PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN WISATA ALAM LA

PENGELOLAAN KAWASAN TAMAN WISATA
ALAM LAUT (TWAL) TELUK KUPANG SECARA BERKELANJUTAN
I.A. Lochana Dewi., Marsema Kaka Mone dan Joy Surbekti
Abstract

Kupang Bay Marine Recreation Park (MRP) is one of marine conservation areas in East Nusa
Tenggara Province. Considering its strategic location right in front of the City of Kupang, the
root of issues currently threatenning the marine recreation park need to be identified as the basis
for designing a collaborative management plan for the park. This study was aimed at analyzing
the perception of the community at large concerning the current management of the park and to
involve members of the community in a collaborative planning excercise. The study employed a
mixed method methodology to collect and analyze both qualitative and quantitative data. Results
of this study indicated only 20% of the respondents were aware of the designation of the bay as a
marine recreation park, while the rest were not. However, most of the respondents were aware
that their acrivities, such as garbage disposal, sand and gravel mining, mangrove clearing for
fish pond construction, and fish bombing, were destructive to the park environment. The
collaborative planning excercise recommended that the park be managed with a focus on
developing an environmentally responsible tourisme purposes. For such purposes, 85 of those
involved in the planing excercice agreed to involve stakeholders in the planning, implementation,
and evaluation processes of the management plan. This stakeholder involvement was needed to
assure that the resulting tourism development plan for Kupang Bay MRP was truly sustainable.

Keywords:
Kupang Bay Marine Recreation Park, perception, colaborative management, management
planning excercise
Pendahuluan

TWAL Teluk Kupang merupakan salah satu kawasan pelestarian yang ada di Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT). Kawasan pelestarian ini mencakup areal perairan Teluk Kupang
seluas 50.000 ha sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 83/Kpts-II/1993 tertanggal 28 Januari 1993. TWAL Teluk Kupang
mencakup hampir seluruh perairan teluk yang terletak tepat di depan Kota Kupang. Kota Kupang
merupakan ibukota Provinsi NTT sehingga merupakan kota terbesar dengan berbagai pusat
kegiatan pemerintahan, perdagangan, dan pelayanan jasa di Provinsi NTT.
Pengelolaan TWAL Teluk Kupang, sebagaimana halnya pengelolaan kawasan konservasi
pada umumnya, seyogianya melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Dalam berbagai kasus,
sering terjadi bahwa masyarakat sebagai pemangku kepentingan sering kurang mendapat
perhatian, padahal sebagaimana telah ditunjukkan oleh Mudita & Natonis (2008) dalam
pengelolaan ketahanan hayati (biosecurity), suatu rencana pengelolaan, betapapun sempurnanya
rencana tersebut, tidak akan menghasilkan apapun bila masyarakat sebagai pemangku
kepentingan utama tidak dilibatkan.


Kerusakan yang masih terus terjadi di kawasan TWAL Teluk Kupang tersebut
mengancam keberlanjutan TWAL Teluk Kupang. Mengingat lokasi TWAL Teluk Kupang yang
sangat strategis sebagai etalase pelestarian (karena terletak tepat di depan Kota Kupang) maka
ancaman kerusakan tersebut perlu ditemukan akar permasalahannya guna menghasilkan suatu
strategi pengelolaan yang dapat mengakomodasi kepentingan berbagai pihak pemangku.
Mengacu pada kesenjangan antara implementasi penetapan kawasan dan fenomena kondisi
kawasan pelestarian yang terus mengalami penurunan tingkat kelestariannya, maka diperlukan
implementasi konsep pengembangan kawasan, khususnya untuk peruntukan pariwisata. Tujuan
penelitian adalah mengkaji persepsi masyarakat tentang pengelolaan kawasan, dan perencanan
pelibatan para pihak dalam pengembangan kawasan.

Metode Penelitian
Berdasarkan data hasil pemetaan, terdapat 38 desa pesisir yang berbatasan dengan
kawasan TWAL Teluk Kupang (Gambar 1). Mengacu pada hasil pemetaan desa-desa pesisir,
pada kegiatan penelitian ini dipilih 9 desa pesisir yang terdiri atas 7 desa pesisir di Kota Kupang
dan 2 desa pesisir di Kabupaten Kupang. Pemilihan desa sampel mengacu pada pertimbangan
persebaran wilayah di TWAL Teluk Kupang. Desa-desa pesisir yang dijadikan desa penelitian
antara lain Desa Namosain di Kecamatan Alak, Oesapa, Pasir Panjang, Namosain, LLBK, Oeba
dan Lasiana, Semau di Kecamatan Semau, Bolok di Kecamatan Kupang Barat, Nunkurus di
Kecamatan Kupang Timur, Sulamu dan Bipolo di Kecamatan Sulamu (Kabupaten Kupang).

Guna keperluan wawancara, masing-masing desa ditetapkan 30 responden yang dipilih secara
acak.

