LEMBAGA PENELITIAN DAI\ PENGABDIANPELAYAFIAN
RINGKASAN
Penelitian ini berjudul “Kajian Paparan Panas Lingkungan Kerja Terhadap Kenyamanan Termal dan Produktivitas Kerja” dilatarbelakangi pada kondisi bahwa ruangan yang panas sering tidak dapat dihindari oleh para pekerja/pengguna ruangan dalam melakukan aktivitas, khususnya di kota Medan yang memiliki temperatur luar
(outdoor temperature) sekitar 35-36 °C. Udara panas akibat temperatur luar akan
berpindah ke dalam ruangan akibat proses konduksi dan radiasi. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh European Indoor Air Monitoring and Exposure Assessment Project
(AIRMEX) pada tahun 2010 diperoleh bahwa lebih dari 90% kegiatan manusia berada di
dalam ruangan yaitu 50% kegiatan di dalam rumah, 33% kegiatan di ruang kerja dan sekitar 4% kegiatan di ruangan tertutup lainnya. Data ini diperoleh dari hasil survei yang dilakukan pada gedung, sekolah/kelas playgroup, tempat-tempat kerja sukarelawan, dan rumah. Berdasarkan data tersebut diasumsikan bahwa sekitar 33% dalam sehari atau sekitar 8 jam waktu manusia akan berada di ruang kerja. Jika di dalam ruangan terdapat mesin-mesin/peralatan atau proses produksi yang merupakan sumber pembangkit panas ditambah kondisi selubung bangunan yang mudah menyerap panas dari luar dan ventilasi ruangan yang kurang baik maka temperatur dalam ruangan akan naik. Kenaikan temperatur tersebut akan linier terhadap waktu dan ruang kerja akan mengalami paparan panas. Efek paparan panas akan dialami pekerja atau pengguna ruangan yaitu berupa ketidaknyamanan dalam bekerja dan dapat menimbulkan stress dalam bekerja. Akibatnya adalah penurunan waktu produktif dalam bekerja yang memungkinkan terjadi penurunan produktivitas perusahaan. Oleh karena itu kajian paparan panas perlu untuk dilakukan.
Metoda kajian paparan panas yang digunakan adalah formulasi keseimbangan panas atau “heat balance” yang dikenalkan oleh Ken Parson. Metoda ini dimodifikasi dengan metoda-metoda pengukuran heat srtess dan metoda Index Suhu Bola Basah (ISBB). Metoda pengambilan data dilukan secara langsung pada lokasi-lokasi yang diamati.
Hasil penelitian tahap kedua yang dilakukan pada beberapa ruang kelas menunjukkan bahwa paparan panas terjadi di ruang kelas selain karena disebabkan karena material bangunan yang kurang baik dan sistem ventilasi yang kurang, sistem pencahayaan dalam ruang kelas yang terlalu terang menyebabkan naiknya temperatur ruangan. Sistem pencahayaan di ruang kelas menjadi topik penting untuk diperhatikan karena berkaitan dengan upaya penghematan energi dalam bangunan.
Katakunci: Paparan Panas, Kenyamanan, Termal, Produktivitas, ISBB, Energi
PRAKATA
Kajian paparan panas di ruang kerja adalah suatu kegiatan menganalisis kondisi suatu ruangan kerja yang memiliki temperatur ruangan di atas temperatur nyaman ruang kerja, umumnya di atas 30°C. Analisis yang biasa dilakukan oleh para peneliti yang ada sebagian besar terfokus pada penentuan Nilai Ambang Batas (NAB) iklim kerja yang diperkenankan yang dituangkan dalam Kepmen No.51 Tahun 1999 tentang NAB Iklim Kerja ISBB yang diperkenankan. Metoda penentuan NAB adalah menggunakan rumusan Indeks Suhu Bola Basah (ISBB) yang diambil dari rumusan yang ditetapkan oleh ISO 7243 (1989) dan American Conference of Industrial Hygienists (ACGIH) (1992). Sedangkan dalam suatu ruangan yang kondisi temperaturnya berada di luar batas kenyamanan dalam bekerja banyak faktor yang harus dipertimbangkan sebelum dilakukan perbaikan lingkungan kerja tersebut baik secara engineering control maupun secara
management control. Dalam buku Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods
edited oleh Neville Stanton, et al (2005) bagian 62 disebutkan tentang guidelines dalam
pengamatan mengenai stress akibat panas (heat stress). Berdasarkan langkah-langkah ini dilakukan pemecahan masalah paparan panas yang ada di beberapa ruang kerja yang mengalami paparan panas.
Pada tahap 1 penelitian difokuskan pada kajian paparan panas di beberapa industri manufaktur. Hasil yang diperoleh dari penelitian pada periode ke-1 adalah penyusunan prosedur kajian paparan panas yang disusun secara sistematis yang disebut dengan istilah
Audit Termal dan disusun sebagai Standar Operasi Prosedur (SOP) Audit Termal. SOP
Audit Termal berisikan langkah-langkah teknis kajian paparan panas yang berisikan rumus-rumus empris yang diperoleh dari beberapa literatur selain dari Neville Stanton, et
al (2005) seperti buku Human Thermal Environment oleh Ken Parsons (2003) dan
American Standard of Thermal Environmental Conditions for Human Occupancy oleh
ANSI/ASHRAE 55-1998. Diharapkan SOP Audit Termal ini dapat digunakan di lapangan untuk rekomendasi ke perusahaan dalam melakukan perbaikan lingkungan kerja secara
engineering control ataupun management control dan SOP Audit Termal ini berpotensi
untuk didaftarkan ke HAKI. Penerapan SOP ini terus berlanjut digunakan pada periode ke- 2 pada kasus-kasus di industri manufaktur untuk menguji keefektifan penggunaannya. Selain itu mulai diterapkan penggunaannya pada kasus-kasus paparan panas yang terjadi pada ruang-ruang kelas. Lokasi ini dipilih berdasarkan keragaman penerapan SOP Audit Termal pada karakteristik kerja yang berbeda dengan sebelumnya. Hasil yang diperoleh adalah pengembangan sasaran penelitian yaitu penetapan langkah-langkah penghematan energi pada bangunan dengan melakukan audit energi pemakaian alat pendingin (AC) dalam ruang-ruang kelas serta upaya penerapan manajemen energi dalam ruangan.
