Ilmu Pengetahuan dan Agama docx

ILMU PENGETAHUAN DAN AGAMA1
Oleh: Aris Primasatya Zebua

1. PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi zaman ini begitu pesat.

Sehingga kita tidak bisa membedakan lagi mana yang benar dan yang salah, mana
yang layak dan tidak layak dilakukan. Agama yang dipandang sebagai landasan
moralpun telah mengalami rasionalisasi. Beberapa ilmuwan bahkan terus berusaha
untuk membuktikan bahwa keberadaan Tuhan hanyalah sebuah imajinasi atau
ciptaan manusia. Para ilmuwan ini memegang kendali yang memperkuat ilmu
pengetahuan dengan cara mengubah struktur kepercayaan kepada Tuhan melalui
serangan “ilmiah” terhadap agama.
Selama berabad-abad dikumandangkan peringatan bahwa jika, memang,
manusia merupakan ukuran segala sesuatu, seseorang harus menentukan “sosok
manusia yang mana”. Menjadi ‘manusia sempurna’ adalah impian manusia.
Sempurna dalam arti mengalami kebahagiaan dalam hidup. Usaha manusiapun
terus berlanjut dengan mencari ‘kebahagiaan’ tersebut lewat ilmu pengetahuan.

Dalam usaha tersebut, manusia menemukan teknologi, yang semakin canggih,
yang memudahkan segala pekerjaan manusia. Tidak hanya itu, lewat teknologi
manusia mampu menguasai alam semesta. Terbukti dengan penemuan-penemuan
dalam bidang astronomi, biologi, kimia, dan bidang sosial seperti psikologi.
Pencarian asal-usul alam semesta semakin menuju ke arah “penolakan”
akan adanya Pencipta. Padahal selama ribuan tahun manusia percaya bahwa alam
1 Makalah ini merupakan tugas dalam mata kuliah Filsafat Ilmu di PPs UKI

1

semesta ini diciptakan oleh Tuhan (atau bahkan dewa-dewi). Bahkan seorang
filsuf nihilisme, Nietsche, mengatakan bahwa ajaran Kristen telah melumpuhkan
potensi umat manusia. Sesungguhnya, Nietsche menggolongkan pesan ajaran
Kristen sebagai nadir, titik paling rendah, kemajuan umat manusia karena pesan
tersebut konsep seperti moralitas, pertobatan, dan kerendahan diri (Ravi
Zacharias,

1999). Analisisnya

menyimpulkan


bahwa

keyakinan

Kristen

melemahkan pikiran dan merapuhkan kebesaran yang berada dalam benak
seseorang.
Selain Nietzsche, masih ada pemikir-pemikir lain, seperti Jean-Paul Sartre,
Ludwig Feurbach, ilmuwan – Richard Dawkins, fisikawan – Stephen Hawking,
yang menolak keberadaan Tuhan. Karena itu, mereka juga menolak keberadaan
agama karena agama mengajarkan tentang keberadaan seorang Pencipta, yaitu
Tuhan, yang menciptakan alam semesta, temasuk manusia.
Benarkah bahwa ilmu (pengetahuan) tidak sejalan dengan agama? Jika ada
sejalan, apa peranan agama terhadap ilmu pengetahuan dan sebaliknya?

1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjelasan di atas kita bisa mengidentifikasikan masalah yaitu
tentang hubungan ilmu pengetahuan, teknologi, dan agama, serta masa depan

manusia.

1.3.

Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian ilmu pengetahuan, teknologi, dan agama?
2. Apakah hubungan ilmu pengetahuan dengan agama?

2

3. Bagaimana hubungan agama, ilmu, teknologi terhadap masa depan manusia?

2. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Manusia adalah bagian dari alam. Oleh sebab itu ia hidup di dalam
lingkungan alam. Selain itu, manusia juga hidup di antara sesamanya. Berarti,
manusia adalah makhluk social. Hubungan timbal balik antara manusia dengan
lingkungannya (baik lingkungan social maupun lingkungan alam) melahirkan
pengalaman. Dalam kehidupannya, manusia banyak mendapat pengalaman. Dari

pengalaman itu didapatkan sejumlah pengetahuan yang memiliki sifat keajegan
tertentu tanpa kemampuan untuk menjelaskan sebab-sebabnya secara terinci dan
rasional. Dari penjelasan tersebut, maka pengertian dari pengetahuan adalah hasil
tahu manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami
suatu objek tertentu. (Surajiyo, 2014)
Dalam sejarah perkembangannya, pengetahuan manusia semakin bertambah.
Manusia terus berusaha memahami dan menjelaskan lingkungan sekitarnya.
Dalam usaha itu terdapat dua sarana, yaitu penjelasan gaib dan pengetahuan
ilmiah. Penjelasan gaib tidak mungkin dapat diuji kebenarannya karena berada di
luar pemahaman manusia, walaupun masih ada manusia yang memercayainya.
Sedangkan pengetahuan ilmiah bisa diuji dan dibuktikan kebenarannya melalui
pendekatan rasional dan pengumpulan fakta-fakta empiris.
Kombinasi usaha mencari pendekatan rasional dan pengumpulan fakta-fakta
empiris inilah yang biasa disebut dengan metode keilmuan. Melalui metode
keilmuan akan didapatkan ilmu dari sejumlah pengetahuan yang memiliki ciri-ciri

3

tertentu sebagai pembeda dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang belum
teruji. Jadi, ilmu (pengetahuan) adalah pengetahuan yang telah diuji kebenarannya

lewat metodologi penelitian.
2.2. Pengertian Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan membawa perubahan pada peradaban
manusia. Ilmu sebagai hasil aktivitas manusia dalam mengkaji berbagai hal di
sekitarnya membutuhkan cara kerja yang disebut metode. Cara kerja
membutuhkan alat kerja. Alat kerja inilah yang disebut teknologi.
Teknologi merupakan penerapan ilmu. Pada satu sisi, ilmu menyediakan
pendukung penting bagi kemajuan teknologi yakni berupa teori-teori. Pada sisi
lain teknologi sangat membantu pengembangan cakrawala keilmuan.
Ini berarti ilmu mendukung perkembangan teknologi dan teknologi
mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, teknologi bisa
diartikan sebagai wujud dari ilmu pengetahuan.
2.3. Pengertian Agama
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip
kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama
lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan
kepercayaan tersebut. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang
berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi
yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang
berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan ber-religi, seseorang mengikat

dirinya kepada Tuhan.

4

Menurut Darsono (2011), agama adalah pengetahuan dari wahyu yang
disajikan dalam Kitab Suci. Wahyu tersebut merupakan pengetahuan yang
diperoleh oleh manusia dari Tuhan atau nabi sebagai pengantara. Bedanya
pengetahuan ilmiah dengan wahyu adalah bahwa wahyu diterima oleh manusia
sebagai kebenaran berdasarkan imannya kepada Tuhan dan bukan berdasarkan
metodologi ilmiah. Nabi dianggap sebagai utusan Tuhan yang dipercayai
membawa pengetahuan (wahyu).
Apakah hakikat agama? Agama adalah suatu keyakinan akan adanya suatu
kenyataan trans-empiris, yang begitu mempengaruhi dan menentukan, sekaligus
juga membentuk dan menjadi dasar tingkah laku manusia. (Jan Hendrik Rapar,
1995)
Agama menunjukkan hubungan manusia dengan sumber keberadaannya
atau dengan penciptanya. Hal ini menunjukkan kesadaran manusia akan
keberadaan Tuhan. Padangan manusia terhadap keberadaan Tuhan bisa berbedabeda. Ada yang menganggap Tuhan sebagai objek tak terbatas–sehingga tidak
dapat diketahui, suatu keberadaan yang mutlak, atau sebagai sosok yang memiliki
Pribadi. Terlepas dari pandangan-pandangan tersebut, agama menunjukkan

kesadaran akan keterbatasan manusia.
Azas pokok agama adalah iman yaitu percaya dan yakin bahwa alam
semesta diciptakan oleh Tuhan. Unsur agama yang lain adalah bahwa agama
bersifat tak terbatas oleh waktu. Maksudnya karena kebenaran dalam agama
berdasarkan wahyu (Tuhan), sedangkan Tuhan tidak terbatas oleh waktu, maka
kebenaran agama pun tidak terbatas waktu sesuai dengan keyakinan masing-

5

masing manusia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agama merupakan
suatu misteri yang tidak dapat terpecahkan oleh akal budi (rasio) manusia.

2.4. Hubungan Ilmu Pengetahuan dan Agama
Penerapan ilmu pengetahuan dalam dunia modern telah menghasilkan
banyak teknologi yang membuat kehidupan manusia lebih sehat, lebih nyaman,
dan lebih aman. Sementara itu ilmu pengetahuan juga merupakan salah satu jalan
untuk mencari kebenaran, yaitu kebenaran objektif. Walaupun begitu, ilmu
pengetahuan cenderung menjadi otonom sehingga karenanya ia lebih sering
dipandang sebagai satu-satunya jalan menuju kebenaran.
Sebagai akibatnya kita sering menghadapi perbenturan antara ilmu

