22 2217959 LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIR

LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBINEMIA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam
darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus. (Dorothy R.
Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah
yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus
ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh. (Adi
Smith, G, 1988)
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia)
yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne
C. Smeltzer, 2002)
Jadi dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana
kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum. Untuk
bayi yang baru lahir cukup bulan batas aman kadar bilirubinnya adalah 12,5 mg/dl,
sedangkan bayi yang lahir kurang bulan, batas aman kadar bilirubinnya adalah 10
mg/dl. Jika kemudian kadar bilirubin diketahui melebihi angka-angka tersebut,
maka ia dikategorikan hiperbilirubin.

2. Epidemiologi
a.

Biasa ditemukan pada bayi baru lahir sampai minggu I

b.

Kejadian ikterus : 60 % bayi cukup bulan & 80 % pada bayi kurang bulan.

c.

Perhatian utama : ikterus pada 24 jam pertama & bila kadar bilirubin
> 5mg/dl dalam 24 jam.

d.

Keadaan yang menunjukkan ikterus patologik :
Proses hemolisis darah
Infeksi berat


3. Klasifikasi Hiperbilirubin
a.

Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis sel
darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas
terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin yang
tidak terkonjugasi.

b.

Ikterus hepatik
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat kerusakan
hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam hati
serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak sempurna dikeluarkan ke
dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan regurgitasi.

c.

Ikterus kolestatik

Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu dan
bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus. Akibatnya
adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan bilirubin dalam
urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.

d.

Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada hari
ke-7. penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses bilirubin.

e.

Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu badan
yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.

f.

Kern Ikterus

Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada
otak terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus,
Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.

4. Etiologi
a. Peningkatan produksi :
Hemolisis,

misal

pada

Inkompatibilitas

yang

terjadi

bila


terdapat

ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan
ABO.
Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.

Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) ,
diol (steroid).
Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia

atau

karena


pengaruh

obat-obat

tertentu

misalnya

Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
5. Tanda dan Gejala
a.

Kulit berwarna kuning sampai jingga


b.

Pasien tampak lemah

c.

Nafsu makan berkurang

d.

Reflek hisap kurang

e.

Urine pekat

f.

Perut buncit


g.

Pembesaran lien dan hati

h.

Gangguan neurologic

i.

Feses seperti dempul

j.

Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.

k.

Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.


l.

Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.

m. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke

3 -4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.

Tabel 1. Rumus Kramer
Daerah
1
2
3
4
5

Luas Ikterus
Kepala dan leher
Daerah 1 + badan bagian atas

Daerah 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai
Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki di bawah lutut
Daeraha 1,2,3,4 + tangan dan kaki

Kadar Bilirubin
5 mg %
9 mg %
11 mg %
12 mg%
16 mg %

6. Fatofisiologi
Peningkatan
keadaan.

kadar

Kejadian

bilirubin


yang

tubuh

sering

dapat

ditemukan

terjadi
adalah

pada

beberapa

apabila

terdapat

penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat
ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.
Gangguan

pemecahan

bilirubin

plasma

juga

dapat

menimbulkan

peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein
Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang
memperlihatkan

peningkatan

kadar

bilirubin

adalah

apabila

ditemukan

gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang
bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi
dapat menembus sawar darah otak.
Kelainan yang terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada saraf pusa tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati
sawar darah otak ternyata

tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus.

Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar otak apabila bayi terdapat keadaan
berat badan lahir rendah (BBLR), hipoksia dan hipoglikemia. (Markum, 1991)

Secara skematis, patofisiologi hiperbilirubin dapat digambarkan pada pathway
sebagai berikut :
Hemoglobin

Hema

Globin

Bilivirdin

Feco

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/gangguan transport
bilirubin/peningkatan siklus entero hepatik), Hb dan eritrosit abnormal
Pemecahan bilirubin berlebih / bilirubin yang tidak berikatan dengan
albumin meningkat
Suplai bilirubin melebihi kemampuan hepar
Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik

Peningkatan bilirubin unconjugned dalam darah, pengeluaran meconeum terlambat,
obstruksi usus, tinja berwarna pucat

Gangguan integritas kulit

Icterus pada sklera, leher dan badan
peningkatan bilirubin indirek > 12 mg/dl

Indikasi Fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resiko tinggi injuri

Kekurangan volume
cairan tubuh

Gangguan suhu tubuh

7.

Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium.
Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif,


anti-A, anti-B dalam darah ibu.
Hasil positif dari test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi ( Rh

positif, anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang


mungkin dihubungkan dengan sepsis.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24


jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5
mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan


terutama pada bayi praterm.
Hitung darah lengkap


Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.


Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (<
45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.

Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap 5mg/dl dalam 24
jam.

b.

Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif : lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia.
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran
cerna dan hati ( hepatitis )
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang
ikterus.

c.

Pemeriksaan fisik dan pengkajian fungsional
1) Aktivitas / Istirahat
 Letargi, malas.
2) Sirkulasi
 Mungkin pucat menandakan anemia.
3) Eliminasi
 Bising usus hipoaktif.
 Pasase mekonium mungkin lambat.
 Feses mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin.
 Urin gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze)
4) Makanan / Cairan
 Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui
daripada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek
menghisap dan menelan lemah, sehingga BB bayi mengalami

penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa,
hepar.
5) Neuro sensori
 Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran
ekstraksi vakum.
 Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada
dengan inkompatibilitas Rh berat.
 Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat opistotonus dengan
kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis lirih,
aktivitas kejang (tahap krisis).
6) Pernafasan
 Riwayat asfiksia
7) Keamanan
 Riwayat positif infeksi / sepsis neonatus
 Dapat mengalami ekimosis berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial.
 Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah wajah dan berlanjut
pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze)
sebagai efek samping fototerapi.
8) Seksualitas
 Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu
diabetes.
 Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia.
 Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan perempuan.
9) Penyuluhan / Pembelajaran
 Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis
kistik.
 Faktor keluarga : missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme
saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi
gukosa-6-fosfat dehidrogenase.

 Faktor ibu, seperti diabetes ; mencerna obat-obatan (missal, salisilat,
sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin),
inkompatibilitas

Rh/ABO,

penyakit

infeksi

(misal,

rubella,

sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
 Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran
dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali
pusat, atau trauma kelahiran.
2.

Diagnosa keperawatan yang sering muncul
1) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar bilirubin
indirek dalam darah, ikterus pada sclera, leher dan badan.
2) Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan
tindakan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi
3) Risiko tinggi cedera terhadap keterlibatan SSP berhubungan dengan
peningkatan bilirubin indirek dalam darah yang bersifat toksik tehhadap otak.
4) Risiko

tinggi

kekurangan

volume

cairan

akibat

efek

samping

fototerapi berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
5) Risiko

terjadi

gangguan suhu

tubuh

akibat

efek

samping

fototerapi berhubungan dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
6) Risiko tinggi cedera akibat komplikasi tindakan transfusi tukar berhubungan
dengan prosdur invasif, profil darah abnormal.
7) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan hospitalisasi anak

3. Intervensi keperawatan
Diagnosis
Keperawatan
Gangguan
integritas
kulit
berhubungan
dengan
peningkatan
kadar bilirubin indirek
dalam darah, ikterus
pada sclera leher dan
badan.

Kurang
pengetahuan
keluarga
mengenai
kondisi, prognosis dan
kebutuhan
tindakan
berhubungan
dengan
kurangnya
paparan
informasi

Tujuan

Intervensi

Rasional

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan selama ......x24 jam,
diharapkan integritas kulit kembali
baik/
normal
dengan
kriteria hasil :

Kadar bilirubin dalam batas
normal ( 0,2 – 1,0 mg/dl )

Kulit tidak berwarna kuning/
warna kuning mulai berkurang

Tidak timbul lecet akibat
penekanan kulit yang terlalu lama

1. Monitor warna dan keadaan kulit
setiap 4-8 jam

1. Warna kulit kekuningan sampai jingga
yang
semakin
pekat
menandakan
konsentrasi bilirubin indirek dalam darah
tinggi.
2. Kadar bilirubin indirek merupakan indikator
berat ringan joundice yang diderita.

