Jangan lupa jati diri sejarah

Suara Pembaruan

Opini & Editorial

Rabu, 11 Juni 2014

A 11

Jangan Lupakan Sejarah

Solita Sarwono dan Santo KoeSoebjono

S

etiap negara mempunyai
penduduk dari beberapa generasi, mulai bayi yang baru
lahir sampai dengan kelompok
usia lanjut. Generasi tua memiliki
kenangan masa lalu yang lebih
panjang daripada generasi muda.
Makin panjang usia seseorang,

makin banyak hal yang dialami
dan dilihatnya dan makin luas wawasannya dalam menilai/memandang suatu peristiwa alam, kejadian dalam kehidupan sosial maupun peristiwa politik. Anak muda
belum sempat melihat banyak hal
sehingga kurang luas wawasannya.
Hal-hal di masa lalu yang tidak dialami oleh generasi muda,
tidaklah mereka ketahui/kenal,
kecuali jika diceritakan oleh
generasi yang lebih tua. Misalnya,
kita semua ingat peristiwa letusan
Gunung Kelud tahun lalu yang
abunya sampai ke Jawa Barat.
Namun anak-anak balita sekarang, apalagi generasi yang belum
lahir, tidak ingat bahkan tidak tahu tentang letusan itu kecuali jika
kelak mendengarnya dari cerita
orangtua, kakek-nenek, membaca
arsip koran atau buku sejarah (jika
kejadian itu dimasukkan ke dalam
pelajaran sejarah/geografi).
Dewasa ini dengan meningkatnya jumlah perempuan yang
bekerja sehingga menunda usia

pernikahan dan menunda waktunya menjadi ibu, perbedaan usia
antara anak dan ibu menjadi lebih
besar dibandingkan dengan beberapa puluh tahun yang lalu. Apa
yang dialami sang ibu ketika ma-

sih kecil, sangatlah berbeda dengan dunia di mana sang anak
kini hidup. Oleh karena itu, ceritacerita kehidupan masa kanakkanak dari ayah-ibu akan
melengkapi pandangan dan dapat
dijadikan perbandingan oleh si
anak dalam memandang dan
menjalani hidupnya.
Persepsi seseorang terhadap
suatu objek atau kejadian
dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, sosial-ekonomi dan
masa lalu atau pengalamannya.
Oleh karenanya persepsi orang
terhadap suatu objek/kejadian
akan berbeda-beda. Orang yang
tidak mengalami sendiri kejadian

itu akan mendengarnya dari orang
lain berdasarkan persepsi dan
pengalaman orang (narasumber)
tersebut. Makin banyak
narasumber yang memberikan
informasi, makin luas pemahaman
seseorang tentang obyek atau
kejadian tersebut.
Penularan informasi antar
kelompok dan antargenerasi dapat
berbentuk tulisan/rekaman
maupun lisan. Jika penularan
informasi itu dibuat dalam bentuk
tulisan atau rekaman (foto, film,
video) maka akan tetap diingat
oleh generasi penerus, sedangkan
informasi lisan makin lama makin
luntur, terlupakan oleh bangsa,
seiring dengan punahnya generasi
tua.

Setengah abad yang lalu,
misalnya, empat sekawan pemuda
Inggris menggegerkan dunia
dengan musik dan nyanyian
mereka. Kelompok The Beatles

dengan lagu-lagunya, gaya rambut
dan pakaiannya membuat banyak
gadis bereaksi histeris ketika
menonton pertunjukan mereka.
Kemudian terjadi perubahan pada
The Beatles, dua anggotanya meninggal dunia dan band itu terpecah. Meski demikian di banyak
negara tetap ada kelompok yang
menyukai lagu-lagu Beatles dan
mengabadikannya dalam bentuk
rekaman musik maupun film,
bahkan ada band yang meniru The
Beatles. Dengan demikian generasi yang baru lahir puluhan tahun
kemudian pun sampai sekarang
masih dapat menikmati ketenaran

anak-anak muda Inggris tersebut.
Kejadian yang hanya dialami
oleh seseorang akan ditularkan
kepada orang lain, diwarnai dengan interpretasi pribadi dan emosi yang timbul pada saat orang itu
mengalami kejadian tersebut.



