SKRIPSI POTENSI PRODUKSI PADI BERAS MERAH MELALUI PENGATURAN KERAPATAN POPULASI TANAMAN DAN PEMUPUKAN PADA LAHAN KERING Ulfa Lutfianis H0708047

POTENSI PRODUKSI PADI BERAS MERAH MELALUI PENGATURAN KERAPATAN POPULASI TANAMAN DAN PEMUPUKAN PADA LAHAN KERING SKRIPSI

untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Oleh Ulfa Lutfianis H0708047 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

commit to user

SKRIPSI POTENSI PRODUKSI PADI BERAS MERAH MELALUI PENGATURAN KERAPATAN POPULASI TANAMAN DAN PEMUPUKAN PADA LAHAN KERING

Ulfa Lutfianis H0708047

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Prof. Dr. Ir. MTh. Sri Budiastuti, M.Si Ir. Sumarno, MS NIP. 195912051985032001 NIP. 195405181985031002

Surakarta, Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP. 195602251986011001

commit to user

SKRIPSI POTENSI PRODUKSI PADI BERAS MERAH MELALUI PENGATURAN KERAPATAN POPULASI TANAMAN DAN PEMUPUKAN PADA LAHAN KERING

yang dipersiapkan dan disusun oleh Ulfa Lutfianis H0708047

telah dipertahankan di depan Tim Penguji pada tanggal : 17 Oktober 2012 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agroteknologi

Susunan Tim Penguji :

Ketua

Prof. Dr. Ir. MTh. Sri Budiastuti, M.Si NIP. 195912051985032001

Anggota I

Anggota II

Ir. Sumarno, MS Ir. Y.V. Pardjo NS, MS. NIP. 195405181985031002

NIP. 194903231980101001

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Potensi Produksi Padi Beras Merah Melalui Pengaturan Kerapatan Populasi Tanaman dan Pemupukan Pada Lahan Kering”. Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan berbagai pihak, sehingga penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS.

2. Dr. Ir. Hadiwiyono, M.Si selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UNS.

3. Prof. Dr. Ir. MTh. Sri Budiastuti, M.Si selaku Pembimbing Utama.

4. Ir. Sumarno, MS selaku Pembimbing Pendamping.

5. Ir. Y.V. Pardjo NS, MS selaku Dosen Pembahas.

6. Prof. Dr. Ir. Djoko Purnomo, MP selaku Dosen Pembimbing.

7. Ir. Suharto Pr. MP selaku Pembimbing Akademik.

8. Seluruh dosen Fakultas Pertanian UNS yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.

9. Keluarga yang saya sayangi, mama Siti Machsunah, papa Johanes Martinus Hoeven, kakak Ariefyan Mustofa dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik materi, semangat dan doa.

10. Kekasih tersayang Oki Satria Fatkhurosi dan semua sahabat serta teman-teman Agroteknologi 2008 (Solmated) yang telah memberikan bantuan tenaga, doa dan semangat yang luar biasa.

11. Mas Rajiman selaku pembimbing lapang dan seluruh warga desa Tawangsari, kecamatan Teras, kabupaten Boyolali yang banyak membantu dalam proses penelitian.

commit to user

bisa saya sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan

kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan karya ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Surakarta, Oktober 2012

Penulis

commit to user

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul dalam Lampiran

Halaman

1. Hasil Tinggi 13 MST Tanaman Padi Beras Merah ........................................ 45

2. Analisis Ragam Tinggi 13 MST Tanaman Padi Beras Merah ...................... 45

3. Hasil Jumlah Anakan 11 MST Tanaman Padi Beras Merah ......................... 46

4. Analisis Ragam Jumlah Anakan 11 MST Tanaman Padi Beras Merah ....... 46

5. Rerata Jumlah Anakan 11 MST Tanaman Padi Beras Merah pada Perlakuan Populasi Tanaman ........................................................................................... 46

6. Hasil Jumlah Anakan Produktif Tanaman Padi Beras Merah ....................... 47

7. Analisis Ragam Anakan Produktif Tanaman Padi Beras Merah .................. 47

8. Rerata Jumlah Anakan Produktif Tanaman Padi Beras Merah Perlakuan Populasi Tanaman ............................................................................................ 47

9. Hasil Jumlah Malai 14 MST Tanaman Padi Beras Merah ............................ 48

10. Analisis Ragam Jumlah Malai 14 MST Tanaman Padi Beras Merah ........ 48

11. Rerata Jumlah Malai 14 MST Tanaman Padi Beras Merah Perlakuan Populasi Tanaman ........................................................................................................... 48

12. Hasil Panjang Malai Panen Tanaman Padi Beras Merah ............................. 49

13. Analisis Ragam Panjang Malai Panen Tanaman Padi Beras Merah ............ 49

14. Rerata Panjang Malai Panen Tanaman Padi Beras Merah Perlakuan Populasi Tanaman ........................................................................................................... 49

15. Hasil Jumlah Gabah Isi per Rumpun Tanaman Padi Beras Merah .............. 50

16. Analisis Ragam Jumlah Gabah Isi per Rumpun Padi Beras Merah ............. 50

17. Hasil Berat Gabah per Rumpun Tanaman Padi Beras Merah ...................... 51

18. Analisis Ragam Berat Gabah per Rumpun Tanaman Padi Beras Merah .... 51

19. Rerata Berat Gabah per Rumpun Tanaman Padi Beras Merah Perlakuan Populasi Tanaman ........................................................................................... 51

20. Hasil Berat 100 Biji per Petak Tanaman Padi Beras Merah ........................ 52

21. Analisis Ragam Berat 100 Biji per Petak Tanaman Padi Beras Merah ....... 52

22. Hasil Berat Brangkasan Kering Tanaman Padi Beras Merah ...................... 53

23. Analisis Ragam Berat Brangkasan Kering Tanaman Padi Beras Merah ..... 53

commit to user

Populasi Tanaman ........................................................................................... 53

