Policy Memo Kebijakan Penetapan floor pr
TUGAS PENGGANTI UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
MIKROEKONOMI UNTUK KEBIJAKAN PUBLIK
Dosen: Dr. Alin Halimatussaadah
POLICY MEMO:
ANALISIS KEBIJAKAN
PENETAPAN FLOOR PRICE (HARGA MINIMUM) PAKET
JASA PERJALANAN UMROH
DI INDONESIA
Sofia Mahardianingtyas (1606961740)
MPKP 33 PAGI
Kebijakan :
Penetapan floor price atau harga minimum atas paket jasa perjalanan umroh di Indonesia
I.
Pendahuluan
Sebagai negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia, besarnya
permintaan paket perjalanan umroh di Indonesia menyebabkan persaingan yang cukup kompetitif di
antara biro-biro perjalanan tersebut. Kondisi demikian memicu munculnya penawaran harga paket
murah bahkan jauh di bawah rata-rata. Salah satu dampak negatif dari persaingan harga ini adalah
kualitas jasa paket perjalanan umroh yang di bawah standar minimum regulasi, bahkan terdapat
beberapa kasus paket perjalanan fiktif yang jelas-jelas merugikan konsumen. Dengan demikian
dibutuhkan campur tangan pemerintah untuk memperbaiki keadaan tersebut yaitu terutama untuk
melindungi kepentingan masyarakat sebagai konsumen jasa.
Bagaimanapun, pemerintah dengan kewajibannya menjamin keselamatan konsumen dari
tindakan penipuan tidak dapat mengabaikan pertimbangan penetapan harga minimum (floor price)
yang terbaik atas paket perjalanan umroh tersebut. Harga paket yang ditetapkan terlalu tinggi tidak
akan baik bagi konsumen karena mengurangi consumer surplus, sementara harga yang terlalu rendah
dikhawatirkan menjadi pengurang bagi tingkat layanan yang diberikan kepada konsumen, bahkan
sangat diantisipasi menimbulkan penipuan bagi konsumen jasa umroh. Untuk itu, perlu dilakukan
analisis yang lebih mendalam untuk memberikan pertimbangan yang cukup bagi pemerintah dalam
mengambil kebijakan penetapan harga minimum paket perjalanan umroh bagi konsumen di Indonesia.
Studi ini akan menelisik secara lebih mendalam bagaimana proses pembentukan harga paket umroh,
terutama pada biro perjalanan dengan tarif murah atau harga di bawah Rp. 23 juta sebagai harga
standar berdasarkan perhitungan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umroh Republik Indonesia
(AMPHURI), dan menganalisis kemampuan penyedia jasa tersebut untuk bertahan dalam pasar jasa
umroh, diiringi dengan adanya campur tangan pemerintah berupa penetapan harga minimum.
II.
Landasan Teori, Studi Literatur, dan Metodologi
Teori yang digunakan sebagai landasan dalam analisis ini adalah teori tentang intervensi
pemerintah dalam penetapan harga pasar. Pada dasarnya campur tangan pemerintah melalui
mekanisme penetapan harga minimum (floor price) bertujuan untuk melindungi produsen dari
kemungkinan bergeraknya harga sehingga menjadi terlalu rendah dan kurang memberikan insentif bagi
produsen. Di sisi lain, pemerintah dalam menetapkan kebijakan harga juga harus mempertimbangkan
aspek kepentingan konsumen. Dalam hal ini, kebijakan floor price merupakan salah satu tool atau
sarana untuk meminimalisir terjadinya penyediaan jasa yang tidak berkualitas (sub standar) oleh
penyedia jasa tersebut. Terkait dengan isu intervensi pemerintah dalam bentuk floor pricing tersebut,
beberapa temuan dalam penelitian sebelumnya dirangkum sebagai berikut:
No
1
Penulis dan tahun
J. Firdaus (2016)
2
Pradiatiningtyas, Diah
(2014)
Kusumaningrum, R., et
al (2010)
3
Temuan
Kepercayaan terhadap kualitas layanan yang disediakan oleh agen
perjalanan umroh sangat menentukan pilihan para konsumen
Dalam pemasaran online e-tourism, diperlukan kombinasi antara price,
product, place, dan promotion untuk memaksimumkan penjualan
Penetapan harga minimum (floor price) oleh pemerintah terhadap harga
gabah secara signifikan meningkatkan produksi petani, namun demikian
harga eceran beras di tingkat konsumen mengalami kenaikan sehingga
mengurangi permintaan beras konsumsi
Dalam analisis ini digunakan pendekatan kualitatif deskriptif terhadap permasalahan yang
ingin dibahas. Data dan informasi dikumpulkan dari data sekunder yang disediakan oleh BPS,
katadata.co.id, kemenag.go.id. dan sumber-sumber mass media lainnya. Selain itu juga digunakan data
primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan narasumber yaitu agen perjalanan umroh
backpacker “Musahefiz” sebagai salah satu penyedia jasa perjalanan umroh dengan harga murah. Pada
dasarnya pembahasan ini terutama didasarkan pada hasil studi kasus terhadap agen perjalanan umroh
tersebut, dengan pertimbangan bahwa Musahefiz adalah salah satu agen perjalanan umroh murah yang
baru tiga tahun beroperasi dengan jumlah konsumen atau jamaah meningkat setiap tahun; sebanyak
150 orang pada tahun 2015, 1313 orang pada tahun 2016, dan setidaknya 1000 orang pada tahun 2017
(jumlah belum final); sehingga dianggap memiliki informasi signifikan tentang agen perjalanan umroh
murah di Indonesia.
