447 KEBIJAKAN MONETER SEKTOR PERBANKAN D

Jur nal Keuangan dan Perbankan, Vol. 14, No. 3 Sept em ber 2010, hlm . 447–458
Terakreditasi SK. No. 167/ DIKTI/ Kep/2007

KEBIJAKAN M ONETER, SEKTOR PERBANKAN,
DAN PERAN BADAN SUPERVISI
Ahmad Erani Yustika
Fakult as Ekonomi Universit as Brawijaya
Jl. M T.Haryono No.165 M alang, 65145

Eka Heni Sulistiani
The Economic Reform Inst it ut e (ECORIST)

Abstract
Besides fiscal policy, monetar y policy was the main instr ument in designing economic policy. of cour se, the
r ole of centr al bank, in this case Bank Indonesia, was so vital in for mulating monet ar y policy. Since some
year s ago, Bank Indonesia had decided that the tar get of monetar y policy was only to keep inflation, known
inflation tar geting. This policy had a str ong point because BI could focus in keeping economic st ability.
How ever, the weakness of this policy was its tendency not to be adaptive w ith national economic situation,
such as pover ty and unemployment pr oblems. Anyway, BI independence also gave a good benefit because BI
could for mulate a policy as needed without any inter vention fr om other inter est , like politic. However, in the
implementation, the independence should not come into management , including monetar y policy management. This was the impor tant thing in giving a chance for BSBI (Super vision Boar d of Bank Indonesia) to

watch BI, including monetar y policy, without distur bing BI independence in for mulating a policy. Thus, the
pur pose of independence still became a domain owned by BI, but t he implementation of the policy could be
the object of watching.

Key wor ds: monetar y policy, inflation tar geting, BI independence

Salah satu tugas ter pent ing yang har us diemban oleh
set iap pemer intah, khususnya di bidang ekonomi,
adalah tercapainya stabilitas ekonomi. Sebab, dengan
t er capainya stabil itas ekonomi kegiatan-kegiatan
pembangunan (ekonomi) lebih mudah untuk dijalankan. Stabilitas ekonomi suatu negara bisa diusahakan
dengan banyak jalan, namun hampir past i ber singgungan dengan salah satu dar i dua kebijakan ber ikut,
yakni fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal ber kaitan
dengan selur uh instr umen ekonomi yang menggunakan sumber daya anggaran negara (APBN). Semen-

tara itu, kebijakan moneter ber ur usan dengan pengendalian ekonomi yang memakai instr umen suku bunga,
inflasi, uang beredar, nilai tukar, dan lain sebagainya.
Kebijakan moneter ini semuanya berada di baw ah
kendali Bank Bentral (Bank Indonesia/ BI). Kemajuan
dan sekaligus instabilitas sektor keuangan yang luar

biasa dalam beberapa dekade t er akhir tur ut menjad ikan kebi jakan mon et er sangat r elevan un tuk
ditelaah sehingga nant inya ber potensi menyumbangkan stabilitas ekonomi yang diidamkan.

Korespondensi dengan Penulis:
Ah m ad Er an i Yu st ika: Telp. +62 341 418 871
E-mail: erani@f e.unibraw.ac.id; erani73@yahoo.com

| 447 |

Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 14, No. 3 September 2010: 447–458

KERANGKA KEBIJAKAN M ONETER

pengambilan kebijakan moneter har uslah hat i-hat i
dan diper t imbangkan secara komprehensif.

Ragam Sasaran Kebijakan M oneter
Dalam kaitannya dengan tujuan mencapai stabilitas ekonomi, kebijakan moneter ber sifat dinamis
dan selalu disesuaikan dengan kebutuhan suatu negara. Tetapi, kebanyakan negara menetapkan empat hal

yang menjadi ul timate t ar get dar i kebijakan moneter
(Pohan, 2008), yakni: (1) Per tumbuhan ekonomi dan
pemerataan pendapatan; (2) Kesempatan ker ja; (3)
Kestabilan har ga; (4) Keseimbangan neraca pembayar an
Per tumbuhan ekonomi pent ing untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan menyerap tenaga
ker ja. Kestabilan har ga per lu dijaga untuk mendukung kegiatan perekonomian dan ketenteraman kehidupan masyarakat . Demikian pula kondisi neraca
pembayaran yang menjadi rapor transaksi lalu lintas
barang dan jasa suatu negara, juga sangat pent ing
untuk melihat sejauh mana kekuatan ekonomi nasional. Secar a ideal, semua sasar an per ekonomian
ter sebut dapat dicapai secara serempak dan opt imal.
Namun, ker ap kali kebijakan yang diambil hanya ber hasil pada sebagian sasaran ataupun ber sifat kontradikt if dengan kondisi sasaran yang lain. Sehingga sangatlah sulit untuk mencapai semua sasaran secara
serempak dan opt imal.
Misalnya, jika bank sentral dalam momentum
t er t en tu h en dak m elak uk an ek sp an si m on et er
( melalui penambahan jumlah uang ber edar ) yang
ber tujuan mendorong t ingkat per tumbuhan ekonomi
dan memper luas kesempatan ker ja. Langkah itu disatu sisi dapat memenuhi sasaran yang ingin dicapai
( per tumbuhan ekonomi), t etapi t indakan ter sebut
dapat berdampak t idak menguntungkan bagi stabil itas har ga dan keseimbangan neraca pembayaran
karena langkah ekspansi moneter ter sebut ber potensi menimbulkan inflasi. Sebal iknya, per lakuan kebijakan moneter yang ketat akan menunjang tercapainya kestabilan har ga dan keseimbangan ner aca

pembayaran, tetapi konsekuensinya adalah penur unan laju per tumbuhan ekonomi yang berakibat pada
meningkatnya t ingkat pengangguran. Oleh karena itu,

