Yohanes Hani: Pamong Belajar, Pendidik yang Terlupakan

Yohanes Hani: Pamong Belajar, Pendidik
yang Terlupakan
Minggu, 7 November 2010 17:10
PENGANTAR REDAKSI: Pamong belajar. Nama yang tidak seksi dalam kancah pendidikan.
Sangat asing bagi kalangan nonkependidikan maupun masyarakat umum. Tak banyak yang
mengenalnya. Apalagi jika dihubungkan dengan apa tugasnya, di mana biasanya pamong belajar
bekerja, bagaimana eksistensinya, dan seperti apa statusnya dalam dunia kepegawaian di
republik ini. Apa yang salah dengan pamong belajar? Ketua Umum Ikatan Pamong Belajar
Indonesia (IPABI) NTT, Drs. Yohanes Hani, M.Pd, menjelaskannya secara tuntas ketika
diwawancarai wartawan Pos Kupang, Benny Dasman, di UPT PPNFI Dinas PPO NTT, Jumat
(5/11/2010). Berikut cuplikannya!
Gaung pamong belajar sepertinya tidak terdengar dalam geliat pendidikan di NTT. Pendapat
Anda?
Terima kasih. Saya mencoba mengungkap eksistensi pamong belajar sebagaimana telah tertuang
dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 15 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya.
Pengungkapan eksistensi ini sangat penting sebab kenyataan selama ini menjadikan keberadaan
pamong belajar sebagai lembaga yang terlupakan. Padahal sejatinya pamong belajar merupakan
tenaga yang memiliki peran cukup penting dalam dunia pendidikan nonformal. Tugasnya
melakukan proses belajar mengajar, melaksanakan pengkajian, dan pengembangan model
program pendidikan nonformal. Karena itu, pemong belajar juga disebut sebagai pendidik dalam

dunia pendidikan nonformal. Namun, dalam perjalanannya pamong belajar terkadang dilupakan?
Sebagai contoh, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, istilah pamong belajar hampir tidak pernah disebut apalagi dibahas. Dalam
pengangkatan calon pegawai negeri sipil, formasi pamong belajar dalam kurun waktu selama
hampir 10 tahun tidak pernah ada, baik di kabupaten/kota maupun di tingkat Propinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT). Hal ini mengindikasikan pamong belajar sebagai pendidik yang
terlupakan, dipinggirkan. Padahal kontribusinya cukup besar untuk memajukan dunia pendidikan
di negeri ini, terutama di NTT.
Siapa itu pamong belajar?
Pamong belajar adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwewenang untuk melaksanakan kegiatan
belajar-mengajar, pengkajian program, dan pengembangan model pendidikan nonformal. Karena
itu, pamong belajar disebut sebagai pendidik pendidikan nonformal.
Bagaimana kedudukannya pada unit pelaksana teknis pendidikan nonformal!
Pamong belajar berkedudukan di lembaga unit pelaksanaan teknis Pendidikan Nonformal. Pada
tingkat kabupaten/kota, pamong belajar berkedudukan di Unit Pelaksanaan Teknis Dinas
Pendidikan yang disebut Sanggar Kegiatan Belajar (UPTD-SKB). Pada tingkat propinsi,

pamong belajar berkedudukan di Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) atau UPT
Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (PPNFI). Sedangkan pada tingkat regional,

pamong belajar berkedudukan di Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (BPPNFI) yang merupakan unit pelaksanaan teknis Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan
Informal, Kementerian Pendidikan Nasional.
Pamong belajar, jabatan fungsional atau strukutural!
Baik. Pamong belajar merupakan jabatan fungsional di bidang pendidikan nonformal, yang
meliputi pamong belajar pertama, pamong belajar muda, dan pamong belajar madya. Sebagai
pejabat fungsional, kenaikan pangkat pamong belajar ditentukan berdasarkan jumlah angka
kredit yang telah dicapai. Bagaimana mekanisme yang terjadi selama ini, perlu ditelusuri lebih
lanjut. Secara keseluruhan diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pamong
Belajar dan Angka Kreditnya, sebagai pengganti atas Kepmenkowasbang PAN Nomor 25/KEP/
MK.WASPAN/1999.
Seperti apa mekanisme pengangkatan pamong belajar?
Pamong belajar diangkat oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan pendundangundangan. Formasi tentu saja disesuaikan dengan kondisi daerah. Yang kemudian bekerja di
UPT Sanggar Kegiatan Belajar. Demikian juga pada tingkat propinsi, yang kemudian bekerja di
UPT Pengembangan Pendidikan Nonformal atau Balai Pengembangan Kegiatan Belajar. Namun
sayang, formasi pamong belajar dalam beberapa tahun terakhir ini hampir tidak ada. Ini salah
satu kendala pengembangan pamong belajar.
Bisa disebutkan syarat-syarat formal untuk menjadi pamong belajar!
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk menjadi pamong belajar. Pertama,
berijazah paling rendah S1/DIV sesuai dengan kualifikasi bidang kependidikan yang ditentukan.