Adapun rumusan SOP Audit Termal yang diusulkan serta upaya-upaya penghematan energi yang telah dihasilkan masih banyak membutuhkan perbaikan dan masukan-masukan guna penyempurnaan penelitian yang dilakukan. Oleh karena itu saran dan kritik bagi penelitian ini sangat diharapkan.
Medan, 27 November 2012 Tim Peneliti
SISTEMATIKA LAPORAN TAHUNAN
HASIL PENELITIAN HIBAH BERSAING
Halaman LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN .......................................................... RINGKASAN .............................................................................................................. i PRAKATA ................................................................................................................... ii SISTEMATIKA LAPORAN TAHUNAN HASIL PENELITIAN HB ....................... iii DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR/ILUSTRASI .............................................................................. v DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ vi I. PENDAHULUAN ............................................................................................
1 II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN TAHUN KE ...............................
4 III. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
5 IV. METODE PENELITIAN .................................................................................
13 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
15 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
52 VII. RENCANA PENELITIAN TAHAP SELANJUTNYA ...................................
53 A. Tujuan Khusus ...........................................................................................
53 B. Metode .......................................................................................................
53 C. Jadwal Kerja ..............................................................................................
53 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................
54 LAMPIRAN ................................................................................................................. L
DAFTAR TABEL
32 Tabel 5.11. Hasil Kuesioner Siswa Siang Hari .................................................. ..........
44 Tabel 7.1. Jadwal Kerja Penelitian 2013 .......................................................... ..........
43 Tabel 5.17. Rekapitulasi Mean Vote Data Kuesioner ......................................... ........
40 Tabel 5.16. Pemetaan Rata-Rata Suhu Bahasah, Kering dan Kecepatan Udara terhadap Temperatur Efektif ........................................................... ..........
39 Tabel 5.15. Hasil Uji Reliabilitas Pertanyaan Ruang kelas 1 dan 2 Sebelum dan Sesudah Belajar ......................................................... ..........
38 Tabel 5.14. Hasil Perhitungan Varinas Tiap Pertanyaan .................................... .........
37 Tabel 5.13. Perhitungan Varians Sensasi Temperatur Ruang kelas 1 Lt. 2 Sebelum dan Sesudah Belajar ........................................................ ...........
35 Tabel 5.12. Hasil Perhitungan Validitas untuk Setiap Pertanyaan ..................... .........
30 Tabel 5.10. Sensasi Kenyamanan dan Efek Lingkungan Ruang kelas 1 dan 2 Sebelum dan Sesudah Belajar ........................................................ ...........
Halaman Tabel 5.1. Data Tingkat Pencahayaan Ruang kelas 1 dan 2................................. .......
28 Tabel 5.9. Preferensi Pencahayaan Ruang kelas 1 dan 2 Sebelum dan Sesudah Belajar .............................................................................. ............
25 Tabel 5.8. Sensasi Pencahayaan Ruang kelas 1 dan 2 Sebelum dan Sesudah Belajar ...................... ....................................................................
23 Tabel 5.7. Data Preferensi Temperatur dan Preferensi Aliran Udara Siswa Ruang kelas 1 dan 2 Sebelum dan Sesudah Belajar l ........................ .......
22 Tabel 5.6. Data Sensasi Termal dan Sensasi Aliran Udara Siswa Ruang kelas 1 dan 2 Sebelum dan Sesudah Belajar ..................................
21 Tabel 5.5. Data Personal Sisws Ruang kelas 1 dan 2 ..................................................
20 Tabel 5.4. Data Kecepatan Udara Ruang kelas 1 dan 2 ...................................... ........
19 Tabel 5.3. Data Suhu Basah, Suhu Kering, Suhu Bola, dan Kelembaban Relatif pada Ruang kelas 1 dan 2 ................................................................ .........
18 Tabel 5.2. Data Gradien Temperatur Ruang kelas 1 dan 2 ................................. ........
53
DAFTAR GAMBAR/ILUSTRASI
45 Gambar 5.11. Grafik Votes Sensasi Pencahayaan .......................................................
48 Gambar 5.17. Grafik Mean Votes Efek Lingkungan ...................................................
48 Gambar 5.16. Grafik Votes Sensasi Kenyamanan ......................................................
47 Gambar 5.15. Grafik Votes Preferensi Pencahayaan ..................................................
47 Gambar 5.14. Grafik Votes Preferensi Kebisingan .....................................................
46 Gambar 5.13. Grafik Votes Preferensi Aliran Udara ..................................................
46 Gambar 5.12. Grafik Votes Preferensi Temperatur .....................................................
45 Gambar 5.10. Grafik Votes Sensasi Kebisingan .........................................................
Halaman Gambar 3.1. Pertukaran Panas Tubuh ke Lingkunga................................. .................