Persepsi seseorang
terhadap suatu obyek
atau kejadian
dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan,
sosial-ekonomi dan
masa lalu atau
pengalamannya.
Oleh karenanya
persepsi orang
terhadap suatu objek/
kejadian akan

berbeda-beda.
Kejadian yang menyangkut
orang banyak akan diberi ‘warna’
oleh banyak orang dari aneka aspek: emosi, sosial-budaya, ekonomi, bahkan politik. Para penutur
mengemukakan persepsi masingmasing yang kemudian akan
membentuk persepsi kolektif –
pandangan sekelompok orang.
Hanya saja kadang-kadang persepsi kolektif itu didominasi oleh
pandangan beberapa orang tertentu yang dianggap paling tahu tentang hal itu, atau yang memegang

kekuasaan.
Misalnya, untuk menyembunyikan peristiwa konflik antar kelompok, pemerintah suatu negara
dapat melakukan sensor ketat terhadap pandangan individu, masyarakat dan media massa yang
‘warnanya’ berbeda dengan yang
diinginkan oleh penguasa. Dengan
demikian cerita yang beredar setelah disensor itu kelak akan memberikan informasi yang tidak
lengkap, bahkan keliru, kepada
generasi berikutnya yang tidak
mengalami konflik tersebut.
Terjadi distorsi sejarah karena

sensor.
Suatu contoh sensor sejarah
adalah gerakan generasi muda
menentang pemerintah Tiongkok
di lapangan Tiananmen, Beijing,
25 tahun yang lalu. Rakyat
Tiongkok dilarang membicarakan
apa yang terjadi pada saat itu.
Ratusan bahkan ribuan orang
yang dituduh terlibat dalam demonstrasi itu dipenjarakan atau
dibunuh. Para korban yang masih
hidup tidak berani menceritakan
apa yang sebenarnya terjadi sehingga generasi pasca Tiananmen
tidak tahu bahwa ada peristiwa
penting pada awal Juni 1989.
Oleh karena itu pada awal Juni
2014 sekalipun lapangan
Tiananmen dijaga sangat ketat
oleh tentara untuk mencegah terjadinya demo, hanya beberapa gelintir orang datang untuk memperingati peristiwa yang dikenal di
seluruh dunia dengan foto seorang

mahasiswa menghadang konvoi
kendaraan tank militer. Anak muda di Tiongkok kini lebih disibukkan dengan kepentingan mengembangkan karir dan mengikuti gaya
hidup modern bagi diri sendiri
dan keluarganya, daripada memikirkan masalah-masalah yang dihadapi bangsanya.
Di Argentina terjadi pemutarbalikan fakta sejarah. Pada tahun
1970-an terjadi kudeta militer
yang mengakibatkan ribuan penduduk Argentina hilang tanpa bekas. Rupanya pemerintah menutupi peristiwa kudeta tersebut sehingga generasi muda tidak tahu
apa yang sebenarnya terjadi. Para
pejabat yang terlibat dalam geno-

cide itu tidak diadili, bahkan sebagian tetap diberi jabatan tinggi
dalam pemerintahan. Hanya para
janda dan anak-anak korban pembunuhan massal itu sajalah yang
melakukan demonstrasi setiap tahun menuntut keadilan, tetapi generasi muda tidak menghiraukannya. Kudeta militer di Argentina
kembali muncul sebagai berita
ketika putri salah seorang mantan
Menteri yang terlibat dalam pembunuhan massal warga itu akan
menikah dengan putra mahkota
Belanda. Sekarang sebagai Ratu,
m e nda m pi ngi Ra j a Wi l l e m

Alexander, Maxima populer dan
disukai rakyat Belanda. Latar belakang ayahnya yang hitam di
Argentina tidak dibicarakan lagi.
Tampaknya generasi muda kurang berminat mengenal sejarah.
Hanya sedikit sekali anak muda
yang berusaha mencari tahu tentang hal-hal yang terjadi di masa
lalu. Sejarah dianggap sesuatu
yang abstrak, yang diterima ‘seperti apa adanya’, tanpa keinginan
untuk mencari informasi yang benar tentang apa yang telah terjadi.
Perhatian generasi muda lebih terfokus pada masa kini dan masa
depan, padahal ada pepatah “sejarah akan terulang kembali” (history repeats itself).
Agar sejarah suatu bangsa tidak hilang terlupakan, generasi
tua wajib menularkan pengetahuannya kepada generasi penerus
tentang kejadian masa lalu serta
melibatkan mereka untuk secara
aktif meneruskan informasi ini
kepada masyarakat maupun ke
generasi berikutnya. Apalagi persepsi kolektif pada suatu masa
dapat berubah di masa depan.
Seseorang atau suatu peristiwa

yang dianggap buruk pada satu
zaman, dapat menjadi idola atau
kondisi yang diidamkan oleh masyarakat puluhan tahun kemudian.
Kita perlu belajar dari sejarah
yang dapat ditularkan sejak kecil
dalam lingkungan keluarga.
Bangsa yang besar adalah bangsa
yang tidak melupakan sejarahnya.
Penulis adalah Psikolog, sosio(solita sarwono) dan ekonom,
demograf (santo koesoebjono).
keduanya tinggal di belanda

log

Harian Umum Sore

Suara Pembaruan

Mulai terbit 4 Februari 1987 sebagai kelanjutan dari harian umum sore SINAR HARAPAN yang terbit pertama 27 April 1961.
Penerbit: PT Media Interaksi Utama