Problem Kebijakan M oneter
Senada dengan ultimate goal kebijakan moneter
yang dikemukakan di muka, Indonesia juga ber upaya
mengatasi problem mendasar seper t i yang dialami
oleh negara-negara lainnya. Kebijakan moneter yang
diterapkan akan selalu ber hadapan dengan tantangan
globalisasi keuangan, sinkronisasi kebijakan fiskal, situasi makro ekonomi, tata niaga, dan kondisi distribusi
yang memengar uhi inflasi (misalnya volatile foods).
Di luar itu, strategi dan kebijakan yang ditempuh pemer intah dalam upaya stabilitas ekonomi nasional mencakup pula sejumlah langkah kebijakan
dan penataan kelembagaan di bidang moneter. Dar i
sisi kebijakan, langkah-langkah kebijakan monet er
yang ditempuh lebih diarahkan kepada upaya menciptakan dan menjaga stabilitas moneter. Dengan masih rentannya nilai tukar r upiah dan relat if t ingginya
inflasi, kebijakan moneter yang hati-hat i (pr udent) pada mulanya lebih ditekankan pada pengendalian jumlah uang beredar melalui pencapaian sasaran operasional uang pr imer.
Di sini, jenis kebijakan dan sasar an moneter
yang dikawal BI mengalami evolusi sesuai dengan pasang-sur ut per kembangan ekonomi dan iklim polit ik
bangsa Indonesia. Per kembangan ekonomi sangat
ber pengar uh ter hadap pelaksanaan kebijakan moneter, t idak hanya karena kebijakan moneter itu diarahkan untuk memengar uhi ber bagai var iabel ekonomi makro, khususnya inflasi dan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga karena per kembangan ekonomi akan

menentukan bagaimana reaksi BI dalam mer umuskan kebijakan moneter nya (War jiyo & Solikin, 2004).
Tentu saja, kebijakan moneter yang ditetapkan
BI memiliki pengar uh ter hadap perekonomian, baik
dalam j an gka pendek m aupun pan jang. Kor elasi
kebijakan moneter ter hadap perekonomian nasional
biasanya terdir i dar i empat jalur, yaitu efek subt itusi,
efek suku bunga, efek kekayaan, dan efek ekspektasi
masyarakat (secara ringkas, korelasi kebijakan moneter dengan perekonomian dapat dilihat pada Tabel 1).

| 448 |

Kebijakan M oneter, Sektor Perbankan, dan Peran Badan Supervisi

Ahmad Erani Yustika dan Eka Heni Sulistiani

Keempat jalur itulah yang menjadi hubungan sebab
akibat antara kebijakan moneter dengan perekonomian secara makro. Relasi yang demikian kompleks ini
pula yang harus menjadi pert imbangan bagi pengambil kebijakan moneter untuk menentukan tar get kebijakan moneter yang akan dituju dan bagaimana strategi pencapaiannya.

Penargetan Inflasi

Kr isis keuangan dan moneter yang ter jadi pada
medio 1997/ 1998 lalu telah banyak mendorong refor masi di bidang ekonomi, ter masuk refor masi dalam
str at egi kebijakan monet er yang diar ahkan untuk
men gemban am anat pen capai an tar get stabil i tas
har ga. Secara singkat, sejak 2001 (dan mulai intensif
dilaksanakan pada 2005) kebijakan moneter dikonsen tr asikan untuk mer aih sasar an tunggal, yakni
mengendalikan inflasi ( inflation t ar geting/ IT). Peralihan strategi kebijakan moneter menuju IT ini diemban untuk menggant ikan amanat-amanat lama yang
kurang realist is dipanggul oleh otor itas moneter, misalnya pen capaian tar get per tumbuhan ekon omi,
pengurangan pengangguran, dan lain-lain.
Secara singkat, penar getan inflasi ini melayani
dua fungsi pent ing: (1) memer baiki komunikasi antara pengambil kebijakan dan publik (masyarakat);
dan (2) menyelenggarakan prakt ik pembuatan kebij ak an m on et er yan g d i si p l i n dan ak un tabel
(Ber nanke, et. al ., 1999). IT dilakukan dengan mengumumkan kepada publik mengenai tar get inflasi jang-

ka menengah dan komitmen BI untuk mencapai stabilitas har ga sebagai tujuan jangka panjang kebijakan
moneter. Demikian pula, penentuan suku bunga yang
dapat memengar uhi per mintaan agregat juga bagian
pent ing dalam for mulasi kebijakan monet er. Pada
aspek ini, pengar uh per ubahan suku bunga jangka
pen dek d itr an sm i si kan pada suku bunga j an gk a

menengah dan panjang. Terakhir, BI juga memutuskan jumlah uang beredar yang dicapai melalui penetapan sasaran peredaran uang pr imer di masyarakat .
Pencapaian tar get inflasi yang rendah mer upakan agenda besar yang saat ini diemban oleh Bank
Indonesia. Tar get ini tentunya t idak ter lepas dar i kerangka kebijakan moneter yang diimplementasikan
Bank Indonesia, yaitu i nflati on t ar geti ng. Namun,
menyadar i adanya hal yang ber sifat tr ade-off pada
pencapaian sasaran perekonomian, otor itas moneter
biasanya har us memilih ber bagai alt er nat if yang
paling memungkinkan dan menguntungkan. Menur ut Pohan (2009), alter nat if per tama adalah memilih
salah satu sasaran untuk dicapai secara opt imal dan
mengabaikan sasaran lainnya. Alter nat if kedua dengan mengupayakan mencapai semua tar get dengan
r isiko t idak ada satupun yang tercapai. Untuk dapat
m en ggapai sasar an i n f lasi yan g d i i n gi n k an , BI
memiliki instr umen yang memungkinkan pengendalian ter sebut . Instr umen ter sebut di antaranya: (1)
Operasi pasar ter buka (open mar ket oper ation) , yang
ditujukan untuk memengar uhi uang inti yang beredar
di masyarakat . (2) Fasilitas diskonto (discount loans) ,