45 Gambar 5.9. Grafik Votes Sensasi Aliran Udara ........................................................
17 Gambar 5.8. Grafik Votes Sensasi Temperatur ..........................................................
17 Gambar 5.3. Titik-Titik Pengukuran Ruang Kelas 2 Lantai 3.....................................
16 Gambar 5.2. Titik-Titik Pengukuran Ruang Kelas 1 Lantai 2......................................
14 Gambar 5.1. Denah Bangunan Sekolah PKMI Lubuk Pakan .....................................
13 Gambar 4.2. Desain Penelitian ...................................................................... .............
5 Gambar 4.1. Kegiatan Penelitian yang Dilaksanakan ...................................... ..........
49
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Capaian Luaran................................. ...................................................... L-1 Lmapiran 2. Foto-Foto Penelitian ................................................................................ L-5 Lampiran 3. Prosiding Internasional Paper SEANES 2012 ......................................... L-10 Lampiran 4. Prosiding Nasional Seminar Persatuan Ergonomi Indonesia ................... L-16 Lampiran 5. Draft Paper Jurnal Terkareditasi Nasional TI Univ. Petra ...................... L-26 Lampiran 6. Draft SOP Audit Termal ......................................................................... L36
I. PENDAHULUAN
Kondisi termal tempat kerja merupakan suatu kondisi lingkungan kerja yang dipengaruhi oleh beberapa aspek lingkungan kerja fisik. Adapun aspek-aspek tersebut dapat berupa temperatur, kelembaban relatif, pergerakan udara serta aspek personal seperti insulasi pakaian dan jenis kegiatan. Kondisi termal dapat mengakibatkan kenyamanan dan juga ketidaknyamanan dalam bekerja. Ketidaknyamanan kerja dapat disebabkan oleh adanya paparan panas di tempat kerja. Paparan panas terjadi ketika tubuh menyerap atau memproduksi panas yang lebih besar daripada yang diterima melalui proses regulasi termal. Dalam buku Human Thermal Environment yang ditulis oleh Ken Parsons dinyatakan bahwa jika terjadi peningkatan suhu dalam tubuh maka akan menyebabkan penyakit dan bahkan kematian.
Kondisi kerja yang terpapar panas hampir dialami oleh sebagian besar pekerja atau pengguna ruangan yang ada di kota-kota di Indonesia, seperti di kota Medan. Berdasarkan prakiraan cuaca di kota Medan umumnya temperatur luar sekitar 35 sampai 36°C, dengan tingkat kelembaban sebesar 55%, dan kecepatan angin rata-rata di udara luar sebesar 15 km/jam tergantung posisi dan letak daerah dengan arah angin umumnya dari arah timur ke timur laut. Kondisi panas di luar bangunan ini tentu akan mempengaruhi kondisi di dalam ruangan. Berasarkan hasil survey yang dilakukan oleh European Indoor Air Monitoring and
Exposure Assessment Project ( AIRMEX) pada tahun 2010 diperoleh bahwa lebih dari 90%
kegiatan manusia sehari-hari adalah berada di dalam ruangan dengan persentasi sekitar 50% kegiatan di dalam rumah mulai dari bangun pagi sampai bersiap-siap untuk pergi bekerja atau kuliah/sekolah meninggalkan rumah, 33% kegiatan di ruang kerja, dan sekitar 4% kegiatan di ruangan tertutup lainnya. Data ini diperoleh dari hasil survei yang dilakukan pada gedung- gedung perkantoran, gedung sekolah atau kelas playgroup, tempat-tempat kerja sukarelawan, dan rumah hunian. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kegiatan manusia sehari- hari minimal sekitar 33% adalah berada di ruang kerja atau sekitar 8 jam. sehari.
Di lain sisi, kondisi ruang kerja di kota Medan umumnya belum keseluruhan menggunakan sistem ruangan yang mampu menimbulkan kenyamanan dalam bekerja terutama bagi perusahaan-perusahaan manufaktur yang membutuhkan proses panas dalam menghasilkan produk seperti proses pengecoran untuk produk-produk mould dan dies, proses pemanasan pada produk sarung tangan, proses perebusan untuk produk tahu, proses
pasteurisasi untuk produk minuman botol, proses pembakaran untuk produk roti dan kue, proses pencetakan untuk produk anti obat nyamuk dan proses pencairan untuk produk kaca. minuman botol, dan obat anti nyamuk. Demikian juga halnya dengan ruangan-ruangan sekolah, kantin, dan ruang bermain/olah raga yang sering dirasakan pengguna menimbulkan sensasi panas yang berlebihan. Pada umumnya panas yang terjadi dalam ruangan tersebut akibat buruknya material gedung sehingga radiasi matahari dan temperatur tinggi dari luar ruangan dengan mudah terserap ke dalam ruangan serta sistem ventilasi yang kurang baik yang menimbulkan udara panas dari ruangan tidak mampu keluar dan digantikan dengan udara segar dari luar. Hal ini mengindikasikan bahwa pada sebagian besar pengguna ruangan akan terpapar dengan panas sekurang-kurangnya selama delapan jam sehari.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa paparan panas dapat berakibat kepada produktivitas pekerja dan menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja seperti disebutkan berikut ini.
Menurut Andrey Livchak dalam penelitiannya yang berjudul “The Effect of
Su
pply Air System on Kitchen Thermal Environment” diperoleh hasil bahwa faktor
temperatur berpengaruh terhadap produktivitas. Jika temperatur ruangan meningkat sebesar 5.5% di atas tingkatan nyaman, maka akan terjadi penurunan produktivitas sebesar 30%. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Sarwono disebutkan bahwa temperatur ruang kerja yang terlampau panas akan mengakibatkan cepat timbulnya kelelahan tubuh, serta dalam bekerja cenderung membuat banyak kesalahan sehingga bisa menurunkan prestasi kerja. Sedangkan menurut Indrani yang melakukan kajian kinerja ventilasi pada hunian rumah susun mengatakan bahwa keberadaan ventilasi pada bangunan di daerah tropis sangat penting bagi kesehatan dan berperan dalam menciptakan kenyamanan termal ruang dalam.
Kenyamanan termal dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari jenis pekerjaan yang dilakukan. Misalnya untuk para pekerja pabrik, turbin ventilator adalah salah satu fasilitas kerja yang digunakan untuk membantu mereduksi paparan panas di ruang kerja. Prinsip kerja peralatan ini adalah dengan menyerap udara panas yang terperangkap pada bagian atas lantai pabrik melalui proses perpindahan panas secara konveksi. Udara panas dibawa keluar ruangan dan digantikan dengan udara baru dari luar yang dimasukkan ke dalam ruangan. Reduksi paparan panas yang terjadi pada ruang kerja tersebut ditentukan oleh daya serap dan jumlah turbin ventilator yang dipasang. Sedangkan untuk memperoleh kenyamanan termal dalam bangunan, dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara alami dengan membuka pintu/jendela dan cara mekanis dengan menggunakan peralatan mekanis seperti kipas atau Air-Conditioning (AC). Penggunaan AC pada sejumlah bangunan akan berdampak pada penambahan biaya operasional.
Penggunaan AC pada beberapa ruangan kerja diatur di beberapa negara seperti di Taiwan dan Jepang, khusus untuk bangunan sekolah dan gedung-gedung pemerintahan. Regulasi penggunaan energi untuk AC pada ruangan-ruangan kelas di Taiwan adalah pada temperatur 28 °C, walaupun mendapatkan keluhan-keluhan dari para siswa. Ruangan kelas di Jepang yang menggunakan AC diharuskan mengatur temperatur AC pada 27 °C. Sedangkan di Singapore kebijakan yang diambil adalah menggunakan menggunakan kipas angin, walaupun di beberapa sekolah menggunakan AC. Menurut Wargocki et al (2005) dan Wayon (2006) dikatakan bahwa pertambahan suplai udara luar ke dalam ruangan yang mengalami panas akan mampu menurunkan temperatur dan secara signifikan akan memperbaiki performansi aktivitas yang dilakukan terutama kecepatan pergerakan pupil mata. Pendekatan lain yang dilakukan untuk mendapatkan kenyamanan adalah dengan mengkondisikan lingkungan di dalam bangunan secara alami dengan mempertimbangkan orientasi bangunan terhadap matahari dan angin.
Dari gambaran di atas dapat diketahui bahwa kajian paparan panas ini penting untuk dilakukan agar tujuan untuk mendapatkan kenyamanan termal dalam ruang kelas guna peningkatan produktivitas dalam proses belajar-mengajar dapat dikaji dan langkah-langkah perbaikan dapat diusulkan. Variabel yang mempengaruhi kondisi termal ruangan kelas seperti sistem pencahayaan juga ikut dianalisa dalam laporan ini guna pemetaan penggunaan enrgi dalam kelas dan langkah-langkah penghematan dapat dilakukan.
II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN TAHUN KEDUA
2.1. Adapun tujuan dari penelitian tahun ke-2 adalah:
1. Melakukan pengukuran fisik termal beberapa ruangan kelas yang terpapar panas dan juga satu pabrik manufaktur yang merupakan lanjutan dari penelitian tahap kesatu (pabrik anti obat nyamuk di kota Medan meminta ketua peneliti melakukan perbaikan lingkungan kerja di ruang kerja terutama di ruang formulasi) menggunakan instrumen alat ukur termal. Variabel termal yang diukur adalah temperatur gradien (T gr ), kelembaban (Rh) dan pergerakan udara (V).
2. Melakukan pengukuran psikologis menggunakan instrumen kuesioner untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap kenyamanan belajar mengajar.
3. Melakukan langkah-langkah pemetaan penggunaan energi di ruang-ruang kelas dan rekomendasi upaya-upaya penghematannya.
2.2. Adapun manfaat dari penelitian tahun kedua terbagi pada 2 yaitu: 1. Pengembangan metoda kajian paparan panas secara sistematis dan terukur.
2. Pengusulan Standar Operasi Prosedur (SOP) kajian paparan panas dalam ruang kerja yang disebut Audit Termal ke HAKI. Diharapkan SOP Audit Termal mampu menjadi pedoman dalam mengkaji dampak dari paparan panas yang terjadi di ruang kerja terhadap para pengguna ruangan yang disebut heat stress.
3. Usulan SOP Audit Termal ini disusun dalam upaya ikut serta menggalakkan “Pendidikan Standarisasi” yang disosialiasikan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN).
4. Pengembangan variabel penelitian paparan panas pada sistem pencahayaan yang
diperkirakan ikut mempengaruhi panas ruang kelas. Sistem pencahayaan ini akan berkaitan dengan penggunaan energi sehingga langkah-langkah penghematan secara akan diusulkan.
III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Lingkungan Termal Manusia
Lingkungan kerja adalah semua keadaan yang terdapat disekitar tempat kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, gerakan mekanis, bau-bauan, dan warna (Sritomo Wignjosoebroto). Tekanan panas merupakan perpaduan dari suhu dan kelembaban udara, kecepatan aliran udara, suhu radiasi dengan panas yang dihasilkan oleh metabolisme tubuh (Ken Parsons). Gambar 3.1 menunjukkan proses pertukaran panas dari tubuh ke lingkunga kerja yang akan dijelaskan pada bagian berikut ini.