Gambar 1. Wilayah Pesisir di Sekitar TWAL Teluk Kupang (Bappeda, 2008)

Penelitian telah dilaksanakan dengan menggunakan dua metode yaitu metode deskriptif
eksplorasi untuk perencanaan pariwisata dan metode model campuran (mixed model
study)(Teddlie & Tashakkori 2003) untuk kajian kebijakan ekowisata yang akan dikembangkan
sebagai salah satu kajian kebijakan pengelolaan kawasan. Penelitian dilaksanakan dengan
menggunakan metode model campuran (mixed model study)(Teddlie & Tashakkori 2003).
Penggunaan metode campuran tersebut dilakukan mengingat penelitian yang menggunakan
paradigma kolaboratif ini terdiri atas komponen-komponen yang memerlukan penggabungan
pendekatan kualitatif (QUAL) dan pendekatan kuantitatif (QUAN) pada berbagai tahap
pelaksanaan penelitian. Penggabungan kedua pendekatan ini dilakukan secara berselang-seling
(Tashakkori & Teddlie, 2003) disebut sequential mixed model design (Gambar 2).

PEMETAAN ISUISU KUNCI
(QUAL)

ANALISIS PEMANGKU

KEPENTINGAN
(QUAL)

IDENTIFIKASI
PEUBAH
(QUAN)

PERANCANGAN
MODEL PENGELOLAAN
(QUAL)

PENENTUAN PEUBAH
MENENTUKAN
(QUAN)

Gambar 2. Rancangan Penelitain Sequential Mixed Model Design

Hasil dan Pembahasan
Profil TWAL Teluk Kupang
Berdasarkan letak geografisnya, TWAL Teluk Kupang terletak bada posisi 9,19o-10,57o

LS dan 121,30o-124,11o BT. Luas kawasan TWAL Teluk Kupang, berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kekawasan TWAL Teluk Kupangan Nomor 18/KPTS-II/93 tanggal 28 Januari 1993,
adalah 50.000 ha, yang terbentang sepanjang pantai Teluk Kupang, Pulau Burung, TWAL Teluk
Kupang, Pulau Tikus, Pulau Kambing, Pulau Tabui, dan Pulau Semau. Topografi daerah di
sekitar kawasan TWAL Teluk Kupang pada umumnya datar sampai bergelombang dengan titik
tertinggi mencapai 250 meter dpl (Departemen Kekawasan TWAL Teluk Kupangan 1997).
Keanekaragaman hayati, dan budaya masyarakat di daratan di dalam kawasan dan/atau di
daratan di sekitar kawasan adalah modal dasar pembangunan daerah. TWAL Teluk Kupang
berbatasan dengan Kota Kupang dan Kabupaten Kupang. Visualisasi kawasan TWAL Teluk
Kupang disajikan pada Gambar 3.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)


(f)

(g)

(h)

Gambar 3. Profil Pesisir TWAL Teluk Kupang

Salah satu pulau yang berada di kawasan TWAL Teluk Kupang yang potensial
dikembangkan sebagai daerah wisata adalah TWAL Teluk Kupang. Sebagaimana dengan
ekosistem perairan pantai TWAL Teluk Kupang, ekosistem perairan Teluk Kupang juga terdiri
atas pantai berpasir, terumbu karang, dan padang lamun. Namun selain ketiga tipe ekosistem
perairan pantai TWAL Teluk Kupang tersebut, di perairan teluk Kupang juga terdapat ekosistem
mangrove, yaitu di perairan pantai Pulau Timor dan perairan pantai Pulau Semau. Selain itu, di
perairan Teluk Kupang juga terdapat ekosistem perairan pantai coral cays lain dan pulau kecil
lainnya, yaitu P. Kambing, P. Pasir, dan P. Tabui yang berdekatan dengan P. Semau, serta P.
Tikus yang berdekatan dengan Daratan Timor khususnya Kecamatan Sulamu.
Ekosistem pantai berpasir di beberapa bagian pantai Pulau Timor dan Pulau Semau,
terdiri terutama atas pasir putih dengan tekstur dan warna yang berbeda dengan yang terdapat di

TWAL Teluk Kupang. Pasir di pantai kedua pulau tersebut terlah bercampur dengan sedimen
lumpur sehingga cenderung bertekstur lebih halus dan berwarna lebih gelap daripada pasir putih
yang terdapat di perairan pantai TWAL Teluk Kupang (Gambar 4).

(a)
Gambar 4.

(b)

(c)

Tekstur Pasir : (a)(b). P. Semau dan (c)(d). P. Kera

(d)

Ekosistem mangrove di perairan Teluk Kupang terdapat di perairan pantai Pulau Timor di
bagian Utara perairan teluk dan di pantai Pulau Semau di bagian Timur dan Selatan pulau
tersebut. Hasil pengamatan BAPPEDA Provinsi NTT (2006) menunjukkan bahwa terdapat
komposisi spesies yang berbeda antar beberapa lokasi pengamatan ekosistem mangrove. Pada
lokasi pengamatan di Desa Bipolo, Kecamatan Sulamu, terdapat 11 spesies mangrove, di

