PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA RAGAM LISAN OLEH PAR KHATIB Dl KOTAMADIA BANDUNG : Studi Deskriptif terhadap Ragam dan Fungsi Bahasa.

PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA RAGAM LISAN
OLEH PARA KHATIB Dl KOTAMADIA BANDUNG
(Studi Deskriptif terhadap Ragam dan Fungsi Bahasa)

TESIS

diajukan kepada Panitia Ujian Tesis
Institut Keguruan dan IImu Pendidikan Bandung

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan
bidang Pengajaran Bahasa Indonesia

Oleh

Dudung Rahmat Kidayat
No.Pokok: 335/E.12/XIV- 6

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BANDUNG

1999

TESIS

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING
UNTUK MENEMPUH UJIAN TAHAP II

Pembimbing I

Prof.Dr.H.Yus Rusyana

Pembimbing II

Prof.Dr.H.J.S^Badudu

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN BANDUNG
1999


PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA RAGAM LISAN
OLEH PARA KHATIB Dl KOTAMADIA BANDUNG
( STUDI DESKRIPTIF TERHADAP RAGAM BAHASA )
ABSTRAK

Pemakaian bahasa itu beragam. Kesimpulan tersebut dirumuskan oleh para
ahli berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh di dalamnya. Siapa yang berbicara,
kepada siapa berbicara, dalam suasana apa pembicaraan itu dilakukan, apa yang
yang menjadi pokok pembicaraan dan apa tujuan pembicaraan itu, merupakan
faktor-faktor yang sangat menentukan terjadinya pemakaian bahasa dalam
masyarakat.

Bila melihat faktor-faktor di atas, maka sebagai salah satu bentuk komunikasi
lisan yang khas, khotbah diduga akan memiliki keragaman tersendiri, yang berbeda
dengan bentuk-bentuk komunikasi lisan lainnya. Karena itu yang menjadi persoalan
pokok adalah bagaimanakah ragam bahasa khotbah itu ?

Untuk sampai pada jawaban di atas, penulis melakukan penelitian lapangan
dan studi deskriptif terhadap wacana khotbah, yang penulis rekam dan kemudian
ditranskipsi apa adanya kedalam tulisan.Data tersebut dilengkapi pula oleh hasil

observasi dan wawancara, baik terhadap khatib itu sendiri, maupun khalayak. Lima
orang khatib yang dijadikan sampel penelitian ini. Setelah melalui proses analisis,
maka diperoleh gambaran yang banyak menarik perhatian penulis.
Adalah benar bahwa ragam bahasa khotbah, memiliki beberapa kesamaan
dengan ragam bahasa lisan pada umumnya. Struktur bahasa yang singkatdan
terpenggal-penggal, banyak dijumpai di dalamnya. Disamping itu, dijumpai juga
tuturan yang berulang. Kata-kata populer dan gaya-gaya retoris, mewarnainya pula.
Semua itu menunjukkan fenomena yang umum dijumpai dalam bentuk-bentuk
komunikasi lainnya.
Namun, inilah menariknya, bahwa ternyata ragam bahasa khotbah memiliki
karakteristik tersendiri. Ragam bahasa khotbah cenderung merupakan ragam
bahasa tidak baku. Ketidakbakukan tersebut disebabkan oleh banyaknya gejala
interferensi yang muncul di dalamnya, Gejala interferensi tersebut dijumpai pada
sitiap aspek kebahasaan, baik pada aspek fonologi, diksi, morfologi, sintaksis,
maupun wacana.

Munculnya gejala semacam itu dapat dipahami, yakni disebabkan oleh fungsi
khotbah itu sendiri yang merupakan bagian dari kegiatan yang formal ritual, yang
nota bene bersumber dari kaidah Alquran dan hadis yang berbahasa Arab.
Ciri lainnya ialah bahwa khotbah banyak diwarnai oleh nasihat dan ajakan.

Hal ini sesuai dengan makna khotbah itu sendiri (bahasa Arab ). Namun dalam
khotbah dijumpai pula pemyataan-pemyataan yang kritis dan prinsipiil sebagai
pendapat dan pemyataan khatib. Dengan demikian jadilah suasana khotbah itu
sebagai pendorong untuk berintrospeksi dan merenung, tidak hanya bagi pendengar
melainkan juga bagi khatib itu sendiri.