III.
Analisis/pembahasan
a.
Pasar jasa umroh
Ditinjau dari sisi konsumen, permintaan jasa perjalanan umroh mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Kementerian Haji Arab Saudi, sejak tahun 2015 setidaknya
sekitar 52 ribu orang asal Indonesia menjalankan umroh setiap bulan dan akan terus mengalami
kenaikan sebagai imbas dari lamanya masa tunggu haji yang mencapai rata-rata 17-20 tahun sejak
pendaftaran. Pada 2016, sejumlah 699.600 visa diterbitkan untuk memfasilitasi jamaah umroh dari
Indonesia. Selain itu, kemudahan akses informasi pada era digital mempermudah agen jasa umroh
menjangkau masyarakat melalui social media promotion. Dengan demikian dapat dipastikan
bahwa bisnis perjalanan umroh adalah pasar bisnis yang menjanjikan bagi produsernya.
Sementara dari sisi produsen, jumlah penyedia jasa yang mencapai ratusan menunjukkan
bahwa pasar jasa umroh cenderung dapat dikategorikan sebagai pasar persaingan sempurna
(competitive market). Pada Februari 2016 terdapat 648 biro perjalanan umroh/haji yang terdaftar
di Kementerian Agama. Di samping itu, masih terdapat banyak biro perjalanan lain yang belum
memiliki izin operasional dari Kementerian Agama namun masih dapat dengan leluasa
menjalankan bisnisnya.
b. Peluang bagi new entry producer untuk bersaing dalam pasar
Besarnya potensi permintaan dengan tren yang terus naik setiap tahunnya, ditambah
dengan diferensiasi produk jasa yang dapat ditawarkan, pada akhirnya menjadi insentif bagi
producer baru yang ingin masuk dalam pasar jasa umroh. Berdasarkan interview kepada
Musahefiz, diperoleh informasi relevan sebagai berikut:
1) Ditinjau dari jenis paket perjalanan umroh yang ditawarkan, terdapat dua jenis agen jasa
umroh yaitu penyedia paket umroh regular dan paket umroh backpacker. Pada umumnya,
paket umroh regular mematok harga yang lebih mahal, setidaknya USD1700 atau setara
Rp.23.000.000, sebesar standar AMPHURI. Sementara itu, penyedia jasa umroh backpacker
dapat menekan harga hingga mencapai Rp.15.500.000 per paketnya dengan kualitas layanan
yang setaraf paket regular termurah.
2) Penekanan biaya yang dilakukan oleh agen umroh backpacker antara lain berupa:
Tidak adanya komponen tambahan tour leader yang menyebabkan pembengkakan biaya
1 orang additional package yang berarti tambahan biaya tiket pesawat, hotel, visa, dan
perlengkapan, serta honorarium yang kemudian harus dibagi bebannya kepada jamaah;
Tidak diperlukannya biaya sewa kantor dan perlengkapannya sebagaimana diperlukan
oleh kantor-kantor agen perjalanan konvensional, termasuk biaya administrasi dan biaya
pegawai yang dapat diminimalisir;
Hunting tiket promo yang merupakan komponen utama pembentuk harga paket umroh;
Sebagian besar agen penyedia jasa umroh backpacker adalah agen perjalanan yang belum
berizin resmi Kementerian Agama, di mana komponen izin ini signifikan mempengaruhi
biaya paket karena harga pengurusannya sebesar Rp.200.000.000,00;
Biaya marketing dapat ditekan seminimal mungkin karena promosi dilakukan melalui
sosial media dan turunannya, yaitu informasi lisan berantai dari konsumen yang loyal dan
merekomendasikan agen travel tersebut kepada calon konsumen di sekitarnya; dan
Margin keuntungan yang tipis yaitu sekitar 50-100 USD per konsumen sehingga agen
umroh dapat menawarkan paket dengan harga yang semakin murah sesuai dengan asumsi
yang melekat bahwa umroh backpacker adalah umroh dengan biaya seminimal mungkin
untuk mendapatkan kualitas perjalanan tertentu.
