BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Kelistrikan Suatu Batuan - Model Laboratorium Lapangan Identifikasi Limbah Cair Menggunakan Metode Cross-Hole Geolistrik Resistivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sifat Kelistrikan Suatu Batuan

  Sifat kelistrikan yang terdapat di bumi dapat dimanfaatkan untuk membantu penelitian geolistrik. Aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat digolongkan menjadi 3 macam yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolitik dan konduksi secara dielektrik (Telford et al, 1990).

  a. Konduksi secara elektronik.

  Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron- elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang dilewatinya. Salah satu sifat atau karakteristik batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis) yang menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan arus listrik.

  b. Konduksi secara elektrolitik.

  Batuan biasanya bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air. Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, di mana konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang.

  c. Konduksi secara dielektrik.

  Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap aliran arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit, bahkan tidak sama sekali. Elektron dalam batuan berpindah dan berkumpul terpisah dalam inti karena adanya pengaruh medan listrik di luar, sehingga terjadi poliarisasi. Peristiwa ini tergantung pada konduksi dielektrik

2.2. Infiltrasi

  Infiltrasi adalah proses meresapnya air dari permukaan tanah melalui pori- pori tanah. Pada lapisan soil struktur tanah terdiri dari udara, air dan tanah sehingga terdapat air yang memungkinkan menempati udara yang kosong. Udara yang kosong akan terisi air sampai pori-pori terisi air yang mengalir ke bawah. Lapisan rock memiliki struktur tanah yang terdiri dari air dan tanah. Air sudah mengisi ruang-ruang kosong pada pori-pori sehingga air akan terhambat pergerakanya untuk mengalir ke bawah (Gambar 2.1). Dari siklus hidrologi, jelas bahwa air hujan yang jatuh di permukaan tanah sebagian akan meresap ke dalam tanah, sabagian akan mengisi cekungan permukaan dan sisanya merupakan overland flow. Sedangkan yang dimaksud dengan daya infiltrasi adalah laju

  infiltrasi maksimum yang dimungkinkan, ditentukan oleh kondisi permukaan termasuk lapisan atas dari tanah. (Syamsudin, 2012, Hardjowigeno.S, 2010).

Gambar 2.1. Infiltrasi di Struktur Tanah (Sumber: rovicky.wordpress.com)Gambar 2.1. menjelaskan tiap tipe tanah memiliki kemampuan yang berbeda dalam melewatkan air yang meresap di tanah. Tekstur tanah yang berbeda

  mempunyai kemampuan menahan air yang berbeda pula. Tanah bertekstur halus, contohnya: tanah bertekstur liat, memiliki ruang pori halus yang lebih banyak, sehingga berkemampuan menahan air lebih banyak. Sedangkan tanah bertekstur sehingga kemampuan manahan air lebih sedikit pula. Air yang terdapat dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi, kohesi, dan gravitasi (Arsyad.S, 2000).

  (Arsyad.S, 2000)

Tabel 2.1. Kecepatan Air Meresap Di Tanah

  No Tipe Tanah Kecepatan (m/s)

  1 Lempung

  10 -

  10

  2 Lanau 10 -

  10

  3 Pasir

  10 -

  10 Struktur tanah memiliki kecepatan yang berbeda-beda dalam proses infiltrasi terlihat pada Tabel 2.1. Tanah lempung memiliki struktur yang sulit dilalui air karena memiliki permeabilitas yang kecil. Pori – pori tanah lempung yang kecil akan menghambat aliran air yang bergerak ke bawah. Pasir memiliki butiran pori-pori yang besar sehingga terdapat celah – celah yang dapat dimasuki air untuk proses meresap air ke bawah tanah. Air yang meresap ke tanah memiliki nilai resistivitas yang dapat terukur menggunakan metode geolistrik (Syamsudin, 2012).

2.2.1. Larutan Elektrolit Larutan elektrolit merupakan larutan yang dibentuk dari zat elektrolit.

  Sedangkan zat elektrolit itu sendiri merupakan zat-zat yang di dalam air terurai membentuk ion-ionnya. Zat elektrolit yang terurai sempurna di dalam air disebut elektrolit kuat dan larutan yang dibentuknya disebut larutan elektrolit kuat. Larutan elektrolit dalam air terdisosiasi ke dalam partikel-partikel bermuatan listrik positif dan negatif yang disebut ion (ion positif dan ion negatif). Jumlah muatan ion positif akan sama dengan jumlah muatan ion negatif, sehingga muatan ion-ion dalam larutan netral. Ion-ion inilah yang bertugas menghantarkan arus tersebut dalam keadaan lelehan atau larutan, maka ion-ionnya akan bergerak bebas, sehingga dapat menghantarkan listrik (Suhendra, 2006).

  Kelistrikan yang terdapat pada air yang dapat menghantarkan listrik menjadi konduktor dalam penelitian. Larutan elektrolit akan memberikan nilai resistivitas tertentu bila berada pada lapisan tanah. Air garam yang terinfiltrasi akan diketahui keberadaanya menggunakan metode geolistrik.

2.3. Arus Listrik di dalam Bumi

  Current line

  I I- +

  Borehole 1 Borehole 2 Gambar 2.2. Arah Arus Listrik dan Equipotensial (Telford et al, 1990).

  Arus listrik yang terjadi di dalam bumi akan terlihat perambatanya seperti

gambar 2.2. Arah garis-garis arus akan mengalir seperti lingkaran. Arus listrik akan mengalir dari kutub positif dan mengalir ke kutub negatif. Potensial yang

  terjadi akan mengalir di sekitar arus itu sendiri dan memiliki lintasan seperti bola. Jika suatu medium homogen isotropis dialiri arus listrik searah I (diberi medan listrik E) maka elemen arus I yang melalui elemen luas A dengan kerapatan arus J menggunakan persamaan (Telford et al, 1990) :

  I = JA

  (2.1) Arus listrik yang mengalir pada medium homogen memenuhi hukum kontinuitas untuk arus dan didasarkan pada prinsip kekekalan muatan :

  ∇. J = 0

  (2.2) Sehingga dengan memasukan persamaan :

  J = − σ ∇V

  (2.3) Maka Persamaan 2.2 menjadi :

  ∇.(− σ ∇V) = 0

  (2.4) Pada medium homogen isotropis, σ adalah konstanta sehingga menjadi :

  = 0 (2.5)

  Dari Persamaan 2.5 yang merupakan persamaan Laplace. Dalam koordinat bola operator Laplacian dapat dituliskan (Telford et al, 1990) :

  • = [

  ] (2.6)

  ∅

  Karena medium homogen isotropis maka medium mempunyai simetri bola dan karena arus yang mengalir simetri terhadap arah θ dan ϕ, maka v hanya merupakan fungsi dari jarak sehingga (Telford et al, 1990) :

  = = 0 (2.7)

  = C sehingga

  (2.8)

  = ʃ

V = ʃ = = - + D (2.9)

  Dimana C dan D adalah konstanta sembarang dengan menerapkan syarat batas r = ~ dan V = 0, sehingga nilai D = 0, maka akan diperoleh persamaan berikut (Telford et al, 1990) :

  = −

  (2.10) Arus keluar secara radial dari titik arus, maka jumlah arus yang melewati permukaan bola dengan jari-jari r adalah:

  = 4π σE (2.11)

  E = dan E = - sehingga diperoleh persamaan (2.12)

  • - Persamaan 2.8 dan 2.13 akan menghasilkan

  (2.13)

  =

  C = -

  (2.14) Maka dari Persamaan 2.10 dan 2.14 mendapatkan persamaan (Telford et al, 1990)

  = atau =

  (2.15)

2.4. Metode Geolistrik

  Prinsip kerja metode geolistrik adalah mempelajari aliran listrik di dalam bumi dan cara mendeteksinya di permukaan bumi (Sakka, 2001). Sehingga metode geolistrik ini mengasumsikan bumi sebagai konduktor yang dapat menghantarkan arus listrik. Penerapan metode geolistrik untuk mengidentifikasi anomali di dalam bumi dapat menggunakan metode geolistrik resistivitas (Nurhakim, 2006), metode borehole resistivitas (John et al, 2006), metode cross-

  hole geolistrik (Prabowo dkk, 2006) dan metode self potensial (Telford et al, 1990).

2.4.1. Prinsip Geolistrik Resistivitas

  Prinsip metode geolistrik secara sederhana dapat dianalogikan dengan rangkaian listrik. Jika arus dari suatu sumber dialirkan pada sebuah beban listrik misalkan kawat seperti terlihat pada Gambar 2.3, maka besar hambatanya dapat diketahui berdasarkan potensial terukur dan arus yang mengalir.

  A

  I L

Gambar 2.3. Kawat yang Dialiri Arus (Telford et al, 1990) Kawat dialiri oleh arus I yang mengalir dengan panjang L dan memiliki luas penampang A, maka resistansi kawat tembaga pada Gambar 2.3 secara matematis dapat dirumuskan (Telford et al, 1990):

  = (2.16)

  Dimana R = resistansi (Ω) Resistivitas (Ω.m)

  = L = Luas Kawat Konduktor (m) A = Luas Penampang Kawat Konduktor ( )

  Dengan demikian bila persamaan 2.16 disubtitusikan pada hukum ohm sebagai berikut

  R = , maka persamaan akan menjadi : (2.17) =

  (2.18) Jika terdapat elektroda yang mengalir arus I berada pada luasan dengan medium homogen isotropik maka potensial di sembarang titik dengan luas permukaan bola yang memiliki jari-jari r (Telford et al, 1990) :

  = (2.19)

2.4.2. Cross-Hole

Gambar 2.4 menunjukan susunan konfigurasi cross-hole dengan receiver di

  borehole kedua dan trasmitter di borehole pertama. Transmitterr akan

  mengalirkan listrik dan hasilnya akan ditangkap oleh receiver. Transmitter akan berpindah-pindah posisinya dan receiver akan menangkap hasilnya pada kedudukan yang berbeda-beda. Hasil tiap posisi receiver dan transmitter akan memberikan distribusi resistivitas (Hagrey, 2011, Dhu and Helshon, 2004).

  Arus mengalir melalui elektroda arus I

  I I dan I yang berfungsi sebagai 1, 2,

  3

  4

  V 3 dan V 4 berfungsi sebagai receiver yang menangkap respon dari elektroda arus.

  Elektroda arus I

  1 akan mengalirkan arus listrik dan responya akan ditangkap

  menggunakan elektroda potensial V

  V V dan V Setiap elektroda arus akan 1, 2,

  3 4.

  mengalirkan arus yang responya ditangkap menggunakan elektroda potensial V 1,

  V 2,

  V 3 dan V

4. Hasil dari setiap titik arus dan potensil akan menghasilkan

  resistivitas sehingga akan diperoleh distribusi resistivitas ketika semua elektroda arus responya tertangkap oleh elektroda potensial V 1,

  V 2,

  V 3 dan V 4 (Prabowo dkk, 2006).

  I 1 v 1 V

  I 2 v 2 V

  I I v 3 3 V

  I 4 v 4 V

Gambar 2.4. Skema Konfigurasi Cross-Hole (Prabowo dkk, 2006)

  Cross-hole resistivitas merupakan suatu teknik geofisika yang menggunakan

  sejumlah elektroda dalam borehole yang dapat menggambarkan distribusi resistivitas di dalam tanah. Konfigurasi yang digunakan dalam metode cross-hole ini menggunakan berbagai susunan elektroda arus-potential, seperti susunan pole- pole, pole-bipole, bipole-pole, bipole-bipole (Sherift and Geldarf, 1995). Konfigurasi dipole-dipole menggunakan 4 elektrodra, yaitu 2 elektroda arus dan 2 elektroda potensial. Konfigurasi bipole-bipole lebih sensitif dalam menggambarkan distribusi nilai resistivitas karena tidak memiliki remote elektroda. Remote elektroda merupakan elektroda yang diletakan jauh dari tempat pengukuran dan posisi elektroda tidak berubah (Prabowo dkk, 2006).

  2.4.2.a. Potensial Disekitar Arus

  Pengukuran potensial di borehole menghasilkan nilai yang sama dengan beda potensial di dalam tanah pada radius yang sama. Ini disebut prinsip ekuipotensial. Nilai potensial listrik sebagai respon dari dua elektroda merupakan penjumlahan harga potensial dari masing-masing elektroda. Pada metode geolistrik elektroda arus listrik disimbolkan dengan A dan B. Elektroda potensial disimbolkan dengan M dan N (Kanata dan Teti, 2008).

  Pengukuran metode cross-hole geolistrik resistivitas dalam prakteknya di lapangan bertujuan untuk membandingkan potensial di suatu titik tertentu seperti Gambar 2.5, sehingga diperlukan dua buah elektroda arus di borehole yang berfungsi untuk memberikan arus, baik dari sumber medium atau sebaliknya. Elektroda potensial di borehole untuk menangkap respon yang diterima. Arus di alirkan melalui elektroda A dan B yang terletak di borehole 1. Hasil potensial akan ditangkap menggunakan elektroda M dan N yang terletak di borehole 1 (Dhu and Helshon, 2004).

  

Borehole 1 Borehole 2

B N M A

Gambar 2.5. Arus Di Medium Homogen (Dhu and Helshon, 2004) Maka potensial yang terjadi di M dan N memiliki persamaan (Telford et al, 1990) :

  V = [ - ] (2.20)

  K = ( ) ( )

  A M M B N

  M : Kaliper tegangan N : Kaliper tegangan a a n

  Borehole 1 Borehole 2 Keterangan gambar n : Jarak antar borehole a : Spasi elektroda V : Voltmeter A : Kaliper Arus B : Kaliper Arus

  Konfigurasi dipole-dipole AM-BN menggunakan 2 elektroda arus dan 2 elektroda potensial. Borehole pertama terdapat satu elektroda arus A dan satu

Gambar 2.6. Konfigurasi Dipole-Dipole (Zhou and Greenhalg, 2000)

  2.4.2.b. Cross-Hole Dipole-Dipole

  (2.26)

  (2.25) Dengan K adalah faktor geometri ( Telford et al, 1990) :

  V = [ - ] (2.21)

  ∆

  (2.24) = K

  ∆

  ρ = 2 [( - ) - ( - )]

  [ ( - ) - ( - ) ] (2.23) Maka didapat persamaan untuk menentukan resistivitas yaitu

  ρ

  (2.22) =

  Maka selisih potensial antara M dan N adalah ∆V = V − V

  V satu elektroda potensia N seperti pada Gambar 2.6. Jarak antara dua elektroda dalam borehole yaitu a dan jarak antara kedua lubang borehole adalah n. Arus akan mengalir dari lubang borehole yang terdapat elektroda A dan lubang

  borehole yang terdapat elektroda B. Hasil dari injeksi aliran arus akan ditangkap

  potensialnya menggunakan elektroda M di lubang borehole pertama dan elektroda N yang berada di lubang borehole kedua (Prabowo dkk, 2006).

  Hasil dari penempatan kaliper arus dan tegangan sesuai spasi elektroda yang digunakan akan memperoleh data berupa tegangan seperti pada Gambar 2.6. Nilai resistivitas penempatan kaliper pada lubang borehole 1 dan borehole 2 dapat diukur menggunakan Persamaaan 2.23 dan faktor geometri yang digunakan untuk

  cross-hole dipole-dipole AM-NB menggunakan persamaan (Prabowo dkk, 2006) : ( )

  K = ( )

  (2.27) Hasil dari tiap titik ukur akan diolah menggunakan software RES2DINV sehingga diperoleh nilai distribusi resistivitas pada jarak dan kedalaman

  borehole.Visualisasi kondisi bawah permukaan tanah akan terlihat karena

  distribusi resistivitas yang diperoleh. Hasil distribusi resistivitas menggambarkan kondisi antara dua lubang borehole. Spasi elektroda dan jarak borehole memiiki pengaruh dalam pembacaan nilai resitivitas karena resitivitas yang terukur lebih dipengaruhi oleh kondisi sekitar borehole daripada kondisi antara dua borehole (Loke, 2004).