BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Perbandingan Lama Rendaman Campuran Aspal AC-WC Dengan Memakai Air Laut Dan Air Tawar Teradap Karakteristik Marshall

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. UMUM Perkerasan jalan raya dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat telah ditemukan pertama kali di babylon pada 625 tahun sebelum masehi. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan

  untuk melayani beban lalu lintas. Perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari banyak lapisan yang dibuat untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repetisi beban lalu lintas sehingga tanah tidak mengalami deformasi yang berarti. Perkerasan atau struktur perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan yang memiliki kualitas yang baik. Jadi, perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul beban yang bekerja di atasnya, oleh karena itu pada waktu penggunaannya diharapkan tidak mengalami kerusakan-kerusakan yang dapat menurunkan kualitas pelayanan lalu lintas.

  Berdasarkan bahan pengikatnya perkerasan jalan dibagi menjadi dua, yaitu : a.

  Perkerasan lentur (flexible pavement) Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Yang terdiri dari lapisan

  • – lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang dipadatkan.

  lapis permukaan (surface) lapis pondasi atas (base) lapis pondasi bawah (subbase) tanah dasar (subgrade)

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur b.

  Perkerasan kaku (rigid pavemet) Perkerasan kaku merupakan suatu susunan konstruksi perkerasan dimana sebagai lapisan atasnya digunakan pelat beton, yang terletak di atas pondasi atau langsung di atas tanah dasar. Lapisan

  • – lapisan perkerasan kaku adalah seperti gambar 2.2 di bawah ini.

  plat beton (concrete slab) lapis pondasi bawah (subbase) tanah dasar (subgrade)

Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku

  Selain dari kedua jenis tersebut, sekarang telah banyak digunakan jenis gabungan (composite pavement). c.

  Perkerasan komposit (composite pavement) Perkerasan komposit merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur. Perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau sebaliknya. lapis permukaan (surface) plat beton (concrete slab) lapis pondasi bawah (subbase) tanah dasar

Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit d.

  Perbedaan antara perkerasan lentur dan pekerasan kaku. Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku dapat dilihat pada tabel 2.1.

  Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku Bahan Pengikat Aspal Semen Repetisi Beban Timbul rutting (lendutan pada jalur Timbul retak-retak pada

roda) permukaan

Penurunan Tanah Jalan bergelombang (mengikuti Bersifat sebagai balok diatas

  Dasar tanah dasar) perletakan Perubahan Modulus kekakuan berubah. Modulus kekakuan tidak. Temperatur Timbul tegangan dalam yang kecil berubah timbul tegangan dalam yang besar Sumber: silvia sukirman.

II.2. KRITERIA KONTRUKSI PERKERASAN LENTUR.

  Guna untuk dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada sipemakai jalan, maka kontruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu : a.

  Syarat-syarat berlalu-lintas.

   Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang.

   Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya.

   Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan sehingga tak mudah selip.

   Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari.

  b.

  Syarat-syarat kekuatan/struktural.

  Kontruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat:  Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan lalu- lintas ke tanah dasar.

   Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di bawahnya.

   Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya dapat cepat di alirkan.

   Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.

II.3. JENIS DAN FUNGSI LAPISAN PERKERASAN.

  Kontruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu-lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya.

  Adapun susunan lapis konstruksi perkerasan lentur terdiri dari (Silvia Sukirman, 1999) : a.

  Lapis Permukaan (surface course) Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang berfungsi sebagai berikut:

   stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa layan.

  Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus mempunyai

   yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut.

  Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di bawahnya

   sehingga mudah menjadi aus.

  Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan

   oleh lapisan lain.

  Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat dipikul

  Jenis lapis permukaan yang banyak digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut: Burtu (laburan aspal satu lapis), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan

   aspal yang ditaburi satu lapis agregat bergradasi seragam dengan tebal maksimal 2 cm.

   aspal ditaburi agregat dua kali secara berurutan dengan tebal maksimal 3,5 cm.

  Burda (laburan aspal dua lapis), yaitu lapis penutup yang teridri dari lapisan

   aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal 1-2 cm.

  Latasir (lapis tipis aspal pasir), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan

   Lataston (lapis tipis aspal beton), yaitu lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi dan aspal keras dengan perbandingan tertentu dan tebal antara 2 – 3,5 cm.

  Jenis lapisan di atas merupakan jenis lapisan yang bersifat nonstructural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air dan memberikan bantuan tegangan tarik yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu-lintas.

  Pemilihan bahan lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana, serta pentahapan kontruksi agar di capai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan. Jenis lapisan berikutnya merupakan jenis lapisan yang bersifat structural yang berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda, antara lain:

  Penetrasi macadam (lapen), yaitu lapis pekerasan yang terdiri dari agregat

   pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Tebal lapisan bervariasi antara 4 – 10 cm.

   bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal lapisan padat antara 3 – 5 cm.

  Lasbutag, yaitu lapisan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan

   Laston (lapis aspal beton), yaitu lapis perkerasan yang terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat yang mempunyai gradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Laston terdiri dari 3 macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (ACBase).

   Ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19mm, 25mm dan 37,5 mm. Jika campuran aspal yang dihampar lebih dari satu lapis, seluruh campuran aspal tidak boleh kurang dari toleransi masing-masing campuran dan tebal nominal rancangan.

  b.

  Lapis Pondasi Atas (base course) Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan perkerasan, maka lapisan ini bertugas menerima beban yang berat. Oleh karena itu material yang digunakan harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan harus benar.

  c.

  Lapis Pondasi Bawah (subbase course) Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi dan tanah dasar. Jenis pondasi bawah yang biasa digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut:

   Agregat bergradasi baik, dibedakan atas: Sirtu/pitrun kelas A, Sirtu/pitrun kelas B, Sirtu/pitrun kelas C.

   Stabilisasi: a). Stabilisasi agregat dengan semen, b). Stabilisasi agregat dengan kapur, c). Stabilisasi tanah dengan semen, d). Stabilisasi tanah dengan kapur. d.

  Tanah Dasar (subgrade course) Lapisan paling bawah adalah lapisan tanah dasar yang dapat berupa permukaan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan yang menjadi dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Perkerasan lain diletakkan di atas tanah dasar, sehingga secara keseluruhan mutu dan daya tahan seluruh konstruksi perkerasan tidak lepas dari sifat tanah dasar. Tanah dasar harus dipadatkan hingga mencapai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik.

  II.4. BAHAN CAMPURAN ASPAL.

  II.4.1. Agregat

  Agregat atau batu, atau glanular material adalah material berbutir yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat/batuan di definisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan penyal (solid) (silvia sukirman). ASTM (1974) mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen (39). Agregat/batuan merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90- 95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume (silvia sukirman). Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan di tentukan daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain (silvia sukirman). Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang di gunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis dan daya pelekatan dengan aspal.

II.4.1.1. Sifat agregat

  Sifat dan kwalitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu-lintas. Sifat agregat yang menentukan kwalitasnya sebagai bahan kontruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu: 1.

  Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan dipengaruhi oleh: a. d. Gradasi Kekerasan dan ketahanan b. e. Ukuran maksimum Bentuk butir c. f. Kadar lempung Tekstur permukaan 2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik,dipengaruhi oleh: a.

  Porositas b.

  Kemungkinan basah c. Jenis agregat

  3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan aman, dipengaruhi oleh: a.

  Tahanan geser (skid resistance) b.

  Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan (bitominous mix workability)

II.4.1.2. Klasifikasi agregat

  Di tinjau dari asal kejadiannya agregat/batuan dapat di bedakan atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan malihan).

  Batuan beku Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Di bedakan atas batuan beku luar (exstrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive igneous rock).

  Batuan sedimen Sedimen dapat berasal dari campuran partikel mineral, sisa hewan dan tanaman.

  Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil endapan di danau, laut dan sebagainya.

  Batuan metamorf Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit bumi.

  II.4.1.3. Jenis agregat

  Batuan atau agregat untuk campuran beraspal umumnya diklasifisikan berdasarkan sumbernya, seperti contohnya agregat alam,agregat hasil pemrosesan, agregat buatan atau agregat artifisial.

  II.4.1.4. Persyaratan sifat agregat

  Secara umum bahan penyusunan beton aspal terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi dan aspal sebagai bahan pengikat. Dimana bahan bahan tersebut sebelum digunakan harus diperiksa di laboratorium. Agregat yang akan dipergunakan sebagai material campuran perkerasan jalan haruslah memenuhi persyaratan sifat dan gradasi agregat seperti yang ditetapkan didalam buku spesifikasi pekerjaan jalan atau ditetapkan badan yang berwenang. Menurut Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI untuk Campuran Beraspal Panas, Dep. PU, Edisi April 2007 memberikan persyaratan untuk agregat sebagai berikut :

  Agregat Kasar Agregat Halus Bahan Pengisi (filler)

Tabel 2.2 Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal.

  Syarat Jenis pemeriksaan Standart maks/min

  Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan SNI 03-3407-1994 Maks. 12 % natrium dan magnesium sulfat.

  Abrasi dengan Mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 40 % Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 % Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90(*) Partikel Pipih dan Lonjong(**) RSNI T-01-2005 Maks. 10 % Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks.1 % Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI

  PerkerasanBeraspal, Dep. PU, Edisi April 2007

  Catatan : (*) 95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih. (**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5.

Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal.

  Jenis Pemeriksaan Standar Syarat Maks/Min

  Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Maks. 50 % Material lolos saringan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 8 % Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 %

  Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI

  Perkerasan Beraspal, Dep. PU, Edisi April 2007 )

  II.4.1.5. Sifat-sifat fisik agregat dan hubungannya dengan kinerja campuran

  Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari kinerja campuran tersebut. Untuk tujuan ini, sifat agregat yang arus dipeika antara lain: a. f. Ukuran butir Tekstur permukaan b. g. Gradasi Penyerapan c. h. Kebersihan Kelekatan terhadap aspal d. Kekerasan e. Bentuk partikel II.4.2. Aspal.

  Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya.

  II.4.2.1. Jenis aspal

  Berdasarkan cara diperoleh aspal dapat dibedakan atas: 1.

  Aspal alam, 2. Aspal buatan.

  II.4.2.1.1. Aspal minyak (petroloeum aspal)

  Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas: a.

  Aspal keras/semen (AC).

  Asphalt Concrete(AC) adalah lapisan atas kontruksi jalan yang terdiri dari

  campuran aspal dengan agregat yang dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu (Sukirman s., 177:1999). AC merupakan jenis lapisan permukaan struktural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan pelindung kontruksi di bawahnya, tidak licin, permukaannya rata, sehingga memberikan kenyamanan pengguna jalan. Aspal keras/aspal cement adalah aspal yang di gunakan dalam keadaan cair dan panas.

  Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temerature ruang) (silvia sukirman). Aspal semen pada temperature ruang ( 25 − 30 ) berbentuk padat. Aspal semen terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses pembuatannya dan jenis minyak bumi asalnya (silvia sukirman).

  Di indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan niai penetrasinya yaitu:

1. AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40-50 2.

  AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70 3. AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-100 4. AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150 5. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300 b.

  Aspal dingin/cair.

  Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas:

1. RC (Rapid Curing Cut Back) 2.

  MC (Medium Curing Cut Back) 3. SC (Slow Curing Cut Back) c.

  Aspal emulsi.

  Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi.

  II.4.2.1.2. Aspal beton

  Aspal alam yang terdapat di indonesia dan telah dimanfaatkan adalah aspal dari pulau buton. Aspal ini merupakan campuran antara bitumen dengan bahan material lainnya dalam bentuk batuan. Karena aspal buton merupakan bahan alam maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Berdasarkan kadar bitumen yang dikandungnya aspal buton dapat dibedakan atas B10, B13, B20, B25, dan B30. (aspal buton B10 adalah aspal buton dengan kadar bitumen rata-rata 10%).

  II.4.2.2. Komposisi aspal

  Aspal merupakan unsur hydrokarbon yang sangat komplek, sangat sukar untuk memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut.

  Komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes. Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau cokelat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes larut dalam heptane, merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau cokelat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oil yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan resin. Proporsi dari asphaltenes, resins, dan oils berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan lapisan aspal dalam campuran.

II.4.2.3. Sifat aspal

  Aspal yang dipergunakan pada kontruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:

  1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara aspal itu sendiri.

  2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.

  Berarti aspal haruslah mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis yang baik. Daya tahan (durability)

  Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, faktor pelaksanaan dan lain-lain. Meskipun demikian sifat ini dapat diperkirakan dari pemeriksaan TFOT. Adhesi dan Kohesi Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah jadi pengikatan.

  Kepekaan terhadap temperature Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan terhadap dari setiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis yang sama.

  Kekerasan aspal Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada waktu pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.

