LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II KESETIM (1)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II
KESETIMBANGAN UAP-CAIR PADA SISTEM BINER

Oleh
Nama

: Luki Aprilliya S

NIM

: 121810301026

Kelompok

:6

Asisten

: Rizqon

LABORATORIUM KIMIA FISIKA

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB 1. PENDAHULUAN

I.1Latar Belakang
Larutan adalah fase yang homogen yang mengandung lebih dari satu komponen.
Apabila sistem hanya terdiri dari dua zat maka disebut larutan biner, seperti alkohol dalam air.
Menurut sifatnya dikenal larutan ideal dan non ideal. Jika larutan diuapkan sebagian, maka
mol fraksi dari masing-masing penyusun larutan tidak sama karena ”volatilitas”, (mudahnya
menguap) dari masing-masing penyusunnya berbeda. Uap relatif mengandung lebih banyak
zat yang lebih volatil dari pada cairannya. Hal ini dapat dilihat dari diagram kesetimbangan
uap dan cairan pada tekanan tetap dan suhu tetap.
Suatu campuran biner akan membentuk suatu kesetimbangan, yaitu kesetimbangan
uap-cair. Kesetimbangan uap cair dapat ditentukan ketika ada variabel yang tetap (konstan)
pada suatu waktu tertentu. Saat kesetimbangan ini terjadi, kecepatan antara molekul-molekul
campuran yang membentuk fase uap sama dengan kecepatan molekul-molekulnya
membentuk cairan kembali. Contoh nyata penggunaan data termodinamika kesetimbangan

uap-cair yaitu dalam berbagai metoda perancangan kolom distilasi packed column dan try
column. Salah satu contoh aplikasi dari percobaan kesetimbangan uap cair ini adalah
pembuatan tabung gas LPG. Proses pembuatan tabung gas LPG ini menggunakan prinsip
distilasi, yaitu tekanan uap dalam tabung bila semakin besar akan mengubah gas di dalam
tabung menjadi cair. Berdasarkan fakta diatas, maka percobaan kesetimbangan uap-cair pada
sistem binair ini dilakukan.

I.2Tujuan percobaan
- Mempelajari sifat larutan biner dengan membuat diagram temperatur versus komposisi,
dengan menentukan indeks biasnya.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MSDS (Material Safety Data Sheet)
2.1.1 Etanol
Etanol berwujud cair dan tidak berwarna dengan aroma seperti alcohol. Berat molekul
etanol ± 46,08 g mol-1 dan dapat mendidih pada suhu 78o C serta meleleh pada suhu -117o C.
Etanol cenderung mudah larut dalam air, baik air dingin maupun air panas. Etanol berbahaya
bila terjadi kontak langsung dengan mata dan kulit. Penanganan yang dapat dilakukan bila
terjadi kontak langsung dengan etanol yaitu bila terjadi kontak langsung dengan mata, mata

segera dibasuh dengan air selama ± 15 menit dengan mata terbuka. Penanganan bila terjadi
kontak langsung dengan kulit harus segara menyiran bagian kulit yang kena cairan dengan air
yang banyak dan segera menutupi bagian kulit, serta melepaskan pakaian dan sepatu yang
terkontaminasi. Penanganan bila terhirup yaitu segera pindah ke tempat dengan udara yang
lebih segar, bila tidak bernapas maka diberi napas buatan atau bantuan oksigen. Penanganan
bila tertelan yaitu jangan memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang tidak sadar
dan segera hubungi dokter (Anonim, 2015).
2.1.2 Aquades
Aquades disebut juga Aqua Purificata (air murni) H 2O dengan. Air murni adalah air
yang dimurnikan dari destilasi. Satu molekul air memiliki dua hidrogen atom kovalen terikat
untuk satu oksigen. Aquades merupakan cairan yang jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.
Aquades juga memiliki berat molekul sebesar 18,0 g/mol dan pH antara 5-7. Rumus kimia
dari aquades yaitu H2O. Aquades ini memiliki allotrop berupa es dan uap. Senyawa ini tidak
berwarna, tidak berbau dan tidak meiliki rasa. Aquades merupakan elektrolit lemah. Air
dihasilkan dari pengoksidasian hidrogen dan banyak digunakan sebagai bahan pelarut bagi
kebanyakan senyawa dan sumber listrik (Sarjoni, 2003).
2.2 Kesetimbangan Uap-Cair pada Sistem Biner
Larutan dapat didefinisikan sebagai suatu sistem homogen yang terdiri dari dua
komponen atau lebih. Istilah pelarut dan zat terlarut sebenarnya biasa dipertukarkan, tetapi
istilah pelarut biasanya digunakan untuk cairan, bila larutan terdiri dari padatan atau gas

dalam cairan. Istilah ini untuk jenis larutan lain biasa digunakan untuk menyatakan zat yang
terdapat dalam jumlah yang lebih banyak. Komponen–komponen yang terdapat dalam jumlah
yang lebih sedikit biasanya dinamakan zat terlarut (Bird,1993).

Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh, dan lewat jenuh. Larutan disebut jenuh pada
temperatur tertentu, bila larutan tidak dapat melarutkan lagi lebih banyak zat terlarut. Bila
jumlah zat terlarut kurang dari ini, disebut larutan tidak jenuh dan bila lebih disebut lewat
jenuh. Kemungkinan larutan banyak sekali, ada sembilan kemungkinan yaitu:
a. Larutan gas dalam gas
b. Larutan cairan dalam gas
c. Larutan zat padat dalam gas
d. Larutan gas dalam zat padat
e. Larutan cairan dalam zat padat
f. Larutan zat padat dalam zat padat
g. Larutan gas dalam cairan
h. Larutan cairan dalam cairan
i. Larutan zat padat dalam cairan.
Percobaan yang akan dilakukan menggunakan larutan gas dalam cairan. Kelarutan gas dalam
cairan tergantung jenis gas, jenis pelarut, tekanan dan temperatur (Sukardjo, 1989).
Larutan yang banyak dipakai sebagai model adalah larutan ideal. Larutan ini sedemikian

rupa sehingga interaksi antara partikel, lain jenis sama dengan yang sejenis. Interaksi itu
berupa daya tolak atau daya tarik sesamanya. Dengan kata lain, dalam larutan partikel satu
komponen tidak mempengaruhi partikel lain didekatnya. Energi yang dikandung komponen
larutan sebelum dan sesudah tercampur sama sehingga ΔH pencampuran nol. Artinya, dalam
pencampuran tidak ada kalor yang diserap atau dilepaskan (Syukri, 1999).
Suatu komponen (pelarut) mendekati murni jika komponen itu berperilaku sesuai dengan
Hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan fraksi mol. Beberapa
larutan menyimpang jauh dari Hukum Roult. Walaupun demikian, dalam hukum itu semakin
dipatuhi jika komponennya berlebih (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian. Bisa
dikatakan, bahwa hukum ini menerangkan pendekatan yang baik untuk pelarut selama larutan
ini encer (Atkins, 1999).
Semua komponen (pelarut dan zat terlarut) dalam larutan ideal mengikuti Hukum Roult
pada seluruh selang konsentrasi. Dalam semua larutan encer yang tak mempunyai interaksi
kimia di antara komponen-komponennya, Hukum Roult berlaku bagi pelarut, baik ideal
maupun tak ideal. Tetapi Hukum Roult tak berlaku pada zat terlarut pada larutan tak ideal
encer. Perbedaan ini bersumber pada kenyataan : molekul-molekul pelarut yang luar biasa
banyaknya. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam

lingkungan pelarut murni. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry,
bukan Hukum Roult (Petrucci, 1992).