3) Kemampuan agen umroh backpacker seperti Musahefiz untuk menekan biaya ini
menghasilkan penawaran beberapa paket perjalanan umroh dengan harga bervariasi sejak
awal berdiri tahun 2015 yaitu pada harga Rp.15.500.000 sampai dengan Rp.18.000.000 untuk
paket 9 hari perjalanan ke Madinah – Makkah tanpa tambahan kunjungan ke destinasi lain
seperti Mesir, Turki, atau Palestina. Dengan demikian, meskipun topik tentang paket umroh
murah saat ini menjadi isu sensitive semenjak booming kasus First Travel, namun Musahefiz
dan agen-agen umroh backpacker lain masih memiliki kekuatan untuk bertahan dalam pasar
jasa umroh dengan dukungan trust yang dibangun antara agen dengan konsumennya sebagai
penggerak utama promosi. Trust itu sendiri tercipta dari pengalaman yang baik yang
dirasakan oleh konsumen atas kualitas jasa yang diberikan oleh agen perjalanan umroh.
c.
Perlunya intervensi pemerintah
Pada kenyataannya, setelah booming kasus First Travel pada bulan Agustus 2017,
pemerintah melalui Kementerian Agama semakin gencar menyisir agen-agen perjalanan yang
ditengarai bermasalah, misalnya dengan mencabut izin 24 agen travel terdaftar termasuk First
Travel. Namun kemudian hal ini menimbulkan pertanyaan akan efektivitas perizinan dan
pengawasan agen travel umroh yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama. Kasus First
Travel membuktikan bahwa tidak semua agen travel yang telah berizin telah terjamin memiliki
standar pelayanan dan pengelolaan bisnis yang cukup mumpuni untuk melayani konsumen umroh
di Indonesia. Apalagi kemudian jika pemerintah menetapkan floor price atau harga minimum atas
paket umroh tanpa kajian yang melibatkan peluang penekanan harga ala agen umroh backpacker.
Di sisi lain, kehadiran agen umroh backpacker seperti Musahefiz yang mengandalkan
business process-nya pada media sosial dan teknologi informasi adalah sebuah keniscayaan dalam
pasar bisnis jasa di era digital saat ini. Sebagaimana terjadi pada sektor transportasi, fenomena
penyedia jasa online dengan persaingan harga murahnya pada akhirnya akan sulit untuk
dihilangkan dari pasar, bahkan kehadirannya justru akan dilirik sebagai potensi bisnis yang layak
untuk dikembangkan. Untuk itu dalam rangka meningkatkan social surplus baik itu di sisi
produsen maupun konsumen, pemerintah hendaknya lebih bijaksana dalam menentukan sikap,
baik itu dalam penentuan harga maupun dalam mekanisme pengawasan terhadap kinerja layanan
agen-agen perjalanan umroh di Indonesia.
Berkaca pada permasalahan serupa pada pasar tiket pesawat terbang, di mana terdapat pula
kelompok penyedia jasa penerbangan murah / low cost carrier (LCC), pemerintah melalui
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 126 Tahun 2015 menetapkan formulasi tarif tiket pesawat
berdasarkan komponen pembentuk biaya untuk tiga jenis kelas penerbangan: full service, medium
service, dan low cost carrier. Yang cukup menarik adalah bahwa regulasi tersebut mengatur
sekaligus kisaran harga minimum sampai dengan maksimum untuk masing-masing dari ketiga
jenis kelas layanan penerbangan pada setiap rute, dengan rata-rata harga batas dapat atas
mencapai 4x lipat harga batas bawah. Artinya, terdapat keleluasaan bagi maskapai untuk
menyesuaikan tarif sesuai dengan tingkat penawaran yang umumnya dipengaruhi oleh season.
Meskipun pada awalnya kebijakan penetapan batas harga minimum dan maksimum ini
sempat menuai protes karena dianggap tidak akan mampu menyelesaikan akar permasalahan
dalam keselamatan penerbangan di Indonesia, dan justru berpotensi mematikan penjualan dan
merugikan konsumen, namun pada akhirnya kebijakan tersebut dapat diterima oleh hampir semua
kalangan. Jika dihubungkan dengan apa yang diwacanakan terhadap jasa umroh backpacker,
maka kunci efektivitas keberhasilan pengaturan harga minimum penerbangan LCC terletak pada:
1) Penetapan tariff batas bawah (floor price) yang memperhitungkan dengan akurat komponen
biaya yang paling efisien namun logis untuk menyediakan setiap rute;
2) Pembagian kelompok harga sesuai dengan jenis layanan menjadi full service, medium, dan
low cost carrier (LCC) sehingga sejak awal calon konsumen pun lebih memahami standar
pelayanan yang akan diberikan oleh maskapai, dengan kata lain mengurangi risiko akibat
asymmetric information;
3) Adanya keleluasaan maskapai untuk menyesuaikan harga tiket pesawat sesuai dengan tingkat
permintaan pada setiap season, namun tetap dalam batasan harga maksimum (ceiling price)
yang telah memperhitungkan elastisitas permintaan.
IV.
Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan di atas, maka direkomendasikan kepada pemerintah khususnya
Kementerian Agama sebagai pembuat kebijakan untuk lebih berhati-hati dalam menetapkan kebijakan
terkait floor pricing harga paket umroh di Indonesia. Perlu lebih diteliti apakah penyebab utama (root
cause) terjadinya penipuan terhadap konsumen umroh. Jika masih dimungkinkan bentuk pencegahan
risiko terlantarnya jamaah umroh adalah dengan memperbaiki pengawasan, maka sebaiknya
pemerintah hendaknya mengevaluasi lagi mekanisme kontrolnya. Sebab, perjalanan umroh merupakan
salah satu kebutuhan dengan permintaan yang potensial dan jika dikelola dengan tepat akan
memberikan dampak yang lebih luas terhadap perekonomian.
Selain itu, untuk meminimalisir risiko kerugian bagi konsumen, kebijakan penetapan harga
batas bawah (floor price) adalah kebijakan yang relevan. Namun demikian, hendaknya nominal harga
minimum tersebut tidak ditetapkan tanpa melibatkan kajian yang memadai, misalnya hanya dengan
dasar perhitungan AMPHURI saja, maka harga minimum adalah USD 1700 atau Rp23juta. Lebih dari
itu, batasan harga paket umroh hendaknya ditetapkan seperti pada tariff tiket penerbangan yang
membagi berdasarkan kelompok layanan dan memberikan keleluasaan kisaran harga bagi penyedia
jasa untuk menyesuaikan tarifnya sesuai season atau musim permintaan perjalanan.
Referensi
https://open.lib.umn.edu/principleseconomics/chapter/4-2-government-intervention-in-market-prices-pricefloors-and-price-ceilings/
Firdaus, J. (2016). Analisis persaingan usaha tour andtravel umroh dan implikasinya (Studi komparasi di Shafira
dan Menara Suci Tour and Travel Cabang GKB Gresik). http://digilib.uinsby.ac.id
https://haji.kemenag.go.id/v3/content/standar-minimal-biaya-umrah-1700-dolar, diakses pada 11 November
2017 pukul 16.00. Standar Minimal Biaya Umrah 1.700 Dolar AS
https://tirto.id/komersialisasi-umrah-ketika-ibadah-bernilai-bisnis-Dl
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/03/03/berapa-jamaah-umrah-indonesia
http://www.hukumpedia.com/ahmadassegaf/penetapan-harga-dasar-tiket-pesawat-meningkatkan-keselamatan
http://www.biaya.net/2015/10/tarif-batas-atas-dan-batas-bawah-tiket.html
Pradiatiningtyas, Diah (2014). Pemasaran online melalui e-tourism, bauran pemasaran jasa pariwisata dan
pemosisian untuk promosi pariwisata daerah di Indonesia. Khasanah Ilmu Vol V No. 2 September 2014
Kusumaningrum, R., et al (2010). Dampak kebijakan harga dasar pembelian pemerintah terhadap penawaran dan
permintaan beras di Indonesia. Forum Pascasarjana Vol. 33 No. 4 Oktober 2010: 229-238
MIKROEKONOMI UNTUK KEBIJAKAN PUBLIK
Dosen: Dr. Alin Halimatussaadah
POLICY MEMO:
ANALISIS KEBIJAKAN
PENETAPAN FLOOR PRICE (HARGA MINIMUM) PAKET
JASA PERJALANAN UMROH
DI INDONESIA
Sofia Mahardianingtyas (1606961740)
MPKP 33 PAGI
Kebijakan :
Penetapan floor price atau harga minimum atas paket jasa perjalanan umroh di Indonesia
I.