Tabel 1. Korelasi Kebijakan M oneter terhadap Perekonomian
Jalur
Efek subst itusi (subst itut ion

effect)

Efek yang Timbul
Kelebihan uang akan dibelanjakan
barang dan jasa

Efek suku bunga (interest rat es
effect)
Efek kekayaan (w ealth effect)

Kelebihan uang dibelikan financial
asset s
Karena inflasi, masyarakat yang
memiliki aset riil merasa lebih kaya
M asyarakat melakukan antisipasi
t erhadap inflasi

Efek ekspekt asi masyarakat
(expectation effect )
Sum ber : Pohan, 2008.


| 449 |

 Permintaan terhadap barang dan jasa
Akibat

 Produksi meningkat
 Permintaan terhadap financial asset s
meningkat

 Perasaan lebih kaya masyarakat akan
meningkat

 Pengusaha meningkat kan harga
 Pekerja meminta kenaikan upah

meningkat kan konsumsi barang dan jasa

Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 14, No. 3 September 2010: 447–458


yaitu surat utang jangka pendek yang diter bitkan oleh
BI den gan si st em d i sk on t o. Dalam i n str u m en
ter sebut, BI ber fungsi sebagai t he lender of t he last
r esor t jika ada salah satu bank yang membutuhkan
dan a talan gan ber si fat pen t i n g dan ber pot en si
sistemik jika t idak dipinjamkan.Giro wajib minimum
atau cadangan wajib (r eser ved r equir ements) , yaitu
kebijakan BI untuk jumlah dana cadangan yang wajib
ditar uh bank umum di bank sentral.
Terdapat empat cir i pokok kebijakan moneter
dengan inflation t ar geting fr amewor k (ITF). Per t ama,
inflasi mer upakan sasaran utama kebijakan moneter.
Ar t inya, in flasi mer upak an pr i or itas pen capaian
(overriding objectives) dan acuan (nominal anchor) bagi
kebijakan moneter. Kedua, kebijakan moneter ber sifat

ant isipat if (for w ar d looki ng) . Men gingat dampak
kebi j ak an m on et er m em er luk an w ak tu hi n gga
mencapai tujuan akhir (time lag) , maka kebijakan moneter har us memer hat ikan sasaran inflasi ke depan.

Ketiga, kaidah atau per t imbangan respons kebijakan
moneter. Misalnya, dalam hal ter jadi tekanan inflasi
ke depan, Bank Indonesia mau t idak mau har us meningkatkan suku bunga. Keempat , mengacu kepada
pr insip tata kelola yang sehat (good gover nance) . Dalam
ar t ian har us ada kejelasan tujuan, tr anspar an, dan
akuntabel (Pohan, 2008).
Sungguh pun begitu, selama pelaksanaan kebijakan IT ini, kiner ja pencapaian tar get inflasi yang
dicanangkan oleh BI relat if t idak dapat dicapai, entah
disebabkan oleh faktor domest ik maupun luar neger i

Ker angka Ker ja Kebij akan Monet er

Ker angka Oper asional

Instrumen

OPT
Fas. Di skonto

GWM
Imbauan, dll

Kerangka Strategis

Sasaran
Operasiona
l

Sasaran
Antara

Sk bunga jk
pendek
Uang pri mer

Sk bunga jk pj

M1, M2, kredit

Sasaran
Akhir

Inflasi
Per tumbuhan ek.

Jangkar
Nominal

Penar get a

Nilai tukar
Besar an moneter
Inflat ion tar geting
Output nominal
No explicit nominal anchor

Gambar 1. Kerangka Kebijakan M oneter

Sum ber: Sat ria, 2009

| 450 |

Kebijakan M oneter, Sektor Perbankan, dan Peran Badan Supervisi

Ahmad Erani Yustika dan Eka Heni Sulistiani

yang t idak mampu ter prediksi sebelumnya. Selain itu,
r endahnya pencapaian kiner j a pencapaian tar get
inflasi juga di sebabkan oleh lemahnya efekt ivitas
instr umen moneter yang digunakan dalam pencapaian tar get i n flasi . Dalam kon t ek s i n i , i n str um en
m on et er ( base m on ey) d i an ggap ku r an g dap at
dikendalikan jumlahnya oleh bank sentral, sehingga
berdampak pada rendahnya kiner ja pencapaian tar get inflasi yang ditetapkan oleh BI. Meskipun demikian, kebijakan moneter t idak selamanya berdimensi
posit if, baik sasaran moneter kuant itas, sasaran inflasi, dan sasaran kur s memiliki keunggulan dan kelemahan ( ikht isar nya bisa dilihat pada Tabel 2).
Dar i deskr ipsi ter sebut bisa dikatakan bahwa
secara teor it is menempatkan inflasi sebagai anchor
kebijakan moneter dalam beberapa aspek member ikan manfaat (walaupun tentu saja bukan tanpa kele-

m ahan ) , d i an tar anya: ( i ) m udah di paham i oleh
masyarakat, karena masyarakat hanya akan melihat
ukuran keber hasilannya pada pencapaian laju inflasi;
( ii) dapat menciptakan ekspektasi yang rendah ter hadap inflasi sehingga pada akhir nya dapat menghasilkan t ingkat inflasi aktual sesuai yang diinginkan;
( iii) dapat menghindar i kemungkinan munculnya kebijakan yang dapat menimbulkan deviasi ter hadap
pencapaian tar get inflasi ( discretionar y policy). Namun
yang per lu digar isbawahi adalah, meskipun hanya
satu tujuan implementasi kebijakan inflation t ar geti ng t idak sem udah yang d i bayangkan. Di antar a
penyebabnya adalah banyaknya faktor -faktor moneter dan non-moneter, ter masuk di luar faktor ekonomi, yang sangat sulit dikendalikan oleh bank sentral
sebagai inst itusi yang ber tanggungjawab atas implementasi kebijakan moneter ( Sabir in, 2002; Ismail,
2003) .