Pengertian dari larutan ideal diadakan untuk perbandingan dengan larutan-larutan yang
biasa didapat yaitu larutan non ideal, disini akan ditinjau larutan ideal cairan dalam cairan jadi
merupakan suatu larutan zat cair biner. Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik antara
molekul – molekulnya sama, artinya gaya tarik antar molekul pelarut dan zat terlarut, sama
dengan gaya tarik molekul pelarutnya atau molekul zat terlarutnya (Sukardjo, 1989).
Larutan dapat dikatakan menjadi larutan ideal apabila larutan tersebut mempunyai ciriciri :
a. Homogen pada seluruh sistem mulai dari fraksi mol sampai 1.
b. Tidak ada entalpi pencampuran pada waktu komponen dicampur membentuk larutan
(ΔH Pencampuran = 0).
c. Tidak ada beda volume pencampuran artinya volume larutan = jumlah volume
komponen yang dicampur (ΔH Pencampuran = 0).
d. Memenuhi Hukum Roult.
Sifat komponen larutan ideal suatu zat akan mempengaruhi sifat komponen yang lain,
sehingga sifat larutan yang dihasilkan terletak diantara sifat kedua komponennya, contoh
sistim benzena – toulena. Sedangkan larutan non ideal adalah larutan yang tidak memiliki
sifat di atas. Larutan ini dibagi dua golongan yaitu :
a. Larutan non ideal deviasi positip yang mempunyai volume ekspansi, di mana akan
menghasilkan titik didih maksimum pada sistim campuran itu. Contoh: Sistem Aseton
– Karbondisulfida
b. Larutan non ideal deviasi negatif yang mempunyai volume kontraksi, di mana akan

menghasilkan titik didih minimum pada sistim campuran itu. Contoh: sistem benzena etanol dan sistim aseton – chloroform.
(Tim Kimia Fisik, 2015).
Larutan dikatakan ideal jika larutan tersebut mengikuti hukum Roult pada seluruh
kisaran komposisi sistem. Hukum Roult dalam bentuknya yang lebih umum didefinisikan
sebagai fugasitas dari tiap komponen dalam larutan yang sama dengan keadaan serta fraksi
molnya dalam larutan tersebut, yakni :
f1 = X1 . f1*
Sedangkan hubungan antara tekanan parsial dan komposisinya dalam larutan merupakan
pendekatan dalam hal larutan yang mempunyai komponen tekanan parsial kecil.
P1 = X1 . P1o

Dimana :
P1 = tekanan uap larutan
Po = tekanan uap larutan murni
X1 = mol fraksi larutan
Potensial kimia dari tiap komponen dalam larutan didefinisikan sebagai :
μ1 = μ1o + R T ln X1
(Dogra, 1990).
Dua fasa dikatakan berada dalam kesetimbangan jika temperatur, tekanan, dan potensial
kimia dari masing-masing komponen yang terlibat di kedua fasa bernilai sama. Ketika berada

dalam keadaan kesetimbangan, fraksi mol suatu komponen dari suatu campuran memiliki
nilai yang tertentu. Komponen yang lebih mudah menguap akan memilki nilai fraksi mol
yang lebih besar pada fasa uap dan sebaliknya. Sifat ini kemudian dimanfaatkan dalam proses
pemisahan dengan metode distilasi. Kemurnian suatu komponen yang mudah menguap akan
lebih baik pada fasa uap, fasa uap ini kemudian diambil untuk mendapatkan campuran dengan
kadar kemurnian yang lebih baik. Jika dikehendaki komposisi uap yang dalam kesetimbangan
dengan campuran air, tidak cukup bila hanya mengetahui sifat-sifat campuran cair pada
komposisi seperti itu saja; harus mengetahui sampai sejauh mana sifat-sifat itu (khususnya
energi Gibbs) bergantung pada komposisi. Pengaruh temperatur yang pokok pada
kesetimbangan uap-cair terdapat dalam tekanan uap komponen murni atau lebih tepatnya
dalam fugasitas zat cair komponen murni. Sementara koefisien aktivitas bergantung pada
temperatur sebagaimana halnya komposisi, ketergantungan itu biasanya kecil bila
dibandingkan dengan ketergantungan tekanan uap zat cair murni pada temperatur. Dalam
suatu campuran, kenaikan temperatur 10oC meningkatkan tekanan uap zat cair sebesar 1,5 - 2
kali. Oleh karena itu, kecuali pada perubahan temperatur yang besar sering lebih mudah bila
pengaruh temperatur terhadap energi Gibbs diabaikan saja ketika menghitung kesetimbangan
uap-cair (Reid, 1990).
Diagram fase suatu zat memperlihatkan daerah-daerah tekanan dan temperatur dimana
berbagai fase bersifat stabil secara termodinamis. Batas-batas antara daerah-daerah itu, yaitu
batas-batas fase memperlihatkan nilai P dan T dimana dua fase berada dalam kesetimbangan.

