UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN MANGROVE So (1)

UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK DAUN MANGROVE (Sonneratia alba) PADA
BAKTERI Vibrio harveyi SECARA IN VITRO
Inhibition Test of Mangrove (Sonneratia alba) Leaf Extract on Bacteria Vibrio harveyi
by In Vitro
Ardana Kurniaji*, Muhammad Idris**, Muliani***
Program Studi Budidaya Perairan FPIK Universitas Halu Oleo
Email: ardana_kji@yahoo.com*, idrisbojosa@yahoo.co.id**, mulianim@yahoo.com***

Abstrak
Dalam usaha produksi budidaya udang windu (Pennaeus monodon) ditemukan berbagai permasalahan
yang sering menghambat petani dalam melaksanakan kegiatan budidaya di tambak. Salah satu
diantaranya adalah adanya serangan penyakit vibriosis yang disebabkan oleh infeksi bakteri Vibrio
harveyi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji penggunaan ekstrak daun mangrove (S. alba) secara
In Vitro untuk mencegah pertumbuhan bakteri V. harveyi. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
Patologi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros. Pengujian daya hambat
ekstrak daun mangrove terhadap bakteri dilakukan dengan dua tahapan yakni secara kualitatif (zona
hambatan) yang menggunakan konsentrasi 2.000, 4.000, 6.000, 8.000, 10.000 ppm, kontrol (tanpa
pemberian ekstrak) dan antibiotik rifampisin 25 ppm serta pengujian secara kuantitatif (kepadatan
bakteri) yang menggunakan konsentrasi 2.000, 4.000, 6.000, 8.000 ppm, kontrol dengan tanpa ekstrak
dan DMSO 10%. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak daun mangrove dapat menghambat
pertumbuhan bakteri V. harveyi. Secara kualitas, ekstrak terkategori sedang pada konsentrasi 8.00010.000 ppm dengan zona hambatan 16,18-18,20 mm, dan terkategori lemah pada konsentrasi 2.0006.000 ppm dengan zona hambatan 9,83-12,30 mm. Sedangkan secara kuantitas konsentrasi terbaik

ekstrak daun mangrove berturut-turut dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah 8.000 ppm
dengan total bakteri 0 CFU/mL setelah 8 jam, 6.000 ppm dengan total bakteri 0 CFU/mL setelah 12
jam, 4.000 ppm dengan total bakteri 4,80x104 CFU/mL setelah 24 jam dan 2.000 ppm dengan total
bakteri 5,17x107 CFU/mL setelah 24 jam.
Kata Kunci: Bakteri Vibrio harveyi, Daya Hambat, Ekstrak Daun Mangrove
Abstract
In production effort of tiger shrimp (Pennaeus monodon) it had been found several problems that often
faced of shrimp farmers in shrimp culture. One of them is the presence of vibriosis disease caused by
Vibrio harveyi infection. This study aimed to examine the use of mangrove (S. alba ) leaf extract by in
vitro to prevent the population growth of bacteria V. harveyi. This research was conducted in the
Laboratory of Pathology Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros. Testing the
inhibition of mangrove leaf extract to against bacterial has done in two phases namely qualitative test
(inhibition zone) that used concentration were 2.000, 4.000, 6.000, 8.000, 10.000 ppm, control
(without extract) and 25 ppm of antibiotic rifampicin as negative control. It the same time that
quantitative test (bacterial population) that used concentration were 2.000, 4.000, 6.000, 8.000 ppm,
control without extract and DMSO 10%. The results had showed mangrove leaf extract could inhibit
the population growth of bacteria V. harveyi. In quality, extract categorized medium at concentration
of 8,000-10,000 ppm with inhibition zone from 16.18 to 18.20 mm, and categorized low at 2000-6000
ppm concentration with inhibition zone 9.83 to 12.30 mm. While the quantity of best concentration of
mangrove leaf extract in inhibiting the growth of bacteria were 8,000 ppm with total of bacteria was 0

CFU/mL after 8 hours, 6,000 ppm with total of bacteria was 0 CFU/mL after 12 hours, 4.000 ppm
with total of bacteria was 4.80 x104 CFU/mL after 24 hours and 2.000 ppm with total of bacteria was
5.17 x107 CFU/mL after 24 hours.
Keyword: Bacteria Vibrio harveyi, Inhibition, Mangrove Leaf Extract

Pendahuluan
Kegiatan usaha budidaya udang di
tambak hingga saat ini masih menjadi salah satu
kegiatan utama yang mampu memberikan
harapan
bagi
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat dan pendapatan devisa Negara.
Upaya pencanangan revitalisasi pertanian dan
perikanan tahun 2005 yang dilakukan pemerintah
memproyeksikan adanya peningkatan produksi
udang khususnya windu (Penaeus monodon)
sebesar 13% setiap tahun (Murdjani, 2010).
Upaya pencapaian hasil produksi pada

usaha budidaya udang windu (P. monodon)
nampaknya
masih
menemukan
berbagai
permasalahan. Salah satu permasalahan yang
ditemukan adalah tingginya tingkat serangan
penyakit baik yang bersifat infeksius maupun
non-infeksius. Berbagai jenis penyakit pada
budidaya udang windu (P. monodon) sebagian
besar diakibatkan oleh infeksi bakteri patogen
(Trianto dkk., 2004). Sedangkan penyakit infeksi
bakteri patogen yang sering ditemukan
pembudidaya adalah vibriosis yang disebabkan
oleh infeksi bakteri Vibrio harveyi.
Penyakit vibriosis atau yang sering
disebut udang menyala merupakan penyakit yang
paling sering menyebabkan kerugian besar bagi
para pembudidaya udang di tambak. Tercatat
bahwa hampir setiap tahun pembudidaya

