Gaya Bicara Mahasiswa Sastra Prancis Pas

Gaya Bicara Mahasiswa Sastra Prancis Pasca Pengajaran Locuteur Natif
(Marianne)
disusun guna memenuhi tugas Sociolinguistique

oleh:
Mary Wulan Rahayu
(2311412016)

SASTRA PERANCIS
BAHASA DAN SASTRA ASING
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014

1

A.

Judul : “Gaya Bicara Mahasiswa Sastra Prancis Pasca Pengajaran

Locuteur Natif (Marianne)”

B.

Latar Belakang
Manusia belajar dengan meniru. Hal tersebut sangat terlihat pada orang

tua yang mengajari anaknya, entah berbicara, mengenal huruf, atau menghitung,
sang anak pasti meniru dan menerapkan apa yang telah diajarkan kedua orang
tuanya. Proses belajar bahasa asing pun merupakan proses ‘meniru’ bahasa orang
lain. Tak disadari, para mahasiswa bahasa asing pun terkadang menirukan apa
yang mereka dengarkan dan apa yang mereka pelajari sehingga mereka dapat
memahami bahasa asing tersebut. Proses meniru atau yang biasa disebut dengan
imitasi.
Salah satu teori belajar yang terkenal adalah teori belajar sosial Bandura.
Menurut Bandura proses mengamati dan meniru perilaku dan sikap orang lain
sebagai model merupakan tindakan belajar. Teori Bandura menjelaskan perilaku
manusia dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara
kognitif, perilaku dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu
sangat berpengaruh pada pola belajar social jenis ini. Contohnya, seseorang yang
hidupnya dan dibesarkan di dalam lingkungan multilingual, maka dia cenderung
memiliki keberagaman pola pikir dan mudah beradaptasi dengan lingkungannya

maupun lingkungan yang baru dikenalnya. Sehingga ia tidak terlalu mengalami
kesulitan apabila akan ditempatkan dalam lingkungan yang baru.
Belajar bahasa tentunya belajar budaya. Bahasa Indonesia dengan Bahasa
Perancis

memiliki perbedaan yang sangat

signifikan,

baik di

bidang

pengucapannya maupun tata bahasanya. Perbedaan inilah yang membuat para
pembelajar bahasa asing mengalami kesulitan menguasai bahasa yang
dipelajarinya. Maka dari itu, proses peniruan tersebut sangat diperlukan dalam
mempelajari bahasa asing.
Mahasiswa Bahasa Asing khususnya Sastra Perancis mempunyai seorang
dosen yang berasal dari Perancis atau yang biasa disebut Locuteur Natif.
Biasanya dosen ini mengajar pada mata kuliah Production Oral yang mana para

mahasiswa belajar berbicara dengan menggunakan bahasa Perancis yang baik dan
benar.

Umumnya, mahasiswa yang sudah atau belum pernah belajar bahasa

2

Perancis pada awalnya mengalami kesulitan ketika bertemu dengan locuteur natif.
Faktor kebiasaan menjadi faktor utama pendukung keberhasilan seorang
pembelajar bahasa asing dalam memahami dang mengerti bahasa tersebut. Hal
inilah yang menjadi kendala para mahasiswa. Mahasiswa yang kurang mengerti
bahasa asing tersebut biasanya membuat plesetan dalam bahasanya sendiri seperti
dalam bahasa Jawa kesusu (tergesa-gesa) di’terjemahkan’ dalam bahasa Perancis
menjadi au lait sehingga menjadi n’au lait pas yang membuat dosen locuteur
Natif menjadi bingung dan menjadi bahan tertawaan. Idiolek locuteur natif yang
menurut para mahasiswa itu lucu pun menjadi bahan perbincangan tersendiri. Hal
ini pula yang mempengaruhi proses pembelajaran bahasa Perancis para
mahasiswa Sastra Perancis khususnya semester 5. Idiolek adalah varitas bahasa
yang bersifat peseorangan. Menurut konsep idiolek, setiap orang mempunyai
varitas bahasanya, atau idioleknya masing-masing. Idiolek ini berkenaan dengan

warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun
yang paling dominan adalah warna suara, sehingga jika kita cukup akrab dengan
seseorang, hanya dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita
dapat mengenalinya.
Mengenali idiolek seseorang dari bicaranya memang lebih mudah daripada
melalui karya tulisnya.Masing-masing orang memiliki idiolek yang berbeda-beda.
Namun kalau kita sering membaca karya Hamka, Alisjahbana, atau Shakespeare,
maka pada suatu waktu kelak bila kita menemui selembar karya mereka,
meskipun dicantumkan nama mereka, kita dapat mengenali lembaran itu karya
siapa. Sama seperti kasus Marianne yang merupakan dosen locuteur natif Prancis
yang amat dihafal oleh mahasiswa karena warna suara dan gaya bahasanya yang
unik. Para mahasiswa sering menirukan ucapan maupun kosakata baru yang
dianggap menarik.
Peniruan yang dilakukan para mahasiswa ini begitu kompleks. Selain
menirukan kata-kata atau bahkan kalimat yang sering diucapkan oleh Marianne,
mereka juga menirukan intonasi, nada maupun tekanannya, sehingga membuat
proses pembelajaran bahasa Perancis menjadi suatu hal yang menarik dan tidak
membosankan.

3


C.

Rumusan Masalah
1. Apakah pengaruh idiolek locuteur natif dapat mempengaruhi pembelajaran
bahasa perancis pada mahasiswa Sastra Perancis?
2. Apakah peniruan idiolek tersebut hanya guyonan semata?
3. Apakah mahasiswa Sastra Perancis meniru idiolek tersebut dalam
kehidupan sehari-hari?

D.

Tujuan Penelitian
1. Mengetahui apa saja pengaruh idiolek dalam pembelajaran bahasa
Perancis.
2. Mengetahui fungsi peniruan idiolek locuter natif.
3. Mengetahui peniruan idiolek dalam kehidupan sehari-hari atau dalam
proses pembelajaran.

E.


Manfaat Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi dua manfaat yaitu manfaat teoritis, yaitu
1. Mengembangkan teori psikologi khususnya teori belajar sosial
2. Mengembangkan teori sosiolinguistik khususnya idiolek individu
Sedangkan manfaat praktis dapat dihasilkan
1. Untuk pembelajar bahasa Perancis dapat mempraktekkan hasil belajarnya
melalui peniruan dosen Perancis
2. Dapat menambah koleksi pustaka mengenai kajian psiko-sosiolinguistik

F.
1.

Kajian Teoritis
Teori belajar Albert Bandura
Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu belajar banyak

tentang perilaku melalui peniruan/modeling, bahkan tanpa adanya penguat
(reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar semacam ini disebut
“observational learning” atau pembelajaran melalui pengamatan. Albert Bandura

(1971), mengemukakan bahwa teori pembelajaran sosial membahas tentang (1)
Bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat
(reinforcement) dan observational learning, (2) Cara pandang dan cara pikir yang
kita miliki terhadap informasi, (3) Begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku
kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan
observational opportunity.
Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses
pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari

4

perilaku dengan mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang
diberikan kepada orang lain.
Dalam observational learning terdapat empat tahap belajar dari proses
pengamatan atau modeling. Proses yang terjadi dalam observational learning
tersebut antara lain :
1. Atensi atau memperhatikan, dalam tahapan ini seseorang harus
memberikan perhatian terhadap model dengan cermat.
2. Retensi atau mengingat, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali
perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati maka seseorang perlu

memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku model.
3. Reproduksi gerak, dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan
perhatian untuk mengamati dengan cermat dan mengingat kembali
perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya maka berikutnya adalah
mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh
model.
4. Motivasional, tahapan berikutnya adalah seseorang harus memiliki
motivasi untuk belajar dari model.
Ciri – ciri teori Pemodelan Bandura
1. Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan
2. Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan
lain – lain
3. Individu meniru

suatu

kemampuan

dari


kecakapan

yang

didemonstrasikan guru sebagai model
4. Individu memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan
penguatan yang positif
5. Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan
tingkah laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan
yang positif

5

Jenis – jenis Peniruan (modeling):
1. Peniruan Langsung
Pembelajaran

langsung

dikembangkan


berdasarkan

teori

pembelajaran sosial Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah
adanya modeling, yaitu suatu fase dimana seseorang memodelkan atau
mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi bagaimana suatu ketrampilan
itu dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan oleh model melalui
proses perhatian. Contoh : Meniru gaya penyanyi yang disukai.
2. Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian
secara tidak langsung. Contoh : Meniru watak yang dibaca dalam buku,
memperhatikan seorang guru mengajarkan rekannya.
3. Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku
yang berlainan yaitu peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh :
Pelajar meniru gaya gurunya melukis dan cara mewarnai daripada buku
yang dibacanya.
4. Peniruan Sesaat / seketika.

Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja.
Contoh : Meniru Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di
sekolah.
5. Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun.
Contoh : Pelajar meniru gaya bahasa gurunya.
Hal lain yang harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan
mempunyai prinsip – prinsip sebagai berikut :
1) Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara
mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik
kemudian melakukannya. Proses mengingat akan lebih baik dengan cara
perilaku yang ditiru dituangkan dalam kata – kata, tanda atau gambar

6

daripada hanya melihat saja. Sebagai contoh : Belajar gerakan tari dari
pelatih memerlukan pengamatan dari berbagai sudut yang dibantu cermin
dan seterusnya ditiru oleh para pelajar pada masa yang sama, kemudian
proses meniru akan efisien jika gerakan tari tadi juga didukung dengan
penayangan video, gambar, atau kaedah yang ditulis dalam buku panduan.
2) Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai
yang dimilikinya.
3) Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model tersebut disukai
dan dihargai serta perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
2.
Dialek dan Idiolek
a. Dialek
Dialek merupakan idiolek-idiolek yang menunjukan persamaan dengan
idiolek-idiolek lainnya. Besarnya persamaan tersebut bisa dipengaruhi oleh letak
geografi yang berdekatan sehingga antara satu dengan yang lainnya terjadi
komunikasi yang sering terjadi. Contoh penutur bahasa Indonesia dari kawasan
geografis yang berbeda dan dari kelompok sosial yang beralainan akan cenderung
memperlihatkan perbedaan-perbedaan yang sistematik. Disini maka akan timbul
sebuah dialek bahasa Indonesia. Misalkan dialek jawa, dialek sunda dan
sebagainya.
b. Idiolek
Menurut Chaer, idiolek adalah Bahasa seseorang atau ciri khas yang
dimilikioleh seorang individu dalam menggunakan bahasa. Bisa dikatakan bahwa
idiolek merupakan suatu identitas seseorang dalam bertutur dan berkomunikasi.
Menurut konsep idiolek, setiap orang mempunyai varitas bahasanya, atau
idioleknya masing-masing. Idiolek ini berkenaan dengan warna suara, pilihan
kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan sebagainya. Namun yang paling dominan
adalah warna suara, sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya
dengan mendengar suara bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat
mengenalinya.
3.

Bunyi Suprasegmental

7

Bunyi suprasegmental adalah bunyi yang menyertai bunyi segmental.
Bunyi suprasegmental dapat diklasifikasikan menurut ciri-cirinya waktu
diucapkan (ciri prosodi).

Ciri-ciri bunyi suprasegmental menurut Bloch dan

George L. Trager dalam Samsuri (1970:6-7) adalah sebagai berikut.
a. Panjang atau durasi, yaitu lamanya bunyi diucapkan
b. Nada (Pitch), menyangkut tinggi-rendahnya suatu bunyi. Nada
dibedakan menjadi lima, yaitu
1) Nada naik, yaitu nada yang meninggi [ ˊ]
2) Nada datar, yaitu nada yang datar, tidak tinggi ataupun turun [ ˉ]
3) Nada turun, yaitu nada yang merendah [ˋ ]
4) Nasa turun naik, yaitu nada yang merendah kemudian meninggi
[ˇ]
5) Nada naik turun naik, yaitu nada yang meninggi kemudian
c.
d.

merendah [ ˆ ]
Tekanan (Stress), menyangkut keras-lunaknya (lemah) nya bunyi.
Jeda atau Persendian, menyangkut perhentian bunyi dalam bahasa.
Menurut tempatnya, jeda dapat dibedakan menjadi 4, yaitu
1) Jeda antar suku kata [ + ]
2) Jeda antar kata [ / ]
3) Jeda antar frasa [ // ]
4) Jeda antar kalimat [ # ]

8

G.

