MAKALAH ETIKA SISTEM ADMINISTRASI NEGARA
MAKALAH
ETIKA SISTEM
ADMINISTRASI NEGARA
D
I
S
U
S
U
N
Oleh
Jumpa P. Purba
1405905010080
Universitas Teuku Umar
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Jurusan Administrasi Negara
Tahun 2015
18
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas segala Rahmat, karunianya yang
telah dilimpahkan-nya , sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah SISTEM
ADMINISTRASI NEGARA. Tentang “ETIKA SISTEM ADMINISTRASI NEGARA.”
Sebagai tugas guna memenuhi tugas dan untuk mendapatkan tambahan nilai yang
diberikan oleh IBU SRI .
Saya sendiri sebagai pembuat makalah menyadari bahwa tugas yang telah saya
selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari ibu dosen serta semua teman-teman yang bersifat membangun guna kesempurnaan
tugas selanjutnya.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak tanpa terkecuali yang
telah berperan dalam tugas ini. Serta kami mengharapkan agar tugas ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
18
Kata Pengantar........................................................................................................................2
DAFTAR ISI
........................................................................................................................3
BAB I.
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................5
1.3 Tujuan ..........................................................................................................................5
BAB II.
PEMBAHASAN ....................................................................................................................6
2.1 pengertian etika ...........................................................................................................6
2.2 prinsip-prinsip etika administrasi negara .....................................................................7
2.3 kode etik dalam pelaksanaan sistem administrasi negara ........................................9
2.4 faktor-faktor timbulnya mal-administrasi negara .......................................................14
BAB III.
PENUTUP .........................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................17
3.2 saran.............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................19
18
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika administrasi negara merupakan salah satu wujud kontrol terhadap administrasi
negara dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya.
Manakala administrasi negara menginginkan sikap, tindakan dan perilakunya dikatakan baik,
maka dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya harus menyandarkan pada
etika administrasi negara. Etika administrasi negara disamping digunakan sebagai pedoman,
acuan, referensi administrasi negara dapat pula digunakan sebagai standar untuk menentukan
sikap, perilaku, dan kebijakannya dapat dikatakan baik atau buruk.
Karena masalah etika negara merupakan standar penilaian etika administrasi negara
mengenai tindakan administrasi negara yang menyimpang dari etika administrasi negara dan
faktor yang menyebabkan timbulnya penyimpangan administrasi dan cara mengatasinya.
Law enforcement sangat membutuhkan adanya akuntabilitas dari birokrasi dan
manajemen pemerintahan sehingga penyimpangan yang akan dilakukan oleh birokratbirokrat dapat terlihat dan terbuka dengan jelas sehingga akan memudahakan law
enforcement yang baik pada reinventing government dalam upaya menata ulang manajemen
pemerintahan
Indonesia
yang
sehat
dan
berlandaskan
governance dan berasaskan nilai-nilai etika administrasi.
18
pada
prinsip-prinsip good
1.2 Rumusan masalah
Untuk lebih mudah memahami makalah ini maka dirumuskan masalah sebagai berikut
1. Pengertian etika ?
2. prinsip-prinsip sistem administrasi negara?
3. kode etik dalam pelaksanaan sistem administrasi negara?
4. faktor-faktor timbulnya mal-administrasi negara?
1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan agar kita menegtahui tentang:
1. Pengertian etika
2. Prinsip-prinsip sistem administrasi negara
3. Kode etik dalam pelaksanaan sistem administrasi negara.
4. Faktor- faktor timbulnya mal-administrasi negara.
18
Bab II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian etika
Etika berasal dari bahasa Yunani: etos, yang artinya kebiasaan atau watak, sedangkan
moral berasal dari bahasa Latin: mos (jamak: mores) yang artinya cara hidup atau kebiasaan.
Dari istilah ini muncul pula istilah morale atau moril, tetapi artinya sudah jauh sekali dari
pengertian asalnya.Moril bisa berarti semangat atau dorongan batin. Dalam kaitannya dalam
perilaku manusia, norma digunakan sebagai pedoman atau haluan bagi perilaku yang
seharusnya dan juga untuk menakar atau menilai sebelum ia dilakukan.
Etika administrasi Negara yaitu bidang pengetahuan tentang ajaran moral dan asas
kelakuan yang baik bagi para administrator pemerintahan dalam menunaikan tugas
pekerjaannya dan melakukan tindakan jabatannya. Bidang pengetahuan ini diharapkan
memberikan berbagai asas etis, ukuran baku, pedoman perilaku, dan kebijakan moral yang
dapat diterapkan oleh setiap petugas guna terselenggaranya pemerintahan yang baik bagi
kepentingan rakyat.
Sebagai suatu bidang studi, kedudukan etika administrasi negara untuk sebagian
termasuk dalam ilmu administrasi Negara dan sebagian yang lain tercakup dalam lingkungan
studi filsafat. Dengan demikian etika admistrasi Negara sifatnya tidak lagi sepenuhnya
empiris seperti halnya ilmu administrasi, melainkan bersifat normatif. Artinya etika
administrasi Negara berusaha menentukan norma mengenai apa yang seharusnya dilakukan
oleh setiap petugas dalam melaksanakan fungsinya dan memegang jabatannya.
Etika administrasi Negara karena menyangkut kehidupan masyarakat, kesejahteraan
rakyat, dan kemajuan bangsa yang demikian penting harus berlandaskan suatu ide pokok
yang luhur. Dengan demikian, etika itu dapat melahirkan asas, standar, pedoman, dan
kebajikan moral yang luhur pula. Sebuah ide agung dalam peradaban manusia sejak dahulu
sampai sekarang yang sangat tepat untuk menjadi landasan ideal bagi etika administrasi
Negara adalah Keadilan, dan memang inilah yang menjadi pangkal pengkajian Etika
Admnistrasi Negara, untuk mewujudkan keadilan.
18
2.2Prinsip Prinsip Etika Admnistrasi Negara
a.
Prinsip Demokrasi
Pilar utama prinsip demokrasi adalah asas kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat
mensyaratkan bahwa rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan
negara, rakyat yang menentukan pula bagaimana berbuatnya. Pada tataran makro, sistem
pemerintahan demokratis suatu negara dapat di golongkan ke dalam tiga macam bentuk
yakni: 1. Sistem parlementer
2. Sistem pemisahan kekuasaan
3. Sistem referendum
Sistem parlementer, hubungan antara lembaga perwakilan dan lembaga yang
menjalankan kekuasaan eksekutif dapat saling mempengaruhi, jika lembaga perwakilan tidak
mau membenarkan kebijakan yang dilakukan oleh lembaga eksekutif maka dia dapat
menyatakan ketidak percayaannya dalam bentuk tidak percaya, sebaliknya pemerintah juga
mempunyai hak untuk membubarkan lembaga perwakilan atau parlemen apabila ternyata
parlemen tidak lagi mencerminkan kehendak rakyat.
Sistem pemisahan kekuasaan, antara lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif
masing masing harus ada pemisahan secara penuh. hal ini dilakukan karena dikhawatirkan
apabila satu lembaga mempunyai dua atau lebih kekuasaan akan ada penyalahgunaan
kekuasaan tersebut.
Sistem referendum, secara harfiah berarti pemungutan suara secara langsung oleh
rakyat untuk menentukan pendapat umum rakyat, dapat pula diartikan sebagai lembaga yang
dibentuk untuk memberikan kesempatan kepada rakyat guna mengontrol tindakan tindakan
lembaga perwakilan secara langsung oleh rakyat. sedangkan lembaga eksekutif hanya
merupakan badan pekerja bagi lembaga perwakilan.
b.
Keadilan Sosial dan Pemerataan
Persoalan keadilan sosial dan pemerataan sering kali muncul sebagai akibat dari
kurang meratanya distribusi hasil hasil pembangunan. Oleh sebab itu, salah satu asas umum
pemerintahan dan administrasi pembangunan yang perlu mendapat perhatian lebih besar
sekarang ini adalah yang menyangkut keadilan dan pemerataan. Kedua konsep ini juga
merupakan landasan pokok bagi etika pembangunan.
Dalam lingkup negara, setidak tidaknya ada dua dimensi ketimpangan diantara
kelompok kelompok sosial yang berbeda dalam suatu negara. Pertama, ketimpangan diantara
18
kelompok kelompok sosial yang berbeda dalam suatu negara yang disebabkan oleh
kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Kedua, ketimpangan antara
wilayah wilayah geografis dalam suatu negara atau disebut juga ketimpangan regional. wujud
yang paling nyata terlihat antara wilayah wilayah pedesaan dan perkotaan. maka yang perlu
dilakukan adalah kebijakan kebijakan pemerintah yang lebih menyentuh kelas masyarakat
yang kurang beruntung atau kelompok yang tidak memiliki sumber daya untuk
mengembangkan dirinya.
c.
Mengusahakan Kesejahteraan Umum
Setiap pejabat pemerintah harus memiliki komitmen dan untuk peningkatan
kesejahteraan dan bukan semata mata karena diberi amanat atau dibayar oleh negara
melainkan karena mempunyai perhatian yang tulus terhadap kesejahteraan warga negara pada
umumnya. Peningkatan kesejahteraan umum bukan hanya dimaksudkan untuk meningkatkan
taraf hidup dan kebutuhan-kebutuhan dasar tetapi juga untuk meningkatkan kapasitas
individual supaya rakyat dapat berpartisipasi lebih aktif dalam pembangunan.
Persoalan lain yang harus dipecahkan dalam upaya peningkatan kesejahteraan umum
adalah menyangkut ketenagakerjaan dan kependudukan. tingkat pengangguran dan atau
setengah pengangguran itu lebih mencolok di daerah daerah pedesaan jika dibandingkan
dengan daerah perkotaan. ini menunjukkan adanya konsentrasi industri padat modal di
wilayah perkotaan.
d.
Mewujudkan Negara Hukum
Di dalam Pembukaan maupun pasal pasal batang tubuh Undang Undang Dasar 1945
memang tidak disebutkan secara eksplisit bahwa indonesia adalah Negara Hukum. akan
tetapi sesungguhnya gagasan utama dan aturan aturan dasar yang melandasi terbentuknya
republik ini adalah sesuai dengan cita cita negara hukum. dalam penjelasan mengenai sistem
pemerintahan negara telah di tegaskan:
1.
Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum Negara Indonesia berdasar atas
hukum , tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka.
2.
Sistem Konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi, tidak bersifat
absolutisme.
18
Jadi jelas bahwa konstitusi negara Indonesia mengamanatkan keinginan untuk
mewujudkan negara hukum. hukum harus yang harus ditaati disini bukan hanya hukum
positif yang tertulis atau hukum formal saja tetapi juga unsur unsur material yang terdapat
dibalik perundang undangan yang ada. hukum yang dimaksud adalah hukum yang benar
benar hidup dalam masyarakat
atau hukum yang adil. Di dalam konteks etika, kita
hendaknya lebih mencurahkan perhatian kepada rasa keadilan atau kepantasan yang
berkembang di dalam masyarakat dari pada hukum yang terjabar di dalam pasal- pasal kitab
perundangan. konsepsi negara hukum mensyaratkan agar setiap tindakan penguasa harus
sesuai dan didasarkan atas rasa keadilan, moralitas hukum, dan cita cita kemanusiaan yang
luhur, bukan hanya didasarkan atas kemauan penguasa.
2.3 Kode Etik Dalam Pelaksanaan Administrasi Negara
Pembicaraan tentang kode etik bagi orang-orang yang bekerja dalam tugas-tugas
administrasi negara barangkali membawa masalah tentang arti dari kode etik itu sendiri
mengingat bahwa kode etik biasanya dikaitkan dengan suatu proses khusus. Akan tetapi
seperti yang telah diuraikan kedudukan etika administrasi negara berada di antara etika
profesi dan etika politik sehingga tugas-tugas administrasi negara tetap memerlukan
perumusan kode etik yang dapat dijadikan sebagai pedoman bertindak bagi segenap aparat
politik. Hal yang pertama-tama perlu diingat bahwa kode etik tidak membebankan sanksi
hukum atau paksaan fisik. Kode etik dirumuskan dengan asumsi bahwa tanpa sanksi-sanki
atau hukuman dari pihak luar, setiap orang tetap menaatinya.
Jadi dorongan untuk mematuhi perintah dan kendali untuk menjauhi larangan dari
kode etik bukan dari sanksi fisik melainkan dari rasa kemanusiaan, harga diri, martabat, dan
nilai-nilai filosofis. Kode etik adalah persetujuan bersama, yang timbul dari diri para anggota
itu sendiri untuk lebih mengarahkan perkembangan mereka, sesuai dengan nilai-nilai ideal
yang diharapkan. Dengn demikian pemakaian kode etik tidak terbatas pada organisasiorganisasi yang personalianya memiliki keahlian khusus. Pelaksanaan kode etik tidak terbatas
pada kaum profesi karena sesungguhnya setiap pekerjaan dan setiap jenjang keputusan
mengandung konsekuensi moral.
Dalam kode etik itu bisa menjadi sarana untuk mendukung pencapaian tujuan
organisasi kerena bagaimanapun juga organisasi hanya dapat meraih sasaran-sasaran
akhirnya kalau setiap pegawai yang bekerja di dalamnya memiliki aktivitas dan perilaku yang
baik.
18
Manfaat lain yang akan didapat dari perumusan kode etik ialah bahwa para aparat
akan memiliki kesadaran moral atas kedudukan yang diperolehnya dari negara atas nama
rakyat. Pejabat yang menaati norma-norma dalam kode etik akan menempatkan
kewajibannya sebagai aparat pemerintah diatas kepentingan-kepentingannya akan karir dan
kedudukan. Pejabat tersebut akan melihat kedudukan sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Oleh
karena itu kode etik mengandaikan bahwa para pejabat publik dapat berperilaku sebagai
pendukung nilai-nilai moral dan sekaligus pelaksana dari nilai-nilai tersebut dalam tindakantindakan yang nyata.
Sebagai aparat negara, para pejabat wajib menaati prosedur, tatakerja, dan peraturanperaturan yang telah ditetapkan oleh organisasi pemerintah. Sebagai pelaksana kepentingan
umum, para pejabat wajib mengutamakan aspirasi masyarakat dan peka terhadap kebutuhankebutuhan masyarakat tertentu. Dan sebagai mansuia yang bermoral, pejabat harus
memperhatikan nilai-nilai etis di dalam bertindak dan berperilaku. Dengan perkataan lain,
seorang pejabat harus memiliki kewaspadaan spiritual. Kewaspadaan profesional bearti
bahwa dia harus menaati kaidah-kaidah teknis dan peraturan-peraturan sehubungan dengan
kedudukan sebagai seorang pembuat keputusan. Sedangkan kewaspadaan spiritual merujuk
pada penerapan nilai-nilai kearifan, kejujuran, keuletan, sikap sederhana, dan hemat,
tanggung jawab, serta akhlak dan perilaku yang baik.
Unsur-unsur etis yang langsung menyangkut pekerjaan sehari-hari seorang pegawai
dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Berikut ini diuraikan kedelapan unsur penilaian secara
singkat:
1.
Kesetiaan
Kesetiaan disini adalah ketaatan, pengabdian dan kesetiaan kepada pancasila, UUD
1945, Negara, serta Pemerintah. Sedangkan yang dimaksud dengan pengabdian adalah
penyumbangan pikiran dan tenaga secara ikhlas dengan mengutamakan kepentingan umum
diatas kepentingan pribadi dan golongan. Kecuali dua pengertian ini ada pula konotasi
kesetiaan yang berarti tekad dan kesanggupan untuk menaati, melaksanakan, mengamalkan
sesuatu yang disertai penuh kesadaran dan tanggung jawab.
18
2.
Prestasi kerja
Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah:
a) Kecakapan
b) Keterampilan
c) Pengalaman
d) Kesungguhan
e) Kesehatan
3.
Tanggung jawab
Tanggung jawab berarti kesanggupan seorang pegawai untuk menyelesaikan
pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya, tepat pada waktunya dan
berani memikul resiko atas keputusan yang dibuatnya. Bagian-bagian dari tanggung jawab
adalah:
a. Menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat pada waktunya
b. Kesalahannya tidak dilemparkan pada orang lain
c. Menyimpan dan memelihara barang milik negara
d. Dalam segala keadaan tetap berada ditempat
e. Mengutamakan kepentingan dinas
f. Berani dan ihklas memikul resiko
4.
Ketaatan
Yaitu kesanggupan seorang pegawai untuk menaati segala peraturan perundangundangan, peraturan kedinasan yang berlaku, pearaturan kedinasan dari atasan yang
berwenang serta sanggup tidak melanggar larangan yang ditentukan. Bagian-bagian dari
ketaatan adalah:
a) Menaati peraturan kedinasan dari atasannya
b) Menaati peraturan perundang-undangan yang ada
c) Memberikan kepada masyarakat layanan sebaik-baiknya sesuai dengan bidang
tugasnya
d) Menaati ketentuan jam kerja dan sopan santun
18
5.
Kejujuran
Yang dimaksud dengan kejujuran adalah ketulusan hati dalam melaksanakan tugas
serta kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya. Maka
kejujuran dapat dinilai dari keadaan berikut:
a.
Melaksanakan tugas secara ikhlas
b.
Tidak menyalah gunakan wewenangnya
c.
Hasil kerjanya dilaporkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
6.
Kerjasama
Yang dimaksud disini adalah kemampuan seorang pegawai untuk bekerja bersamasama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas yang ditentukan sehingga
mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Jadi nilai kerja sama dapat
diketahui bila seorang pegawai:
a.
Mengetahui bidang tugas orang lain yang ada hubungannya dengan tugas
mereka
b.
Mampu menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat orang lain yang diyakini
besar
c.
Bersedia mengambil keputusan yang diambil secara sah
d.
Bersedia mempertimbangkan usul orang lain
e.
Mampu berkerja bersama-sama orang lain
f.
Menghargai pendapat orang lain
7.
Prakarsa
Inisiatif atau prakarsa adalah kemampuan seorang pegawai untuk mengambil
keputusan, langkah-langkah serta melaksanakannya sesuai dengan tindakan yang diperlukan
dalam pelaksanaan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan. Bagian-bagian dari
prakarsa adalah:
a.
Berkemampuan memberi saran kepada atasan
b.
Berusaha mencari tatacara kerja baru yang baik
c.
Tanpa menunggu perintah, berkemauan melaksanakan tugas
18
8.
Kepemimpinan
Kepemimpinan berarti kemampuan seorang pegawai atau pejabat untuk meyakinkan
orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Jadi
kepemimpinan merujuk kepada kemampuan manejerial dari para pegawai yang memiliki
bawahan dan atau memangku jabatan. Bagian-bagian dari kepemimpinan adalah:
a.
Berusaha menggugah semangat dan menggerakkan bawahan
b.
Berusaha menumpuk dan mengembangkan kerja sama
c.
Mampu mengemukakan pendapatnya dengan jelas
d.
Bersedia mempertimbangkan saran-saran bawahan
e.
Memperhatikan nasib dan kemajuan bawahan
f.
Mengambil keputusan cepat dan tepat
g.
Mengetahui kemampuan bawahan
h.
Menguasai bidang tugasnya, bertindak tegas tanpa memihak, serta
memberikan teladan yang baik.
Dari banyak uraian tentang nilai-nilai etika yang ditujukan untuk jajaran pegawai
negeri, sangat terasa bahwa ungkapan-ungkapan yang dipergunakan begitu formal dan kaku.
Uraian-uraian tersebut sebagian besar berisi daftar keharusan dan larangan tanpa ungkapan
mengenai dasar-dasar mengapa suatu tindakan diharuskan atau dilarang dan tanpa nuansa
yang menyentuh nurani.
Demikianlah, kode etik mencoba merumuskan nilai-nilai etis luhur kedalam bidang
tertentu, dalam hal ini pada tugas-tugas administrasi negara. Sudah barang tentu kode etik
sekedar merupakn pedoman betindak. Mengenai pelaksanaannya dalam perilaku nyata,
tergantung kepada niat baik dan sentuhan moral yang ada dalam diri pegawai atau pejabat
sendiri. Namun karena kode etik dirumuskan untuk penyempurnaan pekerjaan, mencegah
hal-hal yang buruk, dan untuk kepentingan bersama, maka setiap pegawai dan pejabat
diharapkan menaatinya dengan kesadaran yang tulus.
Paham idealisme etik mengatakan bahwa pada dasarnya setiap manusia adalah baik
dan suka hal-hal yang baik. Apabila ada orang-orang yang menyimpang dari kebaikan, itu
semata-mata karena itu tidak tahu norma untuk bertindak dengan baik atau tidak tahu caracara bertindak yang menuju arah kebaikan. Yang diperlukan adalah suatu peringatan dan
sentuhan nurani yang terus menerus untuk menggugah kesadaran moral dan melestarikan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dan interaksi antar individu.
18
2.4 Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Mal-Administrasi
Mal-administrasi merupakan suatu tindakan yang menyimpang dari nilai etika. Secara
“psiko-sosiologis”, suatu tindakan yang menyimpang dari nilai adalah disebabkan karena
bertemunya faktor “niat atau kemauan” dan “kesempatan”. Jika ada niat untuk melakukan
tindakan mal-administrasi, sementara kesempatan tidak ada, maka tindakan mal-administrasi
tadi tidak akan terjadi. Sebaliknya, ada kesempatan untuk melakukan korupsi, namun pada
dirinya tidak ada niat atau kemauan untuk melakukan mal-administrasi, maka tindakan maladministrasi juga tidak akan terjadi.
Dengan mengacu pada konsep tadi, maka dapat ditemukan dua faktor yang menjadi
penyebab timbulnya tindakan mal-administrasi. Pertama faktor internal yaitu faktor pribadi
orang yang melakukan tindakan mal-administrasi. Kedua, faktor eksternal, yaitu faktor yang
berada di luar diri pribadi orang yang melakukan tindakan mal-administrasi, bisa, lemahnya
peraturan perundangan, lemahnya pelaksanaan pengawasan, dan lingkungan kerja yang
memungkinkan terbukanya kesempatan untuk melakukan tindakan mal-administrasi
Faktor Internal
Faktor Internal berupa kepribadian seseorang. Faktor kepribadian ini berwujud suatu niat,
kemauan, dorongan yang tumbuh dari dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan maladministrasi. Faktor ini disebabkan oleh lemahnya mental seseorang, dangkalnya agama dan
keimanan mereka, sehingga memudahkan mereka untuk melakukan sesuatu tindakan
walaupun sesungguhnya mereka tahu bahwa tindakan yang akan mereka lakukan itu
merupakan suatu tindakan yang tidak baik, tercela, buruk baik menurut nilai-nilai sosial,
maupun menurut ajaran agama mereka. Namun karena rendahnya sikap mental mereka,
dangkalnya keimanan dan keagamaan mereka, maka manakala ada kesempatan ada niatan
untuk melakukan tindakan mal-administrasi dengan mudahnya mereka lakukan. Faktor
Internal muncul banyak pula dipengaruhi oleh faktor eksternal, antara lain faktor kebutuhan
keluarga, kesempatan, lingkungan kerja, dan lemahnya pengawasan, dan lain sebagainya.
Jika pada diri orang tersebut mempunyai sikap mental yang tinggi, keimanan dan keagamaan
mereka juga tinggi, maka walaupun ada tuntutan kebutuhan keluarga, kesempatan melakukan
selalu ada, lingkungan kerja memungkinkan, dan pengawasan sangat lemah, maka mereka
tidak akan melakukan tindakan mal-administrsi tadi.
18
Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar diri orang yang melakukan tindakan
mal-administrasi, bisa berupa, lemahnya peraturan, lemahnya lembaga kontrol, lingkungan
kerja dan lain sebagainya yang membuka peluang (kesempatan) untuk melakukan tindakan
korupsi.
Peraturan perundangan dimana mereka bekerja, merupakan suatu tatanan nilai yang
dibuat untuk diikuti dan dipatuhi oleh para pegawai dalam menjalankan tugas dan kewajiban
yang diberikan kepadanya. Manakala peraturan tadi memberi kelonggaran bagi pegawainya
untuk melakukan tindakan mal-administrasi, karena peraturannya tidak jelas, sanksi yang
diberikan lemah, dan lain sebagainya, maka akan memberikan peluang ( kesempatan)
pegawai untuk melakukan tindakan mal-administrasi tersebut. Misalnya, walaupun telah ada
peraturan perundangan anti korupsi yaitu UU No.3 Tahun 1971 tentang pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan UUNo.11 Tahun 1980 tentang Pidana Suap, namun peraturan
perundangan tersebut tidak efektif untuk mencegah tindakan korupsi. Dalam arti peraturan
perundangan tadi masih belum banyak menjerat para pelaku korupsi. Hal ini disebabkan
karena sulitnya untuk membuktikan tindakan korupsi, sehingga sulit untuk diproses sampai
ke pengadilan. Belum lagi para pelaku korupsi yang telah menyiasati peraturan Perundangundangan tadi dengan menggunakan pendekatan cost and benefit analysis ( analisis untung
rugi ) dalam melakukan tindakan korupsi. Dalam arti antara hukuman yang diberikan dengan
hasil korupsi yang dilakukan ternyata masih menguntungkan ( hasil korupsi lebih besar
daripada tuntutan atau ganjaran hukuman). Bahkan ada mekanisme banding yang dapat
menunda hukuman, bisa melakukan kasasi, grasi, yang bisa jadi prosesnya cukup lama,
sehingga memberi peluang bagi pelaku korupsi untuk menyiasati hasil korupsinya.
Lemahnya lembaga pengawasan (control) dalam melaksanakan tugasnya juga merupakan
salah satu penyebab munculnya tindakan mal-administrasi. Kendatipun lembaga pengawasan
baik pengawasan politik,maupun pengawasan fungsional telah dibentuk, seperti DPR(D),
BPK, BPKP, Irjen, Irwilprop, Irwilkab, Irwikod, dan bahkan waskat, serta wasmas telah
dibentuk dan berjalan, namun para pelaku dari lembaga tersebut masih dengan mudah untuk
diatur, masih mau disuap, disogok, dan sejenisnya, maka lembaga pengawasan ( control )
yang ada juga tidak akan mampu untuk melakukan pencegahan timbulnya tindakan maladministrasi yang ada dalam tubuh birokrasi publik.
18
Lingkungan kerja, juga merupakan faktor penting untuk memberi peluang munculnya
suatu tindakan mal-administrasi. Lingkungan dimana kita berada akan mempengaruhi sifat
dan perilaku kita. Bila kita berada pada lingkungan keras, akan membentuk sifat dan perilaku
kita juga cenderung keras. Demikian pula bila kita berada pada lingkungan agamis, juga akan
membentuk sifat dan perilaku kita cenderung agamis kita. Lingkungan kerja dimana kita
bekerja yang menilai bahwa suatu tindakan yang menyimpang ( korupsi misalnya) di anggap
sesuatu yang wajar, maka akan membentuk dan memberi peluang perilaku yang menyimpang
dari etika administrasi juga. Sebaliknya manakala lingkungan kerja cukup ketat, bahwa
tindakan yang menyimpang (korupsi) dinilai sebagai suatu tindakan yang tidak baik,buruk,
dan tercela juga maka juga akan membentuk sikap, perilaku untuk tidak korup dan tidak akan
memberi peluang munculnya tindakan yang korup.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika administrasi Negara yaitu bidang pengetahuan tentang ajaran moral dan asas
kelakuan yang baik bagi para administrator pemerintahan dalam menunaikan tugas
pekerjaannya dan melakukan tindakan jabatannya.
Pemerintah pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan
untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi
yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan
kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama. Administrasi negara sebagai lembaga negara
yang mengemban misi pemenuhan kepentingan publik dituntut bertanggung jawab terhadap
publik yang dilayaninya.
Asas Asas Umum Birokrasi Pemerintahan yang Baik mengandung beberapa prinsip
yaitu: Prinsip Demokrasi, Keadilan Sosial dan Pemerataan, Mengusahakan Kesejahteraan
Umum, Mewujudkan Negara Hukum, Dinamika dan Efisiensi
kode etik bagi orang-orang yang bekerja dalam tugas-tugas administrasi negara
barangkali membawa masalah tentang arti dari kode etik itu sendiri mengingat bahwa kode
etik biasanya dikaitkan dengan suatu proses khusus. Akan tetapi seperti yang telah diuraikan
kedudukan etika administrasi negara berada di antara etika profesi dan etika politik sehingga
tugas-tugas administrasi negara tetap memerlukan perumusan kode etik yang dapat dijadikan
sebagai pedoman bertindak bagi segenap aparat politik. Kode etik dirumuskan dengan asumsi
bahwa tanpa sanksi-sanki atau hukuman dari pihak luar, setiap orang tetap menaatinya.
Berikut ini diuraikan kedelapan unsur penilaian langsung pekerjaan pemerintah:
Kesetiaan, Prestasi merja, Tanggung jawab, Ketaatan, Kerja sama, Kejujuran, Prakarsa,
kepemimpinan.
Mal-administrasi merupakan suatu tindakan yang menyimpang dari nilai etika. suatu
tindakan yang menyimpang dari nilai adalah disebabkan karena bertemunya faktor “niat atau
kemauan” dan “kesempatan”. Secara konsep ada dua faktor terjadinya mal-administrasi yaitu:
faktor internal dan internal.
18
3.2 Saran
1. Diperlukan kesadaran dan etika baik dari pribadi masing-masing dalam menjalankan
tugas guna terciptanya pemerintahan yang bersih
2. Perlunya pemahaman nilai-nilai etika
3. perlunya penanaman prinsip-prinsip etika sistem administrasi negara.
4.perlunya sosialisasi kode etik terhadap setiap pegawai untuk meminimkan
penyimpangan.
5. perlunya sanksi tegas terhadap orang yang melanggar kode etik tersebut.
18
Daftar pustaka
Kumorotomo, Wahyudi. Etika Administrasi Negara. 2013. Jakarta:
Rajawali Per
Safie, inu kencana. 2011. Etika pemerintahan. Jakarta: rineka cipta
Tata sutabri. Etika birokrasi. 2012. Jakarta: cipta karya
18
ETIKA SISTEM
ADMINISTRASI NEGARA
D
I
S
U
S
U
N
Oleh
Jumpa P. Purba
1405905010080
Universitas Teuku Umar
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Jurusan Administrasi Negara
Tahun 2015
18
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas segala Rahmat, karunianya yang
telah dilimpahkan-nya , sehingga saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah SISTEM
ADMINISTRASI NEGARA. Tentang “ETIKA SISTEM ADMINISTRASI NEGARA.”
Sebagai tugas guna memenuhi tugas dan untuk mendapatkan tambahan nilai yang
diberikan oleh IBU SRI .
Saya sendiri sebagai pembuat makalah menyadari bahwa tugas yang telah saya
selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan
saran dari ibu dosen serta semua teman-teman yang bersifat membangun guna kesempurnaan
tugas selanjutnya.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak tanpa terkecuali yang
telah berperan dalam tugas ini. Serta kami mengharapkan agar tugas ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
18
Kata Pengantar........................................................................................................................2
DAFTAR ISI
........................................................................................................................3
BAB I.
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................................5
1.3 Tujuan ..........................................................................................................................5
BAB II.
PEMBAHASAN ....................................................................................................................6
2.1 pengertian etika ...........................................................................................................6
2.2 prinsip-prinsip etika administrasi negara .....................................................................7
2.3 kode etik dalam pelaksanaan sistem administrasi negara ........................................9
2.4 faktor-faktor timbulnya mal-administrasi negara .......................................................14
BAB III.
PENUTUP .........................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................17
3.2 saran.............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................19
18
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika administrasi negara merupakan salah satu wujud kontrol terhadap administrasi
negara dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas pokok, fungsi dan kewenangannya.
Manakala administrasi negara menginginkan sikap, tindakan dan perilakunya dikatakan baik,
maka dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya harus menyandarkan pada
etika administrasi negara. Etika administrasi negara disamping digunakan sebagai pedoman,
acuan, referensi administrasi negara dapat pula digunakan sebagai standar untuk menentukan
sikap, perilaku, dan kebijakannya dapat dikatakan baik atau buruk.
Karena masalah etika negara merupakan standar penilaian etika administrasi negara
mengenai tindakan administrasi negara yang menyimpang dari etika administrasi negara dan
faktor yang menyebabkan timbulnya penyimpangan administrasi dan cara mengatasinya.
Law enforcement sangat membutuhkan adanya akuntabilitas dari birokrasi dan
manajemen pemerintahan sehingga penyimpangan yang akan dilakukan oleh birokratbirokrat dapat terlihat dan terbuka dengan jelas sehingga akan memudahakan law
enforcement yang baik pada reinventing government dalam upaya menata ulang manajemen
pemerintahan
Indonesia
yang
sehat
dan
berlandaskan
governance dan berasaskan nilai-nilai etika administrasi.
18
pada
prinsip-prinsip good
1.2 Rumusan masalah
Untuk lebih mudah memahami makalah ini maka dirumuskan masalah sebagai berikut
1. Pengertian etika ?
2. prinsip-prinsip sistem administrasi negara?
3. kode etik dalam pelaksanaan sistem administrasi negara?
4. faktor-faktor timbulnya mal-administrasi negara?
1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan agar kita menegtahui tentang:
1. Pengertian etika
2. Prinsip-prinsip sistem administrasi negara
3. Kode etik dalam pelaksanaan sistem administrasi negara.
4. Faktor- faktor timbulnya mal-administrasi negara.
18
Bab II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian etika
Etika berasal dari bahasa Yunani: etos, yang artinya kebiasaan atau watak, sedangkan
moral berasal dari bahasa Latin: mos (jamak: mores) yang artinya cara hidup atau kebiasaan.
Dari istilah ini muncul pula istilah morale atau moril, tetapi artinya sudah jauh sekali dari
pengertian asalnya.Moril bisa berarti semangat atau dorongan batin. Dalam kaitannya dalam
perilaku manusia, norma digunakan sebagai pedoman atau haluan bagi perilaku yang
seharusnya dan juga untuk menakar atau menilai sebelum ia dilakukan.
Etika administrasi Negara yaitu bidang pengetahuan tentang ajaran moral dan asas
kelakuan yang baik bagi para administrator pemerintahan dalam menunaikan tugas
pekerjaannya dan melakukan tindakan jabatannya. Bidang pengetahuan ini diharapkan
memberikan berbagai asas etis, ukuran baku, pedoman perilaku, dan kebijakan moral yang
dapat diterapkan oleh setiap petugas guna terselenggaranya pemerintahan yang baik bagi
kepentingan rakyat.
Sebagai suatu bidang studi, kedudukan etika administrasi negara untuk sebagian
termasuk dalam ilmu administrasi Negara dan sebagian yang lain tercakup dalam lingkungan
studi filsafat. Dengan demikian etika admistrasi Negara sifatnya tidak lagi sepenuhnya
empiris seperti halnya ilmu administrasi, melainkan bersifat normatif. Artinya etika
administrasi Negara berusaha menentukan norma mengenai apa yang seharusnya dilakukan
oleh setiap petugas dalam melaksanakan fungsinya dan memegang jabatannya.
Etika administrasi Negara karena menyangkut kehidupan masyarakat, kesejahteraan
rakyat, dan kemajuan bangsa yang demikian penting harus berlandaskan suatu ide pokok
yang luhur. Dengan demikian, etika itu dapat melahirkan asas, standar, pedoman, dan
kebajikan moral yang luhur pula. Sebuah ide agung dalam peradaban manusia sejak dahulu
sampai sekarang yang sangat tepat untuk menjadi landasan ideal bagi etika administrasi
Negara adalah Keadilan, dan memang inilah yang menjadi pangkal pengkajian Etika
Admnistrasi Negara, untuk mewujudkan keadilan.
18
2.2Prinsip Prinsip Etika Admnistrasi Negara
a.
Prinsip Demokrasi
Pilar utama prinsip demokrasi adalah asas kedaulatan rakyat. Asas kedaulatan rakyat
mensyaratkan bahwa rakyatlah yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan
negara, rakyat yang menentukan pula bagaimana berbuatnya. Pada tataran makro, sistem
pemerintahan demokratis suatu negara dapat di golongkan ke dalam tiga macam bentuk
yakni: 1. Sistem parlementer
2. Sistem pemisahan kekuasaan
3. Sistem referendum
Sistem parlementer, hubungan antara lembaga perwakilan dan lembaga yang
menjalankan kekuasaan eksekutif dapat saling mempengaruhi, jika lembaga perwakilan tidak
mau membenarkan kebijakan yang dilakukan oleh lembaga eksekutif maka dia dapat
menyatakan ketidak percayaannya dalam bentuk tidak percaya, sebaliknya pemerintah juga
mempunyai hak untuk membubarkan lembaga perwakilan atau parlemen apabila ternyata
parlemen tidak lagi mencerminkan kehendak rakyat.
Sistem pemisahan kekuasaan, antara lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif
masing masing harus ada pemisahan secara penuh. hal ini dilakukan karena dikhawatirkan
apabila satu lembaga mempunyai dua atau lebih kekuasaan akan ada penyalahgunaan
kekuasaan tersebut.
Sistem referendum, secara harfiah berarti pemungutan suara secara langsung oleh
rakyat untuk menentukan pendapat umum rakyat, dapat pula diartikan sebagai lembaga yang
dibentuk untuk memberikan kesempatan kepada rakyat guna mengontrol tindakan tindakan
lembaga perwakilan secara langsung oleh rakyat. sedangkan lembaga eksekutif hanya
merupakan badan pekerja bagi lembaga perwakilan.
b.
Keadilan Sosial dan Pemerataan
Persoalan keadilan sosial dan pemerataan sering kali muncul sebagai akibat dari
kurang meratanya distribusi hasil hasil pembangunan. Oleh sebab itu, salah satu asas umum
pemerintahan dan administrasi pembangunan yang perlu mendapat perhatian lebih besar
sekarang ini adalah yang menyangkut keadilan dan pemerataan. Kedua konsep ini juga
merupakan landasan pokok bagi etika pembangunan.
Dalam lingkup negara, setidak tidaknya ada dua dimensi ketimpangan diantara
kelompok kelompok sosial yang berbeda dalam suatu negara. Pertama, ketimpangan diantara
18
kelompok kelompok sosial yang berbeda dalam suatu negara yang disebabkan oleh
kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Kedua, ketimpangan antara
wilayah wilayah geografis dalam suatu negara atau disebut juga ketimpangan regional. wujud
yang paling nyata terlihat antara wilayah wilayah pedesaan dan perkotaan. maka yang perlu
dilakukan adalah kebijakan kebijakan pemerintah yang lebih menyentuh kelas masyarakat
yang kurang beruntung atau kelompok yang tidak memiliki sumber daya untuk
mengembangkan dirinya.
c.
Mengusahakan Kesejahteraan Umum
Setiap pejabat pemerintah harus memiliki komitmen dan untuk peningkatan
kesejahteraan dan bukan semata mata karena diberi amanat atau dibayar oleh negara
melainkan karena mempunyai perhatian yang tulus terhadap kesejahteraan warga negara pada
umumnya. Peningkatan kesejahteraan umum bukan hanya dimaksudkan untuk meningkatkan
taraf hidup dan kebutuhan-kebutuhan dasar tetapi juga untuk meningkatkan kapasitas
individual supaya rakyat dapat berpartisipasi lebih aktif dalam pembangunan.
Persoalan lain yang harus dipecahkan dalam upaya peningkatan kesejahteraan umum
adalah menyangkut ketenagakerjaan dan kependudukan. tingkat pengangguran dan atau
setengah pengangguran itu lebih mencolok di daerah daerah pedesaan jika dibandingkan
dengan daerah perkotaan. ini menunjukkan adanya konsentrasi industri padat modal di
wilayah perkotaan.
d.
Mewujudkan Negara Hukum
Di dalam Pembukaan maupun pasal pasal batang tubuh Undang Undang Dasar 1945
memang tidak disebutkan secara eksplisit bahwa indonesia adalah Negara Hukum. akan
tetapi sesungguhnya gagasan utama dan aturan aturan dasar yang melandasi terbentuknya
republik ini adalah sesuai dengan cita cita negara hukum. dalam penjelasan mengenai sistem
pemerintahan negara telah di tegaskan:
1.
Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum Negara Indonesia berdasar atas
hukum , tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka.
2.
Sistem Konstitusional. Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi, tidak bersifat
absolutisme.
18
Jadi jelas bahwa konstitusi negara Indonesia mengamanatkan keinginan untuk
mewujudkan negara hukum. hukum harus yang harus ditaati disini bukan hanya hukum
positif yang tertulis atau hukum formal saja tetapi juga unsur unsur material yang terdapat
dibalik perundang undangan yang ada. hukum yang dimaksud adalah hukum yang benar
benar hidup dalam masyarakat
atau hukum yang adil. Di dalam konteks etika, kita
hendaknya lebih mencurahkan perhatian kepada rasa keadilan atau kepantasan yang
berkembang di dalam masyarakat dari pada hukum yang terjabar di dalam pasal- pasal kitab
perundangan. konsepsi negara hukum mensyaratkan agar setiap tindakan penguasa harus
sesuai dan didasarkan atas rasa keadilan, moralitas hukum, dan cita cita kemanusiaan yang
luhur, bukan hanya didasarkan atas kemauan penguasa.
2.3 Kode Etik Dalam Pelaksanaan Administrasi Negara
Pembicaraan tentang kode etik bagi orang-orang yang bekerja dalam tugas-tugas
administrasi negara barangkali membawa masalah tentang arti dari kode etik itu sendiri
mengingat bahwa kode etik biasanya dikaitkan dengan suatu proses khusus. Akan tetapi
seperti yang telah diuraikan kedudukan etika administrasi negara berada di antara etika
profesi dan etika politik sehingga tugas-tugas administrasi negara tetap memerlukan
perumusan kode etik yang dapat dijadikan sebagai pedoman bertindak bagi segenap aparat
politik. Hal yang pertama-tama perlu diingat bahwa kode etik tidak membebankan sanksi
hukum atau paksaan fisik. Kode etik dirumuskan dengan asumsi bahwa tanpa sanksi-sanki
atau hukuman dari pihak luar, setiap orang tetap menaatinya.
Jadi dorongan untuk mematuhi perintah dan kendali untuk menjauhi larangan dari
kode etik bukan dari sanksi fisik melainkan dari rasa kemanusiaan, harga diri, martabat, dan
nilai-nilai filosofis. Kode etik adalah persetujuan bersama, yang timbul dari diri para anggota
itu sendiri untuk lebih mengarahkan perkembangan mereka, sesuai dengan nilai-nilai ideal
yang diharapkan. Dengn demikian pemakaian kode etik tidak terbatas pada organisasiorganisasi yang personalianya memiliki keahlian khusus. Pelaksanaan kode etik tidak terbatas
pada kaum profesi karena sesungguhnya setiap pekerjaan dan setiap jenjang keputusan
mengandung konsekuensi moral.
Dalam kode etik itu bisa menjadi sarana untuk mendukung pencapaian tujuan
organisasi kerena bagaimanapun juga organisasi hanya dapat meraih sasaran-sasaran
akhirnya kalau setiap pegawai yang bekerja di dalamnya memiliki aktivitas dan perilaku yang
baik.
18
Manfaat lain yang akan didapat dari perumusan kode etik ialah bahwa para aparat
akan memiliki kesadaran moral atas kedudukan yang diperolehnya dari negara atas nama
rakyat. Pejabat yang menaati norma-norma dalam kode etik akan menempatkan
kewajibannya sebagai aparat pemerintah diatas kepentingan-kepentingannya akan karir dan
kedudukan. Pejabat tersebut akan melihat kedudukan sebagai alat, bukan sebagai tujuan. Oleh
karena itu kode etik mengandaikan bahwa para pejabat publik dapat berperilaku sebagai
pendukung nilai-nilai moral dan sekaligus pelaksana dari nilai-nilai tersebut dalam tindakantindakan yang nyata.
Sebagai aparat negara, para pejabat wajib menaati prosedur, tatakerja, dan peraturanperaturan yang telah ditetapkan oleh organisasi pemerintah. Sebagai pelaksana kepentingan
umum, para pejabat wajib mengutamakan aspirasi masyarakat dan peka terhadap kebutuhankebutuhan masyarakat tertentu. Dan sebagai mansuia yang bermoral, pejabat harus
memperhatikan nilai-nilai etis di dalam bertindak dan berperilaku. Dengan perkataan lain,
seorang pejabat harus memiliki kewaspadaan spiritual. Kewaspadaan profesional bearti
bahwa dia harus menaati kaidah-kaidah teknis dan peraturan-peraturan sehubungan dengan
kedudukan sebagai seorang pembuat keputusan. Sedangkan kewaspadaan spiritual merujuk
pada penerapan nilai-nilai kearifan, kejujuran, keuletan, sikap sederhana, dan hemat,
tanggung jawab, serta akhlak dan perilaku yang baik.
Unsur-unsur etis yang langsung menyangkut pekerjaan sehari-hari seorang pegawai
dapat dilihat dalam Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil. Berikut ini diuraikan kedelapan unsur penilaian secara
singkat:
1.
Kesetiaan
Kesetiaan disini adalah ketaatan, pengabdian dan kesetiaan kepada pancasila, UUD
1945, Negara, serta Pemerintah. Sedangkan yang dimaksud dengan pengabdian adalah
penyumbangan pikiran dan tenaga secara ikhlas dengan mengutamakan kepentingan umum
diatas kepentingan pribadi dan golongan. Kecuali dua pengertian ini ada pula konotasi
kesetiaan yang berarti tekad dan kesanggupan untuk menaati, melaksanakan, mengamalkan
sesuatu yang disertai penuh kesadaran dan tanggung jawab.
18
2.
Prestasi kerja
Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah:
a) Kecakapan
b) Keterampilan
c) Pengalaman
d) Kesungguhan
e) Kesehatan
3.
Tanggung jawab
Tanggung jawab berarti kesanggupan seorang pegawai untuk menyelesaikan
pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya, tepat pada waktunya dan
berani memikul resiko atas keputusan yang dibuatnya. Bagian-bagian dari tanggung jawab
adalah:
a. Menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat pada waktunya
b. Kesalahannya tidak dilemparkan pada orang lain
c. Menyimpan dan memelihara barang milik negara
d. Dalam segala keadaan tetap berada ditempat
e. Mengutamakan kepentingan dinas
f. Berani dan ihklas memikul resiko
4.
Ketaatan
Yaitu kesanggupan seorang pegawai untuk menaati segala peraturan perundangundangan, peraturan kedinasan yang berlaku, pearaturan kedinasan dari atasan yang
berwenang serta sanggup tidak melanggar larangan yang ditentukan. Bagian-bagian dari
ketaatan adalah:
a) Menaati peraturan kedinasan dari atasannya
b) Menaati peraturan perundang-undangan yang ada
c) Memberikan kepada masyarakat layanan sebaik-baiknya sesuai dengan bidang
tugasnya
d) Menaati ketentuan jam kerja dan sopan santun
18
5.
Kejujuran
Yang dimaksud dengan kejujuran adalah ketulusan hati dalam melaksanakan tugas
serta kemampuan untuk tidak menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya. Maka
kejujuran dapat dinilai dari keadaan berikut:
a.
Melaksanakan tugas secara ikhlas
b.
Tidak menyalah gunakan wewenangnya
c.
Hasil kerjanya dilaporkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
6.
Kerjasama
Yang dimaksud disini adalah kemampuan seorang pegawai untuk bekerja bersamasama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas yang ditentukan sehingga
mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Jadi nilai kerja sama dapat
diketahui bila seorang pegawai:
a.
Mengetahui bidang tugas orang lain yang ada hubungannya dengan tugas
mereka
b.
Mampu menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat orang lain yang diyakini
besar
c.
Bersedia mengambil keputusan yang diambil secara sah
d.
Bersedia mempertimbangkan usul orang lain
e.
Mampu berkerja bersama-sama orang lain
f.
Menghargai pendapat orang lain
7.
Prakarsa
Inisiatif atau prakarsa adalah kemampuan seorang pegawai untuk mengambil
keputusan, langkah-langkah serta melaksanakannya sesuai dengan tindakan yang diperlukan
dalam pelaksanaan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan. Bagian-bagian dari
prakarsa adalah:
a.
Berkemampuan memberi saran kepada atasan
b.
Berusaha mencari tatacara kerja baru yang baik
c.
Tanpa menunggu perintah, berkemauan melaksanakan tugas
18
8.
Kepemimpinan
Kepemimpinan berarti kemampuan seorang pegawai atau pejabat untuk meyakinkan
orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Jadi
kepemimpinan merujuk kepada kemampuan manejerial dari para pegawai yang memiliki
bawahan dan atau memangku jabatan. Bagian-bagian dari kepemimpinan adalah:
a.
Berusaha menggugah semangat dan menggerakkan bawahan
b.
Berusaha menumpuk dan mengembangkan kerja sama
c.
Mampu mengemukakan pendapatnya dengan jelas
d.
Bersedia mempertimbangkan saran-saran bawahan
e.
Memperhatikan nasib dan kemajuan bawahan
f.
Mengambil keputusan cepat dan tepat
g.
Mengetahui kemampuan bawahan
h.
Menguasai bidang tugasnya, bertindak tegas tanpa memihak, serta
memberikan teladan yang baik.
Dari banyak uraian tentang nilai-nilai etika yang ditujukan untuk jajaran pegawai
negeri, sangat terasa bahwa ungkapan-ungkapan yang dipergunakan begitu formal dan kaku.
Uraian-uraian tersebut sebagian besar berisi daftar keharusan dan larangan tanpa ungkapan
mengenai dasar-dasar mengapa suatu tindakan diharuskan atau dilarang dan tanpa nuansa
yang menyentuh nurani.
Demikianlah, kode etik mencoba merumuskan nilai-nilai etis luhur kedalam bidang
tertentu, dalam hal ini pada tugas-tugas administrasi negara. Sudah barang tentu kode etik
sekedar merupakn pedoman betindak. Mengenai pelaksanaannya dalam perilaku nyata,
tergantung kepada niat baik dan sentuhan moral yang ada dalam diri pegawai atau pejabat
sendiri. Namun karena kode etik dirumuskan untuk penyempurnaan pekerjaan, mencegah
hal-hal yang buruk, dan untuk kepentingan bersama, maka setiap pegawai dan pejabat
diharapkan menaatinya dengan kesadaran yang tulus.
Paham idealisme etik mengatakan bahwa pada dasarnya setiap manusia adalah baik
dan suka hal-hal yang baik. Apabila ada orang-orang yang menyimpang dari kebaikan, itu
semata-mata karena itu tidak tahu norma untuk bertindak dengan baik atau tidak tahu caracara bertindak yang menuju arah kebaikan. Yang diperlukan adalah suatu peringatan dan
sentuhan nurani yang terus menerus untuk menggugah kesadaran moral dan melestarikan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan dan interaksi antar individu.
18
2.4 Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Mal-Administrasi
Mal-administrasi merupakan suatu tindakan yang menyimpang dari nilai etika. Secara
“psiko-sosiologis”, suatu tindakan yang menyimpang dari nilai adalah disebabkan karena
bertemunya faktor “niat atau kemauan” dan “kesempatan”. Jika ada niat untuk melakukan
tindakan mal-administrasi, sementara kesempatan tidak ada, maka tindakan mal-administrasi
tadi tidak akan terjadi. Sebaliknya, ada kesempatan untuk melakukan korupsi, namun pada
dirinya tidak ada niat atau kemauan untuk melakukan mal-administrasi, maka tindakan maladministrasi juga tidak akan terjadi.
Dengan mengacu pada konsep tadi, maka dapat ditemukan dua faktor yang menjadi
penyebab timbulnya tindakan mal-administrasi. Pertama faktor internal yaitu faktor pribadi
orang yang melakukan tindakan mal-administrasi. Kedua, faktor eksternal, yaitu faktor yang
berada di luar diri pribadi orang yang melakukan tindakan mal-administrasi, bisa, lemahnya
peraturan perundangan, lemahnya pelaksanaan pengawasan, dan lingkungan kerja yang
memungkinkan terbukanya kesempatan untuk melakukan tindakan mal-administrasi
Faktor Internal
Faktor Internal berupa kepribadian seseorang. Faktor kepribadian ini berwujud suatu niat,
kemauan, dorongan yang tumbuh dari dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan maladministrasi. Faktor ini disebabkan oleh lemahnya mental seseorang, dangkalnya agama dan
keimanan mereka, sehingga memudahkan mereka untuk melakukan sesuatu tindakan
walaupun sesungguhnya mereka tahu bahwa tindakan yang akan mereka lakukan itu
merupakan suatu tindakan yang tidak baik, tercela, buruk baik menurut nilai-nilai sosial,
maupun menurut ajaran agama mereka. Namun karena rendahnya sikap mental mereka,
dangkalnya keimanan dan keagamaan mereka, maka manakala ada kesempatan ada niatan
untuk melakukan tindakan mal-administrasi dengan mudahnya mereka lakukan. Faktor
Internal muncul banyak pula dipengaruhi oleh faktor eksternal, antara lain faktor kebutuhan
keluarga, kesempatan, lingkungan kerja, dan lemahnya pengawasan, dan lain sebagainya.
Jika pada diri orang tersebut mempunyai sikap mental yang tinggi, keimanan dan keagamaan
mereka juga tinggi, maka walaupun ada tuntutan kebutuhan keluarga, kesempatan melakukan
selalu ada, lingkungan kerja memungkinkan, dan pengawasan sangat lemah, maka mereka
tidak akan melakukan tindakan mal-administrsi tadi.
18
Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar diri orang yang melakukan tindakan
mal-administrasi, bisa berupa, lemahnya peraturan, lemahnya lembaga kontrol, lingkungan
kerja dan lain sebagainya yang membuka peluang (kesempatan) untuk melakukan tindakan
korupsi.
Peraturan perundangan dimana mereka bekerja, merupakan suatu tatanan nilai yang
dibuat untuk diikuti dan dipatuhi oleh para pegawai dalam menjalankan tugas dan kewajiban
yang diberikan kepadanya. Manakala peraturan tadi memberi kelonggaran bagi pegawainya
untuk melakukan tindakan mal-administrasi, karena peraturannya tidak jelas, sanksi yang
diberikan lemah, dan lain sebagainya, maka akan memberikan peluang ( kesempatan)
pegawai untuk melakukan tindakan mal-administrasi tersebut. Misalnya, walaupun telah ada
peraturan perundangan anti korupsi yaitu UU No.3 Tahun 1971 tentang pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan UUNo.11 Tahun 1980 tentang Pidana Suap, namun peraturan
perundangan tersebut tidak efektif untuk mencegah tindakan korupsi. Dalam arti peraturan
perundangan tadi masih belum banyak menjerat para pelaku korupsi. Hal ini disebabkan
karena sulitnya untuk membuktikan tindakan korupsi, sehingga sulit untuk diproses sampai
ke pengadilan. Belum lagi para pelaku korupsi yang telah menyiasati peraturan Perundangundangan tadi dengan menggunakan pendekatan cost and benefit analysis ( analisis untung
rugi ) dalam melakukan tindakan korupsi. Dalam arti antara hukuman yang diberikan dengan
hasil korupsi yang dilakukan ternyata masih menguntungkan ( hasil korupsi lebih besar
daripada tuntutan atau ganjaran hukuman). Bahkan ada mekanisme banding yang dapat
menunda hukuman, bisa melakukan kasasi, grasi, yang bisa jadi prosesnya cukup lama,
sehingga memberi peluang bagi pelaku korupsi untuk menyiasati hasil korupsinya.
Lemahnya lembaga pengawasan (control) dalam melaksanakan tugasnya juga merupakan
salah satu penyebab munculnya tindakan mal-administrasi. Kendatipun lembaga pengawasan
baik pengawasan politik,maupun pengawasan fungsional telah dibentuk, seperti DPR(D),
BPK, BPKP, Irjen, Irwilprop, Irwilkab, Irwikod, dan bahkan waskat, serta wasmas telah
dibentuk dan berjalan, namun para pelaku dari lembaga tersebut masih dengan mudah untuk
diatur, masih mau disuap, disogok, dan sejenisnya, maka lembaga pengawasan ( control )
yang ada juga tidak akan mampu untuk melakukan pencegahan timbulnya tindakan maladministrasi yang ada dalam tubuh birokrasi publik.
18
Lingkungan kerja, juga merupakan faktor penting untuk memberi peluang munculnya
suatu tindakan mal-administrasi. Lingkungan dimana kita berada akan mempengaruhi sifat
dan perilaku kita. Bila kita berada pada lingkungan keras, akan membentuk sifat dan perilaku
kita juga cenderung keras. Demikian pula bila kita berada pada lingkungan agamis, juga akan
membentuk sifat dan perilaku kita cenderung agamis kita. Lingkungan kerja dimana kita
bekerja yang menilai bahwa suatu tindakan yang menyimpang ( korupsi misalnya) di anggap
sesuatu yang wajar, maka akan membentuk dan memberi peluang perilaku yang menyimpang
dari etika administrasi juga. Sebaliknya manakala lingkungan kerja cukup ketat, bahwa
tindakan yang menyimpang (korupsi) dinilai sebagai suatu tindakan yang tidak baik,buruk,
dan tercela juga maka juga akan membentuk sikap, perilaku untuk tidak korup dan tidak akan
memberi peluang munculnya tindakan yang korup.
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika administrasi Negara yaitu bidang pengetahuan tentang ajaran moral dan asas
kelakuan yang baik bagi para administrator pemerintahan dalam menunaikan tugas
pekerjaannya dan melakukan tindakan jabatannya.
Pemerintah pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan
untuk melayani diri sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi
yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan
kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama. Administrasi negara sebagai lembaga negara
yang mengemban misi pemenuhan kepentingan publik dituntut bertanggung jawab terhadap
publik yang dilayaninya.
Asas Asas Umum Birokrasi Pemerintahan yang Baik mengandung beberapa prinsip
yaitu: Prinsip Demokrasi, Keadilan Sosial dan Pemerataan, Mengusahakan Kesejahteraan
Umum, Mewujudkan Negara Hukum, Dinamika dan Efisiensi
kode etik bagi orang-orang yang bekerja dalam tugas-tugas administrasi negara
barangkali membawa masalah tentang arti dari kode etik itu sendiri mengingat bahwa kode
etik biasanya dikaitkan dengan suatu proses khusus. Akan tetapi seperti yang telah diuraikan
kedudukan etika administrasi negara berada di antara etika profesi dan etika politik sehingga
tugas-tugas administrasi negara tetap memerlukan perumusan kode etik yang dapat dijadikan
sebagai pedoman bertindak bagi segenap aparat politik. Kode etik dirumuskan dengan asumsi
bahwa tanpa sanksi-sanki atau hukuman dari pihak luar, setiap orang tetap menaatinya.
Berikut ini diuraikan kedelapan unsur penilaian langsung pekerjaan pemerintah:
Kesetiaan, Prestasi merja, Tanggung jawab, Ketaatan, Kerja sama, Kejujuran, Prakarsa,
kepemimpinan.
Mal-administrasi merupakan suatu tindakan yang menyimpang dari nilai etika. suatu
tindakan yang menyimpang dari nilai adalah disebabkan karena bertemunya faktor “niat atau
kemauan” dan “kesempatan”. Secara konsep ada dua faktor terjadinya mal-administrasi yaitu:
faktor internal dan internal.
18
3.2 Saran
1. Diperlukan kesadaran dan etika baik dari pribadi masing-masing dalam menjalankan
tugas guna terciptanya pemerintahan yang bersih
2. Perlunya pemahaman nilai-nilai etika
3. perlunya penanaman prinsip-prinsip etika sistem administrasi negara.
4.perlunya sosialisasi kode etik terhadap setiap pegawai untuk meminimkan
penyimpangan.
5. perlunya sanksi tegas terhadap orang yang melanggar kode etik tersebut.
18
Daftar pustaka
Kumorotomo, Wahyudi. Etika Administrasi Negara. 2013. Jakarta:
Rajawali Per
Safie, inu kencana. 2011. Etika pemerintahan. Jakarta: rineka cipta
Tata sutabri. Etika birokrasi. 2012. Jakarta: cipta karya
18