Kedua, paling rendah bergolongan penata muda (golongan ruang III/a). Ketiga, harus lulus diklat
fungsional pamong belajar. Keempat, pengangkatan fungsional pamong belajar untuk mengisi
lowongan formasi jabatan pamong belajar melalui pengangkatan calon pegawai negeri sipil.
Kelima, pengangkatan pamong belajar ditetapkan berdasarkan angka kredit yang diperoleh dari
unsur utama dan penunjang setelah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Berapa jumlah pamong yang ideal?
Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Nomor 15 Tahun 2010, jumlah pamong belajar setiap sanggar kegiatan belajar paling banyak 35
orang, sedangkan untuk tingkat provinsi paling banyak 50 orang. Kenyataannya, rata-rata jumlah
pamong belajar pada sanggar kegiatan belajar sebanyak empat orang. Jika dikalkulasi
berdasarkan masin-masing sangar kegiatan belajar, masih ditemukan SKB yang hanya memiliki
satu orang pamong belajar. Bahkan ada SKB yang tidak memiliki seorang pamong belajar.
Sebuah kondisi yang cukup memrihatinkan. Di tingkat propinsi pun kita masih kekurangan
pamong belajar. Saat ini kita sudah memiliki 18 orang pamong belajar.
Melihat kondisi ini, Ikatan Pamong Belajar terus mendorong teman-teman di daerah agar terus
mensosialikasikan eksistensi pamong belajar. Sehingga pada saatnya pemegang kebijakan akan
memperhatikan eksistensi pamong belajar. Paling tidak pada saat penerimaman CPNS ada
formasi untuk pamong belajar.

Apakah ada asosiasi yang menaungi pamong belajar?

Untuk memperkuat perjuangan serta eksistensi pamong belajar, saat ini terwadahi dalam
asosiasi, yang disebut sebagai ikatan pamong belajar. Melalui wadah ini, cita-cita dan harapan
pamong belajar didiskusikan dan diperjuangkan sehingga pada saatnya eksistensi pamong belajar
benar-benar diperhitungkan dan disejajarkan dengan profesi guru. Ikatan Pamong Belajar
Indonesia (IPABI) merupakan suatu organisasi (asosiasi) tempat berhimpunnya potensi pamong
belajar untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi percepatan pencapaian tujuan pembangunan
PNFI di Indonesia. Melalui peningkatan pelayanan PNF, pada akhirnya akan dapat pula
meningkatkan kualitas kompetensi dan kesejahteraan pamong belajar. IPABI berdiri pada 15
September 2006 atas inisiatif pamong belajar dari 33 propinsi yang dikoordinasikan oleh
Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Depdiknas. Di
Propinsi Nusa Tenggara Timur, IPABI sudah terbentuk, termasuk susunan kepengurusannya.
Apa visi dan misi IPABI!
Kehadiran IPABI mengemban visi dan misi yang mulia. Visi IPABI adalah terwujudnya pamong
belajar yang profesional, beriman dan bertaqwa. Sedangkan misi IPABI, pertama, mewujudkan
pamong belajar yang cerdas dan terampil. Kedua, mewujudkan pamong belajar yang sejahtera.
Ketiga, mewujudkan pamong belajar yang mandiri dan berdaya saing.
Sebagai asosiasi, apa tujuan IPABI dibentuk!
Pertama, meningkatkan dan mengembangkan pelaksanaan program dan kegiatan program dan
kegitan PNF. Wujudnya, mengkaji berbagai peluang dan potensi yang bisa dijadikan stimulasi
untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dan lingkungan terhadap program-program

pendidikan non formal. Kedua, menggali potensi, baik yang bersifat potensi daerah maupun
naional untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan cara mencerdaskan kehidupan bangsa
melalui jalur pendidikan non formal. Ketiga, meningkatkan kekerabatan antar pamong belajar
guna meningkatkan profesionalitasnya sebagai salah satu pendidik PNF. Keempat, memberikan
sarana bagi pamong belajar, supaya mempunyai persamaan persepsi dalam mengemban tugasnya
sebagai ujung tombak utama keberhasilan program-program pendidikan nonformal. Kelima,
memberikan perlindungan dan kepedulian terhadap derajat, harkat, dan martabat pamong belajar,
sebagai upaya menciptakan masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera.
Bagaimana kondisi pamong belajar di NTT saat ini?
Cukup memprihatinkan. Ada beberapa faktor yang melatari kondisi ini, antara lain banyak
pamong belajar yang dipercaya menduduki jabatan struktural; banyak pamong belajar yang
memasuki usia pensiun; banyak SKB yang kekurangan jumlah pamong; banyaknya tugas yang
diemban oleh pamong belajar; jumlah pamong belajar di setiap satuan PNF yang relatif jauh
dari harapan; masih ada pamong yang berlatar belakang pendidikan SLTA atau sederajat dan
upaya peningkatan mutu khusus pamong belajar melalui diklat fungsional masih sangat terbatas.
Apa dampaknya jika persoalan-persoalan ini tidak segera diatasi!
Jika persoalan-persoalan ini tidak segera dicarikan solusinya, bukan tidak mungkin suatu saat
pamong belajar akan punah. Padahal sejatinya, pamong belajar hadir sebagai pendidik dalam
pendidikan nonformal, dengan segudang tugas, antara lain melaksanakan proses belajar
mengajar, melakukan pengkajian, dan pengembangan dan ujicoba model pendidikan nonformal.


Intervensi pemerintah mutlak dilakukan. Di bidang apa yang perlu segera ditindaklanjuti!
Mencermati kondisi ini, diperlukan perhatian, dukungan, serta komitmen pemerintah kabupaten/
kota, terutama dalam hal pengangkatan pamong belajar secara berkala sebagai bagian dari upaya
pengisian lowongan calon pegawai negeri sipil, baik pada tingkat kabupaten/kota maupun
tingkat provinsi. Pengangkatan tenaga pamong belajar sangat penting dan mendesak jika
lembaga ini mau dikembangkan secara profesional. Selain itu, perlu segera dilakukan upaya
peningkatan mutu pamong belajar melalui studi lanjut maupun diklat fungsional, sehingga pada
saatnya kualifikasi serta kompetensi pamong belajar sesuai dengan yang diharapkan. Jika hal
tersebut diperhatikan, bukan tidak mungkin pamong belajar yang disebut sebagai pendidik PNF
akan terus berkarya demi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya dan pendidikan
nonformal khususnya. *