Jika suatu komponen pelarut mendekati murni, komponen itu berperilaku sesuai dengan
hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan fraksi mol. Beberapa
larutan menyimpang jauh dari hukum Roult. Walaupun demikian, dalam hal ini hukum itu
semakin dipatuhi jika komponen berlebihan (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian.

Bisa dikatakan bahwa hukum Roult ini menerangkan pendekatan yang baik untuk pelarut
selama larutan itu encer. Kimia memberi notasi kuantitatif yang berhubungan dengan zat
murni dengan superskrip, sehingga potensial kimia campuran A adalah μA, karena tekanan
uap cairan murni pada kesetimbangan kedua potensial kimiawi sama besar, sehingga
keduanya dapat dieliminasi (Atkins, 1999).
Secara umum hanya sedikit larutan yang memenuhi hukum Raoult. Larutan yang tidak
memenuhi hukum Raoult disebut larutan non ideal. Pada larutan ideal dari zat pelarut A dan
zat pelarut B, tarikan A-B sama dengan tarikan A-A dan B-B, sedangkan kalor pelarutan, ΔH (l)
= 0. Jika tarikan antara A-B lebih besar dari tarikan A-A dan B-B, maka proses pelarutan
adalah eksoterm dan ΔH(l) < 0. Misalnya pada campuran antara aseton (C 3H6O) dan kloroform
(CHCl3) terjadi ikatan hidrogen antara aseton dan kloroform sehingga tekanan uap larutan
lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang dihitung dengan hukum Raoult. Penyimpangan
dari hukum Raoult ini disebut dengan penyimpangan negatif (Hiskia, 1996).

BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
-

Set alat destilasi

-

Pipet

-

Pipet volume

-

Pipet Morh

-


Gelas Beaker

-

Piknometer

3.1.2 Bahan
-

Etanol

-

Akuades

3.2 Cara Kerja
Etanol dan Aquades
- ditentukan berat jenis masing-masing zat dengan menggunakan piknometer.
- dibuat pasangan kedua yaitu etanol : aquades dengan konsentrasi 20%, 40%,
60%, 80%, dan 100%.
- didestilasi setiap campuran, dicatat titik didih masing-masing.
- diambil distilat dengan pipet dan ditentukan konsentrasi serta residunya.
- dilakukan untuk setiap pencampuran lainnya.
- dibuat grafik standar n(konsentrasi) - X pada campuran yang belum didestilasi.
- didapat diagram T –X dari turunannya.