SK Menpen RI Nomor 224/SK/MENPEN/SIUPP/A.7/1987
Presiden Direktur: Theo L Sambuaga, Direktur: Randolph Latumahina, Drs Lukman Djaja MBA
Alamat Redaksi: BeritaSatu Plaza, lantai 11
Jl Jend Gatot Subroto Kav 35-36 Jakarta-12950, Telepon (021) 2995 7500, Fax (021) 5277 981
BeRitA SAtu MeDiA HolDingS: President Director: Theo L Sambuaga, Chief executive officer: Sachin Gopalan, Director of Digital Media: John Riady,
general Affairs & Finance Director: Lukman Djaja, Marketing & Communications Director: Sari Kusumaningrum,
Dewan Redaksi: Sabam Siagian (Ketua), Tanri Abeng, Markus Parmadi, Soetikno Soedarjo, Baktinendra Prawiro MSc, Dr Anugerah Pekerti, Ir Jonathan L Parapak MSc, Bondan Winarno, Didik J Rachbini Penasihat Senior: Samuel Tahir
Redaktur Pelaksana: Aditya L Djono, Dwi Argo Santosa, Asisten Redaktur Pelaksana: Anselmus Bata, Asni Ovier Dengen Paluin, Redaktur: Alexander Madji, Bernadus Wijayaka, Gatot Eko Cahyono, Irawati Diah Astuti, Marselius Rombe Baan,
Marthin Brahmanto, M Zainuri, Noinsen Rumapea, Syafrul Mardhy Pasaribu, Surya Lesmana, Yuliantino Situmorang, Unggul Wirawan, Asisten Redaktur: Agustinus Lesek, Elvira Anna Siahaan, Heri S Soba, Jeis Montesori, Jeany A Aipassa, Kurniadi,
Sumedi Tjahja Purnama, Steven Setiabudi Musa, Willy Masaharu Staf Redaksi: Ari Supriyanti Rikin, Anastasia Winanti, Carlos KY Paath, Dina Manafe, Deti Mega Purnamasari, Erwin C Sihombing, Fana FS Putra, Gardi Gazarin, Haikal Pasya, Hendro
D Situmorang, Hotman Siregar, Joanito De Saojoao, Lona Olavia, Miko Napitupulu, Natasia Christy Wahyuni, Novianti Setuningsih, Robertus Wardi, Ruht Semiono, Siprianus Edi Hardum, Yeremia Sukoyo, Yohannes Harry D Sirait, Dewi Gustiana
(Tangerang), Laurensius Dami (Serang), Stefy Thenu (Semarang), Muhammad Hamzah (Banda Aceh), Henry Sitinjak, Arnold H Sianturi (Medan), Bangun Paruhuman Lubis (Palembang), Radesman Saragih (Jambi), Usmin (Bengkulu), Margaretha
Feybe Lumanauw (Batam), I Nyoman Mardika (Denpasar), Sahat Oloan Saragih (Pontianak), Barthel B Usin (Palangkaraya), M. Kiblat Said (Makassar), Fanny Waworundeng (Manado), Adi Marsiela (Bandung), Fuska Sani Evani (Yogyakarta), Robert
Isidorus Vanwi (Papua), Vonny Litamahuputty (Ambon), Kepala Sekretariat Redaksi: Rully Satriadi, Koordinator tata letak: Robert Prihatin, Koordinator grafis: Antonius Budi Nurcahyo.
gM iklan: Sri Rejeki Listyorini, gM Sirkulasi: Dahlan Hutabarat, gM Marketing&Communications: Enot Indarnoto, Alamat iklan: BeritaSatu Plaza, lantai 9, Jl Jend Gatot Subroto Kav 35-36 Jakarta-12950, Rekening: Bank Mandiri Cabang
Jakarta Kota, Rek Giro: A/C.115.008600.2559, BCA Cabang Plaza Sentral Rek. Giro No. 441.30.40.755 (iklan), BCA Cabang Plaza Sentral Rek. Giro No. 441.30.40.747 (Sirkulasi), Harga langganan: Rp 75.000/ bulan, Terbit 6 kali seminggu.
Luar Kota Per Pos minimum langganan 3 bulan bayar di muka ditambah ongkos kirim.
Alamat Sirkulasi: Hotel Aryaduta Semanggi, Tower A First Floor, Jl Garnisun Dalam No. 8 Karet Semanggi, Jakarta 12930, Telp: 29957555 - 29957500 ext 3206 Percetakan: PT Gramedia

http://www.suarapembaruan.com e-mail: [email protected]

Wartawan Suara Pembaruan dilengkapi dengan identitas diri.
Wartawan Suara Pembaruan tidak diperkenankan menerima pemberian dalam bentuk apa pun dalam hubungan pemberitaan.