  II.4.2.4. Pemeriksaan aspal

  Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam, sehingga sifat- sifat aspal harus diperiksa di labotarium dan aspal yang memenuhi syarat yang telah di tetapkan dapat di pergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan lentur. Pemeriksaan yang di lakukan untuk aspal keras adalah sebagai berikut: 1.

  Pemeriksaan penetrasi 2. Pemeriksaan titik lembek 3. Pemeriksaan titik nyala dan titk bakar dengan cleveland open cup 4. Pemeriksaan penurunan berat aspal (thick film test) 5. Kelarutan aspal dalam karbon tetraklorida 6. Daktalitas 7. Berat jenis aspal 8. Viskositas kinematik

  II.4.2.5. Bahan pengisi filler

  Menurut SNI 03-6723-2002 yang dimaksud bahan pengisi adalah bahan yang lolos ukuran saringan no.30 (0,59 mm) dan paling sedikit 65% lolos saringan no.200 (0.075 mm). Pada waktu digunakan bahan pengisi harus cukup kering untuk dapat mengalir bebas dan tidak boleh menggumpal. Macam bahan pengisi yang dapat digunakan ialah: abu batu, kapur padam, portland cement (PC), debu dolomite, abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis lainnya. Banyaknya bahan pengisi dalam campuran aspal beton sangat dibatasi. Kebanyakan bahan pengisi, maka campuran akan sangat kaku dan mudah retak disamping memerlukan aspal yang banyak untuk memenuhi workability. Sebaliknya kekurangan bahan pengisi campuran menjadi sangat lentur dan mudah terdeformasi oleh roda kendaraan sehingga menghasilkan jalan yang bergelombang.

Tabel 2.4 Gradasi Bahan Pengisi.

  Ukuran Saringan Persen Lolos No. 30 (600 mikron) 100 No. 50 (300 mikron)

  95

  • – 100 No. 200 (75 mikron)

  70

  • – 100 Sumber : SNI 03-6723-2002 (spesifikasi bahan pengisi untuk campuran beraspal

  Bila diuji dengan SK SNI M-1966-1990-F, bahan pengisi harus mempunyai nilai indek plastisitas.

Tabel 2.5 Bahan Pengisi Dan Nilai Indeks Plastisitas.

  Jenis Bahan Nilai Indeks Plastisitas (%) Abu Batu

  ≤ 4 Abu Slag

  ≤ 4 Kapur (CaCo3)

  ≤ 4 Abu Terbang Semen

  ≤ 4 Semen Tidak disyaratkan

  Kapur Hidrolik {Ca(OH)2} Tidak disyaratkan Sumber : SNI 03-6723-2002 (spesifikasi bahan pengisi untuk campuran beraspal)

II.5. BETON ASPAL (AC-WC).

  Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi yang mana selama pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Daya dukung lapisan perkerasan ditentukan dari sifat-sifat butir agregat dan gradasi agregatnya.

  Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Prasarana Wilayah adalah AC-WC (Asphalt

  Concrete-WearingCourse)/Lapis Aus Aspal Beton. AC-WC adalah salah satu dari tiga macam campuran lapisan aspal beton yaitu AC-WC, AC-BC dan AC-Base.

  Ketiga jenis Laston tersebut merupakan konsep spesifikasi campuran beraspal yang telah disempurnakan oleh Bina Marga bersama-sama dengan Pusat Litbang Jalan. Dalam perencanaan spesifikasi baru tersebut menggunakan pendekatan kepadatan mutlak.

  Beton aspal merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan.

  Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt Concrete – Wearing Course) dengan tebal minimum AC–WC adalah 4 cm. Lapisan ini adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan dan dirancang untuk tahan terhadap perubahan cuaca, gaya geser, tekanan roda ban kendaraan serta memberikan lapis kedap air untuk lapisan dibawahnya. Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau cokelat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat (silvia sukirman). Sebagai salah satu material kontruksi perkerasan lentur, aspal merupakan salah satu komponen kecil, umumnya hanya 4-10% berdasarkan berat atau 10-15% berdasarkan volume, tetapi merupakan komponen yang relatif mahal (silvia sukirman). Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi. Sebagai bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara sesama aspal. Sebagai bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada di dalam butir agregat itu sendiri. Untuk dapat memenuhi fungsi aspal tersebut dengan baik, maka aspal haruslah memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat dilaksanakan mempunyai tingkat kekentalan tertentu.

II.5.1. Aspal Properties

  Pemeriksaan sifat (asphalt properties) dari campuran dilakukan melalui beberapa uji meliputi: a.

  Uji penetrasi Percobaan ini bertujuan untuk menentukan apakah aspal keras atau lembek

  (solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban, waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian ini dilakukan dengan membebani permukaan aspal seberat 100 gram pada tumpuan jarum berdiameter 1 mm selama 5 detik pada temperature

  25 . Besarnya penetrasi di ukur dan dinyatakan dalam angka yang dikalikan dengan 0,1 mm. Semakin tinggi nilai penetrasi menunjukkan bahwa aspal semakin elastis dan membuat perkerasan jalan menjadi lebih tahan terhadap kelelehan/fatigue.Hasil pengujian ini sselanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian mutu aspal atau ter untuk keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian penetrasi ini sangat dipengaruhi oleh fakor berat beban total, ukuran sudut dan kehalusan permukaan jarum, temperatur dan waktu.

  b.

  Titik lembek.

  Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal yang berkisar antara 30 sampai 200 . Temperatur pada saat dimana aspal mulai menjadi lunak tidaklah sama pada setiap hasil produksi aspal walaupun mempunyai nilai penetrasi yang sama. Titik lembek adalah temperatur pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi tertentu sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu. Hasil titik lembek digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Aspal dengan titik lembek yang tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur tetapi lebih untuk bahan pengikat perkerasan.

  c.

  Daktalitas.

  Tujuan untuk percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dari aspal, dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat di tarik antara dua cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Kohesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lain, sifat kohesi sangat penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal karena sifat ini sangat mempengaruhi kinerja dan durabilitas campuran. Aspal dengan nilai daktalitas yang rendah adalah aspal yang mempunyai kohesi yang kurang baik dibandingkan dengan aspal yang memiliki daktalitas yang tinggi. Daktalitas yang semakin tinggi menunjukkan aspal tersebut baik dalam mengikat butir-butir agregat untuk perkerasan jalan.

  d.

  Berat jenis.

  Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis apal keras dengan alat piknometer. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan berat zat cair suling dengan volume yang sama pada suhu 25 . Berat jenis diperlukan untuk perhitungan analisis campuran:

  ( − )

  Berat jenis .................................................................... (2.1) =

  [( − )−( − )]

  Dimana : A = Berat piknometer (gram) B = Berat piknometer berisi air (gram) C = berat piknometer berisi aspal (gram) D = Berat piknometer berisi air dan aspal (gram) Data temperatur dan berat jenis aspal diperlukan dalam penentuan faktor koreksi volume berdasarkan SNI 06-6400-2000 berikut : V = Vt x Fk.............................................................................................. (2.2) Dimana : V = Volume aspal pada temperatur

15 Vt = Volume aspal pada temperatur tertentu

  Fk = Faktor Koreksi e.

  Titik Nyala dan Titik Bakar Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari semua jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang mempunyai titik nyala open cup kurang dari 70 . Dengan percobaan ini akan diketahui suhu dimana aspal akan mengalami kerusakan karena panas, yaitu saat terjadi nyala api pertama untuk titik nyala, dan nyala api merata sekurang- kurangnya 5 detik untuk titik bakar. Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam aspal. Semakin tinggi titik nyala dan bakar menunjukkan bahwa aspal semakin tahan terhadap temperatur tinggi.

  f.

  Kelekatan Aspal pada Agregat Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelekatan aspal pada batuan tertentu dalam air. Uji kelekatan aspal terhadap agregat merupakan uji kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui daya lekat (adhesi) aspal terhadap agregat. Adhesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat. Pengamatan terhadap hasil pengujian kelekatan dilakukan secara visual.

II.5.2. Marshall Test

  Pemeriksaan ini pertama kali di kembangkan oleh Bruce Marshall bersama dengan The Missisippi State Highway Departement. Penelitian ini dilanjutkan the u.s. army corps of enggineers dengan lebih ektensif dan menambah kelengkapan pada prosedur pengujian Marshall dan akhirnya mengembangkan kriteria rancangan campuran. Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall yang terdiri dari Volumetric Characteristic dan Marshall Properties. Volumetric Characteristic akan menghasilkan parameter-parameter: void in meineral agregate (VMA), void in mix (vim), void filled with asphalt (VFWA) dan density. Sedangkan marsall properties menghasilkan stabilitas dan kelelehan (flow) yang diperoleh dari hasil pengujian dengan alat marshall.Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Pada dasarnya, untuk mengetahui kinerja dari campuran aspal yang digunakan pada struktur perkerasan jalan, faktor-faktor yang harus diperhatikan sangat banyak, diantaranya: a. e. Stability Fracture strength: Overload; b.

