SHELF LIFE PREDICTION AT COOL STORAGE SOYBEAN TEMPE (GLYCINE MAX ( L.) MERILL) WITH VACUUM PACKAGING USING ARRHENIUS MODEL

  

PENDUGAAN UMUR SIMPAN PADA PENYIMPANAN

DINGIN TEMPE KEDELAI (Glycine max (L.) Merill)

DENGAN PENGEMASAN VAKUM MENGGUNAKAN MODEL ARRHENIUS

  

Anang Lastriyanto*, Nur Komar, Hartanti Setyo Pratiwi

Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya

Jl. Veteran, Malang 65145

  • *Penulis Korespondensi, Email: anang.lastriyanto@yahoo.co.id

    ABSTRAK

    Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang

    penting di Indonesia. Kebutuhan akan kedelai meningkat dari 1.2-1.4 juta ton menjadi ± 1,8 juta ton

    setiap tahunnya, sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Komoditas per kapita kedelai saat

    ini ± 8 kg/kapita/tahun (Anonim, 2008a). Tempe adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang

    difermentasikan menggunakan kapang rhizopus (ragi tempe). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

    umur simpan tempe kedelai yang dikemas vakum selama penyimpanan pada kondisi suhu ruang, dingin

    dan beku dengan menggunakan perhitungan model Arrhenius. Parameter yang digunakan untuk

    pengamatan adalah parameter fisik, meliputi kadar air, rendemen, kadar protein, dan uji inderawi. Metode

    eksperimental dilakukan dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah suhu penyimpanan (T)

    terdiri dari 3 suhu, yaitu : T = 25 °C, T = 8 °C, dan T = -8 ºC. Faktor perlakuan kedua adalah fase

  • 1 2 3 kematangan tempe (F) , terdiri dari tiga fase, yaitu : F 1 = 9 jam setelah diberi ragi, F 2 = 18 jam setelah

    diberi ragi, danF = 27 jam setelah diberi ragi. Bahan pengemas yang digunakan adalah polyetilen dengan

    3

    ketebalan 0,08 mm, dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Hasil dari penelitian

    menunjukkan bahwa dengan menggunakan pengemasan vakum tempe yang disimpan dingin (8 ˚C) lebih

    tahan lama daripada yang hanya disimpan pada suhu ruan g (25 ˚C). Prediksi umur simpan pada masing-

    masing suhu, yaitu suhu 25 ˚C pada tempe 9 jam setelah diragi prediksi umur simpan 0.089 hari, tempe

    18 jam setelah diragi 0.094 hari, dan tempe 27 jam setelah diragi 0.074 hari. Suhu 8 ˚C pada tempe 9 jam

    setelah diragi 0.311 hari, tempe 18 jam setelah diragi 0.281 hari, dan tempe setelah 27 jam diragi 0.272

    hari. Sedangkan suhu - 8 ˚C pada tempe 9 jam setelah diragi 1.164 hari, tempe 18 jam setelah diragi 0.899

    hari dan pada F3 tempe 27 jam setelah diragi 1.069 hari. Kata kunci: Tempe, vakum, umur simpan

      

    SHELF LIFE PREDICTION AT COOL STORAGE SOYBEAN

    TEMPE (GLYCINE MAX ( L.) MERILL) WITH VACUUM

    PACKAGING USING ARRHENIUS MODEL ABSTRACT Soybean (Glycine max (L.) Merrill) is one of important food crop commodity in Indonesia

      

    Necessity of soybean increase from 1.2-1.4 ton million reach 1.8 ton million every years, with increase in

    habitant growing. The commodity soybean per capita new 8 kg/capita/years (Anonymous, 2008). Tempe

    is fermented soybean cake with rhizopus mold (yeast of tempe). This research is done to know shelf life of

    soybean tempe which is vacuum packed for saving at hall temperature condition, cool and freeze with

    Arrhenius calculation. The using parameter is physical parameter, are including water content, decrease

    of weight, protein content, and sensory test. Eksperimental methode is done with two behaviour factor.

      

    The first factor is temperature saving (T) including of three temperature, that are : T1 = 25 ° C, T2 = 8 °

      

    C, and T3 = - 8 º C. The second factor is ripeness tempe phase (F), including of three phase, that are : F1

    = 9 hour, F2 = 18 hour, dan F3 = 27 hour after fermentation. The using packed material is polyetilen

    with 0,08 mm thickness, and every behavior is repeated three times. The result of research is point out

    that vacuum packaging of tempe which cool storage at 8 ˚C is were long endure than cool storage at hall

    temperature 25 ˚C. Shelf life prediction at every temperature, that are F1 (tempe after yeast 9 hour) value

    0.089 days, F2 (tempe after yeast 18 hour) value 0.094 days, and F3 (tempe after yeast 27 hour) value

    0.074 days at 25 ˚C. F1 (tempe after yeast 9 hour) value 0.311 days, F2 (tempe after yeast 18 hour) value

    0.281 days, and F3 (tempe after yeast 27 hour) value 0.272 day s at 8 ˚C. F1 (tempe after yeast 9 hour)

    value 1.164 days, F2 (tempe after yeast 18 hour) value 0.899 days, and F3 (tempe after yeast 27 hour)

    value 1.069 days at - 8 ˚C. Key words: Tempe, vacuum, shelf life

    PENDAHULUAN

      Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia. Kebutuhan akan kedelai meningkat dari 1.2-1.4 juta ton menjadi kurang lebih 1,8 juta ton setiap tahunnya, sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk. Komoditas per kapita kedelai saat ini kurang lebih 8 kg/kapita/tahun (Anonim, 2008a).

      Apabila kedelai diolah lebih lanjut menjadi tempe, maka mutu gizinya akan meningkat, dilihat pada faktor mutu gizi padatan terlarut pada kedelai 14% sedangkan tempe 34%, nitrogen terlarut pada kedelai 6.5% sedangkan tempe 39%, asam amino bebas pada kedelai 0.5% sedangkan tempe 7.3-12%, dan asam lemak bebas pada kedelai 0.5% sedangkan tempe 21%. Hal ini karena aktivitas mikroorganisme pada biji kedelai selama proses fermentasi tempe.

      Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat Indonesia dan mulai digemari pula oleh berbagai kelompok masyarakat Barat. Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan, tetapi yang biasanya dikenal sebagai tempe oleh masyarakat pada umumnya ialah tempe yang dibuat dari kedelai. Selama ini tempe merupakan makanan harian yang harus dikonsumsi dan tidak tahan lama, sehingga tidak dapat disimpan lama dan dapat membusuk. Untuk menekan laju kerusakan atau memperpanjang daya simpan, maka perlu menghambat proses pematangan atau menekan laju respirasi.

      Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui umur simpan tempe kedelai yang dikemas vakum selama penyimpanan pada kondisi suhu ruang, dingin dan beku dengan menggunakan perhitungan model Arrhenius. Parameter yang digunakan untuk pengamatan adalah parameter fisik, meliputi kadar air, susut berat, kadar protein, dan uji inderawi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui umur simpan tempe dengan pengemasan vakum dan pengaruh perlakuan suhu, mengetahui perubahan rasa, warna dan aroma selama penyimpanan melalui uji inderawi dan mengetahui kandungan protein setelah penyimpanan.

      Alat dan Bahan

      Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, antara lain timbangan mettler, timbangan digital, oven, vacuum pack, lemari es, freezer, termometer. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe kedelai yang didapat dari produsen tempe di Jl. Mayjen Panjaitan Gg. 15 No. 15, Malang dan plastik vakum polietilen.

      Metode Penelitian

      Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama terdiri dari suhu penyimpanan (T) dalam 3 suhu (25 ˚C, 8 ˚C, dan -8 ˚C). Faktor kedua adalah fase kematangan tempe (F) terdiri dari 3 fase, yaitu 9 jam setelah diberi ragi, 18 jam setelah diberi ragi, dan 27 jam setelah diberi ragi.

      Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

      

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Karakteristik Mutu Tempe Kedelai

      Parameter yang diamati dari tempe kedelai sebelum dilakukan penyimpanan, meliputi kadar air, susut berat, dan protein. Analisa tersebut dilakukan pada awal penyimpanan, yaitu pada hari ke-0. Tujuan dari analisa tersebut sebagai standarisasi awal produk tempe kedelai dan berlaku sebagai nilai A . Hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 1.

      Tabel 1.

      Karakteristik Mutu Tempe Kedelai Selama Penyimpanan

      Untuk menentukan nilai mutu tempe kedelai setelah penyimpanan (A) dilakukan penyimpanan pada suhu 298 K selama 2 hari, 281 K selama 8 hari, dan 265 K selama 24 hari, selanjutnya dilakukan uji penerimaan dengan karakteristik tekstur dan aroma pada sepuluh orang panelis dengan bantuan kontrol tempe kedelai baru sampai mutu ditolak konsumen, yaitu pada saat tempe kedelai menjadi lebih lembek dan aromanya busuk. Setelah semua karakteristik mutu ditolak selanjutnya dilakukan analisa sebagai nilai produk akhir tempe kedelai (A). Nilai produk akhir A (seperti yang tercantum pada Tabel 1) dan A digunakan untuk menduga umur simpan tempe kedelai melalui persamaan reaksi orde satu (ln A -ln

    A=kθ)

      Tabel 2. Rerata Uji Organoleptik Aroma pada Tempe Kedelai selama Penyimpanan Tabel 2 menunjukkan bahwa aroma paling berperan dalam kriteria penolakan mutu tempe kedelai. Hal ini ditunjukkan bahwa panelis lebih menyukai produk yang disimpan pada suhu

      298 K, dimana besarnya penurunan aroma tidak begitu besar dibandingkan dengan aroma pada penyimpanan suhu 281 K dan suhu 265 K.

      Tabel 3. Rerata Uji Organoleptik Tekstur pada Tempe Kedelai selama Penyimpanan Tabel 3 menunjukkan bahwa tekstur tempe kedelai yang dikemas vakum selama penyimpanan, paling disukai panelis pada suhu 265 K. Hal ini berarti semakin rendah suhu tekstur tempe semakin keras, sehingga teksturnya seperti pada awal penyimpanan.

      Tabel 4. Rerata Uji Organoleptik Warna pada Tempe Kedelai selama Penyimpanan Tabel 4 menunjukkan bahwa warna berperan penting dalam kriteria penolakan mutu tempe kedelai yang dikemas vakum pada berbagai kondisi penyimpanan. Pada penelitian ini panelis rata-rata lebih menyukai warna pada kondisi penyimpanan suhu 265 K, hal ini karena pada saat suhu rendah warna tidak mengalami perubahan sehingga warna tetap seperti pada kondisi awal.

      Kinetika Reaksi Dasar Untuk Menduga Penurunan Mutu Kadar Air

      Tabel 5. Rerata Kadar Air yang Disimpan pada Tiga Kondisi Suhu Penyimpanan

      Plot data pengamatan kadar air tempe kedelai yang disimpan pada berbagai suhu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 2.A,B dan C

      A B

    C

      Gambar 2.A. Grafik Penurunan Mutu antara Kadar Air Tempe Kedelai dengan Waktu Penyimpanan pada Suhu 25 ˚C, B. Grafik Penurunan Mutu antara Kadar Air Tempe Kedelai dengan Waktu Penyimpanan pada Suhu 8 ˚C, C. Grafik Penurunan Mutu antara Kadar Air

    Tempe Kedelai dengan Waktu Penyimpanan pada Suhu - 8 ˚C

      Pada Tabel 4 menunjukkan kadar air semakin menurun dengan semakin lamanya penyimpanan tempe kedelai pada setiap kondisi suhu. Demikian juga pada gambar plot grafik menghasilkan analisa regresi yang semakin negatif dengan semakin tingginya suhu penyimpanan, yang artinya terjadi penurunan kadar air. Hal ini ditunjukkan dengan nilai slope yang semakin besar, yaitu pada suhu 298 K : F1 (tempe setelah diragi 9 jam) adalah 4.210, F2 (tempe setelah diragi 18 jam) adalah 1.504, dan F3 (tempe setelah diragi 27 jam) adalah 4.015. Pada suhu 281 K : F1 (tempe setelah diragi 9 jam) adalah 0.965, F2 (tempe setelah diragi 18 jam) adalah 0.539, dan F3 (tempe setelah diragi 27 jam) adalah 0.965. Sedangkan pada suhu 265 K : F1 (tempe setelah diragi 9 jam) adalah 0.621, F2 (tempe setelah diragi 18 jam) adalah 0.333 dan F3 (tempe setelah diragi 27 jam) adalah 0.442.

      A B

    C

      Gambar 3.A Grafik Plot Arrhenius Perubahan Kadar Air Tempe Kedelai Setelah Diragi 9 jam Selama penyimpanan, B. Gambar 5. Grafik Plot Arrhenius Perubahan Kadar Air Tempe Kedelai

      Setelah Diragi 18 jam Selama penyimpanan, C. Grafik Plot Arrhenius Perubahan Kadar Air Tempe Kedelai Setelah Diragi 27 jam Selama penyimpanan

      Energi aktivasi untuk penurunan kadar air pada F1 (tempe setelah diragi 9 jam) adalah 9054.174 kal/mol, F2 (tempe setelah diragi 18 jam) adalah 7137.684 kal/mol, sedangkan F3 (tempe setelah diragi 27 jam) adalah 10464.234 kal/mol.

      Susut Berat

      Tabel 6. Rerata Susut Berat Tempe Kedelai yang Disimpan Vakum pada Tiga Kondisi Suhu Penyimpanan

      Plot data pengamatan susut berat tempe kedelai yang disimpan vakum pada berbagai suhu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4.A, B dan C.

      

    A B

    C

      Gambar 4.A Grafik Penurunan Mutu antara Susut Berat Tempe Kedelai dengan Waktu Penyimpanan pada Suhu 25 ˚C, B. Grafik Penurunan Mutu antara Susut Berat Tempe Kedelai dengan Waktu Penyimpanan pada Suhu 8 ˚C, C. Grafik Penurunan Mutu antara Susut Berat

    Tempe Kedelai dengan Waktu Penyimpanan pada Suhu - 8 ˚C

      Harga slope semakin besar dengan semakin tinggi suhu penyimpanan berturut-turut dari suhu 298 K : F1 (tempe setelah diragi 9 jam) adalah 4.2, F2 (tempe setelah diragi 18 jam) adalah 4.733, dan F3 (tempe setelah diragi 27 jam) adalah 3.633. Pada suhu 281 K : F1 (tempe setelah diragi 9 jam) adalah 2.49, F2 (tempe setelah diragi 18 jam) adalah 2.953, dan F3 (tempe setelah diragi 27 jam) adalah 2.893. Sedangkan pada suhu 265 K : F1 (tempe setelah diragi 9 jam) adalah 1.143, F2 (tempe setelah diragi 18 jam) adalah 1.206 dan F3 (tempe setelah diragi 27 jam) adalah 1.263.

      A B

    C

      Gambar 5.A Grafik Plot Arrhenius Susut Berat Tempe Kedelai setelah Diragi 9 jam Selama Penyimpanan, B. Grafik Plot Arrhenius Susut Berat Tempe Kedelai setelah Diragi 18 jam

      Selama Penyimpanan, C. Grafik Plot Arrhenius Susut Berat Tempe Kedelai setelah Diragi 27 jam Selama Penyimpanan Dengan demikian dapat ditentukan besarnya energi aktivasi penurunan susut berat pada

      F1 (tempe setelah diragi 9 jam) adalah 6192.348 kal/mol, pada F2 (tempe setelah diragi 18 jam) adalah 6512.094 kal/mol, dan pada F3 (tempe setelah diragi 27 jam) adalah 5044.44 kal/mol.

      Analisa Protein

      Tabel 7. Rerata Kadar Protein Tempe Kedelai yang Dikemas Vakum pada Tiga Kondisi Suhu Penyimpanan

      Plot pengamatan perubahan kadar protein tempe kedelai yang dikemas vakum dan disimpan pada berbagai suhu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 6.A, B dan C.

      A B

    C

      Gambar 6.A Grafik Penurunan Mutu antara Kadar Protein Tempe Kedelai dengan Waktu Penyimpanan pada Su hu 25 ˚C, B. Grafik Penurunan Mutu antara Kadar Protein Tempe Kedelai dengan Waktu Penyimpanan pada Suhu 8 ˚C, C. Grafik Penurunan Mutu antara Kadar Protein

    Tempe Kedelai dengan Waktu Penyimpanan pada Suhu - 8 ˚C

      Harga slope berturut-turut dari suhu 298 K : F1 (tempe setelah diragi 9 jam) adalah 1.751, F2 (tempe setelah diragi 18 jam) adalah 0.724, dan F3 (tempe setelah diragi 27 jam) adalah 1.111. Pada suhu 281 K : F1 (tempe setelah diragi 9 jam) adalah 0.513, F2 (tempe setelah diragi 18 jam) adalah 0.319, dan F3 (tempe setelah diragi 27 jam) adalah 0.258. Sedangkan pada suhu 265 K : F1 (tempe setelah diragi 9 jam) adalah 0.13, F2 (tempe setelah diragi 18 jam) adalah 0.076 dan F3 (tempe setelah diragi 27 jam) adalah 0.077.

      A

    B

      C Gambar 7.A Grafik Plot Arrhenius kadar Protein Tempe Kedelai setelah Diragi 9 jam Selama penyimpanan, B. Grafik Plot Arrhenius kadar Protein Tempe Kedelai setelah Diragi 18 jam

      Selama penyimpanan, C. Grafik Plot Arrhenius kadar Protein Tempe Kedelai setelah Diragi 27 jam Selama penyimpanan Dengan demikian dapat ditentukan besarnya energi aktivasi perubahan kadar protein adalah pada F1 (tempe setelah diragi 9 jam) adalah 12211.914 kal/mol, pada F2 (tempe setelah diragi 18 jam) adalah 10734.33 kal/mol, dan pada F3 (tempe setelah diragi 27 jam) adalah 12666.708 kal/mol.

      Pendugaan Umur Simpan Tempe Kedelai yang Dikemas Vakum

      Diantara parameter di atast dipilih parameter yang menunjukkan kemunduran mutu tempe kedelai yang dikemas vakum selama penyimpanan. Dalam penelitian ini parameter susut berat mempunyai energi aktivasi terendah, tetapi susut berat tidak dapat dihitung umur simpannya sehingga pendugaan umur simpan didapatkan dari parameter kadar protein.

      Setelah satu parameter kunci ditentukan, kemudian umur simpan (θ) dihitung dengan

    • persamaan kinetika reaksi orde satu, ln A menyatakan nilai parameter ln A=kθ, yang mana A mutu awal sebelum penyimpanan, sedangkan A menyatakan nilai parameter mutu akhir (setelah tempe kedelai yang dikemas vakum ditolak). Untuk penyimpanan kondisi normal maka faktor suhu T dikonversikan ke dalam suhu normal 25˚C (298 K) pada persamaan ln k = ln ko – (E/R)(1/T), sedangkan untuk pendugaan umur simpan pada suhu yang diinginkan dapat dikonversikan pada suhu tersebut. Setelah nilai k pada persamaan ln k = ko
      • – (E/R)(1/T)

    • ln A)/k sehingga diperoleh umur diperoleh, kemudian dimasukkan dalam persamaan θ=(ln A simpan tempe kedelai yang dikemas vakum.
    Tabel 8. Prediksi Umur Simpan Tempe Kedelai yang Dikemas Vakum dengan Parameter Kenaikan Susut Berat

      Sesuai dengan pendapat Suyitno (1995), bahwa kenaikan suhu menyebabkan terjadinya kecepatan reaksi yang lebih besar, ditunjukkan dengan kemiringan garis yang semakin tajam dan juga berharga konstanta laju reaksi penurunan mutu yang semakin besar. Jika kecepatan reaksi besar maka konstanta reaktan dan hasil reaksi semakin besar pula atau produk semakin cepat rusak. Jika produk semakin cepat rusak semakin pendek umur simpannya.

      

    KESIMPULAN

      Berdasarkan uji organoleptik dari 10 panelis pada tempe kedelai yang dikemas vakum selama penyimpanan pada berbagai kondisi suhu, rata-rata panelis lebih menyukai warna dilanjutkan dengan tekstur dan aroma. Untuk kadar protein tertinggi adalah tempe setelah diragi 9 jam pada berbagai kondisi suhu, yaitu sebesar 20.520% dan kadar protein terendah 16.076%. Untuk tempe setelah diragi 18 jam kadar protein yang tinggi, yaitu 18.896% dan yang rendah, yaitu 16.318% dan tempe setelah diragi 27 jam kadar protein tertinggi, yaitu 18.961% dan terendah, yaitu 16.606%. Nilai umur simpan dihitung berdasarkan nilai batas tolak, pada penelitian ini kadar protein digunakan sebagai parameter pendugaan umur simpan dengan batas tolak 17.537%. Berdasarkan perhitungan umur simpan dapat diketahui bahwa tempe kedelai yang lebih lama disimpan adalah tempe setelah diragi 9 jam, yaitu 1.164 hari pada kondisi suhu

    • 8

      ˚C, sedangkan yang paling cepat terjadi penurunan mutu adalah tempe yang disimpan pada kondisi suhu 25 ˚C pada tempe setelah diragi 27 jam, yaitu 0.074 hari.

      

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim. 2008a. USAHA PENGEMBANGAN KEDELAI.

      aryanto, 2000.

      Fisika Teknik . Rineka Cipta : Jakarta.

      Hastuti, S. U. 2006. OPTIMASI TEKNIK FERMENTASI DAN PEMILIHAN KONSORSIUM Mikroorganisme yang Berperan dalam Pembuatan Tempe. Malang. Man, D dan A. Jones. 2000. SHELF-LIFE EVALUATION OF FOODS. An Aspen Pub. Aspen Pub, Inc. Gaithersburg, Maryland. Robertson, G. L. 1993. FOOD PACKAGING. Marcel Dekker Inc. New York. Syarief, R dan H. Halid. 1993. TEKNOLOGI PENYIMPANAN PANGAN. Penerbit Arcan Jakarta.