Tabel 2. Keunggulan dan Kelemahan Sasaran M oneter Kuantitas, Sasaran Inflasi, dan Sasaran Kurs
Keunggulan

Sasaran Kuantitas
Kebijakan monet er yang
independen

Sasaran Inflasi
Kebijakan monet er yang
independen

Dapat dipusat kan pada fenomena
domest ik

Dapat dipusat kan pada fenomena
domest ik

Ada signal dari sasaran antara
dalam pencapaian sasaran yang
t elah ditet apkan

Penentuan sasaran jelas dan
sederhana
Tidak tergant ung pada kest abilan
hubungan ant ara uang dan inflasi

Kelemahan

Tergant ung pada definisi at au
konsep uang yang digunakan

M eningkatkan akunt abilitas bank
sentral
Dapat mengurangi efek kejut an
yang bersifat inflasioner
Kelambatan signal at au indikasi
t entang pencapaian sasaran

Tergant ung pada st abilit as
hubungan ant ara uang dan inflasi
dan/ atau permint aan uang

Dapat menyebabkan terjadinya
fluktuasi keluaran (out put ), jika
sasaran t erfokus pada inflasi

Sasaran Kurs
Dapat secara langsung
mengendalikan inflasi yang
disebabkan oleh barangbarang yang
diperdagangkan secara
internasional

Berperan secara otomat is
dalam pengelolaan
kebijakan at au sasaran
moneter
Penentuan sasaran jelas
dan sederhana

Kebijakan monet er yang
t idak independen
Terbuka unt uk mot if-mot if
spekulasi
Keterlambat an dan
kemungkinan kehilangan
signal at au indikasi perilaku
kurs

Sum ber : Insukindr o, 2003.

| 451 |

Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 14, No. 3 September 2010: 447–458

mor al hazar d yang mengakibatkan adanya bank-bank
ber masalah

DINAM IKA SEKTOR PERBANKAN
Urgensi Stabilitas Sektor Keuangan
Stabilitas keuangan mer upakan hal yang t idak
boleh diabaikan dalam for mulasi kebijakan stabilitas
ekonomi secara keselur uhan. Stabilitas keuangan yang
ber makna menjaga sistem keuangan tetap stabil dan
efisien mer upakan per hat ian utama bank sentral karena keberadaannya sangat ber pengar uh t er hadap
efekt ivitas kebijakan moneter ( Plender leith, 2009).
Goeltom (2007) juga menyatakan, stabilitas keuangan
menjadi bagian yang pent ing dalam per tumbuhan
ekonomi set idaknya dikar enakan dua hal. Per t ama,
stabilitas keuangan menyediakan jaminan dan lingkungan pendukung bagi nasabah dan investor yang
menempatkan dananya di dalam inst itusi keuangan.
Dengan stabilitas ini, di satu sisi t erdapat proteksi
keamanan dan di sisi yang lain inst itusi keuangan
lebih mempunyai pil ihan atas kelebihan l ikuditas
yang dimilikinya untuk disalur kan kepada beberapa
sektor ekonomi. Kedua, stabilitas keuangan akan menjadi st imulus pent ing dalam memper lancar fungsi
inter mediasi, memper kuat operasional dar i mar ket
for ce, meningkatkan alokasi sumber daya pendukung
pertumbuhan ekonomi, dan menambah kesinambungan investasi dalam rangka menaikkan per tumbuhan
ekonomi.
Di sini Indonesia per nah ber pengalaman mengalami kr isis ekonomi dan keuangan yang ter jadi pada
per t engahan Juli 1997, yang mer upakan cont agi on
effect regional dari kr isis yang dialami negara Asia lain,
yaitu Thailand. Kr isis ter sebut diawali dengan jatuhnya nilai tukar r upiah ter hadap US Dollar. Timbulnya
kr isis ini mengakibatkan keper cayaan inter nasional
pada perekonomian Asia, ter masuk Indonesia, menjadi goyah. Cont agion effect yang ter jadi ini w ajar kar ena pada dasar nya perekonomian negara-negar a
Asia mempunyai kar akt er ist ik ser upa ( Pr aset iantono; dalam Maski, 2007), seper t i: (1) over investment
yang mengakibatkan kredit macet; (2) over heating
yang ditandai dengan defisit transaksi ber jalan; (3)
utang luar neger i swasta dengan jumlah besar dan
dalam jangka pendek segera jatuh tempo; (4) prakt ik

BI memiliki wewenang member ikan dan mencabut izin atas lembaga dan kegiatan usaha ter tentu
(bank), menetapkan peraturan, melaksanakan pengaw asan bank, ser ta mengenakan sanksi t er hadap
bank. Wew enang ter sebut ber fungsi mengatur dan
mengawasi bank yang diarahkan untuk mengopt imalkan fungsi per bankan Indonesia sebagai: (1) lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana; (2) pelaksana kebijakan monet er ; ( 3) lembaga yang ikut
ber peran dalam membantu per tumbuhan ekonomi
ser ta pemer ataan
Oleh karena itu, agar tercipta sistem per bankan
yang sehat, baik sistem per bankan secara menyelur uh maupun individual, dan mampu memelihara kepent ingan masyarakat dengan baik, maka untuk mencapai tujuan ter sebut BI menyusun pendekatan yang
di lakukan dengan m en er apkan ( Ban k In donesi a,
2009): (1) kebijakan yang member ikan keleluasaan
ber usaha (deregulasi). (2) Kebijakan pr insip kehat ihat ian bank (pr udenti al banking) . (3) Pengaw asan
bank yang mendorong bank melaksanakan secara konsisten ketentuan inter nal yang dibuat sendir i (sel f
r egulat or y banki ng) dalam melaksanakan kegiatan
operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip
kehat i-hatian.

Sektor Perbankan: Belajar dari Krisis
Sektor per bankan mer upakan bagian vital dalam perekonomian yang ber fungsi melakukan inter mediasi keuangan ser ta menjamin sistem pembayar an yang mendukung dalam pr oses pembangunan
ekonomi. Seir ing dengan per jalanan waktu, sektor
per bankan mengalami transfor masi dan per ubahan
yang memengar uhi akt ivitas bisnis int inya, yang
sehar usnya menjadi lembaga inter mediasi yang ber peran akt if mendukung kegiatan bisnis yang produktif
dengan member ikan pinjaman modal ker ja ataupun
investasi.
Pada saat kr isis 1997/ 1998 dan memasuki refor masi ekonomi, pemer intah dan BI mengeluar kan

| 452 |

Kebijakan M oneter, Sektor Perbankan, dan Peran Badan Supervisi

Ahmad Erani Yustika dan Eka Heni Sulistiani

ber bagai kebijakan di bidang per bankan. Kebijakan
ter sebut antara lain program penjaminan pemer intah dengan member ikan dana talangan kepada bankbank yang m engalami r ush , pembentukan Badan
Penyehatan Per bankan Nasional (BPPN), dan restr uktur isasi per bankan (Suseno & Abdullah, 2004).

dar i bank-bank yang akt if secara inter nasional. (3)
Membentuk kerangka yang dapat diaplikasikan secara
konsisten dengan ber pandangan untuk mengurangi
‘ket idaksetar aan dalam per saingan’ (competi tive inequalities) antara bank-bank yang akt if secara inter nasional.

Dalam mengatasi kr isis per bankan sendir i, ada
empat kebijakan utama yang dilakukan oleh pemer intah dan BI (Satr ia, 2009), yakni: pember ian bantuan
likuiditas bank Indonesia, program penjaminan pemer intah, pendir ian badan penyehatan per bankan
nasional (BPPN), dan restr uktur isasi per bankan.

Meskipun demikian, Basel I dinilai masih memiliki beberapa kelemahan, di antaranya (Idroes, 2008):
pendekatan portofolio belum diakomodasi, netting belum diizinkan, eksposur r isiko pasar pada Basel I diregulasi secara samar -samar, dan pendekatan Basel I
member ikan pembobotan pada bobot r isiko akt iva
yang sama ter hadap semua pinjaman kor porat tanpa
memedulikan per ingkat kredit dar i debitur

Pada saat itu kr isis tersebut, pemer intah (melalui BI) membekukan kegiatan oper asional 16 bank
umum di Indonesia (Zulverdi, et. al., 2007). Penutupan
bank ter sebut telah mengakibatkan ter jadinya penar ikan dana besar -besaran (bank r uns) pada sejumlah
bank. Hal ini bila t idak disikapi tentu akan menimbulkan r isiko sistemik pada perekonomian. Argumentasi
itu pula yang mendasar i BI dan pemer intah untuk
member ikan BLBI. Pember ian BLBI secar a umum
dilakukan untuk mengembalikan t ingkat kepercayaan masyarakat, sehingga dapat mengurangi potensi
ter jadinya bank r uns.
Dalam memonitor kondisi dan akt ivitas per bankan, BI dapat melihat pada laporan ber kala dan
laporan lainnya yang diter bitkan oleh bank. Laporan
ber kala dapat berdurasi har ian, mingguan, bulanan,
tr iw ulanan, semesteran, tahunan, dan t iga tahunan.
Sementara itu, laporan lainnya dapat ber upa laporan
kelembagaan, kepengur usan, operasional, pembinaan dan pengawasan, transaksi keuangan mencur igakan, ser ta produk dan akt ivitas bar u bank. Dengan
adanya laporan ter sebut BI diharapkan dapat mengawasi kondisi bank maupun dapat mengendus ket idakberesan yang menjangkiti tubuh bank bersangkutan.
Di luar itu, BI juga dihadapkan pada problem
implementasi Basel I yang kemudian digant ikan oleh
Basel II. Tiga tujuan utama dalam mengembangkan
kesepakatan Basel I adalah: (1) meningkatkan kekuatan dan stabilitas sistem per bankan inter nasional. (2)
Menciptakan kerangka pengukuran kecukupan modal

Kemudian pada 1999 Komite Basel mulai meningkatkan ker jasama dengan bank-bank utama dar i
negara anggota untuk mengembangkan kesepakatan
modal (capit al accor d) yang bar u. Tujuan utamanya
adalah untuk mengarahkan semua r isiko per bankan
ke dalam suatu kerangka pemikiran kecukupan modal
secara menyelur uh. Kesepakatan bar u yang ditetapkan dikenal dengan nama kesepakatan Basel II.

Desain Pengawasan Perbankan
Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliput i wewenang sebagai ber ikut (Bank Indonesia,
2009): (1) kew enangan member ikan izin (r i ght t o
license) , yaitu kewenangan untuk menetapkan tata cara perizinan dan pendirian suatu bank. (2) Kewenangan untuk mengatur (r ight t o r egulate) , yaitu kew enangan untuk menetapkan ket entuan menyangkut
aspek usaha dan kegiatan per bankan. (3) Kewenangan untuk mengawasi (r ight t o contr ol) , yaitu kewenangan untuk mengaw asi bank. ( 4) Kew enangan
untuk mengenakan sanksi (r ight t o impose sanction) ,
yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai
ket entuan per undang-undangan.
Dalam menjalankan tugas pengaw asan bank,
saat ini BI melaksanakan sistem pengawasannya ber dasarkan kepatuhan (compliance based super vision) dan
pengawasan berdasar kan r isiko ( r isk based super vision / RBS). Dengan adanya pendekatan RBS ter sebut

| 453 |

Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 14, No. 3 September 2010: 447–458