Pendahuluan
Sebagai negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia, besarnya
permintaan paket perjalanan umroh di Indonesia menyebabkan persaingan yang cukup kompetitif di
antara biro-biro perjalanan tersebut. Kondisi demikian memicu munculnya penawaran harga paket
murah bahkan jauh di bawah rata-rata. Salah satu dampak negatif dari persaingan harga ini adalah
kualitas jasa paket perjalanan umroh yang di bawah standar minimum regulasi, bahkan terdapat
beberapa kasus paket perjalanan fiktif yang jelas-jelas merugikan konsumen. Dengan demikian
dibutuhkan campur tangan pemerintah untuk memperbaiki keadaan tersebut yaitu terutama untuk
melindungi kepentingan masyarakat sebagai konsumen jasa.
Bagaimanapun, pemerintah dengan kewajibannya menjamin keselamatan konsumen dari
tindakan penipuan tidak dapat mengabaikan pertimbangan penetapan harga minimum (floor price)
yang terbaik atas paket perjalanan umroh tersebut. Harga paket yang ditetapkan terlalu tinggi tidak
akan baik bagi konsumen karena mengurangi consumer surplus, sementara harga yang terlalu rendah
dikhawatirkan menjadi pengurang bagi tingkat layanan yang diberikan kepada konsumen, bahkan
sangat diantisipasi menimbulkan penipuan bagi konsumen jasa umroh. Untuk itu, perlu dilakukan
analisis yang lebih mendalam untuk memberikan pertimbangan yang cukup bagi pemerintah dalam
mengambil kebijakan penetapan harga minimum paket perjalanan umroh bagi konsumen di Indonesia.
Studi ini akan menelisik secara lebih mendalam bagaimana proses pembentukan harga paket umroh,
terutama pada biro perjalanan dengan tarif murah atau harga di bawah Rp. 23 juta sebagai harga
standar berdasarkan perhitungan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umroh Republik Indonesia
(AMPHURI), dan menganalisis kemampuan penyedia jasa tersebut untuk bertahan dalam pasar jasa
umroh, diiringi dengan adanya campur tangan pemerintah berupa penetapan harga minimum.
II.
Landasan Teori, Studi Literatur, dan Metodologi
Teori yang digunakan sebagai landasan dalam analisis ini adalah teori tentang intervensi
pemerintah dalam penetapan harga pasar. Pada dasarnya campur tangan pemerintah melalui
mekanisme penetapan harga minimum (floor price) bertujuan untuk melindungi produsen dari
kemungkinan bergeraknya harga sehingga menjadi terlalu rendah dan kurang memberikan insentif bagi
produsen. Di sisi lain, pemerintah dalam menetapkan kebijakan harga juga harus mempertimbangkan
aspek kepentingan konsumen. Dalam hal ini, kebijakan floor price merupakan salah satu tool atau
sarana untuk meminimalisir terjadinya penyediaan jasa yang tidak berkualitas (sub standar) oleh
penyedia jasa tersebut. Terkait dengan isu intervensi pemerintah dalam bentuk floor pricing tersebut,
beberapa temuan dalam penelitian sebelumnya dirangkum sebagai berikut:
No
1
Penulis dan tahun
J. Firdaus (2016)
2
Pradiatiningtyas, Diah
(2014)
Kusumaningrum, R., et
al (2010)
3
Temuan
Kepercayaan terhadap kualitas layanan yang disediakan oleh agen
perjalanan umroh sangat menentukan pilihan para konsumen
Dalam pemasaran online e-tourism, diperlukan kombinasi antara price,
product, place, dan promotion untuk memaksimumkan penjualan
Penetapan harga minimum (floor price) oleh pemerintah terhadap harga
gabah secara signifikan meningkatkan produksi petani, namun demikian
harga eceran beras di tingkat konsumen mengalami kenaikan sehingga
mengurangi permintaan beras konsumsi
Dalam analisis ini digunakan pendekatan kualitatif deskriptif terhadap permasalahan yang
ingin dibahas. Data dan informasi dikumpulkan dari data sekunder yang disediakan oleh BPS,
katadata.co.id, kemenag.go.id. dan sumber-sumber mass media lainnya. Selain itu juga digunakan data
primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan narasumber yaitu agen perjalanan umroh
backpacker “Musahefiz” sebagai salah satu penyedia jasa perjalanan umroh dengan harga murah. Pada
dasarnya pembahasan ini terutama didasarkan pada hasil studi kasus terhadap agen perjalanan umroh
tersebut, dengan pertimbangan bahwa Musahefiz adalah salah satu agen perjalanan umroh murah yang
baru tiga tahun beroperasi dengan jumlah konsumen atau jamaah meningkat setiap tahun; sebanyak
150 orang pada tahun 2015, 1313 orang pada tahun 2016, dan setidaknya 1000 orang pada tahun 2017
(jumlah belum final); sehingga dianggap memiliki informasi signifikan tentang agen perjalanan umroh
murah di Indonesia.
III.
Analisis/pembahasan
a.
Pasar jasa umroh
Ditinjau dari sisi konsumen, permintaan jasa perjalanan umroh mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Kementerian Haji Arab Saudi, sejak tahun 2015 setidaknya
sekitar 52 ribu orang asal Indonesia menjalankan umroh setiap bulan dan akan terus mengalami
kenaikan sebagai imbas dari lamanya masa tunggu haji yang mencapai rata-rata 17-20 tahun sejak
pendaftaran. Pada 2016, sejumlah 699.600 visa diterbitkan untuk memfasilitasi jamaah umroh dari
Indonesia. Selain itu, kemudahan akses informasi pada era digital mempermudah agen jasa umroh
menjangkau masyarakat melalui social media promotion. Dengan demikian dapat dipastikan
bahwa bisnis perjalanan umroh adalah pasar bisnis yang menjanjikan bagi produsernya.
Sementara dari sisi produsen, jumlah penyedia jasa yang mencapai ratusan menunjukkan
bahwa pasar jasa umroh cenderung dapat dikategorikan sebagai pasar persaingan sempurna
(competitive market). Pada Februari 2016 terdapat 648 biro perjalanan umroh/haji yang terdaftar
di Kementerian Agama. Di samping itu, masih terdapat banyak biro perjalanan lain yang belum
memiliki izin operasional dari Kementerian Agama namun masih dapat dengan leluasa
menjalankan bisnisnya.
b. Peluang bagi new entry producer untuk bersaing dalam pasar
Besarnya potensi permintaan dengan tren yang terus naik setiap tahunnya, ditambah
dengan diferensiasi produk jasa yang dapat ditawarkan, pada akhirnya menjadi insentif bagi
producer baru yang ingin masuk dalam pasar jasa umroh. Berdasarkan interview kepada
Musahefiz, diperoleh informasi relevan sebagai berikut:
1) Ditinjau dari jenis paket perjalanan umroh yang ditawarkan, terdapat dua jenis agen jasa
umroh yaitu penyedia paket umroh regular dan paket umroh backpacker. Pada umumnya,
paket umroh regular mematok harga yang lebih mahal, setidaknya USD1700 atau setara
Rp.23.000.000, sebesar standar AMPHURI. Sementara itu, penyedia jasa umroh backpacker
dapat menekan harga hingga mencapai Rp.15.500.000 per paketnya dengan kualitas layanan
yang setaraf paket regular termurah.
2) Penekanan biaya yang dilakukan oleh agen umroh backpacker antara lain berupa:
Tidak adanya komponen tambahan tour leader yang menyebabkan pembengkakan biaya
1 orang additional package yang berarti tambahan biaya tiket pesawat, hotel, visa, dan
perlengkapan, serta honorarium yang kemudian harus dibagi bebannya kepada jamaah;
Tidak diperlukannya biaya sewa kantor dan perlengkapannya sebagaimana diperlukan
oleh kantor-kantor agen perjalanan konvensional, termasuk biaya administrasi dan biaya
pegawai yang dapat diminimalisir;
Hunting tiket promo yang merupakan komponen utama pembentuk harga paket umroh;
Sebagian besar agen penyedia jasa umroh backpacker adalah agen perjalanan yang belum
berizin resmi Kementerian Agama, di mana komponen izin ini signifikan mempengaruhi
biaya paket karena harga pengurusannya sebesar Rp.200.000.000,00;
Biaya marketing dapat ditekan seminimal mungkin karena promosi dilakukan melalui
sosial media dan turunannya, yaitu informasi lisan berantai dari konsumen yang loyal dan
merekomendasikan agen travel tersebut kepada calon konsumen di sekitarnya; dan
Margin keuntungan yang tipis yaitu sekitar 50-100 USD per konsumen sehingga agen
umroh dapat menawarkan paket dengan harga yang semakin murah sesuai dengan asumsi
yang melekat bahwa umroh backpacker adalah umroh dengan biaya seminimal mungkin
untuk mendapatkan kualitas perjalanan tertentu.
