sehingga hasil yang diperoleh belum optimal. Banyak instansi selain Kepolisian yang memiliki
tugas memberantas penyalahgunaan narkotika, namun belum ada upaya pembinaan khusus
terhadap pengguna sebagai korban, karena sampai saat ini masyarakat masih beranggapan
bahwa para pengguna itu adalah penjahat dan tanpa mendalami lebih jauh mengapa
mengkonsumsi narkotika.
Crime without victim dapatlah dikatakan seperti itu bagi penyalahgunaan narkotika,
dalam hal ini kejahatan tanpa adanya korban, dengan kata lain bahwa korban dari kejahatan ini
adalah dirinya sendiri, pelaku yang sekaligus menjadi korban.1 Seorang penyalah guna
narkotika dan pecandu harus dijauhkan dari stigma pidana dan diberikan perawatan. Faktor
terpenting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika sering diabaikan terutama
oleh aparat penegak hukum di Indonesia, yaitu adanya upaya rehabilitasi. Model pemidanaan
terhadap penyalah guna narkotika sampai sekarang ini masih menempatkannya sebagai pelaku
tindak pidana (kriminal) sehingga upaya rehabilitasi sering terabaikan.2
Penyalah guna narkotika dan pecandu narkotika adalah sama-sama menggunakan atau
menyalahgunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Hanya saja bagi pecandu

narkotika mempunyai karakteristik tersendiri, yakni adanya ketergantungan pada narkotika, baik
secara fisik maupun psikis. Sehingga bagi pecandu hanya dikenakan tindakan berupa kewajiban
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 127 Undang-Undang Narkotika,
penyalah guna narkotika bisa menjadi subyek yang dapat dipidana kecuali dapat dibuktikan atau
terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, maka penyalah guna tersebut wajib
menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap penyalahgunaan Narkoba, pengguna hanya
dikenakan sanksi rehabilitasi medis dan/atau rehabilitasi sosial, Hal ini sejalan dengan SEMA
No. 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam Lembaga
Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, yang menempatkan agar hakim memberikan
perintah penempatan pada lembaga rehabilitasi sosial dan medik baik dalam bentuk penetapan
ataupun putusan bagi penyalah guna, korban penyalahgunaan dan pecandu Narkoba, namun ada
kemungkinan terjadi disparitas putusan hakim dalam kasus Narkoba dapat terjadi terhadap
pemakai yang satu dengan yang lain atau antara pengedar yang satu dengan pengedar yang lain
atau hukuman untuk pemakai yang satu bisa berupa sanksi penjara sedangkan pemakai yang
lain dapat di kenakan rehabilitasi.
1

Weda Darma Made, 1999, Kronik dalam Penegakan Hukum Pidana, Guna Widya, Jakarta, h. 80
.http://www.gepenta.com/artikelMembangun+Paradigma+Dekriminalisasi+Korban+Pengguna+Narkob

a-.phpx diakses tanggal 22 September 2015.
2

Seminar Nasional Sains dan Teknologi (Senastek),Denpasar Bali 2015
Banyak penelitian yang membicarakan mengenai narkotika, namun dalam hal ini lebih
banyak menyoroti dan mencari kelemahan dan kesalahan yang dilakukan oleh penyidik atau
aparat penegak hukum, yang terkesan hanya kegiatan represif saja. Disamping itu terkesan
bahwa penyuluhan atau komunikasi dan informasi serta edukasi kepada masyarakat lebih
banyak menunggu permintaan dari pihak lain atau kelompok masyarakat. Hal tersebutlah
diperlukan adanya hasil yang berkesinambungan.
Berdasarkan hal tersebutlah dilakukan penelitian ini, yang bertujuan untuk mengkaji
fungsi dan peran BNN dalam penjatuhan rehabilitasi bagi penyalahgunaan Narkotika khususnya
di wilayah kota Denpasar dan mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh BNN kota
Denpasar, serta menganalisa hambatan-hambatan yang di hadapi dalam penentuan rehabilitasi
terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika di Kota Denpasar.
2. BAHAN DAN METODE
Jenis penelitian ini adalah Socio Legal Research, yang mencoba menemukan kebenaran
dengan tetap bertumpu pada premis normatif dengan fokus kajiannya pada esensi hukum yang
tertuang dalam bentuk norma-norma, yang kemudian dihubungkan dengan kenyataan yang
terjadi di lapangan. Jenis pendekatan yang utamanya akan dipergunakan dalam penelitian ini

