Model Pembiayaan Perumahan Bagi Masyarak

Konsep Model Pembiayaan Perumahan Bagi Masyarakat di Daerah Kepadatan Tinggi dan
Kumuh (termasuk Warga Miskin) Berdasarkan Pemberdayaan Ekonomi Lokal dengan
Memanfaatkan Layanan Konsolidasi Tanah Swadaya
Oleh :Danang Rivadhonni
Abstrak
Perumahan bagi warga di pemukiman padat dan kumuh di perkotaan selama ini sulit dilakukan
secara mandiri atau dengan bantuan pemerintah. Solusi penataan kota selama ini yaitu dengan
memaksa masyarakat untuk meninggalkan rumahnya dengan memperoleh ganti rugi,dan
kemudian disulap menjadi apartemen atau area komersial bernilai tinggi lainnya. Kota menjadi
tempat bukan untuk penduduknya. Masyarakat yang akan membangun rumah terkendala
sistem dan akses pendanaan, jaminan, pendampingan teknis dan hukum serta informasi.
Konsep model yang ditawarkan ini, berdasarkan ilustrasi/hitungan kasar ternyata dapat
memberikan keuntungan untuk masyarakat, koperasi serta developer. Ilustrasi ini masih kasar
dan belum mendetail, namun setidaknya diharapkan mampu memberikan masukan ide
terhadap penataan ruang perkotaan dan perumahan di Indonesia.

1.

Pendahuluan

Perumahan menjadi topik penting di semua negara di dunia. Pertambahan populasi penduduk

dunia akan diimbangi dengan meningkatnya kebutuhan perumahan, sementara lahan dan
daratan tidak bertambah. Beberapa penelitian telah menyebutkan pengaruh kondisi ekonomi
terhadap pasar properti perumahan atau sebaliknya, menunjukkan hubungan keterkaitan serta
hubungan saling mempengaruhi.Dalam hal ini, dapat terjadi karena pasar property (termasuk
perumahan) acuan yang dipakai dalam menentukan harga jual adalah tingkat bunga kredit
perumahan atau interest rate pada mortgage market. Ekonomi dunia yang berdasarkan sistem
bunga (ribawi) menciptakan pertumbuhan nilai uang (nominal value) jauh lebih tinggi daripada
pertumbuhan jumlah produksi barang dan jasa. Bank-bank atau lembaga finansial umumnya
mendapatkan laba dari selisih bunga yang diperoleh debitur dikurangi bunga yang dibayarkan
ke nasabah.Bank-bank dan lembaga finansial menciptakan jumlah nominal value uang semakin
tinggi yang harus dinilai dengan jumlah barang dan jasa. Berbeda dengan makelar barang/jasa
dan pedagang yang memperoleh bagian uang tanpa mengubah jumlah nominal uang.Inflasi
yang menunjukkan daya beli semakin menurun diartikan sebagai jumlah uang jauh lebih banyak
daripada produksi barang dan jasa. Instrumen-instrumen kebijakan moneter yang dikeluarkan
Bank Sentral tentu saja berdampak pada pasar properti.

1

Di Indonesia kebutuhan rumah (backlog) menurut kementrian PU dan Perumahan Rakyat
sekitar 13,5 juta unit. Perumahan yang dikembangkan developer biasanya atau sebagian besar

berada di daerah pinggiran kota, yang menunjang warganya agar lebih mudah mengakses ke
tempat kerjanya di kota. Sebaliknya, pembangunan perumahan tapak tidak memungkinkan lagi
dikembangkan di kota tetapi perumahan flat dan apartemen. Kiranya dapat disimpulkan bahwa
untuk mengatasi permasalahan perumahan nasional, pemerintah dapat memfokuskan pada
pengelolaan perumahan dan tata ruang di kawasan perkotaan.
Isu perumahan bagi masyarakat lokal dan warga miskin di perkotaan merupakan isu yang selalu
ada hampir di semua kota-kota di Indonesia. Berbagai macam komunitas, lembaga dan riset
telah banyak membahas isu-isu ini. Isu-isu ini saling terkait yaitu antara perumahan kumuh
(slum area dan squatter area), perubahan land use akibat perubahan tata ruang, penurunan
kualitas kehidupan (polusi, kesulitan air, bising dll), permasalahan sampah, penduduk lokal yang
semakin tergeser, kemiskinan, sengketa dan konflik pertanahan serta kemacetan yang
disebabkan oleh arus commuter dari tempat tinggal menuju tempat kerja di kota.
Perubahan land use (penggunaan tanah) sebagai kawasan komersial untuk perdagangan jasa
yang semakin dinamis selalu diikuti dengan semakin meningkatnya harga tanah yang fantastis.
Industri telah bergeser ke daerah periurban, begitu juga perumahan yang sebagian besar untuk
pendatang berada di pinggiran.Kota berubah orientasi menjadi sekedar untuk kepentingan
perdagangan dan jasa namun bukan untuk penduduk lokal di dalamnya. Pembangunan mall,
kawasan perdagangan, hotel, apartemen serta pusat bisnis lainnya seringkali dibangun tanpa
mempertimbangkan akses jalan rayabagi penduduk lokal dengan menyisakan gang-gang sempit
atau menyebabkan akses memutar, membangun bangunan lebih tinggi sehingga pemukiman

