LAPORAN PRAKTIKUM TERPADU ILMU TANAH
LAPORAN LENGKAP
PRAKTIKUM TERPADU (ILMU TANAH)
OLEH :
HERMANSYAH TONGASA
NIM : D1B1 12 055
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2016
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan Rahmat dan karunia-Nya kepada Penulis sehingga dapat
menyelesaikan “Laporan Praktikum Terpadu” (Ilmu Tanah).
Penulis menyadari bahwa didalam penulisan Laporan ini tidak terlepas
dari berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan berbagai pihak, untuk
itu dalam kesempatan ini Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam penulisan
Laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Laporan ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisanya. Namun demikian,
Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik dan oleh karenanya,
Penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran
dan usul guna penyempurnaan Laporan ini.
Akhirnya Penulis berharap semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.
Kendari, 16 Januari 2016
Penulis
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman tebu (Saccharum Officinarum) dimanfaatkan sebagai bahan baku
utama dalam industri gula. Pengembangan industri gula mempunyai peranan
penting bukan saja dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di
daerah serta penambahan atau penghematan devisa, tetapi juga langsung terkait
dengan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan penyediaan lapangan kerja
(Farid, 2003). Bagian lain dari tanaman seperti daunnya dapat pula dimanfaatkan
sebagai pakan ternak dan bahan baku pembuatan pupuk hijau atau kompos.
Ampas tebu digunakan oleh pabrik gula itu sendiri untuk bahan bakar selain itu
biasanya dipakai oleh industri pembuat kertas sebagai campuran pembuat kertas.
Tanaman kelapa sawit merupakan komoditi yang sangat menguntungkan,
sehingga perluasan areal sangat maju pesat. Industri pengolahan kelapa sawit di
Indonesia terus mengalami peningkatan. Sejumlah pabrik dengan kapasitas
produksi minyak sawit CPO (Crude Palm Oil) tersebar hampir di seluruh provinsi
di Indonesia. Pemasaran produk kelapa sawit pada perkebunan besar negara
dilakukan secara bersama melalui kantor pemasaran yang sudah ditunjuk bersama,
sedangkan untuk perkebunan besar swasta, pemasaran dilakukan oleh masingmasing perusahaan.
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
memiliki potensi sumber daya perairan yang sangat besar baik perairan laut
maupun perairan tawar. Salah satu kawasan yang memiliki potensi umum adalah
Rawa Aopa.
Rawa Aopa merupakan ekosistem yang ada di Taman Nasional Rawa Aopa
Watumohai, yang memiliki potensi yang sangat besar dalam mendukung
kehidupan masyarakat dan pemerintah daerah. Sampai saat ini, kegiatan
pemanfaatan potensi tersebut masih terus dilakukan bahkan menjadi kegiatan
ekonomi utama bagi masyarakat (Badan Pusat Statistik Kabupaten Konawe,
2008).
Kegiatan
pertambangan
berpengaruh
dalam
masyarakat,
sebagai
manfaatnya menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Tapi ada juga dampak
lain dari kegiatan pertambangan yaitu banyak masyarakat sekitar yang ikut serta
dalam kegiatan pertambangan yang mengakibatkan adanya pengaruh dari pihak
yang mempunyai kepentingan atas kegiatan pertambangan. Proses negosiasi
mengenai lahan yang akan di lakukan penambangan tidak terlalu rumit, karena
adanya kedekatan antara keduanya. Padahal beberapa masyarakt yang ada
dikondisi tersebut telah dirugikan.
Perusakan lingkungan semakin hari semakin bertamah kompleks, sehingga
kita pun merasakan bumi semakin panas. Ini disebabkan berkurangnya ruang yang
ditumbuhi oleh pepohonan. Kerusakan ini disebabkan oleh penambangan,
perkebunan dan aktivitas penduduk. Kerusakan alam di Provinsi Sulawesi
Tenggara lebih banyak disebabkan oleh kegiatan pertambangan. Ekosisitem yang
rusak diartikan sebagai ekosistem yang tidak dapat lagi menjalankan fungsinya
secara optimal,seperti perlindungan tanah, tata air, pengatur cuaca dan fungsi-
fungsi lainnya dalam mengatur perlindungan alam lingkungan. Kegiatan
penambangan nikel di Pomalaa menyebabkan kegundulan hutan. Gangguan
ekosistem akibat penambangan nikel ini dikategorikan dalam gangguan yang
mempunyai intensitas berat. Hal ini dikarenakan sturktur hutan rusak berat/hancur
yang menyebabkan produktivitas tanahnya menurun. Dampak lain yang timbul
akibat penambangan nikel adalah lahan yang terdegradasi. Degradasi lahan pada
bekas tambang meliputi perubahan sifat fisik dan kimia tanah, penuruanan drastis
jumlah spesies baik flora, fauna serta mikroorganisme tanah. Dengan kata lain,
lahan yang terdegradasi memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan stuktur tanah
yang kurang baik untuk pertumbuhan tanaman.
Logam nikel berwarna putih dan kelabu, keras seperti besi dan tidak
mudah berkarat. Nikel dicampur dengan besi agar besi lebih baik mutunya, atau
menjadi baja. Nikel juga dicampur dengan logam lain, misalnya tembaga, untuk
membuat kuningan dan perunggu. Selain itu nikel digunakan sebagai bahan
pembuat uang logam. Daerah utama penghasil logam nikel adalah Soroako
Sulawesi Selatan dan Pomala di Sulawesi Tenggara. Penambangan secara terbuka
dilakukan di Soroako, yang dilengkapi dengan pabrik peleburah modern. Pabrik
ini didirikan bekerja sama dengna perusahaan Kanada. Bijih nikel di sini
mengandung logan nikel 2% - 4% tetapi setelah dilebur kandungan nikelnya dapat
mencapai 75%. Bijih nikel yang telah dilebur diekspor ke Jepang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tehnik pemupukan yang digunakan dalam meningkatkan produksi
tanaman Tebu dan Kelapa sawit ?
2. Bagaimana proses pembentukan rawa ?
3. Metode apa yang digunakan untuk reklamasi lahan tambang ?
C. Tujuan
1. Mengetahui tehnik pemupukan yang digunakan dalam meningkatkan produksi
tanaman Tebu dan Kelapa sawit.
2. Mengetahui proses pembentukan rawa.
3. Mengetahui metode yang digunakan dalam reklamasi lahan tambang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Budidaya Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.)
Tanaman tebu termasuk salah satu anggota dari familia Gramineae, sub
familia Andropogonae. Banyak ahli berpendapat bahwa tanaman tebu berasal dari
Irian, dan dari sana menyebar ke kepulauan Indonesia yang lain, Malaysia,
Filipina, Thailand, Burma, dan India. Dari India kemudian dibawa ke Iran sekitar
tahun 600 M, dan selanjutnya oleh orang-orang Arab dibawa ke Mesir, Maroko,
Spanyol, dan Zanzibar. Beberapa peneliti yang lain berkesimpulan bahwa tanaman
ini berasal dari India berdasarkan catatan-catatan kuno dari negeri tersebut. Bala
tentara Alexander the Great mencatat adanya tanaman di negeri itu ketika
mencapai India pada tahun 325 SM (Tjokroadikoesoemo dan Baktir, 2005). Tebu
merupakan bahan dasar dalam pembuatan gula. Gula yang dihasilkan dari tebu
disebut dengan gula putih atau juga gula pasir karena berbentuk butiran-butiran
kristal putih. Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermathophyta
Sub Divisio
: Angiospermae
Class
: Monocotyledone
Ordo
: Glumiflorae
Famili
: Graminae
Genus
: Saccharum
Spesies
: Saccharum officinarum L. (Tarigan dan Sinulingga, 2006).
Proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari ruas
ke ruas yang tingkat kemasakannya tergantung pada umur ruas. Ruas di bawah
(lebih tua) lebih banyak tingkat kandungan gulanya dibandingkan dengan ruas di
atasnya (lebih muda), demikian seterusnya sampai ruas bagian pucuk. Oleh karena
itu, tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula di sepanjang
batang telah seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk (Supriyadi, 1992).
Tanaman tebu mempunyai sosok yang tinggi kurus, tidak bercabang, dan
tumbuh tegak. Tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 m atau lebih. Kulit batang
keras berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua, atau kombinasinya. Pada batang
terdapat lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan dan umumnya terdapat
pada tanaman tebu yang masih muda.
Daun tebu merupakan daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari
pelepah dan helaian daun, tanpa tangkai daun. Daun berpangkal pada buku batang
dengan kedudukan yang berseling. Pelepah memeluk batang, makin ke atas makin
sempit. Pada pelepah terdapat bulu-bulu dan telinga daun. Pertulangan daun
sejajar.
Tebu mempunyai akar serabut yang panjangnya dapat mencapai satu
meter. Sewaktu tanaman masih muda atau berupa bibit, ada 2 macam akar, yaitu
akar setek dan akar tunas. Akar setek/bibit berasal dari setek batangnya, tidak
berumur panjang, dan hanya berfungsi sewaktu tanaman masih muda. Akar tunas
berasal dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada selama tanaman masih tumbuh.
jemuk yang tersusun atas malai dengan pertumbuhan terbatas. Panjang bunga
majemuk 70-90 C. Setiap bunga mempunyai tiga daun kelopak, satu daun
mahkota, tiga benang sari, dan dua kepala putik (Tim Penulis PS, 2000).
Menurut Sutardjo (1996), produktivitas tanaman tebu dipengaruhi oleh
berbagai faktor yaitu penggunaan sarana produksi dan teknik budidayanya.
Pemupukan sebagai salah satu usaha peningkatan kesuburan tanah, pada jumlah
dan kombinasi tertentu dapat menaikkan produksi tebu dan gula. Berdasarkan ini,
rekomendasi pemberian macam dan jenis pupuk harus didasarkan pada kebutuhan
optimum dan terjadinya unsur hara dalam tanah disertai dengan pelaksanaan
pemupukan yang efisien yaitu waktu pemberian dan cara pemberian. Kombinasi
jenis dan jumlah pupuk yang digunakan berkaitan erat dengan tingkat
produktivitas dan rendemen tebu.
