BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspal - Kajian Sifat Mekanik Pada Campuran Aspal Dengan Palm Oil Fly Ash Akibat Beban Tekan Dan Ketahanan Rendam Air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal

  Aspal adalah material termoplastik yang akan menjadi keras atau lebih kental jika temperatur berkurang dan akan lunak atau lebih cair jika temperatur bertambah. Sifat ini dinamakan kepekaan terhadap perubahan temperatur, yang dipengaruhi oleh komposisi kimiawi aspal walaupun mungkin mempunyai nilai penetrasi atau viskositas yang sama pada temperatur tertentu. Aspal yang mengandung lilin lebih peka terhadap temperatur dibandingkan dengan aspal yang tidak mengandung lilin. Hal ini terlihat pada aspal yang mempunyai viskositas yang sama pada temperatur tinggi tetapi sangat berbeda viskositas pada temperatur rendah. Kepekaan terhadap temperatur akan menjadi dasar perbedaan umur aspal untuk menjadi retak ataupun mengeras. Aspal bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, mempunyai daya lekat, mengandung bagian utama yaitu hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami dan terlarut dalam karbondisulfida.Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan.Aspal merupakan bahan yang sangat kompleks dan secara kimia belum dikarakterisasi dengan baik.Kandungan utama aspal adalah senyawa karbon jenuh dan tak jenuh, alifatik dan aromatik yang mempunyai atom karbon sampai 150 per molekul. Atom-atom selain hidrogen dan karbon yang juga menyusun aspal adalah nitrogen, oksigen, belerang, dan beberapa atom lain. Secara kuantitatif, biasanya 80% massa aspal adalah karbon, 10% hydrogen, 6% belerang, dan sisanya oksigen dan nitrogen, serta sejumlah renik besi, nikel, dan vanadium. Senyawa-senyawa ini sering dikelaskan atas aspalten (yang massa molekulnya kecil) dan malten (yang massa molekulnya besar). Biasanya aspal mengandung 5 sampai 25% aspalten.Sebagian besar senyawa pada aspal adalah senyawa polar.

2.1.1 Fungsi Aspal

  Fungsi aspal adalah sebagai berikut :

  1. Untuk mengikat batuan agar tidak lepas dari permukaan jalan akibat lalu lintas(water proofing, protect terhadap erosi).

  2. Sebagai bahan pelapis dan perekat agregat.

  3. Lapis resap pengikat (prime coat) adalah lapisan tipis aspal cair yang diletakandi atas lapis pondasi sebelum lapis berikutnya.

  4. Lapis pengikat (tack coat) adalah lapis aspal cair yang diletakan di atas jalan

  yangtelah beraspal sebelum lapis berikutnya dihampar, berfungsi pengikat di antarakeduanya.

  5. Sebagai pengisi ruang yang kosong antara agregat kasar, agregat halus, dan filler.

2.1.2 Jenis Aspal

  Aspal yang digunakan sebagai bahan untuk pembuatan jalan terbagi atas jenis-jenis berikut, yaitu:

1. Aspal Alam

  Aspal Alam adalah aspal yang secara alamiah terjadi di alam. Berdasarkan depositnya aspal alam ini dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu: a)

  Aspal Danau Angka penetrasi dari aspal ini sangat rendah dan titik lembek sangat tinggi.Karena aspal ini dicampur dengan aspal keras yang mempunyai angka penetrasi yang tinggi dengan perbandingan tertentu sehingga dihasilkan aspal dengan angka penetrasi yang diinginkan.Aspal ini secara alamiah terdapat di danau Trinidad, Venezuella dan lewele.Aspal ini terdiri dari bitumen, mineral, dan bahan organik lainnya.

  b) Aspal Batu

  Aspal dari deposit ini terbentuk dalam celah-calah batuan kapur dan batuan pasir. Aspal yang terkandung dalam batuan ini berkisar antara 12 – 35 % dari masa batu tersebut dan memiliki persentasi antara 0 – 40.Untuk pemakaiannya, deposit ini harus ditimbang terlebih dahulu, lalu aspalnya diekstrasidan dicampur dengan minyak pelunak atau aspal keras dengan angka penetrasi sesuai dengan yang diinginkan.Pada saat ini aspal batu telah dikembangkan lebih lanjut, sehingga menghasilkan aspal batu dalam bentuk butiran partikel yang berukuran lebih kecil dari 1 mm dan dalam bentuk mastik.Aspal batu Kentucky dan buton adalah aspal yang secara alamiah terdeposit di daerah Kentucky, USA dan di pulau buton, Indonesia.

2. Aspal Hasil Destilasi

  Minyak mentah disuling dengan cara Destilasi, yaitu proses dimana berbagai fraksi dipisahkan dari minyak mentah tersebut. Proses destilasi ini disertai oleh kenaikan temperatur pemanasan minyak mentah tersebut. Pada setiap temperatur tertentu dari proses destilasi akan dihasilkan produk-produk berbasis minyak. Berikut merupakan jenis-jenis dari aspal hasil destilasi :

  a. Aspal Keras Pada proses Destilasi fraksi ringan yang terkandung dalam minyak bumi dipisahkan dengan destilasi sederhana hingga menyisakan suatu residu yang dikenal dengan nama aspal keras. Dalam proses destilasi ini, aspal keras baru dihasilkan melalui proses destilasii hampa pada temperatur sekitar 480 ºC. Temperatur ini bervariasi tergantung pada sumber minyak mentah yang disulaing atau tingkat aspal keras yang akan dihasilkan.

  Untuk menghasilkan aspal keras dengan sifat-sifat yang diinginkan, proses penyulingan harus ditangani sedemikian rupa sehingga dapat mengontrol sifat-sifat aspal keras yang dihasilkan. Hal ini sering dilakukan dengan mencampur berbagai variasi minyak mentah bersama-sama sebelum proses destilasi dilakukan. Pencampuran ini nantinya agar dihasilkan aspal keras dengan sifat-sifat yang bervariasi, sesuai dengan sifat-sifat yang diinginkan.

  Selain melalui proses destilasi hampa dimana aspal dihasilkan dari minyak mentah dengan pemanasan dan penghampaan, aspal keras juga dapat dihasilkan melalui proses ekstraksi zat pelarut. Dalam proses ini fraksi minyak ( bensin, solar, dan minyak tanah) yang terkandung dalam minyak mentah, dikeluarkan sehingga meninggalkan aspal sebagai residu.

  Aspal keras yang dihasilkan dengan sifat-sifat yang diinginkan melalui proses penyulingan yang ditangani sedemikian rupa biasanya digunakan untuk bahan pembuatan AC (Asphalt Concrete). Jenis-jenisnya adalah sebagai berikut :

  1. Aspal penetrasi rendah 40/50, digunakan untuk kasus : Jalan dengan volume lalu lintas tinggi dan daerah dengan cuaca iklim panas.

  2. Aspal penetrasi rendah 60/70, digunakan untuk kasus : Jalan dengan volume lalu lintas sedang/tinggi dan daerah dengan cuaca iklim panas.

  3. Aspal penetrasi tinggi 80/90, digunakan untuk kasus : Jalan dengan volume lalu lintas sedang/rendah dan daerah dengan cuaca iklim dingin.

  4. Aspal penetrasi tinggi 100/110, digunakan untuk kasus : Jalan dengan volume lalu lintas rendah dan daerah dengan cuaca iklim dingin.

  b. Aspal Cair Aspal cair dihasilkan dengan melarutkan aspal keras dengan bahan pelarut berbasis minyak. Aspal ini dapet juga dihasilkan secara langsung dari proses destilasi, dimana dalam proses ini raksi minyak ringan terkandung dalam minyak mentah tidak seluruhnya dikeluarkan. Kecepatan menguap dari minyak yang digunakan sebagai pelarut atau minyak yang sengaja ditinggalkan dalam residu pada proses destilasi akan menentukan jenis aspal cair yang dihasilkan. Aspal cair dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu: 1.

  Aspal Cair Cepat Mantap (RC = Rapid Curing), yaitu aspal cair yang bahan pelarutnya cepat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini biasanya adalah bensin 2. Aspal Cair Mantap Sedang (MC = Medium Curing), yaituaspal cair yang bahan pelarutnya tidak begitu cepat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini biasanya adalah minyak tanah 3. Aspal Cair Lambar Mantap (SC = Slow Curing), yaitu aspal cair yang bahan pelarutnya lambat menguap. Pelarut yang digunakan pada aspal jenis ini adalah solar.

  c. Aspal Emulsi Aspal emulsi dihasilkan melalui proses pengemulsian aspal keras. Pada proses ini partikel-partikel aspal keras dipisahkan dan didispersikan dalam airyang mengandung emulsifer (emulgator). Partikel aspal yang terdispersi ini berukuran sangat kecil bahkan sebagian besar berukuran sangat kecil bahkansebagian besar berukuran koloid.Jenis emulsiferyang digunakan sangat mempengaruhi jenis dan kecepatan pengikatan aspal emulsi yang dihasilkan. Berdasarkan muatan listrik zat pengemulsi yang digunakan, Aspal emulsi yang dihasilkan dapat dibedakan menjadi : 1.

  Aspal emulsi Anionik, yaitu aspal emulsi yang berion negative 2. Aspal emulsi Kationik, yaitu aspal emulsi yang berion positif 3. Aspal emulsi non-Ionik, yaitu aspal emulsi yang tidsk berion (netral)

3. Aspal Modifikasi

  Aspal modifikasi dibuat dengan mencampur aspal keras dengan suatu bahan tambah.Polymer adalah jenis bahan tambah yang sering di gunakan saat ini, sehinga aspal modifikasi sering disebut juga aspal polymer. Antara lain berdasarkan sifatnya, ada dua jenis bahan polymer yang biasanya digunakan untuk tujuan ini, yaitu: a)

  Aspal Polymer Plastomer Seperti halnya dengan aspal polymer elastomer, penambahan bahan polymer plastomer pada aspal keras juga dimaksudkan untuk meningkatkan sifat rheologi baik pada aspal keras dan sifat fisik campuran beraspal. Jenis polymer plastomer yang telah banyak digunakan antara lain adalah EVA ( Ethylene Vinyle Acetate), Polypropilene, dan Polyethilene. Presentase penambahan polymer ini kedalam aspal keras juga harus ditentukan berdasarkan pengujian labolatorium, karena penambahan bahan tambah sampai dengan batas tertentu penambahan ini dapat memperbaiki sifat- sifat rheologi aspal dan campuran tetapi penambahan yang berlebiha justru akan memberikan pengaruh yang negatif.

  b) Aspal Polymer Elastomer dan karet

  Aspal Polymer elastomer dan karet adalah jenis – jenis polyer elastomer yang SBS (Styrene Butadine Sterene), SBR (Styrene Butadine Rubber), SIS (Styrene Isoprene Styrene), dan karet hádala jenis polymer elastoner yang biasanya digunakan sebagai bahan pencampur aspal keras. Penambahanpolymer jenis ini dimaksudkan untuk memperbaiki sifat rheologiaspal, antara lain penetrasi, kekentalan, titik lembek dan elastisitas aspal keras. Campuran beraspal yang dibuat dengan aspal polymer elastomer akan memiliki tingkat elastisitas yang lebih tinggi dari campuran beraspal yang dibuat dengan aspal keras. Presentase penambahan bahan tambah ( additive) pada pembuatan aspal polymer harus ditentukan berdasarkan pengujian labolatorium, karena penambahan bahan tambah sampai dengan batas tertentu memang dapat memperbaiki sifat-sifat rheologi aspal dan campuran tetapi penambahan yang berlebiha justru akan memberikan pengaruh yang negatif.

  2.1.3 Klasifikasi Aspal

  Aspal keras dapat di klasifikasikan kedalam tingkatan ( grade ) atau kelas berdasarkan dua sistem yang berbeda, yaitu :

  1. Viskositas Dalam sistem viskositas, satuan poise adalah estándar pengukuran viskositas absolut. Makin tinggi nilai poise statu aspal makin kental aspal tersebut. Beberapa

  Negara mengelompokan aspal berdasarkan viskositas estela penuaan. Ide ini untuk mengidentifikasikan viskositas aspal estela penghamparan di lapangan. Untuk mensimulasikan penuaan aspal selama pencampuran, aspal segar yang akan digunakan dituangkan terlebihdahul dalam oven melalui pengujian Thin Film Oven

  

Test (TFOT) dan Rolling Film Oven Test (RTFOT). Sisa aspal yang tertinggal

  (residu) kemudian ditentukan tingkatannya (grade) berdasarkan fiskositasnya dalam satuan poise.

  2. Uji Penetrasi Pada uji ini, sebuah jarum standar dengna beban 10 gram (termasuk berat jarum) ditusukan keatas permukaan aspal, panjang jarum yang masuk kedalam contoh aspal dalam waktu lima detik diukur dalam satuan persepuluh mili meter (0,1 mm) dan dinyatakan sebagai nilai penetrasi aspal. Semakin kecil nilai penetrasi aspal, semakin keras aspal tersebut.

  2.1.4 Campuran Beraspal

  Campuran beraspal merupakan campuran yang terdiri dari kombinasi agregat kasar, agregat halus dan filler yang dicampur dengan aspal.Pencampuran dilakukan sedemikian rupa sehingga permukaan agregat terselimuti aspal dengan seragam. Campuran beraspal terdiri dari dua keadaan : panas (hotmix) dan dingin (coldmix).

2.1.4.1 Jenis Campuran Beraspal

  Jenis campuran beraspal dapat dibagi tiga berdasarkan jumlah lapisan dan jenis agregat yang digunakan sebagai konstruksi jalan, yaitu:

  1. Laston (lapisan aspal beton / AC / Asphalt Concrete) Laston adalah lapis permukaan atau lapis fondasi yang terdiri atas tiga lapisan yaitu: a.

  Lapis fondasi (AC-Base / Asphalt Concrete-Base) : adalah lapisan pertama yang berfungsi sebagai fondasi jalan.

  b. Lapis permukaan antara (AC-BC / Asphalt Concrete-Binder Course) : adalah lapisan kedua yang berada di antara AC-Base dan AC-WC yang berfungsi untuk mengikat kedua lapisan tersebut.

  c.

  Lapis aus (AC-WC / Asphalt Concrete-Wearing Course) : adalah lapisan ketiga yang berfungsi sebagai penahan keausan akibat berat kendaraan, gesekan ban kendaraan dan pengaruh cuaca.

  2. Lataston (lapis tipis aspal beton / HRS / Hot Rolled Sheet) Lataston adalah lapis permukaan berupa mortar pasir aspal yang diberi sisipan butiran kasar dari agregat yang bergradasi senjang dengan dominasi pasir dan aspal keras, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu.

  a.

  Lapis fondasi (HRS-Base / Hot Rolled Sheet-Base) :adalah lapisan pertama yang berfungsi sebagai fondasi jalan.

  b.

  Lapis aus (HRS-WC / Hot Rolled Sheet-Wearing Course) : adalah lapisan kedua yang berfungsi sebagai penahan keausan akibat berat kendaraan, gesekan ban kendaraan dan pengaruh cuaca.

  3. Latasir (lapis tipis aspal pasir / Sand Sheet) Latasir adalah lapis penutup permukaan jalan yang terdiri atas agregat halus atau pasir atau campuran keduanya dan aspal keras yang dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu.

2.2 Fly Ash

  Fly ash atau abu terbang merupakan salah satu produk sisa dari proses pembakaran diruang bakar suatu pembangkit, fly ash ini biasanya berbentuk partikel-partikel halus yang keberadaannya dapat membahayakan kesehatan manusia jika tidak ditangani dengan benar. Seiring dengan kemajuan teknologi maka saat ini keberadaan fly ash tidak hanya sebagai limbah tidak bermanfaat tetapi telah dipergunakan untuk campuran beragam jenis produk seperti semen, bata tahan api dan metal matrix komposit.

2.2.1 Fly Ash Batubara

  Fly ash disebut juga Abu terbang ialah limbah hasil pembakaran batu

  bara pada tungku pembangkit listrik tenaga uap yang berbentuk halus, bundar dan bersifat pozolanik (SNI 03-6414-2002). Abu terbang adalah bagian dari abu

  bakar yang berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari campuran gas tungku pembakaran yang menggunakan bahan batubara.Abu terbang diambil secara mekanik dengan sistem pengendapan electrostatik. (Hidayat,1986) Abu terbang termasuk bahan pozolan buatan (lea. FM 1971 (dalam Hidayat, 1986)).Karena sifatnya yang pozolanic, sehingga abu terbang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti sebagian pemakaian semen, baik untuk adukan maupun untuk campuran beton. Keuntungan lain dari abu terbang yang mutunya baik ialah dapat meningkatkan ketahanan / keawetan beton terhadap ion sulfat dan juga dapat menurunkan panas hidrasi semen. Komponen terbesar yang terkandung dalam fly ash adalah silika (SiO2), alumina (Al2O3), oksida kalsium (CaO) dan oksida besi (Fe2O3). Fly ash banyak digunakan dan diakui secara luas sebagai campuran cement, concrete dan material-material khusus lainnya. Densitas fly ash berkisar antara 1,3 g/cm3 dan 4,8 g/cm3, besar densitas tersebut tergantung dari unsur kimia dan porositas yang terjadi di dalamnya.

  Abuterbangbatubaraumumnyadibuangdi ashlagoonatauditumpukbegitusaja didalam areaindustri.Penumpukanabuterbangbatubarainimenimbulkanmasalah bagi lingkungan.Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknyaterhadaplingkungan.Saatiniabuterbangbatubaradigunakandalam pabrik semensebagaisalahsatubahancampuran pembuatbeton.Selainitu,sebenarnyaabu terbang batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam, yaitu :

  1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan

  2. Penimbun lahan bekas pertambangan

  3. Recovery magnetic, cenosphere, dan karbon

  4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori

  5. Bahan penggosok (polisher)

  6. Filler aspal, plastik, dan kertas

  7. Pengganti dan bahan baku semen

  8. Aditif dalampengolahan limbah (waste stabilization)

  9. Konversi menjadi zeolit dan adsorben

2.2.1.1 Sifat Kimia Fly Ash Batubara

  Komponenutamadariabuterbang batubara yang berasal dari pembangkit listrik adalahsilika(SiO2),alumina,(Al2O3), besioksida(Fe2O3),kalsium(CaO)dan sisanyaadalahmagnesium,potasium,sodium,titanium danbelerangdalam jumlah yang sedikit.Sifatkimiadariabuterbangbatubaradipengaruhiolehjenisbatubarayangdibaka r danteknikpenyimpanansertapenanganannya.Pembakaran batubara lignit dan sub- bituminousmenghasilkanabuterbangdengankalsium danmagnesium oksidalebih banyak dari pada jenis bituminous. Namun, memiliki kandungan silika, alumina, dan karbon yang lebih sedikit dari pada bituminous. Berikut merupakan tabel sifat kimia fly ash batubara

Tabel 2.1. Komposisi Kimia Salah Satu Jenis Abu Terbang Batubara

  Komponen Sub Bituminous( % )

  SiO2 40-60 Al2O3 20-30 Fe2O3 04-Okt

  CaO Mei-30 MgO 01-Jun SO3 01-Jun

  Na2O 0-2 K2O 0-4

  LOI 0-3

2.2.2 Palm Oil Fly Ash (abu terbang kelapa sawit)

  Palm oil fly ashadalahsisadaripembakaranpadaboiler yang berupaabu dengan jumlah yangterus meningkat sepanjang tahun yang sampaisekarang masihbelumtermanfaatkan.

  Produksi CPO Buah Sawit

  Cangkang sawit Partikel Ash Boiler Udara

  (bahan bakar) Ringan Pertikel Ash Tungku bak berat penampungan

  Palm Oil Fly Ash

Gambar 2.1 Diagram Alir Palm Oil Fly Ash

  DarihasilprosespembuatanCrude PalmOil(CPO)maka akandihasilkan limbahpadatdiantaranya serabutbuahdancangkangkelapasawit yang dapat mencemari lingkungan apabila tidak dimanfaatkan dan dibiarkan. Sebagian Pabrik Kelapa Sawit (PKS) halinitidakmenjadi masalahbagikarenalimbah ini cangkang dan serbut buah dapat digunakan sebagaibahanbakarpadaboiler.Limbahpadatberupacangkang dan seratdigunakansebagaibahanbakar ketel(boiler) untukmenghasilkanenergi mekanikdanpanas.Uapdariboiler dimanfaatkanuntukmenghasilkanenergi listrik dan untuk merebus TBSsebelumdiolah di dalam pabrik.

  Cangkang danseratbuahsawityang sudahterbakar,akanmenghasilkansisa- sisa pembakaran yang nantinya akan menjadi limbah daripada boiler atau furnance (tungku pembakaran)berupa:

  1. Abu Terbang (Fly ash) ,yakni abu yang beradadibawah tungku tepatnyaditempat pengumpulanabu.

Gambar 2.2 Abu Terbang (Palm Oil Fly Ash)

  2. Kerakboiler kelapasawit (Bottom Ash) , yaitu kerakyangmelekat padadindingboiler.

  (a) (b)

Gambar 2.3 (a) Bottom ash sebelum digrinding (b) Bottom ash sesudah di grinding

  Dalam limbahabusawitbanyak mengandungunsursilika(SiO2)yangmerupakanbahanpozzolanic.Berdasarkan penelitianyangdilakukanGrailledkk(1985)ternyatalimbahabusawitbanyak mengandungunsur silika (SiO2)yangmerupakanbahan pozzolanic. Hayward (1995) dalamUtama dan Saputra (2005) menyatakandalam bahanpozzolanadaduasenyawautamayang mempunyaiperanan penting dalam pembentukansemenyaitusenyawa SiO2dan Al2O3yang dimanaabuSawit merupakan bahan pozzolanic,yaitu materialyang tidak mengikatseperti semen, namunmengandung senyawasilikaoksida(SiO2)aktifyangapabila bereaksi dengankapur bebasatauKalsiumHidroksida (Ca(OH2)) danairakanmembentuk material seperti semenyaitu Kalsium Silikat Hidrat. Unsur penyusun fly ash sangatlah beragam tergantung dari sumber bahan bakarnya, tetapi pada umumnya fly ash mengandung SiO2,CaO,seperti diperlihatkan pada tabel berikut : Tabel.2.2 Chemical composition of OPC and Palm Oil Fuel Ash

  Chemical Consituents OPC (%) POFA (%) Silicon Dioxide (SiO 2 )

  20.1

  55.20 Aluminium Oxide (Al

  2 O 3 )

  4.9

  4.48 Ferric Oxide (Fe O )

  2.5

  5.44

  2

  3 Calsium Oxide (CaO)

  65

  4.12 Magnesium Oxide (MgO)

  3.1

  2.25 Sodium Oxide (Na

  2 O)

  0.2

  0.1 Potasium Oxide (K

  2 O)

  0.4

  2.28 Sulphur Oxide ( SO2 )

  2.3

  2.25 Loss On Ignition (LOI)

  2.4

  13.86

2.3 Agregat

  Agregat adalah butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen.

2.3.1 Jenis-jenis agregat

  Agregat dapat berupa material alam atau buatan, agregat menurut proses pengolahannya dapat dibagi atas tiga jenis

  1. Agregat alam Dapat dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam dengan sedikit proses pengolahan. Agregat ini terbentuk melalui proses erosi dan degradasi. Agregat dari alam dapat diklasifikasikan tiga kategori secara geologis yaitu :

  a) Batuan beku, batuan ini umumnya berbentuk kristal yang dibentuk akibat membekunya material magma pada rekahan bumi.

  b) Batuan sedimen, batuan ini terbentuk dari deposit material yang tidak larut

  (seperti batuan yang ada pada dasar laut atau danau), material ini terbentuk karena pemanasan dan tekanan, batuan sedimen biasanya berlapis-lapis dan diklasifikasikan berdasarkan mineral yang dominan seperti kapur, marmer, siliseous, argillaceous.

  c) Batuan metamorphic, batuan ini berasal dari lelehan atau sedimen yang terkena panas dan tekanan cukup tinggi yang merubah truktur mineralnya sehingga berbeda dari bentuk asalnya.

  2. Agregat melalui proses pengolahan

  Digunung-gunung atau dibukit-bukit dan sungai-sungai sering ditemui agregat yang masih berbentuk dan berukuran besar, sehingga diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dapat digunakan sebagai agregat pada konstruksi jalan.

3. Agregat buatan

  Agregat yang merupakan mineral pengisi/filler diperoleh dari hasil sampingan pabrik-pabrik semen tau mesin pemecah batu.

2.3.2 Klasifikasi Agregat

  Agregat berdasarkan ukuran/besar butirannya dapat dibagi atas tiga bagian yaitu :

  1. Agregat Halus Agregat halus pada umumnya terdiri dari pasir atau batuan yang lewat saringan No. 8 (2,360 mm) dan tertahan pada saringan No. 200 (0,075 mm) , Batuan sebagai agregat halus dalam pembuatan konstruksi jalan jika ditinjau dari asalnya dapat berupa pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batuan. Agar diperoleh mutu aspal yang baik , pasir yang akan digunakan harus memenuhi beberapa kriteria tertentu.

  Pasir harus terdiri dari butiran tajam, keras dan bersifat kekal.Selain itu pasir tidak boleh mengandung banyak lumpur dan bahan-bahan organik karena dapat mengurangi kekuatan aspal Fungsi utama agregat halus adalah memberikan stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui interlocking dan gesekan antar partikel.

  2. Agregat Kasar Agregat kasar terdiri dari batu pecah dan kerikil-kerikil yang tertahan disaringan No. 8 (2,360). Batu pecah diperoleh dari pemecah batu, sedangkan kerikil merupakan disintegrasi dari batuan. Perbedaan mendasar antara kerikil (koral) dengan batu pecah (split) adalah dengan permukaan yang lebih kasar maka batu pecah lebih menjamin ikatan yang lebih kokoh dengan semen.

  Sama halnya dengan agregat halagregat kasar harus memenuhi beberapa syarat, yaitu terdiri dari butir yang keras dan tidak berpori.Agregat jenis ini juga tidak boleh banyak mengandung lumpur dan kekerasan juga merupakan salah satu syaratnya.Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beranekaragam besarnya untuk memperoleh rongga-rongga seminimum mungkin. Pemakaian ukuran butiran ini juga tergantung dari dimensi penggunaan beton yang akan dibuat.

  3. Mineral pengisi/filler (semen) Mineral pengisi yaitu material yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm).Filler dapat berfungsi untuk mengurangi jumlah rongga dalam campuran, tapi jumlah filler harus dibatasi dalam suatu batas yang menguntungkan.Kadar filler yang terlampau tinggi menyebabkan campuran menjadi getas dan bila terlalu rendah menyebabkan campuran menjadi lembek pada temperatur yang relatif tinggi.

2.4 Metode Pengujian Marshall

  Konsep dasar Metode pengujian Marshall dalam campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-90.

  Prinsip dasar metode Marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Alat Marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) berkapasitas 22,2 KN (5000 lbs) dan flowmeter. Proving ring digunakan untuk mengukur nilai stabilitas, dan flowmeter untuk mengukur kelelehan plastis atau flow. Benda uji Marshall berbentuk silinder berdiameter 4 inchi (10,2 cm) dan tinggi 2,5 inchi (6,35 cm). Prosedur pengujian Marshall mengikuti SNI 06-2489-1991, atau AASHTO T 245-90, atau ASTM D 1559-76.

  Dua parameter penting ditentukan dalam pengujian tersebut, seperti beban maksimum yang dapat dipikul benda uji sebelum hancur atau Marshall Stability dan deformasi permanen dari sebelum hancur, yang disebut Marshall Flow, serta turunan dari keduanya yang merupakan perbandingan antara Marshall Stability dengan Marshall Flow yang disebut dengan Marshall Quotient yang merupakan nilai kekakuan berkembang yang menunjukkan ketahanan campuran beraspal terhadap deformasi permanen. Nilai dari Marshall stability diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

   Pembacaan arloji tekan × Angka korelasi beban × Faktor kalibrasi

  Uji perendaman Marshall merupakan uji lanjutan dari Marshall sebelumnya dengan maksud mengukur ketahanan daya ikat/adhesi campuran beraspal terhadap pengaruh air dan suhu. Ada beberapa cara yang digunakan untuk menilai tingkat durabilitas campuran beraspal salah satunya adalah dengan mencari Marshall Retained Strenght Index atau dengan cara lain yaitu dengan menghitung Indeks Penurunan Stabilitas. Perbedaan keduanya adalah dasar perbandingan dari variasi lamanya perendaman dalam alat water bath. Indeks penurunan kuat tekan campuran beraspal akibat pengaruh perendaman :

  Indeks kuat tekan sisa (0%) = S2/S1 × 100 % Dimana : S1 = Kuat tekan dari benda uji dengan perendaman 30 menit S2 = Kuat tekan dari benda uji dengan perendaman 24 jam.

2.5 Uji Tekan Statik

  Tegangan tekan berlawanan dengan tegangan tarik. Jika pada tegangan tarik, arah kedua gaya menjauhi ujung benda (kedua gaya saling berjauhan), maka pada tegangan tekan, arah kedua gaya saling mendekati. Dengan kata lain benda tidak ditarik tetapi ditekan (gaya-gaya bekerja di dalam benda). Kekuatan tekan material adalah nilai tegangan tekan uniaksial yang mempunyai modus kegagalan ketika saat pengujian.Perubahan bentuk benda yang disebabkan oleh tegangan tekan dinamakan mampatan.Misalnya pada tiang-tiang yang menopang beban, seperti tiang bangunan mengalami tegangan tekan.Kekuatan tekan diperoleh dari percobaan dengan alat pengujian tekan. Pengujian dengan cara seperti ini sering disebut dengan Brazilian

  Test ,

  Gambar 2.4Prinsip Brazilian Test Keterangan : Ketika dalam pengujian nantinya, diameter specimen akan menjadi lebih mengecil seperti menyebar lateral dan panjang nya bertambah

  Dalam pengujian ini tegangan (σ) pada saat gagal atau patah diberikan oleh persamaan:

  σ =

  A adalah luas penampang, besarnya sehingga dengan mensubstitusikan A ke

  

,

  2

  persamaan didapat:

  

2

σ =

  Dimana:

  2

  ) σ = Tegangan (N/mm F = Gaya maksimum (N) L = Panjang specimen (mm) D = Diameter (mm)

2.6 Respon Material Akibat Beban Tekan Statik

  Karakteristik suatu specimen harus terukur, untuk itu perlu suatu pengujian tekan statik agar karakteristik dapat diketahui.Karakteristik dapat diketahui dari respon yang dialami oleh material. Respon diakibatkan oleh adanya gangguan

  (disturbance) yang diberikan terhadap sebuah sistem, seperti: F (gaya), T (temperatur), dan lain-lain.

  (a).Sebelum uji tekan (b).Setelah uji tekan

Gambar 2.5 Pengujian beban tekan pada specimen

  Keterangan : Gambar A merupakan specimen sebelum dilakukan uji tekan, dan Gambar B merupakan hasil specimen yang sudah dilakukan pengujian tekan

  Pertimbangan yang paling penting dalam upaya untuk mencegah terjadinya kegagalan desain suatu struktur adalah tegangan yang terjadi tidak melebihi dari kekuatan material. Akan tetapi, ada banyak pertimbangan lain yang harus diperhatikan, misalnya: tegangan yang terjadi dalam jangka waktu yang lama (fatique), tegangan yang terjadi secara tiba-tiba (impact), dan lain sebagainya. Penyelidikan respon meliputi beberapa aspek, antara lain: respon material dan struktur terhadap pembebanan tertentu, mekanisme perubahan bentuk yang terjadi pada saat terjadinya beban maksimum, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini terdapat bahan yang mengalami deformasi plastis jika terus diberikan tegangan dan bahan ini tidak akan berubah kebentuk semula.

2.7 Sifat Mekanik

  Banyak hal yang dapat dipelajari dari hasil uji tarik atau tekan. Bila kita terus menarik atau menekan suatu bahan sampai putus, kita akan mendapatkan profil tarikan atau tekanan yang lengkap yang berupa kurva seperti digambarkan pada gambar 2.6 . Profil ini sangat diperlukan dalam desain yang memakai bahan tersebut.

Gambar 2.6 Kurva F vs Δl

  Keterangan : Kurva ini menunjukkan hubungan antara gaya tarikan atau gaya tekan dengan perubahan panjang Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut “Ultimate

  

Compression Strength” dalam bahasa Indonesia disebut tegangan tekan

  maksimum.Perubahan panjang dalam kurva disebut sebagai regangan teknik ( ε eng .), yang didefinisikan sebagai perubahan panjang yang terjadi akibat perubahan statik ( ∆L) terhadap panjang batang mula-mula (L ).Tegangan yang dihasilkan pada

  eng ), dimana didefinisikan sebagai nilai

  proses ini disebut dengan tegangan teknik (σ pembebanan yang terjadi (F) pada suatu luas penampang awal (A ). Tegangan normal tesebut akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut:

  

F

  σ

  =

Ao

  Dimana:

  2

  ) σ = Tegangan normal akibat beban tekan statik (N/mm

  F = Beban tekan (N)

  2 A = Luas penampang specimen mula-mula (mm ) o

  Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut :

  

L

  ε

  =

L

  Dimana: L-L

  ∆L =

  Keterangan: ε = Regangan akibat beban tekan statik

  = Perubahan panjang specimen akibat beban tekan (mm)

  L Lo = Panjang specimen mula-mula (mm)

  Pada prakteknya nilai hasil pengukuran tegangan pada suatu pengujian tarik dan tekan pada umumnya merupakan nilai teknik. Regangan akibat beban tekan yang terjadi, panjang akan menjadi berkurang dan diameter pada specimen akan menjadi besar, maka ini akan terjadi deformasi plastis.

  Hubungan antara stress dan strain dirumuskan pada persamaan berikut : E = σ / ε

Gambar 2.7 Kurva tegangan-regangan

  Keterangan :Eadalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama “Modulus

  Elastisitas” atau “YoungModulus”. Kurva yang menyatakan hubungan

  antara strain dan stress seperti ini kerap disingkat kurvaSS (SS curve)

2.8. Penelitian yang Pernah Dilakukan

  Penelitian tentang pencampuran aspal dengan polimer telah pernah dilakukan sebelumnya, ada beberapa penelitian aspal polimer yang telah dilakukan seperti penelitian oleh Pei-Hung (2000) yang memodifikasi aspal dengan polyetylen, polypropylene, dan karet. Tortum (2004) melakukan modifikasi aspal dengan karet ban. Yildrim (2005) melakukan penelitian yang mengkombinasikan karet stirena butadiene, etylen vinil asetat dengan aspal. Yang (2010) melakukan penelitian reaksi antara aspal dan anhidrat maleat. Thamrin (2011) melakukan kombinasi aspal denganplastik bekas yang menggunakan inisiator dicumil peroksida dan bahan

  crosslinker (bahan pembentuk jaringan) divinil benzen.

  Pada tahun 2011 Irsyadul Anam melakukan penelitian yang mengkombinasikan aspal dengan polypropylene daur ulang dengan menggunakan proses ekstrusi, dimana penelitian yang dilakukan ini adalah untuk melihat pengaruh penambahan polypropylene terhadap kekuatan tekan, daya serap air dan sifat thermal. Pada penelitian ini digunakan polypropylene daur ulang dari kemasan air minum, aspal dari Iran dengan angka penetrasi 60/70 dan agregat pasir.

  Dari penelitian ini diperoleh hasil kuat tekan optimum sebesar 2,73 MPa, yang menunjukkan hasil lebih baik dari campuran aspal tanpa campuran polypropylene yang memiliki kuat tekan sebesar 0,39 MPa, daya serap air sebesar 0,24%, tetapi ditinjau dari sifat thermal tidak menghasilkan suhu dekomposisi yang

  o

  lebih baik dimana suhu dekomposisi campur Polypropylene sebesar 454 C terjadi

  o

  penurunan sebesar 10,8% dari campuran aspal tanpa polypropylene sebesar 509 C.