antaranya Avicennia alba dan Avicenia marina pada pinggiran pasang surut, Bruguiera
gymnorhiza pada substrat lumpur berpasir, Bruguiera parviflora pada substrat lumpur berpasir
dekat muara, Bruguiera hainessii pada kondisi substrat lumpur berpasir agak ke darat, Ceriops
decandra pada substrat lumpur berpasir dekat areal pertambakan, Rhizophora apiculata pada
substrat tanah berlumpur halus, Rhizophora mucronata pada substrat lumpur berpasir di pinggi
muara, Sonneratia alba pada substrat lumpur berpasir, dan Xylocarpus rumphi dengan substrat
berpasir dan berbatu, dan Xylocarpus granatum pada areal payau.
Karakteristik fisik perairan Teluk Kupang yang terkait dengan berbagai kegiatan
pariwisata perairan adalah kecepatan arus, tinggi gelombang, kecerahan perairan, dan kedalaman
perairan. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan, kecepatan arus perairan TWAL Teluk
Kupang berkisar antara 0,2-0.8 meter/detik. Di samping kecepatan arus dan pola arah arus, tinggi
gelombang sangat menentukan jenis atraksi wisata alam yang direkomendasikan di TWAL Teluk
Kupang.
Perairan dengan tinggi gelombang yang relatif besar sangat sesuai untuk kegiatan
berselancar, sedangkan perairan dengan tinggi gelombang relatif kecil sangat sesuai untuk
kegiatan berenang, snorkling, dan bersampan. Kecerahan dan kedalaman perairan menentukan
keberhasilan kegiatan pariwisata pantai, khususnya pada kegiatan snorkling dan berenang.
Tingkat kecerahan perairan yang tinggi sangat diperlukan untuk kegiatan snorkling atau
pengamatan biota akuatik di dasar perairan, sedangkan topografi dasar perairan yang relatif
landai sangat cocok untuk kegiatan bersampan dan berenang.


Arahan Pengelolaan TWAL Teluk Kupang yang Telah Ditetapkan oleh Pemerintah
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut TWAL Teluk Kupang berkelanjutan adalah
paradigma pembangunan sebagai platform daerah. Guna menjamin keberlanjutan pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan di TWAL Teluk Kupang, maka Pemerintah Daerah Nusa
Tenggara Timur telah melaksanakan kegiatan yang bertujuan untuk menyusun dokumen sebagai
panduan pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu. Berdasarkan hirarki pengelolaan wilayah
pesisir melalui program ICZM, Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur telah menyusun empat
dokumen hirarki pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu. Empat dokumen tersebut adalah
dokumen Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi NTT, dokumen
Rencana Zonasi TWAL Teluk Kupang, dokumen Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut
Provinsi NTT, dan dokumen Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi NTT.

Mengacu pada dokumen Rencana Aksi Pengelolaan Provinsi NTT, khususnya untuk
pengelolaan TWAL Teluk Kupang memiliki empat tujuan sebagai berikut:
1.
Tujuan Ekologi: mewujudkan pelaksanaan upaya-upaya pengelolaan wilayah pesisir dan
laut yang berwawasan lingkungan dan berkesinambungan.
2.

Tujuan Ekonomi: menciptakan kegiatan ekonomi produktif di wilayah pesisir untuk
meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir.
3.
Tujuan Sosial Budaya: membuka akses terhadap informasi/pendidikan/ penyuluhan dan
lainnya di wilayah pesisir untuk meningkatkan kualitas hidup nelayan dan masyarakat
pesisir.
4.
Tujuan Hukum dan Kelembagaan: menyediakan perangkat hukum dan aturan perundangundangan daerah serta kelembagaan daerah dan masyarakat yang berfungsi dengan baik
untuk mendukung terlaksananya pengelolaan wilayah pesisir secara lestari.
Arahan pengelolaan dalam dokumen Rencana Aksi Pengelolaan TWAL Teluk Kupang
mengacu pada Rencana Zonasi TWAL Teluk Kupang. Mengacu pada dokumen Rencana Zonasi,
TWAL Teluk Kupang terbagi atas empat zona. Mengacu pada Rencana Zonasi TWAL Teluk
Kupang (Bappeda Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2008), empat zona tersebut antara lain:
1.
Zona Pemanfaatan Umum, meliputi subzona perikanan tangkap, budidaya perairan,
pariwisata, kawasan industri, dan pemukiman.
2.
Zona Konservasi, meliputi subzona taman wisata laut, hutan lindung, lokasi-lokasi
bersejarah.
3.

Zona Penggunaan Khusus, meliputi subzona fasilitas militer dan pelabuhan.
4.
Zona Lorong (Alur), meliputi alur pelayaran dan alur migrasi hewan laut.
Empat dokumen hirarkis pengelolaan wilayah pesisir dan laut terpadu Provinsi Nusa
Tenggara Timur, dapat dijadikan sebagai arahan pemilihan usaha dan/atau kegiatan pengelolaan
sebagaimana yang termuat dalam rencana zonasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
implementasi rencana zonasi TWAL Teluk Kupang adalah sebagai berikut:
1.
Zonasi yang telah tersusun belum sepenuhnya mengakomodasikan kondisi umum yang
nyata di kawasan TWAL Teluk Kupang.
2.
Perlu dilakukan uji coba zonasi untuk memberikan penyempurnaan zonasi yang telah
dibuat dengan kondisi nyata di lapangan.
3.
Zonasi bukanlah satu-satunya alat untuk mengatur pengelolaan TWAL Teluk Kupang
secara berkelanjutan, sehingga diperlukan kegiatan secara terpadu untuk menentukan
arahan pengelolaan yang memberikan keperpihakan pada para pemangku kepentingan.
4.
Guna menjamin keberlanjutan pengelolaan TWAL Teluk Kupang yang berkelanjutan maka
keterlibatan para pemangku kepentingan pada satuan desa/kelurahan yang berbatasan
langsung dengan kawasan perlu dipertimbangkan untuk menyusun rencana aksi berbasis
masyarakat.
5.
Guna menjamin implementasi sinkronisasi antara arahan yang telah dibuat berdasarkan
kajian ilmiah dan menjamin keterlibatan para pemangku kepentingan dengan