Rendemen tebu merupakan kandungan yang terdapat pada tebu. Dalam
prosesnya ternyata rendemen yang dihasilkan oleh tanaman dipengaruhi oleh
keadaan tanaman dan proses penggilingan di pabrik. Untuk mendapatkan
rendemen yang tinggi, tanaman harus bermutu baik dan ditebang pada saat yang
tepat. Namun sebaik apapun mutu tebu, jika pabrik sebagai sarana pengolahan
tidak baik, hablur yang didapat akan berbeda dengan kandungan sukrosa yang ada
di batang. Oleh sebab itu sering terjadi permasalahan dengan cara penentuan
rendemen di pabrik. Berbagai kasus yang mencuat dan bahkan menyebabkan
konflik antara petani dan pabrik gula adalah karena ketidakjelasan penentuan
rendemen (Purwono, 2003).
Tujuan utama pengolahan tebu adalah untuk memperoleh hasil hablur
yang tinggi. Hablur adalah gula sukrosa yang dikristalkan. Dalam sistem produksi
gula, pembentukan gula terjadi didalam proses metabolisme tanaman. Proses ini
terjadi di lapangan (on farm). Pabrik gula sebenarnya hanya berfungsi sebagai alat
ekstraksi untuk mengeluarkan nira dari batang tebu dan mengolahnya menjadi
gula kristal (Purwono, 2003).
Setelah tebu dipanen dan diangkut ke pabrik, selanjutnya dilakukan
pengolahan. Pengolahan tebu menjadi gula putih dilakukan di pabrik dengan
menggunakan peralatan yang sebagian besar bekerja secara otomatis. Beberapa
tahap Universitas Sumatera Utara
pengolahan, yaitu ekstraksi nira, penjernihan, penguapan, kristalisasi,
pemisahan kristal, dan pengeringan, pengemasan serta penyimpanan (Tim Penulis,
2000).
Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan
mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan
tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang
kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas
tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air (Anonimus(c), 2010).
Dasar pengolahan gula tebu dalam bentuk kristal atau nama umum gula
pasir, prinsipnya memisahkan gula sukrosa dari kotoran-kotoran bukan gula dan
air yang untuk selanjutnya dilakukan pengkristalan. Pada umumnya proses
pengolahan gula secara pabrik digolongkan menjadi beberapa stasiun yang
berturut-turut sebagai berikut pertama stasiun penggilingan, kedua stasiun
pemurnian, ketiga stasiun penguapan, keempat stasiun kristalisasi, kelima stasiun
putaran dan keenam stasiun penyelesaian. Masing-masing stasiun ini mempunyai
fungsi dan tugas tersendiri, namun tetap merupakan satu kesatuan yang saling
berkaitan sehingga harus dipahami berbagai aspek operasionalnya, termasuk
pengendalian dan pengawasan prosesnya (Setyohadi, 2006).
B. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq)
Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon yang tingginya mencapai 25
meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak, Buahnya kecil
dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat, daging
dan kulit buahnya melindungi minyak. Taksonomi kelapa sawit di klasifikasikan
sebagai berikut:
Divisi
: Tracheophyta
Kelas
: Angiospermae
Bangsa
: Spadiciflorae (Arecales)
Suku
: Palmae (Arecaceae)
Marga
: Elaeis
Jenis
: Elaeis guineensis Jacq
Tanaman kelapa sawit secara umum tumbuh rata-rata 20-25 tahun. Pada
tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda, hal ini di karenakan kelapa
sawit tersebut belum menghasilkan buah. Kelapa sawit berbuah pada usia 4-6
tahun dan pada usia 7-10 tahun sebagai periode matang (the mature periode),
dimana pada periode tersebut mulai mengalami buah tandan segar (Fresh fruit
bunch). Tanaman kelapa sawit pada usia 11-20 tahun mulai mengalami penurunan
produksi buah tandan segar dan terkadang pada usia 20-25 tahun tanaman kelapa
sawit akan mati (Suyatno, 1994).
Tanaman kelapa sawit berakar serabut dan perakarannya sangat kuat
karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder,
tertier dan kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah sampai batas
permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier dan kuarter tumbuh sejajar dengan
permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisaan atas atau
ke tempat yang banyak mengandung unsur hara.
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil yaitu batangnya tidak
mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai
penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Batang
kelapa sawit berbentuk selinder dengan diameter 20-75 cm. Pertambahan tinggi
batang terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun. Tinggi batang bertambah
25-45 cm/tahun. Jika kondisi lingkungan sesuai tinggi batang sampai mencapai
100 cm/tahun. Tinggi maksimum tanaman perkebunan antara 15-18 m, sedangkan
yang di alam mencapai 30 M. Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman,
kesuburan tanah dan iklim setempat.
Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk,
bersirip genap dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang
panjangnya mencapai lebih dari 7,5-9 m. Jumlah anak daun di setiap pelepah
berkisar antara 250-400 helai. Pada tanah yang subur, daun cepat membuka
sehingga mangkin efektif melakukan fungsinya sebagai tempat melakukannya
peroses fotosintesis dan sebagai alat respirasi.
C. Deskripsi Rawa Aopa
Rawa Aopa merupakan perwakilan ekosistem hutan bakau, hutan pantai,
savana, dan hutan rawa air di Sulawesi. Kawasan ini memiliki nilai
keanekaragaman hayati (Biodiversity) yang khas dan dapat dimanfaatkanuntuk
tujuan penelitian, pendidikan, pariwisata dan budaya. (Nadia, 2008). Rawa Aopa
adalah suatu ekosistem perairan tergenang yang dihubungkan oleh dua sungai
besar, yaitu sungai Lapoa dan Sungai Konaweha.
Rawa Aopa merupakan satuan ekosistem yang memiliki potensi yang
sangat besar dalam mendukung kehidupan masyarakat pemerintah daerah. Sampai
saat ini, kegiatan pemanfaatan tersebut masih terus dilakukan bahkan menjadi
kegiatan ekonomi utama bagi masyarakat. Kegiatan tersebut akan berdampak
terhadap ekosistem Rawa Aopa terutama fitoplankton sebagai produsen utama
pada rantai makanan di perairan. Hal ini dapat mempengaruhi komunitas dan
distribusi fitoplankton sebagai hal penting untuk dikaji. Oleh karena itu
keberadaan fitoplankton dalam suatu perairan perlu mendapat perhatian dan kajian
yang lebih mendalam.
Fitoplankton juga memegang peranan yang sangat penting dalam suatu
perairan,fungsi ekologinya sebagai produsen primer dan awal mata rantai dalam
jaring makanan menyebabkan fitoplankton sering dijadikan skala ukuran
kesuburan suatu perairan (Handayani, 2008). Selain itu fitoplankton merupakan
salah satu komponen penting dalam suatu ekosistem karena memiliki kemampuan
untuk menyerap langsung energi matahari melalui proses fotosintesis guna
membentuk bahan organik dari bahan-bahan anorganik yang lazim dikenal
sebagai produktivitas primer (Widyorini, 2009). Fitoplankton selain berfungsi
dalam keseimbangan ekosistem perairan budidaya, juga berfungsi sebagai pakan
alami di dalam usaha budidaya (Marsambuana, 2008). Fitoplankton juga
merupakan produsen atau sumber daya pakan bagi ikan (Sudjadi, 2005).
Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil mampu
melaksanakan reaksi fotosintesis dimana air dan karbondioksida dengan adanya
sinar surya dan garam-garam hara dapat menghasilkan senyawa organik seperti
karbohidrat. Fitoplankton memberi kontribusi yang besar terhadap produktifitas
primer di lautan (Kingsford, 2000). Banyak proses biotik dan abiotik yang
mempengaruhi variabilitas keanekaragaman fitoplankton di perairan. Intensitas
dan frekuensi proses-proses ini dapat menyebabkandinamika tidak merata (nonequilibrium) dan meningkatkan keanekaragaman jenis (Chalar, 2009).
D. Deskripsi Lahan Tambang
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian,
penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian
(mineral, batubara, panas bumi, migas).
Pertambangan
pada
hekekatnya
merupakan
upaya
pengembangan
sumberdaya alam mineral dan energy yang potensial untuk dimanfaatkan secara
hemat dan optimal bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat, melalui serangkaian
kegiatan eksplorasi, pengusahaan dan pemanfaatan hasil tambang. Upaya tersebut
bertumpu pada pendayagunaan berbagai sumberdaya, terutama sumberdaya
energy dan mineral, didukung sumberdaya energi manusia yang berkualitas,
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemampuan manajemen
(Ruchiyat, 1980:162).
Pengolahan dalam bidang pertambangan berbeda halnya dengan pertanian
yang ditentukan oleh musim. Selama sumber bahan galian masih tersedia di alam
maka eksploitasi sumberdaya tersebut akan terus dilakukan, oleh karena itu etika
lingkungan sangat diperlukan sebagai pengendali dalam pelaksana kegiatan
pertambangan.
Kegiatan pertambangan di Sulawesi Tenggara merupakan suatu komoditas
unggulan, sehingga banyak investor local dan asing dating ke Sulawesi Tenggara
untuk melakukan kegiatan pertambangan, dengan mengantoni izin dari
pemerintah. Kegiatan pertambangan di Sulawesi Tenggara mempunyai banyak
keuntungan dan juga banyak kerugian. sebagai bentuk kerugian dalam kegiatan
pertambangan yaitu rusaknya alam, akibat pertambangan tersebut. Kegiatan
pertambangan di Sulawesi Tenggara mengakibatkan habisnya kawasan hutan
lindung, rusaknya lahan-lahan pertanian warga sekitar, mencemari perairan
sekitar, dan mengakibatkan pendangkalan. Jika sudah terjadi demikian pastinya
masyarakat yang dirugikan.
Rusaknya kawasan hutan lindung sangat mempengaruhi alam sekirnya
juga. Fungsi hutan hujan tropis sangat penting bagi kehidupan sehingga pada
degraded land harus dilakukan reforestasi untuk mempercepat mengembalikan
fungsi hutan pada kondisi mendekati seperti semula.