sekitar terkena limpasan air serta menggunakan sumur air dalam yang membuat warga sekitar
kesulitan air.Daerah sekitar menjadi daerah kumuh, akses terhadap infrastruktur dasar rendah
sehingga nilai tanah menjadi lebih rendah daripada di pinggir jalan utama.
Selamaini, pilihan terbaik pembangunan kawasan kumuh adalah dengan menggusur dan
kemudian dibangun bangunan mewah berupa apartemen atau kawasan perdagangan lainnya
sehingga tampilan menjadi modern dan rapi. Tanah masyarakat dibeli oleh pengembang secara
layak dan menyuruh mereka pindah ke tempat lain. Penduduk lokal menghilang kemudian
berganti menjadi penduduk pendatang. Dampak sosial begitu terasa ketika tanah yang memiliki
nilai historis, komunikasi sosial dan budaya yang terbentuk selama ini akan hilang. Perasaan
cinta terhadap ”tanah airnya” atau kampung halamannya terpalingkan dengan propagandapropaganda atau iming-iming materi dari kaum kapitalis serta tertanam perasaan tidak berdaya
atas kepemilikan tanah yang dapat dimanfaatkan mandiri menjadi nilai ekonomis tinggi. Secara
perlahan hal tersebut terjadi, kemudiankota akan menjadi tempat khusus bagi warga
pendatang yang bermodal tinggi dan kalangan atas.

2

Apakah kota bisa berjalan tanpa adanya masyarakat menengah ke bawah?. Tentu tidak, karena
siapa yang akan menjadi karyawan, buruh, tukang sapu, cleaning servis, office boy, satpam,
penjaga toko dan lainnya?. Dimana mereka akan tinggal?. Sebagian besar pasti tinggal di kost
sekitar pusat bisnis dan sebagian lain tinggal di pinggiran kota dengan konsekuensi akan terjadi

arus commuter yang berkontribusi pada kemacetan. Peluang usaha kost ini merupakan salah
satu potensi bisnis bagi masyarakat lokal. Apabila tidak diadakan penataan pemukiman kembali
(urban renewal), maka kawasan-kawasan sekitarnya menjadi kawasan yang semakin padat
penduduk dan menjadi kumuh sebagai akibat tingginya permintaan atas kost-kostan atau
tempat tinggal.
Permasalahan pembiayaan perumahan bagi masyarakat setempat (termasuk warga miskin)
seringkali disebabkan oleh kesulitan mendapatkan akses modal dan informasi. Selama ini akses
terhadap modal yang dipahami oleh sebagian besar literatur dan common sense adalah akses
mendapatkan hutang dari bank dengan adanya jaminan aset (tanah). Masyarakat hanya dapat
mendapatkan akses ke bank jika tergabung dalam suatu badan usaha, lembaga atau instansi
dengan inisitif pemerintah. Model City Development Fund (CDF) di Thailand dan Chonsei
(leasing properti dengan DP 40-70%) di Korea dapat menginspirasi pengembangan model
ditempat lain disesuaikan dengan kondisi dan budaya setempat.
Dalam tulisan ini mencoba menawarkan konsep pembiayaan perumahan bagi masyarakat di
daerah kepadatan tinggi dan kumuh (termasuk warga miskin) secara mandiri yang
mendayagunakan segenap kemampuan lokal (kekuatan endogen) dengan menggunakan
fasilitas layanan konsolidasi tanah swadaya yang dilakukan instansi Badan Pertanahan Nasional/
Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Model ini menawarkan beberapa point inti pemikiran
antara lain:
1. Tanah adalah sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat

2. Tanah kita adalah tanah warisan leluhur yang harus dijaga dan diwariskan untuk
generasi mendatang.
3. Tanah merupakan sumber primer kegiatan-kegiatan ekonomi (ekonomi bermula dari
pertanian)
4. Tanah adalah potensi infinite high value dimasa datang.
5. Model ini tergantung pada kekuatan endogen dengan memberdayakan segenap
kemampuan masyarakat lokal.
6. Model ini tidak terpengaruh dengan kondisi ekonomi global atau makro, sebab masuk
pada tataran mikro, real economic dan swadaya masyarakat.
7. Model ini tidak masuk dalam sistem interest rate perbankan atau lembaga finansial
ribawi (bunga).
8. Model ini menggunakan fasilitas layanan konsolidasi tanah swadaya oleh Pemerintah.

3

2.

Rumusan Masalah

Bagaimana konsep model pembiayaan perumahan bagi masyarakat di daerah kepadatan tinggi

dan kumuh (termasuk warga miskin) berdasarkan pemberdayaan ekonomi lokal dengan
memanfaatkan layanan konsolidasi tanah swadaya?
3.
Kajian Pustaka
3.1. Ekonomi Global, Kebijakan Moneter dan Pasar Perumahan
Loutskina&Strahan (2014) menunjukkan bahwaintegrasi finansial1menjelaskan dampak
positif perubahan drastis harga perumahan pada pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat
selama 1994-2006.Efek pada tingkat lokal lebih dari sekedar integrasi finansial antara
pasar pinjaman sekunder (secondary loan market) dan cabang bank-bank. Integrasi
finansial berdampak pada peningkatan jaminan kemudian meningkatkan volalitas (tren
perubahan) ekonomi. Penelitian mereka berdampak tiga hal pada literatur-literatur
sebelumnya yaitu:
1. Hasil penelitian ini mendukung bahwa resesi ekonomi berat disebabkan hancurnya
harga perumahan di tahun 2006. Penelitian ini juga menyebutkan bahwa
pertumbuhan ekonomi drastis (boom) ekonomi sebelum kehancuran (pre-crash)
didorong oleh apresiasi/kenaikan harga perumahan. Setuju dengan Mian & Sufi
(2011) yang menyebutkan bahwa selama economic boomrumah tangga membiayai
konsumsi dengan housing wealth2. Investasi perusahaan besar dan pekerja mandiri
di industri kecil naik karena housing wealth. Sependapat dengan Chakraporty,
Goldstein, and Macinlay (2013) yang menyebutkan bahwa pinjaman bisnis lokal

menurun ketika bank mengalokasikan modal ke luar daerah yang pertumbuhan
perumahannya drastis (housing boom).
2. Efek integrasi finansial pada volalitas ekonomi dan sinkronisasi siklus bisnis telah
dijelaskan antar negara bagian Amerika Serikat dan dalam konteks liberalisasi pasar
modal internasional. Penelitian ini lebih jauh menjelaskan dimana suply modal
mendominasi dan menunjukkan bahwa integrasi dapat meningkatkan sikronisasi
pertumbuhan siklus bisnis.
3. Penjelasan umum untuk housing boom terjadi karena longgarnya pemberian
pinjaman perumahan sebagai pemicu kenaikan harga. Menjelaskan juga kenapa
housing booms terkonsentrasi di Arizona, California, Nevada dan Florida. Integrasi
finansial dapat membantu rasionalisasi terjadi pertumbuhan perumahan drastis

1

Integrasi ekonomi yang ditandai tidak ada batasan arus modal antar wilayah.
Definisi: nilai pasar seluruh aset perumahan di suatu daerah. Penjelasan:Konsumsi dibiayai dari margin
keuntungan harga jual properti yang jauh diatas harga wajar produksi.

2


4

dengan mengijinkan arus modal bergerak ke wilayah yang permintaan kreditnya
tinggi.
Bun Tse, Rodgers & Niklewski (2015) menjelaskan bahwa krisis finansial di UK tahun 2007
telah berdampak struktural jangka panjang pada monetary transmission3. Kebijakan
moneter berdasarkan tingkat suku bunga masih merupakan kebijakan penting yang
berdampak pada pasar perumahan.Penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara
tingkat bunga pasar perumahan (mortgage interest rate) dan harga rumah sangat
signifikan.Dampak dari credit crunch4 dimungkinkan karena pembeli potensial beralih ke
pasar sewa (rental market).Pasar sewa meningkat secara signifikan sebagai respon atas
permintaan pembeli potensial yang tidak mampu membeli rumah.Mereka juga
menyampaikan saran Blanchflower (2009) bahwa harga rumah seharusnya dimasukkan
dalam pertimbangan target Komisi Kebijakan Moneter sebab pasar perumahan sangat
mempengaruhi pinjaman bank secara keseluruhan.
Ding, et all (2015) menjelaskan penelitian di Amerika Serikat selama 1985-2008 bahwa
ada hubungan negatif antara pertumbuhan harga rumah dan firm’s cost of equity5. Lokasi
perusahaan menentukan firm’s cost of equity.Perubahan harga perumahan sangat
dipengaruhi oleh perusahan-perusahaan kecil.Efek ini juga berdampak penting pada
ekonomi.Penelitian mereka menawarkan dimensi baru pada literatur untuk meneliti

pengaruh harga perumahan terhadap konsumsi rumah tangga, pilihan portofolio dan
harga saham.