Hasil

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Massa

Kadar Etanol

Titik

Fraksi

Konsentra

Jenis

si (%)

(g/mL)

0

0,9735

-

-

-

-

20

0,9578

-4,2611

8,431

85

0,087

40

0,9293

-2,70

7,186

83

0,198

60

0,9249

-0,0997

7,286

80

0,355

80

0,8346

4,0893

5,934

79

0,571

100

0,7576

-

8,015

-

1,00

Residu

Destilat

didih (°
C)

Mol

4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini dilakukan percobaan tentang kesetimbangan uap-cair pada sistem
biner. Larutan biner adalah larutan yangg mengandung dua atau lebih zat yg dapat melarut
dengan sempurna. Larutan biner memiliki sifat yang sama dengan larutan ideal yaitu
homogen pada seluruh sistem mulai dari mol fraksi 0-1, tidak ada entalpi pencampuran pada
waktu komponen-komponen di campur membentuk larutan (ΔH pencampuran = 0), tidak ada
volume pencampuran artinya volume larutan = jumlah volume komponen yang dicampurkan
(ΔVpencampuran = 0) dan memenuhi hukum Roult P 1= X1P°. Percobaan kali ini digunakan
campuran etanol dengan aquades sebagai sampelnya.
Langkah pertama yang dilakukan pada percobaan kali ini adalah membuat larutan dari
alkohol 99,99% dengan berbagai konsentrasi dengan cara mengencerkannya dengan aquades.
Variasi konsentrasi yang dicari antara lain 20, 40, 60, 80 dan 100%.

Pengenceran ini

dilakukan dari konsentrasi yang paling kecil, hal ini bertujuan agar tidak lama dalam proses
pengenceran. Apabila pengenceran dilakukan dari konsentrasi yang besar maka kita akan
mencuci alat terlalu sering dan hal inilah yang akan menyebabkan banyak waktu yang
terbuang. Setelah pengenceran dilakukan didapatkan volume larutan sebanyak 25 mL.
Larutan ini kemudian diuji massa jenisnya menggunakan piknometer. Piknometer adalah alat
yang digunakan untuk mengukur massa jenis suatu zat cair. Tujuan dari penimbangan
piknometer ini adalah untuk memudahkan dalam perhitungan massa jenis suatu zair cair.
Setelah itu, dimasukkan 10 mL larutan kedalam piknometer tersebut lalu ditimbang. Hasil ini

digunakan untuk menentukan massa jenis larutan dengan berbagai konsentrasi tersebut. Hasil
perhitungan dari percobaan ini didapatkan massa jenis campuran dari konsentrasi 0 sampai
100% diperoleh massa jenis sebesar 0,9735; 0,9578; 0,9293; 0,9249; 0,8346; dan 0,7576
g/mL. Hasil ini menunjukkan bahwa hubungan antara massa jenis dengan konsentrasi
berbanding terbalik, dimana semakin besar konsentrasinya maka massa jenis suatu larutan
akan semakin menurun. Adapun grafik antara massa jenis dengan konsentrasi adalah:

Massa Jenis

Kurva Massa Jenis vs Konsentrasi
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0

f(x) = - 0x + 1
R² = 0.87

0

massa jenis
Linear (massa jenis)

20 40 60 80 100 120
Konsentrasi

Gambar 1. Kurva antara massa jenis dengan konsentrasi
Langkah selanjutnya yaitu pengujian komposisi alkohol dalam campuran sebelum
dilakukan proses destilasi. Perlakuan ini bertujuan untuk mengetahui berapa besar komposisi
alkohol yang ada dalam campuran. Perlakuan ini dilakukan dengan menggunakan alat yaitu
sensor alkohol. Prinsip kerja sensor alkohol ini adalah sensor menghisap zat alkohol yang
sifatnya volatil (mudah menguap) dan zat lain yang menguap sehingga uap tersebut akan
mengakibatkan hambatan sensor turun serta membuat tegangan beban naik, makin besar
konsentrasi gas nilai V ini akan naik. Cara mengoperasikannya yaitu dengan mengaktifkan
aplikasi pada PC yang telah terhubung pada suatu rangkain alat yang memiliki ujung sensor
seperti speaker kecil, setelah aplikasi tersebut siap dioperasikan maka speaker kecil tersebut
diletakkan pada mulut botol. Peletakkannya harus pas agar tidak ada alkohol yang menguap
dan nilai yang dihasilkan sesuai. Setelah itu, diklik tombol run dan tunggu beberapa saat
sampai nilai yang dihasilkan menyimpan secara otomatis.
Perlakuan selanjutnya yaitu destilasi. Destilasi atau penyulingan adalah suatu proses
penguapan yang diikuti pengembunan. Distilasi dilakukan untuk memisahkan suatu cairan
dari campurannya sehingga komponen lain tidak ikut menguap. Prinsip kerja distilasi ini
berdasarkan perbedaan titik didih, dimana titik didih yang lebih besar akan menguap terlebih
dahulu. Campuran didestilasi sebanyak 15 mL untuk masing-masing konsentrasi 20-100%.
Pada saat destilasi ini akan diperoleh titik didih alkohol. Titik didih yang diperoleh saat

distilasi masing-masing konsentrasi antara lain 85, 83, 80, 79, dan 76oC. Hal ini sudah sesuai
dengan literatur yang ada, dimana titik didih akan menurun seiring bertambahnya konsentrasi.
Alkohol bersifat mudah menguap karena alkohol merupakan senyawa volatil, sehingga
semakin besar konsentrasinya maka akan semakin besar pula kecepatan menguapnya. Hal ini
menyebabkan alkohol pada konsentrasi lebih tinggi akan mendidih pada suhu yang lebih
rendah. Hasil detilasi yang berupa destilat kemudian diuji komposisi alkoholnya
menggunakan sensor alkohol. Hasil pengukuran, didapatkan persentase volume rata-rata pada
variasi konsentrasi ini antara lain berturut-turut 8,431; 7,186; 7,286; 5,934 dan 8,015. Hasil
ini kemudian digunakan untuk menghitung fraksi mol atau komposisi alkohol yang terdapat
dalam destilat tersebut. Hasil perhitungan fraksi mol yang diperoleh yaitu 0,087; 0198; 0,355;
0,571 dan 1. Hasil ini kemudian diplotkan dalam suatu kurva antara suhu pada saat alkohol
mendidih dan komposisi. Berikut ini adalah kurva antara suhu dengan komposisi:

Komposisi Etanol (%)

Titik Didih Vs Komposisi etanol (%)
120
100
80
60
40
20
0

f(x) = - 10.84x + 939.08
R² = 0.93

Komposisi etanol (%)
Linear (Komposisi etanol
(%))

78 79 80 81 82 83 84 85 86
Titik Didih

Gambar 2. Kurva antara suhu dengan komposisi etanol (%)

Kurva antara Fraksi Mol dengan Destilat juga dapat diplotkan dari data yang diperoleh.
Berikut ini adalah kurva antara Fraksi Mol dengan Destilat alkohol :

Alkohol Destilat

Fraksi Mol Vs Alkohol Destilat
10
8
6
4
2
0

f(x) = - 0.29x + 7.5
R² = 0.01

0

0.2

0.4

0.6

Linear ()

0.8

1

1.2

Fraksi mol

Gambar 3. Kurva antara Fraksi mol dengan alkohol destilat
Perlakuan selanjutnya yaitu menguji komposisi alkohol pada residu. Hasil uji didapatkan
persentase volume alkohol residu berturut-turut yaitu -4,2611; -2,70; -0,0997; 4,0893 dan 0.
Hasil ini kemudian diplotkan dalam kurva antara fraksi mol dengan komposisi pada residu.
Kurva antara fraksi mol dengan komposisi residu sebagai berikut:

Komposisi Alkohol Residu

Fraksi Mol Vs Komposisi Alkohol Residu
5
4
3
2
1
0
-1 0
-2
-3
-4
-5

f(x) = 5.2x - 2.89
R² = 0.35
0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

Linear ()