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini di laksanakan pada hari Rabu-Kamis dan bertempat di
Kabupaten Konawe dan Konawe Selatan.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah bor tanah gambut, camera
dan alat tulis menulis sedangkan untuk bahan yang digunakan tidak ada.
C. Prosedur Kerja
1. Melakukan survei terhadap lokasi yang akan dijadikan tempat praktikum
untuk mengambil informasi atau data
2. Melakukan pengamatan lapangan terhadap lokasi survei dengan cara
melakukan proses wawancara bersama pemilik perusahaan
3. Melakukan proses diskusi dengan pemilik perusahaan setelah mengetahui
kendala yang dihadapi oleh setiap perusahaan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Sheet 1 (Perkebunan Tebu oleh PT. MARKETINDO SELARAS)
2. Sheet 2 (Rawa Aopa, KONSEL)
3. Sheet 3 (Permandian Air Panas, SONAI)
4. Sheet 4 (Tambang Nikel oleh PT. CMMI)
5. Sheet 5 (Perkebunan Kelapa Sawit oleh PT. SJAP)
6. Sheet 6 (Perkebunan Kelapa Sawit oleh PT. UAM)
B. Pembahasan
1. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di banyak jenis tanah,
yang penting tidak kekurangan air pada musim kemarau dan tidak tergenang air
pada musim hujan. Di lahan yang permukaan airnya tinggi atau tergenang, akar
akan busuk. Selain itu, pertumbuhan batang dan daunnya tidak mengindikasikan
produksi buah yang baik.
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada tanah latosol dan aluvial
akan tetapi Kesuburan tanah bukan syarat mutlak bagi perkebunan kelapa sawit.
Tanaman ini memiliki persyaratan tertentu untuk dapat tumbuh dan berproduksi
optimal. Di antara kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
kelapa sawit adalah faktor iklim dan tanah.
Pemupukan kelapa sawit dalam hal ini tidak bisa dilakukan sembarangan
atau terus-menerus setiap hari diberi pupuk. Waktu pemupukan kelapa sawit
biasanya dilakukan ketika curah hujannya kecil dan tidak boleh ketika sedang
musim hujan. Pupuk yang baik sebaiknya dapat memperbaiki kemasaman tanah
dan merangsang perakaran. Sehingga proses pemupukan kelapa sawit bisa
berjalan dengan baik. Dengan kata lain dalam pemupukan kelapa sawit juga harus
diperhatikan prosedurnya untuk hasil yang maksimal.s
Pemupukan kelapa sawit merupakan salah satu proses yang sangat penting
untuk mempertahankan produksi buah kelapa sawit. Pohon kelapa sawit ini
berbuah sekitar dua minggu sekali, atau dengan kata lain pemilik kebun kelapa
sawit akan panen kelapa sawit setiap dua minggu sekali. Namun, setiap periode
dua minggu tersebut bukan tidak mungkin buah yang dihasilkan tidak sama.
Terkadang dua minggu pertama panen besar, tetapi selang dua minggu ke empat
agak menurun. Hal ini bisa saja disebabkan dari prosedur pemupukan kelapa sawit
yang belum maksimal.
Berikut beberapa metode memberikan dosis untuk pemupukan kelapa
sawit:
1. Pemupukan boleh dilakukan dengan menggunakan metode atau sistem tebar
dan sistem benam. Petani kelapa sawit harus memperhatikan metode mana
yang cocok untuk kebun kelapa sawitnya. Jika tidak menerapkan metode yang
tepat, kemungkinan panen yang didapatkan tidak sesuai dengan harapan.
2. Apabila menggunakan sistem tebar, sebaiknya pupuk ditebarkan di pinggir
piringan antara jarak 0,5 meter pada tanaman muda kelapa sawit, sedangkan
untuk tanaman kelapa sawit yang sudah tua atau dewasa, pemupukan kelapa
sawit diberikan pada jarak antara 1 – 2,4 meter.
3. Pada sistem benam (pocket), pemupukan kelapa sawit diberikan pada 4 sampai
dengan 6 lubang pada piringan di sekeliling pohon kelapa sawit. Lalu lubang
ditutup lagi supaya pupuk meresap. Sistem benam cenderung digunakan pada
areal yang relatif rendah. Sedangkan pada areal gambut atau pasir mudah
mengalami erosi.
4. Metode pemupukan kelapa sawit bisa dilakukan dengan cara-cara manual atau
modern.
5. Cara pemupukan kelapa sawit manual dengan menggunakan tenaga manusia
dan satu persatu. Sedangkan cara pemupukan kelapa sawit modern
menggunakan pesawat terbang atau bisa juga menggunakan traktor. Selama ini
pemupukan kelapa sawit secara manual adalah yang paling umum dilaksanakan
karena lebih murah dan lebih teliti.
6. Pemupukan kelapa sawit biasanya dilakukan 2 kali dalam setahun, yakni saat
awal musim dan akhir musim penghujan.
7. Apabila pemupukan kelapa sawit menggunakan NPK 15-15-15, dosis
perpohonnya sebanyak 4 kg ditambah DSP 1 kg perpohon.
8. Penggunaan kompos untuk tandan sawit, sedangkan bahan organik berguna
untuk lahan yang kurang kandungan organiknya.
2. Proses Pembentukan Rawa
Rawa terbentuk akibat proses dekomposisi bahan-bahan organik tumbuhan
yang terjadi secara anaerob dengan laju akumulasi bahan organik lebih tinggi
dibandingkan laju dekomposisinya. Akumulasi rawa umumnya akan membentuk
lahan gambut pada lingkungan jenuh atau tergenang air, atau pada kondisi yang
menyebabkan aktivitas mikroorganisme terhambat.
Vegetasi pembentuk rawa umumnya sangat adaptif pada lingkungan
anaerob atau tergenang, seperti bakau (mangrove), rumput-rumput rawa dan hutan
air tawar. Di daerah pantai dan dataran rendah, akumulasi bahan organik akan
membentuk gambut ombrogen di atas gambut topogen dengan hamparan yang
berbentuk kubah (dome). Rawa ombrogen terbentuk dari vegetasi hutan yang
berlangsung selama ribuan tahun dengan ketebalan hingga puluhan meter.
Rawa tersebut terbentuk dari vegetasi rawa yang sepenuhnya tergantung
pada input unsur hara dari air hujan dan bukan dari tanah mineral di bawah atau
dari rembesan air tanah, sehingga tanahnya menjadi miskin hara dan bersifat
masam. Rawa ombrogen umumnya terbentuk dari akumulasi bahan-bahan
berkayu selama kurang lebih 4000-5000 tahun yang lalu (Anderson, 1983).
Menurut klasifikasi FAO-UNESCO, tanah rawa termasuk ordo Histosol
dengan kandungan bahan organik >30% dalam lapisan setebal 40 cm dari bagian
80 cm teratas profil tanah. Berdasarkan tingkat dekomposisinya histosol dibagi
menjadi 3 subordo yaitu fibrik < hemik < saprik. Tanah-tanah gambut di Sumatra
termasuk subordo Terric Tropohemist, Terric Sulfihemist, Typic Tropohemist,
Terric Troposaprist dan Typic Tropofibrist (Hardjowigeno, 1989). Secara umum,
tingkat dekomposisi menentukan sifat-sifat fisik, biologi dan kimia gambut.
3. Manfaat Tanaman Penutup Tanah Pada Lokasi Pertambangan
Untuk penanaman tanaman penutup tanah (cover crops), Berau Coal
memilih campuran jenis tanaman polongan seperti Centrasema pubescens,
Colopogonium mucoides, mucuna. Jumlah 200 kg per hektar. Sistim yang dipilih,
adalah jalur atau spot pada daerah yang direvegetasi. Selanjutnya, penanaman
tanaman pioner atau tanaman yang cepat tumbuh dilakukan bersamaan dengan
penanaman cover crops. Jarak yang dipilih 4m X 4m dan 5m X 5m.
Untuk pilihan tanaman sisipan yang umurnya lebih lama, dilakukan
setelah daerah reklamasi berumur sekitar 2-3 tahun. Proses waktu lebih untuk
mendapatkan agar kondisi tajuknya mencukup, sehingga iklim mikro mendukung
tanaman jenis sisipan. Jarak lebih disesuaikan dengan jenis tanamannya, namun
biasanya 5m x 5m dan 10m X 10m.
Untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman pada
lahan bekas tambang, dapat ditentukan dari presentasi daya tumbuhnya, presentasi
penutupan tajuknya, pertumbuhannya, perkembangan akarnya, penambahan
spesies pada lahan tersebut, peningkatan humus, pengurangan erosi dan fungsi
sebagai filter alam. Dengan cara ini, dapat diketahui sejauh mana tingkat
keberhasilan yang dicapai dalam merestorasi lahan bekas.
Terakhir untuk mendapatkan keberhasilan revegetasi, dilakukan dengan
pemeliharaan rutin meliputi pemupukan berkala, penyaringan, pendangiran,
pemangkasan dan penyulaman.
4. Budidaya Tanaman Tebu
Umumnya tebu ditanam pada pola monokultur pada bulan Juni-Agustus
(di tanah berpengairan) atau pada akhir musim hujan (di tanah tegalan/sawah
tadah hujan).Terdapat dua cara bertanam tebu yaitu dalam aluran dan pada lubang
tanam. Pada cara pertama bibit diletakkan sepanjang aluran, ditutup tanah setebal
2-3 cm dan disiram. Cara kedua bibit diletakan melintang sepanjang solokan
penanaman dengan jarak 30-40 cm. Pada kedua cara di atas bibit tebu diletakkan
dengan cara direbahkan. Bibit yang diperlukan dalam 1 ha adalah 20.000 bibit.
Pembukaan Lahan
a) Pada lahan sawah dibuat petakan berukuran 1.000 m2. Parit membujur,
melintang dibuat dengan lebar 50 cm dan dalam 50 cm. Selanjutnya dibuat
parit keliling yang berjarak 1,3 m dari tepi lahan.
b) Lubang tanam dibuat berupa parit dengan kedalaman 35 cm dengan jarak
antar lubang tanam (parit) sejauh 1 m. Tanah galian ditumpuk di atas
larikan diantara lubang tanam membentuk guludan. Setelah tanam, tanah
guludan ini dipindahkan lagi ke tempat semula.
Teknik Penanaman
Penentuan Pola Tanam Umumnya tebu ditanam pada pola monokultur
pada bulan Juni-Agustus (di tanah berpengairan) atau pada akhir musim hujan (di
tanah tegalan/sawah tadah hujan). Terdapat dua cara bertanam tebu yaitu dalam
aluran dan pada lubang tanam.
Pemeliharaan Tanaman
1. Penjarangan dan Penyulaman
a) Sulaman pertama untuk tanaman yang berasal dari bibit rayungan bermata
satu dilakukan 5-7 hari setelah tanam. Bibit rayungan sulaman disiapkan
di dekat tanaman yang diragukan pertumbuhannya. Setelah itu tanaman
disiram. Penyulaman kedua dilakukan 3-4 minggu setelah penyulaman
pertama.
b) Sulaman untuk tanaman yang berasal dari bibit rayungan bermata dua
dilakukan tiga minggu setelah tanam (tanaman berdaun 3-4 helai).
Sulaman diambil dari persediaan bibit dengan cara membongkar tanaman
beserta akar dan tanah padat di sekitarnya. Bibit yang mati dicabut, lubang
diisi tanah gembur kering yang diambil dari guludan, tanah disirami dan
bibit ditanam dan akhirnya ditimbun tanah. Tanah disiram lagi dan
dipadatkan.
c) Sulaman untuk tanaman yang berasal dari bibit pucuk. Penyulaman
pertama dilakukan pada minggu ke 3. Penyulaman kedua dilakukan
bersamaan dengan pemupukan dan penyiraman ke dua yaitu 1,5 bulan
setelah tanam.
d) Penyulaman ekstra dilakukan jika perlu beberapa hari sebelum
pembumbunan ke 6. Adanya penyulaman ekstra menunjukkan cara
penanaman yang kurang baik.
e) Penyulaman bongkaran. Hanya boleh dilakukan jika ada bencana alam
atau serangan penyakit yang menyebabkan 50% tanaman mati. Tanaman
sehat yang sudah besar dibongkar dengan hati-hati dan dipakai menyulan
tanaman mati. Kurangi daun-daun tanaman sulaman agar penguapan tidak
terlalu banyak dan beri pupuk 100-200 Kg/ha. 2.4.2. Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan bersamaan dengan saat pembubunan tanah
dan dilakukan beberapa kali tergantung dari pertumbuhan gulma.
Pemberantasan gulma dengan herbisida di kebun dilaksanakan pada bulan
Agustus sampai November dengan campuran 2-4 Kg Gesapas 80 dan 3-4
Kg Hedanol power.
Pembubunan Sebelum pembubunan tanah harus disirami sampai jenuh agar
struktur tanah tidak rusak.
a) Pembumbunan pertama dilakukan pada waktu umur 3-4 minggu. Tebal
bumbunan tidak boleh lebih dari 5-8 cm secara merata. Ruas bibit harus
tertimbun tanah agar tidak cepat mengering.
b) Pembumbun ke dua dilakukan pada waktu umur 2 bulan.
c) Pembumbuna ke tiga dilakukan pada waktu umur 3 bulan.
Perempalan Daun-daun kering
Pada proses ini daun-daun harus dilepaskan sehingga ruas-ruas tebu bersih
dari daun tebu kering dan menghindari kebakaran. Bersamaan dengan pelepasan
daun kering, anakan tebu yang tidak tumbuh baik dibuang. Perempalan pertama
dilakukan pada saat 4 bulan setelah tanam dan yang kedua ketika tebu berumur 67 bulan.
Pemupukan Pemupukan dilakukan dua kali yaitu
a) Saat tanam atau sampai 7 hari setelah tanam dengan dosis 7 gram urea, 8
gram TSP dan 35 gram KCl per tanaman (120 kg urea, 160 kg TSP dan
300 kg KCl/ha).
b) Pada 30 hari setelah pemupukan ke satu dengan 10 gram urea per tanaman
atau 200 kg urea per hektar. Pupuk diletakkan di lubang pupuk (dibuat
dengan tugal) sejauh 7-10 cm dari bibit dan ditimbun tanah. Setelah
pemupukan semua petak segera disiram supaya pupuk tidak keluar dari
daerah perakaran tebu. Pemupukan dan penyiraman harus selesai dalam
satu hari. Agar rendeman tebu tinggi, digunakan zat pengatur tumbuh
seperti Cytozyme (1 liter/ha) yang diberikan dua kali pada 45 dan 75 hst.
Pengairan dan Penyiraman Pengairan dilakukan dengan berbagai cara:
a) Air dari bendungan dialirkan melalui saluran penanaman. b) Penyiraman
lubang tanam ketika tebu masih muda. Waktu tanaman berumur 3 bulan,
dilakukan pengairan lagi melalui saluran-saluran kebun.
b) Air siraman diambil dari saluran pengairan dan disiramkan ke tanaman. d)
Membendung got-got sehingga air mengalir ke lubang tanam.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Tanaman kelapa
sawit merupakan tanaman yang dibudidayakan yang memerlukan kondisi
lingkungan yang baik atau cocok, agar mampu tumbuh subur dan dapat
berproduksi
secara
maksimal.
Faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan kelapa sawit antara lain keadaan iklim dan tanah. Selain itu, faktor
yang juga mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit adalah faktor genetis,
perlakuan budidaya, dan penerapan teknolgi.
Untuk teknik panen yang baik bertujuan untuk memperoleh jumlah
minyak yang maksimum dengan kualitas yang paling baik. Buah yang dipanen itu
harus mencapai optimum kematangannya dengan selang panen yang tepat, sesuai
kriteria matangnya dan pengangkutan hasil yang baik ke pabrik pengolahan buah
sawit. Rendemen minyak (RM) yang diperoleh di pabrik sangat dipengaruhi oleh
standar kematangan buah yang mana buah berubah warna dari hitam menjadi
merah oranye hingga kematangan penuh. Hasil panen dari kebun merupakan
tandan buah segar (TBS) yang harus segera diangkut ke pabrik pengolahan untuk
mendapatkan hasil minyak kelapa sait yang bermutu tinggi.
Tanaman tebu atau tanaman yang termasuk dari keluarga graminae atau
rumput-rumputan dan dapat berkembang baik didaerah yang beriklim udara
sedang sampai panas. Tanaman tebu juga dapat ,berkhasiat sebagai obat-obatan
dan tanaman tebu juga mempunyai khasiat buat tubuh kita.
Pada pasca tambang, kegiatan utama dalam merehabilitasi lahan bertujuan
untuk mengupayakan agar ekosistem berfungsi lebih optimal. Penaatan lahan
bekas tambang disesuaikan dengan penetapan tataruang wilayah bekas tambang.
Sehingga, lahan bekas tambang dapat difungsikan menjadi kawasan lindung
ataupun budidaya.
Hutan rawa adalah hutan yang tumbuh dan berkembang pada tempat yang
selalu tergenang air tawar atau secara musiman hutan tersebut tergenang air tawar.
Secara periodik daerah yang terletak di dekat aliran sungai bila musim hujan
selalu tergenang akan terbentuk hutan rawa. Selain itu hutan rawa juga biasanya
terdapat di belakang hutan payau atau mangrove.
Struktur tajuk pada hutan rawa secara vertical terdiri dari beberapa
stratifikasi tetapi ada yang mempunyai strata yang sederhana untuk jenis-jenis
palmae seperti pada hutan Nypha sp. Atau sagu. Hutan rawa tidak terpengaruh
oleh iklim, lokasinya berada pada daerah yang rendah dan selalu atau secara
periodic tergenang air tawar.
B. Saran
Semoga kegiatan praktikum lapang yang dilakukan dapat menambah
wawasan praktikan mengenai manfaat dilakukannya pengelolaan lahan pertanian
secara terpadu sehingga dengan demikian mampu menghasilkan produksi
pertanian yang lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Konawe. 2008. Kabupaten Konawe dalam
Angka. Unaaha. 87 Hal.
Chalar, G. 2009. The use of Phytoplankton Patterns of Diversity for Algal Bloom
Management. Limnologica, 39: 200-208.
Handayani, S. 2008. Hubungan Kuantiatif antara Fitoplankton dengan
Zooplankton di Perairan Waduk Krenceng Cilegon – Banten. Ilmu dan
Budaya 8:13.
Kingsford, M.J. 2000. Planktonic Processes. In: A.J. Underwood dan M.G.
Chapman (Eds.). Coastal Marine Ecology of Temperate Australia.
University of New South Wales Press Ltd, Sydney: 28-41.
Madhupratap, M. 2003. Arabian Sea Oceanography and Fisheries of the West
Coast of India. Curr Sci 81(4):35-361.
Marsambuana, P.A. 2008. Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas
Air di Pulau Bauluang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. Jurnal Biodiversitas 9(3): 22 –217.
Nadia, R. 2008. Studi Kualitas Air pada Beberapa Kawasan Perairan Umum Rawa
Aopa. Unhalu. Kendari. 88 Hal
Sudjadi, 2005. Pengaturan Cahaya Lampu sebagai Fotosintesis Phytoplankton
Buatan dengan Mengunakan Mikrokontroler At89s52. Jurusan Teknik
Elektro, F.T., Universitas Diponegoro, Jurnal Transmisi, 9: 11 – 14.
Widyorini, N. 2009. Pola Struktur Komunitas Fitoplankton Berdasarkan
Kandungan Pigmennya Di Pantai Jepara.
PERKEBUNAN TEBU OLEH PT. MARKETINDO SELARAS
RAWA AOPA, KONAWE SELATAN
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT OLEH PT. SJAP
TAMBANG NIKEL OLEH PT. CMMI
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT OLEH PT. UAM
PERMANDIAN AIR PANAS, SONAI
PRAKTIKUM TERPADU (ILMU TANAH)
OLEH :
HERMANSYAH TONGASA
NIM : D1B1 12 055
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2016
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan Rahmat dan karunia-Nya kepada Penulis sehingga dapat
menyelesaikan “Laporan Praktikum Terpadu” (Ilmu Tanah).