Metode Penelitian
Dalam penelitian ilmiah seorang peneliti harus melewati tiga tahapan,

yaitu: penyediaan data, penganalisisan data yang telah disediakan itu, dan
penyajian hasil analisis data yang bersangkutan.

Tahap penyediaan data

merupakan upaya sang peneliti menyediakan data secukupnya.

Data di sini

dimengerti sebagai fenomena lingual khusus yang mengandung dan berkaitan
langsung dengan masalah yang dimaksud. Data yang demikian itu, substansinya
dipandang berkualifikasi valid atau sahih dan reliable atau terandal. Upaya
penyediaan data itu semata-mata untuk dan demi kepentingan analisis.
(Sudaryanto, 1993: 5-6). Metode penelitian diambil secara kuantitatif dengan
mengedepankan hasil yang realistis, tidak dalam kapasitas namun pemanfaatannya
dalam kehidupan sehari-hari.
1.
Data, sumber data, populasi, dan sampel
Data penelitian ini diperoleh dari percakapan antara mahasiswa Sastra
Perancis yang pernah mengikuti kuliah Marianne dengan sesama mahasiswa prodi
bahasa Perancis maupun dengan dosen, sedangkan sumber data, peneliti
berorientasi pada mahasiswa Sastra Perancis, terutama mahasiswa yang telah
mendapat mata kuliah yang diampu oleh locuteur natif. Populasi penelitian ini
adalah 21 mahasiswa Sastra Perancis yang pernah mengikuti mata kuliah PO
bersama Marianne ketika sedang mengikuti kuliah maupun sedang beristirahat.
Dan sampel dari penelitian ini diambil 8 responden dari populasi penelitian dipilih
oleh peneliti secara acak (random).
2.
Penyediaan dan pengumpulan data
Penyediaan data dilakukan dengan mengobservasi sumber data, dilanjutkan
dengan mewawancarai sumber data, menyimak percakapan dalam berbahasa
Perancis maupun bahasa Indonesia. Proses ini dilakukan dengan mendengarkan,
merekam dan menyimak pembicaraan sumber data. Hal ini dapat dijumpai dalam
percakapan sehari-hari.

Peneliti meneliti data sekunder dan data primer saat

sebelum, sesudah maupun saat berlangsungnya perkuliahan bersama Marianne.
3.
Analisis data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan
cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,

9

melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan
yang dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri maupun orang lain (Sugiyono 2011: 335).

Peneliti menganalisis

responden dengan mewawancarai atau merekam hasil percakapan kemudian
memasukkan dan memilah data dalam tabel serta disesuaikan dengan cara analisis
Bandura. Pertama yang dilakukan adalah mengamati apakah model (Marianne)
bisa menjadi model atau tidak, sehingga dibuat tabel seperti dibawah ini.
Tabel a. Kelayakan Model
Ciri menurut Bandura

Objek (Mahasiswa)

Setelah diketahui apakah model layak atau tidak maka dibuat tabel
responden sebelum terpengaruh oleh idiolek Marianne.
Tabel b. Dialek Asli
No

Responden

Jenis Kelamin

Gaya Bicara/Dialek

Untuk mengetahui siapa saja yang menjadi sampel dan apa saja yang ditiru
responden terhadap model, maka dibuat 3 tabel seperti di bawah ini.
Tabel i. Responden Idiolek Marianne
Idiolek Marianne
Responden

Jenis Kelamin

Gaya Bahasa (nada,
intonasi)

Pilihan
kata/Kalimat

Tabel ii. / iii. Peniruan Bahasa Perancis/Indonesia Marianne
Responden
Kat
a/
Laki-laki
Perempuan
Kali Respo Respo Respo Respo Respo Respo Respo Respo
mat nden a nden b nden c nden d nden e nden f nden g nden h
Tabel iv. Peniruan Bunyi Suprasegmental
K

Pengucapan
Marianne

Laki-laki

Perempuan

10

ata/Kalimat
tiruan

4.

Luthfi

Subhan

Arif

Anisa

Vina

Sandra

Nebti

Gista

Penyajian Hasil
Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan dalam bahasa formal-informal

karena objek penelitian dilaksanakan saat para mahasiswa melakukan percakapan
biasa serta pada saat kuliah berlangsung. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk
tabel kemudian dianalisis fungsi pemakaian kata tersebut.
H.

Hasil Penelitian
Hal pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah melihat dan mengamati

apakah si model (Marianne) memenuhi syarat sebagai model atau tidak. Sesuatu
dapat dijadikan model apabila:
Tabel a. Kelayakan Model
No
1

2
3

Ciri menurut Bandura
Individu mengamati, mengingat dan
mengulangi perilaku secara simbolik
kemudian melakukannya
Individu lebih menyukai perilaku yang
ditiru jika sesuai dengan nilai yang
dimilikinya
Individu akan menyukai perilaku yang
ditiru jika model tersebut disukai dan
dihargai serta perilakunya mempunyai
nilai yang bermanfaat

Objek (Mahasiswa)
V

V

V

Kenyataan di lapangan seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas dapat
membuat Marianne menjadi model belajar sosial terutama dalam kajian
observation learning atau pembelajaran pengamatan atau peniruan.
Sebelum meneliti responden lebih lanjut, peneliti mengumpulkan rekaman
percakapan mahasiswa ketika belum mengenal Marianne, yaitu rekaman
pembicaraan pada semester-semester awal dan diperoleh hasil seperti pada tabel
di bawah ini.
Tabel b. Dialek Asli

11

No
1
2
3
4
5
6
7
8

Responden
Luthfi
Subhan
Arif
Anisa
Vina
Sandra
Nebti
Gista

Jenis Kelamin
L
L
L
P
P
P
P
P

Gaya Bicara/Dialek
Dialek Jawa-Pantura
Dialek Jawa-Temanggungan
Dialek Ngapak-Brebes
Dialek Ngapak-Kebumen
Dialek Jawa Timuran
Dialek Jawa-Solo Jogja
Dialek Jawa-Semarangan
Dialek Jawa-Semarangan

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa para responden sebelum
mengikuti mata kuliah yang diampu Marianne masih menggunakan logat atau
dialek dari daerah asalnya masing-masing atau

bahasa yang sering mereka

gunakan pada kehidupan sehari-hari.
Sebanyak 8 responden yang terdiri dari 3 responden berjenis kelamin lakilaki dan 5 responden berjenis kelamin laki-laki. Jumlah ini adalah perbandingan
dari keseluruhan mahasiswa Sastra Perancis (berjumlah 21 orang) yang mengikuti
mata kuliah PO (dosen Marianne) didapat hasil seperti pada tabel berikut.
Tabel i. Responden Idiolek Marianne
Idiolek Marianne
Responden
Luthfi
Subhan
Arif
Anisa
Vina
Sandra
Nebti
Gista

Gaya Bahasa (nada,
intonasi)

Jenis Kelamin
L
L
L
P
P
P
P
P

v
v
v
v
v
v
-

Pilihan
kata/Kalimat
v
v
v
v
v
v
v
v

Menurut tabel di atas, semua responden menirukan pilihan kata atau
kalimat dari Marianne. Jika dilihat dari jenis kelamin, semua responden berjenis
kelamin laki-laki meniru gaya bahasa dan pilihan kata/kalimat dari Marianne,
namun ada dua responden berjenis kelamin perempuan yaitu Nebti dan Gista

12

tidak menirukan gaya bahasa Marianne.

Mereka masih menggunakan gaya

bahasa mereka sendiri dalam menggunakan kata atau kalimat tersebut
Tabel ii. Peniruan Bahasa Perancis Marianne
Kata/Kalimat
Au secours
La bas
Conviture ou
nourriture
oh la la la la la la

Responden
Laki-laki
Perempuan
Luth Subha Ari Anis Vin Sandr Neb
fi
n
f
a
a
a
ti
v
v
v
v
v
v
v
v
-

Gist
a
-

v
v

v

v

v

v
v

v
v

v

v

Dari tabel di atas didapat hasil bahwa dalam penyerapan Bahasa Perancis
yang sering diungkapkan Marianne hanya 4 yang digunakan oleh mahasiswa.
Pada mahasiswa berjenis kelamin laki-laki yang paling sering menggunakan
kata/kalimat Marianne adalah Luthfi, sedangkan pada mahasiswa yang berjenis
kelamin perempuan adalah Anisa. Hal ini menghasilkan hasil seimbang antara
laki-laki dan perempuan. Hasil pengamatan dari subhan dan vina sama-sama
sering menggunakan tiga kata, subhan sering menggunakan kalimat Au secours,
Là bas, dan oh lala... tetapi vina menggunakan kalimat Au secours, Conviture ou
nourriture dan Oh lala, hanya berbeda satu kalimat saja. Sedangkan Nebti
menggunakan 2 kalimat saja seperti yang ditunjukkan pada tabel di atas. Hasil
yang sama diperoleh dari Arif, Sandra dan Gista. 1 responden dari variabel jenis
kelamin laki-laki dan 2 responden dari variabel jenis kelamin perempuan.
Kata-kata tersebut tidak hanya digunakan dalam percakapan sehari-hari
namun digunakan pula dalam proses pembelajaran bahasa Perancis dalam
menyusun kalimat berbahasa Perancis, misal au secours dan là bas. Namun untuk
kalimat conviture ou nourriture? Digunakan untuk menyindir atau untuk hiburan
saja karena kalimat tersebut lebih mengkritik antar teman. Sedangkan ungkapan
Oh lala... sering digunakan oleh semua mahasiswa untuk mengungkapkan
keterkejutan.
Tabel iii. Peniruan Bahasa Indonesia Marianne

13

Responden
Kata/Kalimat
Mahasiswa
Sama ini
Bagus ou tidak?
Ada apa di
kepala?
Untuk apa?
Lebih baik...
Sendiri!

Luthf
i
v
v
v
v
v
v
v

Laki-laki
Subha
n
v
v
v
v
v

Ari
f
v
v
-

Anis
a
v
v
v

Vin
a
v
v
v

v
v
v

v
v
v
v

v
v
v

Perempuan
Sandr Nebt
a
i
v
v
v
v
v
-

v
-

Gist
a
v
v
-

Dari tabel di atas diperoleh hampir semua responden menggunakan kata
atau kalimat dari Marianne yang berbahasa Indonesia. Sama seperti hasil pada
tabel ii, dari tabel iii dapat ditunjukkan bahwa peniru yang paling menonjol adalah
Luthfi dan Anisa sebagai wakil dari masing masing variabel laki-laki dan
perempuan. Sedangkan kata yang paling sering diucapkan dan digunakan oleh
mahasiswa adalah kata ‘mahasiswa’ dan ‘untuk apa’. Mereka meniru kata atau
kalimat tersebut pada awalnya hanya untuk hiburan atau guyonan, tetapi lamakelamaan, mereka terbiasa menggunakan kata-kata tersebut. Tetapi tidak semua
responden menggunakan kata atau kalimat yang sama karena pada masing-masing
individu hanya menyukai kata atau kalimat tertentu, misalnya Sandra hanya sering
menggunakan kata ‘mahasiswa’ dan ‘untuk apa?’ karena Sandra sering bertanya
suatu alasan apabila tidak sesuai dengan konteks pembicaraan. Walaupun Gista
tidak mengikuti kuliah Marianne, ia mendapat pengaruh dari teman-temannya
yang begitu sering menggunakan kata atau kalimat dari Marianne.

14

Dokumen yang terkait

FAKTOR–FAKTOR YANG MENJADI DAYA TARIK PENYIAR RADIO MAKOBU FM (Studi pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2003 UMM)

0 72 2

PENGARUH PENILAIAN dan PENGETAHUAN GAYA BUSANA PRESENTER TELEVISI TERHADAP PERILAKU IMITASI BERBUSANA (Studi Tayangan Ceriwis Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Jurusan Komunikasi Angkatan 2004)

0 51 2

PENGARUH TERPAAN LIRIK LAGU IWAN FALS TERHADAP PENILAIAN MAHASISWA TENTANG KEPEDULIAN PEMERINTAH TERHADAP MASYARAKAT MISKIN(Study Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Pada Lagu Siang Seberang Istana)

2 56 3

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Perilaku Kesehatan pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakrta Angkatan 2012 pada tahun2015

8 93 81

Sistem Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru Program Beasiswa Unggulan Berbasis Web Pada Universitas Komputer Indonesia

7 101 1

Kurikulum Prodi Sastra Jepang Unikom

3 72 10