pengetahuan dan agama di bidang teologi. Persoalannya, ilmu pengetahuan
sebenarnya hanya berbicara tentang realitas objektif tentang alam dan manusia.
Padahal sesungguhnya agama berbicara tentang manusia seutuhnya, yaitu tubuh
dan ruh, dan alam seluasnya, yaitu alam nyata dan alam gaib, serta kenyataam
seluruhnya, yaitu alam beserta tuhan yang mencipta. Jadi sebenarnya terdapat
perpotongan antara keduanya, yaitu pada masalah alam dan manusia. Tak ada
pertentangan antara keduanya.
Namun dalam perjalanan sejarah beberapa abad setelah renaisans, revolusi
sains, diikuti oleh revolusi industri, pengetahuan ilmiah kita tentang diri dan alam
lingkungan kita telah berubah secara tajam. Sayangnya gambaran baru itu untuk
banyak orang cenderung menegasikan gambaran yang diberikan oleh teologi
agama-agama dunia yang manapun. Karena itulah agama makin ditinggalkan.
Begitulah kejadiannya.

6

Hal ini terjadi jika kita hanya melihat di tataran pemukaan. Padahal
seharusnya kita melihat bahwa sebenrnya teologi hanyalah merupakan konstruksi
intelektual manusia yang mencoba memahami pesan-pesan religius para nabi.
Dengan demikian kita harus berani menghadapkan teologi dengan ilmu

pengetahuan dan membuat keduanya berkembang secara dialektis dan
komplementer untuk memecahkan permasalahan umat manusia yang ditimbulkan
oleh penerapan ilmu pengetahuan yang maju itu.
Ian barbour misalnya adalah seorang pemikir yang sangat sadar akan hal
itu. Oleh karena itu dia selalu memetakan hubungan ilmu pengetahuan dan agama.
Menurutnya antara ilmu pengetahuan dan agama terdapat empat bagian varian
hubungan: konflik, independensi, dialog, dan integrasi. Dalam hubungan konflik,
ilmu pengetahuan menegasikan eksistensi agama dan agama menegasikan ilmu
pengetahuan. Masing-masing hanya mengakui keabsahan eksistensi dirinya.
Sementara itu dalam hubungan independensi, masing-masing mengakui
keabsahan eksistensi yang lain dan menyatakan bahwa di antara ilmu pengetahuan
dan agama tak ada irisan satu sama lainnya. Sedangkan dalam hubungan dialog,
diakui bahwa antara ilmu pengetahuan dan agama terdapat kesamaan yang dapat
didialogkan antara para ilmuwan dan agamawan, bahkan bisa saling mendukung.
Ian barbour memilih hubungan yang keempat, yaitu integrasi. Dia
menyatakan bahwa ada dua varian integrasi yang menggabungkan agama dan
sains. Yang pertama disebutnya sebagai teologi natural (natural theology) dan
yang kedua yang biasanya disebut sebagai teologi alam (theologi of nature). Pada
varian teologi natural , menurut barbour, teologi mencari dukungan kepada
penemuan-penemuan ilmiah, sedangkan pada varian teologi alam, pandangan


7

teologis tentang alam justru harus dirubah, disesuaikan dengan penemuanpenemuan ilmu pengetahuan yang mutakhir tentang alam.
Barbour sendiri nyatanya merasa bahwa varian kedua ini yaitu teologi
alam, sebagai yang paling benar dan karena itu dia menganutnya dengan setia.
Oleh karena itu Barbour mengamati dengan cermat rekonstruksi konsepsi teologis
yang sedang terjadi di kalangan pemikir-pemikir agama. Dia memerhatikan
bagaimana para teologi itu mencoba itu membuat sintesis teologis baru yang
menurut mereka lebih baik dari pada teologi tradisional. Namun, pengamatannya
itu dibatasi pada teologi kristen.

3. ANALISIS
3.1. Agama dan Ilmu Pengetahuan
Agama dan ilmu (pengetahuan) dalam berberapa hal berbeda, namun pada
sisi tertentu memiliki kesamaan. Agama lebih mengedepankan moralitas dan
menjaga tradisi yang sudah mapan (ritual), cenderung eksklusif, dan subjektif.
Sementara ilmu (pengetahuan) selalu mencari yang baru, tidak terlalu terikat
dengan etika, progresif, bersifat inklusif, dan objekif.
Agama memberikan ketenangan dari segi batin karena ada janji kehidupan

setelah mati, Sedangkan ilmu memberi ketenangan dan sekaligus kemudahan bagi
kehidupan di dunia. Agama mendorong umatnya untuk menuntut ilmu, hampir
semua kitab suci menganjurkan umatnya untuk mencari ilmu sebanyak mugkin.
Agama dan ilmu sama–sama memberikan penjelasan ketika terjadi bencana alam,
seperti banjir dan gempa bumi. Gempa bumi dalam konteks agama adalah cobaan
Tuhan dan sekaligus rancangannya tentang alam secara keseluruhan. Oleh karena

8

itu, manusia harus bersabar tentang percobaan tersebut dan mencari hikmah yang
terkandung di balik setiap bencana.
Karakteristik agama dan ilmu tidak selalu harus dilihat dalam konteks
yang berseberangan, tetapi juga perlu dipikirkan bagaimana keduannya bersinergi
dalam membantu kehidupan manusia yang lebih layak. Contohnya ilmu dan
teknologi mampu mengantarkan manusia hidup dalam tataran yang global, yang
juga sering disebut dengan era informasi, tetapi kehidupan yang global itu pula
yang menyengsarakan sebagian besar penduduk di bumi ini.

3.2. Teknologi
Di sisi lain, manusia semakin tergantung pada teknologi, seperti teknologi
informasi, sehingga tidak mampu lagi membedakan antara yang benar–benar
nyata dan hasil rekayasa, termasuk rekayasa informasi. Katakanlah informasi
yang cepat tentang tsunami di Aceh, begitu cepat menyebar ke seluruh dunia,
sehingga dengan spontan terjadi solidaritas global. Solidaritas global ini
sebenarnya buah dari rekayasa informasi yang begitu dahsyat. Sebab, dalam
waktu yang bersamaan, semua televisi menayangkan kejadian yang amat
mengerikan dan menyentuh rasa kemanusiaan. Padahal, wilayah Aceh yang tidak
kena musibah ada jauh lebih menderita daripada yang berada di wilayah tsunami.
Persoalannya, mereka tidak diinput oleh media informasi, sehingga tidak ada
solidaritas untuk membantu penderitaan mereka. Inilah contoh betapa dahsyatnya
kekuatan sebuah rekayasa informasi.
Teknologi ternyata didasari atau tidak menciptakan sesuatu yang tidak
diprediksi sebelumnya. Ilmu dan teknologi mengalami degradasi nilai dan

9

akhirnya dapat memenjara ilmu dan teknologi itu dalam satu kerangkeng tertentu.
Contohnya, televisi adalah bentuk dari kerangkeng teknologi informasi karena
ketika informasi masuk dalam kotak yang bernama televisi, maka pada waktu itu
teknologi informasi menjadi budak bagi kepentingan kotak tersebut.
Jika teknologi dijadikan tujuan dan cita-cita, maka pada gilirannya
peradaban teknologi akhirnya berubah menjadi kekuasaan yang membelenggu
manusia sendiri. Nicolas Berdyev dalam bukunya The Destiny of Man berucap:
“Technical progress testifies not only to man’s strength and power
over nature; it not only liberales men but also weakens and enslaves
him; it mechanizes human life and give man the image and
semblance of machine.”
“Kemajuan teknik tidak saja membuktikan kekuatan serta daya manusia
untuk menguasai alam, kemudian teknik itu tidak saja membebaskan manusia,
tetapi juga memperlemah serta memperbudaknya, kemajuan itu memekanisasikan
manusia dan menimbulkan gambaran serta persamaan manusia dengan mesin.”
Jelas bahwa di satu sisi teknologi menjadi penjara bagi manusia, namun
pada sisi lain teknologi itu pun dipenjara oleh kepenting manusia. Teknologi layar
seakan-akan telah memenjarakan manusia karena dia tidak bekerja kalau tidak ada
komputer atau handphone. Namun, pada saat yang bersamaan manusia
memanfaatkan layar untuk ambisinya. Maka tidak ada heran, bila kemudian layar
televisi yang luasnya beberapa puluh inci disesaki oleh berbagai program. Ibarat
tong sampah semuanya ada di situ; pasar, politik, ekonomi, masjid, geeja, pura,
dokter, dukun, gajah, dan semut semua masuk televisi. Para penguasa televisi
memanfaatkan benar kebutuhan itu untuk menccari untung sebanyak-banyaknya.

10

3.3.

Agama, Ilmu Pengetahuan, dan Masa Depan Manusia
Sebagaimana ilmu dan teknologi, agama mendapat tantangan dari

rasionalitas manusia yang telah membuktikan diri mampu mengubah penampilan
dunia fisik. Perwujudan dari kearifan religius yang unspeakable dikalahkan oleh
rasionalitas yang senantiasa melihat persoalan secara teknis sebatas alam fisik.
Pada tingkat praktis, “agama kuno” memiliki apresiasi terhadap kehidupan yang
lebih dan ini mengacu kepada jiwa yang lebih ksatria dan mulia; sedangkan
“agama modern" mewakili sikap egoistis manusia terhadap lingkungannya, jika
bukan memamerkan cara mengesahkan keserakahan, sekadar untuk tidak
dianggap kuno.
Semangat yang berlebihan dalam beragama justru akan merugikan dan
merusak makna agama itu sendiri. Di satu pihak, penerapan rasionalitas dalam
agama yang dilakukan oleh mereka yang ingin memodernisasi agama agar sesuai
dengan kemajuan zaman, atau berpretensi untuk membersihkan agama dari
berbagai bid’ah akan memiskinkan agama sekadar pelayan materialisme, karena
rasionalitas hanya dapat bekerja pada wilayah logis yang speakable dan bukan
wilayah reflektif dari pengetahuan manusia di mana wilayah rasionalitas harus
bekerja dua kali dan dengan demikian mengingkari dirinya. Di pihak lain,
religiusitas tidak dapat direalisasi secara paksa karena hanya akan memuaskan
perasaan manusia belaka. Visualisasi yang bagaimanapun tentang Tuhan hanya
menghasilkan patung Tuhan.
Agama sendiri merupakan faktor utama dalam mewujudkan pola-pola
persepsi dunia bagi manusia. Persepsi-persepsi itu turut mempengaruhi

11

perkembangan dunia itu sendiri, dan dengan cara demikian juga mempengaruhi
jalannya

sejarah. Persepsi-persepsi

itu menentukan

pula cara

manusia

menundukkan dirinya di dunia ini. Sebaliknya sejarah juga memaksakan
perubahan dan penyesuaian terus-menerus pola-pola persepsi itu tadi, terutama
pada masyarakat yang sedang berubah dengan pesat.
Manusia merupakan makhluk yang “future-oriented”, tindakan dan
pertimbangan pada saat ini penting untuk memprediksi persoalan-persoalan masa
depan. Bahkan sejarah penuh dengan contoh-contoh, baik tentang kekejaman
manusia maupun tentang pengorbanannya yang telah dilakukannya dengan
maksud untuk menjamin terjadinya suatu hari depan yang lebih baik. Dalam
setiap agama ada pengorbanan yang jauh lebih mulia jika dilakukan demi
mencapai masa depan yang lebih baik. Mati syahid dalam Islam adalah bentuk
dari suatu kematian yang diharapkan karena seseorang yang mati syahid akan
langsung masuk surga tanpa melalui hisab. Dalam beberapa sekte agama Kristen
ekstrem kematian yang dipercepat mampu mengantarkan seseorang langsung
menuju surga.
Dalam agama-agama pandangan mengenai hari depan tidak seragam. Ada
yang berpandangan bahwa tujuan akhir kehidupan ini adalah nirwana, yakni
ketiadaan dan dalam ketiadaan itu sifat dan keinginan kemanusiaannya hilang.
Ketika manusia masih memiliki keinginan, dia akan kembali ke dunia dalam
bentuk lain. Namun, jika dia mampu menghilangkan semua sifat dan
keinginannya, saat itulah tujuan dan kesempurnaan hidup tercapai. Ada juga yang
berpandangan bahwa ada kehidupan yang lebih abadi dan tenang di alam sana
(disebut surga) sehingga bagi orang yang sudah membekali dirinya untuk

12

berangkat ke alam sana tidak akan takut menghadapi mati. Ibarat prajurit yang
akan pergi perang, semua persiapan sudah lengkap sehingga dia amat pecaya diri
menghadapi musuh.
Dalam kerangka itu, agama dan ilmu memiliki kesamaan, yakni samasama mendesain masa depan manusia. Desain agama lebih jauh dan abstrak,
sedangkan ilmu dan teknologi lebih pendek dan konkret. Desain agama untuk
memberikan ketenangan hidup setelah hidup, sedangkan desain ilmu dan
teknologi untuk hidup masa depan di dunia ini. Penemuan uap dan listrik adalah
bagian dari persiapan untuk anak cucu James Watt dan Thomas Alfa Edison.
Mereka sendiri tidak lama menikmati hasil karyanya, kalaupun dinikmati tidak
maksimal dan tidak sama dengan apa yang kita nikmati sekarang.
Dalam pandangan agama, ilmu, dan teknologi bukan merupakan aspek
kehidupan umat manusia yang tertinggi. Tidak juga merupakan puncak
kebudayaan dan peradaban umat manusia di dalam evolusinya mencapai
kesempurnaan hidup (perfection of existence). Banyak kaum rasionalis yang
materialistis menganggap bahwa abad modern, abad ilmu pengetahuan dan
teknologi sekarang adalah puncak dari peradaban dan kebudayaan manusia.
Karena dengan akalnya yang tajam manusia modern dapat menghasilkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat mengagumkan, dan menganggap manusia
zaman dahulu adalah lebih rendah peradaban dan kebudayaannya karena terlalu
diliputi oleh kehidupan yang tidak rasional, takhayul, dan terbelenggu oleh
kepercayaan agama yang dogmatis.
Ilmu pengetahuan dan teknologi memakai rasio (akal) yang tajam.
Kerohanian, kejiwaan agama memakai “intuisi” (wahyu) sebagai sarana masing-

13

masing untuk membuktikan kebenarannya dan menghayati hakikatnya. Ilmu
pengetahuan hingga kini dianggap sebagai pengawal kemajuan umat manusia
yang akhir-akhir ini secara umum banyak diserang sebagai pembawa berbagai
macam ketimpangan dan pencemaranfisik, biologi, sosial, dan budaya.
Dalam memanfaatkan ilmu dan teknologi untuk pembangunan dan demi
menjaga keseimbangan antara teknologi, pembangunan, dan lingkungan, maka
kita tidak boleh dihinggapi penyakit rabun dekat dan mengikuti naluri untuk
hanya memikirkan hasil-hasil jangka pendek. Keuntungan semu jangka pendek
tidak mustahil dapat menjadi bumerang yang mengakibatkan kerugian dalam
jangka panjang. Maka, asas keseimbangan harus diterapkan karena memang
dalam gejolak dan derap pembangunan senantiasa kita dihadapkan kepada krisis
nilai-nilai insani dan masalah untuk memanusiakan manusia itu sendiri; problema
manusia tersebut tidak menjadi alat atau korban dari ciptaannya sendiri,
masalah des soushommes dan des super-machines menurut istilah A. Kaufman
dan J. Peze.
Sebagaimana Negara Amerika Serikat yang maju dan makmur telah terjadi
krisis kepribadian atauu identitas karena derap teknologi lebih banyak mengancam
status dan peranan manusianya daripada pekerjaannya. Ancaman otomasi adalah
sebagian dari krisis identitas tersebut. apabila mesin-mesin itu bukan hanya dapat
menggantikan manusia, tetapi bahkan dapat melakukan pekerjaannya secara lebih
baik dan lebih murah.
Kemajuan ilmu pengetahuan yang secara global ini, umat manusia
senantiasa dihadapkan pada peperangan. Namun, sejak berakhirnya Perang Dunia
II sifat peperangan telah berubah sedemikian drastisnya sehingga masa depan

14

umat manusia dan masa depan generasi-generasi yang belum dilahirkan
menghadapi bahaya yang amat gawat. Potensi berbagai senjata nuklir, kimiawi,
biologis, dan bahkan senjata konvensional, dengan berbagai alasan politis dan
komersial, semakin meningkatkan ancaman baru bagi kehancuran global.
Akibat dari penggunaan senjata nuklir, kimiawi, biologis, dan sebagainya
secara besar-besaran akan menimbulkan perubahan-perubahan ekologis dan
genetik tak terpulihkan yang batas-batasnya tidak dapat diramalkan. Maka, ilmu
pengetahuan dan teknologi benar-benar tidak berdaya untuk mempersembahkan
kepada dunia satu pun penangkal yang mujarab. Tidak ada prospek untuk dapat
membuat suatu pertahanan yang cukup berdaya guna untuk melindungi wilayah
pemukiman. Tidak ada prospek untuk mencegah penghancuran segala dasar
budaya, sosial, ekonomi, dan industri dari suatu masyarakat. Juga tidak ada satu
pun sistem medis yang akan dapat menanggulangi akibat penghancuran massal
yang masif itu.
Para ilmuwan dan teknolog diimbau membantu mencegah penyalahgunaan
ilmu pengetahuan yang digunakan sebagai pembinaan massal. Dan pada
hakikatnya, semua orang yang berakal sehat diimbau untuk beri’tikad baik dalam
menghadapi problema bahaya perang nuklir yang senantiasa mengancam
kehidupan kita di dunia. Semua perbedaan pendapat, termasuk perbedaan di
bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agama, hendaknya dapat
diletakkan dalam perspektif yang serasi dan tepat guna. Sasaran imbauan adalah
segenap manusia-manusia di balik ilmu pengetahuan dan teknologi untuk tidak
mengembangkan, memproduksikan, dan menggunakan senjata nuklir. Para
penanggung jawab utama keselamatan bangsa dan negara diimbau untuk tidak

15

melakukan rekayasa sosial (social engineering) dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Pemahaman kita tentang genetika telah mengguncang dunia. Teknologi
genetik menghadirkan tantangan terbesar bagi keyakinan agama tradisional.
Penguraian kode genom manusia, serta dukungan filosofis untuk upaya tersebut,
memaksa untuk dilakukannya pengkajian ulang serta mendalam tentang makna
menjadi manusia. Teori determinisme genetika bahwa gen kita menentukan bukan
wujud fisik saja, tetapi juga kecenderungan seksual, tingkat agresi, dan ada
kemungkinan kecenderungan keagamaan kita menyebabkan para teolog mengkaji
pemikiran mereka mengenai kehendak bebas, kebutuhan Tuhan manusia akan
agama, bahkan keberadaan Tuhan.
Adanya tantangan mendalam terhadap ortodoksi agama dan adanya
konsekuensi kedigdayaan teknologi genetika, maka sangat penting dan kritis bagi
kita untuk mendengar pandangan dan pikiran para teolog dan filosof dari berbagai
agama. Seperti kata biolog W. French Anderson, bahwa “Teknik yang hebat
mempunyai segi buruk yang hebat pula.” Donald Shriver, presiden emeritus pada
Union Theological Seminary di New York dan guru besar Emeritus di bidang
etika di Columbia University, berpendapat bahwa “karena kita tidak memiliki
kearifan untuk mengenai konsekuensinya, tak dapat ditawar lagi, kita harus
waspada manakala konsekuensi itu mulai muncul.” Lebih jauh dia menekankan
bahwa “sebagai manusia, kita tentu tak akan luput dari berbuat kesalahan.
Demikian juga dengan masyarakat. Namun, sifat baik manusia adalah bisa
memaafkan kesalahan dan sekaligus bisa menggunakan kesempatan untuk
mencoba lagi untuk memperbaikinya. Agama sering sekali menyebut ihwal

16

peluang kedua yang tampaknya dapat diberikan oleh Tuhan kepada kita,
manusia.”
Para pemuka agama Kristen, Yahudi, dan Islam menawarkan konteks
untuk direnungkan oleh komunitas ilmiah. Menurut para ilmuwan, laju inovasi
teknologi agak sulit diramalkan. Dalam simposium di UCLA, Mario Caphecchiguru besar yang amat menonjol dalam bidang biologi dan genetika manusia di
University of Utah mengatakan, “Biasanya kita cenderung melebih-lebihkan apa
yang dapat kita kerjakan dalam 25 tahun mendatang.” Selain itu, terdapat
kekhawatiran dari sudut etika yang mendalam bahwa berbagai teknologi ini bisa
terpeleset dari terapi menjadi sekedar gaya, sebagaimana teknologi rekonstruksi
yang mula-mula dikembangkan untuk menolong prajurit yang terluka di medan
perang menjadi bedah kecantikan. Di kalangan teolog, ilmuwan, dan ahli biotika
berkembang rasa muak yang meluas terhadap gagasan mengubah manusia secara
genetik hanya dengan dalih “perbaikan” yang bersifat superfisial, namun tidak ada
kesepakatan mengenai apakah dapat ditarik garis pembatas yang jelas antara
penyembuhan penyakit dan perbaikan penampilan.
Menurut Gookin, “Kewajiban moral dan estetika para seniman untuk
menyempurnakan citra tubuh manusia dalam seni kini telah dialihkan ke bidang
ilmu genetika. Dengan genetika, para ilmuwan diberi piranti yang dapat mereka
gunakan untuk menerapkan konsep ‘perbaikan’ estetika dan moral terhadap
organisme manusia itu sendiri.”
Dalam upaya memisahkan kepingan genetik dari DNA (Deoxyribonucleic
Acid) dan merekombinasikannya lagi dengan yang lain dapat mengubah
“instruksi” yang menguasai sel hidup. Maka, dengan menempatkan molekul DNA

17

dari tubuh kita ke dalam bakteri dapat diproduksikan secara alamiah zat-zat untuk
menanggulangi berbagai penyakit, seperti produksi insulin untuk diabetes, dan
interferon yang mungkin dapat turut memerangi kanker. Masalah perekayasaan
genetik ini bersifat multikompleks, yang untuk beberapa isu dan berbagai tempat
di dunia masih diperdebatkan orang. Namun, dari perpaduan antara biologi dan
teknologi itu kian terbuka wilayah baru bioteknologi. Spektrum yang dicakup oleh
bioteknologi sangat luas, mulai dari yang sederhana hingga yang amat
bersofistikasi atau canggih.
Ilmu dapat dilumpuhkan oleh biasnya sendiri, sebagaimana juga agama.
Di dunia Barat dewasa ini, tujuan ilmu adalah menjelaskan alam fisik, sementara
tujuan agama adalah menjelaskan alam spiritual. Ilmu mengira bahwa ilmu tidak
memiliki filsafat dan sekedar untuk mengkajidan mengukur benda secara empiris.
Padahal sesungguhnya ilmu juga memiliki filsafat: ilmu hanya menganggap
penting benda yang empiris. Dan ilmu tidak akan melatih penganutnya untuk
berfikir secara filosofis. Mereka hanya akan mempelajari berbagai jenis rumus
dan teknologi.
Sinergi agama dan ilmu dalam konteks ini dapat dilakukan demi
terwujudnya keseimbangan peradaban manusia. Sebab, kalau masing-masing
pihak masih tetap mempertahankan ego, maka masa depan umat manusia tidak
dapat diramalkan.
Di sinilah ilmu dan teknologi tidak harus dilihat dari aspek yang sempit,
tetapi harus dilihat dari tujuan jangka panjang dan untuk kepentingan kehidupan
yang lebih abadi. Kalau visi ini yang diyakini oleh para ilmuwan dan agamawan,
maka harapan kehidupan ke depan akan lebih cerah dan sentosa. Tentu saja

18

pemikiran-pemikiran seperti ini perlu dukungan dari berbagai pihak untuk
terwujudnya masa depan yang cerah dan harmonis.
Benarlah apa yang dikatakan oleh Albert Einstein dalam pesannya kepada
mahasiswa California Institute of Technology bahwa “ilmu tanpa agama adalah
lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta”. (Jujun S. Suriasumantri, 2007).

4. PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Ilmu

(pengetahuan)

merupakan

pengetahuan

yang

telah

diuji

kebenarannya lewat metodologi penelitian. Dari pengertian ini kita bisa pelajari
bahwa ciri ilmu adalah empiris, sistematis, objektif, analitis, dan verifikatif.
Agama adalah suatu keyakinan bahwa ada suatu kenyataan di luar
pengalaman manusia. Kenyataan tersebut dipandang sebagai keberadaan Tuhan
yang menciptakan alam semesta. Wahyu adalah pengetahuan dalam agama yang
diperoleh dengan iman.
Perbedaan agama dengan ilmu dapat disimpulkan bahwa; agama lebih
mengedepankan moralitas dan menjaga tradisi yang sudah mapan (ritual),
cenderung eksklusif, dan subjektif. Sementara ilmu (pengetahuan) selalu mencari
yang baru, tidak terlalu terikat dengan etika, progresif, bersifat inklusif, dan
objekif
Agama dan ilmu memiliki kesamaan, yakni sama-sama mendesain masa
depan manusia. Desain agama lebih jauh dan abstrak, sedangkan ilmu dan
teknologi lebih pendek dan konkret. Desain agama untuk memberikan ketenangan

19

hidup setelah hidup, sedangkan desain ilmu dan teknologi untuk hidup masa
depan di dunia ini.
Jadi, tidak ada pertentangan antara ilmu pengetahuan dan agama
sebagaimana pernah disampaikan oleh seorang jenius fisika–Albert Einstein
bahwa ilmu tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta.

4.2. Saran
Hendaknya kita sebagai individu yang menggeluti ilmu pengetahuan,
menyadari bahwa ilmu pengetahuan tidak bertentangan dengan agama. Kesadaran
ini membantu kita menetapkan tujuan ‘mulia’ kita dalam mengembangan ilmu
pengetahuan. Misalnya dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi membangun lingkungan hidup yang sehat dan bersih, bukannya
untuk merusak alam. Ini baru satu contoh.
Juga kesadaran ini membantu kita dalam memahami ajaran agama. Ilmu
mengajari kita untuk kritis dan terbuka. Hal ini bisa diterapkan dalam agama yaitu
untuk menangkal pemikiran-pemikiran yang sempit dalam agama yang bisa
menciptakan sikap fanatic ‘buta’ terhadap agama.

20

DAFTAR PUSTAKA
Badrut Tamam, Muhammad. 2013. Ilmu pengetahuan dan Agama. (Daring
tanggal 07 Februari 2015, http://amamdesign.blogspot.com/2013/04/filsafatilmu-ilmu-pengetahuan-dan-agama_29.html)
Ian Barbour. 2005.
Menemukan Tuhan Dalam
Ilmu pengetahuan
Kontemporer dan Agama, Bandung: PT Mizan Pustaka.
Jan Hendrik Rapar. 1995. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Prawironegoro, Darsono. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: Nusantara Consulting.
Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional
Ravi Zacharias. 1999. Can Man Live Without God (Terjemahan Wim Salampessy:
Dapatkah Manusia Hidup Tanpa Allah). Batam Centre: Interaksara.
Surajiyo. 2008. Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Surajiyo. 2014. Ilmu Filsafat (Suatu Pengantar). Jakarta: PT Bumi Aksara.
Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu (Sebuah Pengantar Populer). Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.

21

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

GANGGUAN PICA(Studi Tentang Etiologi dan Kondisi Psikologis)

4 75 2