DAFATAR ISI

KATA PENGANTAR

i

UCAPAN TERIMA KASIH

ii

ABSTRAK

iv


DAFTARISI

v

DAFTARTABEL

viii

BAB1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

1

1.2 Identifikasi Masalah

3

1.3 Pembatasan Masalah


5

1.4 Perumusan Masalah

6

1.5Tujuan Penelitian

6

1.6 Manfaat Penelitian

7

1.7 Asu msi

8

1.8 Definisi Operasional


8

BAB 2 PEMAKAIAN BAHASA RAGAM LISAN DALAM KHOTBAH

2.1 Pemakaian Bahasa

9

2.1.1 Pelafalan

11

2.1.2 Bentuk Kata

12

2.1.3 Pilihan Kata

1*


2.1.4 Kalimat

15

2.2 Ragam Bahasa

18

2.2.1 Pengertian

18

2.2.2 Latar Belakang Timbulnya Keragaman Bahasa

19

2.3 Komunikasi dan Prinsip-prinsipnya Menurut Pendekatan Ragam

2.3.1 Pengertian Komunikasi


26

26

2.3.2 Timbulnya Keragaman dalam Komunikasi Lisan

27

2.3.2.1 Komunikasi Lisan

27

2.3.2.2 Keragaman Bahasa Lisan

30

2.4 Fungsi Bahasa

32


2.5 Kedwibahasaan

34

2.5.1 Kontak Bahasa

36

2.5.2 Interferensi

37

2.5.3 Alih Kode dan Campur Kode

38

2.6 Khotbah

40


2.6.1 Pengertian

40

2.6.1 Rukun dan Syarat-syarat Khotbah

42

2.6.3 Khotbah dan Prinsip-prinsip Komunikasi

44

BAB 3 METODE DAN PROSEDUR PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian

48

3.2 Sumber Data dan Prosedur Penentuan Sampel

49

3.3 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

52

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data

52

3.3.2 Teknik Analisis Data

53

BAB 4 DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA RAGAM LISAN DALAM KHOTBAH

4.1 Deskripsi Khotbah

55

4.1.1 Khotbah A(MN)

55

4.1.2 Khotbah B (TB)

75

4.1.3 Khotbah C (MA)

90

4.1.4 Khotbah D (MF)

104

4.1.5 Khotbah E (MAN)

123

4.2 Analisis Pemilihan Ragam Bahasa Para Khatib

139

4.2.1 Ragam Bahasa Baku

140

4.2.2 Ragam Bahasa Nonbaku

143
vi

4.2.3 Ragam Khas Para Khatib

159

4.3 Analisis Ciri Ragam Bahasa Lisan Para Khatib

163

4.3.1 Fonologi

163

4.3.2 Pilihan Kata (Diksi)

165

4.3.3 Pembentukan Kata (Morfologi)

167

4.3.4 Sintaksis

175

4.3.5 Wacana

189

4.4 Analisis Fungsi Bahasa Ragam Lisan Para Khatib

194

4.5 Analisis Isi /Pesan yang Disampaikan Para Khatib

201

BAB 5 PEMBAHASAN

207

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN

240

6.1.Simpulan

240

6.2.Saran

242

DAFTAR PUSTAKA

243

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran : 1. Transkripsi Khotbah

247

Lampiran : 2. Pedoman Wawancara

291

Lampiran : 3. Riwayat Hidup

298

vu

DAFTAR TABEL
Halaman

1. Gejala Fonemisasi KhatibA (Tabel 1)

54

2. Bentuk-bentuk Pemakaian Kata oleh Khatib A (Tabel 2 )

61

3. Gejala Fonemisasi Khatib B (Tabel 3)

74

4. Penggunaan Kata Asing/Daerah oleh Khatib C (Tabel 4)

82

5. Gejala Fonemisasi Khotbah C (Tabel 5)

89

6. Variansi Pengucapan Fonem IXI oleh Khatib B (Tabel 6)

90

7. Korelasi Kata Arab-Indonesia (Tabel 7)

91

8. Kata-kata Arab yang Digunakan Khatib D (Tabel 8)

95

9. Gejala Fonemisasi Khotbah D (Tabel 9)

104

10. Kata-kata Arab yang Digunakan Khatib D (Tabel 10)

113

11. Gejala Fonemisasi Khotbah E(Tabel 11)

123

12. Kata-kata Bahasa Arab yang Digunakan Khatib E (Tabel 12)

128

13. Gejala Fonemisasi Ragam Khotbah (Tabel 13)

140

14. Bahasa yang Berinterferensi terhadap Fonem Ragam Khotbah (Tabel 14)

142

15. Pemakaian Kosakata Arab oleh Para Khatib (Tabel 15)

144

16. Gejala Morfologisasi Ragam Khotbah (Tabel 16)

148

17. Gejala Pelesapan Imbuhan oleh Para Khatib (Tabel 17)

149

18. Gejala penambahan Imbuhan oleh Para Khatib (Tabel 18)

150

19. Sebab-sebab kerancuan Pembentukan Kata oleh Para Khatib (Tabel 19)... 152
20. Gejala Umum Ragam Khotbah Aspek Sintaksis (Tabel 20)

