TUGAS POLITIK INDONESIA POLITIK LOKAL

TUGAS
POLITIK INDONESIA
POLITIK LOKAL

Nama Kelompok :
Kezia Ribka K. P.

2013 330 003

Annastacia Jane

2013 330 005

Haerunisa Novaliery

2013 330 010

Arin Nurul R

2013 330 040


Jaqualine S. A. Onim

2013 330 064

Tiara Hanandita

2013 330 105

Givanni Aprilia

2013 330 108

Nazly Bintang Marco Paquita

2013 330 198

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN BANDUNG
2013

Daftar Isi

Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
BAB II Politik Lokal di Indonesia dari Orde Baru sampai Reformasi
Pengertian
1. Politik
2. Politik Lokal
Keadaan Politik Lokal Pada Masa Orde Baru
Keadaan Politik Lokal Pada Masa Reformasi
1.
2.
3.
4.

Tidak Bertanggungjawabnya KPU
Ketidak Efisienan Panwaslu
Masalah Pemilu Tahun 2004
Bentuk Pemerintahan Presiden Era Reformasi
a. Presiden B.J. Habibie
b. Presiden Abdulrahman Wahid
c. Presiden Megawati Soekarno Putri

d. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Sistem Pemilu
1. Orde Baru
2. Orde Reformasi
Perkembangan Jumlah dan Nama Provinsi di Indonesia
Pemekaran Wilayah Banten
1. Dampak pada Pelayanan Publik
2. Dampak bagi Pembangunan Ekonomi
BAB III Kesimpulan
Daftar Pustaka

BAB I
Pendahuluan
Dari waktu ke waktu, segala sesuatu pasti akan mengalami perubahan. Begitu pula
halnya dengan kehidupan berpolitik dalam suatu negara yang terus mengalami perubahan
seiring dengan berjalannya waktu. Di Indonesia sendiri, tata cara berpolitik khususnya tata
cara pemilihan umum telah mengalami perubahan yang cukup besar dari masa orde lama
hingga masa reformasi. Perubahan-perubahan itu dapat dilihat dari jumlah partai politik yang
ikut serta dalam pemilihan umum, sifat dominasi partai, lama masa jabatan, maupun

prosedur-prosedur yang ada dalam pemilihan umum.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan politik lokal di Indonesia
memberikan dampak-dampak tersendiri bagi kehidupan Indonesia secara keseluruhan, baik
berupa dampak positif maupun dampak negatif. Sifat apatis masyarakat Indonesia dalam
memilih wakil rakyat mungkin merupakan salah satu contoh dampak negatif dari perubahan
sistem politik lokal di Indonesia. Namun meskipun begitu perubahan tersebut pun sebenarnya
memiliki dampak positif juga.
Makalah ini akan membahas kehidupan atau sistem politik lokal di Indonesia yang
mengacu pada perbandingan antar masa, yaitu perbandingan politik lokal masa orde lama,
politik lokal masa orde baru, dan politik lokal masa reformasi. Selain itu, di dalam makalah
ini juga akan dijelaskan kasus pemekaran provinsi yang kerap kali di Indonesia dan apa
dampaknya bagi kemajuan Indonesia secara keseluruhan.

BAB II
Politik Lokal di Indonesia dari Era Orde Baru sampai Reformasi
Pengertian
A. Politik :
Merupakan usaha yang ditempuh warga negara demi menimbulkan kebaikan bersama
(teori aristoteles)
B. Politik Lokal :

Politik lokal secara sederhana dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan politik yang
berada pada level lokal. Seperti halnya pemerintahan lokal, pembentukan kebijakan daerah,
maupun pemilihan kepala daerah.

1.

Keadaan Politik Lokal pada masa Orde Baru

Sudah sejak dulu ABRI memiliki peranan tersendiri dalam bidang politik dan juga
strategi dalam pemerintahan. Hal tersebut bisa dilihat dari banyaknya pejabat militer yang
menduduki posisi-posisi penting dalam pemerintahan di masa orde baru, seperti sebagai
menteri, duta besar, komisaris BUMN, dan lain sebagainya. Bukan kejutan pula kalau mereka
yang menduduki posisi tersebut sebenarnya juga merupakan orang dekat dari prsiden
Soeharto.
Berbeda dengan pemilihan yang berlangsung saat ini, di masa orde baru pilkada
gubernur dan wakilnya yang dilaksanakan di DPRD dicalonkan dan dipilih berdasarkan
skenario yang dikendalikan oleh kekuatan rezim yang berkuasa melalui tiga jalur yang terdiri
dari Abri, Birokrat, dan Golkar. Kriteria tidak tertulisnya antara lain adalah cakap, loyal,
dapat menjaga stabilitas, dan lain sebagainya.
Mereka yang terpilih akan memperoleh legitimasi dan proteksi yang kuat dari sistem

yang ada, sementara dukungan publik tidaklah menjadi sesuatu yang sangat penting. Hal
tersebut memungkinkan para gubernur dan wakilnya untuk menjalankan segala ide yang ada
untuk mengatur daerah yang dipimpinnya dan segala ketidaksetujuan maupun tentangan dari
masyarakat akan diredam oleh suatu skema politik.
Dibawah ini adalah contoh dari orang- orang yang memegang kekuasaan dalam
pemerintahan dengan latar belakang militer yaitu :
a. Azwar Anas Datuak Rajo Sulaiman
Gubernur Sumatera Barat selama dua periode (1977- 1987)
Menteri Perhubungan Indonesia pada Kabinet Pembangunan V (1988- 1993)
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat pada Kabinet Pembangunan VI
(1993- 1998)
b. Bustanil Arifin

Pernah menjabat Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Menteri Koperasi
Indonesia.
c. Dr. Tarmizi Taher
Menteri Agama Indonesia periode 1993- 1998
d. Mayjen TNI (Purn) Widya Latief
Juru bicara kepresidenan pada masa awal pemerintahan Soeharto


2.

Keadaan Politik Lokal pada masa Reformasi

Masa reformasi dimulai sejak runtuhnya kerajaan orde baru. Hal yang menandai
mulainya masa ini adalah diadakannya secara serentak diseluruh Indonesia Pemilihan Kepala
Daerah atau biasa disingkat dengan kata PILKADA pada tanggal 7 Juni 1999. Sistem Pemilu
yang dipakai pada saat itu adalah sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel
daftar. Sistem ini pernah dipakai oleh Indonesia pada PILKADA tahun 1997. Pada bagian ini
kelompok kami akan memaparkan beberapa masalah yang terjadi pada pemilu 1999.
Tidak Bertanggungjawabnya KPU
Pemilu yang diikuti oleh 48 partai ini adalah pemilu yang berasaskan langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur dan adil. Pada akhirnya, yang kemudian berhasil masuk DPR berjumlah
21 partai. Landasan hukumnya adalah UU No. 2 tahun 1999. Namun pada pemilu ini,
masalah terjadi saat KPU (Komisi Pemilihan Umum) diminta menandatangani hasil suara
rakyat. Mereka berdalih bahwa hasil suara tidak sah karena terjadi banyak pelanggaran.
Memang, banyak pelanggaran yang terjadi saat pemilu namun hal ini masih dapat ditolelir
terbukti dimana pada tingkat daerah, hasil suara ini telah ditandatangani oleh wakil-wakil
partai. Ini berarti, pemilu telah berlangsung dengan sesuai prosedur.
Presiden Habibie yang saat itu menjabat diminta oleh Panwas Pemilu Pusat untuk ikut

campur tangan dalam penyelesaian masalah ini, dengan dasar hukum Pasal 8 ayat (1) UU
No. 3/1999, yang berbunyi bahwa “Penanggung jawab Pemilihan Umum adalah Presiden".
Keputusan ini memang terlihat seperti pelanggaran dimana presiden mengintervensi KPU,
namun karena masalah ini memang sepenuhnya merupakan kecurangan dari anggota KPU