Setelah diberikan asuhan keperawatan
selama ......x 24 jam, diharapkan
pengetahuan
keluarga
bertambah
dengan kriteria hasil :
 Mengungkapkan
pemahaman
tentang penyebab, tindakan, dan
kemungkinan
hasil
hiperbilirubinemia
 Melatih
orang
tua
bayi
memandikan, merawat tali pusat
dan pijat bayi .

2. Monitor keadaan bilirubin direk dan
indirek ( kolaborasi dengan dokter
dan analis )
3. Ubah posisi miring atau tengkurap.
Perubahan posisi setiap 2 jam
berbarengan
dengan
perubahan
posisi lakukan massage dan monitor
keadaan kulit
4. Jaga
kebersihan
kulit
dan
kelembaban kulit/ Memandikan dan
pemijatan bayi
1. Berikan
informasi
tentang
penyebab,penanganan dan implikasi
masa datang dari hiperbilirubinemia.
Tegaskan atau jelaskan informasi
sesuai kebutuhan.
2. Tinjau ulang maksud dari mengkaji
bayi terhadap peningkatan kadar
bilirubin ( mis., mengobservasi
pemucatan kulit di atas tonjolan
tulang atau perubahan perilaku )
khususnya bila bayi pulang dini.
3. Diskusikan
penatalaksanaan
di
rumah dari ikterik fisiologi ringan
atau sedang, termasuk peningkatan

3. Menghindari adanya penekanan pada kulit
yang terlalu lama sehingga mencegah
terjadinya dekubitus atau irtasi pada kuit
bayi.
4. Kulit yang bersih dan lembab membantu
memberi rasa nyaman dan menghindari
kulit bayi meengelupas atau bersisik.
1. Memperbaiki
kesalahan
konsep,
meningkatkan
pemahaman,
dan
menurunkan rasa takut dan perasaan
bersalah. Ikterik
neonates
mungkin
fisiologis, akibat ASI, atau patologis dan
protocol perawatan tergantung pada
penyebab dan factor pemberat.
2. Memungkinkan orangtua mengenali tandatanda peningkatan kadar bilirubin dan
mencari evaluasi medis tepat waktu.

3. Pemahaman
orangtua
membantu
mengembangkan kerja sama mereka bila
bila bayi dipulangkan. Informasi membantu

pemberian
makan,
pemajanan
langsung pada sinar matahari dan
program tindak lanjut tes serum.
4. Berikan
informasi
tentang
mempertahankan suplai ASI melalui
penggunaan pompa payudara dan
tentang kembali menyusui ASI bila
ikterik
memerlukan
pemutusan
menyusui.
5. Kaji situasi keluarga dan system
pendukung.berikan
orangtua
penjelasan tertulis yang tepat tentang
fototerapi di rumah, daftarkan teknik
dan potensial masalah.
6. Buat pengaturan yang tepat untuk tes
tindak lanjut dari bilirubin serum
pada fasilitas laboratorium.

4.

7. Diskusikan kemungkinan efek-efek

7.

jangka
panjang
dari
hiperbilirubinemia dan kebutuhan
terhadap pengkajian lanjut dan
intervensi dini

Risiko tinggi cedera
terhadap
keterlibatan
SSP
berhubungan
dengan
peningkatan
bilirubin indirek dalam
darah yang bersifat
toksik terhadap otak.

Setelah diberikan asuhan keperawatan
selama...........x24 jam, diharapkan
kadar bilirubin menurun dengan
kriteria hasi l:
 Kadar bilirubin indirek dibawah 12
mg/dl pada bayi cukup bulan pada
usia 3 hari
 Resolusi ikterik pada akhir minggu
pertama kehidupan

1. Periksa resus darah ABO

5.

6.

orangtua melaksanakan penatalaksanaan
dengan aman dan dengan tepat serta
mengenali pentingnya aspek program
penatalaksanaan.
Membantu ibu untuk mempertahankan
pemahaman
pentingnya
terapi.
Mempertahankan supaya orangtua tetap
mendapatkan informasi tentang keadaan
bayi. Meningkatkan keputusan berdasarkan
informasi.
Fototerapi di rumah dianjurkan hanya untuk
bayi cukup bulan setelah 48 jam pertama
kehidupan, dimana kadar bilirubin serum
antara 14 – 18 mg/dl tanpa peningkatan
konsentrasi bilirubin reaksi langsung.
Tindakan dihentikan bila konsentrasi
bilirubin serum turun di bawah 14 mg/dl,
tetapi kadar serum harus diperiksa ulang
dalam 12-24 jam untuk mendeteksi
kemungkinan hiperbilirubinemia berbalik.
Kerusakan neurologis dihubungkan dengan
kernikterus meliputi kematian, palsi
serebral, retardasi mental, kesulitan sensori,
pelambatan bicara, koordinasi buruk,
kesulitan pembelajaran, dan hipoplasiaemail
atau warna gigi hijau kekuningan

1. Inkompatibilitas
ABO
mempengaruhi
20% dari semua kehamilan dan paling
umum terjadi pada ibu dengan golongan
darah O, yang antibodinya anti-A dan anti-B
melewati sirkulasi janin, menyebabkan
aglutinasi dan hemolisis SDM. Serupa
dengan itu, bila ibu Rh-positif, antibody ibu
melewati plasenta dan bergabung pada
SDM janin, menyebabkan hemolisis lambat

 SSP berfungsi dengan normal
2. Tinjau catatan intrapartum terhadap
factor resiko yg khusus, seperti berat
badan lahir rendah (BBLR) atau
IUGR,
prematuritas,
proses
metabolic abnormal, cedera vaskuler,
sirkulasi abnormal, sepsis, atau
polisitemia
3. Perhatikan penggunaan ekstrator
vakum untuk kelahiran. Kaji bayi
terhadap adanya sefalohematoma
dan ekimosis atau petekie yang
berlebihan
4. Tinjau ulang kondisi bayi pada
kelahiran, perhatikan kebutuhan
terhadap resusitasi atau petunjuk
adanya ekimosis atau petekie yang
berlebihan, stress dingin, asfiksia,
atau asidosis
5. Pertahankan bayi tetap hangat dan
kering, pantau kulit dan suhu inti
dengan sering
6. Mulai memberikan minum oral awal
dengan 4 sampai 6 jam setelah
kelahiran, khusus bila bayi diberi
ASI. Kaji bayi terhadap tanda-tanda
hipoglikemia.
Dapatkan
kadar
Dextrostix, sesuai indikasi.
7. Evaluasi tingkat nutrisi ibu dan
prenatal; perhatikan kemungkinan
hipoproteinemia
neonates,
khususnya pada bayi praterm.

atau segera
2. Kondisi klinis tertentu dapat menyebabkan
pembalikan
barier
darah-otak,
memungkinkan ikatan bilirubin terpisah
pada tingkat membrane sel atau dalam sel
itu sendiri, meningkatkan resiko terhadap
keterlibatan SSP
3. Resorpsi darah yang terjebak pada jaringan
kulit kepala janin dan hemolisis yang
berlebihan dapat meningkatkan jumlah
bilirubin yang dilepaskan dan menyebabkan
ikterik
4. Asfiksia dan siadosis menurunkan afinitas
bilirubin terhadap albumin.

5. Stress dingin berpotensi melepaskan asam
lemak. Yang bersaing pada sisi ikatan pada
albumin, sehingga meningkatkan kadar
bilirubin yang bersirkulasi dengan bebas
(tidak berikatan)
6. Keberadaan flora usus yang sesuai untuk
pengurangan
bilirubin
terhadap
urobilinogen;
turunkan
sirkulasi
enterohepatik bilirubin
Hipoglikemia
memerlukan penggunaan simpanan lemak
untuk asam lemak pelepas-energi, yang
bersaing dengan bilirubin untuk bagian
ikatan pada albumin.
7. Hipopoteinemia pada bayi baru lahir dapa
mengakibatkan ikterik. Satu gram albumin
membawa
16
mg
bilirubin
tidak
terkonjugasi. Kekurangan albumin yang
cukup meningkatkan jumlah sirkulasi

8. Perhatikan usia bayi pada awitan
ikterik; bedakan tipe ikterik (mis,
fisiologis, akibat ASI, atau patologis)

9. Gunakan meter ikterik transkutaneus.

10. Kaji bayi terhadap kemajuan tandatanda dan perubahan perilaku; tahap
I meliputi neurodepresan (mis.,
letargi,
hipotonia,
atau
penurunan/tidak adanya reflek).
Tahap II meliputi neurohiperefleksia
(mis,.
Kedutan,kacau
mental,
opistotonus, atau demam). Tahap III
ditandai dengan tidak adanya
manifestasi klinis. Tahap IV meliputi
gejala sisa seperti palsi serebra atau
retardasi mental
11. Pantau pemeriksaan laboratorium,
sesuai indikasi :
a. Bilirubin direk dan indirek.

bilirubin tidak terikat (indirek), yang dapat
melewati barier darah otak.
8. Ikterik fisiologis biasanya tampak antara
hari pertama dan kedua dari kehidupan,
ikterik karena ASI biasanya tampak antara
hari keempat dan keenam kehidupan,
mempengaruhi
hanya
1%-2%
bayi
menyusui.
9. Ikterik patologis tampak dalam 24 jam
pertama kehidupan dan lebih mungkin
menimbulkan
perkembangan
kernikterus/ensefalopati
bilirubin.
Memberikan skrining noninvasif terhadap
ikterik, menghitung warna kulit dalam
hubungannya dengan bilirubin serum total.
10. Bilirubin tidak terkonjugasi yang berlebihan
(dihubungkan dengan ikterik patologis)
mempunyai afinitas terhadap jaringan
ekxtravaskuler, meliputi ganglia basal
jaringan
otak.
Perubahan
prilaku
berhubungan dengan kernikterus biasanya
terjadi antara hari ke-3 dan ke-10 kehidupan
dan jarang terjadi sebelum 36 jam
kehidupan.

11. Memantau kemajuan penanganan
a.

Bilirubin tampak dalam 2 bentuk:
bilirubin direk; yang di konjugasi oleh
enzim hepar glukoronil transferase, dan
bilirubin indirek, yang di konjugasi dan
tampak dalam bentuk bebas dalam
darah atau terikat pada albumin. Bayi
potensial
terhadap
kernikterus
diprediksi
paling
baik
melalui

b.

Tes Coombs darah tali pusat
direk/indirek

b.

c.

Kekuatan
combinasi
karbondioksida (CO2)
Jumlah retikulosit dan smear
perifer.

c.

Hb/Ht

e.

d.

e.

d.

peningkatan kadar bilirubin indirek.
Peningkatan kadar bilirubin indirek 1820 mg/dl pada bayi cupup bulan, atau
lebih besar dari 13-15 mg/dl pada bayi
praterm atau bayi sakit, adalah
bermakna
Hasil positif dari tes Coombs indirek
menandakan adanya antibody (Rhpositif atau anti-A atau anti-B) pada
darah ibu dan bayi baru lahir; hasil
positif
tes
Coombs
indirek
menandakan adanya sensitisasi (Rhpositif, Anti-A, atau Anti-B) SDM
pada neonates
Penurunan konsisten dengan hemolisis
Hemolisis berlebihan menyebabkan
jumlah retikulosit meningkat. Smear
mengidentifikasi SDM abnormal atau
imatur
Peningkatan kadar Hb/Ht ( Hb lebih
besar dari pada 22 g/dl; Ht lbih besar
dari 65%) menandakan polisitemia,
kemungkinan
disebabkan
oleh
pelambatan pengkleman tali pusat,
transfusi
maternal-ibu
transfuse
kembaran-kembaran, ibu diabetes, atau
stress intrauterus kronis pada hipoksia,
seperti trlihat pada bayi BLR atau bayi
dengan penurunan sirkulasi plasenta.
Hemolisis
kelebihan
SDM
menyebabkan
peningkatan
kadar
bilirubi dengan 1 g Hb menghasilkan
35 mg bilirubin. Kadar Hb rendah (14
mg/dl) mungkin dihubungkan dengan
hidrops
fetalis
atau
dengan
inkompatibilitas Rh yang terjadi dalam

f.