  Thermal Conditions Durability c. f. Flexibility Skid resistence d. g. Fatigue rsistence: Thick Layers; Impermeability

  Thin Layers h.

  Workability Akan sangat sulit mencari metode pengujian yang dapat meneliti semua faktor tersebut hanya dalam satu cara. Tetapi sebagian besar dari faktor-faktor tersebut dapat di uji dengan menggunakan alat marshall. Hasil yang di peroleh dari pengujian dengan alat marshall, antara lain: a.

  Stabilitas b. Marshall quetient (MQ) c. Kelelehan d. Rongga dalam campuran (VIM) e. Rongga dalam agregat (VIM)

  Saat ini pemeriksaan marshall mengikuti prosedur PC-0201-76 atau AASHTO T 245-74, atau ASTM D 1559-624T. Beban maksimum yang dapat diterima oleh benda uji sebelum hancur adalah kelelehan (flow) Marshall dan perbandingan stabilitas dan kelelehan (flow) Marshall disebut Marshall Quotien, yang merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tetap. Alat yang di gunakan terdiri dari mesin uji Marshall. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall

  flowmeter berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).

II.5.2.1. Pengujian marshall untuk perencanaan campuran

  Untuk keperluan pencampuran, agreat dan aspal di panaskan pada suhu dengan nilai viskositas aspal 170 ±20 centistokes (cst) dan di padatkan pada suhu dengan nilai viskositas aspal 280

  ±30 cst. Alat yang di gunakan untuk proses pemadatan adalah marshall compaction hammer. Benda uji berbentuk silinder dengan tinggi 64 mm dan diameter 102 mm ini di uji pada temperatur 60 ± 1 dengan tinggkat pembebanan konstan 51 mm/menit sampai terjadi keruntuhan. Pengujian Marshall untuk perencanaan campuran pada penelitian ini adalah metode pengujian marshall standart dengan ukuran agregat maksimum 25 mm (1 inchi) dan menggunakan aspal keras. Pengujian marshall di mulai dengan persiapan benda uji. Untuk keperluan ini perlu di perhatikan hal sebagai berikut : a.

  Bahan yang di gunakan masuk dalam spesifikasi yang ada b. Kombinasi agregat memenuhi gradasi yang disyaratan c.

  Untuk keperluan analisa volumetrik (density-voids), berat jenis bulk dari semua agregat yang di gunakan pada kombinasi agregat, berat jenis aspal keras harus dihitung lebih dahulu. Dua prinsip penting pada pencampuran dengan pengujian marshall adalah analisa volumetrik dan analisa stabilitas kelelehan (flow) dari benda uji padat.

  Stabilitas benda uji adalah daya tahan beban maksimum benda uji pada temperatur 60 (140 ). Nilai kelelehan adalah perubahan bentuk suatu campuran beraspal yang terjadi pada benda uji sejak tidak ada beban hingga beban maksimum yang di berikan selama pengujian stabilitas. Pada penentuan kadar aspal optimum untuk suatu kombinasi agregat atau gradasi tertentu dalam pengujian marshall, pelu dipersiapkan suatu seri dari contoh uji dengan interval kadar aspal yang berbeda sehingga di dapatkan suatu kurva lengkung yang teratur.

  Pengujian agar direncanakan dengan dasar 1/2 % kenaikan kadar aspal dengan perkiraan minimum 2 kadar aspal di bawah optimum.

II.5.2.1.1. Berat Isi Benda Uji Padat

  Setelah benda uji selesai, kemudian di keluarkan menggunakan ekstruder dan dinginkan. Berat isi untuk benda uji porus ditentukan dengan melakukan beberapa kali pertimbangan seperti prosedur (ASTM D 1188). Secara garis besar adalah sebagai berikut: a.

  Timbang benda uji di udara b. Selimuti benda uji dengan parafin c. Timbang benda uji berparafin di udara d. Timbang benda uji berparafin di air Berat isi untuk benda uji tidak porus atau bergradasi menerus dapat ditentukan menggunakan benda uji kering permukaan jenuh (SSD) seperti prosedur ASTM D-2726. Secara garis besar adalah sebagai berikut: a.