mengalami gagal panen disebabkan penyakit ini.
Berbagai upaya pencegahan serangan penyakit
vibriosis telah dilakukan, salah satunya dengan
pemberian antibiotik secara kontinyu untuk
menghambat
pertumbuhan
bakteri
dan
meningkatkan imunitas udang. Hanya saja
penggunaan antibiotik secara terus menerus
ternyata memberikan peningkatan resistensi
bakteri dan berdampak negatif terhadap
pertumbuhan udang
baik secara langsung
maupun tidak melalui penurunan kualitas air
(Nanin, 2011).
Melihat berbagai kelemahan tersebut,
maka diperlukan berbagai alternatif lain dalam
penanggulangan penyakit vibriosis yakni
diantaranya penggunaan hasil ekstraksi herbal

dari alam yang mengandung senyawa antibakteri.
Salah satu tumbuhan yang mengandung senyawa
bioaktif antibakteri adalah tumbuhan mangrove
(Sucianti dkk., 2012). Secara umum mangrove
merupakan tumbuhan yang jumlahnya melimpah
dan mudah ditemukan sehingga potensial
digunakan sebagai bahan ekstrak. Tujuan
penggunaan ekstrak tumbuhan mangrove pada
dasarnya sangat bermanfaat bagi pencegahan
infeksi bakteri dan peningkatan daya tahan tubuh
bagi udang windu (P. monodon). Hal ini karena
mangrove merupakan bahan yang mudah terurai

dan ramah lingkungan. Identifikasi antibakteri
pada tumbuhan mangrove terus dilakukan hampir
di setiap jenis. Dari berbagai hasil penelitian
menunjukkan bahwa tumbuhan mangrove
memang telah terbukti memiliki daya hambat
terhadap pertumbuhan bakteri V. harveyi karena
kandungan senyawa antibakteri seperti turunan

asam fenolat (Feliatra, 2000). Hasil penelitian
pada kulit batang mangrove (Sonneratia alba )
menunjukkan jenis mangrove ini memiliki
potensi sebagai bahan antioksidan yang efektif
menghambat pertumbuhan bakteri karena
mengandung senyawa antibakteri seperti
flavonoid, tannin dan asam fenolat (Herawati
dkk., 2011). Namun penelitian lebih lanjut pada
daun mangrove (S. alba ) dalam menghambat
pertumbuhan bakteri V. harveyi belum dilakukan.
Padahal tumbuhan mangrove diduga memiliki
kandungan senyawa antibakteri terbanyak pada
bagian daunnya, sebab pada daun terjadi proses
fotosintesis yang menyebabkan bagian daun lebih
banyak mensintesis senyawa kimia (Saptiani
dkk., 2012). Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian pengujian ekstrak daun mangrove jenis
S. alba dalam menghambat pertumbuhan bakteri
V. harveyi secara in vitro, sebagai langkah awal
dalam upaya pencegahan penyakit vibriosis pada

udang windu (P. monodon).
Materi dan Metode Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian
ini adalah biakan bakteri V. Harveyi, ekstrak
daun mangrove (S. alba ), media Mueller Hinton
(MH), media Thiosulfate Citrate Bile Salts
Sucrose Agar (TCBS), media Nutrient Broth
(NB), paper disk, DMSO 10%, metanol 80%,
dan antibiotik (Rifampisin). Adapun alat yang
digunakan adalah autoclave, oven, inkubator,
evaporator, mikropipet, timbangan analitik dan
shaker. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Oktober sampai dengan November 2013,
bertempat di Laboratorium Patologi Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air
Payau (BPPBAP), Maros. Kegiatan dalam
penelitian ini meliputi dua pengujian yakni secara
kualitatif dan kuantitatif.
Ekstrak yang digunakan dalam penelitian
ini adalah ekstrak daun mangrove (S. alba) yang

berasal dari stok BPPBAP, Maros dengan
tahapan pembuatan ekstrak yakni pengambilan
sampel (daun) dari mangrove yang tumbuh di
pesisir pantai maros, pencucian dan pengeringan
daun sampel, pembuatan simplisia, kemudian
proses ekstraksi dengan metode maserasi
menggunakan pelarut metanol 80%, perendaman
sebanyak 3 kali dan tahapan evaporasi.

Pengujian Kualitatif
Pengujian antibakteri kualitatif dilakukan
dengan pengamatan zona hambatan pada paper
disk. Pengujian ini nantinya menunjukkan ukuran
daya hambat (mm) pada setiap konsentrasi
ekstraksi yakni 2.000 ppm, 4.000 ppm, 6.000
ppm, 8.000 ppm, 10.000 ppm dan larutan DMSO
10% (kontrol negatif) serta antibiotik (kontrol
positif) dengan jumlah 20 mikro liter untuk setiap
disk. Pengujian dimulai dengan sterilisasi alat dan
bahan yang akan digunakan menggunakan

autoclave, kemudian pembuatan media NB untuk
membiakkan bakteri dan media MH masingmasing 25 ml per cawan. Cawan yang digunakan

sebanyak 5 cawan. Selanjutnya persiapan biakan
bakteri yang diperoleh dari stok biakan murnai
bakteri V. harveyi BPPBAP, Maros. Bakteri
diinkubasi pada media NB selama 24 jam untuk
mencapai jumlah populasi 108 CFU/mL
(Khadriah, 2012). Kemudian dipipet 10 µL untuk
diencerkan pada larutan fisiologi 1000 µL dengan
tujuan untuk memperoleh populasi 105, setelah
itu bakteri ditanam 100 µL pada media MH.
Tahapan selanjutnya adalah persiapan ekstrak.
Ekstrak dibuat dalam berbagai konsentrasi
dengan mengunakan larutan pengencer DMSO
10%. Adapun jumlah masing-masing larutan
DMSO 10% dapat dilihat pada table berikut:

Tabel 1. Jumlah Larutan DMSO 10% pada setiap perlakuan
Larutan

Ekstraksi
Tabung
Perlakuan
DMSO 10%
Mangrove
A
2.000 ppm
98 µL
2 µL
B
4.000 ppm
96 µL
4 µL
C
6.000 ppm
94 µL
6 µL
D
8.000 ppm
92 µL

8 µL
E
10.000 ppm
90 µL
10 µL
F
DMSO 10%
100 µL
Tanpa Ekstrak
G
Antibiotik
100 µL
Tanpa Ekstrak
Media MH yang telah dibuat dan
ditanami bakteri dilabeli dengan spidol untuk
membagi zona penempatan paper disk dan
menandai setiap konsentrasi ekstraksi. Setelah
seluruh cawan sudah ditanami bakteri dan diberi
label, kemudian dimasukkan paper disk
berdiameter 6 mm ke dalam setiap cawan
menggunakan pinset steril yang diberikan alkohol
100% dan telah dipanaskan dengan lampu bunsen
sesuai dengan zona masing-masing cawan.
Selanjutnya pemberian larutan ekstrak dengan
konsentrasi masing-masing setiap cawan
sebanyak 20 mikroliter menggunakan mikropipet.
dan cawan lain menggunakan larutan DMSO
10% dan antibiotik sebagai kontrol. Seluruh
paper disk dalam cawan yang telah selesai
diberikan ekstrak, kemudian diinkubasi selama
24 jam untuk menumbuhkan bakteri. Pengamatan
zona hambatan dilakukan setelah inkubasi selama
24 jam. Hasil yang diperoleh dinyatakan positif
jika terbentuk zona hambatan (zona bening
disekeliling paper disk) dan hasilnya dinyatakan
negatif jika tidak terbentuk zona hambatan.
Bagian paper disk yang bening diukur
menggunakan jangka sorong untuk mengetahui
diameter zona hambat yang terbentuk setiap
konsentrasi. Pengukuran setiap zona dilakukan
sebanyak
3
kali
pengulangan
untuk

Pengulangan
3 kali
3 kali
3 kali
3 kali
3 kali
3 kali
3 kali

memaksimalkan pengambilan data. Hasil
pengukuran dimasukan dalam analisis data untuk
mengetahui
konsentrasi
terbaik
dalam
menghambat pertumbuhan bakteri V. Harveyi.
Pengujian Kuantitatif
Pengujian kuantitatif dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui jumlah sel bakteri V.
harveyi yang dihambat oleh hasil ekstraksi daun
mangrove. Pengujian ini nantinya menunjukkan
secara kuantitatif bakteri yang dihambat pada
setiap konsentrasi ekstraksi yakni 2.000 ppm,
4.000 ppm, 6.000 ppm, 8.000 ppm dan tanpa
pemberian ekstrak (sebagai kontrol) serta larutan
DMSO% sebagai kontrol negatif. Pengujian
dimulai dengan sterilisasi alat dan bahan
menggunakan autoclave pada suhu 121oC
bertekanan 1 atm. Selanjutnya pembuatan media
NB dan TCBS. Biakan bakteri murni V. harveyi
yang diperoleh dari stok BPPBAP Maros
dibiakkan dalam media NB selama 24 jam untuk
memperoleh populasi bakteri 108 CFU/mL
(Khadriah, 2012). Selanjutnya bakteri yang telah
dibiakkan tersebut dimasukkan sebanyak 100
mikroliter dalam media NB yang telah disiapkan
pada tabung reaksi. Adapun jumlah media NB
masing-masing perlakuan adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Jumlah masing-masing larutan ekstraksi pada setiap perlakuan
Ekstraksi
Tabung
Perlakuan
Media NB
Mangrove
1
2.000 ppm
9.800 µL
200 µL
2
4.000 ppm
9.600 µL
400 µL
3
6.000 ppm
9.400 µL
600 µL
4
8.000 ppm
9.200 µL
800 µL
5
DMSO 10%
9.900 µL
100 µL
6
Kontrol
10.000 µL
Tanpa Ekstrak
Media NB dalam tabung reaksi yang
telah diberi ekstrak mangrove sesuai dengan
perlakuan dan diinokulasi bakteri V. harveyi,
kemudian dihomogenkan dan diinkubasi selama
24 jam pada suhu ruangan sambil digoyang
menggunakan shaker. Sampling populasi bakteri
dilakukan setiap 4 jam sebanyak 6 kali selama
masa inkubasi 24 jam. Sebanyak 1 ml inokulan
bakteri diambil dan dimasukkan dalam larutan
fisiologis (NaCl 0,85 %) sebanyak 9 ml dalam
botol
pengenceran. Kemudian
dilakukan
pengenceran secara berseri pada setiap perlakuan
dengan mengambil 100 µL pada setiap pangkat
pengenceran. Setelah pengenceran dilakukan,
maka selanjutnya dilakukan inokulasi bakteri
dalam media TCBSA yang telah disiapkan
sebelumnya. Sebanyak 100 µL hasil pengenceran
dimasukkan ke dalam media. Kemudian biakan
bakteri dalam media TCBSA diratakan
menggunakan batang penggerus. Selanjutnya