yang tak bertanggung jawab, tidak terdapat ada penolakan terhadap keputusan ini dimana
publik pun diam saja tanda setuju terhadap keputusan yang diambil oleh Presiden Habibie.
Ketidakefektifan Panwaslu
Panwaslu,yang sebelumnya pada orde baru diberi nama Panwaslak Pemilu diperbaharui
dengan menggunakan fondasi UU No. 3/1999 yang mengatur bahwa Panwaslu dibentuk di
tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan kecamatan. Panwaslu sendiri mempunyai tugas
dan kewajiban dan kewajiban sebagai berikut :
1.

Mengawasi semua tahapan penyelenggaraan pemilu;

2.

Menyelesaikan sengketa atas perselisihan yang timbul dalam penyelenggaraan
pemilu; dan


3.

Menindaklanjuti temuan, sengketa dan perselisihan yang tidak dapat diselesaikan
untuk dilaporkan kepada instansi penegak hukum.

Laporan yang diberikan oleh Panwaslu mencatat bahwa setidaknya terjadi 4.290
penyimpangan yang terjadi pada pemilu tahun 1999. Penyimpangan ini kurang lebih berupa
penyimpangan administrasi, netralisasi pejabat pemerintah, penyimpangan tata cara, money
politics, dan pelanggaran pidana.
Namun dari sejumlah penyimpangan itu, hanya seper sekian kecil yang dapat
terselesaikan oleh Panwaslu. Tercatat dari 270 kasus yang dilaporkan kepihak berwenang
hanya 26 kasus yang dibawa ke pengadilan. Kasus yang dilaporkan pun kebanyakan
merupakan kasus pelanggaran yang bersifat administratif. Sedangkan kasus lain seperti kasus
money politics tidak tercatat pelaporannya. Padahal pada saat itu, kasus semacam ini sedang
hangat dibicarakan oleh publik.
Sekurang-kurangnya terdapat empat faktor yang menjadi tonggak ketidakefektifan
Panwas Pemilu 1999 dalam menjalankan fungsinya sebagai penegak hukum peraturan
pemilu:
1.


Tugas dan wewenang Panwaslu tidak memadai;

2.

Sumber daya manusia (SDM) kurang siap;

3.

Software dan hardware kurang memadai;

4.

Terbatasnya akses informasi.

Dengan kekurangan semacam ini, cukup dapat dipastikan bahwa Panwas Pemilu 1999
dapat tercatat sebagai Panwas Pemilu yang tidak efektif. Namun hal yang cukup dapat
mengangkat Panwas Pemilu adalah ketika mereka berhasil meminta Presiden Habibie
mengambil alih pemilu yang saat itu sudah acak-acakan.
Masalah dalam Pemilu tahun 2004

Pemilu di negara Indonesia terlaksana setiap 5 tahun sekali dan tepat pada tahun 2004
terselenggara 2 putaran pemilu yaitu pada tanggal 5 Juli dan 20 September 2004. Pada tahun
ini terjadi dua putaran pemilu dikarenakan pada saat putaran pertama tidak ada calon presiden
dan wakil presiden yang mendapatkan persentasi suara lebih dari 50%. Peserta pada pemilu
tahun 2004 adalah Hamzah Haz – Agum Gumelar, Amien Rais - SiswonoYudohusodo,
Megawati Soekarno putri-Hasyim Muzadi, Wiranto - Salahuddin Wahid dan Soesilo
Bambang Yudhoyono - Yusuf Kalla1 dengan pasangan SBY-Yusuf Kalladan MegawatiHasyim yang maju kepemilu putaran ke-2.
Pada pemilu tahun ini terdapat beberapa masalah yang menghambat jalannya pemilu.
Masalah tersebut salah satunya adalah masalah pengawasan pemilu legislatif. Dalam pemilu
tahun 2004 terjadinya ketidak konsistenan pencatatan tahapan pendaftaran dengan jadwal
yang ditetapkan. Selain itu, KPU membuat peraturan yang melanggar undang-undang dan
berkali-kali membantu peserta yang belum memenuhi persyaratan. Hal lain yang penting
untuk diketahui adalah karena rendahnya kontrol KPU terhadap KPU Kabupaten/Kota dalam
ketentuan yang ada sehingga calon legislatif yang tidak memenuhi syarat dapat lolos masuk
daftar calon anggota legislatif2. Dari sekian banyak masalah yang terjadi seharusnya
semuanya bisa ditangani atau setidaknya mayoritas dari masalah tersebut dapat terselesaikan
tetapi nyatanya tidak seperti itu.
Sebab pertama adalah karena KPU/KPUD sengaja mengambil kebijakan untuk
mengabaikan penyelesaian pelanggaran administrasi karena pelanggaran –pelanggaran jenis
ini sebagian besar tidak berimplikasi langsung pada hasil pemilu 3. Alasan kedua adalah