  Timbang benda uji di udara b. Timbang benda uji SSD di udara c. Rendam benda uji di dalam air d. Timbang benda uji SSD di dalam air

  II.5.2.1.2. Pengujian Stabilitas Dan Kelelehan (Flow)

  Setelah penentuan berat jenis bulk benda uji dilaksanakan pengujian stabilitas dan kelelehan dilaksanakan dengan menggunakan alat uji. Prosedur pengujian bedasarkan SNI 06-2489-1991, secara garis adalah sebagai berikut: a.

  Rendam benda uji pada temperatur 60 (140 ) selama 30-40 menit sebelum pegujian b.

  Keringkan permukaan benda uji dan letakkan pada tempat yang tersedia pada alat uji, deformasi konstan 51 mm (2 inchi/menit) sampai terjadi runtuh.

  II.5.2.1.3. Pengujian Volumetrik

  Tiga sifat dari benda uji campuran aspal panas ditentukan pada analisa rongga-density, sifat tersebut adalah: a.

  Berat isi atau berat jenis bena uji padat b. Rongga dalam agregat mineral c. Rongga udara dalam campuran padat

  Dari berat contoh dan persentase aspal dan agregat dan berat jenis masing- masing volume dari material yang bersangkutan dapat ditentukan.

  Volume ini dapat diperlihatkan pada gambar berikut: UdaraVa aspal Vbe VmaVb VbaVmm AgregatVsb Vse Vmb

Gambar 2.4. Hubungan volume dan rongga-density benda uji campur panas padat.

  Keterangan gambar: Vma = Volume rongga dalam agregat mineral Vmb = Volume contoh padat Vmm = Volume tidak ada rongga udara dalam campuran Va = Volume rongga udara Vb = Volume aspal Vba = Volume aspal terabsorbsi agregat Vbe = Volume aspal effektif Vsb = Volume agregat (dengan berat jenis curah) Vse = Volume agregat (denan berat jenis effektif) Wb = Berat aspal Ws = Berat agregat

  = Berat volume isi air (1.0 gr/cm^3) = (62,4 lbf/ft^3) Gmb = Berat jenis curah campuran padat % rongga =

  ( ) × 100%

  • % Vma =

  ( ) × 100%

  • Density =

  ( ) × = Gmb

  × Rongga pada agregat mineral (VMA) dinyatakan sebagai persen dari total volume rongga dalam benda uji, merupakan volume rongga dalam campuran yang tidak terisi agregat dan aspal yang terserap agregat. Rongga dalam campuran, Va atau sering disebut VIM, juga dinyatakan sebagai persen dari total volume benda uji, merupakan volume pada campuran yang tidak terisi agregat dalam dan aspal.

  Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran beraspal untuk menerima beban sampai terjadi alir (flow) pada suhu tertentu yang dinyatakan dalam kilogram.Stabilitas merupakan kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding.

  Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Sebaliknya perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk melayani lalu lintas kendaraan ringan tentu tidak perlu mempunyai stabilitas yang tinggi.

  Kelelehan (flow) merupakan keadaan perubahan bentuk suatu campuran beraspal yang terjadi akibat suatu beban yang diberikan selama pengujian, dinyatakan dalam mili meter. Ketahanan terhadap kelelehan (flow) merupakan kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika mempergunakan kadar aspal yang tinggi.

  Marshall quetient adalah rasio antara nilai stabilitas dan kelelehan. Rongga di antara mineral agregat (VMA) adalah ruang di antara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat) yang dapat dilihat pada Gambar

  3.VMA dihitung berdasarkan BJ Bulk (Gsb) agregat dan dinyatakan sebagai persen volume Bulk campuran yang dipadatkan.

  Sumber : Word.com

Gambar 2.5 : Ilustrasi pengertian VMA

  Rongga udara dalam campuran atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persentase terhadap volume beton aspal padat. Pengertian tentang VIM dapat diilustrasikan seperti tampak pada Gambar 4. di bawah ini.

  Sumber : word.com Gambar 2.6 : Ilustrasi pengertian tentang VIM.

II.5.2.1.4. Prosedur Untuk Analisa Campuran Beraspal Panas Padat

  Prosedur ini berlaku untuk benda uji padat yang dibuat di laboratorium dan pada contoh tidak terganggu yang diambil dari lapangan. Dengan menganalisa rongga udara dan rongga pada mineral agregat beberapa indikasi dari kinerja campuran aspal panas selama masa pelayanan dapat diperkirakan.

  a.

  Garis besar prosedur. Tahap analisa campuran aspal panas adalah sebagai berikut: 1.

  Uji berat jenis curah (bulk spesifik gravity) agregat kasar (AASHTO T85 atau ASTM C 127) dan agregat halus (AASHTO T84 atau ASTM C128)

  2. Uji berat jenis aspal keras (AASHTO T 228 atau ASTM D 70) dan bahan pengisi (AASHTO T 100 atau ASTM D 854)

  3. Hitung berat jenis curah dari agregat kombinasi dalam campuran 4.

  Uji berat jenis maksimum campuran lepas (ASTM D 2041) ASTM T 29 5. Uji berat jenis campuran padat (ASTM D 1188 atau ASTM D 2726) 6. Hitung berat jenis effektif agregat 7. Hitung absorbsi aspal dari agregat 8. Hitung persen rongga diantara mineral agregat (VMA) pada campuran padat

  9. Hitung persen rongga (VIM) dalam campuran padat 10.

  Hitung persen rongga terisi aspal (VFB atau VFA) dalam campuran padat b.

  Parameter dan formula perhitungan.

  Parameter dan formula untuk menganalisa campuran aspal panas adalah sebagai berikut:

1. Berat jenis curah agregat

  Pada total agregat yang terdiri dari beberapa fraksi agregat kasar, agregat halus dan pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis curah gabungan agregat dapat ditentukan sebagai berikut:

  • 1

  2 +⋯+

  .................................................................................. (2.3) =

  1

  2

  • ⋯+ +

  1

2 Dengan pengertian:

  Gsb = berat jenis curah total agregat = Persentase dalam berat agregat 1, 2,...,n

  , , …

  1

  2

  = berat jenis curah agregat 1, 2,..., n , , …

  1

2 Berat jenis curah bahan pengisi sukar ditentukan secara akurat, tetapi

  dengan menggunakan berat jenis semua kesalahan umumnya kecil dapat di abaikan.

2. Berat jenis effektif agregat.

  Jika berdasarkan berat jenis maksimum campuran (Gmm). Berat jenis effektif agregat dapat ditentukan dengan formula sebagai berikut:

  −

  ........................................................................................ (2.4) =

  −

  Dengan penngertian: Gse = Berat jenis effektif agregat Pmm = Total campuran lepas, persentase terhadap berat total campuran 100% Pb = Aspal, persen dari berat total campuran

  Gmm = berat jenis maksimum (tidak ada rongga udara) ASTM D 2041 Gb = berat jenis aspal Catatan : Volume aspal yang terserap oleh aspal, agregat umumnya lebih kecil dari voume air yang terserap. Besarnya berat jenis effektif agregat harus diantara berat jenis curah dan semu agregat. Berat jenis semu (Gsa) dihitung dengan formula:

  • 1

  2 +⋯+

  .................................................................................. (2.5) =

  1

  2

  • ⋯+ +

  1

2 Dengan pengertian :

  Gsa = berat jenis semu total agregat = persentase dalam berat agregat 1, 2,..., n

  , , …

  1

  2

  = berat jenis semu agregat 1, 2,..., n , , …

  1

  2 3.

  Berat jenis maksimum dari campuran dengan perbedaan kadar aspal Pada perencanaan campuran dengan suatu agregat tertentu berat jenis maksimum Gmm, untuk kadar yang berbeda diperlukan untuk menghitung persentase rongga udara masing-masing kadar aspal. Berat jenis maksimum dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

  ....................................................................................... (2.6) =

  • Dengan pengertian: Gmm = berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara) Pmm = campuran lepas total, persentase terhadap berat total campuran 100% Ps = agregat, persen berat total campuran Pb = aspal, persen berat total campuran
Gse = berat jenis effektif agregat Gb = berat jenis aspal 4.

  Penyerapan aspal.

  Penyerapan aspal tidak dinyatakan dalam presentase total campuran tetapi dinyatakan sebagai persentase berat agregat, penyerapan aspal dapat dihitung dengan persamaaan sebagai berikut:

  −