Protein serum total

g.

Hitung kapasitas ikatan plasma
bilirubin-albumin

h.

Hentikan menyusui ASI selama
24-48 jam, sesuai indikasi.
Bantu ibu sesuai kebutuhan
dengan pemompaan panyudara
dan memulai lagi menyusui

12.

Berikan agens indikasi enzim
(fenobarbital,
etanol)
bila
dibutuhkan.

Risiko
tinggi
kekurangan
volume
cairan
akibat
efek
samping
fototerapi berhubungan
dengan pemaparan sinar
dengan intensitas tinggi.

Setelah
diberikan
asuhan
keperawatan selama .....x 24 jam,
cairan tubuh neonatus adekuat dengan
kriteria hasil :

Tugor kulit baik

Membran mukosa lembab

Intake dan output cairan
seimbang

Nadi, respirasi dalam batas
normal (N: 120-160 x/menit, RR :

1. Pantau masukan dan haluan cairan;
timbang berat badan bayi 2 kali
sehari.
2. Perhatikan tanda- tanda dehidrasi
(mis: penurunan haluaran urine,
fontanel tertekan, kulit hangat atau
kering dengan turgor buruk, dan
mata cekung).
3. Perhatikan warna dan frekuensi

uterus serta menyebabkan hemolisis,
edema, dan pucat.
f. Kadar rendah protein serum (kurang
dari 3,0 g/dl) menandakan penurunan
kapasitas ikatan terhadap bilirubin.
g. Membantu dalam menentukan risiko
kernikterus dalam kebutuhan tindakan.
Bila nilai bilirubin total dibagi dengan
kadar protein total serum kurang dari
3,7
bahaya
kernikterus
sangat
rendah.Namun,
resiko
cedera
tergantung pada derajat prematuritas,
adanya hipoksia atau asidosis, dan
aturan
obat
(mis.Sulfonamide,
kloramfenikol).
h. Pendapat
bervariasi
apakah
menghentikan menyusui ASI perlu bila
terjadi ikterus. Namun, mencerna
formula
meningkatkan
motilitas.
Gastrointestinal dan ekskresi feses dan
pigmen empedu, dan kadar bilirubin
serum mulai tun dalam 48 jam setelah
penghentian menyusui.
12. Merangsang enzim hepatic untuk
meningkatkan bersihan bilirubin
1. Peningkatan kehilangan air melalui feses
dan evaporasi dapt menyebabkan dehidrasi.
2. Bayi dapat tidur lebih lama dalam
hubungannya
dengan
fototerapi,
meningkatkan resiko dehidrasi bila jadwal
pemberian makan yang sering tidak di
pertahankan.)
3. Defeksi encer, sering dan kehijauan serta

35 x/menit ), suhu ( 36,5-37,5 C )

defekasi dan urine.

4. Tingkatkan masukan cairan per oral
sedikitnya 25%. Beri air diantara
menyusui atau memberi susu botol.
5. Pantau turgor kulit

6. Berikan cairan per parenteral sesuai
indikasi

Risiko
terjadi
gangguan suhu tubuh
akibat efek samping
fototerapi berhubungan
dengan efek mekanisme
regulasi tubuh.

