EKSEKUTABILITAS PENETAPAN memahami PENUNDAAN PELA

EKSEKUTABILITAS PENETAPAN PENUNDAAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA

Asmuni

Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya Email: [email protected]

Abstract: The research discusses the issues that emerge from executing the postponement stipulation of the administrative decision implementation and the concept of regulating the execution of postponement stipulation of the administrative decision implementation that can protect the interests of litigants. The research constitutes a normatively legal research. The used approach is the conceptual and statute approaches. The result of the research shows that postponing the administrative decision implementation makes applicable power of the sued administrative decision suspended temporarily; postponing the administrative decision implementation makes legal circumstances back to the first position, prior to the administrative decision disputed; and postponing the administrative decision implementation restricts to apply the principle of the legal presumption. Due to the influence of the postponement stipulation of the administrative decision implementation, it is necessary to put philosophically and theoretically and juridically legal reasons on the judge decision. The public interest reason is not required, because the administrative decision on the public interest has not become the State Administrative Court authority since the first time. The legal instruments used to postpone the execution of the administrative decision is an interlocutory decision not stipulation.

Keywords: Executability, Postponement Stipulation, the Administrative Decision Implementation.

Abstrak: Penelitian ini membahas tentang masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan (eksekusi) penetapan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara dan konsep pengaturan eksekusi penetapan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara ke depan yang dapat melindungi kepentingan pencari keadilan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konseptual (conseptual approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara mengakibatkan daya laku (gelding) terhadap Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat terhenti untuk sementara waktu (tijdelijk); penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara mengakibatkan suasana/keadaan hukumnya (rechtstoestand) kembali pada keadaan atau posisi semula (restitutio in integrum) sebelum adanya Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan; dan penundaan pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara memberi batasan (restricteren) berlakunya asas praduga sah (praesumtio iustae causa/vermoeden van rechtmatigheid). Mengingat pengaruh yang ditimbulkan oleh adanya putusan penundaan pelaksaan Keputusan Tata Usaha Negara, maka dalam pertimbangan hukum hakim diperlukan alasan-alasan hukum secara filosofis, teoritis dan yuridis. Alasan kepentingan umum tidak diperlukan, karena sejak semula Keputusan Tata Usaha Negara yang terkait dengan kepentingan umum bukan mejadi wewenang Pengadilan Tata Usaha Negara. Instrumen hukum yang dipergunakan untuk menunda pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara adalah putusan sela/putusan antara bukan penetapan.

Kata Kunci : Eksekutabilitas, Penetapan Penundaan, Pelaksanaan KTUN.

Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

Pendahuluan

Belanda dikenal dengan istilah het recht Ditinjau dari aspek historis dan

tegen het bestuur 4 merupakan salah satu filosofis tujuan pembentukan Peradilan

konsep dasar hukum administrasi yaitu Tata Usaha Negara menurut Keterangan

hukum yang menyangkut perlindungan Pemerintah di hadapan Sidang Paripurna

hukum bagi rakyat atas tindakan Dewan Perwakilan Rakyat Republik

pemerintah. Di sisi lain perlindungan Indonesia mengenai Rancangan Undang-

terhadap rakyat didasarkan pula pada Undang tentang Peradilan Tata Usaha

konsep penghormatan dan penghargaan Negara, bahwa Peradilan Tata Usaha

terhadap hak asasi manusia yang berlaku Negara itu diadakan dalam rangka

secara universal di seluruh dunia. Kon- memberi perlindungan kepada rakyat. 1 kritisasi perlindungan terhadap rakyat di

Hal ini dipertegas kembali di dalam dalam Undang-Undang Dasar 1945 penjelasan

Perubahan Kedua Pasal 28G ayat (1) Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan

umum

Undang-Undang

secara tegas dikatakan: “Setiap orang Tata Usaha Negara angka 1 (satu) alinea

berhak atas perlindungan diri pribadi,

8 (delapan) yang mengatakan, Peradilan keluarga, kehormatan, martabat, dan Tata Usaha Negara itu diadakan dalam

harta benda yang di bawah kekuasa- rangka memberikan perlindungan kepada

annya, serta berhak atas rasa aman dan rakyat pencari keadilan, yang merasa

perlindungan dari ancaman dan perlin- dirinya dirugikan akibat suatu Keputusan

dungan dari ancaman ketakutan untuk Tata Usaha Negara. 2 berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang

Pemberian perlindungan kepada 5 merupakan hak asasi ”. rakyat merupakan amanat dan Pembuka-

Peradilan Tata Usaha Negara atau an (Preambule) Undang-Undang Dasar

dapat disebut (sinonim) dengan Peradilan Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Administrasi Negara sebagaimana di- alinea ke 4 (empat) yang menentukan:

maksud di dalam Pasal 144 Undang- ”....untuk membentuk suatu Pemerintahan

Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang di- Negara Indonesia yang melindungi se-

undangkan pada tanggal 29 Desember genap bang 3 sa Indonesia..”. Perlindungan

1986 Lembaran Negara Republik terhadap segenap bangsa indonesia tidak

Indonesia (LN RI) Tahun 1986 Nomor hanya dari ancaman pihak luar, akan

77, Tambahan Lembaran Negara tetapi termasuk pula terhadap tindakan

Republik Indonesia (TLN RI) Nomor Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

3344, yang dinyatakan mulai diterapkan yang berimplikasi merugikan rakyat.

secara efektif tanggal 14 Januari 1991 Perlindungan hukum terhadap

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor rakyat atas tindakan Pemerintah, di

43 Tahun 1991 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 8

1 Menteri Kehakiman RI, Keterangan Pemerintah

dan kini sudah memasuki usia 20 (dua

di hadapan Sidang Paripurna DPR RI Mengenai RUU Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, tanggal 29April 1986, hal. 9.

4 Philipus M. Dadjon, et.al., 2010, Hukum 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang

Administrasi dan Good Governance, Jakarta: Peradilan Tata Usaha Negara, Penjelasan Umum

Universitas Trisakti, hal. 19. angka 1 alinea 8.

5 Undang-Undang Dasar Negara Republik 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua Pasal Tahun 1945, Pembukaan (Preambule) Alinea 4.

28G.

Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

puluh) tahun dwi dasawarsa 14 Januari sistem pemerintah daerah bersifat hierar- 1991-2011.

khi sehingga dalam jiwa dan Pasal 116 Dibandingkan dengan lingkungan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 peradilan yang lain di bawah Mahkamah

eksekusi bersifat hierarkhis. Berlakunya Agung Republik Indonesia, yaitu

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Peradilan Umum (Peradilan Negeri),

tentang Pemerintah Daerah, bahwa Peradilan Agama, dan Peradilan Militer

Daerah kabupaten bukan lagi di bawah dari segi usia perjalanannya, Peradilan

Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Tata Usaha Negara atau Peradilan

Propinsi tidak mempunyai hierarkhi Administrasi dapat dikatakan masih

dengan Pemerintah Pusat membuat relatif muda. Meskipun relatif muda,

eksekusi sesuai Pasal 116 Undang Nomor Undang-Undang yang mengaturnya telah

9 Tahun 2004 tidak lagi bersifat sesuai mengalami 2 (dua) kali perubahan yaitu,

jenjang hierarkhis.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Pengadilan Tata Usaha Negara tentang Perubahan Atas Undang-Undang

mempunyai tugas pokok yaitu memerik- Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan

sa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara yang diundangkan

Tata Usaha Negara sesuai ketentuan pada tanggal 29 Maret 2004 Lembaran

Pasal 47 Undang-Undang Nomor 51 Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Nomor 35 dan Undang-Undang Nomor

Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun

51 Tahun 2009 tentang Perbuahan Kedua 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Atas Undang-Undang Nompr 5 Tahun

Negara. Frasa “menyelesaikan sengketa 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Tata Usaha Negara ” bermakna bahwa Negara yang diundangkan pada tanggal

perlindungan hukum terhadap rakyat

29 Oktober 2009 Lembaran Negara khsusunya yustisiabelen (pencari keadil- Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

an) harus tuntas dan final sampai kepada 160.

pelaksanaan produk dari lembaga Perubahah-perubahan

peradilan yaitu berupa penetapan dan Undang-Undang Peradilan Tata Usaha

terhadap

putusan, jangan sampai ada penetapan Negara merupakan implikasi terkait

pengadilan dan putusan lembaga per- dengan perubahan konstitusi Undang-

adilan yang bersifat floating (meng- Undang dasar Tahun 1945 yang berkaitan

ambang). Jika hal ini terjadi, fungsi dengan sistem kekuasaan kehakiman.

perlindungan negara khususnya per- Sebelum era reformasi lembaga Peradilan

lindungan oleh lembaga peradilan sama untuk urusan yang bersifat organisatoris

dengan tidak bermakna. dipegang oleh Pemerintah, sedangkan

Problem yang mendasar dalam urusan yang bersifat teknis diurus oleh

perjalanan lembaga Peradilan Tata Usaha Mahkamah Agung, setelah era reformasi

Negara dalam kurun waktu dwi urusan organisatoris dan teknis kesemua-

dasawarsa 14 Januari 1991 sampai nya menjadi urusan Mahkamah Agung

dengan 2011 di antaranya adalah (satu atap). Perubahan sistem otonomi

berkaitan dengan eksekusi. Pada Per- daerah berpengaruh pula terhadap meka-

adilan Tata Usaha Negara, eksekusi tidak nisme eksekusi. Sebelum era reformasi

saja terkait dengan putusan pengadilan 101

Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

yang telah memperoleh kekuatan hukum 1986 tentang Peradilan Tata Usaha tetap (vonnis in kracht van gewisjde),

Negara, Undang-Undang Nomor 9 Tahun akan tetapi eksekusi terkait pula dengan

2004 tentang Perubahan Atas Undang- Penetapan Penundaan pelaksanaan Ke-

Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang putusan Tata Usaha Negara. Di negara-

Peradilan Tata Usaha Negara, dan negara dengan sistem hukum civil law,

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 penetapan penundaan pelaksanaan Ke-

tentang Perubahan Kedua Atas Undang- putusan Tata Usaha Negara seperti di

Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Belanda dikenal dengan istilah schorsing,

Peradilan Tata Usaha Negara. Kondisi sedangkan di Perancis dikenal dengan

yang demikian dapat dikatagorikan istilah le sursis d’exetcution ties actes

Undang-Undang dalam keadaan diam administratifs.

(silentio of wet) atau terjadi kekosongan Penetapan penundaan pelaksana-

hukum (Ieemten in het recht) terkait an Keputusan Tata Usaha Negara dalam

dengan mekanisme maupun upaya yang praktik Peradilan Tata Usaha Negara di

dapat dilakukan jika penetapan penunda- Indonesia lebih populer dengan istilah

an pelaksanaan Keputusan Tata Usaha schorsing, yaitu suatu tindakan atau sikap

Negara tidak dilaksanakan oleh Badan yang diambil oleh Pengadilan Tata Usaha

atau Pejabat Tata Usaha Negara. Negara, dalam hal ini bisa dilakukan oleh

Tidak saja terjadi kekosongan Ketua/Wakil Ketua Pengadilan Tata

hukum (leemten in het recht) dalam Usaha Negara, Majelis Hakim, Hakim

eksekusi Penetapan Penundaan Pelak- Tunggal atas dasar permohonan dari

sanaan Keputusan Tata Usaha Negara pihak penggugat untuk menunda pe-

(aspek substansi hukum), problem yang laksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

lain adalah keengganan Badan atau yang menjadi obyek sengketa selama

Pejabat Tata Usaha untuk melaksanakan pemeriksaan sengketa berlangsung sam-

penetapan penundaan pelaksanaan Ke- pai ada putusan pengadilan yang mem-

putusan Tata Usaha Negara (aspek peroleh kekuatan hukum tetap yang di-

kultur/budaya hukum) yang dikeluarkan tuangkan dalam bentuk penetapan.

oleh Pengadilan Tata Usaha Negara turut Konsekuensi yuridis dengan adanya

menambah problem eksekusi pada penetapan penundaan pelaksanaan Ke-

lembaga Peradilan Tata Usaha Negara. putusan Tata Usaha Negara (schorsing)

Pengaruh dan aspek substansi hukum dan adalah bahwa seluruh tindakan pelak-

dan aspek kultur/budaya hukum adalah sanaan Keputusan Tata Usaha Negara

bahwa penegakan hukum (law enforce- terhenti oleh karena yang ditunda adalah

ment) di bidang eksekusi pelaksanaan daya berlakunya.