Biakan Bakteri
V. Harveyi
100 µL
100 µL
100 µL
100 µL
100 µL
100 µL

biakan bakteri tersebut diinkubasi menggunakan
inkubator selama 24 jam. Penghitungan koloni
bakteri dilakukan secara manual yaitu dengan
menghitung seluruh koloni yang tumbuh dalam
media TCBSA menggunakan spidol sebagai
penanda bakteri yang telah dihitung.
Hasil dan Pembahasan
1. Uji antibakteri secara kualitatif
Berdasarkan
hasil
penelitian
menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap
zona hambatan yang terbentuk. Perbedaan ini
diketahui melalui hasil uji Duncan yang
menunjukkan bahwa ekstrak daun mangrove
berbeda nyata dengan DMSO 10% dan antibiotik.
Selain itu, antibiotik yang digunakan juga
berbeda nyata dengan ekstrak daun mangrove
dan DMSO 10%. Adapun hasil penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1 berikut:

30

c
24,32

Zona Hambatan (mm)

25
20
15

b
12,25

b
12,40

b
12,60

b
16,18

b
16,32

10
5

a
0

0
2000 ppm 4000 ppm 6000 ppm 8000 ppm

Perlakuan

10.000
ppm

DMSO
DMSO
10%
10%
(kontrol
negatif)

Antibiotik
Antibiotik
Rifampisin
25 ppm
(kontrol
positif)

Gambar 1. Grafik Hasil Pengukuran Zona Hambatan (mm) ekstrak daun mangrove S. alba terhadap
bakteri V. harveyi pada berbagai konsentrasi

Secara nyata seluruh konsentrasi ekstrak
daun mangrove memberi zona hambatan yang
lebih tinggi dibandingkan DMSO 10%, namun
lebih rendah dibandingkan antibiotik. Hal ini
diduga karena antibiotik memiliki kemampuan
yang lebih tinggi dalam menghambat
pertumbuhan bakteri dibandingkan dengan
ekstrak daun mangrove dan DMSO 10%.
Sedangkan DMSO 10% tidak mengandung
senyawa
bioaktif
yang
menghambat
pertumbuhan bakteri, sehingga tidak terbentuk
zona hambatan (negatif). Menurut Noorlis et al.
(2011) bahwa antibiotik (Rifampisin) pada dosis
tinggi efektif menghambat pertumbuhan
organisme gram negatif. Sedangkan menurut
Ronald et al. (1993) bahwa salah satu bakteri
gram negatif adalah bakteri V. harveyi.
Mekanisme kerja rifampisin pada sel bakteri
dengan menghambat sintesa RNA, sehingga sel
bakteri tidak dapat mensintesis protein (Moriarty,
1999).
Selain itu hasil analisis Duncan juga
menunjukkan bahwa seluruh ekstrak daun
mangrove pada berbagai konsentrasi tidak
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
bakteri. Hal ini diduga karena ekstrak daun
mangrove memiliki jenis kandungan senyawa
bioaktif antibakteri yang sama pada setiap
konsentrasi dan jumlah yang dikandungnya tidak
berbeda signifikan, sehingga daya hambat yang
dihasilkan tidak berbeda nyata antara
konsentrasi. Menurut Herawati dkk. (2011)
bahwa secara umum mangrove mengandung
senyawa flavonoid, steroid, tannin, saponin yang
bersifat antibakteri.
Berdasarkan hasil pengukuran, seluruh
konsentrasi ekstak daun mangrove memiliki daya
hambat pada pertumbuhan bakteri. Meskipun
zona hambatan yang terbentuk tidak berbeda
nyata pada tiap konsentrasi ekstrak, namun daya
hambat yang dihasilkan berbanding lurus dengan
peningkatan konsentrasi. Dalam hal ini semakin
tinggi konsentrasi, maka semakin tinggi pula
zona hambatan bakteri yang terbentuk. Hal ini
diduga karena setiap peningkatan konsentrasi,
jumlah senyawa bioaktifnya bertambah sehingga
kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri
semakin meningkat. Menurut Sucianti dkk.
(2012) bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak
daun mangrove maka kandungan bahan
antibakteri yang dikandungnya juga akan
semakin banyak.

Secara
kualitatif,
ekstrak
daun
mangrove tergolong lemah hingga sedang
dimana zona bening yang terbentuk adalah 12,15
mm hingga 16,23 mm. Menurut Ahn et al.
(1995) dalam Mulyani dkk. (2013) bahwa
diameter zona hambat di atas 20 mm merupakan
zona hambatan yang menunjukkan bahwa suatu
ekstrak memiliki respon hambatan pertumbuhan
bakteri tergolong kuat, 16 hingga 19 mm
tergolong sedang dan 10 mm hingga 15 mm
tergolong lemah. Konsentrasi 2.000 ppm hingga
6.000 ppm merupakan konsentrasi yang
tergolong memiliki daya hambat yang lemah
terhadap pertumbuhan bakteri, sedangkan
konsentrasi 8.000 hingga 10.000 memiliki respon
hambatan yang sedang.
Dengan karakteristik bakteri V. harveyi
yang
menghasilkan
peptidoglikan
dan
lipopolisakharida
yang
berperan
dalam
perlindungan sel bakteri, maka mekanisme
penghambatan senyawa-senyawa antibakteri
pada ekstraksi daun mangrove adalah dengan
menghambat sintesis protein, sintesis dinding sel
dan sintesis asam nukleat pada membrane sel
yang membantu replikasi sel (Jawetz et al. 1989
dalam Saptiani dkk., 2012). Dengan demikian,
ekstrak daun mangrove (S. alba) yang digunakan
dalam pengujian antibakteri secara kualitatif
dapat dikategorikan sebagai bahan yang mampu
menghambat pertumbuhan bakteri dari kategori
lemah hingga sedang. Sehingga zona hambatan
yang terbentuk masih lebih rendah dibandingkan
dengan penggunaan antibiotik 25 ppm. Hal ini
diduga karena konsentrasi ekstrak yang diuji
masih rendah dan proses ekstraksi daun yang
masih menghasilkan ekstrak kasar, sehingga
perlu dilakukan uji lanjutan dengan konsentrasi
yang lebih tinggi dan metode ekstrak yang lebih
baik, mengingat potensi yang terdapat pada
ekstrak daun mangrove (S. alba) dalam
menghambat pertumbuhan bakteri V. harveyi.
2. Uji antibakteri secara kuantitatif
Hasil pengujian antibakteri secara
kuantitatif menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata dalam menghambat pertumbuhan bakteri.
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa selama
waktu pengamatan, populasi bakteri berbeda
nyata pada tiap perlakuan dengan waktu
pengamatan yang sama. Adapun hasil pengujian
dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:

12

Populasi Bakteri (Log)

10
8
6

c

c
b
aa

c

c

c

c

dd

dd

d

dd

dd

c

c

c

2000 ppm
4000 pm

b

b

b

b

b

6000 ppm

b

8000 ppm

4

DMSO 10%
Kontrol

2
a

aa

aa

aa

aa

20 Jam

24 Jam

0
4 Jam

8 Jam

12 Jam
16 Jam
Waktu Pengamatan

Gambar 2. Populasi bakteri V. harveyi (Log) selama pengamatan
Konsentrasi 6.000 ppm menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan
lain pada 12 jam setelah pemberian ekstrak,
sedangkan pada konsentrasi 8.000 ppm
menunjukkan pengaruh nyata pada 8 jam setelah
pemberian ekstrak. Hal ini diduga bahwa pada 4
jam pertama seluruh bakteri belum mengalami
pengrusakan sel oleh senyawa bioaktif
antibakteri yang terkandung dalam ekstrak, baik
pada konsentrasi 6.000 ppm maupun 8.000 ppm.
Sehingga belum terjadi penurunan jumlah
populasi bakteri yang signifikan. Menurut Utomo
(2010) pada jam ke-4 hingga jam ke-12 bakteri
berada pada fase eksponensial. Fase eksponensial
adalah fase dimana bakteri melakukan
pembelahan secara biner, sehingga sangat
dipengaruhi oleh kadar nutrien, suhu inkubasi
dan pH. Kemudian hasil yang diperoleh pada
kontrol (tanpa pemberian ekstrak) menunjukkan
pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan
lain pada waktu 4 jam hingga 12 jam. Namun
setelah 16 jam, populasi bakteri menurun
menjadi 6,59x107 CFU/mL sehingga tidak
berbeda nyata dengan populasi yang tumbuh
pada konsentrasi 2.000 ppm yakni 4,67x105
CFU/mL, dan populasi bakteri kembali
bertambah setelah 20 jam menjadi 2,31x109
CFU/mL yang menyebabkan populasi bakteri
pada kontrol berbeda nyata dengan perlakuan
lain. Kondisi demikian diduga terjadi karena
pada waktu 16 jam masa kultur, bakteri pada
perlakuan kontrol memasuki fase kematian.
Sehingga regenerasi dapat berlangsung setelah

20 jam masa kultur. Hal ini sesuai pernyataan
Waluyo (2011) bahwa pada fase menuju
kematian dan fase kematian bakteri mengalami
degradasi sel dan akhirnya mati. Fase ini secara
umum terjadi pada waktu 14-18 jam dari fase lag
dan populasi bakteri kembali bertambah setelah
regenerasi yang berlangsung 20 menit setelah
fase kematian. Sedangkan kondisi berbeda terjadi
pada DMSO (Dimetil sulfoksida ) 10%. Populasi
bakteri terus bertambah setelah 16 jam menjadi
2,21x109 CFU/mL, sehingga berbeda nyata
dengan populasi bakteri yang tumbuh pada
perlakuan lain. Berkurangnya populasi bakteri
pada DMSO 10% terjadi setelah 24 jam masa
kultur. Hal ini diduga bahwa pada DMSO 10%
mampu memperlambat pertumbuhan bakteri,
sehingga fase menuju kematian terjadi pada 24
jam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sadeghi et
al. (2013) bahwa DMSO merupakan Dimethyl
Sulfoxide yang bersifat Cryoprotectant atau
mampu mempertahankan kondisi air dalam sel
dan mencegahnya menjadi butiran kristal,
sehingga masa denaturasi sel berjalan lambat.
Pada akhir pengamatan (24 jam)
konsentrasi 2.000 ppm menunjukkan pengaruh
yang berbeda nyata pada konsentrasi 4.000 ppm,
sedangkan konsentrasi 6.000 ppm dan 8.000 ppm
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata
dengan kontrol dan DMSO 10%. Hal ini diduga
karena konsentrasi 2.000 ppm memiliki
kandungan senyawa antibakteri yang lebih
rendah dibandingkan 4.000 ppm, sedangkan
kandungan senyawa antibakteri pada konsentrasi

6.000 ppm dan 8.000 ppm lebih tinggi
dibandingkan dengan konsentrasi 2.000 ppm,
4.000 ppm, kontrol dan DMSO 10%. Sehingga
populasi bakteri dapat mencapai jumlah tertinggi
pada kontrol (tanpa ekstrak) dan DMSO 10%
kemudian terendah pada konsentrasi 8.000 ppm
dan 6.000 ppm.
Pada konsentrasi 8.000 ppm dan 6.000
ppm, jumlah populasi bakteri mencapai 0
CFU/mL pada 24 jam pemberian ekstrak.
Sedangkan pada kontrol dan DMSO 10%
populasi bakteri bertambah semakin tinggi di
setiap pengamatan. Hal ini diduga karena tidak
adanya senyawa bioaktif antibakteri yang
terkandung dalam kontrol dan DMSO 10%,
sehingga tidak dapat menghambat pertumbuhan
bakteri. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Saptiani, dkk. (2012) bahwa pertumbuhan bakteri
akan terhambat (bakteriostatik) bahkan mati
(bakterisidal) jika suatu bahan yang diberikan
dalam
pengujian
mengandung
senyawa
antibakteri.
Kandungan senyawa antibakteri pada
ekstraksi daun mangrove ini diduga terdiri dari
flavonoid yang berperan sebagai senyawa
antibakteri. Menurut Purnobasuki (2004) bahwa
secara umum daun mangrove mengandung
senyawa steroid, saponin, flavonoid dan tannin.
Senyawa flavonoid merupakan senyawa yang
berpotensi sebagai senyawa antibiotik dan
antibakteri. Senyawa ini disintesis oleh tanaman
sebagai sistem pertahanan dalam responnya
terhadap infeksi oleh mikroorganisme, sehingga
senyawa ini efektif sebagai senyawa antimikroba
terhadap sejumlah mikroorganisma (Parubak,
2013).
Senyawa flavonoid sebagai antibakteri
yang terdapat ditumbuhan mangrove, utamanya
dibagian daun dapat diekstraksi dengan
menggunakan
pelarut
metanol.
Metanol
(CH3OH) yang digunakan dalam penelitian ini
untuk mengekstraksi daun mangrove tergolong
sebagai pelarut bersifat polar yang dapat
melarutkan senyawa polar seperti alkaloid
kuartener, komponen fenolik, karotenoid,
flavonoid dan tanin (Harbonne, 1987 dalam
Sucianti, 2012; Wardhana dkk. 2005). Adapun
menurut Pavia et al. (1985) dalam Trianto, dkk.
(2004) bahwa pelarut metanol yang digunakan
dapat melarutkan berbagai senyawa polar. Selain
itu, metanol tidak bersifat sebagai antibakteri
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Salah satu bakteri yang mampu dihambat
pertumbuhannya oleh senyawa flavonoid adalah
bakteri V. harveyi. Menurut Naibohu dkk. (2002)

bahwa senyawa flavonoid, tanin, steroid dan
fenol hidrokuinon aktif sebagai senyawa
antibakteri V. harveyi. Mekanisme penghambatan
senyawa flavonoid terhadap pertumbuhan bakteri
V. harveyi diterangkan oleh Vikram et al. (2010)
bahwa senyawa flavonoid mampu mengubah
berbagai proses fisiologi dari bakteri untuk
menghambat
pertumbuhannya,
diantaranya
adalah dengan menghambat pembentukan
biofilm pada V. harveyi yang digunakan untuk
perlindungan diri dalam suatu koloni dan
mengambat pembentukan Type Three Secretion
System (TTSS). Secara umum biofilm ini
diproduksi oleh bakteri sebagai upaya untuk
melakukan proses adaptasi dengan cara
menempel pada suatu permukaan, berkoloni dan
menyelubungi dirinya sehingga berperan sebagai
metode perlindungan diri (Buana dan Wadani,
2013). TTSS merupakan sistem sekresi tipe III
yang dihasilkan bakteri untuk melindungi diri,
sehingga sering digunakan dalam pembuatan
vaksin (Kusharyoto dkk., 2012). Sedangkan
menurut Pelczar dan Reid (1972) dalam
Oktavianus
(2013)
bahwa
mekanisme
penghambatan senyawa antibakteri seperti
flavonoid terhadap pertumbuhan bakteri adalah
dengan
merusakkan
dinding sel
yang
mengakibatkan lisis atau penghambatan sintesis
dinding sel, pengubahan permeabilitas membran
sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya
bahan makanan melalui dinding sel, denaturasi
protein sel dan perusakan sistem metabolisme di
dalam sel dengan cara penghambatan kerja
enzim intraseluler, sehingga bakteri tidak dapat
bereplikasi (Gilman et al., 1991 dalam Prajitno,
2007). Sehingga senyawa antibakteri pada
ekstraksi
daun
mangrove
menyebabkan
kerusakan membran sitoplasma yang semakin
meningkat aktifitasnya dengan peningkatan
konsentrasi. Tingginya aktifitas senyawa
antibakteri dalam penghambatan pertumbuhan
bakteri terjadi saat konsentrasi dinaikkan menjadi
4.000 ppm hingga 8.000 ppm. Sedangkan
menurut Maryani dkk. (2002) mekanisme
pengrusakan membran sel karena pengaruh
senyawa antibakteri adalah dengan berikatan
pada lipid dan protein bakteri yang terdapat pada
membran sel, sehingga menurunkan tegangan
permukaan membran dan menimbulkan lisis.
Membran sel tersusun dari protein dan lipid yang
rentan terhadap zat kimia, rusaknya membran sel
menyebabkan tidak berlangsungnya proses
transportasi senyawa dan ion dalam sel bakteri.
Tidak adanya proses pengangkutan tersebut