bukan berar t i mengesampingkan pendekatan berdasar kan kepatuhan, namun mer upakan upaya untuk
menyempur nakan sistem pengawasan sehingga dapat meningkat kan efekt ivitas dan efi siensi pengaw asan per bankan . Secar a ber tahap, pendekatan
pengaw asan yang diter apkan BI akan ber alih menjadi sepenuhnya pengawasan berdasar kan r isiko.
Tugas BI untuk m en gaw asi ban k menur ut
Undang-undang No. 23/ 1999 ber sifat sementara. Nam un , men gin gat aman at pem bentukan lem baga
pengaw asan sektor jasa keuangan, yaitu selambatlambatnya tanggal 31 Desember 2002 telah terlampaui,
sehingga pada Undang-Undang No. 3/ 2004 ditegaskan kembali bahwa pengawasan ter hadap bank akan
dilaksanakan oleh lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang independen yang akan dibentuk selambat-lambatnya pada 31 Desember 2010. Pengunduran batas waktu pembentukan lembaga ter sebut
ditetapkan dengan memer hat ikan kesiapan sumber
daya manusia dan infrastr uktur lembaga ter sebut dalam mener ima pengalihan pengawasan bank dar i BI.
Dengan demikian, peran BI akan lebih difokuskan pada per masalahan kebijakan moneter.
Sementara itu, hal lain yang juga per lu dicer mat i adalah keberadaan Ar sitektur Per bankan Indonesia (API). API sendir i mer upakan suatu kerangka
dasar sist em per ban kan I ndonesia yang ber sifat
menyelur uh dan member ikan ar ah bentuk dan tatanan industr i per bankan untuk rentang waktu 5-10
tahun ke depan. Ar ah kebijakan t er sebut dilandasi
oleh visi untuk mencapai suatu sistem perbankan yang
sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan
sistem keuangan dalam r angka membantu mendorong per tumbuhan ekonomi nasional (Bank Indonesia, 2009:26). Masalah lain yang per lu mendapatkan
per hat ian ser ius dar i otor itas moneter adalah jumlah
bank asing yang menjalankan akt ivitas usahanya di
Indonesia, baik melalui kepemilikan langsung maupun secara t idak langsung, di mana sampai dengan
2005 sebanyak 11 bank. Jumlah bank asing di Indonesia ini jauh di atas rata-rata jumlah bank asing di
negara ber kembang yang hanya sekitar 8 bank di set iap negara. Namun, jumlah bank asing di Indonesia

ini bukanlah jumlah bank asing ter besar di negara
ber kembang, tepatnya pada per ingkat ke 9. Brazil
mer upakan negara ber kembang dengan jumlah bank
asing ter banyak di dunia, yakni sejumlah 56 bank.
Kemudian secara ber ur ut-tur ut disusul oleh Panama,
Polan dia, Rusia, Ur uguay, Mexico, Ar gent ina, dan
Hungar ia, di mana jumlah bank asing yang ada di
negar a ter sebut masing-masing adalah 43, 34, 28,
25, 24, 23, dan 21 bank (Van Horen, 2007).

DESAIN FUNGSI BADAN SUPERVISI
Ruang Lingkup Pengawasan BSBI
Pada masa lalu banyak per ist iw a pahit yang
membuat posisi BI ter pur uk, meskipun dalam beberapa aspek ter tentu kebijakan itu t idak dapat dilepaskan dar i kebijakan lain yang lebih besar ( yang diiniasi
oleh pemer intah). Kasus kebijakan BLBI dan bailout
Bank Centur y mer upakan contoh kebijakan BI yang
t idak bisa dilepaskan dar i keselur uhan desain kebijakan pemer intah. Dar i pengalaman t er sebut, publ ik
mendesak per lunya lembaga yang dapat mengawasi
BI. Desakan itu disambut oleh DPR RI, dengan dimasukkannya salah satu pasal revisi UU BI No. 3/ 2004
sebagai amandemen atas UU No. 23/ 1999 tentang
Bank Indonesia. Pasal ter sebut ter tuang dalam Pasal
58A yang menetapkan adanya lembaga pengawas BI
ter sebut, yang dikenal dengan sebutan Badan Super visi Bank Indonesia (BSBI).
BSBI dibentuk untuk membantu DPR dalam
melaksanakan fungsi pengawasan di bidang ter tentu
ter hadap BI, yang ber tujuan mengupayakan peningkatan akuntabilitas, independensi, transpar ansi, dan
kredibilitas BI. Maksud dar i pengaw asan di bidang
ter tentu di sini adalah melaksanakan tugas (Bank Indonesia, 2009:3): (1) telaahan atas laporan keuangan
tahunan BI; (2) telaahan atas anggaran operasional
dan investasi BI; (3) telaahan atas prosedur pengambi lan keputusan kegi atan oper asion al d i luar
kebijakan moneter dan pengelolaan aset BI.
Di samping itu, dalam menjalankan tugasnya
BSBI t idak melakukan penilaian t er hadap kiner ja
dewan guber nur, t idak ikut mengambil keputusan,

| 454 |

Kebijakan M oneter, Sektor Perbankan, dan Peran Badan Supervisi

Ahmad Erani Yustika dan Eka Heni Sulistiani

ser ta t idak ikut member ikan penilaian ter hadap kebijakan di bidang sistem pembayaran, pengaturan dan
pengaw asan bank ser ta bidang-bidang yang mer upakan penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter. Hasil telaahan atas laporan pelaksanaan tugas dan
w ew enang BI t er sebut disampaikan kepada DPR,
khususnya kepada Komisi XI. Selanjutnya, DPR mengevaluasi BI sesuai laporan yang disampaikan BSBI.
Dar i obyek penelaahan yang menjadi tugas
BSBI, dikaitkan dengan akuntabilitas BI kepada DPR,
dan kew ajiban BI menyampaikan lapor an kepada
DPR untuk kemudian dievaluasi oleh DPR, t er l ihat
bahwa pembentukan BSBI diharapkan dapat memper kuat fungsi pengawasan DPR ter hadap kegiatan
operasional dan investasi BI. Dalam kaitannya dengan
tugas BI menetapkan dan melaksanakan kebijakan
moneter, per bankan dan sistem pembayaran, eksistensi badan ini t idak mengurangi independensi BI.
Hal ini mengingat dalam melaksanakan tugasnya itu
BSBI t idak boleh m en cam pur i dan t idak m en ilai
kebijakan BI ( di bidang sistem pembayaran, pengatur an dan pengawasan bank, ser ta bidang-bidang
yang mer upakan penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter ), ser ta t idak mengevaluasi kiner ja Dew an Guber nur (Santoso & Koentoadji, 2005).
Kedudukan BSBI ini sangat ber beda dengan kedudukan 2 (dua) badan yang ada pada tatanan kelembagaan yang digar iskan pada UU No. 13/ 1968. Per t ama, Komisar is Pemer intah sebagaimana yang per nah
diatur dalam Pasal 22 s/ d 24 UU No. 13/ 1968 tentang
Bank Sentral, karena Komisar is Pemer intah ber tanggung jawab kepada Pr esiden dan tugasnya adalah
mengawasi BI selaku per usahaan. Dalam kedudukannya yang demikian itu, Komisar is Pemer intah mempunyai hubungan ker ja yang ber sifat langsung dengan
BI, sedangkan dalam hal kedudukan BSBI t idak mempunyai hubungan ker ja langsung dengan BI, melainkan dengan DPR. Dalam konteks ini, dalam hal BSBI
mempunyai keper luan untuk ber hubungan langsung
dengan BI, maka tentunya badan ini ter lebih dahulu
har us memeroleh penugasan dar i DPR.
Kedua, BSBI juga ber beda dar i Dewan Moneter
sebagaimana per nah diatur dalam Pasal 8 sd 14 UU

No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, mengingat
Dewan Moneter yang beranggotakan menter i-menter i yang membidangi keuangan dan perekonomian
ser ta Guber nur Bank Indonesia ber tugas membantu
pemer intah dalam merencanakan dan menetapkan
kebi j ak an m on et er, sedan gk an keduduk an BSBI
adalah sebagai pem ban tu DPR u n tuk m en elaah
laporan/ prosedur yang ter kait dengan kegiatan/ anggaran operasional BI, di luar kebijakan di bidang moneter, per bankan, dan sistem pembayaran (Santoso
& Koentoadji, 2005).

Desain Penguatan Badan Supervisi
Fungsi pengawasan yang dilakukan BSBI ber beda dengan fungsi pengawasan yang dilakukan BI
ter hadap bank. BSBI hanya ber t indak sebagai super visor yang melapor kan hasil pengawasannya kepada
DPR, k hususnya Kom isi XI. Sementar a BI, selain
mengaw asi juga ber fungsi mengatur per bankan.
Berdasar kan UU No. 3/ 2004, BSBI memiliki keter batasan karena t idak melakukan penilaian atas langkah
kebijakan moneter yang diambil BI. Dalam prakteknya, sulit untuk memisahkan antara kebijakan (kiner ja) operasional BI dengan kebijakan moneter. Keduanya itu memang ter pisah tapi saling ter kait antara
satu dengan lainnya, sehingga sehar usnya BSBI dapat
menelaah juga kepada kebijakan monet er agar super visi yang dilakukan dapat opt imal. Misalnya, kebijakan monet er BI yang hendak melakukan kebijakan ster ilisasi ekses likuiditas melalui SBI (Sert ifikat
Bank Indonesia) past i akan ber pengar uh t er hadap
neraca keuangan BI. Jadi, di sini sulit untuk menelaah
secara utuh laporan keuangan/ anggaran operasional
BI tanpa masuk ke kebijakan moneter.
Setelah mencer mat i hal t er sebut, tampaknya
super visi yang dilakukan BSBI belum ber sifat menyelur uh. Hal ini dikarenakan secara langsung t idak ter masuk pengaw asan t er hadap kebijakan monet er,
per bankan, dan sistem pembayaran yang menjadi
domain independensi BI sesuai undang-undang. BSBI
juga t idak dapat member ikan penilaian ter hadap kiner ja Guber nur BI, mengambil keputusan, dan t idak
bi sa m em b er i k an p en i lai an t er hadap b er b agai

| 455 |

Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 14, No. 3 September 2010: 447–458

kebijakan BI. Poin-poin ter ebut nant inya dapat dipert imbangkan sebagai bahan untuk melakukan opt imalisasi peran BSBI. Har apannya, penguatan peran
BSBI ter sebut dapat meningkatkan kredibilitas BI itu
sendir i. Sebab, sur vei yang dilakukan oleh Bl inder
(2000) dalam Stella (2005) menyebutkan bahwa pihak bank sentral maupun para ekonom sepakat bahwa kredibilitas mer upakan hal yang sangat pent ing
dicapai oleh bank sentral lew at penguatan reputasi
(apa yang dikatakan, itu yang diker jakan).
Akhir nya, mengacu kepada tugas pengawasan
BSBI, pengawasan yang baik dapat dilakukan dengan
mengombinasikan pengawasan off site (t idak langsung) dan on site (langsung). Dengan begitu, di luar
penguatan super visi kebijakan moneter, pengawasan yang dilakukan BSBI dapat difor mulasikan sebagai
ber ikut (War jiyo, 2004) . Per t ama, BSBI melakukan
kontak secara teratur dengan BI dan memiliki pemahaman yang saksama ter hadap alur dan kerangka kebijakan BI. Kedua , kegiatan BSBI set idak-t idaknya
mencakup tahapan pengumpulan data, pengkajian,
dan analisis kebijakan BI. Ketiga, BSBI melakukan kegiatan pembukt ian t er hadap kebenaran infor masi
pengawasan melalui on site examination maupun jasa
auditor (BPK). Keempat , BSBI memiliki r uang untuk
melakukan konsolidasi dengan BI.

