ANALISIS EKONOMI FATWA DSN MUI NO. 08 TA

ANALISIS EKONOMI FATWA DSN-MUI NO. 08 TAHUN 2016
TENTANG PEDOMAN PENYELENGARAAN PARIWISATA
BERDASARKAN PRINSIP SYARI’AH
A. Latar Belakang
Pariwisata merupakan sebuah sektor yang telah mengambil peran penting
dalam pembangunan perekonomian bangsa-bangsa. Kemajuan dan kesejahteraan
yang semakin tinggi telah menjadikan pariwisata sebagai bagian pokok dari
ebutuhan atau gaya hidup manusia dan menggerakkan manusia untuk mengenal
alam dan budaya di kawasan-kawasan negra lain. Sehingga sangat berpengaruh
pada mata rantai ekonomi dan memberikan kontribusi penting bagi perekonomia
bangsa, serta peningkatan kesejahteraan ekonomi di tingkat mesyarakat lokal.1
Beberapa negara telah menerapkan konsep pariwisata halal yaitu Malaysia,
Thailand, Indonesia, dan Singapura. Dalam tulisan Muhammad Khalilur Rahman
Jyang berjudul “Motivating Factors of Islamic Tourist’s Destination Loyalty: An
Empirical Investigation in Malaysia” dijelaskan aspek-aspek yang dapat
mempengaruhi kepuasan dan tujuan dari wisatawan Muslim yang mendatangi
Malaysia. Melihat industri pariwisata menjadi salah satu sektor jasa yang paling
penting dan memberikan dampak signifikan terhadap penghasilan dan
perkembangan ekonomi Malaysia maka dari itu kepuasan wisatawan merupakan
alat ukur yang begitu penting dan fundamental. Hasil dari penelitian Rahman
adalah atribut Islam, serta atribut tujuan liburan dan kualitas layanan merupakan

faktor utama wisatawan Islam yang kerap melakukan kunjungan ke Malaysia.
Selain itu faktor tambahan lainnya adalah keramahan dan kemampuan dalam
berkomunikasi dengan masyarakat setempat dan banyak macam makanan lokal
yang halal. 2

1

Ade ela Pratiwi, Analisis Pasar Wisata Syariah, Jurnal Media Wisata Volume 14, No. 1,

Mei 2016, Hal. 346
2

Demeiati Nur, Aulia Mawaddah, dkk, Trend Pariwisata Halal Kore Selatan,

SENASPRO 2017 ( Seminar Nasional dan Gelar Produk), Hal. 856

Konsep wisata Syariah adalah sebuah proses pengintegrasian nilai-nilai
keisalaman kedalam seluruh aspek kegiatan wisata. Nilai syariat Islam sebagai
suatu kepercayaan dan keyakinan yang dianut umat Muslim menjadi acuan dasar
dalam membangun kegiatan pariwisata. Wisata Syariah mempertimbangkan nilainilai dasar umat Muslim didalam penyajiannya mulai dari akomodasi, restaurant,

hingga aktifitas wisata yang selalu mengacu kepada norma-norma keisalaman.
Konsep wisata Syariah merupakan aktualisasi dari konsep ke-Islaman dimana
nilai halal dan haram menjadi tolak ukur utama, hal ini berarti seluruh aspek
kegiatan wisata tidak terlepas dari sertifikasi halal yang harus manjadi acuan bagi
setiap pelaku pariwisata. Konsep wisata Syariah dapat juga diartikan sebagai
kegiatan wisata yang berlandaskan ibadah dan dakwah disaat wisatawan Muslim
dapat berwisata serta mengagungi hasil pencipataan Allah SWT (tafakur alam)
dengan tetap menjalankan kewajiban sholat wajib sebanyak lima kali dalam satu
hari dan semua ini terfasilitasi dengan baik serta menjauhi segala yang dilarang
olehNya. 3
C. Pembahasan
1. ketentuan Umum dalam Fatwa DSN-MUI4
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan:
l. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat teftentu untuk tujuan rekreasi,
pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang
dikunjungi dalam jangka waktu sementara
2. Wisata Syariah adalah wisata yang sesuai dengan prinsip syariah
3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,

pemerintah dan pemerintah daerah
3

Kurniawan Gilang Widagyo, Analisis Pasar Wisata Halal Indonesia, The Journal of

tauhidinomics Vol. 1, No. 1 2015, Hal. 74
4

Fatwa Dewan Nasional Majelis Ulama Indonesia, No: 108/DSN-MUI/X/2016, tentang

Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah

4. Destinasi Wisata Syariah adalah kawasan geografis yang berada dalam
satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata,
fasilitas ibadah dan umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat
yang saling terkait dan melengkapi terwu.iudnya kepariwisataan yang sesuai
dengan prinsip syariah
5. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata
6. Biro Perjalanan Wisata Syariah (BPWS) adalah kegiatan usaha yang
bersifat komersial yang mengatur, dan rnenyediakan pelayanan bagi seseorang

atau sekelompok orang, untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utama
berwisata yang sesuai dengan prinsip syariah.
7. Pemandu Wisata adalah orang yang memandu dalam pariwisata syariah;
8. Pengusaha Pariwisata adalah orang atau sekelompok orang yang
melakukan kegiatan usaha pariwisata
9. Usaha Hotel Syariah adalah penyediaan akomodasi berupa kamar kamar
di dalam suatu bangunan yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan
minum, kegiatan hiburan dan atau fasilitas lainnya secara harian dengan tujuan
memperoleh keuntungan yang dijialankan sesuai prinsip syariah
10. Kriteria Usaha Hotel Syariah adalah rumusan kualifikasi dan atau
klasifikasi yang mencakup aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan.
2. Akad-Akad pariwisata dalam DSN-MUI
a) Akad Ijarah
b) Akad Wakalah bil- Ujrah
c) Akad Ju’alah
Hal-hal yang lainnya dapat dilihat pada fatwa DSN-MUI No. 108 tahun 2016.
D. Analisis Ekonomi Fatwa DSN-MUI tentang Pariwisata Halal
Dinamika pariwisata dunia dalam tiga tahun terakhir dipengaruhi oleh
peningkatan jumlah perjalanan antar negara dan pertumbuhan perekonomian


terutama di kawasan Asia Pasifik. Total wisatawan dunia pada tahun 2014
mencapai 1.110 juta perjalanan luar negeri atau tumbuh 5% dibandingkan tahun
sebelumnya. Pada tahun 2014 lebih dari 300 juta (27,1% dari total wisatawan
dunia) melakukan wisata ke Asia dan 96,7 juta diantaranya masuk ke Asia
Tenggara. Sementara pada tahun 2015 ditengah situasi global yang tidak kondusif,
perjalanan wisatawan dunia masih tumbuh 4,5%. Jadi, pariwisata tetap mengalami
pertumbuhan signifikan.5
Indonesia juga mengalami peningkatan di dunia Pariwisata, dari 9,3 juta
pada tahun 2014 menjadi 10,4 juta pada tahun 2015 (naik 2,9 %), dan tahun 2016
mampu menembus angka 12 juta kunjungan wisatawan mancanegara.
Dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, Indonesia berada di peringkat
keempat, di bawah Thailand, Malaysia, Singapura. Berdasarkan kewarganegaraan,
Singapura, Malaysia dan Tiongkok adalah 3 kontributor wisatawan mancanegara
terbesar.6
Sejak tahun 2012 pemerintah Indonesia telah memberikan perhatian lebih
pada penyambutan turis-turis lokal maupun internasional, hal ini indonesia
memenangkan beberapa penghargaan pariwisata diantaranya, pada tahun yang
sama yaitu 2015 Indonesia mendapatkan 3 penghargaan sekaligus

yaitu, 1st


World’s Best Halal Honeymoon Destination, 1st World’d Best Halal Tourism
Destination, dan 1st World’d Best Family Friendly Hotel.7
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengembangkan wisata syariah
adalah mempersiapkan 13 (tiga belas) provinsi untuk menjadi destinasi wisata
syariah, yakni Nusa Tenggara Barat (NTB), Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera
Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali. Namun dari ke-13 provinsi

5

Aan Jaelani, Halal Tourism Industry In Indonesia: Potential And Prospects, MPRA, 17

januari 2017, Hal. 3
6

Ibid, hal 4

7


Izza Firdausi, dkk, Lombok: Halal Tourism s a New Indonesia Tourism Strategy, 4th

International Conference on Humanities, Social Sciences and Education (ICHSSE), March 13-14
2017, Dubai (UAE), hal. 53

tersebut yang dinyatakan siap yaitu Jakarta, Jawa Barat, NTB, Yogyakarta, dan
Jawa Timur.
Potensi berkembangnya wisata syariah kedepannya dinilai menjanjikan.
Konsep pariwisata syariah ini kedepannya akan menjadi bisnis yang banyak
dilirik oleh para pelaku bisnis wisata. Berdasarkan pengelolaan wawancara
tertutup dengan wisatawan, potensi pariwisata dinilai baik dan wisatawan setuju
dengan konsep pariwisata syariah. Dari segi konsep, 48% responden setuju
dengan konsep pariwisata syariah. Dari segi kebutuhan, 68% responden
menekankan bahwa pariwisata syariah memiliki urgensi yang tinggi dalam
pelaksanaannya. Dari segi kesesuaian, 60% responden setuju bahwa pariwisata
syariah sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia.8

Sumber: Kementrian Pariwisata Republik Indonesia, 2017
Industri pariwisata syariah memiliki potensi sangat besar untuk
dikembangkan, yang beresensi pada usaha-usaha untuk menyingkirkan segala hal

yang dapat membahayakan manusia dan mendekatkankannya kepada manfaat.
Hal ini menarik banyak peminat di dunia yang tidak saja terbatas pada kaum
muslim saja. Dan potensi tersebut harus direspon dengan pengembangan usaha
wisata syariah di Indonesia, sehingga dapat menggerakkan perekonomian
Indonesia pada tingakat yang lebih tinggi. Sayangnya, saat ini wisata syariah di

8

Haidar Tsany Alim, dkk, Analisis Potensi Patiwisata Syariah Dengan Mengoptimalkan

Industri kreatif Di Jawa Tengah dan Yogyakarta, Hal. 5

Indonesia masih digarap setengah-setengah karena terbukti pemerintah dan pihak
terkait masih fokus pada pengembangan wisata konvesional. 9
Dampak pariwisata terhadap perekonomian muncul akibat dari adanya
hubungan permintaan dan penawaran dalam industri, hal ini terjadi akibat adanya
pola pengeluaran dari pengunjung wisata dan investasi yang dikarenakan adanya
transaksi dari pariwisata tersebut yang pada akhinya memunculkan perubahan
struktur ekonomi dalam suatu tempat.
Dampak pariwisata dapat terlihat dari kontribusi yang dilakukan oleh

wisatawan terhadap penjualan, keuntungan, pekerjaan, pendapatan pajak, dll. Dan
dampak yang paling nampak oleh panca indra adalah peningkatan jumlah
penginapan, restoran, transportasi, hiburan, perdangan eceran, Pemerintah daerah
dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk untuk membuka usahausaha kecil yang akan menimbulkan efek besar bagi kehidupan ekonomi dan
sosial masyarakat.10
Pada fatwa MUI kali ini masih dirasa terlalu ambigu atau belum terlalu
jelas, hal itu dapat dilihat pada fatwa:
a) Belum dijelaskan siapa saja pihak yang disebut sebagai
penyelenggara. Syarat-syarat nya dan kriteria yang harus terpenuhi
sebagai penyelenggara apakah itu harus melalui izin resmi
berbadan hukum, atau kelompok organisasi masyarakat yang
mengelola objek geografis daerahnya.
b) Dalam bab Ketentuan Umum no. 5 dijelaskan tentang destinasi
wisata syariah, namun sayangnya pada pion ini kurang
menjelaskan posisi masyarakat dan perannya dalam wisata syariah,
padahal masyarakat tidak bisa di pisahkan dari peran penting
wisata syariah.
c) Dalam bab Ketentuan Umum no. 11. Dijelaskan maksud dari hotel
Syariah, dan sepertinya perlu ditambah lagi tentang pengertian
9


Firdausia Hadi, Kajian Potensi dan Stategi Pengembangan Wisata Pantai Syariah,

Jurnal MD, Vol 3, no. 1 2017, Hal. 102
10

Jurnal MD, Hal. 144

yang lainnya, karena wisata halal tidak hanya bagi kaum borjuis
yang tinggal di hotel syariah
d) Pada Ketentuan Umum Kedua no. 1, yaitu kententuan terkait para
pihak dan Akad, tidak ditemukan adanya masyarakat tercantum
dalam fatwa ini, padahal masyarakat juga menjadi pihak-pihak
yang berakad dengan para pihak penyelenggara. Karena dalam
wisata pihak penyelenggara tidak dapat bekerja tanpa masyarakat
di sekitarnya.
e) Pada Ketentuan Umum no. 5, terkait dengan Hotel Syariah, sudah
disebutkan dan diterangkan di pasal ini perhotelan yang sesuai
dengan syariah, namun sepertinya dibutuhkan keterangan lebih
lanjut mengenai pengunjung hotel dan syarat-syarat mengunjungi

hotel, atau bisa juga ketentuan dari pihak hotel dengan memberi
sanksi apabila para pengunjung melanggar syariat. Seperti dengan
tidak memberikan fasilitas kepada pengunjung dan lain sebagainya.
f) Pada Ketentuan Umum no. 6, ketentuan terkait Wisatawan, belum
diatur secara rinci tentang prinsip syariah amaliyah, seperti
berbusana sesuai syariah, larangan berkhalwat, dll.
g) Dalam Fatwa DSN MUI ini secara umum belum diatur sanksi atau
aturan hukum bagi para pihak yang melanggar atau tidak
memenuhi syariah, seperti sanksi kepada penyelenggara wisata,
wisatawan itu sendiri bahkan untuk masyarakat yang ada dan
berperan di sekitar wisata syariah. Hal ini sangat diperlukan
sehingga fatwa DSN MUI dapat menjadi fatwa yang tidak hanya
menguntungkan salah satu pihak saja, tetapi juga menjadi fatwa
yang dijadikan sebagai acuan hukum bagi seluruh pihak.
h) Keterkaitan seluruh pihak, dalam hal ini pemerintah, belum di atur
dan belum ditembusi oleh fatwa, mungkin penulis kira sangat perlu
ada aturan yang menengahi antara pemerintang dengan pihak
swasta, agar terjadi keseimbangan dan kesinambungan ekonomi
masyarakat.

E. Kesimpulan
Fatwa DSN-MUI kali ini menjadi payung hukum bagi usaha peningkatan
perekonomian Indonesia khususnya cabang pariwisata halal, namun dalam sebuah
struktur pariwisata kita tidak bisa menafikan hubungan masyarakat menengah,
hubungan sosial dari objek yang besar ini. Maka Fatwa DSN-MUI kali ini lebih
terlihat merupakan fatwa bagi kaum elite, karena banyak hal-hal yang belum
terbahas secara detail dalam fatwa seperti hubungan antara pihak pengelola
dengan masyarakat dll.
Terkait masalah produk halal yang ditawarkan oleh masyarakat di setiap
objekpun berbeda, maka fatwa ini harus di tindak lanjuti oleh segenap pihak, tidak
hanya oleh pemerintah saja, tetapi ada baiknya dari pihak masyarakat yang turut
meningkatkan kesejahteraan sosialnya, sehingga menjadi masyarakat yang aktif.
Demi peningkatan ekonomi masyarakat.

G. Daftar Pustaka
Aan Jaelani, Halal Tourism Insudtry In Indonesia: Potential And Prospects,
MPRA, 17 januari 2017

Ade ela Pratiwi, Analisis Pasar Wisata Syariah, Jurnal Media Wisata Volume 14,
No. 1, Mei 2016
Demeiati Nur, Aulia Mawaddah, dkk, Trend Pariwisata Halal Kore Selatan,
SENASPRO 2017 ( Seminar Nasional dan Gelar Produk)
Fatwa Dewan Nasional Majelis Ulama Indonesia, No: 108/DSN-MUI/X/2016,
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah
Firdausia Hadi, Kajian Potensi dan Stategi Pengembangan Wisata Pantai
Syariah, Jurnal MD, Vol 3, no. 1 2017
Haidar Tsany Alim, dkk, Analisis Potensi Patiwisata Syariah Dengan
Mengoptimalkan Industri kreatif Di Jawa Tengah dan Yogyakarta
Izza Firdausi, dkk, Lombok: Halal Tourism s a New Indonesia Tourism Strategy,
4th International Conference on Humanities, Social Sciences and
Education (ICHSSE), March 13-14 2017, Dubai (UAE)
Kurniawan Gilang Widagyo, Analisis Pasar Wisata Halal Indonesia, The Journal
of tauhidinomics Vol. 1, No. 1 2015