25. Hasil Analisis Kimia Tanah Awal................................................................... 54

26. Hasil Analisis Pupuk Kandang Sapi ............................................................... 55

27. Deskripsi Padi Beras Merah Kultivar Merah Wulung .................................. 56

28. Konversi Pupuk ............................................................................................... 56

commit to user

RINGKASAN

POTENSI PRODUKSI PADI BERAS MERAH MELALUI PENGATURAN

KERAPATAN

POPULASI

TANAMAN DAN

PEMUPUKAN PADA LAHAN KERING. Skripsi: Ulfa Lutfianis (H0708047). Pembimbing: Sri Budiastuti, Sumarno, Y.V Pardjo NS. Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Permintaan beras merah terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan perhatian masyarakat yang besar terhadap kesehatan yaitu dengan mengatur gaya hidup, pola makan dan menu makanan. Kondisi demikian tidak diimbangi dengan ketersediaan yang saat ini relatif rendah mengingat tingginya alih fungsi lahan pertanian sehingga mengurangi luas lahan sawah untuk tanam padi khususnya padi beras merah. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi padi beras merah yang dicobakan pada penelitian ini adalah melalui teknik budidaya padi lahan kering dengan pengaturan populasi tanaman dan dosis pupuk kandang. Populasi tanaman berhubungan dengan kerapatan tanam dan akan mempengaruhi efektivitas penyerapan unsur hara, air dan penerimaan cahaya matahari oleh tanaman. Dosis pupuk kandang berhubungan dengan banyaknya jumlah hara yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan populasi tanaman dan dosis pupuk kandang yang tepat agar didapatkan hasil padi beras merah yang optimal.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2012 sampai Juli 2012 di desa Tawangsari, Teras, Boyolali. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama, yaitu populasi tanaman sistem larikan/sebar (kontrol), 2 biji/lubang, 4 biji/lubang dan 6 biji/lubang. faktor kedua, yaitu dosis pupuk kandang sapi 10 ton/ha (kontrol), 3 ton/ha, 5 ton/ha dan 7 ton/ha. Kombinasi perlakuan populasi tanaman dan dosis pupuk kandang ada 16 dan setiap kombinasi perlakuan diulang

3 kali. Variabel pengamatan yang diamati yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan, anakan produktif, jumlah malai, panjang malai, jumlah gabah isi per rumpun, berat gabah per rumpun, berat 100 biji per petak, dan brangkasan kering tanaman. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam berdasarkan uji F taraf 5% dan apabila terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi tanaman memberikan pengaruh yang berbeda terhadap semua variabel pengamatan kecuali variabel tinggi tanaman dan berat 100 biji per petak. Sedangkan dosis pupuk kandang memberikan pengaruh yang sama terhadap semua variabel pengamatan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa populasi tanaman 6 biji/lubang memberikan hasil padi beras merah paling optimal sehingga pengaturan populasi tanaman 6 biji/lubang dengan dosis pupuk kandang sapi 3 ton/ha dapat direkomendasikan untuk diterapkan pada petani khususnya petani desa Tawangsari dengan memperhatikan faktor lingkungan.

commit to user

SUMMARY POTENTIAL PRODUCTION OF RED RICE BY ARRANGEMENT DENSITY OF PLANT POPULATION AND FERTILIZING ON DRY

LAND. Thesis-S1: Ulfa Lutfianis (H0708047). Advisers: Sri Budiastuti, Sumarno, Y.V Pardjo NS. Study Program: Agrotechnology, Faculty of Agriculture, University of Sebelas Maret (UNS), Surakarta.

Red rice demand continues to increase along with the increase of population and the large public attention to health is a lifestyle management, diet and food menu. This condition is not matched by availability of the current relatively low given the high land conversion of agricultural land to reduce fields for planting rice particularly red rice. One way to increase the production of red rice is tested in this study is through dry land rice cultivation technique by setting the plant population and fertilizer doses. Related to plant population and density planting will affect the effectiveness of the absorption of nutrients, water and sunlight acceptance by plants. Dose manure associated with the number of nutrients that plants need to grow. This study aimed to obtain populations of plants and manure proper dosage in order to get the results of the optimal red rice grain.

The research was conducted in March 2012 to July 2012 in the village of Tawangsari, Teras, Boyolali. This study uses a group of Randomized Completed Block Design (RCBD) factorial with two treatment factors. The first factor, is plant population bolt system / spread (control), 2 seeds/hole, 4 seeds/hole and 6 seeds/hole. The second factor, which is the dose cow manure 10 tons/ha (control),

3 tons/ha, 5 tons/ha and 7 tons/ha. Combination treatment plant population and fertilizer dose was 16 and each treatment combination was repeated 3 times. Observation variables observed that plant height, number of tillers, productive tillers, panicle number, panicle length, number of filled grain per hill, grain weight per hill, weight of 100 seeds per plot, and plant dry stover. The data were analyzed using a variety of analysis based on the F test level 5% and if there is a significant difference test followed by DMRT (Duncan's Multiple Range Test) level of 5%.

The results show that the treatment plant population gives a different effect on all variables except veriabel observations of plant height and weight of 100 seeds per plot. While the treatment dose of manure having the same effect on all the variables observations. Based on the survey results revealed that plant populations 6 seeds/hole of red rice yield the optimum plant population so that the setting 6 seeds/hole with a dose of cow manure 3 tons/ha can be recommended to

be applied to farmers especially farmers Tawangsari village with regard to environmental factors.

commit to user

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Permintaan akan beras terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Beras tidak hanya merupakan sumber energi dan protein, tetapi juga sumber vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi kesehatan. Dalam era modern, masyarakat menaruh perhatian yang besar terhadap kesehatan, antara lain dengan mengatur gaya hidup, pola makan dan menu makanan (Santika dan Rozakurniati 2010). Padi beras merah merupakan salah satu jenis padi di Indonesia yang mengandung gizi tinggi. Disamping itu beras merah pun lebih unggul dalam hal kandungan vitamin, utamanya tiamin (vitamin B1) dan mineral (zat besi) daripada beras putih.