Penulis menyadari bahwa didalam penulisan Laporan ini tidak terlepas
dari berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan berbagai pihak, untuk
itu dalam kesempatan ini Penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam penulisan
Laporan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan Laporan ini masih jauh
dari kesempurnaan baik materi maupun cara penulisanya. Namun demikian,
Penulis telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki
sehingga dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik dan oleh karenanya,
Penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran
dan usul guna penyempurnaan Laporan ini.
Akhirnya Penulis berharap semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi
seluruh pembaca.
Kendari, 16 Januari 2016
Penulis
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman tebu (Saccharum Officinarum) dimanfaatkan sebagai bahan baku
utama dalam industri gula. Pengembangan industri gula mempunyai peranan
penting bukan saja dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian di
daerah serta penambahan atau penghematan devisa, tetapi juga langsung terkait
dengan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat dan penyediaan lapangan kerja
(Farid, 2003). Bagian lain dari tanaman seperti daunnya dapat pula dimanfaatkan
sebagai pakan ternak dan bahan baku pembuatan pupuk hijau atau kompos.
Ampas tebu digunakan oleh pabrik gula itu sendiri untuk bahan bakar selain itu
biasanya dipakai oleh industri pembuat kertas sebagai campuran pembuat kertas.
Tanaman kelapa sawit merupakan komoditi yang sangat menguntungkan,
sehingga perluasan areal sangat maju pesat. Industri pengolahan kelapa sawit di
Indonesia terus mengalami peningkatan. Sejumlah pabrik dengan kapasitas
produksi minyak sawit CPO (Crude Palm Oil) tersebar hampir di seluruh provinsi
di Indonesia. Pemasaran produk kelapa sawit pada perkebunan besar negara
dilakukan secara bersama melalui kantor pemasaran yang sudah ditunjuk bersama,
sedangkan untuk perkebunan besar swasta, pemasaran dilakukan oleh masingmasing perusahaan.
Sulawesi Tenggara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
memiliki potensi sumber daya perairan yang sangat besar baik perairan laut
maupun perairan tawar. Salah satu kawasan yang memiliki potensi umum adalah
Rawa Aopa.
Rawa Aopa merupakan ekosistem yang ada di Taman Nasional Rawa Aopa
Watumohai, yang memiliki potensi yang sangat besar dalam mendukung
kehidupan masyarakat dan pemerintah daerah. Sampai saat ini, kegiatan
pemanfaatan potensi tersebut masih terus dilakukan bahkan menjadi kegiatan
ekonomi utama bagi masyarakat (Badan Pusat Statistik Kabupaten Konawe,
2008).
Kegiatan
pertambangan
berpengaruh
dalam
masyarakat,
sebagai
manfaatnya menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat. Tapi ada juga dampak
lain dari kegiatan pertambangan yaitu banyak masyarakat sekitar yang ikut serta
dalam kegiatan pertambangan yang mengakibatkan adanya pengaruh dari pihak
yang mempunyai kepentingan atas kegiatan pertambangan. Proses negosiasi
mengenai lahan yang akan di lakukan penambangan tidak terlalu rumit, karena
adanya kedekatan antara keduanya. Padahal beberapa masyarakt yang ada
dikondisi tersebut telah dirugikan.
Perusakan lingkungan semakin hari semakin bertamah kompleks, sehingga
kita pun merasakan bumi semakin panas. Ini disebabkan berkurangnya ruang yang
ditumbuhi oleh pepohonan. Kerusakan ini disebabkan oleh penambangan,
perkebunan dan aktivitas penduduk. Kerusakan alam di Provinsi Sulawesi
Tenggara lebih banyak disebabkan oleh kegiatan pertambangan. Ekosisitem yang
rusak diartikan sebagai ekosistem yang tidak dapat lagi menjalankan fungsinya
secara optimal,seperti perlindungan tanah, tata air, pengatur cuaca dan fungsi-
fungsi lainnya dalam mengatur perlindungan alam lingkungan. Kegiatan
penambangan nikel di Pomalaa menyebabkan kegundulan hutan. Gangguan
ekosistem akibat penambangan nikel ini dikategorikan dalam gangguan yang
mempunyai intensitas berat. Hal ini dikarenakan sturktur hutan rusak berat/hancur
yang menyebabkan produktivitas tanahnya menurun. Dampak lain yang timbul
akibat penambangan nikel adalah lahan yang terdegradasi. Degradasi lahan pada
bekas tambang meliputi perubahan sifat fisik dan kimia tanah, penuruanan drastis
jumlah spesies baik flora, fauna serta mikroorganisme tanah. Dengan kata lain,
lahan yang terdegradasi memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan stuktur tanah
yang kurang baik untuk pertumbuhan tanaman.
Logam nikel berwarna putih dan kelabu, keras seperti besi dan tidak
mudah berkarat. Nikel dicampur dengan besi agar besi lebih baik mutunya, atau
menjadi baja. Nikel juga dicampur dengan logam lain, misalnya tembaga, untuk
membuat kuningan dan perunggu. Selain itu nikel digunakan sebagai bahan
pembuat uang logam. Daerah utama penghasil logam nikel adalah Soroako
Sulawesi Selatan dan Pomala di Sulawesi Tenggara. Penambangan secara terbuka
dilakukan di Soroako, yang dilengkapi dengan pabrik peleburah modern. Pabrik
ini didirikan bekerja sama dengna perusahaan Kanada. Bijih nikel di sini
mengandung logan nikel 2% - 4% tetapi setelah dilebur kandungan nikelnya dapat
mencapai 75%. Bijih nikel yang telah dilebur diekspor ke Jepang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tehnik pemupukan yang digunakan dalam meningkatkan produksi
tanaman Tebu dan Kelapa sawit ?
2. Bagaimana proses pembentukan rawa ?
3. Metode apa yang digunakan untuk reklamasi lahan tambang ?
C. Tujuan
1. Mengetahui tehnik pemupukan yang digunakan dalam meningkatkan produksi
tanaman Tebu dan Kelapa sawit.
2. Mengetahui proses pembentukan rawa.
3. Mengetahui metode yang digunakan dalam reklamasi lahan tambang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Budidaya Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum L.)
Tanaman tebu termasuk salah satu anggota dari familia Gramineae, sub
familia Andropogonae. Banyak ahli berpendapat bahwa tanaman tebu berasal dari
Irian, dan dari sana menyebar ke kepulauan Indonesia yang lain, Malaysia,
Filipina, Thailand, Burma, dan India. Dari India kemudian dibawa ke Iran sekitar
tahun 600 M, dan selanjutnya oleh orang-orang Arab dibawa ke Mesir, Maroko,
Spanyol, dan Zanzibar. Beberapa peneliti yang lain berkesimpulan bahwa tanaman
ini berasal dari India berdasarkan catatan-catatan kuno dari negeri tersebut. Bala
tentara Alexander the Great mencatat adanya tanaman di negeri itu ketika
mencapai India pada tahun 325 SM (Tjokroadikoesoemo dan Baktir, 2005). Tebu
merupakan bahan dasar dalam pembuatan gula. Gula yang dihasilkan dari tebu
disebut dengan gula putih atau juga gula pasir karena berbentuk butiran-butiran
kristal putih. Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermathophyta
Sub Divisio
: Angiospermae
Class
: Monocotyledone
Ordo
: Glumiflorae
Famili
: Graminae
Genus
: Saccharum
Spesies
: Saccharum officinarum L. (Tarigan dan Sinulingga, 2006).
Proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari ruas
ke ruas yang tingkat kemasakannya tergantung pada umur ruas. Ruas di bawah
(lebih tua) lebih banyak tingkat kandungan gulanya dibandingkan dengan ruas di
atasnya (lebih muda), demikian seterusnya sampai ruas bagian pucuk. Oleh karena
itu, tebu dikatakan sudah mencapai masak optimal apabila kadar gula di sepanjang
batang telah seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk (Supriyadi, 1992).
Tanaman tebu mempunyai sosok yang tinggi kurus, tidak bercabang, dan
tumbuh tegak. Tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 m atau lebih. Kulit batang
keras berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua, atau kombinasinya. Pada batang
terdapat lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan dan umumnya terdapat
pada tanaman tebu yang masih muda.
Daun tebu merupakan daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari
pelepah dan helaian daun, tanpa tangkai daun. Daun berpangkal pada buku batang
dengan kedudukan yang berseling. Pelepah memeluk batang, makin ke atas makin
sempit. Pada pelepah terdapat bulu-bulu dan telinga daun. Pertulangan daun
sejajar.
Tebu mempunyai akar serabut yang panjangnya dapat mencapai satu
meter. Sewaktu tanaman masih muda atau berupa bibit, ada 2 macam akar, yaitu
akar setek dan akar tunas. Akar setek/bibit berasal dari setek batangnya, tidak
berumur panjang, dan hanya berfungsi sewaktu tanaman masih muda. Akar tunas
berasal dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada selama tanaman masih tumbuh.
jemuk yang tersusun atas malai dengan pertumbuhan terbatas. Panjang bunga
majemuk 70-90 C. Setiap bunga mempunyai tiga daun kelopak, satu daun
mahkota, tiga benang sari, dan dua kepala putik (Tim Penulis PS, 2000).
Menurut Sutardjo (1996), produktivitas tanaman tebu dipengaruhi oleh
berbagai faktor yaitu penggunaan sarana produksi dan teknik budidayanya.
Pemupukan sebagai salah satu usaha peningkatan kesuburan tanah, pada jumlah
dan kombinasi tertentu dapat menaikkan produksi tebu dan gula. Berdasarkan ini,
rekomendasi pemberian macam dan jenis pupuk harus didasarkan pada kebutuhan
optimum dan terjadinya unsur hara dalam tanah disertai dengan pelaksanaan
pemupukan yang efisien yaitu waktu pemberian dan cara pemberian. Kombinasi
jenis dan jumlah pupuk yang digunakan berkaitan erat dengan tingkat
produktivitas dan rendemen tebu.