1http://www.tempo.co/read/news/2004/05/22/05542842/Lima-Pasangan-Capres-Cawapres-Jadi-PesertaPemilu-2004, diakses pada tanggal 19 April 2014
2http://www.rumahpemilu.com/public/doc/2012_07_31_12_14_12_Evaluasi%20Pengawasan%20Pemilu
%202004.pdf, diakses pada tanggal 19 April 2014

3ibid.

karena tidak adanya mekanisme dan prosedur baku untuk menangani hal – halseperti itu
akibatnya kasus – kasus tersebut tidak serius ditangani4.
Masalah kedua yang terjadi pada masa kampanye tahun 2004. Saat itu, terjadi banyak
sengketa antar peserta pemilu. Berawal dari perebutan lokasi pemasangan atribut parpol
hingga perebutan lapangan untuk melakukan kampanye. Terdapat juga ketegangan antara
peserta dengan KPU dikarenakan peserta tidak dapat menerima keputusan KPU untuk tidak
meloloskan dirinya kebabak selanjutnya sehingga parpol calon tersebut melaporkan KPU
kepada Panwas Pemilu5.
Masalah ketiga adalah ketidaksiapan panitia pemilu untuk menyelenggarakan pemilu
itu sendiri sehingga pemilu tahun 2004 tidak serentak. Masalah lainnya yang terjadi adalah
konflik internal yang terjadi pada parpol yang bersangkutan.Contoh kasus yang terjadi
adalah:
1. Enam orang caleg PKB dicoret/dipecat DPC PKB Kabupaten Malang;
2. Caleg partai demokrat yang sebelumnya mengundurkan diri dari pencalonan pemilu
tiba-tiba menarik pengunduran dirinya sehingga setelah tahu dirinya bisa lolos sebagai
anggota legislatif sehingga calon nomor urut di bawahnya protes keras;
3. KB mempersoalkan KPU yang bersikeras melakukan penggantian nama caleg
berdasarkan nomor urut, sedangkan PKB mendasarkan diri pada kesepakatan untuk
meloloskan calon peraih suara terbanyak6.

Bentuk kepemimpinan Presiden – Presiden di Indonesia pada era
Roformasi
4ibid.
5ibid.
6Ketigacontohkasusdiatasdidapatdari :
http://www.rumahpemilu.com/public/doc/2012_07_31_12_14_12_Evaluasi
%20Pengawasan%20Pemilu%202004.pdf, diaksespadatanggal 19 April 2014

a.

Pemerintahan BJ. Habibie
Masa pemerintahan Habibie ditandai dengan dimulainya kerjasama dengan Dana

Moneter Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu, Habibie
juga melonggarkan pengawasan terhadap media massa dan kebebasan berekspresi. Setelah
Habibie membebaskan tahanan politik, tahanan politik baru muncul. Sejumlah aktivis
mahasiswa diadili atas tuduhan menghina pemerintah atau menghina kepala negara. Desakan
meminta pertanggungjawaban militer yang terjerat pelanggaran HAM tak bisa dilangsungkan
karena kuatnya proteksi politik. Kejadian penting dalam masa pemerintahan Habibie adalah
keputusannya untuk mengizinkan Timor Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir
dengan berpisahnya wilayah tersebut dari Indonesia pada Oktober 1999.
b.