Gambar 3.1. Pertukaran Panas Tubuh Ke Lingkungan3.1.1. Temperatur (T)
Pada umumnya sistem termoregulasi tubuh manusia selalu mencoba untuk mempertahankan kestabilan suhu internal tubuh sekitar 36,1 C -37,2 C. Suhu internal harus selalu berada dalam interval tersebut untuk menghindari kerusakan terhadap tubuh dan performasi. Ketika pekerja fisik dilakukan, tambahan suhu akan terjadi. Tubuh manusia mempertahankan keseimbangan panas tersebut dengan meningkatkan sirkulasi darah dikulit, sehingga menghasilkan keringat pada cuaca yang panas. Ketika hari dingin, tubuh mereduksi sirkulasi darah ke kulit sehingga dirasakan sedikit hangat. Untuk menjaga keseimbangan panas internal, tubuh melakukan pertukaran panas dengan lingkungan yaitu dengan empat cara berikut:
1. Konveksi Proses ini tergantung pada perbedaan udara dan suhu kulit. Jika suhu udara lebih panas dari pada kulit, maka kulit akan menyerap panas dari udara yang dapat dikatakan berarti menambah panas ke tubuh. Akan tetapi, jika suhu udara lebih dingin dari pada kulit, maka tubuh akan kehilangan panas.
2. Konduksi Proses ini berkaitan dengan perbedaan suhu dari kulit dan permukaan yang mengenai kontak langsung. Contoh, jika menyentuh sesuatu yang panas, maka kulit akan menerima panas dan mungkin akan mengalami luka bakar.
3. Radiasi Proses ini tergantung pada perbedaan temperatur kulit dengan permukaan pada lingkungan. Berdiri dibawah pancaran sinar matahari adalah salah satu cara mendapatkan radiasi dari matahari.
4. Evaporasi Proses ini tergantung pada perbedaan tekanan uap air yang terkandung pada kulit dan uap air pada lingkungan.
3.1.2. Kecepatan Udara (V) Pergerakan udara melalui tubuh dapat mempengaruhi aliran panas ke suhu tubuh.
Pergerakan udara akan bervariasi dalam setiap waktu, ruang dan arah. Gambaran kecepatan udara pada suatu titik dapat bervariasi dalam waktu dan intensitas. Penelitian terhadap respon manusia misalnya, ketidaknyamanan karena aliran udara menunjukkan pentingnya variasi kecepatan udara. Pergerakan udara (kombinasi dengan suhu udara) akan mempengaruhi tingkatan udara hangat atau keringat yang diambil dari tubuh, sehingga mempengaruhi suhu tubuh. Kecepatan angin yang dirasakan pekerja akan dapat membantu menetralkan suhu tubuh pekerja apabila kecepatan angin tersebut lebih rendah dari lingkungan.
3.1.3. Kelembaban (Rh)
Kelembaban adalah perbandingan antara jumlah uap air pada udara dengan jumlah maksimum uap air di udara yang bisa ditampung pada suhu tersebut. Kelembaban relatif antara 40%-70% tidak begitu berpengaruh terhadap thermal comfort. Pada ruangan kerja
indoor , biasanya kelembaban dipertahankan pada 40% sampai 70%, sedangkan pada tempat
kerja outdoor, kelembaban relatif mungkin lebih besar dari 70% pada hari yang panas.3.1.4. Temperatur Basah, Temperatur Kering dan Temperatur Bola
Temperatur basah alami (natural wet bulb temperature) adalah temperatur penguapan air yang pada temperatur yang sama menyebabkan terjadinya keseimbangan uap air di udara, temperatur ini diukur dengan termometer basah alami dan temperatur tersebut lebih rendah dari temperatur kering. Temperatur kering (dry bulb temperature) merupakan temperatur udara yang diukur dengan termometer temperatur kering. Sedangkan temperatur bola (globe
temperature ) adalah temperatur yang diukur dengan menggunakan termometer temperatur
bola yang sensornya dimasukkan dalam bola tembaga yang dicat hitam, sebagai indikator tingkat radiasi
3.2. Keseimbangan Panas
Pengaturan temperatur atau regulasi termal adalah suatu pengaturan secara kompleks dari suatu proses fisiologis dimana terjadi kesetimbangan antara produksi panas dengan kehilangan panas sehingga temperatur tubuh dapat dipertahankan. Temperatur tubuh manusia yang dapat dirasakan tidak hanya didapat dari metabolisme, tetapi juga dipengaruhi oleh panas lingkungan. Panas lingkungan yang semakin tinggi akan menyebabkan pengaruh yang semakin besar terhadap temperatur tubuh, sebaliknya jika temperatur lingkungan semakin rendah maka semakin banyak panas tubuh yang hilang. Dengan kata lain, terjadi pertukaran panas antara tubuh manusia yang didapat dari metabolisme dengan tekanan panas yang dirasakan sebagai kondisi panas lingkungan. Selama pertukaran masih seimbang, tidak akan menimbulkan gangguan, baik penampilan kerja maupun kesehatan kerja.
Pengeluaran panas (heat loss) dari tubuh ke lingkungan atau sebaliknya berlangsung secara fisika. Permukaan tubuh dapat kehilangan panas melalui pertukaran panas secara radiasi, konduksi dan konveksi. Heat stress dapat terjadi pada kondisi panas yang diproduksi lebih besar dari pada panas yang hilang.