menyebabkan bakteri akan kekurangan nutrisi
dan akhirnya mati.
Dengan demikian hasil pengujian
antibakteri secara kuantitatif menunjukkan
bahwa ekstrak mangrove (S. alba ) mampu
menghambat pertumbuhan bakteri dengan
kepadatan hingga 108 CFU/mL. Kemampuan
ekstrak mengambat pertumbuhan bakteri secara
keseluruhan terdapat pada konsentrasi 6.000 ppm
yang diberikan kepada bakteri V. harveyi selama
12 jam, dan konsentrasi 8.000 ppm selama 8
jam. Konsentrasi ini sudah termasuk konsentrasi
yang bersifat bakterisidal atau mampu
membunuh bakteri. Sedangkan untuk konsentrasi
2.000 ppm hingga 4.000 ppm merupakan
konsentrasi ekstrak yang mampu menurunkan
jumlah koloni bakteri atau bersifat bakteriostatik
selama 24 jam.
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian ini,
maka dapat disimpulkan bahwa pemberian
ekstrak daun mangrove (S. alba ) dengan berbagai
konsentrasi mampu menghambat pertumbuhan
bakteri V. harveyi secara In Vitro. Daya hambat
terkategori sedang pada konsentrasi 8.00010.000 ppm (16,18-16,23 mm) dan terkategori
lemah pada konsentrasi 2.000- 6.000 ppm
(12,15-12,60 mm). Adapun pengujian kuantitatif
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata
antara berbagai konsentrasi dan kontrol pada
setiap waktu yang sama. Secara berturut-turut
konsentrasi terbaik adalah 8.000 ppm dengan
total bakteri 0 cfu/ml setelah 8 jam, 6.000 ppm
dengan total bakteri 0 CFU/mL setelah 12 jam,
4.000 ppm dengan total bakteri 4,80x104
CFU/mL setelah 24 jam dan 2.000 ppm dengan
total bakteri 5,17x107 CFU/mL setelah 24 jam.
Berdasarkan hasil penelitian, perlu
disarankan adanya penelitian lanjutan untuk
menguji ekstrak daun mangrove dengan
konsentrasi yang lebih tinggi guna mengetahui
efektifitas daya hambatnya dibandingkan dengan
penggunaan antibiotik komersil. Disamping itu
diperlukan juga adanya penelitian lanjutan
mengenai pengujian In Vivo ekstrak daun
mangrove pada udang windu.
Persantunan
Penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Bapak Kepala Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros atas
izin penelitian yang diberikan dan kepada
pembimbing yang telah membimbing dan
mengarahkan dalam pelaksanaan penelitian.

Daftar Pustaka
Buana, E. O. G. H. N. dan Wardani, A. K. 2013.
Isolasi Bakteriofag Litik Sebagai Agen
Biosanitas Pada Proses Pelisisan
Bakteri Pembentuk Biofilm. Jurnal
Pangan dan Agroindustri, 2 (2): 36-42.
Feliatra. 1999. Identifikasi Bakteri Patogen
(Vibrio Sp) Di Perairan Nongsa Batam
Propinsi
Riau.
Jurnal
Fakultas
Perikanan
dan
Ilmu
Kelautan
Universitas Riau, 2 (1): 28-33.
Herawati, Netti, Jalaluddin, N., La Daha dan
Zenta, F. 2011. Potensi Antioksidan
Ekstrak
Metanol
Kulit
Batang
Tumbuhan Mangrove Sonneratia alba .
Jurnal.
Universitas
Hasanudin.
Makassar.
Khadriah, I. A. K. 2012. Pengembangan Metode
Deteksi Cepat Vibrio Berpendar
Patogenik Pada Udang
Panaeid.
Disertasi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Kushayoto, W., Fuad, A. M., Andriani, D. dan
Handayani, I. 2012. Ekspresi Pprotein
Fusi Trivalensi yang Terbentuk dari
Faktor Virulensi ESPA, INTIMIN dan
TIR dri Bakteri Eschericia coli.
Prosiding.
Pusat
Penelitian
Bioteknologi. LIPI. Bogor.
Maryani, Dana, D. dan Sukanda. 2002. Peranan
Ekstrak Kelopak Dan Buah Mangrove
Sonneratia caseolaris (L) Terhadap
Infeksi Bakteri Vibrio Harveyi Pada
Udang
windu (Penaeus monodon
Fab.). Jurnal Akuakultur Indonesia,1
(3): 129-138.
Moriarty, D. J. W. 1999. Disease Control in
Shrimp Aquaculture with Probiotic
Bacteria. Microbial Interaction in
Aquaculture. Atlantic Canada Sociaty
for Microbial Ecology. Canada. 7 p.
Mulyani, Y., Bachtiar, E. dan Kurnia, A. M. U.
2013. Peranan Senyawa Metabolit
Sekunder
Tumbuhan
Mangrove
Terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas
hydrophila pada Ikan Mas (Cyprinus
carpio L). Jurnal Akuatika. Universitas
Padjajaran. Bandung, 4 (1): 1-9.
Murdjani. 2010. Petunjuk Teknis Pengendalian
Penyakit
IHHNV
(Infectious
Hypodermal
and
Hematopoietic
Necrosis Virus). Direktorat Kesehatan
Ikan dan Lingkungan. Kementrian
Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 22
hal.