3) Kemampuan agen umroh backpacker seperti Musahefiz untuk menekan biaya ini
menghasilkan penawaran beberapa paket perjalanan umroh dengan harga bervariasi sejak
awal berdiri tahun 2015 yaitu pada harga Rp.15.500.000 sampai dengan Rp.18.000.000 untuk
paket 9 hari perjalanan ke Madinah – Makkah tanpa tambahan kunjungan ke destinasi lain
seperti Mesir, Turki, atau Palestina. Dengan demikian, meskipun topik tentang paket umroh
murah saat ini menjadi isu sensitive semenjak booming kasus First Travel, namun Musahefiz
dan agen-agen umroh backpacker lain masih memiliki kekuatan untuk bertahan dalam pasar
jasa umroh dengan dukungan trust yang dibangun antara agen dengan konsumennya sebagai
penggerak utama promosi. Trust itu sendiri tercipta dari pengalaman yang baik yang
dirasakan oleh konsumen atas kualitas jasa yang diberikan oleh agen perjalanan umroh.
c.
Perlunya intervensi pemerintah
Pada kenyataannya, setelah booming kasus First Travel pada bulan Agustus 2017,
pemerintah melalui Kementerian Agama semakin gencar menyisir agen-agen perjalanan yang
ditengarai bermasalah, misalnya dengan mencabut izin 24 agen travel terdaftar termasuk First
Travel. Namun kemudian hal ini menimbulkan pertanyaan akan efektivitas perizinan dan
pengawasan agen travel umroh yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama. Kasus First
Travel membuktikan bahwa tidak semua agen travel yang telah berizin telah terjamin memiliki
standar pelayanan dan pengelolaan bisnis yang cukup mumpuni untuk melayani konsumen umroh
di Indonesia. Apalagi kemudian jika pemerintah menetapkan floor price atau harga minimum atas
paket umroh tanpa kajian yang melibatkan peluang penekanan harga ala agen umroh backpacker.
Di sisi lain, kehadiran agen umroh backpacker seperti Musahefiz yang mengandalkan
business process-nya pada media sosial dan teknologi informasi adalah sebuah keniscayaan dalam
pasar bisnis jasa di era digital saat ini. Sebagaimana terjadi pada sektor transportasi, fenomena
penyedia jasa online dengan persaingan harga murahnya pada akhirnya akan sulit untuk
dihilangkan dari pasar, bahkan kehadirannya justru akan dilirik sebagai potensi bisnis yang layak
untuk dikembangkan. Untuk itu dalam rangka meningkatkan social surplus baik itu di sisi
produsen maupun konsumen, pemerintah hendaknya lebih bijaksana dalam menentukan sikap,
baik itu dalam penentuan harga maupun dalam mekanisme pengawasan terhadap kinerja layanan
agen-agen perjalanan umroh di Indonesia.
Berkaca pada permasalahan serupa pada pasar tiket pesawat terbang, di mana terdapat pula
kelompok penyedia jasa penerbangan murah / low cost carrier (LCC), pemerintah melalui
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 126 Tahun 2015 menetapkan formulasi tarif tiket pesawat
berdasarkan komponen pembentuk biaya untuk tiga jenis kelas penerbangan: full service, medium
service, dan low cost carrier. Yang cukup menarik adalah bahwa regulasi tersebut mengatur
sekaligus kisaran harga minimum sampai dengan maksimum untuk masing-masing dari ketiga
jenis kelas layanan penerbangan pada setiap rute, dengan rata-rata harga batas dapat atas
mencapai 4x lipat harga batas bawah. Artinya, terdapat keleluasaan bagi maskapai untuk
menyesuaikan tarif sesuai dengan tingkat penawaran yang umumnya dipengaruhi oleh season.
Meskipun pada awalnya kebijakan penetapan batas harga minimum dan maksimum ini
sempat menuai protes karena dianggap tidak akan mampu menyelesaikan akar permasalahan
dalam keselamatan penerbangan di Indonesia, dan justru berpotensi mematikan penjualan dan
merugikan konsumen, namun pada akhirnya kebijakan tersebut dapat diterima oleh hampir semua
kalangan. Jika dihubungkan dengan apa yang diwacanakan terhadap jasa umroh backpacker,
maka kunci efektivitas keberhasilan pengaturan harga minimum penerbangan LCC terletak pada:
1) Penetapan tariff batas bawah (floor price) yang memperhitungkan dengan akurat komponen
biaya yang paling efisien namun logis untuk menyediakan setiap rute;
2) Pembagian kelompok harga sesuai dengan jenis layanan menjadi full service, medium, dan
low cost carrier (LCC) sehingga sejak awal calon konsumen pun lebih memahami standar
pelayanan yang akan diberikan oleh maskapai, dengan kata lain mengurangi risiko akibat
asymmetric information;
3) Adanya keleluasaan maskapai untuk menyesuaikan harga tiket pesawat sesuai dengan tingkat
permintaan pada setiap season, namun tetap dalam batasan harga maksimum (ceiling price)
yang telah memperhitungkan elastisitas permintaan.
IV.
Rekomendasi
Berdasarkan pembahasan di atas, maka direkomendasikan kepada pemerintah khususnya
Kementerian Agama sebagai pembuat kebijakan untuk lebih berhati-hati dalam menetapkan kebijakan
terkait floor pricing harga paket umroh di Indonesia. Perlu lebih diteliti apakah penyebab utama (root
cause) terjadinya penipuan terhadap konsumen umroh. Jika masih dimungkinkan bentuk pencegahan
risiko terlantarnya jamaah umroh adalah dengan memperbaiki pengawasan, maka sebaiknya
pemerintah hendaknya mengevaluasi lagi mekanisme kontrolnya. Sebab, perjalanan umroh merupakan
salah satu kebutuhan dengan permintaan yang potensial dan jika dikelola dengan tepat akan
memberikan dampak yang lebih luas terhadap perekonomian.
Selain itu, untuk meminimalisir risiko kerugian bagi konsumen, kebijakan penetapan harga
batas bawah (floor price) adalah kebijakan yang relevan. Namun demikian, hendaknya nominal harga
minimum tersebut tidak ditetapkan tanpa melibatkan kajian yang memadai, misalnya hanya dengan
dasar perhitungan AMPHURI saja, maka harga minimum adalah USD 1700 atau Rp23juta. Lebih dari
itu, batasan harga paket umroh hendaknya ditetapkan seperti pada tariff tiket penerbangan yang
membagi berdasarkan kelompok layanan dan memberikan keleluasaan kisaran harga bagi penyedia
jasa untuk menyesuaikan tarifnya sesuai season atau musim permintaan perjalanan.
Referensi
https://open.lib.umn.edu/principleseconomics/chapter/4-2-government-intervention-in-market-prices-pricefloors-and-price-ceilings/
Firdaus, J. (2016). Analisis persaingan usaha tour andtravel umroh dan implikasinya (Studi komparasi di Shafira
dan Menara Suci Tour and Travel Cabang GKB Gresik). http://digilib.uinsby.ac.id
https://haji.kemenag.go.id/v3/content/standar-minimal-biaya-umrah-1700-dolar, diakses pada 11 November
2017 pukul 16.00. Standar Minimal Biaya Umrah 1.700 Dolar AS
https://tirto.id/komersialisasi-umrah-ketika-ibadah-bernilai-bisnis-Dl
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/03/03/berapa-jamaah-umrah-indonesia
http://www.hukumpedia.com/ahmadassegaf/penetapan-harga-dasar-tiket-pesawat-meningkatkan-keselamatan
http://www.biaya.net/2015/10/tarif-batas-atas-dan-batas-bawah-tiket.html
Pradiatiningtyas, Diah (2014). Pemasaran online melalui e-tourism, bauran pemasaran jasa pariwisata dan
pemosisian untuk promosi pariwisata daerah di Indonesia. Khasanah Ilmu Vol V No. 2 September 2014
Kusumaningrum, R., et al (2010). Dampak kebijakan harga dasar pembelian pemerintah terhadap penawaran dan
permintaan beras di Indonesia. Forum Pascasarjana Vol. 33 No. 4 Oktober 2010: 229-238