Pemerintahan Abdurahman Wahid
Pemerintahan Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan

ekonomi di bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus
berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama, terutama di
Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan rakyat Timor Timur
yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang dilakukan para militan Timor
Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial yang besar.
MPR yang semakin memberikan tekanan menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid,
menyebabkan perdebatan politik yang meluap-luap.
c.

Pemerintahan Megawati Soekarno Putri
Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR dan meminta Presiden agar

mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam skandal korupsi. Di bawah tekanan
dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan koordinasi di dalam pemerintahannya, dia
mengedarkan keputusan presiden yang memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada
wakil presiden Megawati. Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.
d.
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Susilo Bambang Yudhoyono tampil sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru
ini pada awal masa kerjanya telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti
gempa bumi besar di Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian
dari Aceh serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra. Pada 17 Juli
2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan
Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun

di wilayah Aceh. Atas prestasi SBY yang di tanam sejak tahun 2004 telah mengantar beliau
naik kembali duduk di kursi presiden dengan pasanganya pak Budiono pada pemilu tahun
2009, kinerja mereka pun belum dapat dirasakan dengan maksimal.

3.

Sistem Pemilu
a. Pemilu di masa Orde Baru:
1. Dilaksanakan hanya sekali untuk memilih partai, hanya ada tiga partai
(PDI, Golkar dan PPP) dan pasti Golkar sebagai jawara PEMILU dengan
mengusung presiden Soeharto pada SU MPR;
2. Tidak adanya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta anggota
Legislatif secara langsung;
3. Semboyan Pemilu yaitu Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia)
b. Pemilu di masa Reformasi:
1. Dilaksanakan dengan dua hingga tiga tahapan (satu tahapan untuk memilih
partai/anggota legislatif dan dua tahapan untuk memilih Presiden dan Wakil
Presiden) dengan jumlah partai mencapai 24 Parpol (Pemilu 2004) dan 34
Parpol (Pemilu 2009);
2. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta anggota Legislatif secara
langsung oleh rakyat;
3. Semboyan Pemilu yaitu Luber dan Jurdil (Langsung, Umum, Bebas dan
Rahasia serta Jujur dan Adil).

4.

Perkembangan Jumlah dan Nama Provinsi di Indonesia
Jumlah provinsi di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup besar dari waktu

ke waktu secara bertahap. Namun perkembangan jumlah provinsi bukan berarti wilayah
Indonesia menjadi semakin luas, melainkan wilayah yang sudah ada terbagi-bagi kembali
menjadi beberapa bagian. Di era kemerdekaan (1945-1949), Indonesia memiliki delapan
provinsi yang terdiri dari Sumatera, Borneo (Kalimantan), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil. Di era kemerdekaan, Irian belum menjadi bagian
dari Indonesia karena Irian masih berada di bawah kekuasaan Belanda.
Provinsi yang asalnya berjumlah delapan pun pada akhirnya mengalami
perkembangan di masa Republik Indonesia Serikat (1949-1950). Saat itu wilayah Indonesia
dibagi menjadi lima belas negara bagian ditambah satu Republik Indonesia. Namun beberapa
bulan kemudian beberapa negara bagian kembali menggabungkan diri ke dalam negara

Republik Indonesia. Di tahun 1950, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan namun saat
itu provinsi Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi yaitu Sumatera Utara (termasuk Aceh),
Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan. Selain itu, Yogyakarta pun diberikan status “Daerah
Istimewa”.
Sejak itu, jumlah provinsi di Indonesia terus mengalami pertambahan. Perkembangan
jumlah provinsi di Indonesia sejak tahun 1950 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
N
1

1950

Jumlah
Provinsi
11

2

1956

15

3

1957

17

4

1958

20

5

1959

21

6

1960

22

7

1964

24

8

1967

25

9

1969

26

1

1976

27

1

1999

29

1

2000

33

No

Tahun

1

2

3

4
5
6
7

8

Provinsi yang mengalami perkembangan
Sumatera  Sumatera Utara (termasuk
Aceh), Sumatera Tengah, Sumatera Selatan.
Jawa Tengah  Jawa Tengah dan Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Sumatera Utara  Sumatera Utara dan
Aceh.
Jawa Barat  Jawa Barat dan DKI Jakarta.
Kalimantan

Kalimantan
Barat,
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan.
Sumatera Tengah  Sumatera Barat, Riau,
Jambi.
Kalimantan  Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah.
Sunda Kecil  Bali, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur.
Sumatera Selatan  Sumatera Selatan dan
Lampung.
Sulawesi  Sulawesi Utara dan Tengah,
Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Sulawesi Utara dan Tengah  Sulawesi
Utara dan Sulawesi Tengah.
Sulawesi Selatan dan Tenggara  Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Tenggara.
Sumatera Selatan  Sumatera Selatan dan
Bengkulu.
Irian Jaya masuk ke Indonesia.

9
10
11
12

Nusa Tenggara Timur  Nusa Tenggara
Timur dan Timor-Timur.
Timor-Timur lepas dari Indonesia.
Maluku  Maluku dan Maluku Utara.
Irian Jaya  Irian Jaya Barat dan Papua.
Jawa Barat  Jawa Barat dan Banten.
Sulawesi Utara  Sulawesi Utara dan
Gorontalo.
Riau  Riau dan Kepulauan Riau.

Pemekaran provinsi di Indonesia ini dilakukan dengan tujuan ingin mempercepat
birokrasi dan pemeraataan pembangunan di daerah-daerah tertentu. Misalnya, diambil contoh
dari Pulau Nias yang rencananya akan lepas dari provinsi Sumatera Utara menjadi provinsi
tersendiri yaitu provinsi Nias. Selama ini, Pulau Nias yang letaknya cukup jauh dari Sumatera
Utara mengalami ketimpangan dalam pemerataan pembangunan karena segala APBD yang
diberikan oleh pemerintah pusat disalurkan kepada pemerintah Sumatera Utara terlebih
dahulu, sementara APBD yang diterima oleh pemerintah Sumatera Utara harus dibagi kepada
kabupaten-kabupaten lain di Sumatera Utara. Dengan terbentuknya provinsi Nias, maka
bantuan APBD dari pemerintah pusat membuat pemerintah Nias dapat mengelola APBD-nya
sendiri untuk pemerataan pembangunan.
Meskipun wilayah Indonesia telah mengalami banyak perubahan dari tahun ke tahun,
yang disayangkan adalah lepasnya wilayah Timor-Timur dari Indonesia pada tahun 1999.
Dari awal, Timor-Timur dibiarkan masuk ke dalam wilayah Indonesia oleh dunia
internasional hanya karena pada saat itu terjadi kekosongan pemerintahan di Timor-Timur.
Kekosongan pemerintahan di Timor-Timur ini dikhawatirkan akan mengundang blok
komunis memerintah di Timor-Timur. Dunia internasional sebenarnya tidak pernah rela
mengakui Timor-Timur sebagai bagian dari Indonesia. Akhirnya, PBB dan Portugal
mendesak Indonesia untuk mengeluarkan referendum. Pada akhirnya, diadakanlah jajak
pendapat bagi rakyat Timor-Timur; apakah mereka ingin lepas dari Indonesia atau ingin
bergabung dengan Indonesia. Ternyata menurut hasil jajak pendapat tersebut, 78,5% rakyat
ingin Timor-Timur untuk lepas dari Indonesia. Maka dari itulah Timor-Timur lepas dari
Indonesia di tahun 1999.
Sejak lepasnya Timor-Timur dari Indonesia di tahun 1999 yang lalu, mulai
bermunculan kelompok-kelompok di daerah tertentu yang juga ingin daerahnya lepas dari
Indonesia. Misalnya saja ada Organisasi Papua Merdeka di Papua. Organisasi tersebut
muncul dengan tujuan ingin melepaskan diri dari Indonesia dan mendirikan negaranya
sendiri. Mengapa Papua ingin melepaskan diri dari Indonesia? Hal tersebut terjadi karena
ketidakpuasan rakyat Papua terhadap pemerintah Indonesia. Pemerintah Indonesia dianggap
tidak adil dalam memperlakukan Papua. Pemerintah Indonesia dianggap terlalu fokus
melaksanakan pembangunan di Pulau Jawa sehingga pulau-pulau di luar Jawa merasa kurang
dipedulikan, khususnya di daerah Papua.