ASHRAE (1989) memberikan persamaan keseimbangan panas sebagai berikut: M
- – W = (C + R + Esk) + ( Cres + Eres) ................................. (3.1) dimana : M : tingkat produksi energi metabolisme W : tingkat pekerjaan mekanik C : tingkat kehilangan panas konvektif dari kulit
sk
C : tingkat kehilangan panas konvektif dari pernapasan
res
E : tingkat kehilangan panas penguapan dari pernapasan
res
Catatan bahwa: E = E + E .......................................................................(3.2)
sk rsw dif
Dimana: E : tingkat kehilangan panas penguapan kulit melalui keringat
rsw
E : tingkat kehilangan panas penguapan kulit melalui kelembaban
dif
Sebuah pendekatan praktis menganggap produksi panas di dalam tubuh (M
- – W), kehilangan panas pada kulit (C + R + E ) dan kehilangan panas dikarenakan pernapasan (C
sk res
). Tujuan berikutnya adalah untuk mengukur komponenpersamaan keseimbangan panas
- – E
res
di dalam istilah-istilah parameter yang bisa ditentukan (diukur atau ditaksir). Produksi panas di dalam tubuh dihubungkan dengan aktivitas seseorang.Pada umumnya, oksigen dibawa ke dalam tubuh (menghirup udara) dan dibawa melalui darah ke sel-sel tubuh, dimana oksigen tersebut digunakan untuk membakar makanan. Kebanyakan energi yang dilepaskan berkenaan dengan panas bergantung pada aktivitas dan beberapa pekerjaan ekstenal yang dilakukan.
............................................................. (3.3) Dimana: f : faktor area pakaian. Area permukaan tubuh yang ditutupi pakaian Acl dibagi dengan
cl area permukaan tubuh yang terbuka tanpa pakaian.
2 -1
R : daya tahan panas pakaian (m kW )
cl o
t : temperatur operatif (
C)
o o
t : temperatur kulit rata-rata (
C)
sk
t : temperatur radian rata-rata
r
h : 8.3 v 0.6 untuk 0.2 < v < 4.0
c
h : 3.1 untuk 0 < v < 0.2
c
- 1
- 2
- 4
)
2. Indeks temperatur bola basah, (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu rumusan- rumusan sebagai berikut: Untuk pekerjaan dengan radiasi matahari:
1. Temperatur efektif, yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh seseorang tanpa baju kerja ringan dalam berbagai kombinasi temperatur, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan temperatur efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh sendiri. Untuk menyempurnakan pemakaian temperatur efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuatlah Skala Temperatur Efektif Dikoreksi (Corected Effektive Temperature Scale). Namun tetap ada kekurangannya yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme.
Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas sebagai berikut (Suma’mur, 1996) :
3.4. Parameter Tekanan Panas
(ASHRAE) Standar 55 mendefinisikan kenyamanan termal sebagai sebuah kondisi dari pikiran yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan termal. Definisi ini biasanya menjawab pertanyaan apakah penghuni merasa terlalu panas, terlalu dingin, atau sudah netral. Pada umumnya, kenyamanan termal berkaitan erat dengan energi (kalor) yang diserap dan dikeluarkan.
3.3. Kenyamanan Termal American Society of Heating Refrigerating and Air-Conditioning Engineers
2
Dimana v adalah kecepatan udara (m/s
: area radiatif efektif tubuh (m
r
) A
k
............................................................... (3.4) dimana: ε : emisifitas area permukaan tubuh σ : konstanta stefan-boltzman 5.67 X 10-8 (Wm
) Koefisien perpindahan panas radiatif (hr) dapat ditentukan dengan:
ISBB = 0,7xtemperatur basah + 0,2xtemperatur radiasi + 0,1xtemperatur kering.... .(3.5)
Untuk pekerjaan tanpa radiasi matahari)
ISBB = 0,7xtemperatur basah + 0,3xtemperatur radiasi ...............................(3.6) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-51/51/MEN/1999, tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja ditunjukkan Tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1. Kep-51 Men/1999 Tentang NAB Iklim Kerja ISBB yang DiperkenankanIndeks Temperatur Bola Basah Pengukuran Waktu Kerja setiap Jam O (ISBB) C Beban Kerja
Waktu Kerja Waktu Istirahat Ringan Sedang Berat Beban kerja terus-menerus (8 30,0 26,7 - 25,0 jam/hari) 75% 25% 28,0 28,0 25,9
50% 50% 29,4 29,4 27,9 25% 75% 37,2 31,1 30,0 Sumber: Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Kep-/MEN/1999
3. Indeks kecepatan keluar keringat selama 4 jam (Predicted
- – 4 – hour sweat rate disingkat
P4SR), yaitu banyaknya keringat keluar selama 4 jam, sebagai akibat kombinasi temperatur, kelembaban dan kecepatan angin serta panas radiasi. Dapat pula dikoreksi dengan pakaian dan tingkat kegiatan pekerjaan-pekerjaan.
4. Heat Stress Index (HSI)
Heat stressindex dirumuskan oleh Belding and Hatch (1955). Dalam lingkungan panas, efek pendinginan dari penguapan keringat adalah terpenting untuk keseimbangan panas.
Maka dari itu, Belding dan Hatch mendasarkan indeknya atas perbandingan banyaknya keringat yang diperlukan untuk mengimbangi panas dan kapasitas maksimal tubuh untuk berkeringat. Untuk menentukan indeks tersebut, diperlukan pengukuran-pengukuran temperatur kering dan basah, temperatur globe, kecepatan aliran udara, produksi panas akibat kegiatan dalam pekerjaan. Berikut adalah rumus untuk menghitung HSI,
- 2
R = k
1 (35-t r ) Wm , k 1 =4. ................................................................(3.7) 0.6 -2
C = k v (35-t ) Wm , k =4.6...
2 a
2
…………………........................ ...... (3.8)
0.6 -2
E max = k
3 v (56-P a ) Wm , k 3 =7.0
……………….................................(3.9) E req = M-R-C .................. ………........................................... ..................(3.10) HSI = (E / E )x100%....
req max
………..................................... ..................(3.11) dimana, k
1 = faktor pengali radiasi; k 2 = faktor pengali konveksi;
k
3 = faktor pengali evaporasi
5. Required Sweat Rate (SW req ) Bentuk dasar indeks ini dari International Organization for Standardization (ISO) 7933 (1989). Indeks ini merupakan pengembangan dari dua indeks tekanan panas yaitu Heat
Stress Indeks dan The Index of Thermal Stress dan indeks ini dihitung untuk
keseimbangan panas (Vogtet, 1981). Required Sweat Rate (SWreq) dapat dihitung sebagai berikut: S req = E req /r req ............................................................... .......(3.12)
3.5. Sistem Pencahayaan, Jenis Lampu dan Temperatur Ruangan
Penggunaan lampu dalam ruangan akan memberikan efek penerangan yang baik bagi pengguna ruangan. Selain itu beberapa lampu juga dapat memberikan suasana hangat atau panas. Jika jumlah pengguna melebihi kapasitas pemakaian ruangan maka panas lampu dan panas yang timbul akibat proses metabolisme dapat mengakibatkan temperatur ruangan menjadi tidak nyaman. Berikut ini diuraikan beberapa jenis lampu dan kaitannya dengan panas yang timbul.
1. Lampu pijar Lampu pijar menghasilkan cahayanya dengan pemanasan listrik dari kawat filamennya pada temperatur yang tinggi. Temperatur ini memberi radiasi dalam daerah tampak dari spektrum radiasi yang dihasilkan. Lampu pijar terdiri atas 2 jenis yaitu:
a. Lampu reflector, terbuat dari lapisan metal tipis pada permukaan dalam dari bola lampu yang memberikan arah intensitas cahaya yang dipilih. Reflektor dalam tidak boleh rusak, korosi atau terkontaminasi.
b. Lampu Halogen, adalah Lampu pijar biasa yang mempunyai filament temperatur tinggi dan menyebabkan partikel tungsten akan menguap serta berkondensasi pada dinding bola lampu yang selanjutnya mengakibatkan penghitaman. Lampu halogen berisi gas halogen (iodine, chlorine, chromine) yang dapat mencegah penghitaman lampu.
2. Lampu pelepasan gas.
Lampu ini tidak sama bekerjanya seperti lampu pijar. Lampu ini bekerja berdasarkan pelepasan elektron secara terus menerus di dalam uap yang diionisasi. Kadang-kadang dikombinasikan dengan fosfor yang dapat berpendar. Pada umumnya lampu ini tidak dapat bekerja tanpa balast sebagai pembatas arus pada sirkit lampu. Lampu pelepasan gas mempunyai tekanan gas tinggi atau tekanan gas rendah. Gas yang dipakai adalah merkuri atau natrium. Salah satu lampu pelepasan gas tekanan rendah dan memakai merkuri adalah lampu fluoresen tabung atau disebut TL (Tube Lamp).
3. Lampu fluoresen tabung.
Lampu fluoresen tabung dimana sebagian besar cahayanya dihasilkan oleh bubuk fluoresen pada dinding bola lampu yang diaktifkan oleh energi ultraviolet dari pelepasan energi elektron. Umumnya lampu ini berbentuk panjang yang mempunyai elektroda pada kedua ujungnya, berisi uap merkuri pada tekanan rendah dengan gas inert untuk penyalaannya. Jenis fosfor pada permukaan bagian dalam tabung lampu menentukan jumlah dan warna cahaya yang dihasilkan. Lampu fluoresen mempunyai diameter antara lain 26 mm dan 38 mm, mempunyai bermacam-macam warna; merah, kuning, hijau, putih, daylight dan lain-lain serta tersedia dalam bentuk bulat (TLE)..
IV. METODE PENELITIAN
1. pengukuran termal
Adapun penelitian kajian paparan panas pada tahun kedua dilakukan mengikuti roadmap penelitian yang ditunjukkan pada Gambar 4.1. Pada periode kedua penelitian ini difokuskan pada ruangan kelas, namun penelitian di beberapa industri manufaktur tetap dilaksanakan.
Mulai 2011 Kajian Pengukuran di Perusahaan
Manufaktur
1. Mempelajari pengaruh paapran panas dari data termal terhadap kenyamanan dan produktivitas pekerja. 2. mengklasifikasi karakteristik paparan panas dari jenis proses produksi 3. melakukan kajian hubungan antara kondisi termal, kenyamanan dan produktivitas kerja
2011 Kajian Pengukuran di Perusahaan Manufaktur
- Temperatur (Relatif,Bola Basah,Bola Kering, Globe, Permukaan)
- kelemb
- kecepatan 2.pengukuran Psikologi(sensasi dan Preferensi Temperatur,sensasi dan preferensi aliran udara,kenyamanan) 3.pengukuran fisiologi 4.pengumpulan data produk cacat 2012
Kajian Pengukuran di Ruangan Kelas + Manufaktur
1. mempelajari pengaruh paparan panas dari data termal terhadap kenyamanan dan produktivitas pekerja
- Temperatur (Relatif,Bola Basah,Bola Kering, Globe, Permukaan)
- kelemb
- kecepatan 2.pengukuran Psikologi(sensasi dan Preferensi Temperatur,sensasi dan preferensi aliran udara,kenyamanan) 3.pengukuran fisiologi 4.pengumpulan data produk cacat 2013
2. mengklasifikasi karakteristik paparan panas dari desain dan luas ruang kelas/kuliah 3. melakukan kajian hubungan antara kondisi termal,kenyamanan dan produkivitas kerja
1. pengukuran termal
Rancangan awal usulan
1. Usulan ISSB berdasarkan data di perusahaan dan sekolah/raung kuliah 2. penerapan durasi waktu kerja/ istiahat berdasarkan NAB menggunakan ISSB usulan 2013
Kajian Paparan Panas
1. Evaluasi hubungan antara data Termal kenyamanan dan produktivitas di industri manufaktur dan ruangan kelas/kuliah
2. pengukuran dan evaluasi nilai
ISSB dan NAB Selesai
Gambar 4.1. Kegiatan Penelitian yang DilaksanakanKegiatan penelitian pada tahun 2012 pada Gambar 1 di atas dalam pelaksanaannya dilakukan berdasarkan skematik desain penelitian yang ditujukkan pada Gambar 4.2.
2012 Kajian Pengukuran di Ruangan Kelas + Manufaktur
Pengukuran Termal Pengukuran Psikologi
Pengukuran Fisiologi Temperatur Udara Kelembaban Udara Kecepatan Udara Temperatur Bola Basah Temperatur Bola Kering Temperatur Globe Temperatur Permukaan Sensai Termal
Kenyamanan Termal
Preferensi TermalSensasi Aliran Udara
Preferensi Aliran Udara
Denyut Nadi Berat Badan Umur Jenis Kelamin Jenis Pakaian Alat yang Digunakan:
Multi Channel Temperature Recorder Thermo-Hygrometer Black Globe Thermometer Anemometer
Alat yang digunakan: Kuesioner Thermal Alat yang digunakan: Kuesioner
Timbangan Badan Blood Pressure Monitor Kondisi Termal di Tempat Kerja
ASHRAE:
ISO 7730, 1994
ISO 7243, 1995 Perancangan Ulang Kondisi Termal di Tempat Kerja:
1. Ventilasi pribadi
2. Rotasi Operator pada RuangKerja
3. Perbaikan Tempat Kerja Kinerja Termal yang Mendukung Produktivitas Kerja Jika Tidak Sesuai
Jika Sesuai
Disesuaikan dengan standar lingkungan termal di tempat kerjaGambar 4.2. Desain PenelitianTeknik Sampling
Adapun subjek yang terlibat pada penelitian ini biasanya diambil dari para siswa atau pekerja dengan menggunakan teknik non probability sampling yitu dengan judgment sampling. Hal ini dilakukan karena sampel dianggap sudah memahami permsalahan dan ditambah dengan waktu pengamatan yang terbatas.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
7. Ruang Bimbingan Karir : 1 ruang, Luasnya : 6 m
2 Adapun denah bangunan kedua PKMI Lubuk Pakam ditunjukkan oleh Gambar 5.1. berikut ini.
12. Ruang Kesenian : 1 ruang, Luasnya : 56 m
2
11. Ruang Media : 1 ruang, Luasnya : 56 m
2
10. Ruang Ibadah : 1 ruang, Luasnya : 200 m
2
9. Ruang OSIS : 1 ruang, Luasnya : 12 m
2
8. Ruang Komputer : 1 ruang, Luasnya : 56 m
2
Penelitian difokuskan pada beberapa kondisi ruang kelas yang ada di beberapa di sekitar kota Medan antara lain:
1. Sekolah PKMI Lubuk Pakam, menerima murid dari TK sampai SMA 2. Sekolah Dasar Negeri Medan No. 060901.
6. Ruang Perpustakaan : 1 ruang, Luasnya : 56 m
2
5. Ruang Laboratorium : 3 ruang, Luasnya : 224 m
2
4. Ruang Belajar : 29 ruang, Luasnya : 1624 m
2
3. Ruang Tata Usaha : 1 ruang, Luasnya : 24 m
2
2. Ruang Guru : 2 ruang, Luasnya : 112 m
2
1. Ruang Kepala Sekolah : 3 ruang, Luasnya : 72 m
3. Sekolah Menengah Atas Negeri 2, Medan. Dari bahan kajian yang dilakukan terdapat beberapa modifikasi yang dilakuukan dari metoda yang telah ditetapkan beradsarkan kondisi di lapangan. Pada laporan penelitian ini bahasan mengenai kondisi termal yang dipengaruhi oleh variabel lingkungan lain seperti pencahayaan akan dibahas detail pada sekolah PKMI. Sekolah PKMI Lubuk Pakam menerima siswa dimulai dari pendidikan tingkat TK hingga ke tingkat SMA Adapun fasilitas yang terdapat di PKMI Lubuk Pakam adalah :
2 U
Perumahan Warga
Gedung Sekolah
3
G e Gereja d Perumahan Lapangan Sekolah u n Walet dan g2 Se Perumahan ko Warga la Gedung Sekolah h Ja 1 la n R Jalan Raya a ya Perumahan Perumahan Perumahan Warga Walet Warga
Gambar
5.1. Denah Bangunan Sekolah PKMI Lubuk Pakam Pengukuran indikator lingkungan termal dan lainya seperti pencahayaan dan kebisingan dilakukan pada 5 titik yang berbeda disesuaikan dengan posisi siswa saat belajar. Tata letak titik-titik pengukuran dapat dilihat pada Gambar 5.2. dan Gambar 5.3.
4 1 Simbol Keterangan Thermometer Black Globe hygrometer Thermo- Meja Bangku Ventilasi
Jendela 5 m Pintu ,8