putusan/penetapan tidak dapat berjalan Tidak terdapat adanya pengaturan

sesuai dengan tujuan dibentuknya Per- secara yuridis normatif berkaitan dengan

adilan Tata Usaha Negara yaitu memberi- eksekusi terhadap Penetapan Penundaan

kan perlindungan kepada rakyat pencari Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha

keadilan (yutisiabelen). Negara dalam Hukum Acara Peradilan

Problem eksekusi di lembaga Tata Usaha Negara sebagaimana diatur

Peradilan Tata Usaha Negara merupakan dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun

suatu gejala yang bersifat umum sebagai- 102

Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

mana dikatakan oleh Paulus Effendie Di samping terdapat problem di Lotulung bahwa masalah eksekusi di

atas, ada pula beberapa faktor yang berbagai negara, sekalipun diatur dengan

menyebabkan lemahnya eksekusi putusan berbagai peraturan dan mekanisme, tetap

Pengadilan TUN yang telah berkekuatan tidak tersedia upaya paksa dari segi

hukum tetap, antara lain: pertama, yuridis yang cukup efektif untuk

ketiadaan aturan hukum yang memaksa memaksakan instansi atau pejabat yang

bagi Pejabat TUN untuk melaksanakan bersangkutan agar menaati isi putusan. 6 putusan Pengadilan yang telah ber-

kekuatan hukum tetap; kedua, faktor problem yang ditemukan terkait dengan

Menurut Ismail

Rumadhan,

amar putusan hakim yang tidak berani eksekusi Putusan Pengadilan Tata Usaha

mencantumkan pembayaran uang paksa Negara adalah: pertama, mekanisme

apabila pejabat TUN yang bersangkutan eksekusi yang ditempuh masih meng-

tidak melaksanakan putusan Pengadilan, ambang, tidak ada penyelesaian akhir

dan ketiga, adalah faktor kepatuhan dalam pelaksanaan putusan Pengdilan

Pejabat TUN dalam menjalankan putusan TUN yang memperoleh kekuatan hukum

Pengadilan yang telah berkekuatan tetap, ketika Presiden mendiamkan upaya 8 hukum tetap.

terakhir yang dilakukan oleh Ketua

mengisi kekosongan PTUN. Problem semacam ini pun di-

Untuk

hukum (leemten in het recht) terhadap hadapkan pada model eksekusi melalui

eksekusi Penetapan Penundaan Pelak- instansi atasan yang selama ini tidak

sanaan Keputusan Tata Usaha Negara, dapat dijalankan. Kedua, mengenai uang

Mahkamah Agung memberikan solusi paksa, terhadap siapa uang paksa

jalan keluar yaitu, jika Penundaan dibebankan dan berapa jumlah uang yang

Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha harus di bayar, dan mana sumber

Negara tidak dipatuhi oleh Badan atau pembiayaannya

apabila dibebankan Pejabat Tata Usaha Negara, maka kepada instansi atau badan pemerintah

digunakan instrumen Surat Edaran pejabat TUN tersebut. Ketiga, problem

Mahkamah Agung Republik Indonesia eksekusi putusan Pengadilan TUN terkait

Nomor 2 Tahun 1991 tentang Petunjuk dengan pelaksanaan otonomi daerah,

Pelaksanaan Beberapa Ketentuan dalam khususnya bagi Bupati atau Walikota

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 sebagai pejabat TUN yang tidak pernah

tentang Peradilan Tata Usaha Negara mengakui dirinya sebagai bawahan dari

tanggal 9 Juli 1991. Pada angka VI.4 Gubernur. 7 Surat Edaran Mahkamah Agung RI tersebut ditentukan:

Apabila ada Penetapan Penundaan

Raulus Effendi Lotulung, 2003, Peradilan Tata

dimaksud yang tidak dipatuhi

Usaha Negara di Indonesia Dibandingkan den gan Peradilan Administrasi yang Berlaku Di

oleh Tergugat, maka ketentuan

Berbagai Negara dalam Mengkaji Kembali

Pasal 116 ayat (4), (5) dan (6)

Pokok-Pokok Pikiran Pembentukan Peradilan

dapat dijadikan pedoman dan

Tata Usaha Negara, Cet. Pertama, Jakarta: LPP-

dengan menyampaikan tembusan-

HAN, hal. 64. 7 Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang

Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI, 2010, Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Eksekutabilitas Putusan Peradilan Tata Usaha

ahkamah Agung RI, hal. vii. Negara Laporan Penelitian, Jakarta: Balitbang

8 Ibid.

Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

nya kepada: Ketua Mahkamah Negara, jika Badan atau Pejabat Tata Agung RI, Menteri Kehakiman

Usaha Negara tidak mematuhi Penundaan RI, Menteri Pendayagunaan Apa-

Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha ratur Negara RI (Surat Menpan

Negara yang dikeluarkan oleh lembaga Nomor B.471/4/1991 tanggal 29 Peradilan Tata Usaha Negara, didasarkan

Mei 1991 tentang Pelaksanaan Putusan Tata Usaha Negara.

atas argumentum a silentio, artinya pengambilan kesimpulan berdasar diam-

Tidak cukup dengan SEMA RI 9 nya undang-undang. Lintong Oloan tersebut di atas, Mahkamah Agung RI

Siahaan mengemukakan bahwa berbicara dalam Pedoman Teknis Administrasi dan

tentang pelaksanaan putusan penundaan, Teknis Peradilan Tata Usaha Negara

berarti secara tidak langsung juga mem- Buku

bicarakan ketentuan-ketentuan hukum berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah

II yang

pemberlakuannya

tentang bagaimana seharusnya putusan Agung RI Nomor: KMA/O32/SSK/IV/

itu dilaksanakan (hukum formil atau 2006 tanggal 4 April 2006 huruf H angka

hukum acara). Undang-undang tidak

5. r. menentukan: mengatur secara khusus tentang pelak- Penetapan Penundaan yang tidak

sanaan putusan penundaan itu. Hal itu dipatuhi oleh Tergugat, secara

berkembang sendiri di dalam praktik kasuistis dapat diterapkan PasaI

dengan mempedomani segala ketentuan 116 Undang-Undang PERATUN

tentang hukum eksekusi. 10 Isu pelaksana- sebagaimana yang diterapkan

an putusan PTUN sebetulnya meliputi terhadap putusan yang telah

memperoleh kekuatan hukum pelaksanaan putusan penundaan. tetap.

Dikaji dari perspektif filsafat hukum, realitas tersebut di atas Dengan demikian, Surat Edaran

dimungkinkan terjadi. Immanuel Kant Mahkamah Agung Republik Indonesia

penganut mazhab hukum alam rasional Nomor 2 Tahun 1991 angka VI.4 tanggal

berpandangan bahwa hukum alam ber-

9 Juli 1991 dan Keputusan Ketua sumber kepada katagorische imperatif Mahkamah Agung Republik Indonesia

(hukum sebagai suatu keharusan) yang Nomor KMA/032/SSKK/IV/2006 huruf

mempunyai dua sifat, yaitu rasionalitas

H angka 5.r tanggal 4 April 2006 menjadi dan idealistis. Dalam sifatnya yang landasan pembenar (justifikasi) berlaku-

idealitas dimungkinkan terjadi tindakan nya ketentuan Pasal 116 Undang-Undang

manusia yang berbeda dengan apa yang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5

9 N.E. Algra, H.R.W. Gokkel (terjemahan Saleh

Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Adiwinata, et. Al), 1983, Kamus lstilah Hukum Fockema Andreae Belanda-Indonesia, Binacipta,

Negara terkait dengan pelaksanaan

hal. 34.

(eksekusi) terhadap penetapan penundaan

10 Lintong Oloan Siahaan, 2005, Prospek PTUN

pelaksanaan Keputusan Tata Usaha

Sebagai

Pranata

Penyelesaian Sengketa

Administrasi

di

Indonesia Studi tentang

Negara.

Keberadaan PTUN Selama Satya Dasawarsa

Dalam Perspektif teori ilmu

1991-2001, Jakarta: Perum Percetakanan Negara

hukum, penggunaan ketentuan Pasal 116 Rl, hal. 235.

11 Adrian W. Bedner, 2010, Peradilan Tata

Undang-Undang Peradilan Tata Usaha

Usaha Negara Di Indonesia, Jakarta: Huma Van Vollen Insitute KITLV, hal. 364.

Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

dinyatakan oleh oleh katagorische

Pembahasan

imperatif (hukum sebagai suatu keharus-

Teori Negara Hukum

an). Dengan menggunakan pendekatan Berdasarkan uraian latar belakang

konstitusi Undang-Undang Dasar Negara di atas, maka masalah yang diteliti di sini

Republik Indonesia tahun 1945, analisis adalah eksekusi penetapan penundaan

menunjukkan bahwa di Indonesia di pelaksanaan Keputusan Tata Usaha

samping berlaku kedaulatan rakyat juga menurut Undang-Undang tentang Per-

berlaku kedaulatan hukum. Hal ini secara adilan Tata Usaha Negara, problem-

kongkrit dapat dilihat di dalam Undang- problem yang timbul dalam pelaksanaan

Negara Republik (eksekusi) penetapan penundaan pelak-

Undang

Dasar

Indonesia BAB I Bentuk dan Kedaulatan. sanaan Keputusan Tata Usaha Negara,

Pasal 1 menentukan:

dan konsep pengaturan eksekusi penetap- (1) Negara Indonesia ialah Negara an penundaan pelaksanaan Keputusan

Kesatuan yang berbentuk Republik. Tata Usaha Negara ke depan yang dapat

(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-

melindungi kepentingan pencari keadilan.

Undang Dasar. (3) Negara Indonesia adalah negara

Metode Penelitian hukum.

metode penelitian hukum normatif. Atas dasar Pasal 1 ayat (3) Menurut B Arief Sidharta, penelitian

Undang-Undang Dasar Negara Republik hukum normatif adalah jenis penelitian

Indonesia Tahun 1945 tersebut yang yang lazim dipergunakan dalam kegiatan

merupakan hasil perubahan ketiga dapat pengembangan ilmu hukum. Pendekatan

dipahami bahwa di Negara Kesatuan yang digunakan adalah konseptual (con-

Republik Indonesia, hukum mempunyai septual approach), yaitu untuk mengkaji

kedaulatan. Kedaulatan hukum bermakna kejelasan yang berkaitan dengan konsep

bahwa setiap orang termasuk penyeleng- kepentingan umum, konsep tentang

gara negara baik eksekutif, legislatif, dan pejabat yang dikenakan uang paksa,

yudikatif maupun komisi-komisi negara konsep tanggung jawab mengenai uang

harus tunduk dan taat kepda hukum tanpa pembayaran uang paksa, pengertian

ada pengecualian.

sanksi administratif, jenis-jenisnya dan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang pejabat yang berwenang menjatuhkan

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun sanksi administratif; dan pendekatan

1945 juga mempunyai makna bahwa perundang-undangan (statute approach),

negara Indonesia merupakan negara yang yaitu untuk mengkaji peraturan per-

berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), undang-undangan yang mempunyai kore-

tidak semata-mata berdasarkan atas lasi dengan aspek-aspek yang berkaitan

kekuasaan (machtsstaat), serta pemerin- dengan penundaan pelaksanaan Keputus-

tahan berdasarkan konstitusi bukan ber- an Tata Usaha Negara.

dasarkan absolutisme (kekuasaan tanpa batas).

Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

Menurut F. J. Sthall, prinsip- (2) UUD 1945 tentang kebebasan prinsip suatu negara hukum (rechsstaat)

beragama yang merupakan salah satu adalah sebagai berikut:

hak yang paling asasi di antara hak-

a. Pengakuan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia. hak-hak asasi manusia;

3. Pembagian kekuasaan negara dan

b. Pemisahan/pembagian

wewenang pemerintahan menurut negara;

kekuasaan

UUD 1945 dan peraturan perundang-

c. Pemerintahan berdasarkan undang- undangan lainnya dalam Lembaga undang; dan

Tertinggi dan Lembaga-lembaga

d. Adanya peradilan administrasi. Tinggi Negara dan tidak dikon- sentarsikan dalam satu tangan me-

Seiring prinsip-prinsip suatu lainkan berada dalam berbagai negara hukum (rechsstaat), Satjipto

macam tangan aparat-aparat ke- Rahardjo mengemukakan bahwa salah

negaraan yang selalu menjaga ter- satu prinsip penting negara hukum adalah

laksananya roda pemerintahan ini adanya jaminan penyelenggaraan ke-

selalu dalam keadaan keseimbangan kuasaan lembaga peradilan yang

dan saling mengawasi. merdeka, bebas dari segala campur

4. Adanya kekuasaan kehakiman yang tangan pihak ekstra yudisial untuk

bebas, yang terlepas dari pengaruh menyelenggarakan peradilan guna mene-

kekuasaan Pemerintah seperti yang gakkan ketertiban, keadilan, kebenaran,

telah diatur dalam UUD 1945 dan kepastian hukum yang mampu

maupun UU No.14 Tahun 1970 di memberikan pengayoman kepada se-

mana suatu perbuatan Pemerintah genap warga masyarakat. 12 dapat diajukan kemuka Pengadilan

Indroharto dengan memperhati- untuk dinilai apakah perbuatan kan hukum positif yang berlaku di

pemerintah yang bersangkutan itu Indonesia memberikan kesimpulan telah 13 bersifat melawan hukum.

diletakkan prinsip-prinsip dasar cita-cita suatu negara hukum, seperti:

Disandingkan dengan konsep rule

1. Asas legalitas, di mana pemerintah of law sebagaimana dikemukakan oleh A dan lembaga-lembaga negara yang

V Dicey, ada 3 (tiga) prinsip dasar dari lain dalam melaksanakan tindakan

suatu negara hukum yang harus tercermin apa pun harus dilandasai oleh hukum

di dalam suatu konstitusi, yaitu: atau harus dapat dipertanggungjawab-

a. The absolute supremacy or pre- kan secara hukum. Disini tekanan

dominance of regular law; diletakkan pada hukum

b. Equality before the law, or the equal dihadapkan sebagai lawan dan

yang

subjection of alls cassestothe or- tekanan.

dinary law of the lad administrated

2. Dihormatinya hak-hak asasi manusia by ordinary law courts; yang tercermin dalam Pasal 29 ayat 13 lndroharto, 1994, Usaha Memahami Undang-

12 Satjipto Rahardjo, 2003, Ilmu Hukum: Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara Pencarian, Pembebasan dan Pencerahan, ,

Buku I: Beberapa Pengertian DasarHukum Tata Semarang:

Usaha Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Diponegoro, hal. 2.

Program

Doktor

Universitas

hal. 38.

Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

c. A formula expressing the fact that membawa kita kepada pemikiran bahwa with us the law of constitution, the

penegakan hukum selalu dengan force rules which in foreighn countries

sehingga ada yang berpendapat, bahwa naturally form part of a constitutional

penegakan hukum hanya bersangkutan code, are not the source but the

dengan hukum pidana saja. Pikiran consequence of the right of individual

seperti ini diperkuat dengan kebiasaan as defined and enforced by the

kita menyebut penegak hukum itu polisi, courts. 14 jaksa, dan hakim. Tidak disebut pejabat

administrasi yang sebenarnya juga Memperhatikan konsep rechts-

menegakkan hukum. Penegakan hukum staat dan konsep rule of law tidak

dalam hal eksekusi terhadap penetapan terdapat perbedaan yang mendasar, justru

penundaan pelaksananan Keputusan Tata persamaan yang menonjol, dimana sama-

Usaha Negara dan penegakan hukum sama menekankan pada adanya sup-

terhadap eksekusi putusan Pengadilan remasi hukum dalam setiap tindakan

Tata Usaha Negara yang telah mem- yang dilakukan oleh penguasa negara

peroleh kekuatan hukum tetap sangat yang harus tunduk kepada hukum yang

ditentukan oleh Badan atau Pejabat Tata berlaku.

Usaha Negara itu sendiri. Supremasi hukum harus diikuti

Berdasarkan diskripsi tentang pula dengan penegakan hukum (law

penegakan hukum tersebut, penegakan enforcement/rechtshandhaving), dalam

hukum tidak saja merupakan domain dan Black’s Law Dictionary yang dimaksud

penegak hukum, seperti lembaga dengan law enforcement adalah, the

Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan detection and punishment of violation of

akn teapi juga menjadi domain dan the law. This term is not limited to the

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

itu sendiri bahkan masyarakat ikut ber- an hukum dimaksud tidak hanya terbatas

enforcement of criminal laws. 15 Penegak-

peran serta peraturan perundang- pada penegakan hukum pidana saja, akan

undangannya. Intinya fungsi eksekutif, tetapi dalam arti yang luas yaitu deteksi

legislatif dan fungsi yudikatif ber- dan penjatuhan sanksi atas pelanggaran-

pengaruh dalam fungsi penegakan pelanggaran hukum. Menurut Muladi,

hukum.

penegakan hukum merupakan usaha Berbicara tentang Penegakan untuk menegakkan norma-norma hukum

hukum dilihat aspek lembaga peradilan, dan sekaligus nilai-nilai yang ada di

bisa dilaksanakan secara ideal hanya

dapat dilaksanakan oleh suatu sistem pandangan Andi Hamzah istilah penegak-

belakang 16 norma tersebut. Dalam

peradilan yang baik. Menurut Bagir an hukum dalam bahasa Indonesia

Manan fungsi pengadilan dan peradilan dapat ditinjau dari berbagai segi yaitu:

14 A V Diecy, 1962, Introduction to the study of

Segi tujuan bernegara. Negara dan

the law of the Constitution, London: Macmilland

and Co, hal. 202-203.

Pemerintah RI didirikan dengan

15 Bryn A.Garner (eds), 1999, Black’s Law

tujuan antara lain, memajukan ke-

Dictionary, sevent edition, West Group, p, 549.

sejahteraan umum dalam wujud se-

Muladi, 2002, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Cet. Ke-2, Semarang:

besar-besarnya kemakmuran dan

BP Undip, hal. 69-70.

Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

keadilan sosial bagi seluruh rakyat

hukum terhadap Indonesia. Tujuan ini melekat juga

Penegakan

produk dan lembaga peradilan pada pada pengadilan dan Peradilan se-

umumnya dan khususnya terhadap pe- bagai institusi yang menjalankan

netapan penundaan pelaksanaan Keputus- fungsi negara. Pengertian kesejahtera-

an Tata Usaha Negara yang dikeluarkan an, kemakmuran, dan keadilan sosial

oleh Pengadilan Tata Usaha Negara tidak semata-mata dalam arti eko-

merupakan indikator bagi terlaksananya nomi, melainkan meliputi juga hak-

supremasi hukum, oleh karena penetapan hak seperti pelaksanaan hukum yang

penundaan pelaksanaan Keputusan Tata baik, perlindungan hukum atas segala

Usaha Negara selain merupakan perintah hak seseorang dan memperoleh

Undang-Undang juga merupakan hukum perlakuan dan kesempatan yang sama

dalam arti judge made law bagi semua tanpa membedakan kedudukan dan

orang termasuk bagi penyelenggara latar belakang.

negara.

2. Segi mewujudkan tujuan-tujuan Dalam Hukum Acara Peradilan hukum seperti keadilan, ketertiban,

Tata Usaha Negara, penegakan hukum keseimbangan sosial, kepuasan pen-

khususnya dalam hal pelaksanaan cari keadilan, dan lain-lain. Fungsi ini

(eksekusi) suatu penetapan atau putusan dipandang sebagai fungsi tradisionil

pengadilan tidak saja terjadi dan pengadilan dan peradilan, yaitu suatu

berlangsung dalam internal rangkaian kepastian. Kenyataan, tidaklah mudah

proses peradilan, akan tetapi dapat saja mewujudkan fungsi tradisionil ini.

terjadi diluar rangkaian proses peradilan Berbagai tujuan hukum tidak selalu

yaitu pada institusi badan-badan ad- berjalan seiring. Pada suatu kondisi,

ministrasi itu sendiri seperti dilak- bisa saja terjadi pertentangan antara

sanakannya eksekusi sukarela (parate keadilan dan ketertiban. Keadilan

eksekusi) tanpa harus menunggu perintah brsifat kasuistik dan individual,

dari Pengadilan Tata Usaha Negara. sementara ketertiban bersifat untuk

Memperhatikan pihak-pihak yang kepentingan oorang banyak.

terkait dalam pelaksanaan eksekusi ter-

3. Segi menegakkan hukum. Esensi hadap penetapan atau putusan Pengadilan penegakan hukum adalah menjalan-

Tata Usaha Negara, lndroharto memberi- kan dan mempertahankan hukum.

kan pengertian atau definisi tentang. Sebagai konsekuensinya, pengadilan

eksekusi putusan pengadilan adalah pe- dan peradilan wajib memutus suatu

laksanaan putusan Pengadilan oleh atau perkara menurut hukum. Dalam

dengan bantuan pihak luar dari para praktik, kewajiban memutus menurut 18 pihak.

hukum acap kali menghadapkan Terdapat perbedaan karakter pengadilan dan peradilan pada aneka

hukum yang signifikan antara eksekusi ragam makna hukum. 17 penetapan atau putusan Pengadilan Tata

Usaha Negara dengan eksekusi penetapan

18 Indroharjo, 1994, Usaha Memahami Undang-

Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara

17 Bagir Manan, 2007, Menjadi Hakim yang Baik, Buku II Beracara Di Pengadilan Tata Usaha Jakarta: Mahkamah Agung RI, hal. 20-21.

Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, hal. 243.

Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

atau Putusan Pengadilan Negeri atau Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Putusan Pengadilan Agama yang,

Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan perbedaan tersebut adalah pada “riel

Tata Usaha Negara yang mengatur eksekusi”, dalam Undang-Undang ten-

mekanisme eksekusi melalui upaya paksa tang Peradilan Tata Usaha Negara tidak

(dwang midelen) yaitu berupa pem- dikenal rie eksekusi, yaitu eksekusi paksa

bayaran ganti rugi dan atau sanksi dengan menggunakan bantuan pihak luar

administratif maupun pengumuman tidak yaitu pihak yang berwajib diluar para

disertai dengan unsur pemaksa jika hal pihak itu sendiri. Eksekusi secara riel

tersebut tidak dilaksanakan oleh Badan terhadap pemerintah itu merupakan hal

atau Pejabat Tata Usaha Negara. Dengan yang mustahil dapat terjadi. 19 Kondisi

demikian berhasil tidaknya eksekusi yang harus diingat dalam pelaksanaan

tergantung dan self respect dari Badan eksekusi terhadap penetapan atau putusan

atau Pejabat Tata Usaha Negara. pengadilan adalah:

Berdasarkan penelitian yang di-

1. Harta benda yang digunakan untuk lakukan oleh Bidang Penelitian dan kepentingan umum itu tidak dapat

Pengembangan Hukum Administrasi diletakkan sita dalam suatu sitaan

Komisi Hukum Nasional (HKN) eksekusi;

disimpulkan bahwa faktor-faktor peng-

2. Memperoleh kuasa untuk melaksana- hambat jalannya eksekusi putusan kan sendiri atas beban pemerintah

Pengadilan Tata Usaha Negara disebab- (pihak tereksekusi) akan merupakan

kan oleh amar putusan, hambatan teknis hal yang bertentangan dengan asas

ekekusi putusan melalui instansi atasan, legalitas yang mengatakan, bahwa

dan hambatan eksekusi melalui teknis berbuat atau memutuskan sesuatu

eksekusi pencabutan Keputusan Tata berdasarkan hukum publik itu

Usaha Negara yang bersangkutan. semata-mata hanya dapat dilakukan

Selanjutnya, faktor lain yang turut oleh Badan atau Jabatan TUN yang

bepengaruh terhadap jalannya putusan diberi wewenang atau berdasar pada

Pengadilan Tata Usaha Negara adalah suatu ketentuan peraturan perundang-

berkaitan dengan pelaksanaan otonomi undangan;

daerah, dan faktor kesadaran pejabat Tata

3. Merampas kebebasan orang-orang Usaha Negara sendiri untuk menjalankan yang sedang memangku jabatan 21 putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.

pemerintahan sebagai sarana paksaan akan berakibat pantulan-pantulan

Teori Negara Hukum Kesejahteraan

yang hebat terhadap jalannya peme-

( Welfare State)

rintahan Teori negara hukum kesejahtera-

4. Pemerintah itu selalu dianggap dapat an merupakan perpaduan antara konsep dan mampu membayar (solvabel). 20 negara hukum dan negara kesejahtera-

an. Menurut Burkens Negara hukum Ketentuan Pasal 116 Undang-

ialah negara yang Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang

(rechtsstaat)

menempatkan hukum sebagai dasar

19 Ibid, hal. 244. 21 Komisi NasionaI, 2010, Dalam Puslitbang 20 Ibid.

Hukum dan Peradilan, Jakarta: MA RI, hal. 19.

Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

kekuasaannya dan penyelenggaraan ke- peranan kaum berjois dalam mengatur kuasaan tersebut dalam segala bentuk-

negara menjadi semakin besar. Oleh nya dilakukan di bawah kekuasaan

karena itu konsep negara hukum hasil hukum. 22 ” Sedangkan konsep negara

pemikiran kaum borjois ini dikenal kesejahteraan adalah negara atau peme- 24 dengan konsep negara hukum Liberal.

rintah tidak semata-mata sebagai Tipe negara hukum liberal ini penjaga keamanan atau ketertiban

menghendaki agar negara berstatus pasif. masyarakat, tetapi pemikul utama

Artinya, rakyat harus tunduk pada tanggung jawab mewujudkan keadilan

peraturan-peraturan negara. Penguasa sosial, kesejahteraan umum dan

bertindak sesuai dengan hukum. Di sini, sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

kaum liberal menghendaki agar antara Negara hukum kesejahteraan lahir

penguasa dan yang dikuasai ada sebagai reaksi terhadap gagalnya

persetujuan dalam bentuk hukum. Kaum konsep negara hukum klasik dan negara

borjois dalam hal ini menginginkan agar hukum sosialis. Kedua konsep dan tipe

hak-hak dan kebebasan pribadi masing- negara hukum tersebut, memiliki dasar

masing tidak diganggu, mereka tidak ingin dan bentuk penguasaan negara atas

dirugikan. Mereka menginginkan agar sumber daya ekonomi yang berbeda.

penyelenggaraan perekonomian atau Secara teoritik perbedaan itu dilatar

kesejahteraan diserahkan kepada mereka. belakangi dan dipengaruhi oleh ideologi

Negara tidak boleh turut campur dalam atau paham-paham yang dianutnya. Pada

perekonomian tersebut. Jadi fungsi negara negara hukum liberalis klasik dipengaruhi

dalam negara hukum liberal hanya oleh paham liberalisme dan negara hukum

menjaga tata tertib dan keamanan, karena sosialis dipengaruhi oleh paham Marxis-

itu disebut juga negara hukum penjaga

23 me 25 . malam (Nachtwachter Staat). Negara hukum liberal klasik lahir

Penyelenggaraan perekonomian/ dari sejarah negara hukum di Perancis

penguasaan atas sumber daya alam pada sejak revolusi 4 Juli 1789. Pada masa

negara liberalis klasik berdasarkan prinsip sebelumnya yang berperan dalam

persaingan bebas yang berasaskan kehidupan kenegaraan bersama raja hanya

laisseiz-faire dimana peranan negara kaum bangsawan dan para pendeta saja,

sangat dibatasi (minimal government maka sejak saat itu kaum borjuis mulai

intervene). Negara tidak boleh men- memegang peranan dalam kehidupan

campuri urusan dan kegiatan ekonomi bernegara. Semakin lama peran kaum

masyarakat. Secara berat sebelah kemer- berjois semakin besar, terutama ketika raja

dekaanlah yang dipuja-puja, kebebasan memerlukan dana untuk membiayai

berkompetisi (free competition) secara peperangan. Raja memerlukan dana yang

perorangan terutama dilapangan ekonomi cukup besar dari kaum borjuis akibatnya,

22 Mochtar Kusumaatmadja, ”Pemantapan Cita Hukum dan Asas-Asas Hukum Nasional di Masa

Kini dan Masa yang Akan Datang ”, Makalah, 24 Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia Jakarta, hal. 1.

Analisis Yuridis Normatif tentang Unsur- 23 Abrar Saleng, 2004, Hukum Pertambangan,

Unsurnya, Jakarta: UI Press, hal. 19. Yogyakarta: UII Press, hal. 10.

25 Ibid, hal. 55.

Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

dipandangnya paling baik sesuai dengan andalkan tenaga kerja tidak memiliki ajaran Adam Smith. 26 bargaining position. Kondisi yang

Pada negara hukum liberalis atau demikian didukung oleh corak hukum negara hukum klasik yang diutamakan

yang mencerminkan aturan-aturan yang ialah terjaminnya hak-hak asasi berupa

menjamin dan memperkuat posisi kemerdekaan baik dalam bidang politik 30 kegiatan ekonomi kapitalisme

maupun dalam bidang sosial-ekonomi. Masyarakat kapitalis semakin hari Diakuinya dan adanya jaminan kebebasan

semakin kuat, sebaliknya masyarakat individu (individual freedom), kemer-

(masyarakat kebanyakan) dekaan

semakin lemah dan tidak berdaya. (ownership of property). 27 Dengan demikian dalam negara

Dalam negara hukum klasik, selain hukum klasik yang mengagung- jaminan pemilikan individu, juga dijamin

agungkan kebebasan (freedom) dan kebebasan bersaing dan melakukan per-

keadilan (equity), tetapi tidak dapat janjian/kontrak (freedom of contract). 28 menciptakan kesejahteraan bagi semua

Akibat kemerdekaan bersaing dalam warga negara. Bahkan sebaliknya, hubungannya dengan kebebasan ber-

justeru menimbulkan penderitaan dan serikat dan berkontrak, menimbulkan

penyengsaraan rakyat banyak. Inilah kelompok-kelompok usaha raksasa

sebagian bukti keburukan dan ke- yang memonopoli penguasaan peng-

kurangan dari tipe negara liberalis atau gunaan sumber daya alam, akhirnya

negara hukum klasik. membunuh kemerdekaan bersaing itu

negara hukum sendiri. Terjadilah hal yang tragis:

Sedangkan

sosialis merupakan konsep yang dianut kemerdekaan membunuh kemerdeka-

oleh negara-negara komunis/sosialis. an. 29 Konsep negara hukum sosialis berbeda

dengan konsep Barat, karena dalam berarti kegiatan ekonomi hanya bagi

socialist legality hukum ditempatkan di warga negara yang menguasai sumber

bawah sosialisme. Hukum adalah daya ekonomi, melainkan juga terbagi

sebagai alat untuk mencapai sosialisme. pada setiap warga negara. Akan tetapi

Hak perseorangan dapat disalurkan interaksi antara warga negara yang

prinsip-prinsip sosialisme, menguasai sumber daya alam (kapitalis)

kepada

meskipun hak tersebut patut mendapat dengan warga negara yang tidak 31 perlindungan.

menguasai sumber daya alam (buruh) Karena itu, konsep socialist terdapat ketimpangan, sebab bagi warga

legality sulit dikatakan sebagai suatu negara (buruh) yang hanya meng-

konsep negara hukum yang bersifat universal. Konsep ini dilihat dari

26 Le Sueur AP & Herberg JR', 1995,

kepentingan negara-negara komunis/

Constitutional & Administrative Law, London: Cavendish Publishing Limited, p. 53.

sosialis merupakan konsep yang mereka

27 Mustanun Daeng Matutu, 1972, “Selayang

pandang

sesuai

dengan doktrin

Pandang (Tentang) Perkembangan Tipe-Tipe Negara Modern,” (Orasi Ilmiah), Ujung Pandang: FH-UNHAS, hal. 9.

28 Le Sueur AP & Herberg JW, Loc. Cit. - Ronald Z. Titahelu, Op. cit., hal. 90.

30 Bagir Manan, Politik........ Op. cit. hal. 9. 29 Mustamin Daeng Matutu, Op. cit. hal. 10.

31 Muhammad Tahir Azhary, Op., cit, hal. 91.

Asmuni, Eksekutabilitas Penetapan Penundaan Pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara

ajaran hukum dan negara. Berdasarkan dengan konsep Barat baik rechtsstaat

komunisme/sosialisme. 32 Berbeda

teori ini, hanya dengan pemilikan negara maupun rule of law yang bertujuan

atas sumber daya alam dapat men- untuk melindungi hak asasi manusia

ciptakan suatu sistem baru dalam dari tindakan kesewenang-wenangan

hubungan produktif berdasarkan pro- penguasa.

duksi untuk penggunaan bersama dan Dalam kaitannya dengan peng- 35 tidak untuk keuntungan perseorangan.

uasaan terhadap sumber daya, menurut Namun pemilikan negara yang pada konsep sosialis terutama aliran sosialis

mulanya bertujuan untuk menjamin ilmiah yang dipelopori oleh Karl Marx,

distribusi hasil produksi sumber daya keburukan-keburukan

ekonomi bagi kepentingan rakyat banyak, yang timbul dalam sistem kapitalisme,

sosial-ekonomi

secara berangsur-angsur dimanfaatkan berakar pada dibenarkannya hak milik

oleh penguasa negara untuk memper- perorangan atas sumber daya alam dan

tahankan kekuasaan dan diubah menjadi diberikannya kebebasan berusaha tanpa

monopoli negara (state monopoly). Hal batas bagi pengusaha perseorangan

ini dimungkinkan pada tipe negara untuk mengejar kepentingan pribadi. 33 sosialis, karena corak hukumnya men-

cerminkan aturan-aturan yang selalu Marxisme dengan suatu thesis, bahwa

Oleh karena

itu,

paham

memberikan tempat pada negara atau semua sumber daya alam harus dikuasai

pemerintah untuk mempengaruhi ke- oleh negara untuk menjamin distribusi, 36 giatan ekonomi Akibat dari monopoli

sedangkan anti tesisnya ialah pemilikan negara atas sumber daya ekonomi, perorangan atas sumber daya alam

aktivitas ekonomi masyarakat tidak dihapuskan atau dilarang dan sintesisnya

berkembang, sementara beban negara ialah sumber daya alam menjadi milik

bertambah berat karena harus me- bersama yang secara konkrit dimiliki

nanggung semua kebutuhan masyara- negara (etatisme). Oleh karena itu, pada 37 kat. Akibatnya menimbulkan penderita-

negara-negara sosialis (komunis) yang an dan penyengsaraan rakyat banyak. berpaham Marxisme, pemilikan indi-

Inilah sebagian keburukan dan ke- vidual (individual ownership) atas

kurangan negara hukum sosialis yang sumber daya alam tidak dikenal dan

berlandaskan paham Marxisme yang tidak pernah diakui secara hukum.

dalam konteks Indonesia diperbaharui Teori pemilikan negara atas

oleh Moh. Hatta dengan sosialisme sumber daya alam diajukan oleh Karl

kooperatif yang dituangkan dalam Pasal Marx dan Friedrich Engels. 34 Teori ini

33 UUD NRI Tahun 1945. bertolak dari teori-teori ekonomi,

Kekurangan-kekurangan tipe khususnya nilai buruh (arbeidswaarde-

negara hukum dengan paham Libe- theorie), yang diatasnya diletakkan

ralisme-individualis

dan paham Marxisme-sosialis telah menarik perhati-

32 Ibid, hal. 92.

an dan menimbulkan reaksi yang

33 Mustamin Daeng Matutu, Op. cit. hal. 23.

Ronald Z. Titahelu, Op. cit., hal. 99; Lihat juga, Ignas Kleden, 1999, 35 “Legislasi .Antikomunis Ibid. atau Antiketidakadilan 36 ”, Kompas, Jakarta, 21 Bagir Manan, Politik.... Loc. cit.

April, hal. 4. 37 Ellydar Chaidir, Op., cit, hal. 39.

Perspektif Hukum, Vol. 16 No. 1 Mei 2016 : 99-121

diwujudkan dalam usaha dan ataupun yang berorientasi politis, sehingga mengganti sama sekali dengan sistem

peranan eksekutif lebih besar dari lain. Dalam usaha itu tampaklah konsep

pada legislatif;

baru yang bersifat pragmatis, yang

3. Hak milik tidak bersifat mutlak; berusaha mempertahankan kebebasan

4. Negara tidak hanya menjaga dalam negara hukum sambil membenar-

ketertiban dan keamanan atau kan negara campur tangan untuk

penjaga malam penyelenggaraan kesejahteraan rakyat

sekedar

(Nachtwakerstaat), melainkan (citizenry welfare) dan kesejahteraan

negara turut serta dalam usaha- umum (public welfare). Konsep yang

usaha sosial maupun ekonomi; berusaha memadukan paham liberalis-

5. Kaidah-kaidah hukum adminis- individualis dengan paham kolektivis.

trasi semakin banyak mengatur Paham tersebut melahirkan

sosial ekonomi dan membeban- konsepsi tentang socio capitalis state

kan kewajiban tertentu kepada atau newliberalism yang mengutamakan

warganegara.

6. Peranan Hukum Publik condong demikian, menurut Mac Iver, 39 negara

fungsi 38 welfare. Konsepsi yang

mendesak Hukum Privat, se- tidak dipandang lagi sebagai alat

bagai konsekuensi semakin luas- kekuasaan (instrument of power)

nya peranan negara; semata-mata, tetapi mulai dipandang

7. Lebih bersifat negara hukum sebagai alat pelayanan (an agency of

materiil yang mengutamakan services). Paham yang pragmatis ini

keadilan sosial yang materiil melahirkan konsepsi negara kesejah-

pula.

teraan (welfare state) 40 atau negara

hukum modern atau negara hukum Berdasarkan ciri-ciri di atas, materiil yang ciri-cirinya sebagai

jelaslah bahwa dalam konsep negara berikut:

kesejahteraan peranan negara pada

1. Dalam negara hukum kesejahteraan posisi yang kuat dan besar dalam yang diutamakan adalah terjaminnya

kesejahteraan umum hak-hak

menciptakan

(public welfare) dan keadilan sosial rakyat;

asasi

sosial-ekonomi

(social justice). Konsepsi negara yang

2. Pertimbangan-pertimbangan efisien- demikian dalam berbagai literatur si dan manajemen lebih diutamakan

disebut dengan berbagai istilah antara dibanding pembagian kekuasaan

lain; social services state atau agency of services" (negara sebagai alat

38 Le Sueur AP & Herberg JW, Op. cit, hal. 54.

pelayanan).

Mac Iver, 1950, The Modern State, London: Oxford University Press, hal. 4.

Konsep negara hukum modern

40 Negara kesejahteraan lahir akibat adanya the

selain mengharuskan setiap tindakan

great depression yang melanda negara-negara

negara/pemerintah berdasarkan atas