3.2. City Development Fund (CDF) model Thailand
Sripanich, Nitivattananon&Perera (2014) menjelaskan bahwa design CDFs pada empat
konsep antara lain: jaringan, kolektivitas, desentralisasi, and kombinasidari bottomupdantop-down management. Terdapat empat komponen operasional yaitu anggota,
komite, tipe pembiayaan dan suporter yang dihubungkan dengan lima level mulai dari
level tabungan komunitas lokal sampai level tingkat nasional. Jaringan tersebut membuat
model CDFs ini sangat penting sebagai perantara pembiayaan dan sosial dalam kerangka
konsep mobilisasi tabungan kemudian dapat memberikan pinjaman untuk peningkatan
kualitas kehidupan, perbaikan rumah serta keahlian manajerial. Terdapat beberapa istilah
kunci yang dapat disampaikan dalam penelitian mereka antara lain:
3

Proses dimana kebijakan bank sentral diterapkan melalui pasar finansial pada dunia bisnis dan rumah tangga
(www.lexiton.ft.com)
4
Penurunan suply kredit akibat menurunnya kemauan bank untuk memberikan pinjaman, tanpa diikuti kenaikan
suku bunga (Pasarbasioglu, 1996 dalam www.kinerjabank.com)
5

Pendapatan (return) yang diinginkan pemegang saham pada perusahaan. Dirumuskan COE=(Deviden per
share/Current Market Value of Stock)+Growth Rate of Deviden (www.investopedia.com)

5

Tabel 1

Penelitian ini menjelaskan bahwa pendanaan sebuah komunitas bermula ketika anggota
mengumpulkan tabungannya dalam group. Tabungan group dihubungkan dalan level
pendanaan kota yang dikelola oleh badan yang terdiri dari anggota komunitas, otoritas
lokal dan akademisi. Pada level ini, komunitas pendanaan dapat juga menerima anggaran
atau asistensi teknik dari agensi external seperti pemerintah daerah, lembaga non
pemerintah (LSM) atau lebaga bantuan internasional. Adapun gambaran umum level
model pendanaan komunitas sebagai berikut:
Gambar 2

6

Penelitian ini menyebutkan bahwa selama beberapa dekade ada problem konstan antara
kemiskinan perkotaan dengan pembangunan dan urbanisasi yang cepat di Thailand.Hal

tersebut tidak hanya merefleksikan perubahan kebijakan perumahan nasional namun juga
tren global menghadapi tantangan pembangunan berkesinambungan serta pembiayaan
perumahan bagi orang miskin.Selama akhir periode 1970s and the 1980s ide pembiayaan
ini terbentuk.Dihasilkan dari bawah, pendekatan partisipatif terkait perumahan
berkelanjutan, dengan manajemen pembiayaan komunitas yang didukung oleh
pemerintah dan lembaga bantuan. Selama awal 1990s ada penambahan tabungan group
yang memungkinkan komunitas mengembangkan dan mengatur proyek sendiri sejalan
dengan sumber daya manusia dan keuangan komunitas lain. Adapun gambar time line
pengembangan finansial berbasis komunitas selama 1970-2000 sebagai berikut:
Gambar 3

Anggota menyimpan uang pada group di level komunitas. Kemudian tabungan itu
dikumpulkan dengan yang lain untuk pendanaan pembangunan kota dan dinaikkan pada
skala nasional. DI sisi kiri, komunitas pada level yang berbeda bertanggung jawab
terhadap operasional pendanaan dengan didukung oleh instansi eksternal. Adapun
gambar Thai City Development Model sebagai berikut:

7

Gambar 4

3.3. Model Chonsei Korea
Model Chonsei di Korea (leasing properti dengan DP 40-70%) merupakan strategi cerdik di
era repersi financial (pengurangan hutang oleh pemerintah), yang memungkinkan pemilik
tanah memperoleh dana cukup untuk investasi perumahan tanpa terlibat di pasar
property yang menggunakan sistem interest rate.Model ini juga memungkinkan tenant
(penyewa-leasing) yang keberatan pada pinjaman kredit di pasar perumahan sehingga
dapat menyewa rumah dengan biaya lebih murah. Penyewa chosei akan aman meskipun
pemilik tanah/rumah dan para pen-take offer mengivestasikan semua asetnya di rumah
dan tanpa perlu tabungan finansial.
3.4. Pemukiman dan Konsolidasi Tanah Swadaya, Praktek dan Permasalahan
A. Pemukiman dan Konsolidasi Tanah Swadaya
Maria S.W. Sumardjono (2001) dalam Premonowati (2006) menyebutkan untuk mengatasi
masalah penyediaan tanah perkotaan dapat ditempuh melalui berbagai kebijakan antara
lain dengan konsolidasi tanah perkotaan yang bertujuan untuk mengatur kembali bidang
tanah dalam bentuk yangserasi untuk kemudian dibangun perumahan yang dilengkapi
dengan fasilitas umum.