Rendemen tebu merupakan kandungan yang terdapat pada tebu. Dalam
prosesnya ternyata rendemen yang dihasilkan oleh tanaman dipengaruhi oleh
keadaan tanaman dan proses penggilingan di pabrik. Untuk mendapatkan
rendemen yang tinggi, tanaman harus bermutu baik dan ditebang pada saat yang
tepat. Namun sebaik apapun mutu tebu, jika pabrik sebagai sarana pengolahan
tidak baik, hablur yang didapat akan berbeda dengan kandungan sukrosa yang ada
di batang. Oleh sebab itu sering terjadi permasalahan dengan cara penentuan
rendemen di pabrik. Berbagai kasus yang mencuat dan bahkan menyebabkan
konflik antara petani dan pabrik gula adalah karena ketidakjelasan penentuan
rendemen (Purwono, 2003).
Tujuan utama pengolahan tebu adalah untuk memperoleh hasil hablur
yang tinggi. Hablur adalah gula sukrosa yang dikristalkan. Dalam sistem produksi
gula, pembentukan gula terjadi didalam proses metabolisme tanaman. Proses ini
terjadi di lapangan (on farm). Pabrik gula sebenarnya hanya berfungsi sebagai alat
ekstraksi untuk mengeluarkan nira dari batang tebu dan mengolahnya menjadi
gula kristal (Purwono, 2003).
Setelah tebu dipanen dan diangkut ke pabrik, selanjutnya dilakukan
pengolahan. Pengolahan tebu menjadi gula putih dilakukan di pabrik dengan
menggunakan peralatan yang sebagian besar bekerja secara otomatis. Beberapa
tahap Universitas Sumatera Utara
pengolahan, yaitu ekstraksi nira, penjernihan, penguapan, kristalisasi,
pemisahan kristal, dan pengeringan, pengemasan serta penyimpanan (Tim Penulis,
2000).
Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan
mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan
tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang
kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas
tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air (Anonimus(c), 2010).
Dasar pengolahan gula tebu dalam bentuk kristal atau nama umum gula
pasir, prinsipnya memisahkan gula sukrosa dari kotoran-kotoran bukan gula dan
air yang untuk selanjutnya dilakukan pengkristalan. Pada umumnya proses
pengolahan gula secara pabrik digolongkan menjadi beberapa stasiun yang
berturut-turut sebagai berikut pertama stasiun penggilingan, kedua stasiun
pemurnian, ketiga stasiun penguapan, keempat stasiun kristalisasi, kelima stasiun
putaran dan keenam stasiun penyelesaian. Masing-masing stasiun ini mempunyai
fungsi dan tugas tersendiri, namun tetap merupakan satu kesatuan yang saling
berkaitan sehingga harus dipahami berbagai aspek operasionalnya, termasuk
pengendalian dan pengawasan prosesnya (Setyohadi, 2006).
B. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq)
Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon yang tingginya mencapai 25
meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak, Buahnya kecil
dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat, daging
dan kulit buahnya melindungi minyak. Taksonomi kelapa sawit di klasifikasikan
sebagai berikut:
Divisi
: Tracheophyta
Kelas
: Angiospermae
Bangsa
: Spadiciflorae (Arecales)
Suku
: Palmae (Arecaceae)
Marga
: Elaeis
Jenis
: Elaeis guineensis Jacq
Tanaman kelapa sawit secara umum tumbuh rata-rata 20-25 tahun. Pada
tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda, hal ini di karenakan kelapa
sawit tersebut belum menghasilkan buah. Kelapa sawit berbuah pada usia 4-6
tahun dan pada usia 7-10 tahun sebagai periode matang (the mature periode),
dimana pada periode tersebut mulai mengalami buah tandan segar (Fresh fruit
bunch). Tanaman kelapa sawit pada usia 11-20 tahun mulai mengalami penurunan
produksi buah tandan segar dan terkadang pada usia 20-25 tahun tanaman kelapa
sawit akan mati (Suyatno, 1994).
Tanaman kelapa sawit berakar serabut dan perakarannya sangat kuat
karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder,
tertier dan kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah sampai batas
permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier dan kuarter tumbuh sejajar dengan
permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisaan atas atau
ke tempat yang banyak mengandung unsur hara.
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil yaitu batangnya tidak
mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai
penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Batang
kelapa sawit berbentuk selinder dengan diameter 20-75 cm. Pertambahan tinggi
batang terlihat jelas setelah tanaman berumur 4 tahun. Tinggi batang bertambah
25-45 cm/tahun. Jika kondisi lingkungan sesuai tinggi batang sampai mencapai
100 cm/tahun. Tinggi maksimum tanaman perkebunan antara 15-18 m, sedangkan
yang di alam mencapai 30 M. Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman,
kesuburan tanah dan iklim setempat.
Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk,
bersirip genap dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang
panjangnya mencapai lebih dari 7,5-9 m. Jumlah anak daun di setiap pelepah
berkisar antara 250-400 helai. Pada tanah yang subur, daun cepat membuka
sehingga mangkin efektif melakukan fungsinya sebagai tempat melakukannya
peroses fotosintesis dan sebagai alat respirasi.
C. Deskripsi Rawa Aopa
Rawa Aopa merupakan perwakilan ekosistem hutan bakau, hutan pantai,
savana, dan hutan rawa air di Sulawesi. Kawasan ini memiliki nilai
keanekaragaman hayati (Biodiversity) yang khas dan dapat dimanfaatkanuntuk
tujuan penelitian, pendidikan, pariwisata dan budaya. (Nadia, 2008). Rawa Aopa
adalah suatu ekosistem perairan tergenang yang dihubungkan oleh dua sungai
besar, yaitu sungai Lapoa dan Sungai Konaweha.
Rawa Aopa merupakan satuan ekosistem yang memiliki potensi yang
sangat besar dalam mendukung kehidupan masyarakat pemerintah daerah. Sampai
saat ini, kegiatan pemanfaatan tersebut masih terus dilakukan bahkan menjadi
kegiatan ekonomi utama bagi masyarakat. Kegiatan tersebut akan berdampak
terhadap ekosistem Rawa Aopa terutama fitoplankton sebagai produsen utama
pada rantai makanan di perairan. Hal ini dapat mempengaruhi komunitas dan
distribusi fitoplankton sebagai hal penting untuk dikaji. Oleh karena itu
keberadaan fitoplankton dalam suatu perairan perlu mendapat perhatian dan kajian
yang lebih mendalam.
Fitoplankton juga memegang peranan yang sangat penting dalam suatu
perairan,fungsi ekologinya sebagai produsen primer dan awal mata rantai dalam
jaring makanan menyebabkan fitoplankton sering dijadikan skala ukuran
kesuburan suatu perairan (Handayani, 2008). Selain itu fitoplankton merupakan
salah satu komponen penting dalam suatu ekosistem karena memiliki kemampuan
untuk menyerap langsung energi matahari melalui proses fotosintesis guna
membentuk bahan organik dari bahan-bahan anorganik yang lazim dikenal
sebagai produktivitas primer (Widyorini, 2009). Fitoplankton selain berfungsi
dalam keseimbangan ekosistem perairan budidaya, juga berfungsi sebagai pakan
alami di dalam usaha budidaya (Marsambuana, 2008). Fitoplankton juga
merupakan produsen atau sumber daya pakan bagi ikan (Sudjadi, 2005).
Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil mampu
melaksanakan reaksi fotosintesis dimana air dan karbondioksida dengan adanya
sinar surya dan garam-garam hara dapat menghasilkan senyawa organik seperti
karbohidrat. Fitoplankton memberi kontribusi yang besar terhadap produktifitas
primer di lautan (Kingsford, 2000). Banyak proses biotik dan abiotik yang
mempengaruhi variabilitas keanekaragaman fitoplankton di perairan. Intensitas
dan frekuensi proses-proses ini dapat menyebabkandinamika tidak merata (nonequilibrium) dan meningkatkan keanekaragaman jenis (Chalar, 2009).
D. Deskripsi Lahan Tambang
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian,
penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian
(mineral, batubara, panas bumi, migas).
Pertambangan
pada
hekekatnya
merupakan
upaya
pengembangan
sumberdaya alam mineral dan energy yang potensial untuk dimanfaatkan secara
hemat dan optimal bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat, melalui serangkaian
kegiatan eksplorasi, pengusahaan dan pemanfaatan hasil tambang. Upaya tersebut
bertumpu pada pendayagunaan berbagai sumberdaya, terutama sumberdaya
energy dan mineral, didukung sumberdaya energi manusia yang berkualitas,
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemampuan manajemen
(Ruchiyat, 1980:162).
Pengolahan dalam bidang pertambangan berbeda halnya dengan pertanian
yang ditentukan oleh musim. Selama sumber bahan galian masih tersedia di alam
maka eksploitasi sumberdaya tersebut akan terus dilakukan, oleh karena itu etika
lingkungan sangat diperlukan sebagai pengendali dalam pelaksana kegiatan
pertambangan.
Kegiatan pertambangan di Sulawesi Tenggara merupakan suatu komoditas
unggulan, sehingga banyak investor local dan asing dating ke Sulawesi Tenggara
untuk melakukan kegiatan pertambangan, dengan mengantoni izin dari
pemerintah. Kegiatan pertambangan di Sulawesi Tenggara mempunyai banyak
keuntungan dan juga banyak kerugian. sebagai bentuk kerugian dalam kegiatan
pertambangan yaitu rusaknya alam, akibat pertambangan tersebut. Kegiatan
pertambangan di Sulawesi Tenggara mengakibatkan habisnya kawasan hutan
lindung, rusaknya lahan-lahan pertanian warga sekitar, mencemari perairan
sekitar, dan mengakibatkan pendangkalan. Jika sudah terjadi demikian pastinya
masyarakat yang dirugikan.
Rusaknya kawasan hutan lindung sangat mempengaruhi alam sekirnya
juga. Fungsi hutan hujan tropis sangat penting bagi kehidupan sehingga pada
degraded land harus dilakukan reforestasi untuk mempercepat mengembalikan
fungsi hutan pada kondisi mendekati seperti semula.
III. METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini di laksanakan pada hari Rabu-Kamis dan bertempat di
Kabupaten Konawe dan Konawe Selatan.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah bor tanah gambut, camera
dan alat tulis menulis sedangkan untuk bahan yang digunakan tidak ada.
C. Prosedur Kerja
1. Melakukan survei terhadap lokasi yang akan dijadikan tempat praktikum
untuk mengambil informasi atau data
2. Melakukan pengamatan lapangan terhadap lokasi survei dengan cara
melakukan proses wawancara bersama pemilik perusahaan
3. Melakukan proses diskusi dengan pemilik perusahaan setelah mengetahui
kendala yang dihadapi oleh setiap perusahaan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Sheet 1 (Perkebunan Tebu oleh PT. MARKETINDO SELARAS)
2. Sheet 2 (Rawa Aopa, KONSEL)
3. Sheet 3 (Permandian Air Panas, SONAI)
4. Sheet 4 (Tambang Nikel oleh PT. CMMI)
5. Sheet 5 (Perkebunan Kelapa Sawit oleh PT. SJAP)
6. Sheet 6 (Perkebunan Kelapa Sawit oleh PT. UAM)
B. Pembahasan
1. Budidaya Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik di banyak jenis tanah,
yang penting tidak kekurangan air pada musim kemarau dan tidak tergenang air
pada musim hujan. Di lahan yang permukaan airnya tinggi atau tergenang, akar
akan busuk. Selain itu, pertumbuhan batang dan daunnya tidak mengindikasikan
produksi buah yang baik.
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik pada tanah latosol dan aluvial
akan tetapi Kesuburan tanah bukan syarat mutlak bagi perkebunan kelapa sawit.
Tanaman ini memiliki persyaratan tertentu untuk dapat tumbuh dan berproduksi
optimal. Di antara kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman
kelapa sawit adalah faktor iklim dan tanah.
Pemupukan kelapa sawit dalam hal ini tidak bisa dilakukan sembarangan
atau terus-menerus setiap hari diberi pupuk. Waktu pemupukan kelapa sawit
biasanya dilakukan ketika curah hujannya kecil dan tidak boleh ketika sedang
musim hujan. Pupuk yang baik sebaiknya dapat memperbaiki kemasaman tanah
dan merangsang perakaran. Sehingga proses pemupukan kelapa sawit bisa
berjalan dengan baik. Dengan kata lain dalam pemupukan kelapa sawit juga harus
diperhatikan prosedurnya untuk hasil yang maksimal.s
Pemupukan kelapa sawit merupakan salah satu proses yang sangat penting
untuk mempertahankan produksi buah kelapa sawit. Pohon kelapa sawit ini
berbuah sekitar dua minggu sekali, atau dengan kata lain pemilik kebun kelapa
sawit akan panen kelapa sawit setiap dua minggu sekali. Namun, setiap periode
dua minggu tersebut bukan tidak mungkin buah yang dihasilkan tidak sama.
Terkadang dua minggu pertama panen besar, tetapi selang dua minggu ke empat
agak menurun. Hal ini bisa saja disebabkan dari prosedur pemupukan kelapa sawit
yang belum maksimal.
Berikut beberapa metode memberikan dosis untuk pemupukan kelapa
sawit:
1. Pemupukan boleh dilakukan dengan menggunakan metode atau sistem tebar
dan sistem benam. Petani kelapa sawit harus memperhatikan metode mana
yang cocok untuk kebun kelapa sawitnya. Jika tidak menerapkan metode yang
tepat, kemungkinan panen yang didapatkan tidak sesuai dengan harapan.
2. Apabila menggunakan sistem tebar, sebaiknya pupuk ditebarkan di pinggir
piringan antara jarak 0,5 meter pada tanaman muda kelapa sawit, sedangkan
untuk tanaman kelapa sawit yang sudah tua atau dewasa, pemupukan kelapa
sawit diberikan pada jarak antara 1 – 2,4 meter.
3. Pada sistem benam (pocket), pemupukan kelapa sawit diberikan pada 4 sampai
dengan 6 lubang pada piringan di sekeliling pohon kelapa sawit. Lalu lubang
ditutup lagi supaya pupuk meresap. Sistem benam cenderung digunakan pada
areal yang relatif rendah. Sedangkan pada areal gambut atau pasir mudah
mengalami erosi.
4. Metode pemupukan kelapa sawit bisa dilakukan dengan cara-cara manual atau
modern.
5. Cara pemupukan kelapa sawit manual dengan menggunakan tenaga manusia
dan satu persatu. Sedangkan cara pemupukan kelapa sawit modern
menggunakan pesawat terbang atau bisa juga menggunakan traktor. Selama ini
pemupukan kelapa sawit secara manual adalah yang paling umum dilaksanakan
karena lebih murah dan lebih teliti.
6. Pemupukan kelapa sawit biasanya dilakukan 2 kali dalam setahun, yakni saat
awal musim dan akhir musim penghujan.
7. Apabila pemupukan kelapa sawit menggunakan NPK 15-15-15, dosis
perpohonnya sebanyak 4 kg ditambah DSP 1 kg perpohon.
8. Penggunaan kompos untuk tandan sawit, sedangkan bahan organik berguna
untuk lahan yang kurang kandungan organiknya.
2. Proses Pembentukan Rawa
Rawa terbentuk akibat proses dekomposisi bahan-bahan organik tumbuhan
yang terjadi secara anaerob dengan laju akumulasi bahan organik lebih tinggi
dibandingkan laju dekomposisinya. Akumulasi rawa umumnya akan membentuk
lahan gambut pada lingkungan jenuh atau tergenang air, atau pada kondisi yang
menyebabkan aktivitas mikroorganisme terhambat.
Vegetasi pembentuk rawa umumnya sangat adaptif pada lingkungan
anaerob atau tergenang, seperti bakau (mangrove), rumput-rumput rawa dan hutan
air tawar. Di daerah pantai dan dataran rendah, akumulasi bahan organik akan
membentuk gambut ombrogen di atas gambut topogen dengan hamparan yang
berbentuk kubah (dome). Rawa ombrogen terbentuk dari vegetasi hutan yang
berlangsung selama ribuan tahun dengan ketebalan hingga puluhan meter.
Rawa tersebut terbentuk dari vegetasi rawa yang sepenuhnya tergantung
pada input unsur hara dari air hujan dan bukan dari tanah mineral di bawah atau
dari rembesan air tanah, sehingga tanahnya menjadi miskin hara dan bersifat
masam. Rawa ombrogen umumnya terbentuk dari akumulasi bahan-bahan
berkayu selama kurang lebih 4000-5000 tahun yang lalu (Anderson, 1983).
Menurut klasifikasi FAO-UNESCO, tanah rawa termasuk ordo Histosol
dengan kandungan bahan organik >30% dalam lapisan setebal 40 cm dari bagian
80 cm teratas profil tanah. Berdasarkan tingkat dekomposisinya histosol dibagi
menjadi 3 subordo yaitu fibrik < hemik < saprik. Tanah-tanah gambut di Sumatra
termasuk subordo Terric Tropohemist, Terric Sulfihemist, Typic Tropohemist,
Terric Troposaprist dan Typic Tropofibrist (Hardjowigeno, 1989). Secara umum,
tingkat dekomposisi menentukan sifat-sifat fisik, biologi dan kimia gambut.
3. Manfaat Tanaman Penutup Tanah Pada Lokasi Pertambangan
Untuk penanaman tanaman penutup tanah (cover crops), Berau Coal
memilih campuran jenis tanaman polongan seperti Centrasema pubescens,
Colopogonium mucoides, mucuna. Jumlah 200 kg per hektar. Sistim yang dipilih,
adalah jalur atau spot pada daerah yang direvegetasi. Selanjutnya, penanaman
tanaman pioner atau tanaman yang cepat tumbuh dilakukan bersamaan dengan
penanaman cover crops. Jarak yang dipilih 4m X 4m dan 5m X 5m.
Untuk pilihan tanaman sisipan yang umurnya lebih lama, dilakukan
setelah daerah reklamasi berumur sekitar 2-3 tahun. Proses waktu lebih untuk
mendapatkan agar kondisi tajuknya mencukup, sehingga iklim mikro mendukung
tanaman jenis sisipan. Jarak lebih disesuaikan dengan jenis tanamannya, namun
biasanya 5m x 5m dan 10m X 10m.
Untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman pada
lahan bekas tambang, dapat ditentukan dari presentasi daya tumbuhnya, presentasi
penutupan tajuknya, pertumbuhannya, perkembangan akarnya, penambahan
spesies pada lahan tersebut, peningkatan humus, pengurangan erosi dan fungsi
sebagai filter alam. Dengan cara ini, dapat diketahui sejauh mana tingkat
keberhasilan yang dicapai dalam merestorasi lahan bekas.
Terakhir untuk mendapatkan keberhasilan revegetasi, dilakukan dengan
pemeliharaan rutin meliputi pemupukan berkala, penyaringan, pendangiran,
pemangkasan dan penyulaman.
4. Budidaya Tanaman Tebu
Umumnya tebu ditanam pada pola monokultur pada bulan Juni-Agustus
(di tanah berpengairan) atau pada akhir musim hujan (di tanah tegalan/sawah
tadah hujan).Terdapat dua cara bertanam tebu yaitu dalam aluran dan pada lubang
tanam. Pada cara pertama bibit diletakkan sepanjang aluran, ditutup tanah setebal
2-3 cm dan disiram. Cara kedua bibit diletakan melintang sepanjang solokan
penanaman dengan jarak 30-40 cm. Pada kedua cara di atas bibit tebu diletakkan
dengan cara direbahkan. Bibit yang diperlukan dalam 1 ha adalah 20.000 bibit.
Pembukaan Lahan
a) Pada lahan sawah dibuat petakan berukuran 1.000 m2. Parit membujur,
melintang dibuat dengan lebar 50 cm dan dalam 50 cm. Selanjutnya dibuat
parit keliling yang berjarak 1,3 m dari tepi lahan.
b) Lubang tanam dibuat berupa parit dengan kedalaman 35 cm dengan jarak
antar lubang tanam (parit) sejauh 1 m. Tanah galian ditumpuk di atas
larikan diantara lubang tanam membentuk guludan. Setelah tanam, tanah
guludan ini dipindahkan lagi ke tempat semula.