Fraksi Mol

Gambar 4. Kurva antara fraksi mol dengan komposisi pada residu
Berdasar data diatas, komposisi alkohol yang dihasilkan pada destilat dan residu
berbeda. Pada residu, kandungan alkoholnya cukup rendah karena masih dalam bentuk
campuran antara alkohol dan aquades sedangkan pada destilat komposisinya lebih tinggi
karena yang terkandung dalam destilat adalah alkohol murni. Hal ini sesuai literatur yang ada
dimana destilat akan memiliki komposisi alkohol lebih besar dibanding dengan sebelum
didestilasi. Azeotrop merupakan suatu keadaan dimana campuran yang uapnya mencapai

komposisi yang sama dengan cairan, sehingga akan terjadi penguapan tanpa terjadi perubahan
komposisi. Destilasi tidak akan dapat memisahkan kedua cairan yang dicampurkan jika
komposisi azeotrop sudah dicapai, hal ini karena komposisi kondensat sama dengan
komposisi cairan. Titik azeotrop adalah titik tercapainya komposisi azeotrop tercapai. Trend
grafik yang didapat dari detilat dan residu berdasarkan hasil uji pada alat sensor didapatkan
hasil yang kurang sesuai. Dimana dari konsentrasi rendah ke tinggi untuk destilat didapat nilai
yang muncul pada alat tidak beraturan. Sehingga memungkinkan kesalahan terjadi pada hasil
yang didapat karena kurang telitinya alat dan juga praktikan dalam melakukan percobaan.
Kadar residu untuk alkohol yang didapat sudah sesuai, meskipun untuk konsentrasi 100%
tidak di ukur dan didapat hasil yang baik. Hasil yang diperoleh juga dapat dilihat dari plot
antara fraksi mol dengan titik didih alkohol tiap konsentrasi 20-100%. Berikut kurva antara
fraksi mol dengan titik didih :

Titik Didih

Fraksi mol Vs Titik Didih
86
84
82
80
78
76
74

f(x) = - 6.77x + 84.08
R² = 0.75

0

0.2

0.4

0.6
Fraksi mol

Linear ()

0.8

1

1.2

BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan kali ini yaitu :
- Sifat-sifat larutan biner sama dengan sifat-sifat larutan ideal, yaitu homogen mulai dari
fraksi mol 0-1, ΔH pencampuran = 0, ΔV pencampuran = 0, dan memenuhi hukum Raoult
- Hubungan antara komposisi dengan suhu yakni berbanding terbalik, semakin besar
komposisi alkohol maka semakin kecil suhu untuk mendidihkannya.
5.2 Saran
Praktikan harus lebih memahami prosedur kerja sebelum melakukan praktikum dan
praktikan harus lebih teliti dan cekatan dalam melakukan percobaan serta alat yang digunakan
harus sesuai dan dalam keadaan bagus.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Etanol. (http://www.sciencelab.com/msds.ethanol.html) [diakses pada tanggal
5 Oktober 2015].
Atkins, P.W.1999. Kimia Fisik Jilid II Edisi IV. Jakarta: Erlangga.
Bird, Tony. 1993. Kimia untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Dogra, SK. 1990. Kimia Fisik dan Soal – Soal. Jakarta : Universitas Indonesia.
Hiskia, Achmad. 1996. Kimia Larutan. Bandung: PT Cipta Aditya Bakti.
Petrucci. 1992. Kimia Dasar: Prinsip-Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta : Erlangga.
Reid. 1990. Sifat-Sifat Gas dan Zat Cair. Jakarta : Gramedia.
Sarjoni, 2003. Kamus Kimia. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Sukardjo. 1989. Termodinamika Kimia. Jakarta : Erlangga.
Syukri. 1999. Kimia Dasar Jilid 1. Bandung: ITB.
Tim Kimia Fisika. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Fisik 2. Jember : Universitas Jember.

