HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK ATLET DENGAN MASA PEMULIHAN SETELAH CIDERA OLAHRAGA

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERI STI K ATLET DENGAN MASA PEMULI HAN SETELAH CI DERA OLAHRAGA

Syahmirza Indra Lesmana Fakultas Fisioterapi Universitas Esa Unggul Jalan Arjuna Utara No. 9, Kebun Jeruk, Jakarta 11510 syahmirza.lesmana@esaunggul.ac.id

Abstrak

Tujuan: Penelitian ini Untuk untuk mengetahui karateristik atlet dan lamanya masa pemulihan pasca cidera. Metode: Penelitian ini bersifat crossectional pada rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara karaterisktik atlet dengan waktu pemulihan cidera olahraga. Berdasarkan uji statistik yang dipilih dengan menggunakan chi square dengan α = 0,05. Jenis cidera dengan Waktu pemuliahan 0,148 Tidak ada hubungan, Usia atlet dengan Waktu pemuliahan 0,013 Ada hubungan, Jenis kelamin dengan Waktu pemuliahan 0,254 Tidak ada hubungan, Sifat atlet dengan Waktu pemuliahan 0,000 Ada hubungan, Frekwensi latihan dengan Waktu Pemuliahan 0,348 Tidak ada hubungan, Lama berkompetisi dengan Waktu Pemuliahan 0,077 Tidak ada hubungan , Tingkat pendidikan dengan Waktu pemuliahan0,218 Tidak ada hubungan, Posisi pemain dengan Waktu pemuliahan 0,297 Tidak ada hubungan, Tehnik bermain dengan Waktu pemuliahan 0,290 Tidak ada hubungan, Tingkat cidera dengan Waktu pemuliahan0,002 Ada hubungan, Kesimpulan: Adanya hubungan adalah antara waktu pemulihan dengan usia, sifat atlet dan tingkat cidera.Tidak adanya hubungan adalah antara waktu pemulihan dengan jenis cidera, jenis kelamin, lamanya kompetisi, frekwensi latihan, posisi pemain, tingkat pendidikan dan tehnik bermain

Kata kunci: usia atlet, tingkat cidera, masa pemulihan

Pendahuluan

trauma menyebabkan kerusakan jaringan yang Cidera, Kejadian ini adalah hal yang lebih besar dan lebih parah dari cidera karena sangat disukai oleh seorang atlet. Latihan yang

trauma berulang. Pada kejadian trauma serius, menjaga kondisi umum, dan hidup yang langsung jaringan akan mengalami proses teratur adalah upaya yang sering dilakukan perdarahan dan terkadang sampai mengalami oleh atlet bukan hanya untuk mengejar prestasi robekan total. Jika terjadi robekan pada tetapi juga untuk mencegah cidera. Namun jaringan maka proses pemulihan atlet akan demikian kejadian cidera terkadang tidak dapat mengalami proses yang panjang. Pemberian dihindari. Karena cidera itu sendiri ada yang RICE (istirahat, kompres es, kompresi dan bersifat traumatic atau dalam bentuk elevasi) akan dapat meminimalisasikan kecelakaan yang terkadang tidak dapat kerusakan jaringan, namu tetap saja jaringan dihindari, memang latihan yang teratur dapat yang mengalami robekan akan tetap mengurangi resiko cidera yang diakibatkan membutuhkan waktu yang lama dalam karena trauma berulang (repetitive injury). pemulihannya. Karena dengan gerak yang benar dan baik

Masa pemulihan bagi sorang atlet maka tidak akan menimbulkan beban yang

adalah masa yang sangat berat untuk berlebih sehinggan dapat terhindar dari cidera dijalankan. Pada masa ini atlet harus mampu berulang.

melawan rasa sakit dan tidak mampu bergerak Akan tetapi tidak demikian terhadap di satu sisi, tapi juga harus punya kesabaran

cidera yang bersifat trauma langsung. yang tinggi dalam menjalani masa pemulihan Terkadang kita sudah mempersiapkan kondisi tersebut. Jika masa pemulihan tidak dijalani fisik dengan baik latihan dengan teratur namun dengan baik maka atlet tidak dapat berprestasi ketika sedang meloncat kemudian terjatuh di seperti seblum mengalami cidera atau akan atas kaki musuh atau temannya bisa dapat mengalami cidera yang berulang. menyebabkan cidera karena trauma. Problem

Fisioterapi adalah suatu pelayanan terbesar yang dihadapi adalah cidera karena kesehatan yang ditujukan untuk individu dan

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015 45 Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015 45

1. Kerusakan pada otot sering disebut

dan memulihkan gerak dan fungsi sepanjang

strain, yang dapat dibagi dalam:

daur kehidupan dengan menggunakan

a. First Degree Strain atau mild strain modalitas fisioterapi. Gerak dan fungsi yang

yaitu adanya cidera akibat penggunaan menjadi obyek formal fisioterapi menjadikan

yang berlebihan pada penguluran unit fisioterapi olahraga sebagai salah satu

musculo-tendinous yang ringan. fragmentasi pelayanan fisioterapi. Cidera

1. Gejala yang timbul adalah adanya olahraga yang juga menimbulkan gerak dan

nyeri lokal dan meningkat apabila fungsi didalam penanganannya memerlukan

bergerak atau bila ada beban pada pendekatan fisioterapi. Pada salah satu

otot.

lieteratur bahwa dalam penanganan cidera

2. Tanda- tandanya adalah adanya olahraga fisioterapi adalah ujung tombak yang

spasme otot ringan, bengkak, memberikan pelayanan pertama pada kondisi

empuk (tenderness) dan gangguan cidera olahraga

kekuatan otot dan fungsi yang Pada prinsipnya cidera olahraga dapat

sangat ringan.

dikategorikan menjadi dua kategori yaitu cidera

3. Komplikasi yang dapat timbul olahraga yang disebabkan oleh (1) trauma

adalah strain berulang, tendonitis, (traumatic injuries) dan (2) tekanan/

periostitis.

kelelahan/ trauma kecil yang berulang-ulang

4. Perubahan pathologi adalah (repetitive strain). Kerusakan dapat terajdi

adanya inflamasi ringan dan pada jaringan lunak (kulit, syaraf, ligamen,

mengganggu jaringan otot dan otot), sendi (kapsul, sinovial, meniscus) dan

tendon naum tak ada perdarahan tulang.

yang besar.

Traumatic injuries

b. Second Degree Strain atau Mekanisme terjadinya traumatic injuries

moderate strain yaitu adanya cidera dapat dikaitkan dengan cidera penyebabnya

pada unit musculotendinous akibat dan kejadiannya dapat digambarkan dengan

kontraksi atau penguluran yang yang jelas misalnya jatuh, dapat berupa Sprain,

berlebihan.

Subluksasi, Dislokasi. Cidera langsung yang

1. Gejala dan tanda-tanda yang berat Cidera olah raga seperti cidera-cidera

timbul adalah adanya nyeri lokal trauma lainnya merupakan rudapaksa baik

dan meningkat apabila bergerak langsung maupun tidak langsung yang

atau bila ada beban pada otot. berlebihan dan melebihi batas sehingga akan

Spasme otot sedang, bengkak, terjadi kerusakan pada jaringan lunak (kulit,

empuk (tenderness) dan gangguan syaraf, ligamen, otot), sendi dan tulang.

kekuatan otot dan fungsi sedang.