21. Isi dan Struktur Penyajian Khotbah (Tabel 21)

22. Bentuk- bentuk Wacana dalam Khotbah (Tabel 22)

156

.^j-s^s, 172

^Z&^&.X-m.$&

*X". v^V^'-v • '• endengarnya sebagai pihak yang hams dihormati, sebagaimana layaknya dalam pidatojidato pada umumnya. Kalimat sapaan "Hadirin, yang saya hormati" misalnya, lebih sering

diganti dengan "Hadirin, sidang Jum'at, yang Allah muliakan" atau "Hadirin, undangan Allah
yang berbahagia". Dalam teologi Islam, mesjid dipandang sebagai mmah Allah. Karena itu,
siapapun yang datang ke mesjid (misalnya, untuk mengikuti khotbah dan salat) dianggap
sebagai tamu Allah.

Jalannya khotbah yang penulis telaah adalah khotbah yang disampaikan serta merta,

spontanitas. Karena itu, tidak sedikit dijumpai kalimat-kalimat yang tidak jelas stmktur maupun

maknanya. Dalam satu kalimat terdapat lima klausa, bahkan ada pula yang lebih. Selain itu,
dijumpai pula kalimat yang hubungan antara unsur-unsumya tidak jelas, penempatan

konjungsi dan kedudukan fungsi-fungsi kalimatnya kacau. Banyaknya kalimat efektif temyata
tidaklah sama antara khatib yang satu dengan khatib yang lainnya. Latar belakang pendidikan

serta jumlah "jam terbang" mempakan faktor penting yang berpengaruh terhadap efektivitas
pemakaian bahasa para khatib.

Apa yang penulis kemukakan di atas mempakan fenomena kebahasaan yang memang

tidak hanya dijumpai dalam ragam khotbah, tetapi juga terdapat dalam ragam komunikasi
lisan lainnya. fenomena kebahasaan yang penulis kemukakan di atas dapat dibandingkan

dengan rri umum komunikasi lisan yang diberikan Brown &Yule (1983:12). Dari delapan ciri
komunikasi lisan—lebih lengkapnya lihat Bab II tentang Landasan Teori- yang diberikan
Brown dan Yule, tiga diantaranya dijumpai dalam ragam khotbah.

1) Kalimat bahasa lisan banyak yang tidak terstruktur apabila dibandingkan dengan bahasa
tulisan, yakni: (a) bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan hanya
urutan-urutan frasa sederhana; (b) bahasa lisan secara khusus memuat lebih sedikit

kalimat subordinat; (c) dalam komunikasi lisan, kalimat-kalimat pendek dapat diobservasi
dan biasanya berbentuk kalimat-kalimat deklaratif.
2) Penutur dapat menjaring ekspresi lawan.

3) Penutur sering mengulangi beberapa bentuk kalimat.

209

Terjadinya kekeliruan-kekeliruan kalimat atau yang disebut kalimat efektif, dalam
Dmunikasi lisan dianggap sebagai sesuatu yang wajar. Hal tersebut disebabkan oleh

empitnya kesempatan bagi para penutur (khatib) untuk memikirkan ketepatan bahasa yang
kan digunakannya. Berbeda dengan komunikasi tulis, dalam hal ini penulis memiliki kalimatalimat yang akan disusunya. Namun demikian, menurut Rusyana (1984: 144) sesuatu yang

idak jelas dalam komunikasi lisan dapat saja langsung dikoreksi atau dibetulkan pada saat

tu juga. Apa yang dianggap tidak jelas oleh pendengar dapat langsung ditanyakan pada
Dembicara. dalam konteks komunikasi lisan lainnya, apa yang dikemukakan Rusyana

memang bisa berlaku demikian. Tetapi dalam konteks komunikasi khotbah hal tersebut

merupakan sesuatu yang tidak mungkin dilakukan. Jangankan untuk protes dan angkat
tangan untuk bertanya, sekedar mengucap "uh" pun sebagai tanda kecewa, dalam suasana
khotbah merupakan sesuatu yang dilarang. Siapapun yang melanggar ketentuan tersebut,

dianggap batal jum'atnya. Sesuatu yang tidak jelas oleh para pendengar harus diterima apa
adanya.

Batasan-batasan yang mengatur tata cara berkhotbah memang lebih ketat bila

dibandingkan dengan bentuk komunikasi lisan (pidato) lainnya, baik itu peraturan yang

menyangkut khatib sendiri maupun bagi para pendengamya. Khususnya tentang tata

peraturan yang diberiakukan bagi para khatib ,Taufik (1980: 21-22) memmuskannya sebagai
berikut, yakni bahwa khotbah itu hams (1) objektif, (2) menanamkan tauhid, rukun iman, dan
mkun Islam , (3) diawali dengan pembacaan ayat-ayat suci Alquran, (4) sopan santun, (5)
tidak kasar dalam mengutarakannya, (6) selalu beriandaskan ayat-ayat Alquran dan hadis

Nabi, (7) motivatif, yakni berupa pengarahan, pembinaan karakter, dan pemantapan
keyakinan, dan (8) dalam penutup diakhiri dengan do'a.