Keunggulan padi beras merah baik dari rasa, kepulenan maupun fungsinya bagi tubuh memberikan nilai tambah tersendiri sehingga harga jual lebih tinggi dibanding dengan beras putih dari Varietas Unggul Baru (VUB) (Kristamtini dan Purwaningsih 2009). Seiring dengan peningkatan taraf hidup masyarakat dan kesadaran akan pentingnya kesehatan, sebagian masyarakat memerlukan beras berkualitas yang bermanfaat bagi kesehatan. Kondisi demikian tidak diimbangi dengan ketersediaan yang saat ini relatif rendah mengingat konversi / alih fungsi lahan pertanian menjadi peruntukan lain yang sangat tinggi sehingga mengurangi luas lahan sawah untuk tanam padi khususnya padi beras merah. Hal ini dapat mengancam stabilitas ketahanan pangan nasional (Ritung dan Hidayat 2007).

Indonesia mempunyai lahan kering yang cukup luas dan tidak termanfaatkan secara optimal. Luas lahan kering di Kabupaten Boyolali yaitu 56.186,0830 Ha atau 55,3% dari seluruh luas lahan di Boyolali. Adapun lahan kering yang dimaksud adalah lahan yang tidak mempunyai saluran irigasi. Ketersediaan air hanya berasal dari air hujan yang ditahan oleh partikel tanah. Oleh karena itu lahan kering pada umumnya mengalami kekeringan pada musim kemarau. Sifat atau karakter lahan kering tersebut menyebabkan terbatasnya komoditas tanaman budidaya yang dapat dikembangkan. Salah satu komoditas

commit to user

pangan yang dapat berproduksi di lahan kering adalah padi gogo. Pengembangan padi gogo di lahan kering yang selama ini belum termanfaatkan dengan optimal dapat menjadi salah satu solusi dalam menghadapi masalah ketahanan pangan. Penurunan areal sawah akibat alih fungsi lahan yang berubah menjadi areal perumahan dan pabrik industri, tingginya biaya membuka areal sawah baru, serta peruntukan air irigasi padi sawah yang semakin terbatas menyebabkan padi gogo menjadi penting untuk dikembangkan (Rachman et al. 2003). Karena itu usaha meningkatkan potensi produksi padi beras merah di lahan non sawah perlu ditingkatkan dan salah satunya adalah melalui teknik budidaya pada lahan kering.

Usaha menjaga stabilitas ketahanan pangan nasional dan meningkatkan produksi padi beras merah adalah dengan meningkatkan potensi lahan kering melalui pengaturan populasi tanaman dan pemupukan. Populasi tanaman diatur sedemikian rupa dengan tujuan agar tercukupi kebutuhan cahaya matahari dan nutrisinya. Pengaturan populasi tanaman hendaknya memperhatikan lebar dan kerapatan tajuk, karakteristik akar dan kondisi tanah. Penentuan populasi tanaman padi beras merah yang tepat perlu dilakukan pada lahan kering dengan harapan produksi padi beras merah meningkat dan didapatkan populasi tanaman padi beras merah yang paling tepat pada lahan kering.

Pengaturan populasi tanaman padi beras merah pada lahan kering perlu dilakukan untuk mengatasi keterbatasan lahan sawah dan lahan subur sekaligus dengan harapan agar hasil padi beras merah meningkat. Di samping pengaturan populasi tanaman, perlu diperhatikan juga masalah pemupukan, yaitu dengan menggunakan pupuk organik/pupuk kandang sebagai pupuk dasar dengan dosis yang tepat. Pemupukan merupakan salah satu upaya strategis dalam pengelolaan lahan kering agar dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman pertanian secara optimal. Penerapan teknologi pemupukan organik, utamanya sangat penting dalam pengelolaan kesuburan tanah karena mengandung hara makro N, P, K dan hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan pertumbuhan tanaman sekaligus berfungsi sebagai bahan pembenah tanah (Sutanto 2002 cit. Minardi 2009). Pupuk organik dapat bersumber dari sisa panen, pupuk kandang, kompos atau sumber bahan organik lainnya. Selain menyumbang hara yang tidak

commit to user

terdapat dalam pupuk anorganik, seperti unsur hara mikro, pupuk organik juga penting untuk memperbaiki sifat kimia, fisik dan biologi tanah. Meskipun kontribusi unsur hara dari bahan organik tanah relatif rendah, peranannya cukup penting karena selain unsur NPK, bahan organik juga merupakan sumber unsur esensial lain seperti C, Zn, Cu, Mo, Ca, Mg, dan Si. Dengan demikian penelitian pengaturan populasi tanaman dan pemupukan perlu dilakukan sebagai sarana untuk memperoleh pertumbuhan dan hasil padi beras merah yang baik.

B. Perumusan Masalah

1. Berapa kebutuhan biji/lubang yang paling tepat untuk pertanaman padi beras merah pada lahan kering agar hasil yang didapatkan optimal?

2. Berapa dosis pupuk organik yang paling tepat untuk pertanaman padi beras merah pada lahan kering agar hasil yang didapatkan optimal?

3. Kombinasi perlakuan manakah yang paling baik hasilnya untuk pertanaman padi beras merah pada lahan kering?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendapatkan kebutuhan biji/lubang yang paling tepat untuk pertanaman padi beras merah pada lahan kering.

2. Mendapatkan dosis pupuk organik yang paling tepat untuk pertanaman padi beras merah pada lahan kering.

3. Mendapatkan kombinasi perlakuan yang paling tepat dan sesuai untuk pertanaman padi beras merah pada lahan kering.

D. Manfaat Penelitian

1. Mendapatkan hasil padi beras merah yang optimal pada lahan kering dengan pengaturan kerapatan populasi tanaman, dosis pupuk organik dan kombinasi perlakuan keduanya yang paling tepat sehingga nantinya dapat dijadikan rekomendasi bagi para petani agar pendapatannya meningkat.

2. Menunjang program pemerintah dalam meningkatkan produksi padi beras merah dalam rangka peningkatan ketahanan pangan nasional.

commit to user

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Padi Beras Merah

Klasifikasi botani tanaman padi beras merah adalah sebagai berikut : Divisi

: Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae Kelas

: Oryza spp.