2. Komplikasi yang dapat timbul

a. Jaringan lunak

adalah strain berulang, tendonitis, Pada traumatik I njuries, kerusakan

periostitis.

pada jaringan lunak menempati urutan

3. Perubahan pathologi adalah pertama pada cidera olahraga, terutama

adanya robekan serabut otot. oleh adanya overstretch sehingga jaringan

lunak terulur melebihi batas elastisitasnya.

c. Third Degree Strain atau severe Terulurnya jaringan lunak tidak cukup elastis

strain (strain berat) yaitu adanya menerima tarikan uluran yang mendadak,

tarikan/penguluran mendadak yang misalnya kurangnya pemanasan sebelum

cukup berat.

olahraga dimulai yaitu penguluran

1. Gejala dan tanda-tanda yang (stretching). Cidera dapat terjadi pada

timbul adalah adanya nyeri yang ligamen, tendon, otot yang berupa strain,

hebat dan adanya disabilitas, sprain atau bahkan kerobekan total.

spasme kuat, bengkak, haematoma,

2. empuk (tenderness) dan gangguan fungsi otot.

3. Komplikasi yang dapat timbul adalah disabilitas yang lama.

46 Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015

3. Perubahan patologi yang ada adanya robekan otot atau tendon

4. Perubahan pathologi adalah

adalah adanya robekan sebagian dengan terpisahnya otot jaringan

dari ligament.

otot dengan jaringan otot, jaringan otot dengan tendon atau jaringan

c. Third Degree Sprain ( Severe sprain) tendon/aoat dengan tulang.

1. Second degree sprain ditandai dengan tenderness, nampak jelas

2. Kerusakan jaringan tendon

ada gerakan abnormal, ada Tendon merupakan jaringan yang

bengkak, perdarahan local dan relative sangat sedikit peredaran

kehilangan fungsi. darahnya, sehingga bila terjadi kerusakan

2. Komplikasi yang timbul adalah memakan waktu yang cukup lama untuk

adanya tendensi pengulangan dapat sembuh kembali. Pada prinsipnya

cidera, menimbulkan instability dan kerobekan tendon harus dijahit dengan

dapat menyebabkan traumatic baik sehingga tidak menimbulkan

arthitis. Perubahan patologi yang ‘trigering’. Komplikasi yang timbul akibat

ada adalah adanya robekan komplet immobilisasi yang lama dapat berupa

dari ligament

atrophy otot, kekakuan sendi akibat perlengketan dan lain sebagainya.

4. Kerusakan Jaringan syaraf

Kerusakan jaringan syaraf dapat

3. Kerusakan pada Ligament

berupa neuropraxia, axonotmesis dan Kerusakan ligament sering disebut

neurotmesis.

sprain dimana terjadi kelebihan gerakan

sendi secara fisiologis, sehingga b. Kerusakan Sendi

menyebabkan ligament yang berfungsi Kerusakan sendi dapat berupa sebagai jaringan pengilat sendi terulur.

subluksasi, dislokasi, kerobekan kapsul, Sprain dibagi dalam dibagi:

synovial dan bantalan sendi yang biasanya

a. First Degree Sprain ( mild sprain)

disertai dengan perdarahan yang terjadi di

1. First degree sprain ditandai dengan dalam rongga sendi (haemathrosis). Berbeda tenderness, tak ada gerakan yang

dengan sprain dimana sendi masih dalam tidak normal, sedikit atau tak ada

atau kembali dalam posisi yang baik, bengkak, sedikit perdarahan, dan

subluksasi terjadi perubahan posisi sendi sedikit kehilangan fungsi.

walaupun tidal komplete seperti pada

2. Komplikasi yang timbul adalah

dislokasi.

adanya tendensi pengulangan Struktur yang dapat terkena pada sendi cidera.

adalah kapsul sendi, synovial membrane,

3. Perubahan patologi yang ada bantalan sendi misalnya meniscus, ligament adalah adanya robekan sedikit dari

dalam sendi misalnya ligament cruciatum. ligament.

c. Kerusakan Jaringan tulang

b. Second Degree Sprain ( moderate

Kerusakan jaringan tulang adalah dapat

sprain)

berbentuk fraktur biasa atau berbentuk

1. Second degree sprain ditandai spiral, oblique akibat trauma tidak langsung, dengan tenderness, ada sedikit

baik terbuka maupun tertutup. Pada orang gerakan abnormal, ada bengkak,

tua dimana terjadi osteoporosis sering perdarahan, dan kehilangan fungsi

dijumpai fraktur kompresi pada corpus sedang.

vertebrae atau fraktur colles pada waktu

2. Komplikasi yang timbul adalah

jatuh menebak.

adanya tendensi pengulangan

cidera, menimbulkan instability dan Repetitive Strain / Sprain

dapat menyebabkan traumatic Mekanisme terjadinya repetitive strain/ arthitis.

sprain adalah adanya tekanan/ kelelahan/ trauma kecil yang berulang ulang secara perlahan dan makin lama semakin menjadi

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015 47 Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015 47

melompat dan penguatan otot otot core diagnosis yang tepat dan terapinya pun sulit.

untuk stabilisasi. Juga mulai dilatih Repetitive Strain/sprain ini dapat kemampuan kontraksi konsentrik dan menimbulkan proses degenerasi dini pada

eksentrik dari atlet untuk meningkatkan jaringan yang terkena. Seberapa contoh akibat

kontrol gerakan gerakan pada cabang repetitiev strain / sprain misalnya olahraga masing masing. Pada fase ini Myosinovitis, dimana terjadi rasa sakit yang

fisioterapis mulai berkolaborasi dengan timbul dari otot yang overuse dan ada krepitasi

personal trainer, terutama dalam bila bergerak. Demikian pula dengan tendinous

menentukan beban latihan bagi latihan lessions yang dapat berupa tenosynovitis yaitu

beban di gym serta menentukan circuit terjadinya pengkasaran pada permukaan luncur

training yang akan dilakukan. Namun tendon dengan selubungnya. Tendinitis yang

demikian kontrol terhadap pola gerak normal berupa tumbuhnya scartissue pada tendon,

dan resiko munculnya cidera berulang tenoperiosteal junction, tenovaginitis, dan lain

tetapmenjadi perhatian yang lebih sebagainya. Repetitive strain/sprain ini dapat terjadi

3. Fase 3 ( 10 – 16 minggu)

dimana saja dalam kegiatan olahraga Pada fase ini diharapkan seorang atlet sudah tergantung dari jenis olahraganya. Pemeriksaan

memiliki kemampuan otot yang mumpuni fisik yang mendasar mulai dari Inspeksi, test

dimana besar otot kedua bagian baik yang gerakan active & passive, test sendi, test

cidera maupun tidak sudah baik, tingkat jaringan lunak dan palpasi serta intepretasi

stabilisasi sudah baik ditandai dengan hasil pemeriksaan yang tepat merupakan kunci

mampu berdiri satu kaki sambil lempar keberhasilan terapi selanjutnya.

tangkap bola pada permukaan yang tidak rata. Atlet juga mampu brideging satu kaki