mempertimbangkan kondisi nyata di lapangan, diperlukan model pengelolaan TWAL
Teluk Kupang yang partisipatif dan adaptif.
6.
Model yang ditawarkan untuk maksud tersebut adalah Adaptive Collaborative
Management (ACM) atau pengelolaan bersama secara adaptif.
ACM merupakan satu model pengelolaan secara bersama di antara para pemangku
kepentingan yang dikembangkan melalui metode partisipatif. Para pemangku kepentingan secara
bersama-sama menemukenali keberadaan sumberdaya alam laut yang ada dan memahami
berbagai peluang ketidakpastian yang akan terjadi berkenaan dengan upaya pemanfaatan wilayah
tersebut. Dengan demikian, terjadi pertukaran informasi di anatara para pemangku kepentingan
dan untuk selanjutnya menentukan beberapa kegiatan yang dapat menjawab ketidakpastian yang
telah dirumuskan bersama. Kondisi tersebut diharapkan terus berlanjut pada implementasi
kegiatan, mengawasi kegiatan dan mengevaluasi kegiatan, sedemikian sehingga kondisi
ketidakpastian pada waktu berikutnya dapat diantisipasi melalui hasil evaluasi kegiatan
sebelumnya.

Persepsi Masyarakat Tentang Pengelolaan TWAL Teluk Kupang
Pesisir merupakan salah satu wilayah relatif rawan konflik, bukan saja konflik
kepentingan tetapi juga konflik pengelolaan secara lestari. Pesisir TWAL Teluk Kupang, adalah
salah satu lokasi strategis yang berada di ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur, yang kini perlu
diperhatikan oleh berbagai pihak mengingat tumpang tindih kepentingan penggunaan lahan dan
menurunnya kelestarian lingkungan telah nampak dan cenderung terus menurun. Kondisi ini
sangat memprihatinkan mengingat Teluk Kupang adalah taman wisata alam laut di Provinsi
NTT. Berbagai upaya pelestarian telah dilakukan dengan memodelkan pola pemanfaatan ruang
wilayah pesisir danlaut TWAL Teluk Kupang dalam bentuk Rencana Zonasi Teluk Kupang,
yang dilengkapi dengan dokumen Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi di wilayah tersebut.
Salah satu komunitas yang mendiami wilayah pesisir adalah masyarakat pesisir.
Masyarakat, secara umum untuk memenuhi kebutuhan hidup, melakukan upaya pemeliharaan
dan/atau pengambilan tanaman dan/atau hewan dari lingkungan di sekitar tempat hidupnya.
Dengan kata lain, ketergantungan masyarakat pada lingkungan hidup cukup besar. Berbagai
aktivitas pembangunan yang diinisiasi dan dilakukan oleh pemerintah juga memerlukan
lingkungan hidup sebagai tempat dan juga sumber untuk memenuhi kebutuhan pembangunan.
Areal sepadan pantai sering dikorbankan sebagai lokasi pertokoan dengan alasan untuk
meningkatkan investasi di daerah pesisir. Tumpang tindih kepentingan selanjutnya sering
menimbulkan rasa ketidak pedulian terhadap lingkungan.
Berbagai upaya untuk melestarikan sumberdaya dan lingkungan serta kesejahteraan
masyarakat telah banyak dilakukan. Lebih lanjut, efektivitas implementasi berbagai perangkat
pengelolaan yang telah dibuat sangat bergantung pada sejaum mana keterlibatan para pemangku
kepentingan dalam memandang TWAL Teluk Kupang dan memahami berbagai arahan yang

telah dirancang sebelumnya. Kajian tentang pemahaman masyarakat terhadap TWAL Teluk
Kupang merupakan komponen penting yang diperlukan untuk menjembatani implementasi
berbagai peraturan yang telah dibuat melalui pendanaan yang cukup besar. Persepsi masyarakat
perlu dihimpun guna mendapatkan informasi tentang pemahaman dan cara pandang masyarakat
tentang kawasan dan berbagai upaya pelestarian lingkungan sedemikian sehingga masyarakat
tidak selalu berada pada pihak yang dianggap perlu diberdayakan dan diberikan pengetahuan
tambahan untuk melakukan upaya pelestarian lingkungan.
Hal pertama yang perlu dikaji adalah apakah masyarakat telah mengetahui bahwa
perairan Teluk Kupang telah ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam dengan nama taman
wisata alam laut. Pemikiran berikutnya yang perlu dibangun adalah pemahaman masyarakat
tentang kawasan pelestarian. Pada era kepemimpinan sebelumnya, suatu kegiatan dan kebijakan
umumnya dilakukan dengan mekanisme top down, sehingga masyarakat belum dipersiapkan dan
kegiatan tersebut sangat jarang dikonsultasikan kepada masyarakat sebagai pelaku utama
pengelolaan kawasan. Apabila keputusan pemilihan kebijakan pengelolaan telah ditetapkan,
selanjutnya adalah melengkapi keputusan tersebut dengan program sosialisasi. Namun demikian,
keberhasilan sosialisasi sangat bergantung pada metode, teknik dan pendanaan. Keterbatasan
dana sering menjadi salah satu alsan sehingga sosialisasi tidak menjangkau semua lapisan
masyarakat. Ketidaktahuan masyarakat tentang status suatu kawasan pelestarian merupakan
salah satu pembelajaran untuk senantiasa melibatkan masyarakat dalam merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi suatu program kerja.
Berdasarkan hasil penelitian, 20% responden mengetahui (pernah mendengar) bahwa
Teluk Kupang adalah kawasan taman wisata alam laut, sedangkan 80 % responden tidak
mengetahui keberadaan TWAL Teluk Kupang. Hal ini adalah satu fenomena bahwa
implementasi penetapan kawasan belum berhasil. Responden menyatakan bahwa informasi
penetapan Teluk Kupang sebagai kawasan taman wisata alam laut berasal dari
teman/keluarga/orang lain (37%), media massa (28%), pemerintah (25%), lembaga swadaya
masyarakat (8%), mengikuti pelatihan (2%), dan gereja (2%). Menjadi catatan penting bagi
pemerintah adalah banwa sebagian besar masyarakat yang berada di pesisir TWAL teluk Kupang
tidak mengetahui status kawasan, dengan demikian mereka juga tidak mengetahui peruntukan
kawasam.
Masyarakat di sekitar kawasan TWAL Teluk Kupang memanfaatkan kawasan perairan
sebagai sumber pemenuhan kebutuhan hidup. Sifat perairan yang terbuka untuk semua
orang/badan usaha/kelompok untuk mengusahakan sesuatu guna memenuhi berbagai keperluan
hidup, membuka peluang untuk orang/badan usaha/kelompok memanfaatkan perairan di sekitar
permukiman dan bahkan ke desa tetangga. Dengan kata lain, seseorang/badan usaha/kelompok
dapat memanfaatkan lingkungan perairan Teluk Kupang pada tempat yang sama dalam waktu
yang bersamaan. Berdasarkan hasil penelitian, usaha dan/atau kegiatan yang dikembangkan di
wilayah pesisir dan laut Teluk Kupang disajikan pada Gambar 5, sedangkan gambaran secara
visual aktivitas di kawasan TWAL Teluk Kupang disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan hasil

analisis bahwa penangkapan ikan, budidaya rumput laut, dan penjualan hasil perikanan
dilakukan di wilayah perairan, sedangkan tambak ikan, tambak garam dan budidaya kepiting di
kembangkan di wilayah pesisir.
Masyarakat sebenarnya juga telah mengetahui bahwa terdapat beberapa kegiatan yang
dapat merusak lingkungan diantaranya penambangan pasir dan krikil, penambangan karang
sebagai sumber kapur, dan pemboman ikan. Lebih lanjut 65% responden menyatakan bahwa
kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan tersebut memberikan dampak negatif
pada kelestarian sumberdaya, sedangkan 10% responden menyatakan bahwa kegiatan tersebut
sedikit berdampak negatif pada lingkungan, sedangkan 25% responden menyatakan tidak tahu.
Salah satu parameter yang diamati tentang menurunnya kualitas lingkungan akibat dari
kegiatan pemanfaatan tidak ramah lingkungan, berdasarkan pengalaman masyarakat diantaranya
jarak daerah penangkapan semakin jauh, kekeruhan perairan terlebih pada saat musim hujan,
rusaknya terumbu karang di sepanjang pantai di Kota Kupang, dan hilangnya beberapa jenis ikan
yang awalnya dapat dengan mudah dijumpai di wilayah pantai. Fenomena tersebut telah mulai
nampak dengan kondisi perairan TWAL Teluk Kupang yang mulai mengalami penurunan daya
dukung dibeberapa tempat sebesar 70,36%, bahkan mengalami rusak parah sebesar 15,42%, dan
masih dalam kondisi baik atau relatif sama dengan 10 tahun lalu adalah 14,23%. Kenyataan yang
ada adalah TWAL Teluk Kupang telah mengalami kerusakan. Dengan demikian, masyarakat
sebenarnya telah menyadari bahwa kelestarian lingkungan TWAL Teluk Kupang telah
mengalami penurunan. Langkah selanjutnya adalah bersama-sama dengan masyarakat
melakukan diskusi untuk menemukenali peramsalahan yang ada dan modal sosial yang tersedia
untuk selanjutnya menentukan pilihan pengelolaan untuk mengatasi penurunan daya dukung
lingkungan tersebut.

Kerusakan hutan bakau
Pancing Kepiting
Pemeliharaan hewan
Pemakaian pukat harimau
Kerusakan hutan bakau
Penambangan pasir laut
Tambak ikan
Pembuangan sampah
Proses jual beli ikan
Pemakaian racun/tuba
Pemakaian bom ikan

0.97
0.97
1.94
2.91
3.88
3.88
4.85
5.83
18.45
25.24
31.07
0.00

Gambar 5.

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

Kegiatan Pemanfaatan TWAL Teluk Kupang yang Berpeluang merusak
Lingkungan

Sebagai pihak yang memiliki ketergantungan dengan wilayah pesisir yang cukup tinggi,
masyarakat pesisir mengetahui beberapa kegiatan yang merusak sumberdaya dan lingkungan.
Keterbukaan laut sebagai modal bersama menjadikan salah satu alasan untuk memanfaatkan
bersama dan melakukan kegiatan bersama. Pada kondisi seperti ini, ketika terdapat sekelompok
orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan yang tidak ramah lingkungan, menjadi hal yang
dibiarkan terjadi karena mereka merasa tidak memiliki hak terhadap salah satu bahkan
keseluruhan wilayah perairan Teluk Kupang.
Pertimbangan penetapan Teluk Kupang sebagai kawasan taman wisata alam laut adalah
untuk menjaga kelestarian lingkungan sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya. Berkenaan dengan tujuan
perlindungan kawasan maka zonasi perairan telah dilakukan untuk memberikan arahan
peruntukan wilayah berdasarkan kondisi perairan Teluk Kupang saat ini. Pengalaman
implementasi penetapan kawasan sebagai taman wisata alam laut perlu dijadikan pertimbangan
untuk implementasi pengelolaan wilayah TWAL Teluk Kupang secara terpadu dan
berkelanjutan.
Menyikapi kerusakan lingkungan yang mulai terlihat hingga pada taraf yang
memprihatinkan di beberapa wilayah TWAL Teluk Kupang, masyarakat memiliki pemikiran
untuk memperbaiki lingkungan yang telah mulai mengindikasikan kerusakan hingga menjaga
kelestarian sumberdaya di wilayah yang masih baik. Berdasarkan hasil analisis terhadap
penbgetahuan masyarakat terhadap beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengembalikan
kelestarian lingkungan kawasan TWAL Teluk Kupang. Beberapa usaha yang dipikirkan oleh
masyarakat untuk mengatasi penurunan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan diantaranya
penanaman kembali bakau, rehabilitasi terumbu karang, pengelolaan partisipatif, penerapan
aturan hukum dan sangsi yang jelas dan tegas, sosialisasi dan dukungan dari pemerintah untuk
usaha-usaha perbaikan kualitas lingkungan, dan pembentukan daerah perlindungan laut (DPL).
Masyarakat telah memahami bahwa upaya pelestarian lingkungan terbagi atas tiga aspek
diantaranya teknologi, mekanisme pelaksanaan kegiatan dan ketersediaan dana. Teknologi
pelestarian lingkungan yang diketahui oleh masyarakat adalah penanaman bakau, rehabilitasi
karang, pemanfaatan yang ramah lingkungan, pembuatan brojong batu, dan normalisasi sungai.
Mekanisme pelaksanaan kegiatan yang telah dipikirkan atau telah diketahui oleh masyarakat
adalah penerapan aturan dan sanksi hukum, sosialisasi untuk penyadaran masyarakat, kerjasama
antara masyarakat dan pemerintah, dan pembentukan lembaga adat. Dukungan dana merupakan
salah satu penentu kegiatan, masyarakat memahami kondisi tersebut dengan memikirkan adanya
bantuan dari pemerintah sebagai penyandang dana dan mediator, dan perluasan wilayah daerah
perlindungan laut.
Masyarakat selalu menjadi kelompok yang dianggap tidak memiliki kepedulian terhadap
lingkungan, kurang memiliki kesadaran terhadap kelestraian lingkungan, dan kurang dapat
dilibatkan dalam pengelolaan kawasan secara berkelanjutan. Kenyataan yang ada adalah
program yang dikembangkan sering tidak dikonsultasikan pada masyarakat di sekitar kawasan.

Berdasarkan hasil analisis, masyarakat memiliki pemahaman terhadap kawasan TWAL Teluk
Kupang sebagai sumber penghidupan, masayarakat juga mengetahui adanya kegiatan yang
mengancam kelestarian lingkungan yang pada akhirnya mengancam kehidupan mereka, serta
masyarakat juga mengetahui ada berbagai cara untuk mengembalikan kelestarian lingkungan.
Satu upaya yang perlu dilakukan adalah menjembatani dan mencari akar permasalahan utama
sedemikian sehingga sinkronisasi arahan pengelolaan dapat dilakukan. Strategi untuk
memperkecil kesenjangan tersebut adalah pengembangan model ACM dalam pengelolaan
TWAL Teluk Kupang secara berkelanjutan.

Rencana Pelibatan Para Pihak dalam Pengelolaan Kawasan untuk Ekowisata
Penyelenggaraan pariwisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian semberdaya
alam dan lingkungan membutuhkan keterpaduan kegiatan para pemangku kepentingan
(stakeholders). Permasalahan umum yang sering terjadi pada pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil adalah adanya paradigma pembagian wilayah berdasarkan batas-batas
administratif, yang sering tidak sama dengan keberadaan lingkungan dan ekosistemnya.
Fenomena tersebut memberikan dampak lanjutan berupa pengelolaan lingkungan yang tidak
holistik, sehingga kerusakan lingkungan sering terjadi sebagai dampak akhir kegiatan
pengelolaan lingkungan yang relatif kurang terpadu tersebut. Kondisi yang sama juga terjadi
pada pengelolaan kawasan TWAL teluk Kupang yang secara administratif berbatasan dengan
Kabupaten Kupang dan Kota Kupang. Hal serupa juga terjadi pada pengelolaan kawasan TWAL
Teluk Kupang. Kawasan TWAL Teluk Kupang, secara administratif berbatasan dengan wilayah
Kabupaten Kupang dan Kota Kupang.
Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan bagi para stakeholder seyogyanya tidak
didasarkan pada batas-batas administratif, melainkan berdasarkan kenyataan bahwa sumberdaya
alam dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara bagian hulu dan
bagian hilir. Pendekatan pengelolaan yang dapat digunakan adalah pengelolaan wilayah secara
terpadu dan terintegrasi. Pendekatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara
terpadu dan terintegrasi, salah satunya adalah memahami kewenangan pusat, provinsi, kabupaten
dan kota berdasarkan kewenangan yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 18 Tahun 1993, kewenangan
pengaturan pengelolaan TWAL Teluk Kupang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dengan tetap
memperhatikan bentuk pengelolaan di wilayah Kabupaten Kupang dan Kota Kupang sebagai dua
wilayah administratif yang berbatasan dengan kawasan TWAL Teluk Kupang. Fungsi kondinasi
tersebut juga tertuang pada Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 yang menyatakan bahwa
pengaturan sumberdaya alam dan lingkungan yang berbatasan dengan dua wilayah kabupaten
dan kota ditetapkan oleh pemerintah provinsi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka seyogyanya konflik kepentingan dan
pembagian kewenangan pengelolaan TWAL Teluk Kupang dapat dikendalikan sedemikian
sehingga pengelolaan berbasis sektoral dapat bergeser menjadi pengelolaan terpadu multi sektor.
Kebijakan yang sama juga dapat digunakan untuk mengelola TWAL Teluk Kupang sebagai
bagian dari kawasan TWAL Teluk Kupang. Guna menghindari konflik kepentingan pada
pengelolaan wilayah TWAL Teluk Kupang, maka rencana pengembangan partisipasi
stakeholders merupakan komponen perencanaan pariwisata di TWAL Teluk Kupang dalam
upaya pengelolaan sumberdaya perairan secara berkelanjutan.
Rencana pengembangan partisipasi stakeholders adalah salah satu upaya untuk
merumuskan pembagian program kerja pada penyelenggaraan pariwisata di TWAL Teluk
Kupang berdasarkan tugas, kewenangan, dan fungsi stakeholders yang terkait. Rencana
pengembangan partisipasi stakeholders dilakukan dengan pertimbangan bahwa perencanaan
pariwisata harus dilakukan secara terpadu dan holistik. Dengan demikian, seluruh stakeholder
dapat berkonstribusi langsung dan memiliki keuntungan secara bersama-sama dengan tetap
menjaga keberlanjutan pariwisata dan kelestarian sumberdaya alam di TWAL Teluk Kupang.
Pariwisata yang dikembangkan di TWAL Teluk Kupang adalah pariwisata terpadu.
Pariwisata terpadu adalah bentuk penyelenggaraan pariwisata yang memberikan peluang untuk
secara bersama-sama dikembangkan dengan sektor pembangunan lainnya, menggunakan
berbagai sarana penunjang yang ada di sekitar TWAL Teluk Kupang, dan pengembangan paket
wisata dengan kawasan wisata yang ada di sekitarnya. Upaya pengelolaan kawasan untuk
pariwisata memerlukan suatu strategi untuk memandu pengembangan dan pengelolaan
ekowisata, memastikan bahwa kawasan yang dikelola untuk pariwisata tidak dirusak oleh
wisatawan, menetapkan mekanisme penyediaan lapangan pekerjaan dan keuntungan bagi
kawasan dan masyarakat, dan menciptakan peluang untuk pendidikan lingkungan bagi
pengunjung. Strategi yang ditawarkan pada perencanaan antara lain menilai situasi saat ini,
menentukan tingkat kunjungan, dan penyusunan rencana pengembangan pariwisata.
Terkait dengan perencanaan pariwisata di TWAL Teluk Kupang, penilaian terhadap
kondisi TWAL Teluk Kupang telah dilakukan dengan menggunakan standar kriteria analisis
daerah operasi (Departemen Kehutanan 2002), dan tingkat kunjungan juga telah dilakukan
dengan menggunakan analisis daya dukung. Tahap selanjutnya adalah penyusunan dokumen
rencana penyelenggaraan pariwisata. Penyusunan dokumen rencana tersebut memerlukan
keterpaduan untuk memandang satu konsep kegiatan ekowisata yang akan dikembangkan di
TWAL Teluk Kupang oleh semua stakeholder yang terkait. Guna mewujudkan kesamaan visi
dan misi tersebut maka identifikasi stakeholders perlu dilakukan.
Fenomena yang terjadi adalah semakin luas kawasan yang akan dikembangkan akan
berdampak pada semakin kompleknya kepentingan yang terjadi. Hal ini terjadi sebagai akibat
dari adanya pendapat bahwa kawasan laut bersifat terbuka bagi berbagai jenis bentuk
pengelolaan, dan sering terlupakannya konsep pengelolaan berwawasan lingkungan, sehingga

pengelolaan kawasan yang sangat luas dan melibatkan dua daerah administratif sering
menimbulkan kompleksitas pengelolaan kawasa.
Mengingat kompleksitas pengelolaan suatu kawasan pelestarian alam laut, maka padu
serasi di antara para stakeholders yang terlibat perlu dilakukan sebelum menyusun dokumen
rencana aksi pariwisata di TWAL Teluk Kupang. Kompleksitas pengelolaan dimaksud adalah
adanya beberapa sektor pembangunan yang dapat dilakukan secara terpadu di kawasan TWAL
Teluk Kupang, yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh pada penyelenggaraan
pariwisata di TWAL Teluk Kupang. Dokumen rencana aksi pariwisata di TWAL Teluk Kupang
merupakan dokumen rencana detail penataan ruang dan program pengembangan sumberdaya
manusia yang disusun berdasarkan kesepakatan seluruh stakeholder yang terlibat.

Penutup
Arahan pengelolaan TWAL Teluk Kupang secara berkelanjutan telah menjadi perhatian
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Beberapa dokumen perencanaan dan produk
hukum yang mengatur pengelolaan TWAL Teluk Kupang telah disediakan oleh Pemerintah
Provinsi NTT dengan mengacu pada arahan pengelolaan secara umum yang telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat. Namun demikian, masih diperlukan upaya penyelarasan antara dokumen
perencanaan dengan pola hidup para pemangku kepentingan di wilayah masing-masing yang
berbatasan dengan TWAL Teluk Kupang.
Berdasarkan kenyataan bahwa kerusakan lingkungan justeru masih terjadi dan relatif
mengalami peningkatan kejadian pada saat telah disusunnya dokumen rencana pengelolaan
wilayah pesisir dan laut di Provinsi NTT. Asumsi sementara adalah belum terbangunnya
pemahaman yang sama tentang keberadaan dan pentingnya kelestarian TWAL Teluk Kupang
untuk memenuhi kebutuhan hidup pada masa mendatang. Guna lebih menjamin efektivitas dan
efisiensi implementasi rencana pengelolaan tersebut maka pengembangan satu model
pengelolaan yang melibatkan para pemangku kepentingan sangat diperlukan. Salah satu model
yang dicoba akan dikembangkan adalah Adaptive Collaborative Management (ACM) atau
pengelolaan bersama secara adaptif.

Ucapan Terima Kasih
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yang telah mendanai kegiatan penelitian ini melalui
Hibah Penelitian Skim Hibah Bersaing tahun 2014. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan
kontrak penelitian Nomor: 01/P2M/DIPA/POL/2014 tenggal 19 Mei 2014. Artikel ini
merupakan bagian dari penelitian dengan judul Kebijakan Pengembangan Ekowisata di Kawasan
Pelstraian Alam Teluk Kupang dalam Rangka Pemanfaatam Sumberdaya Perairan Secara
Berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA
BAPPEDA Provinsi NTT 2003. Integrated Coastal Zone Management. Laporan Capaian Hasil
Kegiatan Marine Coastal and Resourses Management. Kupang.
BAPPEDA Provinsi NTT 2006. Dokumen Rencana Zonasi Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kupang.
Chevalier, J. 2001. Stakeholder Analysis and Natural Resource Management. Charleton
University. Ottawa. Sumber: http://bebasbanjir2025.wordpress.com/ 04-konsep-konsepdasar/stakeholder-analysis/. Last update June 2001. Didownload pada Hari Sabtu, 28 Maret
2009.
Departemen Kehutanan 1993. Pengelolaan Taman Wisata Alam Laut Teluk Kupang, Propinsi
Nusa Tenggara Timur. Kupang.
Iskandar, J., 2001, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove, Makalah
disampaikan dalam Pelatihan Peran Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan Hutan
Mangrove, 29-30 Agustus, Lampung.
Kemper, E.A., S. Stringfield, & C. Teddlie 2003. Mixed Methods Sampling Strategies in Social
Science Research. In: Handbook of Mixed Methods in Social & Behavioral Research. Pp.
273-296. A. Tashakkori & C. Teddlie (eds.). SAGE Publications: Thousand Oaks, London,
New York.
Mudita, I W., & R.L. Natonis 2008. Community Management of Plant Biosecurity in Australia
and Indonesia, Kupang Site. Collaboration between Charles Darwin University, University
of Mahasaraswati, and Nusa Cendana University under Prof. Ian Falk as Team Leader.
Sponsored by CRCNPB (on-going project).
Onwuegbuzie, A.J., & C. Teddlie 2003. A Framework for Analyzing Data in Mixed Method
Research. In: Handbook of Mixed Methods in Social & Behavioral Research. Pp. 351-384.
A. Tashakkori & C. Teddlie (eds.). SAGE Publications: Thousand Oaks, London, New
York.
Tashakkorie, A., & C. Teddlie 2003. The Past and Future of Mixed Methods Research : From
Data Triangulation to Mixed Model Designs. In: Handbook of Mixed Methods in Social &
Behavioral Research. Pp. 671-702. A. Tashakkori & C. Teddlie (eds.). SAGE Publications:
Thousand Oaks, London, New York.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.
Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan lembaran Negara
Nomor 3419.