adalah statute approach, conceptual approach dan comparative approach. Sumber Data yang
telah dikumpulkan diklasifikasikan untuk mempermudah menganalisa sumber-sumber tersebut.
Teknik pengumpulan Data Primer, dilakukan melalui studi lapangan, untuk memperoleh
data dengan cara terjun langsung ke lapangan melakukan wawancara (interview), dengan
menggunakan pedoman wawancara, untuk mendapatkan data kualitatif. Instrumen penelitian
adalah peneliti sendiri, pedoman wawancara, alat perekam dan kamera. Sumber informasi
berasal dari informan kunci dengan menggunakan teknik snow bowling. Selain itu dalam
penelitian ini juga digunakan teknik penyebaran kwesioner pada responden untuk memperoleh
data sekunder guna menunjang data kualitatif. Penelitian ini mengambil lokasi: POLDA, BNN
di wilayah Kota Denpasar, BNN Provinsi Bali, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan
Tinggi, LSM yang berkaitan dengan permasalahan, LAPAS, BAPPAS.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data dilakukan Secara lebih rinci data yang diperoleh
dari penelitian, baik yang bersumber dari data primer maupun dari data sekunder akan diolah
dan dianalisis secara kritis analitis dan disajikan secara deskriptif analitis. Uji validitas
digunakan untuk mengetahui apakah setiap pertanyaan dalam variabel dapat dimengerti oleh
responden maupun informan sehingga dapat memberikan jawaban yang tepat. Suatu instrumen
dalam penelitian dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan untuk diukur,
dan dapat mengungkapkan data dari variabel-variabel yang diteliti secara tetap. Pengecekan
terhadap validitas data dalam penelitian kualitatif dapat digunakan triangulasi data, yakni tehnik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data itu.
Penelitian ini menggunakan tehnik pengecekan keabsahan ketekunan pengamatan dan
triangulasi. Melalui tehnik pengecekan ketekunan pengamatan akan dapat diketahui unsur-unsur
yang relevan dengan pokok permasalahan yang diteliti. Sementara itu dengan tehnik triangulasi
sumber dapat diperbandingkan perbedaan dan persamaan situasi sumber saat penyampaian data
dan kesesuaiannya dengan dokumen –dokumen dalam format data skunder yang menjadi data
penelitian. Triangulasi metode digunakan untuk mengecek validitas data yang diperoleh melalui
observasi, wawancara mendalam serta data yang diperoleh melalui penyebaran kwesioner pada
pengumpulan data primer.
3. HASIL
Penelitian yang dilakukan di beberapa lokasi yaitu POLDA, BNN di wilayah Kota
Denpasar, BNN Provinsi Bali, Kejaksaan, Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, LSM yang
berkaitan dengan permasalahan, LAPAS, BAPPAS melalui hasil wawancara dapatlah
dikatakan, secara garis besarnya bahwa dengan terbentuknya BNN khususnya di kota Denpasar
terlihat penanganannya lebih jelas dan terkoordinasi. Ini dibuktikan dengan lebih banyaknya
terungkap dan lebih banyak barang bukti yang disita, dan yang lebih penting lagi lebih banyak
generasi muda terselamatkan dari bahaya narkotika.

Seminar Nasional Sains dan Teknologi (Senastek),Denpasar Bali 2015
Hasil wawancara didapatkan pula adanya kemungkinan disparitas putusan hakim

terhadap pemakai. Hukuman untuk pemakai yang satu bisa berupa sanksi penjara sedangkan
pemakai yang lain dapat di kenakan rehabilitasi, perbedaan putusan inilah terkadang
menyulitkan BNN untuk menentukan sikap. Hal ini pun tidak bias menyalahkan hakim begitu
saja mengingat UU Narkotika pada Pasal 127 mengancam pidana penjara bagi penyalah guna
narkotika. Disatu sisi dalam Pasal 127 tersebut menyatakan bahwa penyalah guna narkotika itu
adalah korban yang wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Disinilah nampak
adanya konflik norma pada Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
Bali, khususnya Denpasar belum memiliki panti rehabilitasi bagi pecandu, untuk itulah
diperlukan sebuah tempat bagi mereka yang menjalani pemulihan, karena saat ini fungsi dokter
khusus yang menangani hal tersebut belum berperan secara maksimal, sehingga BNN kota
Denpasar menganggap perlu segera dibangun tempat pemulihan bagi pecandu, sehingga upaya
kuratif dan rehabilitative tersebut dapat terlaksana sesuai apa yang digariskan oleh UU.
Sehingga dapat membantu korban atau pengguna untuk keluar dari ketergantungan dan dapat
hidup produktif di tengah-tengah masyarakat.
4. PEMBAHASAN
Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan
bahwa penyalah guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan
hukum. Penyalahgunaan narkotika dapat diartikan sebagai tindakan atau perbuatan yang tidak
sebagaimana mestinya (menyimpang atau bertentangan dengan yang seharusnya) yang

mempergunakan narkotika secara berlebihan (overdosis) sehingga membahayakan diri sendiri,
baik secara fisik maupun psikis.3
Pengertian korban penyalahgunaan narkotika menurut Penjelasan Pasal 54 UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa korban penyalahgunaan
narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk,
diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika.