Terapi Latihan Pada Cidera Olahraga

selama 45 detik dan mampu naik sepeda Penanganan terhadap cidera tersebut

statik selama 20 menit tanpa keluhan. Jika terjadi dalam beberapa fase, dimana pada

kemampuan itu sudah dipenuhi maka latihan setiap fase , baik fisioterapi, pelatih fisik dan

dapat ditingkatkan dari kemampuan pelatih memiliki peran masing masing.

melompat ke berlari. Kemampuan berlari

1. Fase 1 ( 0 – 2 minggu)

memang lebih sulit dilakukan karena secara Fase akut atau inflamasi pada fase ini terapi

biomekanik terdapat gerakan gerakan yang latihan ditujukan untuk mengurangi nyeri

bersifat kontra lateral. Pada fase ini dan begkak, menambah gerak sendi,

fisioterapis sudah mengurangi perannya meningkatkan kembali kemampuan otot

dalam menyusun dosis latihannya. Dosis untuk berkontraksi, memperbaiki rangsang

latihan sudah ditentukan oleh seorang sendi dan perawatan luka. Pada fase ini

pelatih strenght dan conditioning. Peran latihan yang diberikan betul betul terkontrol

fisioterapi adalah tetap menjaga body hanya untuk mendidik kembali otot untuk

aligment dan postur yang baik. berkontraksi. Pada fase ini peran fisioterapis yang tahu tentang proses penyembuhan

4. Fase 4 ( 14 sd 24 minggu)

jaringan sangat vital dalam memberikan Fase persiapan kembali keolahraga. Untuk program pelatihan pada fase satu ini.

memasuki fase ini seorang atlet sudah tidak memiliki rasa nyeri, mampu lompat dan

2. Fase 2 ( 2 minggu s/ d 16 minggu)

mendarat satu kaki, mampu jogging 20 Adaptasi anatomi dan penguatan. Jika atlet

menit, pola gerak dan lari baik. Pada fase ini sudah tidak lagi merasa nyeri operasi, gerak

latihan yang diberikan adalah latihan dalam sendi baik menekuk maupun lurus sudah

bentuk peningkatan agility, aktivasi neural, normal, disertai tidak ada lagi bengkak pada

peningkatan kecepatan, dan juga daya daerah cidera dan mampu berdiri satu kaki

tahan. Selain itu hal terpenting yang tidak lebih dari 30 detik, maka latihan ditingkatkan

boleh dilupakan adalah latihan khusus untuk pada fase kedua. Pada fase ini mulai

cabang olahraga masing masing. Fisioterapis diperkenalkan latihan beban di gym untuk

dan Pelatih harus pandai pandai menentukan memperkuat dan memperbesar otot. Pada

latihan yang sesuai dengan aktifitas pada

48 Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015 49

cabang olahraga masing masing. Pelatih pada fase ini memegang peranan penting dalam menentukan desain katihannya.

Karateristik Atlet

Karakteristik atlit adalah keadaan dari atlet tersebut yang terdiri dari;Umur semakin muda umumr maka akan semakin cepat proses pemulihannya. Karakteristik personal, setiap atlet memiliki sifat yang masing masing berbeda. Seorang atlet dengan sifat yang lebih berani dan memiliki daya juang yang tinggi akan memiliki masa pemulihan yang lebih cepat.

Pengalaman, seorang atlet yang pernah mengalami cidera yang sama maka masa pemulihannya akan lebih cepat. Begitu pula pada atlet yang memiliki pengalaman bertanding lebih banyak akan memiliki kemampuan untuk berstrategi dalam proses pemulihan cideranya.

Tingkatan latihan, atlet dengan tingkatan latihan yang lebih tinggi pasti sudah memiliki kemampuan kekuatan dan kondisi sebagai dasar kekuatan gerak yang lebih baik. Keadaan ini akan membuat proses pemulihan lebih baik teknik. Pola gerak normal adalah dasar dari prestasi pada olahraga. Pola gerak yang tidak normal akan menghasilkan tehnik yang salah dan rawan cidera berulang dan menghambat proses pemulihan

Kompetisi yang intensif, Atlet dengan kompetisi yang intensif sudah memiliki ptroses latihan yang teratur dan berkesinambungan. Pada atlet dengan keadaan ini proses pemulihan cidera akan lebih baik. Problem kesehatan dan General measures; Ada beberapa atlet yang memiliki kemampuan pembekuan darah dan proses penyembuihan luka yang lebih lambat. Pada atlet dengan kondisi ini proses penyembuhan akan lebih lambat

Hasil dan Pembahasan

Pada penelitian ini diambil 66 sampel pasien yang berkunjung ke ARA klinik di Universitas Pelita Harapan yang mengalami cidera pada tungkai bawah dan dilakukan tindakan fisioterapi. Adapun data distributif sampel adalah sebagai berikut sprain ankle berjumlah 40 orang (60,6%) dan sprain lutut ada 26 orang (39,4%) sampel dengan usia <

17 berjumlah 21 orang (31,8 %) dan 18-22 ada

38 orang (57,6 %) serta 23–27 ada 7 orang

(10,6) sampel dengan jenis kelamin laki laki berjumlah 46 orang (68,2%) dan berjenis kelamin perempuan ada 20 orang (28,2 %) karakter depresi ada 3 orang, isolated 9 orang, optimis 23 orang, denial 28 orang dan bargain

3 orang sampel dengan lama kompetisi < 10 berjumlah 46 orang (69,7%) dan 11 - 20 ada

17 orang (4,5 %) serta > 21 ada 3 orang (4,5 %) sampel dengan frekwensi latihan 6 kali perminggu berjumlah 8 orang (12,1 %) , 4 kali ada 21 orang (31,8 %), 3 kali24 orang (38,4%) serta 2 kali ada 17 orang (19,7 %) sampel berdasarkan pendidikan SMA berjumlah 20 orang (30,3%) dan diploma / S 1 ada 46 orang (69,7 %) sampel berdasarkan posisi pemain small berjumlah 15 orang (22,7 %) dan big man ada 51 orang (77,3 %) sampel dengan tehnik bermain speed rotation berjumlah 44 orang (66,7 %) dan Speede jump ada 12 orang (18,2 %) serta jump landing ada 10 orang (15,2 %) sampel dengan tingkatan sprain terdiri dari grade 1 berjumlah 34 orang (54,5 %) dan grade 2 ada 24 orang (36,4 %) serta grade 3 ada 6 orang (9,1) sampel dengan waktu pemulihan dimana dengan 4 – 30 hari berjumlah 16 orang (24,2 %) dan 2-6 bulan ada 44 orang (66,7 %) serta > 6 bulan ada orang (9,1 %)

Berdasarkan Uji Chi Square Usia atlet dengan Waktu pemuliahan 0,013 Ada hubungan, Jenis kelamin dengan Waktu pemuliahan 0,254 Tidak ada hubungan, Sifat atlet dengan Waktu pemuliahan 0,000 Ada hubungan, Frekwensi latihan dengan Waktu Pemuliahan 0,348 Tidak ada hubungan, Lama berkompetisi dengan Waktu Pemuliahan 0,077 Tidak ada hubungan, Tingkat pendidikan dengan Waktu pemuliahan0,218 Tidak ada hubungan, Posisi pemain dengan Waktu pemuliahan 0,297 Tidak ada hubungan, Tehnik bermain dengan Waktu pemuliahan 0,290 Tidak ada hubungan, Tingkat cidera dengan Waktu pemuliahan 0,002 Ada hubungan. Dari hasil uji statastitik yang dilakukan maka diperoleh hasil bahwa tidak semua karateristik atlet memiliki hubungan dengan waktu pemulihan. Adapun yang meiliki hubungan dengan waktu pemulihan adalah:

1. Hubungan antara usia dengan waktu pemulihan, Proses perubahan fisiologis terjadi karena perubahan umur. Usia dimana kondisi tubuh paling baik adalah pada usia 22–24 tahun dan pada masa itu penyembuhan akan menjadi lebih cepat.

Dengan demikian usia dengan perubahan Ganong. W. F, ”Fisiologi Kedokteran”, edisi 20, fisiologisnya akan mempengaruhi proses

EGC, Jakarta ,2003

penyembuhan jaringan

2. Hubungan antara sifat dengan waktu Grimshaw, P., ” Sport and Excercise pemulihan, alah satu faktor yang mendorong

Biomechanic. Taylor and Francis”, 2007

percepatan waktu pemulihan adalah adanya motivasi dari atlet untuk segera kembali Hanafi Suriah, ”PENGARUH LATIHAN LARI kelapangan. Motivasi atlet ini sangat

MENDAKI BUKIT DAN LARI MENURUNI

dipengaruhi oleh sifat dan pembawaan dari

BUKIT TERHADAP PENINGKATAN

atlet tersebut. Seorang atlet yang optimis

KEKUATAN OTOT TUNGKAI DAN

akan berpengaruh kepada motivasi untuk

KECEPATAN REAKSI KAKI : Competitor,

penyembuhan. Kondisi ini akan

Nomor 1 Tahun 4”, Februari 2012.

memperpendek waktu pemulihan dari atlet Avaible at tersebut

http://digilib.unm.ac.id/files/disk1/10/un

3. Hubungan antara tingkat cidera dengan

iversitas%20negeri%20makassar-digilib-

waktu pemulihan. Jaringan spesifik memiliki

unm-editor-476-17-suriahh-i.pdf

proses penyembuhan luka mulai dari proses haemorage sampai proses remodeling yang Kisner, Carolyn, and Lynn Allen Colby, umumnya membutuhkan waktu 6 bulan.

“ Therapeutic Exercise 5th Edition”, F. A.

Jaringan spsifik sendiri akan semakin cepat

DAVIS COMPANY, Philadelphia, 2007

memperbaiki diri jika kerusakan tidak terlalu berat. Pada kondisi grade 3 dimana jaringan. Lederman Eyal, “ The Myth of Core Stability.

CPDO Online Journal”, p1-17, 2007

Kesimpulan

Adanya hubungan adalah antara waktu Margina, “MBI Mucle Group”, 2012 . Avaible at pemulihan dengan usia, sifat atlet dan tingkat

http://www.proprofs.com/flashcards/sto

cidera. Tidak adanya hubungan adalah antara

ry.php?title=mbi-muscle-group-1

waktu pemulihan dengan jenis cidera, jenis kelamin, lamanya kompetisi, frekwensi latihan, Mulyanto,Yudi Taufik, “Metode Latihan Lari posisi pemain, tingkat pendidikan dan tehnik

Cepat: JURNAL IPTEK OLAHRAGA ”,

bermain.

VOL.7, No.3, 143-159 , 2005

Daftar Pustaka

Muhamad, Memet, “HUBUNGAN ANTARA

Baechle et al., “Essentials of StrengthTraining

KECEPATAN LARI 100 METER DENGAN

and Conditioning”, 2008

HASIL LOMPATAN PADA LOMPAT JAUH GAYA JONGKOK SISWA SMP NEGERI 16

BSNP, “Standar Kompetesi dan Kompetensi

KOTA BEKASI ”, 2011. Avaible from :

Dasar Pendidikan Jasmani, Olahraga dan

www.ejournalunisma.net/ojs/index.php/

Kesehatan Sekolah Dasar dan Madrasah

motion/article/viewFile/.../30

Ibtidaiyah”, BSNP, Jakarta, 2006

Matakupan, “Fisiologi dan Fisiologi Olahraga”,

Ben Kibler.W., “ The Role of Core Stability in

FIK-UNJ, Jakarta, 2007.

Athletic Function”, Sports Med; 36 (3): 189-198, USA, 2006

Nala, N., “Prinsip Pelatihan Fisik Olahraga ”,

Komite Olahraga Nasional Indonesia

Chabut, Lareine, “ Core Strength For Dummies”,

Daerah Bali, Denpasar, 2002

Wiley Publishing, Inc., Indianapolis, Indiana., Canada, 2009

Oliver et al., “ Implementation of a Core Stability

Program for Elementary School

Dugan, A Sheila et al., “ Biomechanics and

Children”, 2010.

avaible at

Analysis of Running Gait”, Elvesier

http://hhpr.uark.edu/biomechanics/KINS

Saunders, Philadelpia, 2005

/youth_core_2010.pdf

50 Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015

Rubenstein, “ Exercise Ideas for Core Strengthening”, Tachoma, Washington, 2005

Sato Kimtako, Mokha Monique, “ DOES CORE STRENGTH TRAINING INFLUENCE RUNNING KINETICS, LOWER- EXTREMITY STABILITY, AND 5000-M PERFORMANCE IN RUNNERS?: Journal of Strength and Conditioning Research”, Department of Sport and Exercise Sciences, Barry University, Miami Shores, Florida, 2009

Shumway-Cook A, Woollacott M., “ Motor Control: Translating Research into Clinical Practice”, 3rd ed, Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, 2007

Sumarjo, “Pengaruh Interval Training dengan Istirahan Aktif dan Pasif pada Lari Jarak Pendek: Majalah Ilmiah UKHUWAH”, Vol.4, No.3, 2009

Yudiana, dkk., ”Latihan Fisik”, FPOK-UPI, Bandung, 2010

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015 51

PENAMBAHAN LATI HAN EKSENTRI K QUADRI CEPS PADA I NTERVENSI WOOBLE BOARD EXERCI SE TI DAK LEBI H BAI K DALAM MENI NGKATKAN STABI LI TAS LUTUT PADA KASUS JUMPER’S KNEE

Wahyudi T Fisioterapis Chiropractice Indonesia

Jl. Mega Kuningan Barat Kav. E4 No. 3, Kuningan Timur, Setiabudi, Jakarta Selatan

wahyudi.ft@gmail.com

Abstrak

Latar belakang:pada kasus jumper’s kneedapat disipulkan bahwa masalah yang timbul salah satunya ialah penurunan stabilitas lutut.. Stabilitas yang terganggu mengapa karena otot pada quadriceps mengalami penurunan kekuatan dan tidak stabil karena adanya nyeri inflamasi chronic dimana tendon merupakan jaringan hipovasculer sehingga dapat memicu terbentuknya abnormal crosslink yang kemudian menjadi fibrous. Sehingga fungsional lutut saat berjalan, berlari, melompat dan jongkok menjadi terganggu. Pada kondisi ini banyak latihan-latihan fisioterapi yang dapat diberikan. Dengan cara memberikan latihan eksentrik quadriceps atau wooble board exercise,Tujuan:1) Untuk mengetahui wooble board exercise meningkatkan stabilitas lutut pada kasus jumper’s knee. 2) Untuk mengetahui penambahan latihan eksentrik quadriceps meningktkan stabilitas lutut pada kasus jumper’s knee. 3) Untuk mengetahui penambahan latihan eksentrik quadriceps pada intervensi wooble exercise lebih baik dalam meningkatkan stabilitas lutut pada kasus jumper’s knee. Metode:Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Pre dan Post Test Control group Design.Dalam penelitian ini adalahdilakukan di Komplek Blok-k RT 03/02 Kunciran indah berusia 19-29 tahun. Kondisi sampel diambil berdasarkan dengan kriteria insklusif dan ekslusif.Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2. Teknik pengambilan sampel yang digunakan untuk penelitian ini dengan purposive sampling. Kelompok perlakuan 1 berjumlah 10 orang dengan pemberian wooble board exercise. Kelompok perlakuan 2 berjumlah 10 orang dengan pemberian latihan eksentrik.Hasil: Hasil uji hipotesis pada kelompok perlakuan 1 dengan T-test Related didapatkan nilai p=0.001sehingga dapat disimpulkan bahwa wooble board exercise meningkatan stabilitas lutut. Pada kelompok perlakuan 2 dengan T-test Related didapatkan nilai p=0.001 sehingga dapat disimpulkan bahwa latihan eksentrik quadriceps dan wooble exercise dapat meningkatkan stabilitas lutut.Pada kelompok pelakuan 1 dan kelompok perlakuan 2 digunakan uji T-Test Independent untuk menguji signifikansi komparatif dua sampel yang tidak berpasangan (independent) didapatkan nilaip=0.461. Sehingga latihan eksentrik quadriceps dan wooble exercisetidak lebih baik dari pada wooble board exercise saja untuk meningkatkan stabilitas lutut.

Kata kunci: jumper’s knee, eksentrik quadriceps, wooble board exercise

Pendahuluan

kerusakan jaringan berupa tipis/sayatan Tendinitis patellaris jumper’s knee (microtear) pada tendon (Dimon,2010). adalah adanya tekanan dan tarikan yang

Gerakan-gerakan yang biasa dilakukan berulang-ulang dalam gerakan melompat dapat saja menimbulkan gangguan gerak atau menyebabkan patologi pada lutut yang cedera. Misalnya sendi lutut yang meruapakan disebabkan tendon yang melekat pada bagian salah satu sendi pada tubuh manusia yang bawah patella mengalami iritasi, banyak faktor sering mengalami gangguan fungsi sehingga diantaranya tarikan pada patella yang terus- dapat menurunkan performa dalam beraktifitas. menerus, bentuk tungkai yang tidak normal, Hal ini disebabkan karena beban yang harus mal posisi patela yaitu posisi patella yang lebih disangga oleh lutut dapat dikatakan berat tinggi dari lutut, dan ketidakseimbangan otot. terutama pada aktifitas berjalan, melompat dan Dimana tendon patella menerima tarikan yang posisi jongkok. Selain itu, lutut juga harus berulang-ulang. Tarikan tersebut membuat menumpu berat badan dalam menjalankan

10 Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015 11

aktifitas sehari-hari sesuai dengan kemampuan fungsional yang dimiliki. (Dimon, 2010).Kerobekan terjadi pada tendon disebabkan karena adanya kontraksi otot quadriceps serta beban yang berat pada tendon tersebut saat melompat dengan bagian posisi lutut lurus. kerobekan yang terjadi pada tendon patella mengalami inflamasi, tetapi jika berlangsung terus-menerus dapat terjadi sobekan yang bertambah besar/luas (macrotear) pada tendon maka tubuh tidak dapat memperbaikinya (Dutton,2004).

Keadaan ini akan mengakibatkan jaringan mengalami kekurangan nutrisi dan oksigen serta terjadi penumpukan zat sisa-sisa metabolisme. Keadaan ini merangsang saraf tepi nosiseptif tipe C untuk melepaskan suatu neuro peptida, yaitu “ P” substance berupa prostaglandin, bradikinin, histamine atau zat yang menyerupai histamine katekholamin serta serotonin yang merupakan noxius atau chemical stimuli, sehingga dapat menimbulkan nyeri. Nyeri yang terjadi pada cidera tendinitis patellaris bersifat lokal pada area disekitar lutut. (Darlene and Randolph, 2006).

Tendon adalah suatu jaringan spesifik yang menghubungkan otot dengan tulang. Tendon patella merupakan ujung dari otot yang menghubungkan otot-otot quadriceps dengan tulang tibia (shine bone), dan patella sendiri adalah sebuah tulang sesamoid terbesar dalamsusunan anatomi tubuh manusia (Kisner and Colby, 2007).Tendinitis patellaris sering terjadi pada atlit yang sering menerima beban berlebihan disebabkan karena aktifitas olahraga yang melakukan lompatan secara berulang- ulang yang diterima mm. quadriceps saat mekanisme mendarat dari gerakan melompat dapat membahayakan jaringan tendon. Tendon patellaris menjadi teriritasi dan dapat menyebabkan tendon mengalami kerobekan kecil dan bisa juga dapat menyebabkan tendon mengalami kerobekan besar.(Darlene and Randolp, 2006). Stabilisasi suatu sendi adalah kemampuan sendi untuk menahan terjadinya dislokasi. Secara spesifik, stabilisasi sendi adalah kemampuan sendi untuk menahan pergeseran salah satu tulang dengan tulang lainya, sambil mencegah cidera pada ligament, otot, tendon sekitar sendi. Pada beberapa sendi bagian-bagian yang membentuk sendi selalu dalam bentuk yang berlawanan sehingga saling cocok satu dengan yang lain dengan kuat. Pada

tubuh manusia, ujung tulang pembentuk sendi biasanya perpaduan antara permukaan konveks dan konkaf. (Kisner, 2007) Sedangkan menurut El (2010) mengatakan :

“Stability or stable position can be defined as a position in which there is relationship between the position and the forces needed tomaintain it. The end position of movements of all kinds are stable end positions”.

Stabilisasi merupakan salah satu komponen pendukung aktifitas fungsional. Sistem tubuh selalu mengontrol dari setiap aspek reaksi fungsional, adaptasi, dan pertahanan respon dari tekanan atau dorongan sehingga tercipta aligment dan postur yang baik. Seperti contoh adanya gravitasi memberikan tekanan konstan kearah bawah

sehingga dapat mempengaruhi sistem musculoskeletal (Wyss, 2012), neuromuskuler, dan peredaran darah (Delforge, 2002). Dengan kemampuan stabilisasi yang rendah pada tubuh dapat mempengaruhi kondisi anatomis, karena kemampuan untuk mempertahankan posisi stabil akan sulit terlebih jika adanya faktor eksternal tambahan (El, 2010) saat melakukan aktivitas fisik seperti hantaman langsung pada bagian sendi yang memiliki stabilitas rendah dapat menyebabkan cedera akut seperti sprain, robek dan lain-lain hal ini bisa menimbulkan feedback yang buruk untuk tubuh jika tidak ditangani secara tepat karena setelah kerobekan terjadi, maka elastisitas ligamen akan meningkat sehingga adanya ligamen laxity (over length) atau terjadinya instabil yang dapat memberikan feedforward mudah terjadinya cedera ulang (Wilmore, 2004).