Setelah diberikan asuhan keperawatan
selama ......x 24 jam, diharapkan tidak
terjadi gangguan suhu tubuh dengan
kriteria hasil :
 Suhu tubuh dalam rentang normal
(36,50C-370C )
 Nadi dan respirasi dalam batas
normal ( N : 120-160 x/menit, RR :
35 x/menit )
 Membran mukosa lembab

1. Pantau kulit neonates dan suhu inti
setiap 2 jam atau lebih sering sampai
setabil( mis; suhu aksila) dan Atur
suhu incubator dengan tepat
2. Monitor nadi, dan respirasi

3. Monitor intake dan output

4. Pertahankan suhu tubuh 36,50C-370C
jika demam lakukan kompres/ axilia
5. Cek tanda-tanda vital setiap 2-4 jam

urine kehijauan menandakan keefektifan
fototerapi dengan pemecahan dan ekskresi
bilirubin.
Feces
yang
encer
meningkatkatkan risiko kekurangan volume
cairan akibat pengeluaran cairan berlebih.
4. Meningkatkan
input
cairan
sebagai
kompensasi pengeluaran feces yang encer
sehingga
mengurangi
risiko
bayi
kekurangan cairan.
5. Turgor kult yang buruk, tidak elastis
merupakan indikator adanya kekurangan
volume cairan dalam tubuh bayi.
6. Mungkin perlu untuk memperbaiki atau
mencegah dehidrasi berat.

1. Fluktuasi pada suhu tubuh dapat terjadi
sebagai respon terhadap pemajanan sinar,
radiasi dan konveksi.
2. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena
dehidrasi akibat paparan sinar dengan
intensitas
tinggi
sehingga
akan
mempengaruhi nadi dan respirasi, sehingga
peningkatan nadi dan respirasi merupakan
aspek penting yang harus di waspadai.
3. Intake yang cukup dan output yang
seimbang dengan intake cairan dapat
membantu mempertahankan suhu tubuh
dalam batas normal.
4. Suhu dalam batas normal mencegah
terjadinya cold/ heat stress
5. Untuk mengetahui keadaan umum bayi

sesuai yang dibutuhkan

6. Kolaborasi pemberian antipiretik jika
demam.

Risiko tinggi cedera
akibat
komplikasi
tindakan transfusi tukar
berhubungan
dengan
prosedur invasif, profil
darah abnormal.

Setelah diberikan asuhan keperawatan,
selama ......x 24 jam, diharapkan tidak
terjadi komplikasi dari transfusi tukar
dengan kriteria hasil :
 Menyelesaikan transfusi tukar
tanpa komplikasi
 Menunjukkan penurunan kadar
bilirubin serum.

1. Perhatikan kondisi tali pusat bayi
sebelum transfuse bila vena
umbilical digunakan. Bila tali pusat
kering, berikan pencucian salin
selama 30-60 menit sebelum
prosedur
2. Pertahankan puasa selama 4 jam
sebelum prosedur atau aspirat isi
lambung
3. Jamin ketersediaan alat resusitatif.
4. Pertahankan suhu tubuh sebelum,
selama dan setelah prosedur.
Tempatkan bayi di bawah penyebar
hangat dengan servomekanisme.
Hangatkan darah sebelum
penginfusan dengan menempatkan di
dalam incubator, hangatkan baskom
berisi air ataau penghangat darah.
5. Pastikan golongan darah serta faktor
Rh bayi dan ibu. Perhatkan golongan
darah dan factor Rh darah untuk
ditukar.
6. Jamin kesegaran darah. Darah yang
diberi heparin lebih disukai.

7. Pantau nadi, warna dan frekuensi

sehingga memungkinkan pengambilan
tindakan yang cepat ketika terjadi suatu
keabnormalan dalam tanda-tanda vital.
6. Antipiretik cepat membantu menurunkan
demam bayi.

1. Pencucian
mungkin
perlu
untuk
melunakkan tali pusat dan vena umbilicus
sebelum transfuse untuk akses I. V dan
memudahkan pasase kateter umbilical.

2. Menurunkan risiko kemungkinan regurgitasi
dan aspirasi selama prosedur.
3. Untuk memberikan dukungan segera bila
perlu
4. Membantu mencegah hipotermia dan
vasospasme, menurunkan risiko fibrilasi
ventrikel, dan menurunkan vikositas darah.

5. Transfuse tukar paling sering dihubungkan
dengan mas