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pemekaran provinsi yang kerap
kali terjadi di Indonesia serta keinginan beberapa daerah di Indonesia untuk lepas dan
merdeka dari Indonesia adalah karena ketimpangan dalam pemerataan pembangunan.
Contoh Provinsi yang terpecah seperti Papua yang terpecah menjadi Papua dan Papua
Barat. Alasannya ialah :
 Mempercepat pelayanan publik maksudnya karena pembangunan di Papua
hanya terasa di Provinsi Papua nya saja dan daerah – daerah lain di sekitar
Papua kurang di bangun atau mendapatkan pembangunan. Selain itu pelayan
publik nya pun lama dan tidak merata keseluruh wilayah Papua.
 Ada sekitar kurang lebih 250 etnis. Dengan jumlah etnis yang sangat banyak
sangatlah tidak memungkin terjadinya pembangunan hanya untuk satu
provinsi saja.
 UUD otonomi daerah no 32 thn 2004
 UUD otonomi khusus yang memberikan pernyataan tentang

pemekaran

wilayah yang dapat dilakukan Papua dan Papua Barat akan tetap didukung

Dampak Freeport terhadap Papua :
Freeport belum memberikan dampak yang baik terhadap Indonesia, apalagi terhadap
Papua. Ada daerah yang dibangun oleh Freeport daerah itu ialah Tembagapura yang
merupakan tempat tinggal para pekerja di Freeport. Bahkan daerah atau kota terdekat dengan
Tembagapura saja yaitu Timika sama sekali tidak terawat dan sama sekali tidak ada
pembangunan. Hal yang paling menyedihkan ialah hasil penambangan emas dari Freeport
Cuma diberikan sekitar 1% buat membantu pembagunan di Papua.

5. Pemekaran Wilayah Banten
Kebijakan pemekaran daerah saat ini sangat di minati oleh provinsi-provinsi di
Indonesia, salah satunya oleh provinsi Banten yang dahulunya merupakan bagian dari Jawa
Barat, namun pada pada 4 Oktober 2000 resmi memisahkan dri dan menjadi provinsi baru
yaitu provinsi Banten yang beribukota di Serang.
Ada beberapa faktor yang melandasi mengapa suatu daerah memilih untuk
memlakukan pemekaran daerahnya diantara lain nya sebagai berikut:

1. Kurang meratanya investasi
dikarenakan investasi hanya berpusat pada satu kawasan saja tidak
merata di wilayah yang satu provinsi sebelumnya, sehingga daerah
lainnya tertinggal.
2. ketimpangan pembangunan
karena Banten merasa udah mampu untuk berdiri sendiri karena di
tunjang

dengan

sektor

transportasi

yaitu

bandara

Soetta

dan

pelabuhannya.
Tidak hanya faktor di atas saja, tapi ada pula faktor terselubung dari pemekaran
daerah yaitu untuk mendapatkan kucuran dana lebih untuk daerahnya dan ada pula elit politik
yang memanfaatkannya untuk meraih jabatan di wilayah pemekaran baru.
Dampak Pada Pelayanan Publik
Pemekaran daerah memperpendek jarak geografis antara ibu kota provinsi dengan
daerah lokalnya sehingga pemerintah dapat lebih mudah menjangkau masyarakatnya dalam
memberikan layanan publik.
Dampak Bagi Pembangunan Ekonomi
Dengan adanya daerah pemekaran, infrastruktur transportasi dan komunikasi pun
terawat serta dapat mengakselerasi proses perekonomian sehingga dapat meningakatkan
perekonomian.