Stabilitas terbagi menjadi 2 tipe yaitu stabilisasi pasif dan stabilisasi aktif (Foran, 2001). Stabilisasi pasif lebih dikenal sebagai stabilisasi statis yaitu kemampuan mempertahankan sendi agar tetap stabil yang didukung oleh struktur pembentuk sendi seperti kapsul dan ligamen yang kemampuanya tidak dapat dirubah, dengan kata lain stabilitas pasif berpengaruh kepada postur dan keseimbangan (Foran, 2001). Kapsul dan ligamen berfungsi untuk menahan pergeseran tulang lebih dari lingkup gerak sendinya sehingga gerakan yang dihasilkan tidak menimbulkan cedera dibagian jaringan spesifik lainnya. Sedagkan stabilisasi Stabilitas terbagi menjadi 2 tipe yaitu stabilisasi pasif dan stabilisasi aktif (Foran, 2001). Stabilisasi pasif lebih dikenal sebagai stabilisasi statis yaitu kemampuan mempertahankan sendi agar tetap stabil yang didukung oleh struktur pembentuk sendi seperti kapsul dan ligamen yang kemampuanya tidak dapat dirubah, dengan kata lain stabilitas pasif berpengaruh kepada postur dan keseimbangan (Foran, 2001). Kapsul dan ligamen berfungsi untuk menahan pergeseran tulang lebih dari lingkup gerak sendinya sehingga gerakan yang dihasilkan tidak menimbulkan cedera dibagian jaringan spesifik lainnya. Sedagkan stabilisasi

sendinya. Kemampuan stabilisasi dinamis Kedua, siklus peregangan pemendekan memberikan input sistem sensoris ke sistem yang diuraikan oleh Cavagna, relevan pada efek saraf pusat yang di berikan oleh propioceptif eksentrik dikarenakan potensi yang dimiliki kemudian otak mengirimkan kembali apa yang untuk penyimpanan dan penggunaan energi harus dilakukan tubuh menerima reseptor elastis. Efek ini sering digunakan dalam tersebut, sehingga hasil pengolahan dari otak aktivitas fungsional ketika prestretch diberikan dapat memberikan gamabaran kepada otot kepada muskulotendinogen oleh respon untuk berkontraksi membantu stabilisasi statis eksentrik dan segera diikuti oleh kontraksi yakni ligamen mempersiapkan tubuh siap eksentrik yang berlawanan. Maka secara melakukan gerakan atau perubahan mendadak singkat dapat dikatakan bahwa kontraksi mempertahankan tubuh dalam kondisi stabil eksentrik berpotensi memberikan gaya untuk dan tidak menimbulkan cedera (Derouin, 2006). kontraksi konsentrik yang terjadi berikutnya.

Kontraksi eksentrik merupakan bentuk Karena efek ini terjadi, kondisi dari peregangan kerja otot yang dimana origo dan insersio otot cepat, peralihan cepat dari gerakan dari saling menjauh/otot lebih memanjang. eksentrik ke konsentrik, dan jarak pendek Kontraksi otot tersebut biasa disebut kerja otot gerakan harus ada.(Lastayo and Woolf, 2003). negatif karena otot tersebut diregangkan oleh

Papan keseimbangan atau lebih dikenal gaya eksternal selama otot berkontraksi, pada di dunia fisioterapi dan olahraga wobble board kontraksi eksentrik aktivitas kontraktil melawan adalah adalah sebuah alat yang digunakan peregangan hal ini. (Lastayo and woolf, 2003)

untuk melatih propioceptif ekstrimitas atas atau Dilihat ketika otot quadriceps bawah (kisner,2007). Seperti contoh stabilisasi menurunkan beban selama tindakan ini serat- lutut dapat dilakukan dengan berdiri. Semakin serat otot memanjang tetapi tetap berkontraksi tinggi level wobble board maka semakin tinggi melawan peregangan, ketegangan ini menahan pula input yang masuk.

berat badan. Sehinga selama kontraksi Wobble board dapat digunakan sebagai eksentrik kekuatan otot yang dihasilkan dari alat ukur dan treatmen keseimbangan, otot lebih tinggi bila dibandingkan dengan stabilisasi, dan koordinasi (Mattacola dan kontraksi isometrik dan kontraksi konsentrik. Dwyer, 2002). Latihan ini meningkatkan fungsi Hal ini terjadi karena ketegangan yang saraf proprioseptif dari sistem saraf pusat dan dihasilkan dari jembatan silang meningkat mengurangi waktu respon dari otot-otot sehingga komponen elastiknya bertambah kuat quadriceps, hamstring, dan lainnya di sekitar ini disebabkan karena memanjangnya leher dari lutut bersama untuk melindungi ligamen dari molekul myosin. (Lastayo and Woolf, 2003).

cedera ulang (McKeon dan Hertel 2008). Pada kontraksi eksentrik pembuluh

darah dalam keadaan yang bebas sehingga Metode Penelitian

memungkinkan nutrisi dan suplai oksigen jadi Rancangan yang digunakan yaitu tercukupi. Aktifitas eksentrik paling cocok Eksperimental. Dalam penelitian ini disebut dengan respon otot, dikarenakan menggunakan pendekatan Pre dan Post Test

Control group Design. Pada penelitian ini dibagi

12 Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015 12 Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015

3. Kriteria pengguran (Drop out) aerobik) dan kelompok 2 (senam aerobik dan

a. Sample yang tidak mengikuti sampai resistance exercise).

akhir penilitian.

b. Sample yang mengalami cedera pada Setiap minggu diberikan latihan sebanyak 3

Penelitian dilakukan selama 4 minggu.

saat penelitian sedang berlangsung. kali. Pengukuran waktu stabilitas dilakukan

c. Subyek selama sesi terapi minum obat setiap kali pertemuan, sebelum dan sesudah

analgesik atau obat anti inflamasi. latihan diberikan. Nilai waktu stabilitas lutut

yang dijadikan acuan pertama adalah stabilias Hasil dan Pembahasan

lutut setelah latihan pertemuan pertama yang

1. Deskripsi data

kemudian dibandingkan dengan nilai waktu Dari hasil pelatihan pada kelompok 1 stabilitas lutut setelah latihan pada pertemuan

dan kelompok 2, peneliti memberikan terakhir penelitian.

deskripsi atau gambaran sampel mengenai Teknik pengambilan sampel yang

karakteristik sampel dalam kelompok digunakan pada penelitian ini menggunakan

tersebut. Deskripsi sampel dibuat dalam purposive sampling. Berdasarkan penghitungan

bentuk distribusi frekuensi dan juga didapatkan jumlah sampel penelitian adalah 20

gambaran berupa grafik. Adapun orang.

karakteristik sampel yang dideskripsikan Warga Komplek Blok-k RT 03/02

antara lain :

Kunciran indahusia 19-29 tahun. Dari jumlah

a. Karakteristik berdasarkan jenis kelamin warga, diminta kesediannya untuk menjadi

sampel pada penelitian, maka dilakukan

Tabel 1

pemeriksaan fisioterapi yang sesuai dengan Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin

kebutuhan penelitian.Adapun kriteria sampel penelitian yang akan diambil oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Kriteria Inklusif Kriteria penerimaan dalam pengambilan sample adalah

a. Pria dan wanita yang mengalami gangguanstabilitas pada otot quadriceps

Berdasarkan data tabel 1 pada

b. Pasien yang berusia 19-29 tahun. kelompok perlakuan I lebih dominan

c. Subyek positif menderitagangguan dengan sampel jenis kelamin laki-laki bila stabilitas akibat jumper’s knee yang

dibandingkan dengan sampel jenis kelamin telah dipilih berdasarkan prosedur

perempuan dengan jumlah sampel assesment fisioterapi yang telah

seluruhnya adalah 10 orang. ditetapkan.

Pada kelompok perlakuan II lebih

d. Subjek bersedia bekerjasama dan dominan dengan sampel jenis kelamin laki- mengikuti program terapi sebanyak 6

laki bila dibandingkan dengan sampel jenis kali

kelamin perempuan dengan jumlah sampel seluruhnya berjumlah 10 orang.

2. Kriteria Eksklusif

a. Subyek dengan fraktur pada lower extremity.

b. Subyek penderita athroscopy lutut.

c. Subyek dengan kanker kulit.

d. Subyek menderita luka bakar.

e. Subyek dengan gangguan stabilitas yang disebabkan karena jumper’s knee, namun disertai penyakit lain.

Grafik 1

Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015 13

Grafik 2 Karakteristik Berdasarkan Usia

19 dan 21 dengan keseluruhan sampel 10 grafik 2 distribusi data sesuai usia dapat

Berdasarkan Berdasarkan tabel dan

orang.

dilihat pada kelompok perlakuan I lebih banyak di usia 20 tahun, dan paling sedikit

b. Karakteristik sampel berdasarkan berat di usia 19 dan 21 tahun. Sedangkan pada

badan ideal (BBI)

kelompok perlakuan II yang lebih banyak di usia 20 tahun dan paling sedikit di usia

Tabel 3

Karakteristik sampel berdasarkan berat badan ideal ( BBI )

c. Karakteristik berdasarkan usia

Tabel 2 Karakteristik berdasarkan usia

Berdasarkan Tabel 3 diatas bahwa berat perlakuan I dan perlakuan II adalah badan ideal (BBI) pada kelompok

termasuk katagori batas normal

d. Karakteristik berdasarkan jenis kesukaan olah raga

Tabel 4 karakteristik berdasarkan jenis kesukaan olahraga

14 Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015

Berdsarkan tabel dan grafik 4 diatas sebelum dan setelah penelitian selama 4 dapat dilihat bahwa pada kelompok

minggu. Semakin lama waktu untuk dapat perlakuan I lebih dominan suka pada

mempertahankan posisi,maka sebaik baik bidang olah raga basket, ada tiga bidang

stabilisasi yang terbentuk.

olah raga yang sedikit dengan nilai yang sama yaitu Jogging, renang, dan bulu

Tabel 5

tangkis. Dan tidak ada yang tidak suka Nilai stabilitas kelompok perlakuan I dan

dengan olah raga. Sedangkan pada

kelompok perlakuan I I

kelompok perlakuan II lebih dominan dengan bidang olahraga sepak bola, ada yang tidak suka dengan renang dan tidak suka olahraga dengan total sampel pada kelompok perlakuan II sebanyak 10 orang sampel.

e. Hasil pengukuran Nilai stabilitas lutut sebelum dan setelah intervensi Pengukuran nilai stabilitas lutut diukur

dengan menggunakan single leg squat pada kelompok perlakuan I dilakukan

Grafik 4

Karakteristik berdasarkan jenis kesukaan olahraga

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat nilai sebesar 28.1, hal ini berkaitan dengan stabilitas awal yakni sebelum intervensi

adanya peningkatan stabilitas setelah pada kelompok perlakuan I memiliki nilai

pemberian intervensi selama 4 rata-rata 15.5 sedangkan pada akhir

minggu.Namun bila kita bandingkan minggu ke 4 diperoleh mean sebesar 26.9,

peningkatan lompatan vertikal pada hal ini berkaitan dengan adanya

masing-masing kelompok perlakuan II

peningkatan waktu dalam dengan melihat hasil rata-rata. Ternyata mempertahankan posisi pada saat

kelompok perlakuan II jauh lebih tinggi melakukan test yang menunjukan bahwa

peningkatannya dibandingkan dengan adanya peningkatan stabilitas setelah

kelompok perlakuan I hal ini dapat dilihat pemberian intervensi selama 4 minggu.nilai

pada grafik 5 dibawah ini.

stabilitas lutut diukur dengan menggunakan single leg squad pada kelompok perlakuan II dilakukan sebelum dan setelah penelitian selama 4 minggu. Semakin lama waktu untuk dapat mempertahankan posisi,maka sebaik baik stabilisasi yang terbentuk.

Berdasarkan table 5 dapat dilihat nilai stabilitas awal yakni sebelum

intervensi pada kelompok perlakuan II

Grafik 5

memiliki nilai rata-rata 15.7, sedangkan

Perbandingan nilai stabilitas kelompok

pada akhir minggu ke 4 diperoleh mean

perlakuan I dan kelompok perlakuan I I

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015 15

Pada grafik diatas dapat dilihat rata-rata kelopok perlakuan II memiliki peningkatan nilai stabilitas pada kedua

hasil yang lebih baik dari kelompok perlakuan menunjukan perubahan yang

perlakuan I.

signifikan pada tiap minggunya. kelompok perlakuan I menghitung selisih rata-rata 2. Uji normalitas dan Uji Homogeni

Kelompok perlakuan 1 dan kelompok pada awal pengukuran hingga pada akhir perlakuan 2, maka dilakukan uji

pengukuran memiliki angka 11.4. homogenitas dengan menguji uji levene’s Sedangkan pada kelompok perlakuan II

test. Untuk mendapatkan gambaran dari dengan pemberian latihan eksentrik

distribusi data nilai stabilitas lutut setelah quadriceps dan wooble board exercise

latihan pada kelompok perlakuan 1 dan memiliki selisih rata-rata pengukuran

kelompok perlakuan 2 dapat dilihat dalam sebelum dan setelah yaitu 12.6. dilihat dari

tabel 4 dibawah ini :

Tabel 6

uji normalitas shapiro- w ilk test dan uji Homogenitas levense's Test

3. Uji persyaratan analisis sedangakan setelah di lakukan intervensi

a. Uji Hipotesis I rata-rata nilai stabilitas berubah menjadi Pada kelompok perlakuan 1 digunakan

26.9, dengan rata-rata selisih adalah 11.4, uji

T-test Related, untuk menguji Berdasarkan hasil uji t-tes related adalah signifikansi dua sampel yang saling

p=0.001 dimana (p<0.05), hal ini berarti berpasangan ( related) kriteria penerimaan

Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan yang ditetapkan adalah Ho diterima bila

bahwa

w ooble board exercise

nilai p > nilai α (0,05).

meningkatan stabilitas lutut.

Tabel 7

Tabel 8

Uji Hipotesis 1 Hipotesis I I

Dari tabel 8 diatas dapat dijelaskan

b. Uji hipotesis II bahwa rata-rata pada nilai stabilitas Pada kelompok perlakuan 1 digunakan

sebelum diberikan intervensi pada uji

T-test Related, untuk menguji kelompok perlakuan II adalah 15.70, signifikansi dua sampel yang saling

sedangakan setelah di lakukan intervensi berpasangan ( related) kriteria penerimaan

rata-rata nilai stabilitas berubah menjadi yang ditetapkan adalah Ho diterima bila

28.10 dengan rata-rata selisih adalah 12.6. nilai p > nilai α (0,05).

Berdasarkan hasil t-test Related adalah Dari tabel 7 diatas dapat dijelaskan

( p=0.001) dimana (p<0.05), hal ini berarti bahwa rata-rata pada nilai stabilitas

Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan sebelum diberikan intervensi adalah 15.50,

bahwa latihan eksentrik quadriceps

16 Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015 16 Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015

meningkatkan stabilitas lutut.

terhadap peningkatan stabilitas lutut pada

c. Uji Hipotesis III kasus jumper’s knee. Dari nilai stabilitas Pada kelompok pelakuan 1 dan kelompok perlakuan I pada sampel no. 4 jenis kelompok perlakuan 2 digunakan dengan kelamin laki-laki, umur 20 th, hobby futsal awal uji T- Test Independent untuk menguji latihan dapat 6 detik setelah berjalan 4 minggu signifikansi komparatif dua sampel yang menjadi 24 detik memperoleh selisih yang tidak berpasangan ( independent). Kriteria paling besar 18. Karena saat latihan sampel penerimaan yang ditetapkan adalah Ho sangat rutin menjalani latihan disaat tidak diterima bila nilai p > nilai α (0,05).

latihan dia melatihnya sendiri drumah, dengan BB yang cukup ideal 50 kg dengan tinggi 160

Tabel 9

cm. Lalu sampel no.10 jenis kelamin laki-laki,

Uji Hipotesis I I I

umur 22 th, hobby jogging, awal latihan 20 detik setelah 4 minggu berjalan jadi 28 detik dengan selisih 8. Karena waktu latihan sampel sudah bagus saat awal tetapi masih belum cukup serius untuk latihan dan konsentrasi menjadi terganggu sehingga hasil tidak

mencapai target.

Melihat data pada tabel 9 diatas, Dari hasil kelompok perlakuan II pada

dijelaskan bahwa ada perbedaan yang sampel no. 4 jenis kelamin perempuan umur 22 sangat terlihat sekali dari hasil mean. th, hobby renang, awal latihan 7 detik setelah 4 Dimana rata-rata pada kelompok perlakuan minggu diperoleh 25 detik dengan selisih 19

I adalah 11.40 Sedangkan pada kelompok detik memperoleh selisih terbesar. Karena saat perlakuan II rata-rata 12.60.

latihan sampel rutin latihan sering melatih Setelah diuji dengan t-test Independen, sendiri drumah, konsentrasi saat latihan sangat

maka hasil yang didapat adalah p = 0.461 bagus. Denagn BB yang cukup ideal 48 kg ( p>0,05), dengan demikian ho diterima dengan tinggi 158cm. Lalu sampel no. 10 jenis dan ha ditolak yang berartiSehingga laki-laki, umur 20 th, hobby basket, awal latihan eksentrik quadriceps dan latihan 21 detik setelah 4 minggu diperoleh 29 w ooble exercisetidak lebih baik dari detik dengan selisih 9 memperoleh selisih pada w ooble board exercise saja terkecil. Karena saat latihan belum cukup serius

sehingga konsentrasi terganggu sehingga hasil yang dicapai belum tercapai target.

untuk meningkatkan stabilitas lutut.

Penelitian ini berfokus untuk Kelompok I selisih mean yang didapat mengetahui penambahan latihan eksentrik adalah 11.4 dan pada kelompok pelakuan II

quadriceps pada wooble boardexercise lebih didapat mean 12.6 yang dapat disimpulkan baik dari pada intervensi wooble board exercise bahwatidak lebih baik peningkatan nilai terhadap peningkatan stabilitas lutut. stabilitas antara wooble board exercisedengan Berdasarkan hasil penelitian yang telah latihan eksentrik quadriceps dan wooble board dilakukan pada 20 orang sampel yang terbagi exercise.Disamping itu beberapa penelitian lain kedalam dua kelompok yaitu kelompok yang telah dipublikasikan dengan menggunakan perlakuan I dan kelompok perlakuan II dengan wobble boardexercise menguatkan bahwa masing-masing berjumlah 10 orang sampel., latihan ini memang dapat meningkatkan hasil yang telah didapatkan peneliti dalam stabilitas yaitu penelitian yang dibuat oleh penelitian ini adalah ada perbedaan (Kibele Armin dan David G. Behm pada tahun peningkatan nilai stabilitas lutut pada kelompok 2009) dengan judul seven weeks of instability perlakuan I yang diberikan wooble board and traditional resistance training effects on exercise dan kelompok perlakuan II yang strength, balance and functional performance diberikan latihan eksentrik quadriceps dan dinyatakan bahwa untuk meningkatkan wooble board exercise. Dimana telah stabilitas digunakan latihan wobble board. didapatkan hasil bahwa latihan eksentrik Selain itu, (Michael J, dan David G. Behm) quadriceps dan wooble board exercise lebih dalam jurnal terbitan 2008 mengemukakan

Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015 17 Jurnal Fisioterapi Volume 15 Nomor 1, April 2015 17

Stability: Effects of ACL Injury and Knee ektrimitas bawah dan trunk dibanding dyna

Brace Use”,University of disc dan bosu ball, hal ini ia tulis dalam

Windsor,Canada,2006

kesimpulan jurnalnya berjudul not all instability training devices enhance muscle activation in Dimon, James,“ Tendonitis Patellar Causes and highly resistance-trained individuals.

Treatment”,2010. available athttp://EzineArticles.com/?expert=Jam

Kesimpulan

es_Dimon

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan yang dapat Dutton, Mark, “ Orthopaedic Examination, diambil adalahintervensi Wobble board exercise

Evaluation and Intervention”, 2004 meningkatan stabilitas lutut pada kasus

jumper’s knee, penambahan latihan eksentrik EI AVD, “ Orthopaedic Manual Therapy quadriceps

pada intervensi Wobble Diagnosis Spine And boardexercise meningkatan stabilitas lutut pada

Temporomandibular Joints”, kasus jumper’s knee, penambahan latihan

Massachusettsjones And Bartlett eksentrik quadriceps pada wooble board

Publishers,Sudbury,2010

exercise tidak lebih baik dari pada intevensi wobble board exercise terhadap peningkatan Foran B, “ High Performance Sport stabilitas lutut pada kasus jumper’s knee.

Conditioning”,Human Kinetics 1,US, 2001

Daftar Pustaka

available at G. Kelley Fitzgerald, Scott M. Lephart, Hye http://www.icsspe.org/documente/PEwo

Hwang, Maj Robert S. Wainner, “ Hop rldwide.pdf

Tests as Predictors of Dynamic Knee Stability”, Oxford University

Boeckh-Behren, Buskies,“ SuppVersity EMG

Press,Amerika,2001

Series - Gluteus maximus, Quadriceps femoris,Gastrocnemius, Soleus & More: Gruber M. and Gollhofer A, “ Impact of The Very Best Exercises for Tree-Trunk

Sensorimotor Training on the Rate of Legs and HerculeanCalves”, 2000.

Force Development and Neural available

Activation”, edisi92, European Journal of athttp://suppversity.blogspot.com

Applied Physiology,hlm. 98–105,2004 Thursday, August 4, 2011

Hardman, Kenneth, “ International council of CallegariB,et.al, “electromyography activity

sport and Physical during