Dengan demikian, walaupun khotbah memiliki banyak persamaan dengan bentukbentuk pidato atau komunikasi lainnya, tetapi khotbah pun memiliki karakteristik tersendiri.
Kekhasan tersebut dimungkinkan oleh adanya pengamh dari situasi dan kondisi yang

melatarbelakanginya, Khotbah jum'at misalnya karena beriangsung di tempat ibadah (mesjid)
yang mmah Allah itu, maka etika khotbah termasuk di dalamnya pemilihan bahasa dan tema

210

amslah yang sopan dan kontekstual. Kehadiran seseorang ke dalam mesjid tidak lain adalah
una mendekatkan diri kepada-Nya. la terikat dan bersandar pada eksistensi kehambaan
ntuk selalu merendahkan diri dan melaksanakan ketaatan kepada-Nya.

Seorang khatib yang mungkin dalam pidato-pidato umum senang humor, maka dalam
chotbahnya ia hams menjagaperkataanya agar tidak tergoda untuk melakukan kebiasaannya

tu. Seorang khatib yang melucu berarti ia mengundang tawa para pendengamya, sedangkan
tertawa dalam suasana khotbah mempakan sesuatu yang tertarang. Demikianlah suasana

dalam khotbah beriangsung serius. Karena itu tidak jarang, dijumpainya para pendengar yang

terielap disaat khotbah itu beriangsung. Tampak banyak cara yang dilakukan para khatib
dalam menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan itu. Suatu langkah umum, dan ini hanya

dijumpai dalam ragam khotbah, para khatib mengutip ayat Alquran atau pun hadis. Kalau
tidak yang bersifat jaminan sorga (reward), maka yang dikemukakan khatib adalah yang
bersifat "ditawarkan"khatib dengan tujuan menggugah dan memotivasi para pendengar untuk

mengikuti apa yang dinasehatkan, paling tidak tertarik pada apa yang disampaikannya.
5.1.2 Ragam Baku dan Tidak Baku

Berdasarkan ciri-ciri kebakuan bahasa yang diberikan Kridalaksana (1996: 4) temyata

bahwa dalam khotbah terkandung unsur-unsur kebakuan bahasa. Unsur-unsur kebakuan itu
tampak pada hal-hal berikut.

(1) Eksplisitas penggunaan konjungsi. Sebagai contoh, adalah sebagaimana yang

tampak pada kalimat A.137, B.5, C.31, D.21, dan kalimat E.128. Dalam kalimat-kalimat
tersebut khatib menyatakan konjungsi secara dieksplisitkan. Namun demikian, secara

keselumhan penulis mengakui bahwa kalimat tersebut masih belum baku benar, bilah hams

dikaitkan dengan cara khatib melafalkan fonem (A.29. A.99, A.106, B.3, B.4, B.34, C.3, C.19,
C.28, D.78, D.93, D.107, E.219, dan E.115) dan pemilihan kata (A.52, A.53, B. 27, B.38,
B.68, B.97, C.36, C.39. D.6, D.13, D.46, E.63, dan E. 93).

(2) Penggunaan fungsi gramatikal secara eksplisit Yang dimaksud fungsi gramatikal
oleh Kridalaksana adalah jabatan atau bagian-bagian kalimat yang berperan menandai

211

amatikal-tidaknya suatu kalimat. Bagian-bagian kalimat yang dimaksudkannya itu adalah

ibjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), atau keterangan (K). Salah satu ciri
alimat yang menumt KBBI adalah terpenuhinya syarat minimal fungsi subjek dan predikat
;alimat inti). Berdasarkan kandungan fungsi-fungsi yang membentuknya, kalimat-kalimat

ang digunakan khatib pada umumnya memenuhi fungsi minimal itu. Contohnya, tampak
ada kalimat A.17, A.116, B.2, B.24, B.67, C.30, C.43, C.48, D.5, D.49, D.116, E.1, E.21, dan
=.51.

Yang menarik dalam hal ini bahwa untuk menjumpai kalimat yang betul-betul
jerstmktur dasar S-P, S-P-O, atau S-P-O-K, temyata sangat sulit. Yang ada justm, variasi-

/ariasi pola kalimat yang beragam jumlahnya. Berdasarkan hasil analisis, dalam kalimatara khatib menggunakan panggilan "mereka". Gejala tersebut dijumaoi hampir pada semua