PENUTUP
Kebijakan dan istr umen moneter dalam beberapa decade t er akhir ini dirasakan menjadi sangat
pent ing untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memper kuat per kembangan sector keuangan. Int egr asi
ekonomi dan sektor keuangan yang ber kembang cepat makin menambah bobot dar i nilai strategis kebijakan moneter dalam konstelasi perekonomian nasional. Di luar itu, kian beragamnya instr umen sektor
keuangan membuat kualitas kebijakan moneter mest i ter us mener us diper baiki agat t idak menimbulkan
instabil itas perekonomian. Dalam kasus Indonesia,
beber apa kali pengalaman ter per osok dalam kr isis
ekonomi dan keuangan menjadi pelajaran yang ber har ga untuk mengelola kebijakan monet er secar a
lebih baik. Tentu saja, salah satu fokus dar i kebijakan

moneter ter sebut ter kait dengan per kembangan sektor per bankan sebagai kontr ibut or ter besar dalam
member ikan akses modal ter hadap kegiatan ekonomi
nasional. Di sini, sektor per bankan menjadi bagian
yang t idak terpisahkan dar i efekt if t idaknya kebijakan
moneter yang diproduksi oleh BI. Dalam rangka membantu pengawasan DPR ter hadap BI dan memper baiki mutu kebijakan BI sendir i, UU No. 3/ 2004 telah
member i r uang untuk membentuk Badan Super visi
Bank Indonesia (BSBI). Jika melihat tugas yang diemban BSBI, maka peran dan keberadaan BSBI dalam
pengawasan ter hadap BI memang dirasakan belum
opt imal karena t idak mencakup pengawasan dalam
kebijakan monet er. Padahal, dalam banyak aspek,
kebijakan moneter mer upakan kunci kew enangan BI
yang berdampak ter hadap perekonomian, juga ter hadap kiner ja keuangan. Oleh karena itu, dihar apkan
ke depan super visi BSBI bisa diper luas ke l ingkup
pengawasan moneter juga. Walaupun begitu, peran
sebagai pengawas dan penelaah t idak berar t i BSBI
ber kuasa mengutak-at ik kebijakan BI.

DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. 2009. Booklet Per bankan Indonesia 2009.
Vol. 6, Maret 2009. Direktorat Perizinan dan Informasi
Perbankan Bank Indonesia. Jakarta.
Bernanke, B.S. et . al. 1999. Inflation Tar geting: Lessons fr om
t he Inter national Exper ience. Pr inceton Univer sity
Pr ess. New Jersey (USA)
Goelt om, M. 2007. Essay in Macr oeconomics Pol icy: The
Indonesian Exper ience. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Idroes, F.N. 2008. Manajemen Risiko Per bankan: Pemahaman
Pendekat an 3 Pi lar Kesepakat an Basel I I Ter kai t
Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia.
Rajawali Press. Jakarta.
Insukindro. 2003. Kebijakan Moneter yang Tidak Diantisipasi
dan Pengar uhnya ter hadap Komponen Pasar Uang
di Indonesia. Makalah disampaikan dalam Kongres
ISEI Ke-XV di Batu, 13-15 Juli. Tidak dipublikasikan.
Maski, G. 2007. Tr ansmisi Kebijakan Moneter : Kajian Teor itis
dan Empi r i s. Badan Pener bit Fakultas Ekonomi
Univer sitas Braw ijaya. Malang

| 456 |

Kebijakan M oneter, Sektor Perbankan, dan Peran Badan Supervisi

Ahmad Erani Yustika dan Eka Heni Sulistiani

Plender leith, I. 2009. Re-evaluat ing Functions: What Should a
Central Bank Do? Dalam John Mendzela dan Nick
Carver (eds.). Central Bank Management . Central Bank
Publications. UK.
Pohan, A. 2008. Potr et Kebijakan Moneter Indonesia. PT Raja
Grafindo Persada. Jakar ta
Santoso, A. & Koentoadji, H. 2005. Badan Super visi Bank
Indonesia: Badan Bar u yang Membantu Komisi XI
DPR-RI dalam Melaksanakan Fungsi Pengawasan di
Bi dang Ter tentu ter hadap Bank I ndonesia. Bulet in
Hukum Perbankan dan Kebanksentralan. Vol. 3, No.
2, Agustus. ww w.bi.go.id (diakses pada 17 November
2009)
Satr ia, D. 2009. Ekonomi Uang dan Bank: Cat at an Teor itis
dan Praktis. Universitas Braw ijaya Press. Malang.
Stella, P. 2005. Central Bank Financial Strength, Transparency,
and Policy Cr edibilit y. IMF Staff Papers. Vol.52, No.2.
Suseno & Abdullah, P. 2004. Kebijakan Per bankan. Dalam
Per r y War jiyo (ed.). Bank Indonesia, Bank Sentr al
Republik Indonesia: Sebuah Pengant ar. Jakar ta. Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI.

Tempo Interakt if. 2003. Pembahasan Amendemen UU BI Alot.
Edisi 17 Desember 2003. ww w.tempo.co.id (diakses
pada 19 November 2009).
Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Per ubahan atas
Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia.
Van Horen, N. 2007. Foreign Banking in Developing Countries:
Or igin Matter. Emer ging Market Review , Vol.8, pp.81105.
Warjiyo, P. & Solikin. 2004. Kebijakan Moneter. Dalam Per ry
War jiyo. Bank I ndonesi a Bank Sentr al Republ i k
I ndonesi a : Sebuah Pengant ar. Jak ar ta. Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI.
Zakaria, S. 2006. (Cetakan Kedua). Kebijakan Moneter dan
Per kembangan Ekonomi Indonesia. Dalam Ahmad
Er ani Yust i k a. ( ed.) . Per ekonom i an I ndonesi a :
Deskr i psi , Pr eskr i psi , dan Kebi jakan . Bayumedia.
Malang
Zulverdi, D., et. al . 2007. Bank Por tofolio Model and Monetary
Policy in Indonesia. Jour nal of Asi an Economics,
Vol.18, pp.158-174.

| 457 |