Harga BBM Naik Kami Harus Tetap Sekolah (1)

HARGA BBM NAIK KAMI HARUS TETAP SEKOLAH
Oleh : *Debu Yandi

Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya
Merdeka…!!!
Aku dan kawan-kawanku, adalah murid Sekolah Dasar kelas 4 di sebuah desa terpencil
Kalimantan Tengah. Setiap hari aku dan kawan-kawanku berangkat ke sekolah dengan
melintasi jalan setapak dan menyebrangi sungai dengan perahu mesin kecil milik salah
seorang warga dengan bahan bakar solar harga 15rb/liter.
Akses jembatan tidak mungkin akan dibangun, karena jarak penyebrangan itu lumayan jauh,
dan tak mungkin juga kami harus menggunakan sampan/ jukung (dalam bahasa dayak
ngaju), arus air bisa dibilang deras. Warna air yang kehitam-hitaman akibat limbah
perkebunan sawit menambah angker suasana sungai, dulu tak begitu sebelum perusahaan
sawit masuk ke desa kami.
Apalah daya ka i, ka i harus sekolah. Buka kare a progra Pe eri tah Provi si Kalte g
Harati ya g e aksa ka i harus sekolah, a u i i ur i dari dala hati ka i. Ka i
ingin menjadi manusia yang cerdas dan berkemampuan layaknya orang-orang di kota.
Walaupun, sekolah kami tertinggal, kami tak mengenal namanya internet, komputer saja
hanya satu, itupun rusak, apa itu facebook, twitter, blog, kami tak mengenal hanya tau
namanya saja dari mereka-meraeka anak kuliahan yang kebetulan pulang kampung.


Ayah dan ibu ku, kerja hanya menjadi buruh lepas di perkebunan kelapa sawit dengan gajih
per hari 56rb dan akan diterima setiap dua minggu sekali, dulu sekali ayah kerja memotong
rotan (manetes) milik orang lain, dan berbagi hasil apabila rotannya telah dijual dan ibu
kerja menyadap karet (mamantat) milik orang lain dan berbagi hasil pula ketika telah dijual,
itu dulu ketika harga karet dan rotan masih tinggi. Kini, harga karet dan rotan tak ada
artinya, sehingga hamper semua warga memilih untuk bekerja diperkebunan kelapa sawit,
dan bahkan lebih parah lagi tanaman karet dan rotan banyak yang digarap habis oleh warga
beralih menanam kelapa sawit.
Harga BBM naik, semua juga ikut naik. Gaji ayah dan ibu menjadi harapan hidup kami, untuk
makan, keperluan sekolah, dan lainnya. Hutang dimana-mana menunggu gaji keluar, dan
kerap kali gaji tak ada sisa ketika membayar hutang. Terpaksa hutang lagi. Saya teringat lagu
Rho a Ira a ya g syair ya gali lo a g tutup lo a g, pi ja ua g ayar uta g , inilah jalan
hidup kami.
Apa ya g au diharapka dari ka i ha ya ta ata “D da “MP u ap ayah da i u.
Makanya kamu harus jadi anak pintar, bisa kuliah. Tak mengapa ayah dan ibu kerja keras
seperti ini, raihlah cita-citamu setinggi mungkin, ucap ayah yang tengah menikmati
secangkir kopi dan rokok kopeh (rokok yang dibuat sendiri, dengan tembakau yang dibeli
dalam kemasan berbungkus).
Ayah da i u era gkat kerja setiap a’da su uh, de ga erjala kaki sela a kura g le ih

2 jam. Tiba kembali dirumah sekitar jam empat sore. Begitu setiap harinya. Kenapa gak
pakai motor? Karena kami gak punya sepeda motor, untuk kehidupan sehari-hari saja sudah
kurang. Jalan kaki, adalah solusi terbaik untuk dijalankan. Mungkin begitulah kira-kira yang
ada dalam benak ayah dan ibu.
Motivasi mereka adalah aku, aku yang mereka harapkan utuk menjadi anak yang sukses
nantinya. Sehingga, taka da kata lelah bagi mereka, terik mentari dan hujan sudah menjadi
nuansa alami yang mereka rasakan setiap hari. Kadang, ayah dan bunda harus kerja dengan
pakain yang basah, karena hujan, mau berteduh takut terlambat. Maklum, kerja
diperusahaan sawit harus disiplin. Kadang, mereka pulangpun disambut hujan, maka bagi
seorang anak kewajibanku membuatkan kopi/ teh hangat untuk mereka. Cukuplah dengan
tambahan rebusan ubi, sudah mengenyangkan bagi mereka.
Harga BBM naik menjadi topik hangat di desa kami, walaupun di desa, beberapa warga juga
punya televisi. Jadi tak heran suasana seperti bioskop dirumah warga yang mempunyai
televisi setiap harinya.
Isu Harga BBM naik, di desa sudah pada naik harga sembako. Gaji ayah dan ibu, tak ikut
naik. Seandainya seiring dengan isu kenaikkan Harga BBM naik dan bahkan sekarang sudah
naik, gaji ayah dan ibu juga ikut naik, niscaya aku dan kawan-kawanku setiap hari akan
membuat isu kenaikkan harga BBM, gumamku. Maklumlah aku masih anak Sekolah Dasar.
Katanya lagi, kenaikkan harga BBM untuk menyelamatkan Negara. Dan dana akan dialihkan
ke infrastruktur, saya percaya saja. Apalagi ayah dan ibu, kalau untuk menyelamatkan


Negara kenapa tidak, kata ayah dan ibu. Kita tunggu saja, semoga desa kita
pembangunannya tambah.
Tapi tetap saja, harga BBM naik semua ikut naik. Gaji tak naik, aku dan kawan-kawanku
harus tetap sekolah dengan menggunakan perahu mesin, bayar loh itu ongkos minyaknya.
Terlambat, ya pasti kalau tiba-tiba minyaknya habis, dan terpaksa harus mendayung perahu
mesin tadinya. Tapi tenang saja, aku dan kawan-kawanku tetaplah anak yang rajin, tak ada
tugas yang tak kami selesaikan tepat waktu, Pekerjaan Rumah itu hal biasa. Walupun bukubuku bacaan masih kurang, kami sangat antusias nanya kepada guru, hal yang tidak kami
ketahui.
Aku dan kawan-kawanku, mempunyai keinginan yang sama, yakni ingin bisa computer,
punya akun facebook, twitter, bisa update status, upload foto dan lainnya. Kami juga ingin
kuliah, karena walupun miskin kata guru kami, kami pasti bisa kuliah dengan modal
kecerdasan kami, dan kami juga yakin kami mampu mendapatkan beasiswa. Semoga
perjuangan ini tak sia-sia, dan Tuhan selalu mendengar hamba yang memuji Nya.

*Nama lengkap Yandi Novia, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, aktivis
Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah Kalimantan Tengah, lahir di Desa Tanjung Jariangau,
Kecamatan Mentaya Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur.