Perbandingan Lama Rendaman Campuran Aspal AC-WC Dengan Memakai Air Laut Dan Air Tawar Teradap Karakteristik Marshall

(1)

PERBANDINGAN LAMA RENDAMAN CAMPURAN ASPAL

AC-WC DENGAN MEMAKAI AIR LAUT DAN AIR TAWAR

TERADAP KARAKTERISTIK MARSHALL

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

T. CUT AHMAD FADIL

08 0404 019

Dosen Pembimbing:

Ir. INDRA JAYA PANDIA, MT

NIP: 19560618 198601 1 00 1

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Perkerasan jalan di Indonesia umumnya mengalami kerusakan awal (kerusakan dini) antara lain diakibatkan pengaruh temperatur (cuaca), air. Pada musim hujan, banyak jalan di Indonesia terendam oleh air laut maupun air laut yang diakibatkan oleh banjir rob bagi jalan yang letaknya di pesisir pantai dan tak jarang menimbulkan kerusakan pasca kejadian alam tersebut. Maka sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh yang terjadi akibat kejadian alam tersebut terhadap perkerasan jalan.

Maksud dari penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang terjadi terhadap karakteristik aspal AC-WC melalui marshall test yang di rendam oleh dua jenis zat cair yaitu air laut dan air tawar dengan menggunakan aspal penetrasi 60/70. Campuran yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari campuran yang diperuntukkan untuk (ACWC) yaitu terdiri dari CA, MA, FA, dan NS dengan aspal penetrasi 60/70. Karakteristik yang diukur dengan menggunakan alat Marshall adalah stabilitas, kelelehan, marshall quotient (MQ), void in mix (VIM), serta void in mineral aggregate (VMA).

Dalam penelitian ini dilakukan dua jenis zat cair yang digunakan untuk perendaman yaitu air laut dan air hujan dengan waktu perendaman untuk masing-masing zat cair tersebut, air laut yaitu 2 x 24 jam, 3 x 24 jam, dan 4 x 24 jam dan air hujan yaitu 2 x 24 jam, 3 x 24 jam, dan 4 x 24 jam.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang diakibatkan perendaman air laut dan air hujan dengan lama perendaman yang sama yaitu 2 x 24 jam, 3 x 24 jam, 4 x 24 jam. Secara keseluruhan, semakin lama campuran aspal baik yang terendam oleh air hujan dan air laut akan berpengaruh pada kinerja perkerasan yang mengakibatkan akan mengalami kehilangan durabilitas atau keawetan dengan bertambahnya lama perendaman. Kehilangan terbesar terjadi pada perendaman air laut dibandingkan air hujan.

Kata kunci:


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan Kuasa-Nya, serta dukungan dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Adapun judul dari Tugas Akhir ini adalah “PERBANDINGAN LAMA

RENDAMAN CAMPURAN ASPAL AC-WC DENGAN MEMAKAI AIR LAUT DAN AIR TAWAR TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL”.

Tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata I (S1) di Bidang Studi Teknik Sumber Daya Air Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun segi bahasa dan cara penyusunannya serta dari segi teori dan perhitungannya, oleh karena itu bersedia menerima kritikan dan saran yang membangun demi hasil yang lebih baik.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas bimbingan dan bantuan yang diberikan sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan.Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Ayahanda ku tercinta Alm. T. Salahuddin dan Ibunda ku tercinta Saudah,

SE yang telah membesarkan, mendidik, selalu mendukung saya dalam do’a, memberikan dorongan material, sepiritual serta memotivasi saya dengan sabar dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(4)

2. Adinda ku tersayang T. Rahmad Mauliddin yang selalu dengan sabar membantu, menemani saya siang dan malam dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT selaku dosen pembimbing sekaligus pengganti orang tua bagi penulis yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu, membimbing dan mengarahkan penulis hingga selesainya Tugas Akhir ini.

4. Bapak Zulkarnain A. Muis selaku dosen pembanding/penguji yang telah memberikan kritikan dan nasehat yang membangun dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

5. Bapak Joni H, selaku dosen pembanding/penguji yang telah memberikan kritikan dan nasehat yang membangun dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini dan telah banyak membantu dan membimbing penulis dalam kuliah. 6. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku ketua Departemen Teknik

Sipil Fakultas Teknik USU.

7. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik USU.

8. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

9. Kepada Cut Dara Adilla, T. Daeng Iskandar, T. Firmansyah, Drg. H. Ridwan Lidan, Sp. Pros, Dr. Yulia Puspita Sari, Sp.M selaku paman nyakwa, dan tante serta keluarga besar T. H. Sulaiman Agam dan keluarga

besar Tgk. H. Lidan yang telah mendukung, mendo’akan, membantu, dan


(5)

10.Kepada cecek ku Nurhayati, abang ku Ibrahim Bahjurit yang telah menemani, membantu, menjaga ku hingga tumbuh besar serta abang, kakak, dan adik-adik sepupu tersayang baik dari keluarga besar T. H. Sulaiman Agam dan keluarga besar Tgk. H. Lidan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah mendukung, mendoakan, penulis dalam menyelesaian Tugas Akhir ini.

11.Bang Dian, bang Gondrong, bang Dedi, bang gunawan, bang afis 07 yang

telah membantu, mengajar, dan meluangkan waktunya untuk penulis dalam pengerjaan Tugas Akhir ini.

12.Semua sahabat-sahabat ku khususnya kepada Aris Munandar, Muazzi, Dedi, Khatab, Imam, Amec, Riza, Al, Andy, Denny, Hafizh, Fadhlan, Nelwan, Berry, Hafiz, Siddik, dan Fuad yang telah memberikan dukungan dalam pengerjaan TugasAkhir ini.

13.Teman-teman sejawat 08 Teknik Sipil USU yang telah memberikan

semangat dan bantuan Danny, Khaidir, Galih, Topan, Robi, Mustapa, Doni,dan banyak lagi yang tidak bias disebutkan satu persatu.

14.Adik-adik Teknik Sipil USU yang telah membantu dan memberi semangat

kepada penulis; Arifgumit 11, Rico 11, Reno 11, Subar 11, Dian 11, Yazid 09, dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 15.Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan kemudahan dalam penyelesaian administrasi.


(6)

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, dan atas dukungan yang telah diberikan, penulis ucapkan terima kasih. Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2014 Hormat Saya

T. Cut Ahmad Fadil 08-0404-019


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR NOTASI ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. UMUM ... 1

I.2. LATAR BELAKANG ... 3

I.3. RUMUSAN MASALAH ... 5

I.4. TUJUAN PENELITIAN ... 5

I.5. MANFAAT PENELITIAN ... 5

1.6.BATASAN MASALAH ... 6

I.7. METODE PENELITIAN. ... 8

I.8. SISTEMATIKA PENULISAN ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

II.1. UMUM ... 11

II.2. KRITERIA KONTRUKSI PERKERASAN LENTUR ... 14

II.3. JENIS DAN FUNGSI LAPISAN PERKERASAN ... 15

II.4. BAHAN CAMPURAN ASPAL ... 18

II.4.1. Agregat ... 18

II.4.1.1. Sifat agregat ... 19

II.4.1.2. Klasifikasi agregat ... 20

II.4.1.3. Jenis agregat ... 21

II.4.1.4. Persyaratan sifat agregat ... 21

II.4.1.5. Sifat-sifat fisik agregat dan hubungannya dengan kinerja campuran ... 23

II.4.2. Aspal ... 23

II.4.2.1. Jenis aspal ... 23

II.4.2.1.1. Aspal minyak (petroloeum aspal)... 23

II.4.2.1.2. Aspal beton ... 25

II.4.2.2. Komposisi aspal ... 25

II.4.2.3. Sifat aspal ... 26


(8)

II.4.2.5. Bahan pengisi filler ... 28

II.5. BETON ASPAL (AC-WC) ... 30

II.5.1. ASPAL PROPERTIES ... 31

II.5.2. MARSHALL TEST ... 34

II.5.2.1. Pengujian Marshall untuk Perencanaan Campuran ... 36

II.5.2.1.1. Berat Isi Benda Uji Padat ... 37

II.5.2.1.2. Pengujian Stabilitas dan Kelelehan (Flow) ... 38

II.5.2.1.3. Pengujian Volumetrik ... 38

II.5.2.1.4. Rosedur Untuk Analisa Campuran Beraspal Panas Padat ... 42

II.5.3. EVALUASI HASIL UJI MARSHALL ... 47

II.5.3.1 Stabilitas ... 48

II.5.3.2 Kelelehan ... 48

II.5.4. EVALUASI NILAI VOLUETRIK CAMPURAN BERASPAL ... 49

II.5.4.1. Evaluasi VMA... 49

II.5.4.2. Pengaruh Rongga Udara Dalam Campuran Padat (VIM) ... 50

II.5.4.3.Pengaruh Rongga Terisi Aspal (VFA) ... 50

II.6. PENGUJIAN AIR LAUT ... 51

II.6.1. TITRIMETRI ... 51

II.6.1.1. Syarat- Syarat Yang Harus Di Penuhi Untuk Dapat Di Lakukan Analisis Volumetrik ... 52

II.6.1.2. Alat-Alat Yang Di Gunakan Pada Analisa Titrimetri ... 53

II.6.1.3. Penggolongan Analisis Titrimetri ... 53

II.6.1.4. Prosedur Analisa Salinitas NaCl Dalam Air Laut Dengan Metode Titrasi Argometri ... 55

II.6.2. Ph (PHOTENTIAL OF HYDROGEN) ... 55

II.7. ZAT CAIR YANG DI GUNAKAN SEBAGAI PERENDAM ... 57

II.8. LAMA RENDAMAN SERTA SUHU PERENDAMAN ... 61

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 63

III.1. PROGRAM PENELITIAN. ... 63

III.2. PELAKSANAAN ... 70

III.2.1. SPESIFIKASI BAHAN BAKU PENELITIAN ... 70

III.2.2. PEMERIKSAAN AIR LAUT ... 70

III.2.3. PEMERIKSAAN MATERIAL ... 71

III.2.4. PERANCANGAN CAMPURAN DENGAN METODE MARSHALL ... 73


(9)

III.2.5. PERENDAMAN SAMPEL DALAM AIR LAUT DAN

AIR HUJAN ... 74

III.3. TAHAP ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 75

III.4. KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 77

IV.1. PENGUJIAN MATERIAL ... 77

VI.1.1. HASIL DAN ANALISIS PENGUJIAN ASPAL ... 77

IV.1.2. HASIL DAN ANALISIS PENGUJIAN AGREGAT ... 80

IV.2. PENGUJIAN AIR LAUT ... 90

IV.3. PERUMUSAN CAMPURAN BENDA UJI MARSHALL ... 90

IV.4. PEMBUATAN BENDA UJI MARSHALL SEBAGAI PERENDAM ... 97

IV.5. LAMA PERENDAMAN PENGUJIAN SERTA ZAT CAIR YANG DIGUNAKAN ... 97

IV.5.1 LAMA PERENDAMAN ... 97

IV.5.2 ZAT CAIR YANG DIGUNAKAN ... 98

IV.6. PERENDAMAN SAMPEL DALAM AIR LAUT SERTA PENGUJIAN MARSHALL ... 98

IV.6.1 PENGARUH PERENDAMAN AIR LAUT TERHADAP VOID IN MIXTURE ... 99

IV.6.2 PENGARUH PERENDAMAN AIR LAUT TERHADAP VOID IN MINERAL AGGREGATE (VMA) ... 101

IV.6.3 PENGARUH PERENDAMAN AIR LAUT TERHADAP NILAI STABILITAS. ... 102

IV.6.4 PENGARUH PERENDAMAN AIR LAUT TERHADAP KELELEHAN (FLOW) ... 104

IV.6.5 PENGARUH PERENDAMAN AIR LAUT TERHADAP MARSHALL QUOTIENT ... 105

IV.7 PERENDAMAN SAMPEL DALAM AIR HUJAN SERTA PENGUJIAN MARSHALL ... 106

IV.7.1 PENGARUH PERENDAMAN AIR HUJAN TERHADAP VOID IN MIXTURE ... 106

IV.7.2 PENGARUH PERENDAMAN AIR HUJAN TERHADAP VOID IN MINERAL AGGREGATE (VMA) ... 108

IV.7.3 PENGARUH PERENDAMAN AIR LAUT TERHADAP NILAI STABILITAS ... 109

IV.7.4 PENGARUH PERENDAMAN AIR LAUT TERHADAP KELELEHAN (FLOW) ... 110

IV.7.5 PENGARUH PERENDAMAN AIR LAUT TERHADAP MARSHALL QUOTIENT ... 111


(10)

IV.8 ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA PERENDAMAN AIR

LAUT DAN AIR HUJAN ... 113 BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

V.1 KESIMPULAN ... 124 V.2 SARAN ... 124 DAFTAR PUSTAKA ... xvi


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Tergenangnya Jalan Di Akibatkan Oleh Banjir ... 6

Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur ... 12

Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku ... 12

Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit ... 13

Gambar 2.4 Hubungan volume dan rongga-density benda uji campur panas padat. ... 39

Gambar 2.5 Ilustrasi pengertian VMA ... 41

Gambar 2.6 Ilustrasi pengertian tentang VIM ... 41

Gambar 2.7 Ikatan hidrogen ... 59

Gambar 3.1 Diagram Perendaman ... 66

Gambar 3.2 Bagian Alir Pengerjaan Penelitian ... 68

Gambar 3.3 Contoh Grafik Stabilitas Vs Waktu Perendaman ... 75

Gambar 4.1 Grafik Analisa Saringan Coars Agregat ¾” ... 86

Gambar 4.2 Grafik Analisa Saringan Medium Aggregate (1/2") ... 87

Gambar 4.3 Analisa Saringan Medium Aggregate (1/2") ... 88

Gambar 4.4 Analisa Saringan Natural Sand ... 89

Gambar 4.5 Desain Metode Pengujian Marshall Cold Bin ... 94

Gambar 4.6 Nilai VIM Pasca Perendaman ... 100

Gambar 4.7 Nilai VMA Pasca Perendaman ... 101

Gambar 4.8 Nilai Stabilitas Pasca Perendaman ... 102

Gambar 4.9 Nilai Flow Pasca Perendaman ... 104


(12)

Gambar 4.11 Nilai VIM Pasca Perendaman ... 107

Gambar 4.12 Nilai VMA Pasca Perendaman ... 108

Gambar 4.13 Nilai Stabilitas Pasca Perendaman ... 109

Gambar 4.14 Nilai Flow Pasca Perendaman ... 111

Gambar 4.15 Nilai MQ Pasca Perendaman ... 112

Gambar 4.16 Nilai Waktu Perendaman Vs VIM (Air laut) ... 114

Gambar 4.17 Nilai Waktu Perendaman Vs VIM (Air hujan) ... 114

Gambar 4.18 Nilai Waktu Perendaman Vs VMA (Air laut)... 115

Gambar 4.19 Nilai Waktu Perendaman Vs VIM (Air hujan) ... 116

Gambar 4.20 Waktu Perendaman Vs Stability (Air laut) ... 117

Gambar 4.21 Waktu Perendaman Vs Stability (Air hujan) ... 117

Gambar 4.22 Waktu Perendaman Vs Retained Stability (Air laut) ... 118

Gambar 4.23 Waktu Perendaman Vs Retained Stability (Air hujan) ... 118

Gambar 4.24 Waktu Perendaman Vs Flow (Air laut) ... 119

Gambar 4.25 Waktu Perendaman Vs Flow (Air hujan) ... 120

Gambar 4.26 Waktu Perendaman Vs Marshall Quotient (Air laut) ... 121


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur ... 13

Tabel 2.2 Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal ... 22

Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal ... 22

Tabel 2.4 Gradasi Bahan Pengisi ... 29

Tabel 2.5 Bahan Pengisi Dan Nilai Indeks Plastisitas ... 29

Tabel 3.1 Perhitungan Jumlah Sampel ... 65

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Sifat Fisik Aspal Keras Penetrasi 60/70 Pertamina ... 77

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Sifat Fisik Agregat Untuk Masing-Masing Gradasi ... 82

Tabel 4.3 Pengujian Abrasi ... 84

Tabel 4.4 Analisa saringan Coars Agregat ¾” ... 85

Tabel 4.5 Analisa Saringan Medium Aggregate (1/2") ... 86

Tabel 4.6 Analisa Saringan Stone Dust (1/2") ... 87

Tabel 4.7 Analisa Saringan Natural Sand ... 89

Tabel 4.8 Hasil Pemeriksaan Air Laut ... 90

Tabel 4.9 Gradasi Agregat Gabungan Untuk Campuran Aspal ... 91

Tabel 4.10 Gradasi Agregat Gabungan Cold Bin AC-WC ... 92

Tabel 4.11 Hasil Pengujian Marshall Untuk Penentuan KAO ... 93

Tabel 4.12 Pembagian Sampel Pengujian ... 97

Tabel 4.13 Pembagian Jumlah Sampel Untuk Masing-Masing Perendaman ... 98


(14)

Tabel 4.14 Nilai VIM Pasca Perendaman (Air laut) ... 99

Tabel 4.15 Nilai VMA Pasca Perendaman (Air laut) ... 101

Tabel 4.16 Nilai Stabilitas Pasca Perendaman (Air laut) ... 102

Tabel 4.17 Nilai Flow Pasca Perendaman (Air laut) ... 104

Tabel 4.18 Nilai MQ Pasca Perendaman (Air laut) ... 105

Tabel 4.19 Nilai VIM Pasca Perendaman (Air hujan) ... 106

Tabel 4.20 Nilai VMA Pasca Perendaman (Air hujan) ... 108

Tabel 4.21 Nilai Stabilitas Pasca Perendaman (Air hujan) ... 109

Tabel 4.22 Nilai Flow Pasca Perendaman (Air hujan) ... 110

Tabel 4.23 Nilai MQ Pasca Perendaman (Air hujan) ... 111

Tabel 4.24 Resume Nilai VIM (Air laut & Air hujan) ... 113

Tabel 4.25 Resume Nilai VMA (Air laut & Air hujan) ... 115

Tabel 4.26 Resume Nilai Stabilitas (Air laut & Air hujan) ... 116

Tabel 4.27 Resume Nilai kelelehan (Air laut & Air hujan) ... 119


(15)

DAFTAR NOTASI

A = Berat piknometer (gram)

B = Berat piknometer berisi air (gram)

C = berat piknometer berisi aspal (gram)

D = Berat piknometer berisi air dan aspal (gram)

V = Volume aspal pada temperatur

Vt = Volume aspal pada temperatur tertentu

Fk = Faktor Koreksi

Gsb = berat jenis curah total agregat

, , … = Persentase dalam berat agregat 1, 2,...,n

, , … = berat jenis curah agregat 1, 2,..., n

Gse = Berat jenis effektif agregat

Pmm = Total campuran lepas, persentase terhadap berat total

campuran 100%

Pb = Aspal, persen dari berat total campuran

Gmm = berat jenis maksimum (tidak ada rongga udara) ASTM D

2041

Gb = berat jenis aspal

Gsa = berat jenis semu total agregat


(16)

Pba = aspal yang terserap, persen berat agregat

Pbe = kadar aspal effektif persen total campuran

Ps = agregat, persen berat total campuran

VMA = rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)

Pbs = Agregat, persen berat total campuran

Gmb = berat jenis curah campuran padat (ASTM D 1726)

Pa = rongga udara dalam campuran padat, persen dari total

volume

VFA = rongga terisi aspal, persen dari VMA


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

 FotoDokumentasi

 Data Primer danUjiLaboratorium

 Data CurahHujanBulanan 2001-2010

 Peta Daerah Aliran Sungai Bah Bolon

 Data Tata GunaLahan

 Peta DEM


(18)

ABSTRAK

Perkerasan jalan di Indonesia umumnya mengalami kerusakan awal (kerusakan dini) antara lain diakibatkan pengaruh temperatur (cuaca), air. Pada musim hujan, banyak jalan di Indonesia terendam oleh air laut maupun air laut yang diakibatkan oleh banjir rob bagi jalan yang letaknya di pesisir pantai dan tak jarang menimbulkan kerusakan pasca kejadian alam tersebut. Maka sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh yang terjadi akibat kejadian alam tersebut terhadap perkerasan jalan.

Maksud dari penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh yang terjadi terhadap karakteristik aspal AC-WC melalui marshall test yang di rendam oleh dua jenis zat cair yaitu air laut dan air tawar dengan menggunakan aspal penetrasi 60/70. Campuran yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari campuran yang diperuntukkan untuk (ACWC) yaitu terdiri dari CA, MA, FA, dan NS dengan aspal penetrasi 60/70. Karakteristik yang diukur dengan menggunakan alat Marshall adalah stabilitas, kelelehan, marshall quotient (MQ), void in mix (VIM), serta void in mineral aggregate (VMA).

Dalam penelitian ini dilakukan dua jenis zat cair yang digunakan untuk perendaman yaitu air laut dan air hujan dengan waktu perendaman untuk masing-masing zat cair tersebut, air laut yaitu 2 x 24 jam, 3 x 24 jam, dan 4 x 24 jam dan air hujan yaitu 2 x 24 jam, 3 x 24 jam, dan 4 x 24 jam.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang diakibatkan perendaman air laut dan air hujan dengan lama perendaman yang sama yaitu 2 x 24 jam, 3 x 24 jam, 4 x 24 jam. Secara keseluruhan, semakin lama campuran aspal baik yang terendam oleh air hujan dan air laut akan berpengaruh pada kinerja perkerasan yang mengakibatkan akan mengalami kehilangan durabilitas atau keawetan dengan bertambahnya lama perendaman. Kehilangan terbesar terjadi pada perendaman air laut dibandingkan air hujan.

Kata kunci:


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. UMUM

Hasil pengamatan di stasiun sinoptik dan simulasi skenario iklim menggunakan model ARPEGE Climat versi 3.0 diprakirakan periode 2010-2039 akan terjadi peningkatan jumlah curah hujan di atas wilayah Indonesia. Demikian dilaporkan Haris Syahbuddin dan Tri Nandar Wihendar dalam tulisannya yang berjudul “Anomali Curah Hujan Periode 2010-2040 di Indonesia”.

Di Indonesia, beberapa ruas jalan banyak tergenangi oleh air yaitu seperti terendam oleh hujan dan air laut yang diakibatkan oleh banjir rob terutama pada jalan yang berada didaerah pantai baik dalam waktu sesaat dan waktu yang lama. Di kota medan sendiri, kejadian permukaan jalan terendam oleh air yang diakibatkan oleh banjir ataupun yang diakibatkan oleh air laut pasang (rob) sering terjadi seperti di belawan, yaitu badan jalan terendam oleh air laut yang diakibatkan oleh air laut pasang (rob) pada pertengahan 2013 (Alda Muhsi, 2013). Setelah banjir surut baik yang diakibatkan oleh intensitas hujan yang tinggi, maupun banjir rob, jalanan menjadi berlubang yang kemudian mempengaruhi kelancaran lalu-lintas serta dapat menimbulkan kecelakaan lalu-lintas.

Pengaruh genangan air terhadap kerusakan konstruksi jalan dapat menyebabkan perlemahan daya dukung tanah dasar berikut mempercepat proses peretakan perkerasan.


(20)

Terendamnya permukaan jalan oleh air khususnya hujan dikarenakan sitem drainase yang tidak baik sehingga tidak dapat menampung air hujan yang turun dengan intensitas hujan yang tinggi. Rob atau banjir air laut adalah banjir yang diakibatkan oleh air laut yang pasang yang menggenangi daratan, merupakan permasalahan yang terjadi di daerah yang lebih rendah dari muka air laut.

Prasarana transportasi jalan merupakan salah satu bagian penting penunjang kegiatan perekonomian serta kegiatan-kegiatan diberbagai bidang pada suatu negara khususnya pada era globalisasi saat sekarang ini. Oleh karena itu prasarana jalan memerlukan perhatian khusus terhadap segi keamanan dan kenyamanan dari jalan tersebut. Kondisi fisik dari jalan salah satunya seperti genangan-genangan air dipermukaan jalan, tingkat kebisingan jalan dan sebagainya adalah hal penting dari segi keamanan dan kenyamanan pengguna jalan.

Tidak dapat disangkal bahwa Jalan Raya memang memiliki fungsi penting dalam kehidupan manusia. Sebagian besar kegiatan transportasi manusia menggunakan Jalan raya. Pengaruh yang besar tersebut mengakibatkan jalan raya memegang peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian serta pembangunan suatu negara. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan (Silvia Sukirman, 2003).


(21)

I.2. LATAR BELAKANG

Salah satu dari struktur perkerasan jalan yang langsung bersentuhan dengan cuaca, ban kenderaan dan lainnya adalah AC-WC. Penggunaan AC-WC yaitu untuk lapis permukaan (paling atas) dalam perkerasan dan mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan jenis laston lainnya. AC-WC merupakan lapisan permukaan yang dalam perencanaannya harus kedap air. Lapisan ini harus berkondisi kedap air sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.

AC-WC merupakan salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Prasarana Wilayah.

Namun, pada faktanya dilapangan berbanding terbalik dengan apa yang ada pada tujuan perencanaan. Genangan air dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan jalan dikarenakan air dapat melonggarkan ikatan antara agregat dengan aspal. Saat ikatan aspal dan agregat longgar karena air, kendaraan yang lewat akan memberi beban yang menimbulkan retak atau kerusakan jalan lainnya. Selain itu, genangan air pada permukaan jalan dalam skala yang tinggi dapat mengakibatkan air tanah yang terletak di bawah permukaan tanah menjadi jenuh.

Perkerasan jalan di Indonesia umumnya mengalami kerusakan awal (kerusakan dini) antara lain akibat pengaruh beban lalu lintas kendaraan yang berlebihan (over loading), temperatur (cuaca), air, dan konstruksi perkerasan yang kurang memenuhi persyaratan teknis.


(22)

Menurut Kepala Bapekko Surabaya, Hendro Gunawan, salah satu penyebab yang dominan berpengaruh terhadap kerusakan jalan di Surabaya adalah karena adanya air yang menggenangi jalan pada saat hujan. Pada saat musim hujan tiba, tidak sedikit jalan-jalan yang ada di Indonesia terendam oleh air akibat banjir, serta air laut yang diakibatkan oleh luapan air laut ketika banjir saat musim hujan tiba maupun dari limpasan air laut saat siang hari ketika angin kencang, dimana air laut ini dapat menggenangi jalan baik itu dalam waktu yang beberapa saat atau bahkan dalam waktu yang cukup lama.

Menurut Nurhudayah (2009), genangan air menyebabkan dasar perkerasan jalan jenuh sempurna atau sebagian. Air yang meresap masuk ke dalam perkerasan jalan dapat mengakibatkan retakan pada struktur perkerasan jalan. Hal ini diakibatkan karena lemahnya daya dukung tanah dasar akibat fluktuasi kadar air tanah di lokasi tersebut. Lemahnya daya dukung tanah ini terjadi akibat pengembangan volume tanah pada tanah dasar perkerasan. Sedangkan air laut sebagaimana kita ketahui, air laut merupakan larutan yang juga memiliki kandungan yang merupakan zat bersifat korosif dan dapat menyebabkan kerusakan dari apa yang dilaluinya.

Air merupakan salah satu penyebab kerusakan pada perkerasan. Derajat Keasaman yang tinggi pada air laut dibanding air hujan, dapat mempengaruhi ikatan antara aspal dan agregat yang mempercepat terjadinya oksidasi sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan dini pada lapisan permukaan jalan. Kondisi ini dapat diperparah, apabila jalan terendalam dalam waktu lebih dari 24 jam (standar kekuatan sisa marshall), dan terbebani oleh beban kendaraan yang melebihi batas yang telah ditentukan. Hal ini dapat mempengaruhi kinerja perkerasan aspal


(23)

khususnya masalah ketahanan atau keawetan jalan (durability) sebagai faktor dalam kriteria marshall. Menurut Departemen Pekerjaan Umum (2007), kerusakan jalan dikarenakan oleh empat hal utama, yakni material kontruksi, lalu lintas, iklim dan air.

Untuk mengetahui lebih dalam berapa besar pengaruh atau bagaimana pengaruh air dalam hal ini air hujan dan air laut berdasarkan penjelasan singkat di atas maka dilakukan penelitian ini terhadap aspal permukaan AC-WC dengan menggunakan aspal penetrasi 60/70.

I.3. RUMUSAN MASALAH

Dalam Tugas Akhir ini, penulis mencoba untuk meneliti dan mengevaluasi pengaruh serta perbandinganyang terjadi pada campuran ACWC dengan aspal penetrasi 60/70 yang diakibatkan oleh pengaruh lama rendaman yang direndam meggunakan air laut dan air tawar terhadap karakteristik marshall (perbandingan perendaman air laut dengan air tawar).

I.4. TUJUAN PENELITIAN

Untuk melihat pengaruh yang terjadi terhadap karakteristik aspal AC-WC melalui marshall test yang di rendam oleh dua jenis zat cair yaitu air laut dan air tawar dengan menggunakan aspal penetrasi 60/70.


(24)

I.5. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :

1. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan bacaan yang berguna bagi para pembaca, khususnya mahasiswa Teknik Sipil mengenai permasalahan kerusakan jalan yang diakibatkan oleh terendamnya permukaan jalan oleh air tawar dan air laut.

2. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak terkait dalam penanganan masalah kerusakan jalan yang diakibatkan oleh terendamnya permukaan jalan oleh air tawar dan air laut.

1.6.BATASAN MASALAH

Didalam membuat penelitian ini, peneliti harus memberi batasan-batasan masalah didalam penelitian untuk menghindari Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas dan untuk memberikan arah yang lebih baik serta memudahkan dalam penyelesaian masalah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka pembahasan hanya dititikberatkan pada:

1. Penelitian ini dilakukan pada skala laboratorium.

2. Jumlah sampel yang digunakan total sebanyak 30 sampel, 15 untuk masing-masing jenis zat cair yang digunakan yaitu air laut dan air hujan.

3. Laboratorium yang digunakan untuk pengujian di laboratorium PT.

KARYA MURNI PERKASA.

4. Penelitian ini tidak memperhitungkan secara kimiawi.

5. Aspal campuran ACWC yang digunakan adalah aspal penetrasi 60/70 Pertamina.


(25)

6. Agregat yang digunakan bersumber dari PT. KARYA MURNI PERKASA.

7. Rendaman yang digunakan adalah air laut dan air tawar. Pada penelitian ini air hujan digunakan untuk zat cair sebagai perendam diasumsikan menggantikan air tawar. Air laut diperoleh dengan pengambilan sampel air laut di pantai cermin.

8. Variasi lama perendaman yang dilakukan adalah × � �, ×

� �, × � �.

9. Variasi suhu rendaman yang dilakukan adalah rendaman air laut dan air

hujan pada suhu .


(26)

I.7. METODE PENELITIAN.

Marshall test

Pengaruh air laut & air tawar terhadap karakteristik aspal ac-wc

Kesimpulan &saran

selesai Mulai

Studi pustaka

Pengambilan Data

Agregat Aspal


(27)

I.8. SISTEMATIKA PENULISAN

Di dalam penulisan Tugas Akhir ini dikelompokkan ke dalam 5 (lima) bab dengan sistematika pembahasan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN.

Merupakan rancangan yang akan dilakukan yang meliputi tinjauan umum, latar belakang, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, hipotesa, dan sistematika penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.

Merupakan kajian dari berbagai literatur serta hasil studi yang relevan dengan pembahasan ini. Dalam hal ini diuraikan hal-hal tentang beberapa teori-teori yang berhubungan dengan pengaruh lama rendaman aspal campuran ACWC terhadap terhadap karakteristik marshall (perbandingan pengaruh lama perendaman campuran aspal ACWC dengan memakai air laut dan air tawar), baik secara langsung maupun secara umum, seperti pengertian lama rendaman, dan lain-lain.

BAB III METODE PENELETIAN.

Bab ini berisikan tentang metode yang dipakai dalam penelitian ini, termasuk pengambilan data, langkah penelitian, analisa data, pengolahan data dan bahan uji.

BAB IV ANALISIS DATA.

Berisikan pembahasan mengenai data-data yang didapat dari pengujian, kemudian dianalisis, sehingga dapat diperoleh hasil perhitungan, dan kesimpulan hasil yang mendasar.


(28)

BAB V KESIMPULAN DASAR.

Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan yang telah diperoleh dari pembahasan pada bab sebelumnya dan saran mengenai hasil penelitian yang dapat dijadikan masukan.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. UMUM

Perkerasan jalan raya dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat telah ditemukan pertama kali di babylon pada 625 tahun sebelum masehi. Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Perkerasan merupakan struktur yang terdiri dari banyak lapisan yang dibuat untuk menambah daya dukung tanah agar dapat memikul repetisi beban lalu lintas sehingga tanah tidak mengalami deformasi yang berarti. Perkerasan atau struktur perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan yang memiliki kualitas yang baik. Jadi, perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah dasar (subgrade), yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas. Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setiap lapisan harus cukup aman untuk memikul beban yang bekerja di atasnya, oleh karena itu pada waktu penggunaannya diharapkan tidak mengalami kerusakan-kerusakan yang dapat menurunkan kualitas pelayanan lalu lintas.

Berdasarkan bahan pengikatnya perkerasan jalan dibagi menjadi dua, yaitu :


(30)

a. Perkerasan lentur (flexible pavement)

Perkerasan lentur merupakan perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Yang terdiri dari lapisan – lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang dipadatkan.

lapis permukaan (surface) lapis pondasi atas (base) lapis pondasi bawah (subbase)

tanah dasar (subgrade) Gambar 2.1 Lapisan Perkerasan Lentur

b. Perkerasan kaku (rigid pavemet)

Perkerasan kaku merupakan suatu susunan konstruksi perkerasan dimana sebagai lapisan atasnya digunakan pelat beton, yang terletak di atas pondasi atau langsung di atas tanah dasar. Lapisan – lapisan perkerasan kaku adalah seperti gambar 2.2 di bawah ini.

plat beton (concrete slab)

lapis pondasi bawah

(subbase)

tanah dasar (subgrade)

Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Kaku

Selain dari kedua jenis tersebut, sekarang telah banyak digunakan jenis gabungan (composite pavement).


(31)

c. Perkerasan komposit (composite pavement)

Perkerasan komposit merupakan perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur. Perkerasan lentur di atas perkerasan kaku atau sebaliknya.

lapis permukaan (surface) plat beton (concrete slab)

lapis pondasi bawah

(subbase)

tanah dasar Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Komposit

d. Perbedaan antara perkerasan lentur dan pekerasan kaku.

Perbedaan antara perkerasan lentur dan perkerasan kaku dapat dilihat pada tabel 2.1.

Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku

Bahan Pengikat Aspal Semen Repetisi Beban Timbul rutting (lendutan pada jalur

roda)

Timbul retak-retak pada permukaan

Penurunan Tanah Dasar

Jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar)

Bersifat sebagai balok diatas perletakan

Perubahan Temperatur

Modulus kekakuan berubah. Timbul tegangan dalam yang kecil

Modulus kekakuan tidak. berubah timbul tegangan dalam yang besar


(32)

II.2. KRITERIA KONTRUKSI PERKERASAN LENTUR.

Guna untuk dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada sipemakai jalan, maka kontruksi perkerasan jalan haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu :

a. Syarat-syarat berlalu-lintas.

 Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang.

 Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja diatasnya.

 Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan sehingga tak mudah selip.

 Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari. b. Syarat-syarat kekuatan/struktural.

Kontruksi perkerasan jalan dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat:

 Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan

lalu-lintas ke tanah dasar.

 Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di bawahnya.

 Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh

diatasnya dapat cepat di alirkan.

 Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan


(33)

II.3. JENIS DAN FUNGSI LAPISAN PERKERASAN.

Kontruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu-lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya.

Adapun susunan lapis konstruksi perkerasan lentur terdiri dari (Silvia Sukirman, 1999) :

a. Lapis Permukaan (surface course)

Lapisan permukaan pada umumnya dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal, sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama. Lapisan ini terletak paling atas, yang berfungsi sebagai berikut:

 Menahan beban roda, oleh karena itu lapisan perkerasan ini harus mempunyai

stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa layan.

 Lapisan kedap air, sehingga air hujan tidak meresap ke lapisan di bawahnya yang akan mengakibatkan kerusakan pada lapisan tersebut.

 Lapis aus, lapisan yang langsung terkena gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

 Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawahnya, sehingga dapat dipikul oleh lapisan lain.

Jenis lapis permukaan yang banyak digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut:

 Burtu (laburan aspal satu lapis), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi satu lapis agregat bergradasi seragam dengan tebal maksimal 2 cm.


(34)

 Burda (laburan aspal dua lapis), yaitu lapis penutup yang teridri dari lapisan aspal ditaburi agregat dua kali secara berurutan dengan tebal maksimal 3,5 cm.  Latasir (lapis tipis aspal pasir), yaitu lapis penutup yang terdiri dari lapisan

aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal 1-2 cm.

 Lataston (lapis tipis aspal beton), yaitu lapis penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi dan aspal keras dengan perbandingan tertentu dan tebal antara 2 – 3,5 cm.

Jenis lapisan di atas merupakan jenis lapisan yang bersifat nonstructural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan penggunaan bahan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air dan memberikan bantuan tegangan tarik yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu-lintas. Pemilihan bahan lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur rencana, serta pentahapan kontruksi agar di capai manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan. Jenis lapisan berikutnya merupakan jenis lapisan yang bersifat structural yang berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda, antara lain:

 Penetrasi macadam (lapen), yaitu lapis pekerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Tebal lapisan bervariasi antara 4 – 10 cm.

 Lasbutag, yaitu lapisan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal


(35)

 Laston (lapis aspal beton), yaitu lapis perkerasan yang terdiri dari campuran aspal keras dengan agregat yang mempunyai gradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu. Laston terdiri dari 3 macam campuran, Laston Lapis Aus (AC-WC), Laston Lapis Pengikat (AC-BC) dan Laston Lapis Pondasi (ACBase).

 Ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19mm, 25mm dan

37,5 mm. Jika campuran aspal yang dihampar lebih dari satu lapis, seluruh campuran aspal tidak boleh kurang dari toleransi masing-masing campuran dan tebal nominal rancangan.

b. Lapis Pondasi Atas (base course)

Lapisan pondasi atas terletak tepat di bawah lapisan perkerasan, maka lapisan ini bertugas menerima beban yang berat. Oleh karena itu material yang digunakan harus berkualitas tinggi dan pelaksanaan di lapangan harus benar. c. Lapis Pondasi Bawah (subbase course)

Lapis pondasi bawah adalah lapis perkerasan yang terletak diantara lapis pondasi dan tanah dasar. Jenis pondasi bawah yang biasa digunakan di Indonesia adalah sebagai berikut:

 Agregat bergradasi baik, dibedakan atas: Sirtu/pitrun kelas A, Sirtu/pitrun kelas B, Sirtu/pitrun kelas C.

 Stabilisasi: a). Stabilisasi agregat dengan semen, b). Stabilisasi agregat dengan kapur, c). Stabilisasi tanah dengan semen, d). Stabilisasi tanah dengan kapur.


(36)

d. Tanah Dasar (subgrade course)

Lapisan paling bawah adalah lapisan tanah dasar yang dapat berupa permukaan tanah asli, tanah galian atau tanah timbunan yang menjadi dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya. Perkerasan lain diletakkan di atas tanah dasar, sehingga secara keseluruhan mutu dan daya tahan seluruh konstruksi perkerasan tidak lepas dari sifat tanah dasar. Tanah dasar harus dipadatkan hingga mencapai tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik.

II.4. BAHAN CAMPURAN ASPAL. II.4.1. Agregat

Agregat atau batu, atau glanular material adalah material berbutir yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat/batuan di definisikan secara umum sebagai formasi kulit bumi yang keras dan penyal (solid) (silvia sukirman). ASTM (1974) mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen (39). Agregat/batuan merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu mengandung 90-95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume (silvia sukirman). Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan di tentukan daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain (silvia sukirman). Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik


(37)

agregat yang di gunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis dan daya pelekatan dengan aspal.

II.4.1.1. Sifat agregat

Sifat dan kwalitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu-lintas. Sifat agregat yang menentukan kwalitasnya sebagai bahan kontruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan

dipengaruhi oleh:

a. Gradasi

b. Ukuran maksimum

c. Kadar lempung

d. Kekerasan dan ketahanan

e. Bentuk butir

f. Tekstur permukaan

2. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik,dipengaruhi oleh: a. Porositas

b. Kemungkinan basah


(38)

3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan aman, dipengaruhi oleh:

a. Tahanan geser (skid resistance)

b. Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan (bitominous

mix workability)

II.4.1.2. Klasifikasi agregat

Di tinjau dari asal kejadiannya agregat/batuan dapat di bedakan atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen dan batuan metamorf (batuan malihan).

Batuan beku

Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Di bedakan atas batuan beku luar (exstrusive igneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive igneous rock).

Batuan sedimen

Sedimen dapat berasal dari campuran partikel mineral, sisa hewan dan tanaman. Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil endapan di danau, laut dan sebagainya.

Batuan metamorf

Berasal dari batuan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperatur dari kulit bumi.


(39)

II.4.1.3. Jenis agregat

Batuan atau agregat untuk campuran beraspal umumnya diklasifisikan berdasarkan sumbernya, seperti contohnya agregat alam,agregat hasil pemrosesan, agregat buatan atau agregat artifisial.

II.4.1.4. Persyaratan sifat agregat

Secara umum bahan penyusunan beton aspal terdiri dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi dan aspal sebagai bahan pengikat. Dimana bahan bahan tersebut sebelum digunakan harus diperiksa di laboratorium. Agregat yang akan dipergunakan sebagai material campuran perkerasan jalan haruslah memenuhi persyaratan sifat dan gradasi agregat seperti yang ditetapkan didalam buku spesifikasi pekerjaan jalan atau ditetapkan badan yang berwenang. Menurut Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI untuk Campuran Beraspal Panas, Dep. PU, Edisi April 2007 memberikan persyaratan untuk agregat sebagai berikut :

Agregat Kasar Agregat Halus


(40)

Tabel 2.2 Ketentuan Agregat Kasar untuk Campuran Beton Aspal.

Jenis pemeriksaan Standart

Syarat maks/min Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan

natrium dan magnesium sulfat.

SNI 03-3407-1994 Maks. 12 %

Abrasi dengan Mesin Los Angeles SNI 03-2417-1991 Maks. 40 %

Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %

Angularitas SNI 03-6877-2002 95/90(*)

Partikel Pipih dan Lonjong(**) RSNI T-01-2005 Maks. 10 %

Material lolos Saringan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks.1 %

Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI PerkerasanBeraspal, Dep. PU, Edisi April 2007

Catatan :

(*) 95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.

(**) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5.

Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Halus untuk Campuran Beton Aspal.

Jenis Pemeriksaan Standar Syarat Maks/Min

Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Maks. 50 %

Material lolos saringan No. 200 SNI 03-4142-1996 Maks. 8 %

Angularitas SNI 03-6877-2002 Min. 45 %

Sumber : (Rancangan Spesifikasi Umum Bidang Jalan dan Jembatan, Divisi VI Perkerasan Beraspal, Dep. PU, Edisi April 2007)


(41)

II.4.1.5. Sifat-sifat fisik agregat dan hubungannya dengan kinerja campuran

Pada campuran beraspal, agregat memberikan kontribusi sampai 90-95% terhadap berat campuran, sehingga sifat-sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu dari kinerja campuran tersebut. Untuk tujuan ini, sifat agregat yang arus dipeika antara lain:

a. Ukuran butir

b. Gradasi

c. Kebersihan

d. Kekerasan

e. Bentuk partikel

f. Tekstur permukaan

g. Penyerapan

h. Kelekatan terhadap aspal

II.4.2. Aspal.

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup pemanasan dan sebaliknya.

II.4.2.1. Jenis aspal

Berdasarkan cara diperoleh aspal dapat dibedakan atas: 1. Aspal alam,

2. Aspal buatan.

II.4.2.1.1. Aspal minyak (petroloeum aspal)

Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas:


(42)

Asphalt Concrete(AC) adalah lapisan atas kontruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal dengan agregat yang dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu (Sukirman s., 177:1999). AC merupakan jenis lapisan permukaan struktural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan pelindung kontruksi di bawahnya, tidak licin, permukaannya rata, sehingga memberikan kenyamanan pengguna jalan. Aspal keras/aspal cement adalah aspal yang di gunakan dalam keadaan cair dan panas.

Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan (temerature ruang)

(silvia sukirman). Aspal semen pada temperature ruang ( −

berbentuk padat. Aspal semen terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses pembuatannya dan jenis minyak bumi asalnya (silvia sukirman).

Di indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan niai penetrasinya yaitu:

1. AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40-50 2. AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70 3. AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-100 4. AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150 5. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300

b. Aspal dingin/cair.

Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas:


(43)

1. RC (Rapid Curing Cut Back)

2. MC (Medium Curing Cut Back)

3. SC (Slow Curing Cut Back)

c. Aspal emulsi.

Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi.

II.4.2.1.2. Aspal beton

Aspal alam yang terdapat di indonesia dan telah dimanfaatkan adalah aspal dari pulau buton. Aspal ini merupakan campuran antara bitumen dengan bahan material lainnya dalam bentuk batuan. Karena aspal buton merupakan bahan alam maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Berdasarkan kadar bitumen yang dikandungnya aspal buton dapat dibedakan atas B10, B13, B20, B25, dan B30. (aspal buton B10 adalah aspal buton dengan kadar bitumen rata-rata 10%).

II.4.2.2. Komposisi aspal

Aspal merupakan unsur hydrokarbon yang sangat komplek, sangat sukar untuk memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes. Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau cokelat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes larut dalam heptane, merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau cokelat tua yang


(44)

memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oil yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan resin. Proporsi dari asphaltenes, resins, dan oils berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan lapisan aspal dalam campuran.

II.4.2.3. Sifat aspal

Aspal yang dipergunakan pada kontruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:

1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan

antara aspal itu sendiri.

2. Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.

Berarti aspal haruslah mempunyai daya tahan (tidak cepat rapuh) terhadap cuaca, mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastis yang baik.

Daya tahan (durability)

Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, faktor pelaksanaan dan lain-lain. Meskipun demikian sifat ini dapat diperkirakan dari pemeriksaan TFOT.


(45)

Adhesi dan Kohesi

Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah jadi pengikatan.

Kepekaan terhadap temperature

Aspal adalah material yang termoplastis, berarti akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur. Kepekaan terhadap dari setiap hasil produksi aspal berbeda-beda tergantung dari asalnya walaupun aspal tersebut mempunyai jenis yang sama.

Kekerasan aspal

Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses pelaburan. Pada waktu pelaksanaan, terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas (viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai. Jadi selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi juga oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan yang terjadi.


(46)

II.4.2.4. Pemeriksaan aspal

Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam, sehingga sifat-sifat aspal harus diperiksa di labotarium dan aspal yang memenuhi syarat yang telah di tetapkan dapat di pergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan lentur. Pemeriksaan yang di lakukan untuk aspal keras adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan penetrasi

2. Pemeriksaan titik lembek

3. Pemeriksaan titik nyala dan titk bakar dengan cleveland open cup 4. Pemeriksaan penurunan berat aspal (thick film test)

5. Kelarutan aspal dalam karbon tetraklorida 6. Daktalitas

7. Berat jenis aspal

8. Viskositas kinematik

II.4.2.5. Bahan pengisi filler

Menurut SNI 03-6723-2002 yang dimaksud bahan pengisi adalah bahan yang lolos ukuran saringan no.30 (0,59 mm) dan paling sedikit 65% lolos saringan no.200 (0.075 mm). Pada waktu digunakan bahan pengisi harus cukup kering untuk dapat mengalir bebas dan tidak boleh menggumpal. Macam bahan pengisi yang dapat digunakan ialah: abu batu, kapur padam, portland cement (PC), debu dolomite, abu terbang, debu tanur tinggi pembuat semen atau bahan mineral tidak plastis lainnya. Banyaknya bahan pengisi dalam campuran aspal beton sangat dibatasi. Kebanyakan bahan pengisi, maka campuran akan sangat kaku dan mudah retak disamping memerlukan aspal yang banyak untuk memenuhi workability.


(47)

Sebaliknya kekurangan bahan pengisi campuran menjadi sangat lentur dan mudah terdeformasi oleh roda kendaraan sehingga menghasilkan jalan yang bergelombang.

Tabel 2.4 Gradasi Bahan Pengisi.

Ukuran Saringan Persen Lolos

No. 30 (600 mikron) 100

No. 50 (300 mikron) 95 – 100

No. 200 (75 mikron) 70 – 100

Sumber : SNI 03-6723-2002 (spesifikasi bahan pengisi untuk campuran beraspal

Bila diuji dengan SK SNI M-1966-1990-F, bahan pengisi harus mempunyai nilai indek plastisitas.

Tabel 2.5 Bahan Pengisi Dan Nilai Indeks Plastisitas.

Jenis Bahan Nilai Indeks Plastisitas (%)

Abu Batu ≤ 4

Abu Slag ≤ 4

Kapur (CaCo3) ≤ 4

Abu Terbang Semen ≤ 4

Semen Tidak disyaratkan

Kapur Hidrolik {Ca(OH)2} Tidak disyaratkan


(48)

II.5. BETON ASPAL (AC-WC).

Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada sarana transportasi yang mana selama pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti. Daya dukung lapisan perkerasan ditentukan dari sifat-sifat butir agregat dan gradasi agregatnya.

Salah satu produk campuran aspal yang kini banyak digunakan oleh

Departemen Pekerjaan Umum dan Prasarana Wilayah adalah AC-WC (Asphalt

Concrete-WearingCourse)/Lapis Aus Aspal Beton. AC-WC adalah salah satu dari tiga macam campuran lapisan aspal beton yaitu AC-WC, AC-BC dan AC-Base. Ketiga jenis Laston tersebut merupakan konsep spesifikasi campuran beraspal yang telah disempurnakan oleh Bina Marga bersama-sama dengan Pusat Litbang Jalan. Dalam perencanaan spesifikasi baru tersebut menggunakan pendekatan kepadatan mutlak.

Beton aspal merupakan salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan.

Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt Concrete – Wearing Course) dengan tebal minimum AC–WC adalah 4 cm. Lapisan ini adalah lapisan yang berhubungan langsung dengan ban kendaraan dan dirancang untuk tahan terhadap perubahan cuaca, gaya geser, tekanan roda ban kendaraan serta memberikan lapis kedap air untuk lapisan dibawahnya. Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau cokelat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat (silvia sukirman). Sebagai salah satu


(49)

material kontruksi perkerasan lentur, aspal merupakan salah satu komponen kecil, umumnya hanya 4-10% berdasarkan berat atau 10-15% berdasarkan volume, tetapi merupakan komponen yang relatif mahal (silvia sukirman). Aspal yang digunakan sebagai material perkerasan jalan berfungsi sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi. Sebagai bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan antara sesama aspal. Sebagai bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada di dalam butir agregat itu sendiri. Untuk dapat memenuhi fungsi aspal tersebut dengan baik, maka aspal haruslah memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat dilaksanakan mempunyai tingkat kekentalan tertentu.

II.5.1. Aspal Properties

Pemeriksaan sifat (asphalt properties) dari campuran dilakukan melalui beberapa uji meliputi:

a. Uji penetrasi

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan apakah aspal keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban, waktu tertentu kedalam aspal pada suhu tertentu. Pengujian ini dilakukan dengan membebani permukaan aspal seberat 100 gram pada tumpuan jarum berdiameter 1 mm selama 5 detik pada temperature . Besarnya penetrasi di ukur dan dinyatakan dalam angka yang dikalikan dengan 0,1 mm. Semakin tinggi nilai penetrasi menunjukkan bahwa aspal semakin elastis dan membuat perkerasan jalan menjadi lebih tahan terhadap kelelehan/fatigue.Hasil pengujian ini sselanjutnya dapat digunakan dalam hal pengendalian mutu aspal atau ter


(50)

untuk keperluan pembangunan, peningkatan atau pemeliharaan jalan. Pengujian penetrasi ini sangat dipengaruhi oleh fakor berat beban total, ukuran sudut dan kehalusan permukaan jarum, temperatur dan waktu.

b. Titik lembek.

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal yang berkisar antara sampai . Temperatur pada saat dimana aspal mulai menjadi lunak tidaklah sama pada setiap hasil produksi aspal walaupun mempunyai nilai penetrasi yang sama. Titik lembek adalah temperatur pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun suatu lapisan aspal yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh plat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi tertentu sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu. Hasil titik lembek digunakan untuk menentukan temperatur kelelehan dari aspal. Aspal dengan titik lembek yang tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur tetapi lebih untuk bahan pengikat perkerasan.

c. Daktalitas.

Tujuan untuk percobaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dari aspal, dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat di tarik antara dua cetakan yang berisi aspal keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Kohesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lain, sifat kohesi sangat penting diketahui dalam pembuatan campuran beraspal karena sifat ini sangat mempengaruhi kinerja dan durabilitas campuran. Aspal dengan nilai daktalitas yang rendah adalah aspal yang mempunyai kohesi yang kurang baik


(51)

dibandingkan dengan aspal yang memiliki daktalitas yang tinggi. Daktalitas yang semakin tinggi menunjukkan aspal tersebut baik dalam mengikat butir-butir agregat untuk perkerasan jalan.

d. Berat jenis.

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat jenis apal keras dengan alat piknometer. Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan berat zat

cair suling dengan volume yang sama pada suhu .

Berat jenis diperlukan untuk perhitungan analisis campuran:

Berat jenis = −

[ − − − ] ... (2.1)

Dimana :

A = Berat piknometer (gram)

B = Berat piknometer berisi air (gram) C = berat piknometer berisi aspal (gram)

D = Berat piknometer berisi air dan aspal (gram)

Data temperatur dan berat jenis aspal diperlukan dalam penentuan faktor koreksi volume berdasarkan SNI 06-6400-2000 berikut :

V = Vt x Fk... (2.2) Dimana :

V = Volume aspal pada temperatur

Vt = Volume aspal pada temperatur tertentu Fk = Faktor Koreksi


(52)

e. Titik Nyala dan Titik Bakar

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik bakar dari semua jenis hasil minyak bumi kecuali minyak bakar dan bahan lainnya yang mempunyai titik nyala open cup kurang dari . Dengan percobaan ini akan diketahui suhu dimana aspal akan mengalami kerusakan karena panas, yaitu saat terjadi nyala api pertama untuk titik nyala, dan nyala api merata sekurang-kurangnya 5 detik untuk titik bakar.

Titik nyala yang rendah menunjukkan indikasi adanya minyak ringan dalam aspal. Semakin tinggi titik nyala dan bakar menunjukkan bahwa aspal semakin tahan terhadap temperatur tinggi.

f. Kelekatan Aspal pada Agregat

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelekatan aspal pada batuan tertentu dalam air. Uji kelekatan aspal terhadap agregat merupakan uji kuantitatif yang digunakan untuk mengetahui daya lekat (adhesi) aspal terhadap agregat. Adhesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat. Pengamatan terhadap hasil pengujian kelekatan dilakukan secara visual.

II.5.2. Marshall Test

Pemeriksaan ini pertama kali di kembangkan oleh Bruce Marshall bersama dengan The Missisippi State Highway Departement. Penelitian ini dilanjutkan the u.s. army corps of enggineers dengan lebih ektensif dan menambah kelengkapan pada prosedur pengujian Marshall dan akhirnya mengembangkan kriteria rancangan campuran. Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan Marshall yang terdiri dari Volumetric


(53)

Characteristic dan Marshall Properties. Volumetric Characteristic akan menghasilkan parameter-parameter: void in meineral agregate (VMA), void in mix (vim), void filled with asphalt (VFWA) dan density. Sedangkan marsall properties menghasilkan stabilitas dan kelelehan (flow) yang diperoleh dari hasil pengujian dengan alat marshall.Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Pada dasarnya, untuk mengetahui kinerja dari campuran aspal yang digunakan pada struktur perkerasan jalan, faktor-faktor yang harus diperhatikan sangat banyak, diantaranya:

a. Stability b. Durability c. Flexibility

d. Fatigue rsistence: Thick Layers; Thin Layers

e. Fracture strength: Overload;

Thermal Conditions f. Skid resistence

g. Impermeability

h. Workability

Akan sangat sulit mencari metode pengujian yang dapat meneliti semua faktor tersebut hanya dalam satu cara. Tetapi sebagian besar dari faktor-faktor tersebut dapat di uji dengan menggunakan alat marshall. Hasil yang di peroleh dari pengujian dengan alat marshall, antara lain:

a. Stabilitas

b. Marshall quetient (MQ) c. Kelelehan

d. Rongga dalam campuran (VIM)


(54)

Saat ini pemeriksaan marshall mengikuti prosedur PC-0201-76 atau AASHTO T 245-74, atau ASTM D 1559-624T. Beban maksimum yang dapat diterima oleh benda uji sebelum hancur adalah kelelehan (flow) Marshall dan perbandingan stabilitas dan kelelehan (flow) Marshall disebut Marshall Quotien, yang merupakan ukuran ketahanan material terhadap deformasi tetap. Alat yang di gunakan terdiri dari mesin uji Marshall. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm).

II.5.2.1. Pengujian marshall untuk perencanaan campuran

Untuk keperluan pencampuran, agreat dan aspal di panaskan pada suhu dengan nilai viskositas aspal 170±20 centistokes (cst) dan di padatkan pada suhu dengan nilai viskositas aspal 280±30 cst. Alat yang di gunakan untuk proses pemadatan adalah marshall compaction hammer. Benda uji berbentuk silinder

dengan tinggi 64 mm dan diameter 102 mm ini di uji pada temperatur ±

dengan tinggkat pembebanan konstan 51 mm/menit sampai terjadi keruntuhan. Pengujian Marshall untuk perencanaan campuran pada penelitian ini adalah metode pengujian marshall standart dengan ukuran agregat maksimum 25 mm (1 inchi) dan menggunakan aspal keras. Pengujian marshall di mulai dengan persiapan benda uji. Untuk keperluan ini perlu di perhatikan hal sebagai berikut :

a. Bahan yang di gunakan masuk dalam spesifikasi yang ada


(55)

c. Untuk keperluan analisa volumetrik (density-voids), berat jenis bulk dari semua agregat yang di gunakan pada kombinasi agregat, berat jenis aspal keras harus dihitung lebih dahulu.

Dua prinsip penting pada pencampuran dengan pengujian marshall adalah analisa volumetrik dan analisa stabilitas kelelehan (flow) dari benda uji padat.

Stabilitas benda uji adalah daya tahan beban maksimum benda uji pada

temperatur ( ). Nilai kelelehan adalah perubahan bentuk suatu

campuran beraspal yang terjadi pada benda uji sejak tidak ada beban hingga beban maksimum yang di berikan selama pengujian stabilitas. Pada penentuan kadar aspal optimum untuk suatu kombinasi agregat atau gradasi tertentu dalam pengujian marshall, pelu dipersiapkan suatu seri dari contoh uji dengan interval kadar aspal yang berbeda sehingga di dapatkan suatu kurva lengkung yang teratur. Pengujian agar direncanakan dengan dasar 1/2 % kenaikan kadar aspal dengan perkiraan minimum 2 kadar aspal di bawah optimum.

II.5.2.1.1. Berat Isi Benda Uji Padat

Setelah benda uji selesai, kemudian di keluarkan menggunakan ekstruder dan dinginkan. Berat isi untuk benda uji porus ditentukan dengan melakukan beberapa kali pertimbangan seperti prosedur (ASTM D 1188). Secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. Timbang benda uji di udara b. Selimuti benda uji dengan parafin c. Timbang benda uji berparafin di udara d. Timbang benda uji berparafin di air


(56)

Berat isi untuk benda uji tidak porus atau bergradasi menerus dapat ditentukan menggunakan benda uji kering permukaan jenuh (SSD) seperti prosedur ASTM D-2726. Secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. Timbang benda uji di udara

b. Timbang benda uji SSD di udara

c. Rendam benda uji di dalam air

d. Timbang benda uji SSD di dalam air

II.5.2.1.2. Pengujian Stabilitas Dan Kelelehan (Flow)

Setelah penentuan berat jenis bulk benda uji dilaksanakan pengujian stabilitas dan kelelehan dilaksanakan dengan menggunakan alat uji. Prosedur pengujian bedasarkan SNI 06-2489-1991, secara garis adalah sebagai berikut:

a. Rendam benda uji pada temperatur ( ) selama 30-40 menit

sebelum pegujian

b. Keringkan permukaan benda uji dan letakkan pada tempat yang tersedia pada

alat uji, deformasi konstan 51 mm (2 inchi/menit) sampai terjadi runtuh.

II.5.2.1.3. Pengujian Volumetrik

Tiga sifat dari benda uji campuran aspal panas ditentukan pada analisa rongga-density, sifat tersebut adalah:

a. Berat isi atau berat jenis bena uji padat

b. Rongga dalam agregat mineral


(57)

Dari berat contoh dan persentase aspal dan agregat dan berat jenis masing-masing volume dari material yang bersangkutan dapat ditentukan.

Volume ini dapat diperlihatkan pada gambar berikut:

UdaraVa

aspal Vbe VmaVb VbaVmm

AgregatVsb Vse Vmb

Gambar 2.4. Hubungan volume dan rongga-density benda uji campur panas padat.

Keterangan gambar:

Vma = Volume rongga dalam agregat mineral

Vmb = Volume contoh padat

Vmm = Volume tidak ada rongga udara dalam campuran

Va = Volume rongga udara

Vb = Volume aspal

Vba = Volume aspal terabsorbsi agregat

Vbe = Volume aspal effektif

Vsb = Volume agregat (dengan berat jenis curah)

Vse = Volume agregat (denan berat jenis effektif)

Wb = Berat aspal

Ws = Berat agregat

�� = Berat volume isi air (1.0 gr/cm^3) = (62,4 lbf/ft^3)

Gmb = Berat jenis curah campuran padat

% rongga = × %

% Vma = �+ × %

Density = + × ��

= Gmb × ��

Rongga pada agregat mineral (VMA) dinyatakan sebagai persen dari total volume rongga dalam benda uji, merupakan volume rongga dalam campuran yang tidak terisi agregat dan aspal yang terserap agregat. Rongga dalam campuran, Va


(58)

atau sering disebut VIM, juga dinyatakan sebagai persen dari total volume benda uji, merupakan volume pada campuran yang tidak terisi agregat dalam dan aspal.

Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran beraspal untuk menerima beban sampai terjadi alir (flow) pada suhu tertentu yang dinyatakan dalam kilogram.Stabilitas merupakan kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur, dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan, dan beban lalu lintas yang akan dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan dominan terdiri dari kendaraan berat, membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi. Sebaliknya perkerasan jalan yang diperuntukkan untuk melayani lalu lintas kendaraan ringan tentu tidak perlu mempunyai stabilitas yang tinggi.

Kelelehan (flow) merupakan keadaan perubahan bentuk suatu campuran beraspal yang terjadi akibat suatu beban yang diberikan selama pengujian, dinyatakan dalam mili meter. Ketahanan terhadap kelelehan (flow) merupakan kemampuan beton aspal menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya kelelahan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika mempergunakan kadar aspal yang tinggi.

Marshall quetient adalah rasio antara nilai stabilitas dan kelelehan. Rongga di antara mineral agregat (VMA) adalah ruang di antara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat) yang dapat dilihat pada Gambar 3.VMA dihitung berdasarkan BJ Bulk (Gsb) agregat dan dinyatakan sebagai persen volume Bulk campuran yang dipadatkan.


(59)

Sumber : Word.com

Gambar 2.5 : Ilustrasi pengertian VMA

Rongga udara dalam campuran atau VIM dalam campuran perkerasan beraspal terdiri atas ruang udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal. VIM dinyatakan dalam persentase terhadap volume beton aspal padat. Pengertian tentang VIM dapat diilustrasikan seperti tampak pada Gambar 4. di bawah ini.

Sumber : word.com


(60)

II.5.2.1.4. Prosedur Untuk Analisa Campuran Beraspal Panas Padat

Prosedur ini berlaku untuk benda uji padat yang dibuat di laboratorium dan pada contoh tidak terganggu yang diambil dari lapangan. Dengan menganalisa rongga udara dan rongga pada mineral agregat beberapa indikasi dari kinerja campuran aspal panas selama masa pelayanan dapat diperkirakan.

a. Garis besar prosedur.

Tahap analisa campuran aspal panas adalah sebagai berikut:

1. Uji berat jenis curah (bulk spesifik gravity) agregat kasar (AASHTO T85 atau ASTM C 127) dan agregat halus (AASHTO T84 atau ASTM C128)

2. Uji berat jenis aspal keras (AASHTO T 228 atau ASTM D 70) dan bahan

pengisi (AASHTO T 100 atau ASTM D 854)

3. Hitung berat jenis curah dari agregat kombinasi dalam campuran

4. Uji berat jenis maksimum campuran lepas (ASTM D 2041) ASTM T 29

5. Uji berat jenis campuran padat (ASTM D 1188 atau ASTM D 2726)

6. Hitung berat jenis effektif agregat 7. Hitung absorbsi aspal dari agregat

8. Hitung persen rongga diantara mineral agregat (VMA) pada campuran padat

9. Hitung persen rongga (VIM) dalam campuran padat


(61)

b. Parameter dan formula perhitungan.

Parameter dan formula untuk menganalisa campuran aspal panas adalah sebagai berikut:

1. Berat jenis curah agregat

Pada total agregat yang terdiri dari beberapa fraksi agregat kasar, agregat halus dan pengisi yang masing-masing mempunyai berat jenis curah gabungan agregat dapat ditentukan sebagai berikut:

= � +� +⋯+�� � +�� +⋯+��

... (2.3)

Dengan pengertian:

Gsb = berat jenis curah total agregat

, , … = Persentase dalam berat agregat 1, 2,...,n

, , … = berat jenis curah agregat 1, 2,..., n

Berat jenis curah bahan pengisi sukar ditentukan secara akurat, tetapi dengan menggunakan berat jenis semua kesalahan umumnya kecil dapat di abaikan.

2. Berat jenis effektif agregat.

Jika berdasarkan berat jenis maksimum campuran (Gmm). Berat jenis effektif agregat dapat ditentukan dengan formula sebagai berikut:

= �� −� � −����

... (2.4)

Dengan penngertian:

Gse = Berat jenis effektif agregat

Pmm = Total campuran lepas, persentase terhadap berat total campuran 100%


(62)

Gmm = berat jenis maksimum (tidak ada rongga udara) ASTM D 2041

Gb = berat jenis aspal

Catatan :

Volume aspal yang terserap oleh aspal, agregat umumnya lebih kecil dari voume air yang terserap. Besarnya berat jenis effektif agregat harus diantara berat jenis curah dan semu agregat.

Berat jenis semu (Gsa) dihitung dengan formula:

= �� +� +⋯+� � +�� +⋯+��

... (2.5)

Dengan pengertian :

Gsa = berat jenis semu total agregat

, , … = persentase dalam berat agregat 1, 2,..., n

, , … = berat jenis semu agregat 1, 2,..., n

3. Berat jenis maksimum dari campuran dengan perbedaan kadar aspal

Pada perencanaan campuran dengan suatu agregat tertentu berat jenis maksimum Gmm, untuk kadar yang berbeda diperlukan untuk menghitung persentase rongga udara masing-masing kadar aspal.

Berat jenis maksimum dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

�� = ��� ���+����

... (2.6)

Dengan pengertian:

Gmm = berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)

Pmm = campuran lepas total, persentase terhadap berat total campuran 100%

Ps = agregat, persen berat total campuran


(63)

Gse = berat jenis effektif agregat

Gb = berat jenis aspal

4. Penyerapan aspal.

Penyerapan aspal tidak dinyatakan dalam presentase total campuran tetapi dinyatakan sebagai persentase berat agregat, penyerapan aspal dapat dihitung dengan persamaaan sebagai berikut:

= � �−�� ×� � ... (2.7) Dengan pengertian:

Pba = aspal yang terserap, persen berat agregat Gse = berat jenis effektif agregat

Gsb = berat jenis curah agregat Gb = berat jenis aspal

5. Kadar aspal effektif campuran

Kadar aspal effektif campuran adalah kadar aspal total dikurangi besarnya jumlah aspal yang meresap kedalam partikel agregat. Persamaan untuk perhitungan adalah sebagai berikut:

= − � ... (2.8) Dengan pengertian:

Pbe = kadar aspal effektif persen total campuran Ps = agregat, persen berat total campuran Pb = aspal, persen berat total campuran


(64)

6. Persen VMA pada campuran aspal panas padat.

Rongga adalah mineral agregat, VMA adalah rongga antar partikel agregat pada campuran padat termasuk rongga udara dan kadar aspal effektif, dinyatakan dalam persen volume total. VMA dihtung berdasarkan berat jenis agregat curah (bulk) dan dinyatakan dalam persentase dari volume curah campuran padat.

Jika komposisi campuran di tentukan sebagai persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

� � = − � −� ... (2.9) Dengan pengertian:

VMA = rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)

Gsb = berat jenis curah campuran padat

Pbs = Agregat, persen berat total campuran

Gmb = berat jenis curah campuran padat (ASTM D 1726)

Atau jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

� � = − � × +� × ... (2.10) Dengan pengertian:

Pb= aspal, persen berat agregat

Gmb= berat jenis curah campuran padat Gsb= berat jenis curah agregat

7. Perhitungan rongga udara dalam campuran padat.

Rongga udara, Pa dalam campuran padat terdiri atas ruang-ruang kecil antara partikel agregat terselimuti aspal, rongga udara dihitung dengan persamaan


(65)

= � −� ... (2.11) Dengan pengertian:

Pa = rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume

Gmm = berat jenis maksimum campuran (tidak ada rongga udara)

Gmb = berat jenis curah campuran padat

8. Persen VFA (sering disebut VFB) dalam campuran padat.

Rongga udara terisi aspal, VFA merupakan persentase rongga antar agregat partikel (VMA) yang terisi aspal, VFA tidak termasuk aspal yang terserap agregat, dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

� � = � −� ... (2.12) Dengan pengertian:

VFA = rongga terisi aspal, persen dari VMA

VMA = rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)

Pa = rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume

II.5.3. Evaluasi Hasil Uji Marshall

Untuk mengetahui karakteristik campuran yang direncankan memenuhi kriteria yang telah di tentukan, maka perlu dilakukan evaluasi hasil pengujian Marshall, meliputi: nilai stabiltas, pelelehan, dan stabilitas sisa, juga termasuk evaluasi hasil perhitungan volumetrik.


(66)

II.5.3.1. Stabilitas

Pengukuran nilai stabilitas pada uji Marshall yang dilakukan pada benda uji harus mempunyai tebal standar 2,5 in (63,5), apabila diperoleh tinggi benda uji tidak standar, maka perlu dilakukan koreksi, yaitu dengan mengalikan hasil yang diperoleh dari uji stabilitas dengan nilai yang telah ditetapkan.

II.5.3.2. Pelelehan

Nilai pelelehan yang diperoleh dari uji Marshall adalah nilai batas kekuatan stabilitas dari benda uji yang telah mengalami kehancuran antara komponen bahan pada benda uji.

Setelah diketahui nilai stabilitas dan pelelehan perlu diketahui kuosein Marshall yang merupakan hasil bagi keduanya.

Pada penggambaran hubungan stabilitas, pelelehan dan kuosien Marshall dengan kadar aspal akan mempunyai trend umum:

 Nilai stabilitas sejalan dengan bertambahnya kadar aspal dalam campuran sampai nilai maksimum saat nilai stabilitas berkurang.

 Nilai pelelehan bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar aspal.

 Nilai kuoisen Marshall bertambah sejalan dengan bertambahnya kadar aspal dalam campuran sampai suatu nilai maksimum setelah nilai kuosien Marshall berkurang.

Apabila hasil penggambaran tidak sesuai trend, maka perlu dilakukan evaluasi dari hasil pengujian, apakah alat yang digunakan untuk pengujian tidak standar atau terdapat kekeliruan dalam perhitungan.


(1)

terikat secara fisika ke aspal maka berlangsung proses oksidasi-reduksi yang lebih cepat terhadap aspal. Hal inilah yang menyebabkan aspal sangat besar mengalami kerusakan yang di sebabkan air laut. Namun secara keseluruhan baik pola perendaman air laut maupun air hujan, semakin lama campuran aspal terendam oleh masing-masing zat cair tersebut dapat mempengaruhi kinerja berupa penurunan durabilitas atau keawetan campuran.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemiriksaan Material Campuran Aspal

a. Seluruh pemeriksaan aspal keras pen 60/70 telah memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2010 rev.2.

b. Seluruh pemeriksaan agregat baik CA, MA, St. Dust, serta NA telah memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2010 rev.2. 2. Penentuan Campuran Aspal Ideal

a. Campuran aspal ideal digunakan sebagai campuran yang akan direndam dalam zat cair, baik air laut maupun air hujan terdiri dari campuran aspal penetrasi 60/70 Pertamina.

b. Kadar aspal untuk campuran aspal ideal yang digunakan untuk kedua pola perendaman yaitu sebesar 6,1%.

3. Pengaruh Perendaman Air laut dan Air Hujan Terhadap Karakteristik Campuran

a. VIM (Void in Miture)

 Semakin lama campuran aspal terendam, maka nilai VIM cenderung semkin meningkat.

 Peningkatan nilai VIM pada campuran aspal perendaman air laut lebih besar dibanding campuran aspal perendaman air hujan.


(3)

 Besarnya peningkatan nilai VIM pada kedua jenis perendaman ini (air laut dan air hujan) melampaui batas yang telah ditetapkan dalam spesifikasi Dept.PU 2010 rev.2 yang menetapkan nilai toleransi untuk VIM maksimum sebesar 5% dan minimum 3%.

b. VMA (Void in Mineral Aggregate)

 Semakin lama campuran aspal terendam, maka nilai VMA akan semakin meningkat.

 Peningkatan nilai VMA pada campuran aspal perendaman air laut lebih besar dibanding campuran aspal perendaman air hujan.

 Besarnya peningkatan nilai VMA pada kedua jenis perendaman ini (air laut dan air hujan) sesuai yang telah di syaratkan dalam spesifikasi Dept.PU 2010 rev.2 yang menetapkan nilai toleransi untuk VMA minimum 15%.

c. Stabilitas

 Semakin lama campuran aspal terendam, maka nilai stabilitas akan semakin menurun.

 Nilai stabilitas berdasarkan hasil pengujian lebih baik pada perendaman dengan menggunakan air hujan dibandingkan air laut.

 Besarnya penurunan nilai stabilitas pada kedua jenis perendaman ini (air laut dan air hujan) sesuai yang telah di syaratkan dalam spesifikasi Dept.PU 2010 rev.2 yang menetapkan nilai toleransi untuk stabilitas minimum 800 kg.

 Untuk retained stability, penurunan yang terjadi berdasarkan hasil pengujian tidak memenuhi syarat sesuai yang telah di syaratkan dalam


(4)

spesifikasi Dept.PU 2010 rev.2 yang menetapkan nilai toleransi untuk stabilitas minimum 90% untuk perendaman 24 jam.

d. Kelelehan

 Semakin lama campuran aspal terendam, maka nilai kelelehan akan cenderung menurun.

 Nilai flow berdasarkan hasil pengujian lebih baik pada perendaman dengan menggunakan air hujan dibandingkan air laut.

 Besarnya penurunan nilai kelelehan pada kedua jenis perendaman ini (air laut dan air hujan) sesuai yang telah di syaratkan dalam spesifikasi Dept.PU 2010 rev.2 yang menetapkan nilai toleransi untuk kelelehan minimum 3 mm.

e. MQ (Marshall Quotient)

 Semakin lama campuran aspal terendam, maka nilai MQ akan cenderung menurun.

 Nilai MQ berdasarkan hasil pengujian lebih baik pada perendaman dengan menggunakan air hujan dibandingkan air laut.

 Besarnya penurunan nilai MQ pada kedua jenis perendaman ini (air laut dan air hujan) sesuai yang telah di syaratkan dalam spesifikasi Dept.PU 2010 rev.2 yang menetapkan nilai toleransi untuk kelelehan minimum 250 kg/mm.


(5)

V.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diusulkan beberapa saran sebagai berikut:

1. Untuk perencanaan campuran yang akan digunakan pada perencanaan jalan raya, khususnya untuk jalan pesisir pantai dan yang tergenang air hujan, perlu ditambahkan zat additive/zat lain yang dapat membantu menjaga mutu dari campuran aspal agar campuran aspal tetap baik serta proses pemadatan dan lainnya dalam pengerjaan haruslah baik.

2. Dikarenakan perubahan setelah pengujian sangatlah besar, maka perlu dilakukan penelitian tetang parameter air laut dan air hujan secara mendalam untuk mengetahui secara mendetail penyebab terjadi perubahan pada campuran serta untuk mendapatkan solusi yang lebih bagus untuk diterapkan sebagai formula pada perencanaan campuran aspal.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Amal, Syaiful, Andi. 2002. Variasi Perendaman pada Campuran Beton Aspal terhadap Nilai Stabilitas Marshall. Universitas Muhammadiyah Malang Departemen Pekerjaan Umum, Bina Marga, 1983, Petunjuk Pelaksanaan Lapis

Aspal Beton (Laston) No. 13/Pt/B/1983. Jakarta.

Nurhudayah. Dato, Karim, Abdul. Parung, Herman. 2009. Studi Genangan Air Terhadap Kerusakan Jalan Di Kota Gorontalo, Simposium XII FSTPT, Universitas Kristen Petra Surabaya

Prabowo, Hari, Agung, Pengaruh Rendaman Air Laut Pasang (Rob) Terhadap Kinerja Lataston (Hrs-Wc) Berdasarkan Uji Marshall Dan Uji Durabilitas Modifikasi.

Rahim Arman, Wihardi W, Muhiddin Bakri A, 2003, Pengaruh Air Laut terhadap Karakteristik Perkerasan Aspal Porus yang Menggunakan Asbuton sebagai Bahan Pengikat. Smartek.

Riyadi, Aep. 2011. Pengaruh Air Rob Terhadap Karakteristik Campuran Laston

Modifikasi Untuk Lapis Permukaan (ACWC Modified), Universita

Indonesia.

Sukirman, Silvia. 2003.Beton Aspal Campur Panas. Granit. Jakarta. Sukirman, S. 1999. Perkerasan lentur jalan raya. Bandung: nova

Tahir, Anas, dkk. 2003, Kinerja Durabilitas Campuran Beton Aspal Ditinjau