(IRRI 1995 cit. Kristamtini dan Heni 2009). Beras merah umumnya dikonsumsi tanpa melalui proses penyosohan, tetapi hanya digiling menjadi beras pecah kulit sehingga kulit arinya masih melekat pada endosperma. Kulit ari beras merah kaya akan serat, minyak alami, dan lemak esensial. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa beras merah dapat menjadi sumber antioksidan yang baik bagi kesehatan. Antioksidan yang dihasilkan beras merah berasal dari pigmen antosianin. Komposisi gizi per 100 g beras merah terdiri atas protein 7,5 g, lemak 0,9 g, karbohidrat 77,6 g, kalsium 16 mg, fosfor 163 mg, zat besi 0,3 g, dan vitamin B1 0,21 mg. Beras ketan dan beras merah yang banyak dijumpai di pasaran umumnya berasal dari varietas lokal. Varietas lokal umumnya berumur dalam (5 – 6 bulan) dengan potensi hasil 40 – 50% lebih rendah dibanding varietas unggul. Varietas unggul padi beras ketan dan beras merah yang telah dihasilkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian merupakan varietas unggul lahan sawah irigasi, dan jumlahnya sedikit (Santika dan Rozakurniati 2010).

Diantara padi beras warna di atas, padi beras merah memiliki variasi yang tinggi dibandingkan padi beras warna yang lain. Terdapat beberapa aksesi plasma nutfah padi beras merah yang telah dikoleksi dari berbagai lokasi eksplorasi padi di Indonesia. Keragaman pada padi beras merah seperti padi lainnya merupakan bahan dasar untuk kegiatan pemuliaan dalam program perbaikan varietas. Plasma nutfah padi beras merah memiliki kedekatan nenek moyang dengan spesies padi

commit to user

liar. Beberapa karakter spesies padi liar yang dimiliki beras merah antara lain habitus tanaman yang bersifat serak, daun dan biji terdapat bulu, tanaman tinggi, biji mudah rontok dan memiliki dormansi, batang kecil dan mudah rebah (Nolding et al. 1999 cit. Utami et al. 2010). Karakter-karakter tersebutlah yang seringkali merupakan kendala dalam usaha budidaya padi beras merah. Untuk lebih dapat memahami karakter spesifik dari padi beras merah diperlukan penelitian yang berkesinambungan sehingga dapat membudidayakan segala potensi yang ada pada padi beras merah dengan mengeliminir karakter-karakter yang tidak diinginkan (Utami et al. 2010).

Jumlah padi beras merah sangat terbatas bahkan dari 184 varietas unggul yang telah dilepas baru satu varietas padi beras merah yaitu varietas Bahbuton yang berkulit ari (aleuron) merah, tahan terhadap blas (Pyricularia oryzae), agak tahan terhadap bakteri hawar daun (Xanthomonas oryzae) dan dilepas tahun 1985 (Irsal Las 2004, Djunainah 1993 cit. Muliadi 2005). Penelitian yang lebih intensif terhadap mutu padi beras merah diharapkan dapat memberikan sumbangan nyata terhadap ketahanan pangan dan perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Oleh karena itu untuk memperbanyak pilihan bagi petani maka Balitpa terus melakukan pengujian terhadap galur-galur padi beras merah baik terhadap daya hasil maupun ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik diantaranya ketahanan terhadap penyakit tungro. Dari pengujian ini diharapkan diperoleh galur-galur padi beras merah tahan terhadap penyakit tungro (Muliadi 2005).

Padi beras merah cocok ditanam di lahan kering dengan sistem budidaya padi gogo karena hasilnya akan pulen dan kering. Memang ada beberapa padi beras merah yang ditanam di sawah, tetapi hasilnya tidak terlalu bagus. Malah terkadang rasa nasinya tidak nikmat. Waktu yang tepat untuk menanam padi beras merah adalah ketika datang musim penghujan. Biasanya mulai ditanam pada bulan Oktober dan dipanen ketika bulan Februari atau Maret. Sekali panen, mendapatkan 200 – 300 ikat (1 ikat = 5 kg) untuk luas lahan 1 ha. Untuk pengolahannya, menggunakan cara tradisional. Pertama kali, tanah di ladang diolah dengan menggunakan bajak. Setelah dibajak, bibit padi beras merah ditanam (Sinar Tani 2012).

commit to user

Padi beras merah dengan kadar protein tinggi sangat bermanfaat dalam perbaikan gizi masyarakat, karena mengandung pigmen antosianin, mengkonsumsi beras merah dapat mencegah penyakit seperti kanker, kolesterol dan jantung koroner. Kekurangan makanan dan nutrisi menjadi permasalahan bagi masyarakat miskin, sedangkan bagi sebagian penduduk yang mampu terjadi kelebihan lemak dan karbohidrat. Pola makan yang tidak seimbang dengan lemak dan karbohidrat tinggi dinilai dapat memicu berbagai penyakit, antara kolesterol tinggi dan perlemakan hati. Padi beras merah yang ditanam pada lahan kering perlu mendapat perhatian. Menurut Sasli 2004 cit. Suzanna CT 2011, kekeringan merupakan kendala bagi peningkatan produksi pada lahan tadah hujan bahkan sawah irigasi di musim kemarau. Kekeringan terjadi hampir setiap tahun yang disebabkan oleh musim hujan yang tidak menentu, terlalu cepat berakhir, penanaman terlambat dan pengairan yang umumnya sangat bergantung pada air hujan (Suzanna CT 2011).

B. Padi Lahan Kering

Selain ditanam pada lahan sawah, tanaman padi juga bisa dibudidayakan pada lahan kering atau sering kita sebut dengan budidaya padi gogo rancah. Pada sistem budidaya padi gogo rancah seolah-olah kita anggap tanaman padi seperti tanaman palawija. Sehingga kebutuhan air dalam sistem ini sangatlah minim. Sistem budidaya padi gogo biasanya dilakukan pada tanah-tanah yang kering atau tanah tadah hujan. Kelebihan sistem tanam gogo rancah dibanding sistem sawah diantaranya adalah penghematan tenaga kerja tanam, penghematan tenaga kerja pemeliharaan dan tentunya lebih menghemat waktu. Adapun kekurangan cara tanam gogo rancah adalah produksi yang dihasilkan tidak sebesar dengan sistem tanah sawah (Maspary 2010).

Lahan kering umumnya asam dan rendah pasokan P. Penanaman padi gogo disesuaikan dengan keasaman tanah apalagi peningkatan adaptasi padi gogo terhadap keasaman tanah dapat disebabkan oleh peternakan. Padi gogo toleran terhadap keasaman tanah dan adaptasi lahan masam. Kekurangan unsur hara utamanya unsur hara P menjadi kendala utama untuk produksi padi gogo di lahan

commit to user

kering. Pupuk fosfor dilaporkan telah dapat meningkatkan hasil padi gogo di wilayah Cerrado Brasil (Fageria et al. 1982), Afrika Barat (Van Reuler dan Janssen 1996, Sahrawat et al. 1995) dan Asia Tenggara (Schmidt et al. 1990) (Thomas et al. 2001).

Lahan kering umumnya kahat akan unsur N, dimana hara N ini merupakan salah satu faktor penghambat bagi pertumbuhan dan hasil padi gogo. Di antara unsur hara tanaman, unsur N merupakan hara yang diperlukan dalam jumlah besar dan sering merupakan pembatas produksi padi gogo (Partorahardjo dan Makmur 1996 Gardner et al. 1991 cit. Aribawa et al. 2007). Disamping faktor hara, jarak tanam juga memegang peranan penting dalam peningkatan produksi. Petani biasanya menggunakan jarak tanam yang tidak teratur, sehingga kemungkinan terjadi kompetisi baik terhadap air, unsur hara maupun cahaya diantara individu tanaman. Jarak tanam menentukan populasi tanaman dalam suatu luasan tertentu, sehingga pengaturan yang baik dapat mengurangi terjadinya kompetisi terhadap faktor-faktor tumbuh tersebut (Aribawa et al. 2007).

Potensi sumber daya tanah lain yang dapat dimanfaatkan untuk ekstensifikasi padi adalah lahan kering untuk budidaya padi gogo. Indonesia memiliki lahan kering dengan luasan lebih dari 55,6 juta ha. Potensi lahan kering Indonesia yang luas ini belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan cenderung tidak mendapat perhatian khusus. Upaya pemberdayaan lahan kering dapat melalui budidaya padi gogo. Akan tetapi, upaya ini menghadapi kendala antara lain yaitu produktivitas padi gogo yang masih rendah, mutu beras yang rendah yaitu tidak aromatik dan tekstur nasi pera mengakibatkan padi gogo tidak disukai oleh petani dan konsumen sehingga nilai ekonomi padi gogo rendah, kesuburan tanah yang rendah, ketersediaan air yang terbatas musim hujan, kehadiran gulma dan

hasil tinggi (Tim Peneliti Padi Gogo Aromatik 2009). Pengembangaan areal penanaman padi sawah bergeser ke lahan tegal atau lahan kering karena adanya penyusutan lahan sawah menjadi lahan non pertanian, sehingga posisi padi gogo menjadi penting untuk masa yang akan datang. Berhubung padi gogo ditanam pada musim hujan dan kebanyakan berkembang di

commit to user

sistem agroforestri, maka ketersediaan air dan radiasi matahari merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas padi gogo. Salah satu upaya peningkatan produksi padi gogo adalah dengan penggunaan varietas toleran naungan misalnya Jatiluhur. Varietas ini perlu dikembangkan ke petani untuk memastikan potensi hasil pada sistem agroforestri. Oleh karena itu diperlukan percobaan lapangan yang membutuhkan biaya banyak dan waktu lama. Penggunaan model simulasi merupakan pendekatan yang efisien dan ekonomis untuk memprediksi pertumbuhan dan produksi tanaman sesuai dengan kondisi daerah yang spesifik, sehingga pengembangan varietas unggul baru dapat diprediksi secara cepat. Salah satu model simulasi untuk memprediksi pertumbuhan dan hasil tanaman pada sistem agroforestri adalah WaNuLCAS (Water Nutrient and Light Capture in Agroforestry System ) (Yuniastuti 2004).

Padi gogo biasa ditanam pada lahan kering dataran rendah, sedangkan pada areal yang terjal dapat ditanam di antara tanaman keras. Tanaman padi dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah. Reaksi tanah (pH) optimum berkisar 5,5 – 7,5. Permeabilitas pada sub horison kurang dari 0,5 cm/jam. Selain agroekosistem, cara pengelolaan tanaman juga mempengaruhi keberlanjutan agribisnis padi. Dengan menerapkan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) keberlanjutan agribisnis padi dapat diwujudkan. Saat ini hampir seluruh teknologi budidaya tanaman menggunakan konsep PTT, termasuk budidaya padi sawah dan padi gogo (Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 2008).

C. Populasi Tanaman

Jumlah benih per lubang tanam akan berpengaruh terhadap fase pertumbuhan kaitannya dengan kompetisi penyerapan hara dan cahaya matahari. Makin tinggi kepadatan populasi (jumlah benih per lubang tanam) maka kemampuan individu tanaman untuk tumbuh secara optimal juga menurun. Pada perlakuan 1 benih/lubang dilaksanakan untuk melihat sejauh mana benih dimaksud dapat tumbuh (membentuk anakan) tanpa ada persaingan, 3 benih/lubang dilakukan guna mengoptimalkan pembentukan jumlah anakan, 5 benih/lubang adalah jumlah benih yang biasa dilakukan petani saat pindah tanam.

commit to user

Pembentukan jumlah anakan total akan berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap produksi padi (Wulandari 2005).

Sistem budidaya padi sawah umumnya memakai bibit 3 – 7 bibit/lubang tanam, terjadi persaingan unsur hara dan ruang gerak untuk perkembangan akar dan anakan yang pada akhirnya produktivitas rendah (Uphoff 2001 cit. Hasrizart 2008). Barkelaar (2001) dalam Hasrizart (2008) menyatakan bahwa metode SRI (The System Of Rice Intensification), dengan penanaman satu tanaman per lubang tanaman akan meningkatkan proses fiksasi nitrogen (Biological Nitrogen Fixation – BNF) bakteri dan mikroba yang bebas hidup di sekitar akar padi dapat bersimbiosis dan menguraikan nitrogen sehingga tersedia bagi tanaman. Penanaman 1 bibit/lubang tanam, sebelum keluar anakan pertama tumbuh pada batang primer, tanaman tersebut mempunyai waktu untuk recovery atau kembali menstabilkan diri di lapangan akhirnya anakan yang terbentuk akan maksimal. Anakan pertama tumbuh pada kondisi yang terbaik, sehingga terbentuk anakan yang banyak dari rumpun yang besar (Vallois et al. 2000 cit. Hasrizart 2008).

Jumlah bibit per titik tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan karena secara langsung berhadapan dengan kompetisi antar tanaman dalam satu rumpun. Di Indonesia biasanya dianjurkan menanam 2 sampai 3 bibit per titik tanam dengan produksi padi rata-rata 4,5 ton/ha. Sementara pada sistem intensifikasi padi di Cina, Madagaskar dan Filipina ditanam 1 bibit/titik tanam dengan tingkat

produksi padi 10,5 – 16,0 ton/ha (Hui and Jun 2003 cit. Gasparillo et al. 2003).

Jarak tanam mempengaruhi populasi tanaman, kompetisi tanaman dan keefisienan penggunaan cahaya, mempengaruhi kompetisi dalam menggunakan air dan hara, dengan demikian akan mempengaruhi hasil. Pada umumnya produksi per satuan luas tinggi tercapai dengan populasi yang tinggi pula, karena tercapainya penggunaan cahaya secara maksimal diawal pertumbuhan akan tetapi akhirnya, penampilan masing-masing tanaman secara individu akan menurun karena

tumbuh lainnya (Harjadi 1996 cit. Nurshanti 2008).

commit to user

Salah satu upaya meningkatkan produksi adalah pengaturan jarak tanam. Populasi tanaman merupakan salah satu komponen penting dalam menentukan produktivitas lahan. Jumlah bibit per titik tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan karena secara langsung berhadapan dengan kompetisi antar tanaman dalam satu rumpun. Di Indonesia biasanya dianjurkan menanam 2 sampai 3 bibit per titik tanam dengan produksi padi rata-rata 4,5 ton/ha (Utomo dan Nazaruddin 2000 cit. Mayly dan Yusuf 2010). Sementara pada sistem intensifikasi padi di Cina, Madagaskar dan Filipina ditanam 1 bibit per titik tanam dengan tingkat produksi padi 10,5 – 16,0 ton/ha (Mayly dan Yusuf 2010).

Jarak tanam adalah hal yang penting sejak hal ini dipercaya berdampak pada penerimaan cahaya selama proses fotosintesis berlangsung yaitu saat energi digunakan pada bagian hijau tanaman. Hal ini juga berpengaruh pada eksploitasi fotosfer dan rhizosfer oleh tanaman terutama saat jarak tidak cukup dan tanaman menderita bersama. Jarak tanam yang baik memberi kepadatan tanaman yang tepat, yaitu jumlah tanaman pada lahan untuk memperoleh hasil optimal (Obi 1991 cit. Ibeawuchi et al. 2008).

D. Pemupukan Organik

Pertanian organik dapat menjamin keberlanjutan usaha pertanian mengingat sistem usaha ini mampu menjamin kelestarian kesuburan dan lingkungannya. Pupuk organik mempunyai kelebihan mampu meningkatkan tidak hanya kesuburan kimia tanah, namun juga kesuburan fisik (struktur lebih baik) dan biologi tanah serta mengandung senyawa pengatur tumbuh. Atau dengan kata lain penggunaan pupuk organik tidak sekedar mampu memperbaiki kesuburan saja, namun akan menyehatkan tanah, sehingga akan menjamin terhadap kesehatan tanaman dan hasilnya serta akan menyehatkan manusia yang mengkonsumsinya. Terkait perbaikan kesuburan kimia tanah, penambahan bahan organik akan meningkatkan hara dalam tanah secara lengkap seperti hara N, P, K, S dan hara lainnya. Pupuk organik tidak hanya memasok hara makro, namun mempunyai kelebihan dalam mensuplai unsur hara mikro (terutama Fe dan Zn). Peningkatan hara dalam tanah sangat tergantung oleh macam bahan organik yang

commit to user

digunakan atau komposisi bahan organiknya. Disamping itu akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mengikat hara, sehingga hara akan lebih tersedia dalam kurun waktu yang relatif lama, sehingga menjamin keberlanjutan kesuburan. Hal ini dikarenakan selama proses dekomposisi bahan organik akan dihasilkan humus (koloid organik) yang dapat menahan unsur hara dan air, sehingga dapat meningkatkan daya simpan pupuk dan air di tanah (Suntoro 2007).

Penambahan bahan organik merupakan suatu tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman yang antara lain dapat meningkatkan efisiensi pupuk. Hasil penelitian penggunaan bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman yang melapuk, kompos, pupuk kandang atau pupuk organik cair menunjukkan bahwa pupuk organik dapat meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan serta mengurangi kebutuhan pupuk terutama pupuk K. Hara nitrogen, fosfor dan kalium merupakan faktor pembatas utama untuk produktivitas padi sawah. Respon padi terhadap nitrogen, fosfor dan kalium dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah penggunaan bahan organik. Bahan organik merupakan kunci utama dalam meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan (Arafah dan Sirippa 2003).

Pupuk kandang (pukan) didefinisikan sebagai semua produk buangan dari binatang peliharaan yang dapat digunakan untuk menambah hara, memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Apabila dalam memelihara ternak tersebut diberi alas seperti sekam pada ayam, jerami pada sapi, kerbau dan kuda, maka alas tersebut akan dicampur menjadi satu kesatuan dan disebut pukan pula. Beberapa petani di daerah memisahkan antara pukan padat dan cair. Pupuk kandang (pukan) padat yaitu kotoran ternak yang berupa padatan baik belum dikomposkan maupun sudah dikomposkan sebagai sumber hara terutama N bagi tanaman dan dapat memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah. Pupuk kandang (pukan) cair merupakan pukan berbentuk cair berasal dari kotoran hewan yang masih segar yang bercampur dengan urine hewan atau kotoran hewan yang dilarutkan dalam air dalam perbandingan tertentu. Umumnya urine hewan cukup banyak dan yang telah dimanfaatkan oleh petani adalah urine sapi, kerbau, kuda, babi dan kambing (Hartatik et al. 2005).

commit to user

Dewasa ini pemupukan dengan pupuk anorganik atau pupuk buatan penggunaannya semakin meningkat. Hal ini bila berlangsung terus dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hara dalam tanah, dan rusaknya struktur tanah, sehingga dapat menurunkan produktivitas tanah pertanian. Salah satu alternatif untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah adalah dengan pemberian bahan organik seperti pupuk kandang ke dalam tanah. Pemberian pupuk kandang, selain dapat meningkatkan kesuburan tanah juga dapat mengurangi penggunaan pupuk buatan yang harganya relatif mahal dan terkadang sulit diperoleh. Pupuk kandang adalah kotoran padat dan cair dari hewan yang tercampur dengan sisa-sisa pakan dan alas kandang. Nilai pupuk kandang tidak saja ditentukan oleh kandungan nitrogen, asam fosfat, dan kalium saja, tetapi karena mengandung hampir semua unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara keseimbangan hara dalam tanah (Souri 2001).

Pupuk kandang merupakan hasil samping yang cukup penting, terdiri dari kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang bercampur sisa makanan, dapat menambah unsur hara dalam tanah (Sarief 1989 cit. Ari 2007). Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume, total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air (Soepardi 1983 cit. Ari 2007). Pemakaian pupuk kandang perlu

dipertimbangkan, karena pupuk kandang dapat menyebabkan berkembangnya gulma pada lahan yang diusahakan. Diketahui bahwa keberadaan gulma yang dibiarkan tumbuh pada suatu pertanaman dapat menurunkan hasil 20% sampai 80% (Moenandir et al. 1993 cit. Ari 2007). Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menekan hal tersebut adalah dengan penggunaan jenis pupuk kandang yang tepat. Terdapatnya gulma pada pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh kebijaksanaan petani saat mengembalakan ternaknya. Oleh karena lingkungan pengembalaan yang berbeda, maka gulma yang dimakan ternak juga berbeda (Zarwan et al 1994 cit. Ari 2007).

commit to user

Dari uraian di atas jelas bahwa pupuk organik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan dan produktivitas beras. Pupuk organik dapat menjadi suplemen yang lebih baik dari pupuk anorganik untuk menghasilkan pertumbuhan dan hasil yang lebih baik. Pada semua perlakuan menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan dan produktivitas padi. Bentuk penelitian ini diamati bahwa 1,5 ton/ha pupuk organik bersama dengan pupuk kimia 50% direkomendasikan bisa memberikan hasil yang sama. Namun, di antara perlakuan pupuk organik 2 ton/ha sendiri menghasilkan gabah yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan pupuk lain. Dari sudut pandang ekonomi petani dapat menggunakan kombinasi pupuk organik dan mengurangi tingkat pupuk anorganik untuk meningkatkan hasil padi serta untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tanah (Siavoshi et al. 2011).

Penggunaan bahan kimia dalam kegiatan pertanian menjadi masalah pencemaran lingkungan. Tingkat penggunaan bahan kimia yang sangat tinggi memberi dampak negatif terhadap struktur tanah yang semakin mengeras dan kelangsungan hidup mikroba tanah yang semakin berkurang (Andoko 2002 cit Cepy dan Wangiyana 2011). Penggunaan bahan organik atau pupuk organik menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi dampak negatif tersebut. Penggunaan bahan organik dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dan kelangsungan hidup mikroba tanah serta memperbaiki struktur fisik tanah (Andoko 2002 cit Cepy dan Wangiyana 2011). Bahan organik menyediakan unsur hara secara lengkap baik unsur hara makro maupun mikro. Selain itu, bahan organik menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan mikroba tanah sehingga dapat menjaga kelangsungan hidup mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman padi tersebut, salah satunya adalah mikroba pengurai bahan organik. Keberadaan mikroba pengurai bahan organik, dapat berfungsi sebagai perekat yang mengikat butir-butir tanah menjadi butiran yang lebih besar, sehingga menjadikan tanah tidak terlalu keras dan tidak terlalu remah (Cepy dan Wangiyana 2011).

commit to user

Sebagian besar lahan penanaman jagung di Indonesia berupa lahan kering. Masalah utama penanaman jagung di lahan kering adalah kebutuhan air sepenuhnya tergantung pada curah hujan, bervariasinya kesuburan lahan dan adanya erosi yang mengakibatkan penurunan kesuburan. Selain itu masalah lain di lahan kering adalah memiliki pH dan kandungan bahan organik yang rendah. Pemberian pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, menaikan bahan serap tanah terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah, dan sebagai sumber zat makanan bagi tanaman. Sedangkan pemberian pupuk urea dapat merangsang pertumbuhan secara keseluruhan khususnya cabang, batang, daun, dan berperan penting dalam pembentukan hijau daun (Lingga dan Marsono 2008 cit Bara A dan A. Chozin 2009). Pupuk urea mudah menguap dan tercuci sehingga pemberiannya dilakukan beberapa kali agar kebutuhan unsur hara N tanaman dapat terpenuhi (Bara A dan MA Chozin 2009).

commit to user

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2012 sampai bulan Juli 2012. Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Tawangsari Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Secara geografis lokasi tersebut terletak antara 7°30’39,25” LS dan 110°39’40,49” BT dengan ketinggian tempat 215 m dpl dan kemiringan lereng 8% yang dikategorikan sebagai daerah yang agak miring. Jenis tanah di lokasi penelitian merupakan tanah entisol.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih padi beras merah kultivar lokal Boyolali (kultivar Wulung merah), pupuk kandang sapi sebagai pupuk dasar, pupuk organik kencing sapi dan pupuk phonska sebagai pupuk susulan, dan biosugih sebagai pestisida alami.

2. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat cangkul, tugal, papan nama, rol meter/penggaris, ember, gembor, tali raffia, plastik, koran, timbangan analitik, oven, alat tulis, dan kamera.

C. Perancangan Penelitian dan Analisis Data

1. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktorial dengan dua (2) faktor perlakuan dan setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Faktor pertama yaitu populasi tanaman, antara lain : B0 : sistem larikan / sistem sebar (kontrol) B1 : 2 biji padi beras merah/lubang B2 : 4 biji padi beras merah/lubang B3 : 6 biji padi beras merah/lubang

15

commit to user

Faktor kedua yaitu dosis pupuk organik/pupuk kandang sapi, antara lain : P0 : pupuk organik/pupuk kandang sapi 10 ton/ha (kontrol) P1 : pupuk organik/pupuk kandang sapi 3 ton/ha P2 : pupuk organik/pupuk kandang sapi 5 ton/ha P2 : pupuk organik/pupuk kandang sapi 7 ton/ha Kombinasi perlakuan populasi tanaman dan dosis pupuk kandang sapi ada 16 antara lain, yaitu : B0P0 : sistem larikan/sebar dan pemberian pupuk kandang sapi 10 ton/ha

(kontrol) B0P1 : sistem larikan/sebar dan pemberian pupuk kandang sapi 3 ton/ha B0P2 : sistem larikan/sebar dan pemberian pupuk kandang sapi 5 ton/ha B0P3 : sistem larikan/sebar dan pemberian pupuk kandang sapi 7 ton/ha B1P0 : populasi 2 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 10 ton/ha B1P1 : populasi 2 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 3 ton/ha B1P2 : populasi 2 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 5 ton/ha B1P3 : populasi 2 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 7 ton/ha B2P0 : populasi 4 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 10 ton/ha B2P1 : populasi 4 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 3 ton/ha B2P2 : populasi 4 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 5 ton/ha B2P3 : populasi 4 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 7 ton/ha B3P0 : populasi 6 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 10 ton/ha B3P1 : populasi 6 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 3 ton/ha B3P2 : populasi 6 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 5 ton/ha B3P3 : populasi 6 biji/lubang dan pemberian pupuk kandang sapi 7 ton/ha

2. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan melalui tahap-tahap sebagai berikut :

a. Persiapan lahan Persiapan lahan ini meliputi pembersihan lahan dan pengolahan tanah. Pembersihan lahan ini dengan membuang gulma, sisa-sisa tanaman dan rumput. Penyiapan lahan dilakukan dengan cara mencangkul tanah

commit to user

pada kedalaman 25 – 30 cm kemudian tanah dibalik. Dengan luas lahan per petak 1,6 meter x 1,6 meter dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm.

b. Persiapan bahan tanam Persiapan ini meliputi penyediaan benih padi beras merah dan pupuk organik/pupuk kandang sapi. Benih padi beras merah dipilih yang normal, sehat, utuh, dan mempunyai kemurnian varietas tinggi. Sebelum dilakukan penanaman, benih diseleksi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan garam. Benih dimasukkan ke dalam larutan garam dan benih yang tenggelam yang digunakan sebagai bahan tanam sedangkan benih yang mengapung dibuang.

c. Penanaman Penanaman benih padi beras merah dilakukan dengan menanam biji di setiap lubang yang telah disediakan dengan jumlah biji yang berbeda-beda yaitu 2 biji/lubang, 4 biji/lubang dan 6 biji/lubang serta kontrol dengan sistem larikan atau sistem sebar. Penanaman padi beras merah dilakukan dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm.

d. Pemupukan Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang sapi sebagai pupuk dasar dan pupuk susulan berupa campuran pupuk organik (pupuk organik kencing sapi) dan pupuk anorganik (pupuk phonska).

e. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi pengairan, penyiangan,

penyulaman, pengendalian organisme pengganggu (gulma dan hama) tanaman. Penyiraman dilakukan 2 kali seminggu. Penyiangan dilakukan 5 kali yaitu pada minggu kedua, ketiga, kelima, keenam dan minggu kedelapan. Penyulaman dilakukan 3 kali yaitu pada minggu pertama, kelima dan minggu keenam. Sedangkan untuk pengendalian organisme pengganggu tanaman dilakukan secara mekanik.

commit to user

f. Pemanenan Pemanenan dilakukan 4 kali yaitu pada minggu ketiga belas untuk pemanenan pertama dan minggu keempat belas untuk pemanenan kedua, ketiga dan keempat. Pemanenan dilakukan pada saat tanaman padi sudah mulai mengering dan daun padi serta bulir padi sudah menguning.

3. Variabel Pengamatan

a. Fase Vegetatif

1) Tinggi tanaman (cm) Pengukuran tinggi tanaman dimulai dari pangkal batang (leher akar) sampai dengan ujung daun/malai terpanjang tanaman padi beras merah sampel. Pengamatan dilakukan seminggu sekali, dimulai pada saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam dan berakhir pada 1 minggu sebelum panen.

2) Jumlah anakan per rumpun (batang) Yaitu menghitung jumlah anakan per rumpun pada tanaman sampel, kemudian diambil rata-ratanya untuk dianalisis lebih lanjut. Pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali, dimulai pada saat tanaman sudah mulai terbentuk anakan, selama fase vegetatif sampai terbentuk malai (fase vegetatif maksimal).

b. Fase generatif

1) Jumlah anakan produktif per rumpun (batang) Yaitu menghitung anakan yang memiliki malai. Jumlah anakan

dihitung per rumpun dari tanaman sampel. Pengamatan dilakukan pada akhir fase generatif saat sebelum panen.

2) Jumlah malai per tanaman Yaitu menghitung jumlah malai per tanaman pada tanaman sampel, kemudian diambil rata-ratanya untuk dianalisis lebih lanjut.

commit to user