LAMPIRAN
1. Pengukuran masa jenis
( ( m. piknometer+ cairan )−( m. piknometerkosong ) )
Ρ=
volumealko h ol
a. Etanol 0%
( ( 42,178 )−( 32,443 )) gr
(9,735) gr
Ρ=
=
= 0,9735 gr/ml
10 mL
10 mL
b. Etanol 20%
( ( 42,021 ) −( 32,443 )) gr
(9,578) gr
Ρ=
=
= 0,9578 gr/ml
10 mL
10 mL
c. Etanol 40%
( ( 41,736 )−( 32,443 ) ) gr
(9,293)gr
Ρ=
=
= 0,9293 gr/ml
10 mL
10 mL
d. Etanol 60%
( ( 41,692 ) −( 32,443 )) gr
(9,249) gr
Ρ=
=
= 0,9249 gr/ml
10 mL
10 mL
e. Etanol 80%
( ( 40,798 )−( 32,443 )) gr
(8,346) gr
Ρ=
=
= 0,8346 gr/ml
10 mL
10 mL
f. Etanol 100%
( ( 40,019 )−( 32,443 )) gr
(7,576)gr
Ρ=
=
= 0,7576 gr/ml
10 mL
10 mL

Konsentrasi
(%)
0
20
40
60
80
100

Masaa
piknometer
kosong
32,443
32,443
32,443
32,443
32,443
32,443

M.piknomete
r+cairan

Massa
etanol (gr)

42,178
42,021
41,736
41,692
40,798
40,019

9,735
9,578
9,293
9,249
8,346
7,576

Volume
etanol
(ml)
10
10
10
10
10
10

Masa jenis
etanol
(gram/ml)
0,9735
0,9578
0,9293
0,9249
0,8346
0,7576

a. Etanol (alkohol) 20%
V . alkohol x ρ. alkohol
Mr
X . alkohol=
V .alkohol x ρ .alkohol V . air x ρ . air
+
Mr
Mr
5 ml x 0,9578 g /ml
46 g /mol
¿
5 ml x 0,9578 g /ml 20 ml x 0,982 g/ml
+
46 g /mol
18 g/mol
¿

0,104
1,091
= 0,087

b. Etanol (alkohol) 40%
V . alkohol x ρ. alkohol
Mr
X . alkohol=
V .alkohol x ρ .alkohol V . air x ρ . air
+
Mr
Mr
10 ml x 0,9293 g /ml
46 g /mol
¿
10 ml x 0,9293 g/ml 15 ml x 0,982 g/ml
+
46 g /mol
18 g/mol
¿

0,202
1,02

= 0,198
c. Etanol (alkohol) 60%

V . alkohol x ρ. alkohol
Mr
X . alkohol=
V .alkohol x ρ .alkohol V . air x ρ . air
+
Mr
Mr
15 ml x 0,9249 g /ml
46 g /mol
¿
15 ml x 0,9249 g/ml 10 ml x 0,982 g/ml
+
46 g /mol
18 g/mol
¿

0,301
0,846

= 0,355
d. Etanol (alkohol) 80%
V .alkohol x ρ . alkohol
Mr
X . alkohol=
V .al kohol x ρ . alkohol V . air x ρ. air
+
Mr
Mr
20 ml x 0,8346 g/ml
46 g/mol
¿
20 ml x 0,8346 g /ml 5 ml x 0,982 g /ml
+
46 g /mol
18 g/mol
¿

0,363
0,636

= 0,571
e. Etanol (alkohol) 100%
V . alkohol x ρ. alkohol
Mr
X . alkohol=
V .alkohol x ρ .alkohol V . air x ρ . air
+
Mr
Mr
= 1,00

25 ml x 0,7576 g/ml
46 g/mol
¿
25 ml x 0,7576 g /ml
+0
46 g /mol

Komposisi
etanol
(%)
20
40
60
80
100

Komposisi
alkohol
Residu
-4,2611
-2,7
-0,0997
4,0893
0

Komposisi
alkohol
Destilat
8,431
7,186
7,286
5,934
8,015

Fraksi Mol
alkohol
0,087
0,198
0,355
0,571
1,00