Teknik Penanaman
Penentuan Pola Tanam Umumnya tebu ditanam pada pola monokultur
pada bulan Juni-Agustus (di tanah berpengairan) atau pada akhir musim hujan (di
tanah tegalan/sawah tadah hujan). Terdapat dua cara bertanam tebu yaitu dalam
aluran dan pada lubang tanam.
Pemeliharaan Tanaman
1. Penjarangan dan Penyulaman
a) Sulaman pertama untuk tanaman yang berasal dari bibit rayungan bermata
satu dilakukan 5-7 hari setelah tanam. Bibit rayungan sulaman disiapkan
di dekat tanaman yang diragukan pertumbuhannya. Setelah itu tanaman
disiram. Penyulaman kedua dilakukan 3-4 minggu setelah penyulaman
pertama.
b) Sulaman untuk tanaman yang berasal dari bibit rayungan bermata dua
dilakukan tiga minggu setelah tanam (tanaman berdaun 3-4 helai).
Sulaman diambil dari persediaan bibit dengan cara membongkar tanaman
beserta akar dan tanah padat di sekitarnya. Bibit yang mati dicabut, lubang
diisi tanah gembur kering yang diambil dari guludan, tanah disirami dan
bibit ditanam dan akhirnya ditimbun tanah. Tanah disiram lagi dan
dipadatkan.
c) Sulaman untuk tanaman yang berasal dari bibit pucuk. Penyulaman
pertama dilakukan pada minggu ke 3. Penyulaman kedua dilakukan
bersamaan dengan pemupukan dan penyiraman ke dua yaitu 1,5 bulan
setelah tanam.
d) Penyulaman ekstra dilakukan jika perlu beberapa hari sebelum
pembumbunan ke 6. Adanya penyulaman ekstra menunjukkan cara
penanaman yang kurang baik.
e) Penyulaman bongkaran. Hanya boleh dilakukan jika ada bencana alam
atau serangan penyakit yang menyebabkan 50% tanaman mati. Tanaman
sehat yang sudah besar dibongkar dengan hati-hati dan dipakai menyulan
tanaman mati. Kurangi daun-daun tanaman sulaman agar penguapan tidak
terlalu banyak dan beri pupuk 100-200 Kg/ha. 2.4.2. Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan bersamaan dengan saat pembubunan tanah
dan dilakukan beberapa kali tergantung dari pertumbuhan gulma.
Pemberantasan gulma dengan herbisida di kebun dilaksanakan pada bulan
Agustus sampai November dengan campuran 2-4 Kg Gesapas 80 dan 3-4
Kg Hedanol power.
Pembubunan Sebelum pembubunan tanah harus disirami sampai jenuh agar
struktur tanah tidak rusak.
a) Pembumbunan pertama dilakukan pada waktu umur 3-4 minggu. Tebal
bumbunan tidak boleh lebih dari 5-8 cm secara merata. Ruas bibit harus
tertimbun tanah agar tidak cepat mengering.
b) Pembumbun ke dua dilakukan pada waktu umur 2 bulan.
c) Pembumbuna ke tiga dilakukan pada waktu umur 3 bulan.
Perempalan Daun-daun kering
Pada proses ini daun-daun harus dilepaskan sehingga ruas-ruas tebu bersih
dari daun tebu kering dan menghindari kebakaran. Bersamaan dengan pelepasan
daun kering, anakan tebu yang tidak tumbuh baik dibuang. Perempalan pertama
dilakukan pada saat 4 bulan setelah tanam dan yang kedua ketika tebu berumur 67 bulan.
Pemupukan Pemupukan dilakukan dua kali yaitu
a) Saat tanam atau sampai 7 hari setelah tanam dengan dosis 7 gram urea, 8
gram TSP dan 35 gram KCl per tanaman (120 kg urea, 160 kg TSP dan
300 kg KCl/ha).
b) Pada 30 hari setelah pemupukan ke satu dengan 10 gram urea per tanaman
atau 200 kg urea per hektar. Pupuk diletakkan di lubang pupuk (dibuat
dengan tugal) sejauh 7-10 cm dari bibit dan ditimbun tanah. Setelah
pemupukan semua petak segera disiram supaya pupuk tidak keluar dari
daerah perakaran tebu. Pemupukan dan penyiraman harus selesai dalam
satu hari. Agar rendeman tebu tinggi, digunakan zat pengatur tumbuh
seperti Cytozyme (1 liter/ha) yang diberikan dua kali pada 45 dan 75 hst.
Pengairan dan Penyiraman Pengairan dilakukan dengan berbagai cara:
a) Air dari bendungan dialirkan melalui saluran penanaman. b) Penyiraman
lubang tanam ketika tebu masih muda. Waktu tanaman berumur 3 bulan,
dilakukan pengairan lagi melalui saluran-saluran kebun.
b) Air siraman diambil dari saluran pengairan dan disiramkan ke tanaman. d)
Membendung got-got sehingga air mengalir ke lubang tanam.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Tanaman kelapa
sawit merupakan tanaman yang dibudidayakan yang memerlukan kondisi
lingkungan yang baik atau cocok, agar mampu tumbuh subur dan dapat
berproduksi
secara
maksimal.
Faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan kelapa sawit antara lain keadaan iklim dan tanah. Selain itu, faktor
yang juga mempengaruhi pertumbuhan kelapa sawit adalah faktor genetis,
perlakuan budidaya, dan penerapan teknolgi.
Untuk teknik panen yang baik bertujuan untuk memperoleh jumlah
minyak yang maksimum dengan kualitas yang paling baik. Buah yang dipanen itu
harus mencapai optimum kematangannya dengan selang panen yang tepat, sesuai
kriteria matangnya dan pengangkutan hasil yang baik ke pabrik pengolahan buah
sawit. Rendemen minyak (RM) yang diperoleh di pabrik sangat dipengaruhi oleh
standar kematangan buah yang mana buah berubah warna dari hitam menjadi
merah oranye hingga kematangan penuh. Hasil panen dari kebun merupakan
tandan buah segar (TBS) yang harus segera diangkut ke pabrik pengolahan untuk
mendapatkan hasil minyak kelapa sait yang bermutu tinggi.
Tanaman tebu atau tanaman yang termasuk dari keluarga graminae atau
rumput-rumputan dan dapat berkembang baik didaerah yang beriklim udara
sedang sampai panas. Tanaman tebu juga dapat ,berkhasiat sebagai obat-obatan
dan tanaman tebu juga mempunyai khasiat buat tubuh kita.
Pada pasca tambang, kegiatan utama dalam merehabilitasi lahan bertujuan
untuk mengupayakan agar ekosistem berfungsi lebih optimal. Penaatan lahan
bekas tambang disesuaikan dengan penetapan tataruang wilayah bekas tambang.
Sehingga, lahan bekas tambang dapat difungsikan menjadi kawasan lindung
ataupun budidaya.
Hutan rawa adalah hutan yang tumbuh dan berkembang pada tempat yang
selalu tergenang air tawar atau secara musiman hutan tersebut tergenang air tawar.
Secara periodik daerah yang terletak di dekat aliran sungai bila musim hujan
selalu tergenang akan terbentuk hutan rawa. Selain itu hutan rawa juga biasanya
terdapat di belakang hutan payau atau mangrove.
Struktur tajuk pada hutan rawa secara vertical terdiri dari beberapa
stratifikasi tetapi ada yang mempunyai strata yang sederhana untuk jenis-jenis
palmae seperti pada hutan Nypha sp. Atau sagu. Hutan rawa tidak terpengaruh
oleh iklim, lokasinya berada pada daerah yang rendah dan selalu atau secara
periodic tergenang air tawar.
B. Saran
Semoga kegiatan praktikum lapang yang dilakukan dapat menambah
wawasan praktikan mengenai manfaat dilakukannya pengelolaan lahan pertanian
secara terpadu sehingga dengan demikian mampu menghasilkan produksi
pertanian yang lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Konawe. 2008. Kabupaten Konawe dalam
Angka. Unaaha. 87 Hal.
Chalar, G. 2009. The use of Phytoplankton Patterns of Diversity for Algal Bloom
Management. Limnologica, 39: 200-208.
Handayani, S. 2008. Hubungan Kuantiatif antara Fitoplankton dengan
Zooplankton di Perairan Waduk Krenceng Cilegon – Banten. Ilmu dan
Budaya 8:13.
Kingsford, M.J. 2000. Planktonic Processes. In: A.J. Underwood dan M.G.
Chapman (Eds.). Coastal Marine Ecology of Temperate Australia.
University of New South Wales Press Ltd, Sydney: 28-41.
Madhupratap, M. 2003. Arabian Sea Oceanography and Fisheries of the West
Coast of India. Curr Sci 81(4):35-361.
Marsambuana, P.A. 2008. Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas
Air di Pulau Bauluang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. Jurnal Biodiversitas 9(3): 22 –217.
Nadia, R. 2008. Studi Kualitas Air pada Beberapa Kawasan Perairan Umum Rawa
Aopa. Unhalu. Kendari. 88 Hal
Sudjadi, 2005. Pengaturan Cahaya Lampu sebagai Fotosintesis Phytoplankton
Buatan dengan Mengunakan Mikrokontroler At89s52. Jurusan Teknik
Elektro, F.T., Universitas Diponegoro, Jurnal Transmisi, 9: 11 – 14.
Widyorini, N. 2009. Pola Struktur Komunitas Fitoplankton Berdasarkan
Kandungan Pigmennya Di Pantai Jepara.
PERKEBUNAN TEBU OLEH PT. MARKETINDO SELARAS
RAWA AOPA, KONAWE SELATAN
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT OLEH PT. SJAP
TAMBANG NIKEL OLEH PT. CMMI
PERKEBUNAN KELAPA SAWIT OLEH PT. UAM
PERMANDIAN AIR PANAS, SONAI