Nanin. 2011.
Daya Antibakteri Tumbuhan
Majapahit (Cresentia cujete
L.)
Terhadap Bakteri Vibrio Alginolyticus.
ITS. Surabaya.
Naiborhu, P. E., Dana, D. dan Sukenda. 2002.
Ekstraksi dan Manfaat Ekstrak
Mangrove (Sonneratia alba dan
Sonneratia caseolaris) sebagai Bahan
Alami Anti Bakteria pada Patogen
Udang
windu, V. Harveyi. Tesis,
Program Studi Ilmu Perairan, Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Noorlis, A., Ghazali, F. M., Chech, Y. K.,
Zainazor, T., Wong, T. C., Tunung, R.,
Pui,
C.
F.,
Nishibuchi,
M.,
Nakagaguchi, Y. dan Son, R.
Antibiotic Resistance and Biosafety of
Vibrio
cholera
and
Vibrio
parahaemolyticus from freshwater fish
at retail level. Jurnal Of International
Food Research. Malaysia, 18(4): 15231530.
Oktavianus, S. 2013. Uji Daya Hambat Ekstrak
Daun Mangrove Jenis Avicennia
Marina Terhadap Bakteri Vibrio
Parahaemolyticus. Skripsi Sarjana.
Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.
Parubak, A. S. 2013. Senyawa Flavonoid yang
Bersifat Antibakteri dari Akway
(Drimys becariana.gibbs). Jurnal.
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan
Alam.
Universitas Negeri Papua, 6 (1): 34-37.
Prajitno, A. 2007. Uji Sensitifitas Flavonoid
Rumput Laut (Eucheuma Cottoni)
Sebagai Bioaktif Alami Terhadap
Bakteri Vibrio harveyi. Jurnal Protein.
Universitas Brawijaya. Malang, 15 (2):
66-71.
Ronald, L., Thune, Lisa, A., Stanley dan Cooper,
R., K. 1993. Pathogenesis of GramNegative Bacterial Infections in
Warmwater Fish. Annual Rev. of Fish
Disease, (3): 37-68.
Sadeghi, A. dan Imanpoor, M. R. 2013. Effects
of Use of Combinations of Permeating

Cryoprotectant (MeOH, DMSO) and
Non Permeating Cryoprotectant (BSA)
on Viability of Beluga (Huso huso)
Post-Thawed Sperm. World Journal of
Fish and Marine Sciences 5 (6): 593597.
Saptiani, G., Budi Prayitno S. dan Anggoro S.
2013. Potensi Antibakteri Ekstrak Daun
Jeruju (Acanthus ilicifolius) Terhadap
Vibrio harveyi Secara in vitro. Jurnal
Kedokteran Hewan. Samarinda, 13 (3):
257-262.
Sucianti, Anisa, Wardiyanto dan Sumino. 2012.
Efektifitas Ekstrak Daun Rhizophora
mucronata
dalam
Menghambat
Pertumbuhan Aeromonas salmonicida
dan Vibrio harveyi. Jurnal Rekayasa
dan Teknologi Budidaya, 1 (1): 1-8.
Trianto, Agus, W. Edi, Suryono, S. dan Rahayu
S. 2004. Ekstrak Daun Mangrove
Aegiceras corniculatum
Sebagai
Antibakteri Vibrio harveyidan Vibrio
parahaemolyticus.
Jurnal
Ilmu
Kelautan. Universitas Diponegoro.
Semarang, 9 (4): 186-189.
Utomo, R. N. C. 2010. Potensi Bakteri
Pembentuk Biofilm dalam Degradasi
Liniar Alkil Benzen Sulfonat pada
Berbagai Ukuran Batu. Skripsi Sarjana.
Universitas Brawijaya. Malang.
Vikram, A., Jayaprakasha, G.K., Jesudhasan, P.
R., Pillai, S.D. dan Patil, B.S. 2010.
Suppression of bacterial cell–cell
signalling, biofilm formation and type
III secretion system by citrus
flavonoids.Jurnal
of
Applied
Microbiology. Departement of Poultry
Science, Texas A & M University.
USA: 515–527.
Waluyo, L. 2011. Mikrobiologi Umum. UPT
Penerbitan Universitas Muhammadiyah
Malang. Malang. 343 hal.
Wardhana, A. H., Husein, A., dan Manurung, J.
2005. Efektifitas Ekstrak Biji Srikaya
(Annona squamosa L) dengan Pelarut
Air, Metanol dan Heksan terhadap
Mortalitas Larva Caplak Boophilus
microplus secara In Vitro, 10 (2)
.

Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING PENGRAJIN PERAK DI DESA PULO KECAMATAN TEMPEH KABUPATEN LUMAJANG

44 381 111

UJI AKTIVITAS TONIKUM EKSTRAK ETANOL DAUN MANGKOKAN( Polyscias scutellaria Merr ) dan EKSTRAK ETANOL SEDIAAN SERBUK GINSENG TERHADAP DAYA TAHAN BERENANG MENCIT JANTAN (Musmusculus)

50 334 24

OPTIMASI FORMULASI dan UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN SEDIAAN KRIM EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L) dalam BASIS VANISHING CREAM (Emulgator Asam Stearat, TEA, Tween 80, dan Span 20)

97 464 23

OPTIMASI SEDIAAN KRIM SERBUK DAUN KELOR (Moringa oleifera Lam.) SEBAGAI ANTIOKSIDAN DENGAN BASIS VANISHING CREAM

57 260 22

AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL ASETAT DAUN KELOR (Moringa oleifera Lamk.) TERHADAP BAKTERI Escherichia coli DENGAN METODE BIOAUTOGRAFI

55 262 32

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) SEBAGAI ADJUVAN TERAPI CAPTOPRIL TERHADAP KADAR RENIN PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus) YANG DIINDUKSI HIPERTENSI

37 251 30

EFEKTIFITAS BERBAGAI KONSENTRASI DEKOK DAUN KEMANGI (Ocimum basilicum L) TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR Colletotrichum capsici SECARA IN-VITRO

4 157 1

EFEK TIMBAL (Pb) PADA BEDA POTENSIAL LISTRIK PERMUKAAN DAUN SEMANGGI (Marsilea crenata Presl.)

0 47 18

JI DAYA ANTIBAKTERI EKSTRAK POLIFENOL BIJI KAKAO Escherichia coli SECARA IN VITRO

6 112 17

KADAR TOTAL NITROGEN TERLARUT HASIL HIDROLISIS DAGING UDANG MENGGUNAKAN CRUDE EKSTRAK ENZIM PROTEASE DARI LAMBUNG IKAN TUNA YELLOWFIN (Thunnus albacares)

5 114 11