BAB III
Kesimpulan
Pada zaman Orde Baru, keadaan politik local pada masa ini orang yang menduduki
suatu jabatan adalah orang terdekat dari Presiden yang sedang menjabat pada saat itu. Serta
pemilihan DPRD yang hanya berdasarkan suatu skenario dan tidak terlalu mementingkan

dukungan dari publik. Selain itu semboyan dari pemilu pada masa ini adalah Langsung,
Umum, Bebas dan Rahasia (LUBER). Berbeda dengan keadaan politik local pada masa
reformasi, pada reformasi inilah terjadi pemilihan kepala daerah dengan dimunculkannya
berbagai masalah mengenai pemilihan kepala daerah dimana munculnya kecurangan dari
pihak KPU, tidak efektifnya pawaslu karena mereka hanya mengajukan sedikit kasus diantara
banyaknya kasus yang ada pada saat pemilu, kemudian munculnya berbagai masalah yang
sangat disayangkan untuk melakukan pemilu seperti tidak siapnya panitia pemilu dan adanya
sikap KPU yang acuh tak acuh terhadap kebijakan dalam pemilu. Pada masa ini semboyan
dari pemilu masa ini adalah Luber dan Jurdil (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia serta
Jujur dan Adil).
Selain itu , adapun pemekaran provinsi yang terjadi di Indonesia, pada saat Indonesia
merdeka, provinsi yang dimiliki oleh Indonesia menjadi 8 karena munculnya negara kesatuan
di Indonesia pada tahun 1950. Tetapi, pada tahun 1999 Timor timur lepas dari Indonesia
karena adanya desakan dari PBB dan Portugal agar Indonesia mengeluarkan referendum dan
dilakukannya jajak pendapat yang mengatakan sebagian besar masyarakat timor- timur ingin
lepas dari Indonesia.
Selain timor- timur ada pula Papua yang mengalami pemekaran menjadi Papua dan
Papua Barat yang dikarenakan adanya 250 etnis di Papua. Etnis sebanyak ini tidak mungkin
ditempatkan hanya di satu provinsi saja. Serta ada pula Banten yang mengalami pemekaran
yang memberi dampak pada pelayanan publik yaitu pemerintah dapat menjangkau
masyarakat dengan mudah serta dampak bagi pembangunan ekonomi yaitu infrastruktur
transportasi dan komunikasi pun terawat serta dapat mengakselerasi proses perekonomian
sehingga dapat meningakatkan perekonomian.

Daftar Pustaka
http://contohpengertian.com/pengertian-politik/#.U1HeZPtTUqA
http://tomtomtomo.blogspot.com/2011/01/politik-lokal.html
Chilcote, Ronald. 2007. Teori Perbandingan Politik. PT Raja Grafindo Persada: Jakarta
Http://www.rumahpemilu.org/in/read/193/Penyelenggara-Pemilu-1999-Menggantung-SuaraRakyat Diakses pada 19 April 2014 pukul 09.20 WIB.
http://m.dprdsulsel.go.id/node/649 Diakses pada 19 April 2014 pukul 11.00 WIB.
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20121021214648AAgRQkf

http://sosbud.kompasiana.com/2011/06/25/fakta-dibalik-lepasnya-provinsi-timor-timur-darinkri-375675.htm Diakses pada 16 April 2014 pukul 21.45 WIB
http://administrasiindonesia.blogspot.com/p/mengidentifikasi-perkembangan-jumlah.html
Diakses pada 16 April 2014 pukul 21.00 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemekaran_daerah_di_Indonesia Diakses pada 17 April 2014