8

Pasal 32 Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
mengatur bahwa penyediaan lahan untuk pembangunan perumahan dan permukiman
diselenggarakan dengan :
a) Penggunaan tanah yang langsung dikuasai oleh negara.
b) Konsolidasi tanah oleh pemilik tanah.
c) Pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah.
Asas Penataan Perumahan dan Permukiman dalam Undang-Undang tersebut yaitu:
a) Asas Manfaat.
b) Asas Keadilan dan Merata.
c)
Asas Kebersamaan dan Kekeluargaan.
d) Asas Kepercayaan Kepada Diri Sendiri.
e) Asas Keterjangkauan.
f)
Asas Kelestarian Lingkungan Hidup.
Dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor : 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman memberikan pengaturan tentang pembangunan lingkungan siap bangun
yang dilakukan oleh masyarakat pemilik tanah dengan melalui konsolidasi tanah, dengan
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a) Pematangan tanah.
b) Penataan penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah.
c)
Penyediaan prasarana lingkungan.
d) Penghijauan lingkungan.
e) Pengadaan tanah untuk sarana lingkungan.
Dari Pasal 1 butir 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 4 Tahun 1991
dinyatakan bahwa konsolidasi tanah adalah kebijaksanaan Pertanahan mengenai
penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, sesuai
dengan tata ruang wilayah, serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan
pembangunan, yang bertujuan untuk meningkatan kualitas lingkungan dan pemeliharaan
sumberdaya alam, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat secara langsung, baik
diwilayah kota maupun desa.
Ardiantoro & Priatmono (2001) dalam Premonowati (2006) menyebutkan pengertian yang
lebih operasional konsolidasi tanah adalah suatu model pembangunan pertanahan yang
mengatur semua bentuk tanah yang semula tidak teratur dalam hal bentuk, luas atau
letak melalui penggeseran letak, penggabungan, pemecahan, pertukaran, penataan letak,
penghapusan atau pengubahan serta disempurnakan dengan adanya pembangunan
fasilitas umum seperti : jalan, saluran, jalur hijau dan sebagainya, sehingga menghasilkan

9

pola pengusaan dan rencana penggunaan atau penyelenggaraan pemanfaatan tanah yang
lebih baik dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
B. Praktek Konsolidasi Tanah
Pasal 4 ayat (2) Peraturan-Peraturan Kepala BPN Nomor : 4 Tahun 1991 tentang
Konsolidari Tanah menjelaskan bahwa konsolidasi tanah baru dapat dilakukan apabila
sekurang-kurangnya 85 % (delapan puluh lima persen) dari pemilik tanah yang luas
tanahnya meliputi sekurangkurangnya 85 % (delapan puluh lima persen) dari luas seluruh
areal tanah yang akan dikonsolidasi menyatakan persetujuannya.
Sedang dilihat dari segi fungsi konsolidasi sebagai kebijakan pengadaan tanah perkotaan
di Indonesia dikenal dua macam pendekatan dalam pelaksanaan konsolidasi, yaitu :
1)

Top Down Approach,
Yaitu pendekatan yang merupakan implementasi dari rencana pembangunan yang
telah digariskan pemerintah terhadap daerah-daerah yang ditentukan sebagai obyek
konsolidasi. Untuk membiayai pelaksanaan konsolidasi dana disediakan dari
APBN/APBD sehingga peserta konsolidasi hanya dikenal sumbangan tanah untuk
pengadaan prasarana saja.
2) Bottom Up Approach,
Yaitu pendekatan yang berasal dari usulan masyarakat pemilik tanah yang telah
terkoordinir dan berkeinginan untuk mengatur tanahnya lewat program konsolidasi.
Pendekatan ini lebih menitikberatkan pada kesadaran masyarakat akan penataaan
dan keserasian lingkungan. Masyarakat pemilik tanah kemudian mengajukan
permohonan kepada pemerintah untuk dilakukan konsolidasi di tanah yang mereka
miliki.Biaya pelaksanaan proyek ditanggung oleh peserta konsolidasi secara
bersama-sama.Masyarakat dikenai sumbangan tanah untuk prasarana dan
pelaksanaan proyek.
Proses Konsolidasi Tanah Swadaya selama 210 hari dengan persyaratan6 pengajuan
layanan adalah sebagai berikut:
1. Formulir permohonan (memuat Identitas diri, luas, letak dan penggunaan tanah
yang dimohon) yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas
materai cukup
2. Surat Kuasa apabila dikuasakan
3. Fotocopy identitas pemohon (KTP, KK) dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah
dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket
6

http://site.bpn.go.id/o/Beranda/Layanan-Pertanahan/PELAYANAN-PENGATURAN-DAN-PENATAANPERTANAHAN/KONSOLIDASI-TANAH-SWADAYA.aspx

10

4.
5.
6.
7.

Bukti penguasaan/pemilikan tanah
Kesepakatan/persetujuan peserta
Sket Lokasi yang dimohon
Pelepasan hak untuk dimohon hak kembali

Adapun bagan proses7 konsolidasi tanah sebagai berikut:
Gambar 5:

Adapun pengenaan tarif sesuai pasal 12 PP 13 Tahun 2010 tentang Jenis Dan Tarif Atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional
menyebutkan tarif pelayanan konsolidasi tanah secara swadaya nonpertanian, dapat
dihitung berdasarkan rumus:
Tkts = (L+500)/0,004 + (3Tu x 0,75) Tph. Adapun keterangannya sebagai berikut:
1.
2.

Tkts adalah Tarif Pelayanan Konsolidasi Tanah Secara Swadaya.
L adalah Luas tanah yang dimohon dalam satuan luas meter persegi (m2).

7

http://site.bpn.go.id/o/Beranda/Layanan-Pertanahan/PELAYANAN-PENGATURAN-DAN-PENATAANPERTANAHAN/KONSOLIDASI-TANAH-SWADAYA.aspx

11

3.

4.
5.

Tu adalah Tarif Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah yang digunakan untuk:
pengukuran dan pemetaan keliling, pengukuran Topografi, pengukuran dan
pemetaan Rincikan, dan pemindahan desain ke lapang.
Tph adalah Tarif Pelayanan Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali dan Pemeliharaan
Data Pendaftaran Tanah.
HSBKu adalah Harga Satuan Biaya Khusus kegiatan pengukuran yang berlaku untuk
tahun berkenaan, untuk komponen belanja bahan dan honor yang terkait dengan
keluaran (output) kegiatan.

C. PermasalahanKonsolidasi Tanah
Premonowati (2006) menyebutkan bahwa dalam pembangunan perumahan melalui
konsolidasi tanah perkotaan, masalah yang dihadapi adalah tersedianya mekanisme
perkreditan yang diperlukan, keringanan terhadap kenaikan pajak bumi dan bangunan
karena meningkatnya kelas tanah setelah dikonsolidasi, serta pemikiran untuk melarang
pengalihan hak tanpa izin dari instansi yang berwenang untuk mencegah beralihnya tanah
kepada mereka yang sesungguhnya tidak memerlukan.
4.

Pembahasan

4.1. Model Pembiayaan
Adapun konsep model pembiayaan perumahan bagi masyarakat di daerah kepadatan tinggi dan
kumuh (termasuk warga miskin) berdasarkan pemberdayaan ekonomi lokal dengan
memanfaatkan layanan konsolidasi tanah swadaya dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 6
Pemda

Tahap H

Tahap D

Tahap C

Masyarakat

Tahap A

Koperasi

Tahap B

Kantor
Pertanahan/BPN

Tahap F

Tahap G

Developer

Tahap E

Tahap I

Infrastruktur

RTH

Perumahan
n

Apartemen
n

Rusunawa

Ruko

12

Peran Masyarakat
Masyarakat melakukan rapat bersama dipimpin oleh ketua RT dan RW beserta tokoh
masyarakat untuk menyepakati model pembiayaan ini kemudian melakukan hal-hal (Tahap A)
sebagai berikut:
1.

Rapat dengan adanya berita acara bertanda tangan kesepakatan model pembiayaan
pembangunan permukiman.

2.

Sepakat membentuk badan hukum usaha bersama yaitu koperasi.

3.

Mengumpulkan tabungan bersama (group saving) sebagai modal koperasi.

Adapun peran masyarakat yang lain melakukan hal-hal (Tahap H dan G) sebagai berikut:
1.

Memperoleh sosialisasi lanjut dari pemerintah daerah terkait implikasi adanya konsolidasi
tanah dan model pembiayaan ini (Tahap H).

2.

Mendapat pendampingan hukum dan informasi serta memberikan feed back (Tahap H).

3.

Melakukan pengawasan terhadap pembangunan kawasan yang dilakukanpihak developer
(Tahap G).

Peran Koperasi
Koperasi dapat berperan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.

Bersama pemimpin dan perwakilan warga melakukan permohonan ijin terkait, meminta
pendampingan dan bantuan hukum kepada pemerintah daerah (Tahap C).

2.

Melakukan pengajuan konsolidasi ke Kantor Pertanahan dengan memastikan kesepakatan
85% warga setempat (Tahap B).

3.

Mencari developer yang bersedia membangun kawasan (Tahap F).

4.

Melakukan MOU kesepakatan bagi hasil model bisnis dan kesepakatan hukum (Tahap F).

5.

Melakukan analisis proyeksi bisnis yang menguntungkan bersama.

Peran Pemda
Pemda dapat berperan dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Melakukan koordinasi internal.
2.

Melakukan MOU dengan Kantor Pertanahan (Tahap D).

3.

Melakukan pendampingan kepada Koperasi (Tahap C)

4.

Melakukan sosialisasi (H)

13

5.

Melakukan pengawasan terhadap MOU antara Koperasi dan Developer.

Peran Kantor Pertanahan
Kantor Pertanahan dapat berperan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Melaksanakan Konsolidasi Tanah Swadaya.
2.

Memastikan hak kepemilikan tanah sesuai yang diharapkan dalam model pembiayaan.

Peran Developer
1.
2.
3.

Membangun kawasan (Tahap I) sesuai kesepakatan dengan mendapat hak milik sebagian
bidang serta bagian hasil penjualan properti.
Developer sebagai agen penjualan produk property.
Memperoleh masukan feed back dari masyarakat (Tahap G).

Developer membangun infrastruktur berupa jalan, drainase dan jembatan.Kemudian developer
membangun RTH untuk menambah prosentase RTH Publik. Hak kepemilikan atas bidang tanah
tersebut diserahkan ke Pemda.
Developer membangun pemukiman penduduk dengan spesifikasi tertentu sesuai potensi bisnis
(misal 2 lantai sebagian untuk kost) dan sesuai hasil kesepakatan bersama. Hak kepemilikan
pada masing-masing warga peserta konsolidasi tanah.Masyarakat dapat memperoleh
penghasilan dari sewa kost dan warung yang dikelola mandiri.
Developer membangun apartemen dan rusunawa di gedung berbeda atau sama sebagai
potensi pendapatan bagi hasil antara developer dan koperasi. Hak kepemilikan bidang tanah
diserahkan pada Koperasi masyarakat. Hal ini menjamin pengurangan resiko konflik di masa
mendatang.Apabila unit apartemen terjual maka kepemilikan unit atas satuan rumah susun
diserahkan ke pemiliknya sesuai prosedur di BPN. Sedangkan untuk Rusunawa, developer
sebagai pengelola rusunawa memperoleh pendapatan. Pendapatan dari penjualan unit
apartemen dan sewa rusunawa dapat dibagi sesuai kesepakatan antara developer dan koperasi.
Masyarakat mendapatkan sisa hasil usaha dari koperasi.
Developer membangun ruko dengan spesifikasi sesuai kesepakatan. Hak kepemilikan ruko
diberikan kepada developer sehingga dapat dijual dan memperoleh pendapatan keuntungan
atas investasi di kawasan tersebut.
Tabungan masyarakat yang telah terkumpul di koperasi dapat dimanfaatkan untuk operasional
penyelenggaran pembiayaan ini bahkan sampai bantuan modal untuk developer. Sistem
kepemilikan atas apartemen dan ruko dapat ditawarkan kepada masyarakat setempat dengan
sistem Down Payment yang mudah (30-50%) dan kemudian mengangsur sampai mendapatkan
kepemilikan jika hutang lunas.

14

4.2. Ilustrasi (Kasar) Studi Kelayakan Bisnis
Selanjutnya untuk mengetahui potensi pendapatan yang sama-sama menguntungkan (win-win
solution) antara masyarakat, koperasi dan developer, maka dapat diilustrasikan pada objek
lokasi yang menjadi studi terletak di kawasan pemukiman padat dan kumuh di belakang Mall
Pejaten Village di Jalan Warung Jati Barat No.39 Pasar Minggu- Jakarta Selatan. Jalan di samping
mall Pejaten (seberang LIPIA) hanya bisa dilalui motor dan topografi jalan menurun. Begitu juga
akses dari Jalan Jati Padang Utara yang hanya bisa diakses oleh sepeda motor dengan topografi
menurun. Luas area berdasarkan perhitungan Google Maps sebesar 31.398m2 atau 3,1 Ha. Area
tersebutdapat digambarkan sebagai berikut:
Citra Peta 1:

Area tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu sekitar 0,6 Ha dan 1,09Ha untuk
pemukiman dan kawasan perdagangan dengan citra sebagai berikut:
Citra Peta 2 :

15

Proses konsolidasi tanah swadaya sangat memperhatikan aspek kepemilikan tanah. Jumlah
rumah berdasarkan perhitungan dari penampakan atap citra dengan peta kepemilikan tanah
oleh BPN terdapat perbedaan. Peta online tersebut tidak dapat ditampilkan di tulisan ini,
karena dilarang disebarluaskan namun dapat dilihat langsung di website resmi8.
Adapun konsep perencanaan area (site plan) konsolidasi tanah swadaya dapat ditampilkan
dengan citra sebagai berikut:
Citra Peta 3:

A

C
C E

C

C

D

B

Area A (warna biru) ruang fasilitas publik berupa masjid telah terbangun di lokasi itu.Sedangkan
area B dan D (warna kuning) merupakan area komersil.Area B untuk apartemen dan rusunawa,
sedangkan area D di pinggir jalan merupakan area rumah toko.Area C (warna coklat)
difungsikan untuk pemukiman. Area E (warna hijau) merupakan area Ruang Terbuka Hijau
dapat berupa taman.
Adapun ilustrasi (kasar) perhitungan kelayakan bisnis ternyata dapat memberikan keuntungan
bagi masyarakat, koperasi dan developer. Prinsip bagi hasil dari penjualan sebagian aset dan
penyewaan apartemen ternyata mampu memberikan keuntungan cukup besar. Biaya total
dihitung tanpa adanya biaya pembelian tanah. Perhitungan unit, luasan, jarak dan lainnya pada
ilustrasi, menggunakan pendekatan/perkiraan dari hasil (luas dan jarak) yang ditampilkan
google maps. Adapun perhitungantersebut dapatdilihat dengan tabel berikut ini:

8

http://peta.bpn.go.id/

16

Tabel 2: Ilustrasi Proyek Bisnis
A
1
2
3
B
1
2
3
4
6
7
8
9
10
C
D

5.

Penjualan
Unit
70

Jenis Properti
Apartemen
Pendapatan sewa Rusunawa
30
per tahun
Penjualan Ruko
100
Total Penjualan
Biaya
Jenis Biaya
Unit
Biaya Pra Operasi
Paket
Biaya Infrastruktur Jalan,
4000 m
listrik & Drainase
Biaya Kontruksi Perumahan
1,5 ha
Dua Lantai 250 Unit @ 60m2
Biaya Kontruksi Apartemen
650 m2/lantai
& Rusunawa 15 lantai
(@10unit/lantai)
Biaya Ruko dua lantai 100
4000m2/lantai
unit @40m2
Pengadaan Alat berat
Paket
Biaya Relokasi
250 KK
Biaya konsolidasi Tanah &
paket
Pengurusan ijin Lainnya
Pajak asumsi 5%
Total Biaya
Jumlah Selisih A-B
Proyeksi bagi Hasil
Koperasi 30%
Developer 70%

Harga
1.000.000.000

Total
70.000.000.000

20.000.000

600.000.000

1.500.000.000

150.000.000.000
220.600.000.000

Harga
50.000.000

Total
50.000.000

5.000.000

20.000.000.000

3.000.000

90.000.000.000

5.000.000

48.750.000.000

3.000.000

24.000.000.000

5.000.000.000
20.000.000

5.000.000.000
5.000.000.000

150.000.000

150.000.000
11.030.000.000
203.980.000.000
16.620.000.000
16.620.000.000
4.986.000.000
11.634.000.000

Kesimpulan dan Saran

Model ini dapat dijadikan alternatif pengembangan perumahan bagi masyarakat di daerah
kepadatan tinggi dan kumuh (termasuk warga miskin) berdasarkan pemberdayaan ekonomi
lokal dengan memanfaatkan layanan konsolidasi tanah swadaya. Ilustrasi kasar dapat
menunjukkan hasil yang sama-sama menguntungkan bagi masyarakat, koperasi dan developer.
Untuk pengukuran bidang dan hitungan lebih detail kiranya dapat dilanjutkan dengan studi
lebih lanjut.

17

Daftar Isi
Bussara Sripanich, et all. 2015. City development fund: A financial mechanism to support
housing
and
livelihood
needs
of
Thailand's
urban
poor.
Habitat
International.www.elsevier.com/locate/habitatin
Chin-Bun Tse, et all. 2013. The 2007 financial crisis and the UK residential housing market: Did
the relationship between interest rates and house prices change?.Economic
Modelling.www.elsevier.com/locate/ecmod
Elena Loutskina&Philip E. Strahan. 2014. Financial Integration, Housing, And Economic
Volatility. Journal of Financial Economics.www.elsevier.com/locate/jfec
Jinwon Kim. 2013. Financial repression and housing investment: An analysis of the Korean
chonsei. Journal of Housing Economics.www.elsevier.com/locate/jhec
Ray Barrell, et all. 2015. Housing wealth,financial wealth, and consumption: New evidence for
Italy and the UK. International Review of Financial Analysis
Widhyasih Premonowati. 2006. Tesis : Konsolidasi Tanah Perkotaan Secara Swadaya Untuk
Perumahan Di Kota Tegal (Studi Pengkaplingan Tanah Untuk Perumahan Di Kota Tegal).
http://eprints.undip.ac.id/17701/1/WIDHYASIH_PREMONOWATI.pdf
Xiaoya (Sara) Ding, etall. 2015. Housing price growth and the cost of equity capital. Journal of
Banking & Finance.www.elsevier.com/locate/jbf

18