Berdasarkan tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan, korban
penyalahgunaan narkotika termasuk dalam tipologi false victims, yaitu pelaku yang
menjadi korban karena dirinya sendiri, untuk itu pertanggungjawabannya sepenuhnya
terletak pada korban sekaligus sebagai pelaku kejahatan.
Undang-Undang Narkotika, hakikatnya pengguna narkotika adalah orang yang
menggunakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir
dalam Undang-Undang Narkotika.
Pengguna narkotika dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu pengguna narkotika
terhadap orang lain (Pasal 116, Pasal 121, Pasal 126 UU Narkotika) dan pengguna
narkotika untuk diri sendiri (Pasal 127 UU tersebut).
Pengguna narkotika terhadap orang lain adalah setiap orang yang tanpa hak atau

melawan hukum memberikan narkotika untuk digunakan oleh orang lain. Melawan
hukum berarti pula dengan tanpa hak atau ijin dari pihak yang berwenang. Sedangkan
pengguna narkotika untuk diri sendiri adalah penggunaan narkotika yang dilakukan oleh
seseorang tanpa hak atau melawan hukum. Jika orang yang bersangkutan dapat
dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, maka harus
menjalani rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial dan masa rehabilitasinya akan
diperhitungkan sebaga masa menjalani hukuman.4
3

A. W. Widjaya,1985, Masalah kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, Amirco, Bandung,
h. 13.
4
Syamsudin, Aziz, 2011, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta

Seminar Nasional Sains dan Teknologi (Senastek),Denpasar Bali 2015
Penyalah guna yang pada awalnya mendapatkan jaminan rehabilitasi namun dengan
memandang asas legalitas yang diterapkan di Indonesia, maka dalam pelaksanaannya
penyalahguna narkotika harus menghadapi resiko ancaman pidana sebagaimana diatur dalam
Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, namun, hakim juga diberikan


kemungkinan untuk tidak menjatuhkan pidana penjara karena dalam pasal-pasal yang
berkaitan dengan Pasal 127 Undang-Undang Narkotika terdapat pula penjatuhan sanksi
tindakan rehabilitasi oleh hakim.
Pembuktian penyalah guna narkotika merupakan korban penyalahgunaan narkotika
merupakan hal yang sulit karena harus melihat awal penyalah guna narkotika menggunakan
narkotika dan diperlukan pembuktian bahwa penyalah guna narkotika ketika menggunakan
narkotika dalam kondisi dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/ atau diancam untuk
menggunakan narkotika.
Implementasinya, Mahkamah Agung mengeluarkan terobosan dengan mengeluarkan
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 04 Tahun 2010 tentang Penetapan
Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika ke Dalam Lembaga
Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus
suatu persoalan hukum terhadap pengguna narkotika, dalam hal hakim menjatuhkan

pemidanaan berupa perintah untuk dilakukan tindakan hukum berupa rehabilitasi atas
diri terdakwa, majelis hakim harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi
yang terdekat dalam amar putusannya, untuk menjatuhkan lamanya proses rehabilitasi,
hakim harus sungguh-sungguh mempertimbangkan kondisi atau taraf kecanduan
terdakwa sehingga wajib diperlukan adanya keterangan ahli dan sebagai standar dalam
proses terapi dan rehabilitasi.
5. KESIMPULAN

Hakim dalam menjatuhkan pemidanaan berupa rehabilitasi terhadap pengguna narkotika
yang telah dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika
merupakan makna dan hakikat pembaharuan hukum pidana dilihat dari sudut
pendekatan kebijakan sosial, yaitu upaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial
(termasuk masalah kemanusiaan) dalam rangka mencapai tujuan nasional (kesejahteraan
masyarakat). Tindakan rehabilitasi berupa rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial
terhadap korban penyalahgunaan narkotika dapat menjadikan hukum positif menjadi
lebih baik. Panti rehabilitasi keberadaannya sudah sangat mendesak, sehingga rencana
pembangunan tempat tersebut oleh pemerintah provinsi Bali melalui BNN di daerah
Bangli segera diwujudkan, sehingga pemulihan dapat berjalan sesuai dengan UU
UCAPAN TERIMA KASIH
Terimakasih kami ucapkan
- Puji Tuhan kami panjatkan, karena atas perkenan Beliau makalah ini dapat selesai
- Terima kasih kepada, panitia senastek 2015, yang telah memberikan kesempatan untuk
membuat makalah ini.
- Terima kasih kepada BNN Provinsi Bali, BNN Kota Denpasar, PN, PT, BAPAS, LAPAS,
POLDA Bali, atas data dan wawancara serta FGD nya
- Terima kasih adik-adik mahasiswa yang membantu wawancara dan pengolahan data
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
- Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Seminar Nasional Sains dan Teknologi (Senastek),Denpasar Bali 2015
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Syamsudin, Aziz, 2011, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta
Weda Darma Made, 1999, Kronik dalam Penegakan Hukum Pidana, Guna Widya, Jakarta
Widjaya A. W.,1985, Masalah kenakalan Remaja dan Penyalahgunaan Narkotika, Amirco,
Bandung
Internet:
http://www.gepenta.com/artikelMembangun+Paradigma+Dekriminalisasi+Korban+Pengguna+Nar
koba-.phpx diakses tanggal 22 September 2015
Peraturan Perundang-undangan :
Undang-Undang No. 35 Tentang Narkotika
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan UndangUndang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 23 Tahun 2010 Tentang Badan Narkotika Nasional
(BNN)
SEMA No. 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam
Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial