Laporan Praktikum Kimia Fisik 1 Entalpi

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK
ENTALPI ADSORPSI

Nama

: Rizka Fithriani Safira Sukma

NIM

: 131810301049

Kelompok : 5
Asisten

: Ika Puji Lestari

LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Tujuan percobaan ini adalah mempelajari secara kuantitatif sifat-sifat adsorpsi suatu
bahan adsorben dan menentukan entalpi adsorpsi.
1.2 Latar Belakang
Entalpi adalah istilah dalam termodinamika yang menyatakan jumlah energi internal
dari suatu sistem termodinamika ditambah energi yang digunakan untuk melakukan kerja
pada sebuah materi.. Entalpi yang berperan disini adalah entalpi pelarutan, yang dimaksud
dengan entalpi pelarutan adalah jumlah kalor yang diperlukan atau dibebaskan untuk
melarutkan 1 mol zat pada keadaan standar.
Entalpi adsorpsi sangat berguna dalam banyak hal dalam kehidupan, misalnya pada
suatu proses dapat ditambahkan sabun untuk menstabilkan emulsi air dengan minyak.
Kestabilan akan meningkat karena molekul sabun akan teradsorpsi pada permukaan antara
kedua cairan. Alternatif pengganti untuk proses koagulasi-flokulasi adalah proses adsorpsi
dengan menggunakan karbon aktif. Proses adsorpsi oleh karbon aktif terbukti memberikan
hasil yang baik dalam menyisihkan kandungan warna maupun organik. Karbon aktif juga
sangat bagus untuk menyerap bau dan zat-zat pengotor lainnya, karena karbon aktif ini
memiliki pori-pori permukaan yang besar.

Adsorbsi yang banyak dilihat dalam kehidupan sehari-hari adalah mengenai
penyerapan, yaitu seberapa besar daya penyerapan dari sebuah adsorben. Terlebih dahulu
dipelajari dan dipahami lebih lanjut mengenai sifat-sifat adsorbsi dari adsorben. Misalnya saja
kertas yang menyerap tinta dari pena. Proses adsorpsi lainnya juga terjadi pada hujan. Bila
tidak ada proses adsorbsi (penyerapan) air hujan oleh akar-akar tanaman maka akan terjadi
banjir sebab tidak ada media yang menyerapnya. Untuk itu, perlu dipelajari lebih lanjut
mengenai sifat-sifat adsorbsi dan berapa besar daya adsorbsinya agar tidak terjadi
ketimpangan terhadap alam.
1.3 Tinjauan Pustaka
1.3.1

Material Safety Data Sheet (MSDS)

a. Akuades
Akuades atau air mempunyai rumus kimia H2O. air tidak bersifat korosif, iritasi,
permeator atupun sensitif untuk mata, kulit atau menelan. Akuades juga tidak berbahaya jika

terhirup. Akuades tidak memiliki efek karsinogenik dan mutagenic. Bahan ini tidak mudah
terbakar ataupun meledak. Akuades merupakan senyawa netral yang memiliki pH 7, tidak
berbau dan tidak berwarna serta tidak berasa. Air mempunyai titik didih 100 oC dan

merupakan senyawa yang stabil (Anonim, 2015).
b. Asam Oksalat
Asam oksalat atau H2C2O4 biasanya terdapat dalam bentuk hidratnya yaitu C2O4.H2O.
Bahan ini bersifat iritan, permeator dan korosif terhadap kulit dan mata pada konsentrasi yang
tinggi. Bahan ini juga berbahaya jika terkena kulit dan mata secara terus-menerus. Bahan ini
tidak bersifat mutagenic atau karsinogenik. Asam oksalat dapat terbakar pada suhu tinggi dan
dapat meledak jika bersentuhan dengan api. Asam oksalat biasanya berwujud padat, tidak
berbau dan tidak berwarna. Massa molekul relatifnya adalah 90,04 g/mol dengan titik leleh
189,5oC. Bahan ini larut dalam air dingin, dietil eter, alcohol, gliserol dan tidak larut dalam
benzena dan petroleum eter. Penanganan pada kecelakaan dengan kontak kulit atau mata,
segera dibasuh dengan air mengalir selama kurang lebih 15 menit, sedangkan jika tertelan
segera basuh mulut dengan air dan beri minum, untuk korban yang menghirup segera dibawa
ke udara segar (Anonim, 2015).
c. Asam Asetat
Asam asetat atau C2H4O2 atau biasanya CH3COOH. Bahan ini bersifat iritan,
permeator dan korosif terhadap kulit dan mata pada konsentrasi yang tinggi. Bahan ini juga
berbahaya jika terkena kulit dan mata secara terus-menerus. Bahan ini tidak bersifat
mutagenic atau karsinogenik. Asam asetat biasanya berwujud cair, berbau dan berasa cuka
sangat kuat dan tajam serta tidak berwarna. Massa molekul relatifnya adalah 60,05 g/mol
dengan titik didih 181,1oC dan titik leleh 16,6oC. Penyimpanan ditempat yang sejuk dan jauh

dari api (Anonim, 2015).
d. NaOH
Natrium hidroksida adalah bahan yang bersifat korosif terhadap jaringan tubuh seperti kulit,
mata dan mulut. NaOH memiliki titik didih sebesar 100oC dan titik leleh sebesar 0oC. NaOH
biasanya berwujud cair, tidak berwarna dan tidak tidak berbau. NaOH merupakan basa kuat
yang pH-nya dapat mencapai 14. NaOH bersifat berlawanan dengan asam, senyawa organic
dan logam. Pertolongan pertama pada kecelakaan menggunakan NaOH sama dengan asam
oksalat. NaOH sebaiknya disimpan ditempat khusus bahan korosif. Tempat penyimpanan
seharusnya kering, dingin dan berventilasi baik. Selain itu, diusahakan tempat selalu tertutup
rapat dan terhindar dari bahan yang tidak cocok dengn NaOH (Anonim, 2015).

e. Indikator Phenolphthalein
Indikator fenolptalein terdiri dari 5% air, 95% etil alcohol dan 1% bubuk fenolptalein. Bahan
ini bersifat iritan dan permeator terhadap kulit, iitan pada mata dan berbahaya jika terhirup.
Indicator fenolptalein dapat terbakar pada 363oC, dan dapat meledak jika terjai kontak dengan
agen oksidasi asam, tapi tidak meledak jika terkena guncangan. Bahan ini berwujud cair, tidak
berwarna pada asam dan berwarna pink atau merah pucat dalam basa. Indicator ini juga tidak
berbau memiliki titik didih 78,5oC dan titik leleh -114,1oC. Bahan ini sangat mudah larut
dalam air panas, air dingin, methanol dan dietil eter, juga larut dalam aseton. Bahan ini
termasuk bahan yang stabil. Indicator ini sangat reaktif dengan agen oksidasi, asam dan alkali.

Indicator ini sebaiknya disimpan dalam area yang khusus. Wadah yang digunakan untuk
menyimpan sebaiknya ditutup dengan rapat dan dikunci sampai akan digunakan, hindari
sumber-sumber kebakaran seperti api dan suhu yang panas. Tempat diusahakan sejuk dan
berventilasi baik (Anonim, 2015).
f. Karbon aktif
Karbon aktif biasanya berbentuk butir atau bubuk hitam yang tidak berbau. Karbon
aktif khususnya pada keadaan basah dapat menghabiskan oksigen di udara dalam ruang
tertutup. Bahan ini tidak kororsif, namun dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan mata, serta
iritasi pernapasan jika terkena hirup. Pertolongan pertama sama dengan bahan sebelumnya.
Karbon aktif sangat sulit untuk terbakar, bahan ini cenderung menghasilkan nyala kecil tanpa
asap ataupun api. Pembakaran akan menghasilkan gas beracun. Penyimpanan ditempat
tertutup jauh dari bahan pengoksidasi seperti ozon, oksigen cair, klorin dan permanganate
(Anonim, 2015).
1.3.2

Dasar Teori
Salah satu sifat penting dari permukaan zat adalah adsorpsi. Adsorpsi adalah suatu

proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan maupun gas) terikat pada suatu padatan dan
akhirnya membentuk suatu film (lapisan tipis) pada permukaan padatan tersebut. Berbeda

dengan absorpsi dimana fluida terserap oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan.
Adsorpsi secara umum adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang ada
dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu ikatan kimia
fisika antara substansi dengan penyerapnya. Dalam proses adsorpsi ada zat yang terserap pada
suatu permukaan zat lain yang disebut adsorbat, sedangkan zat yang permukaannya dapat
menyerap zat lain disebut adsorben (Brady, 1999).
Adsorpsi atau penyerapan adalah pembentukan lapisan gas pada permukaan padatan
atau kadang-kadang cairan. Dalam proses adsorpsi ada zat yang terserap pada suatu

permukaan zat lain yang disebut adsorbat, sedangkan zat yang permukaannya dapat menyerap
zat lain disebut adsorben. Adsorpsi atau penyerapan berbeda dengan absorpsi atau
penyerapan, sebab pada proses absorpsi zat yang terserap menembus ke dalam zat penyerap.
Secara kimia absorpsi adalah masuknya gas ke dalam padatan atau lareutan, atau masuknya
cairan ke dalam padatan. Sedangkan secara fisika, absorpsi adalah perubahan energi radiasi
elektromagnetik, bunyi, berkas partikel, dan lain-lain ke dalam bentuk energi lain jika
dilewatkan pada suatu medium. Bila foton diserap akan terjadi suatu peralihan ke keadan
tereksitasi (Daintith, 1994).
Kinetika adsorpsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorben
dalam fungsi waktu. Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik
atom atau molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada permukaan zat padat

atau zat cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam karena tidak ada gaya-gaya lain yang
mengimbangi. Adanya gaya-gaya ini menyebabkan zat padat dan zat cair mempunyai gaya
adsorpsi. Adsorpsi berberda dengan absorpsi. Pada absorpsi zat yang diserap masuk ke dalam
adsorben, sedangkan pada adsorpsi, zat yang diserap hanya terdapat pada permukaannya
(Sukardjo, 1989).
Adsorpsi berbeda dengan absorpsi, sebab pada proses absorpsi zat yang terserap
menembus ke dalam zat penyerap sedangkan adsorpsi hanya pada permukaannya saja.
Adsorben ialah zat yang melakukan penyerapan terhadap zat lain (baik cairan maupun gas)
pada proses adsorpsi. Adsorben yang paling banyak dipakai untuk menyerap zat-zat dalam
larutan adalah arang. Zat ini banyak dipakai di pabrik untuk menghilangkan zat-zat warna
dalam larutan. Penyerapan bersifat selektif, yang diserap hanya zat terlarut atau pelarut sangat
mirip dengan penyerapan gas oleh zat padat. Ketika pelarut yang mengandung zat terlarut
tersebut kontak dengan adsorben, terjadi perpindahan massa zat terlarut dari pelarut ke
permukaan adsorben, sehingga konsentrasi zat terlarut di dalam cairan dan di dalam padatan
akan berubah terhadap waktu dan posisinya dalam kolom adsorpsi (Atkins, 2006).
Jenis-jenis adsorpsi ada dua macam, yaitu Adsorpsi fisik atau Van der Waals yang
memiliki cirri-ciri diantaranya panas adsorpsi rendah (

10.000 kal/mol) serta


kesetimbangan adsorpsi reversibel dan cepat. Contoh adsorpsi ini adalah adsorpsi gas pada
charcoal. Yang kedua adalah Adsorpsi kimia atau adsorpsi aktivasi di mana panas
adsorpsinya tinggi (20.000 – 100.000 kal/mol) dan terjadi dengan pembentukan senyawa
kimia, hingga ikatannya lebih kuat. Misalnya : adsorpsi CO pada W, adsorpsi O2 pada Ag,
Au, Pt, C, adsorpsi H2 pada Ni (Sukardjo, 1989).
Proses adsorpsi tergantung pada sifat zat padat yang mengadsorpsi, sifat atom/molekul
yang diserap, konsentrasi, temperatur dan lain-lain. Atas dasar fenomena kejadiannya,

adsorpsi juga dibedakan menjadi tiga macam. Yang pertama disebut chemisorption, terjadi
karena ikatan kimia (chemical bonding) antara molekul zat terlarut (solute) dengan molekul
adsorban. Adsorpsi ini bersifat sangat eksotermis dan tidak dapat berbalik (irreversible). Yang
kedua, adsorpsi fisika (physical adsorption, terjadi karena gaya tarik molekul oleh gaya van
der Waals dan yang ketiga disebut ion exchange (pertukaran ion), terjadi karena gaya
elektrostatis.
Berdasarkan jenis adsorbatnya, tingkat adsorpsi digolongkan menjadi tiga, yaitu lemah
(weak), terjadi pada zat anorganik kecuali golongan halogen (salah satunya adalah klor).
Adsorpsi menengah (medium), terjadi pada zat organik alifatik dan adsorpsi kuat (strong)
terjadi pada senyawa aromatik (zat organik yang berbau (aroma) dengan struktur benzene
(C6H6) (Alberty, 1992).
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air (untuk gas-gas

yang dapat larut atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan cairan), natrium hidroksida
(untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan asam sulfat (untuk gas-gas yang dapat
bereaksi seperti basa).Dalam proses adsorpsi dikenal juga kolom adsorpsi dimana kolom
adsorpsi itu sendiri adalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses pengabsorbsi
(penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di kolom/tabung tersebut. Proses ini
dilakukan dengan melewatkan zat yang terkontaminasi oleh komponen lain dan zat tersebut
dilewatkan ke kolom ini dimana terdapat fase cair dari komponen tersebut (Warnana, 2007).
Langmuir menganggap permukaan suatu zat padat terdiri dari ruang elementer yang
masing-masing dapat mengadsorpsi satu molekul gas. Ia mengandaikan bahwa semua ruang
elementer adalah identik dalam afinitasnya untuk molekul gas dan adanya molekul gas pada
satu ruang tak mempengaruhi sifat dari ruang yang ada di dekatnya. Bila θ adalah fraksi
permukaan yang ditempati oleh molekul gas, laju penguapan dari permukaan adalah rθ,
dengan r adalah sebagai laju penguapan dari permukaan yang tertutup sempurna pada suhu
tertentu. Pada kesetimbangan, laju penguapan gas yang teradsorpsi sama dengan laju
kondensasi (Alberty, 1992).
Adsorpsi isotherm Langmuir menggambarkan persamaan sebagai berikut
c/(X/m) = (1/α) + c(β/α)
maka dengan membuat grafik antara c/(X/m) dengan c akan diperoleh garis lurus
dengan (β/α) sebagai slope dan (1/α) sebagai intersep (Tim Kimia Fisik, 2014).


BAB 2. METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
- Erlenmeyer
- Buret dan penyangga
- Gelas beaker
- Kertas saring
- Pengaduk
- Termometer
- Labu ukur
2.1.2 Bahan
- Akuades
- Asam Oksalat
- Asam Asetat
- NaOH
- Indikator Phenolphthalein (PP)
- Karbon aktif
2.2 Prosedur Kerja
Asam Asetat


Oksalat

-

Distandarisasi larutan NaOH yang akan digunakan dengan asam oksalat.

-

Dibuat masing-masing larutan asam asetat sebanyak 50 mL dengan
konsentrasi 1,0; 0,8; 0,6; 0,4 M

-

Diambil 5 mL tiap-tiap larutan asam asetat untuk dititrasi dengan 0,5 M
NaOH dengan menggunakan indicator pp. Hasil titrasi menunjukkan
konsentrasi asam asetat mula-mula.

-

Diambil setiap larutan sebanyak 15 mL dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer lalu ditambahkan ke dalam masing-masing larutan beberapa
gram adsorben (karbon aktif).

-

Dikocok dan ditutup dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam
water bath selama 15 menit. Diambil masing-masing filtrate sebanyak 5
mL dan diberi indicator sebanyak 2 tetes, kemudian dititrasi dengan
NaOH sehingga dapat diketahui konsentrasi asam asetat dalam larutan.
Ditentukan jumlah asam asetat yang diadsorpsi.

Hasil

BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
3.1.1 Data Hasil Percobaan
Konsentrasi Asam
Asetat
0,4 M
0,6 M
0,8 M
1,0 M

V NaOH setelah ditambah karbon aktif
Suhu 1
Suhu 2
3,7 mL
3,6 mL
5,6 mL
5,7 mL
7,0 mL
7,6 mL
9,0 mL
9,1 mL

V NaOH sebelum
adsorbsi
4,4 mL
7,3 mL
8,3 mL
10,3 mL

3.1.2 Data Hasil Perhitungan
a. Suhu 1 (50oC – 49oC)
Konsentrasi

X

m

X/m

Log X/m

C

0,4 M

17,7 mg

1g

0,0177

-1,752

0,372

Log C

-0,429

0,6 M

42,9 mg

1g

0,0429

-1,367

0,617
-0,209

0,8 M

33,0 mg

1g

0,0330

-1,481

0,702
-0,154

1,0 M

33,0 mg

1g

0,0330

-1,481

0,871
-0,059

o

o

b. Suhu 2 (49 C – 48 C)
Konsentrasi

X

m

X/m

Log X/m

C

0,4 M

20,4 mg

1g

0,0204

-1,690

0,372

Log C

-0.429
0,6 M

40,5 mg

1g

0,0405

-1,392

0,617
-0.209

0,8 M

17,7 mg

1g

0,0177

-1,752

0,702
-0.154

1,0 M
3.2 Pembahasan

30,6 mg

1g

0,0306

-0,444

0,871

-0.059

Praktikum kali ini adalah entalpi adsorpsi. Pada praktikum ini digunakan karbon aktif
sebagai adsorben yang memiliki sifa-sifat adsorpsi yaitu permukaannya dapat menyerap zat
lain. Adsorbat atau zat yang terserap pada suatu permukaan zat lain pada praktikum ini adalah
asam asetat yang dititrasi dengan NaOH. Sebelumnya NaOH distandarisasi dengan
menggunakan asam oksalat dengan normalitas 0,5 N. Asam oksalat yang larutkan dalam air
adalah 1,576 gram. Asam oksalat yang digunakan adalah asam oksalat dihidrat. Larutan asam
oksalat tadi kemudian diambil 5 mL untuk dititrasi dengan NaOH. NaOH harus distandarisasi
untuk mengetahui atau memastikan konsentrasinya. Selain itu, NaOH juga merupakan bahan /
basa sekunder sehingga harus dititrasi terlebih dahulu.
Titrasi dilakukan dengan menambahkan 2 tetes indicator phenolphthalein. Indicator ini
dipakai karena asam oksalat dengan NaOH adalah pasangan Asam-basa kuat. Oleh karena itu,
maka titik ekuivalen dari titrasi diperkirakan mencapai pH 8 ke atas. Phenolphthalein
merupakan indicator yang tidak berwarna pada pH asam, dan akan berwarna pink pada saat
mencapai pH 8-10. Hal ini sesuai untuk mengamati titrasi tersebut sehingga dapat dihentikan
dengan tepat pada saat mencapai titik ekuivalen. Asam asetat juga dittrasi menggunakan
indicator pp. walaupun CH3COOH bukan merupakan asam kuat, namun NaOH adalah asam
kuat sehingga titik ekuivalennya mungkin diantara pH 7-8, karena itulah indicator pp cocok
untuk dipakai pada titrasi ini.
Setelah standarisasi selesai, maka dilanjutkan dengan melakukan titrasi CH3COOH
dengan NaOH yang sudah distandarisasi. CH3COOH atau asam asetat sebelumnya telah
diencerkan ke dalam berbagai variasi konsentrasi, yaitu 0,4; 0,6; 0,8 dan 1,0 M. Seperti yang
terlihat pada tabel, semakin tinggi konsentrasi, maka volume NaOH yang diperlukan juga
semakin bertambah. Konsentrasi 0,4 M membutuhkan 4,4 mL NaOH dan terus naik secara
konstan untuk konsentrasi selanjutnya sampai konsentrasi 1,0 M. Semakin tinggi konsentrasi
atau semakin pekat larutan maka semakin banyak zat yang yang ada dalam larutan, karena
itulah volume NaOH yang dibutuhkan juga semakin besar seiring bertambahnya konsentrasi.
Setelah titrasi, selanjutnya diambil sebanyak 15 mL lautan pada masing-masing
konsentrasi asam asetat. Masing-masing larutan tadi diberi 1 gram karbon aktif secara
bersamaan. Karbon aktif memiliki sifat-sifat diantaranya sangat aktif dan akan menyerap apa
saja yang melakukan kontak dengan karbon tersebut, baik di udara maupun di dalam air. Hal
tersebut dilakukan agar waktu penyerapan sama dan efeknya hasil yang diserap akan sama
pula. Larutan yang berisi asam asetat karbon aktif kemudian dimasukkan ke dalam waterbath
untuk dipanaskan selama 15 menit. Sebelumnya Erlenmeyer ditutup dengan menggunakan
aluminium foil agar larutan tidak terpecik keluar erlenmeyer serta menghalangi gangguan dari
luar sehingga larutan tidak terkontaminasi oleh zat-zat yang dapat mempengaruhi daya asam

asetat oleh karbon aktif. Suhu yang digunakan mengikuti kelompok yang juga menggunakan
waterbath tersebut, karena hal ini dapat dilakukan pada suhu berapa saja. Pemanasan ini
bertujuan untuk melihat pengaruh suhu terhadap hasil adsorpsi. Setelah 1 menit, larutan
dikeluarkan dari watebath dan diambil 5 mL untuk dititrasi dengan NaOH. Pada titrasi ini,
larutan asam asetat diserap oleh karbon aktif sehingga asam asetat yang awalnya tidak murni
merjadi lebih murni karena zat-zat lain yang ikut pada asam asetat menjadi terserap oleh
karbon aktif. Sehingga asam asetat yang semula konsentrasinya tinggi menjadi lebih rendah
konsentrasinya, hal tersebut yang menyebabkan turunnya volume NaOH yang dibutuhkan
untuk titrasi.
Suhu yang digunakan pada praktikum ini adalah 2 variasi, yaitu suhu pertama dengan
rentang 48-50oC dan suhu kedua pada 48-49oC. Secara rata-rata, semakin tinggi suhu maka
semakin banyak volume NaOH yang dibutuhkan dalam titrasi, walaupun kenaikannya hanya
0,1 mL. Jika konsentrasi asam asetat semakin besar, maka proses adsorpsi yang dilakukan
adsorben karbon aktif semakin cepat hal ini dapat dilihat dengan semakin cepatnya titik
ekivalen dan titik akhir yang dicapai saat titrasi dengan semakin berkurangnya konsentrasi
asam asetat. Reaksi saat titrasi adalah sebagai berikut.
CH3COOH(aq) + NaOH(aq)

CH3COONa(aq) + H2O(l)

Sebelum dilakukan titrasi, larutan asam asetat yang didalamnya terdapat karbon aktif
disaring dengan menggunakan kertas saring untuk mendapatkan filtrate yang akan dititrasi.
Karbon aktif yang ada pada kertas saring kemudian dikeringkan dengan cara dioven. Setelah
kering, karbon tersebut ditimbang. Langkah ini dilakukan untuk memperoleh berat adsorben
dalam keadaan setimbang (C), yang kemudian dicari lognya untuk dapat dijadikan grafik
dengan log X/m. Berikut adalah grafik hubungan log X/m dengan log C pada suhu 1.

Grafk Log C vs Log (X/m) Suhu 1

Log (X/m)

-0.5

0
-0.1-0.2 0
-0.4
-0.6
-0.8
-1
-1.2
-1.4
f(x) = 0.8 x − 1.35
-1.6
R² = 0.59
-1.8
-2

-0.4

-0.3

-0.2

Log (X/m)
Linear (Log (X/m))

Log C

Grafik hubungan Log (X/m) dengan Log C pada suhu 49-50oC

Pada grafik tersebut dapat dilihat bahwa y = mx + c, di mana m = n. oleh sebab itu, n
yang didapat pada suhu 1 ini adalah 0,799. Sedangkan untuk log k digunakan nilai c = -1,350.
Sehingga didapat k = 0,0446. Grafik ini lebih baik dibandingkan dengan grafik yang
selanjutnya, karena masih hanya turun dari konsentrasi 0,6 M ke 0,8 M dan penurunannya
juga tidak terlampau banyak.

Grafk Log C vs Log (X/m) Suhu 2

Log (X/m)

-0.5

0
-0.1-0.2 0
-0.4
-0.6
-0.8
-1
-1.2
-1.4
-1.6
f(x) = 0.33 x − 1.52
-1.8
R² = 0.1
-2

-0.4

-0.3

-0.2

Log (X/m)
Linear (Log (X/m))

Log C

Grafik hubungan Log (X/m) dengan Log C pada suhu 48-49oC
Pada grafik di atas diperoleh n = 0,332 yang didapat dari nilai m pada grafik tersebut.
Sedangkan nilai k pada suhu ini adalah 0,0305 yang didapat dari log k = c. grafik yang
didapat pada percobaan ini seperti terlihat di atas. Grafik ini tidak lebih baik dari grafik yang
sebelumnya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh suhu water bath yang tidak teratur. Suhu
yang tertera pada alat tidak sesuai dengan suhu yang ada dalam wadah yang berisi asam
asetat. Sehingga pada saat menghitung terdapat kesalahan atau factor koreksi yang besar.

Grafk Hubungan ln k dengan 1/T
-2.9
0

0

0

0

0

0

0

0

-3
-3.1
-3.2

-3.11
f(x) = − 38000 x + 114.69
R² = 1

ln k
Linear (ln k)

-3.3
-3.4
-3.49

-3.5
-3.6

Grafik hubungan ln k dengan 1/T
Gambar diatas adalah grafik hubungan ln k dengan 1/T. Grafik ini menunjukkan garis
yang linier. Hal ini disebabkan karena suhu yang digunakan tidak terpaut jauh, suhu pertama
adalah antara 49-50oC dan suhu kedua sebesar 48-49oC. Suhu yang digunakan juga hanya
variasi dua suhu karena kendala waktu yang tidak mencukupi. Sehingga tidak dapat terlihat
pada daerah mana grafik tidak linier. Dari grafik tersebut didapat ∆H sebesar
315932 J mol−1 K −1 atau 315,9 kJ mol−1 K−1.

BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah mengetahui sifat
dari bahan adsorben yang mana pada praktikum ini adsorben yang digunakan adalah karbon
aktif. Karbon aktif memiliki sifat adsorbs yang sangat kuat baik di udara maupun dalam suatu
cairan. Oleh karena itu, pada saat asam asetat ditambahkan dengan karbon aktif,
konsentrasinya semakin sedikit dilihat dari hasil titrasi dengan volume NaOH yang
dibutuhkan semakin sedikit. Hal tersebut terjadi karena karbon aktif mengadsorpsi zat-zat lain
yang ada dalam asam asetat.
4.2 Saran
Praktikum kali ini berjalan dengan lancar walaupun waktu yang dibutuhkan agak lama
karena harus antri dalam penggunaan water bath. Penggunaan suhu dalam water bath juga
tidak sesuai dengan yang diharapkan sehingga grafik (kurva) yang diperoleh tidak sesuai.

DAFTAR PUSTAKA
Alberty, Robert. 1992. Kimia Fisika Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Anonym. 2015. MSDS Akuades. [Serial Online]. http://www.sciencelab.com/msds.php?
msdsId=9924923. Diakses tanggal 20 Maret 2015.
Anonym. 2015. MSDS Asam Asetat. [Serial Online]. http://www.sciencelab.com/msds.php?
msdsId=9927321. Diakses tanggal 1 April 2015.
Anonym. 2015. MSDS Asam Oksalat. [Serial Online]. http://www.sciencelab.com/msds.php?
msdsId=9922902. Diakses tanggal 20 Maret 2015.
Anonym.

2015.

MSDS

Indicator

Phenolphthalein.

[Serial

Online].

http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9921345. Diakses tanggal 20 Maret
2015.
Anonym. 2015. MSDS Karbon Aktif. [Serial Online]. http://www.sciencelab.com/msds.php?
msdsId=9923955. Diakses tanggal 1 April 2015.
Anonym. 2015. MSDS NaOH. [Serial Online]. http://www.sciencelab.com/msds.php?
msdsId=9924359. Diakses tanggal 20 Maret 2015.
Atkins, P.W. 2006. Kimia Fisik. Jakarta : Erlangga.
Brady, James, E,. 1999. Kimia Universitas Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Daintith, J. 1994, Kamus Lengkap Kimia. Jakarta : Erlangga.
Sukardjo. 1989. Kimia Fisika. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Tim Kimia Fisik 1. 2014. Penuntun Praktikum Kimia Fisik I. Jember : Universitas Jember.
Warnana, dkk. 2007. Termodinamika. Jakarta : Universitas Terbuka.

Lampiran
Perhitungan
1. Massa asam oksalat :
M
0,5 N = 2
m
M = 1 M  1M = MrxV
1M =

m
157,6 g /molx 10 x 10−3 L

m=1,576 gram
2. Volume Pengenceran 1 M Asam Asetat:
 0,4 M Asam Asetat
M1.V1=M2.V2
1M.V1=0,4M.50 mL
V1= 20mL


0,6 M Asam Asetat
M1.V1=M2.V2
1M.V1=0,6M.50 mL
V1= 30 mL



0,8 M Asam Asetat
M1.V1=M2.V2
1M.V1=0,8M.50 mL
V1= 40 mL



1 M Asam Asetat  50 mL

3. Standarisasi NaOH:
MNaOH.VNaOH = MAsam Oksalat.VAsam Oksalat
MNaOH . 5,9 mL = 0,5 N . 5 mL
MNaOH = 0,423 M
4. Massa Asam Asetat sebelum adsorbsi
 0,4 M Asam Asetat
- Konsentrasi asam asetat 0,4 M
MNaOH.VNaOH = MAsam Asetat.VAsam Asetat
0,423 M. 4,4 mL = MAsam Asetat. 5 mL
0,372 M = MAsam Asetat

-

Mol = MxV
= 0,372 M x 5 mL
= 1,86 mmol

-

Massa = n x Mr
= 1,86 m mol x 60 gram/mol
= 111, 6 mg

 0,6 M Asam Asetat
- Konsentrasi asam asetat 0,6 M
MNaOH.VNaOH = MAsam Asetat.VAsam Asetat
0,423 M. 7,3 mL = MAsam Asetat. 5 mL
0,617 M = MAsam Asetat

-

Mol = MxV
= 0,617 M x 5 mL
= 3,085 mmol

-

Massa = n x Mr
= 3,085 mmol x 60 gram/mol
= 185,1 mg

 0,8 M Asam Asetat
- Konsentrasi asam asetat 0,8 M
MNaOH.VNaOH = MAsam Asetat.VAsam Asetat
0,423 M. 8,3 mL = MAsam Asetat. 5 mL
0,702 M = MAsam Asetat

-

Mol = MxV
= 0,702 M x 5 mL
= 3,51 mmol

-

Massa = n x Mr
= 3,51 mmol x 60 gram/mol
= 210,6 mg

 1 M Asam Asetat
- Konsentrasi asam asetat 1 M
MNaOH.VNaOH = MAsam Asetat.VAaam Asetat
0,423 M. 10,3 mL = MAsam Asetat. 5 mL
0,871 M = MAsam Asetat

-

Mol = MxV
= 0,871M x 5 mL
= 4,355 mmol

-

Massa = n x Mr
= 4,355 mmol x 60 gram/mol
= 261,3 mg

5. Massa Asam Asetat setelah adsorbsi
Suhu 1
 0,4 M Asam Asetat
- Konsentrasi asam asetat 0,4 M
MNaOH.VNaOH = MAsam Asetat.VAsam Asetat
0,423 M. 3,7 mL = MAsam Asetat. 5 mL
0,313 M = MAsam Asetat
-

Mol = MxV
= 0,313 M x 5 mL
= 1,565 mmol

-

Massa = n x Mr
= 1,565 mmol x 60 gram/mol
= 93,9 mg

 0,6 M Asam Asetat
- Konsentrasi asam asetat 0,6 M
MNaOH.VNaOH = MAsam Asetat.VAsam Asetat
0,423 M. 5,6 mL = MAsam Asetat. 5 mL
0,474 M = MAsam Asetat

-

Mol = MxV
= 0,474 M x 5 mL
= 2,37 mmol

-

Massa = n x Mr
= 2,37 mmol x 60 gram/mol
= 142,2 mg

 0,8 M Asam Asetat
- Konsentrasi asam asetat 0,8 M

MNaOH.VNaOH = MAsam Asetat.VAsam Asetat
0,423 M. 7 mL = MAsam Asetat. 5 mL
0,592 M = MAsam Asetat

-

Mol = MxV
= 0,592 M x 5 mL
= 2,96 mmol

-

Massa = n x Mr
= 2,96 mmol x 60 gram/mol
= 177,6 mg

 1 M Asam Asetat
- Konsentrasi asam asetat 1 M
MNaOH.VNaOH = MAsam Asetat.VAsam Asetat
0,423 M. 9 mL = MAsam Asetat. 5 mL
0,761 M = MAsam Asetat

-

Mol = MxV
= 0,761M x 5 mL
= 3,805 mmol

-

Massa = n x Mr
= 3,805 mmol x 60 gram/mol
= 228,3 mg
Suhu 2

 0,4 M Asam Asetat
- Konsentrasi asam asetat 0,4 M
MNaOH.VNaOH = MAsam Asetat.VAsam Asetat
0,423 M. 3,6 mL = MAsam Asetat. 5 mL
0,304 M = MAsam Asetat
-

Mol = MxV
= 0,304 M x 5 mL
= 1,52 mmol

-

Massa = n x Mr
= 1,52 mmol x 60 gram/mol
= 91,2 mg

 0,6 M Asam Asetat
- Konsentrasi asam asetat 0,6 M
MNaOH.VNaOH = MAsam Asetat.VAsam Asetat
0,423 M. 5,7 mL = MAsam Asetat. 5 mL
0,482 M = MAsam Asetat

-

Mol = MxV
= 0,482 M x 5 mL
= 2,41 mmol

-

Massa = n x Mr
= 2,41 mmol x 60 gram/mol
= 144,6 mg

 0,8 M Asam Asetat
- Konsentrasi asam asetat 0,8 M
MNaOH.VNaOH = MAsam Asetat.VAsam Asetat
0,423 M. 7,6 mL = MAsam Asetat. 5 mL
0,643 M = MAsam Asetat

-

Mol = MxV
= 0,643 M x 5 mL
= 3,215 mmol

-

Massa = n x Mr
= 3,215 mmol x 60 gram/mol
= 192,9 mg

 1 M Asam Asetat
- Konsentrasi asam asetat 1 M
MNaOH.VNaOH = MAsam Asetat.VAsam Asetat
0,423 M. 9,1 mL = MAsam Asetat. 5 mL
0,769 M = MAsam Asetat

-

Mol = MxV
= 0,769M x 5 mL
= 3,845 mmol

-

Massa = n x Mr
= 3,845 mmol x 60 gram/mol
= 230,7 mg

6. Massa asam asetat yang diadsorbsi
Suhu 1:
Massa yang diadsorbsi pada konsentrasi 0,4 M = ma-mb = 17,7 mg
Massa yang diadsorbsi pada konsentrasi 0,6 M = ma-mb = 42,9 mg
Massa yang diadsorbsi pada konsentrasi 0,8 M = ma-mb = 33,0 mg
Massa yang diadsorbsi pada konsentrasi 1 M = ma-mb = 33, 0 mg
Suhu 2:
Massa yang diadsorbsi pada konsentrasi 0,4 M = ma-mb = 20,4 mg
Massa yang diadsorbsi pada konsentrasi 0,6 M = ma-mb = 40,5 mg
Massa yang diadsorbsi pada konsentrasi 0,8 M = ma-mb = 17,7 mg
Massa yang diadsorbsi pada konsentrasi 1 M = ma-mb = 30,6 mg
7. Nilai Log X/m
Suhu 1 :
a. Konsentrasi 0,4 M
X
17,7 m g
m = Log 1000 mg
= -1,752
b. Konsentrasi 0,6 M
X
42,9m g
m = Log 1000 mg
= -1,367
c. Konsentrasi 0,8 M
X
33,0 m g
m = Log 1000 mg
= -1,481
d. Konsentrasi 1 M
X
33,0 m g
m = Log 1000 mg
= -1,481
Suhu 2 :
a. Konsentrasi 0,4 M
X
m

20,4 m g
= Log 1000 mg
= -1,690

b. Konsentrasi 0,6 M
X
m

40,5 m g
= Log 1000 mg
= -1,392

c. Konsentrasi 0,8 M
X
m

17,7 m g
= Log 1000 mg
= -1,752

d. Konsentrasi 1 M
X
m

30,6 m g
= Log 1000 mg
= -1,514

8. Nilai Log C
a. Konsentrasi 0,4 M
log 0,372 = -0,429
b. Konsentrasi 0,6 M
log 0,617 = -0,209
c. Konsentrasi 0,8 M
Log 0,702 = -0,154
d. Konsentrasi 1,0 M
log 0,871 = -0,059
9. Mencari nilai k dan n
Suhu 1 :

Grafk Log C vs Log (X/m) Suhu 1

Log (X/m)

-0.5

0
-0.1-0.2 0
-0.4
-0.6
-0.8
-1
-1.2
-1.4
f(x) = 0.8 x − 1.35
-1.6
R² = 0.59
-1.8
-2

-0.4

-0.3

-0.2

Log C

y = mx + b
y = 0,799x – 1,350
m=n
n = 0,799

Log (X/m)
Linear (Log (X/m))

b = log k
log k = – 1,350
k = 0,0446
Suhu 2 :

Grafk Log C vs Log (X/m) Suhu 2
0
-0.1-0.2 0
-0.4
-0.6
-0.8
-1
-1.2
-1.4
-1.6
f(x) = 0.33 x − 1.52
-1.8
R² = 0.1
-2

-0.4

Log (X/m)

-0.5

-0.3

-0.2

Log C

y = mx + b
y = 0,332x – 1,516
m=n
n = 0,332
b = log k
log k = – 1,516
k = 0,0305
10. Mencari ∆H
Grafik ln K dengan 1/T

Log (X/m)
Linear (Log (X/m))

Grafk Hubungan ln k dengan 1/T
-2.9
0

0

0

0

0

0

0

0

-3
-3.1

-3.11
f(x) = − 38000 x + 114.69
R² = 1

-3.2

ln k
Linear (ln k)

-3.3
-3.4
-3.49

-3.5
-3.6

T1 =

50+49
=49,5oC = 322,5 K
2

1
1
=
=0,00310
T 322,5
T1 =

48+ 49
=48,5 oC = 321,5 K
2

1
1
=
=0,00311
T 321,5
k1 = 0,0446
ln k = -3,11
k2 = 0,0305
ln k = -3,49

( ∂∂lnTk ) =


∆ H ads
RT 2

∆ H dT
d ln k = R . 2
T
ln k =
m=

−∆ H 1
R
T

( )

−∆ H
R

∆ H =−m. R

∆ H =−( −38000 ) .8,314 J mol−1 K −1
∆ H =315932 J mol−1 K −1
∆ H =315,9 kJ mol−1 K −1

Lembar Pengamatan