LAPORAN MAKALAH TENTANG SKIZOFRENIA KELO

LAPORAN MAKALAH TENTANG
SKIZOFRENIA

KELOMPOK 5 XI IPA 2
-Aulia Rizky Amrullah
-Khaerunisa
-Maulana Tirta
-M. Fathan Rasil
-Pradina Risqyda Dewi
-Revaldo AF
-Sahid Abimanyu

Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang skizofrenia.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh

karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

BOGOR,MARET 2017

Daftar isi
Halaman
judul..............................................................................................................
...01
Kata
pengantar.....................................................................................................
...........02
Daftar
isi..................................................................................................................
.........03
BAB 1
A. PENDAHULUAN

Latar
belakang.......................................................................................................
...........04
Tujuan...........................................................................................................
....................05
Manfaat.........................................................................................................
...................05
BAB II
A.PEMBAHASAN...........................................................................................
..................06
BAB III
A.KESIMPULAN..............................................................................................
..................17
B.SARAN........................................................................................................
...................17
BAB IV
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................................
....18


BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu gangguan jiwa yang merupakan permasalahan
kesehatan di seluruh dunia adalah skizofrenia. Para pakar
kesehatan jiwa menyatakan bahwa semakin modern dan industrial
suatu masyarakat, semakin besar pula stressor psikososialnya, yang
pada gilirannya menyebabkan orang jatuh sakit karena tidak
mampu mengatasinya. Salah satu penyakit itu adalah gangguan
jiwa skizofrenia. Dalam sejarah perkembangan skizofrenia sebagai
gangguan klinis, banyak tokoh psikiatri dan neurologi yang
berperan. Mula-mula Emil Kreaplin (18-1926) menyebutkan
gangguan dengan istilah dementia prekok yaitu suatu istilah yang
menekankan proses kognitif yang berbeda dan onset pada masa
awal. Istilah skizofrenia itu sendiri diperkenalkan oleh Eugen Bleuler
(1857-1939), untuk menggambarkan munculnya perpecahan antara
pikiran, emmosi dan perilaku pada pasien yang mengalami
gangguan ini. Bleuler mengindentifkasi symptom dasar dari
skizofrenia yang dikenal dengan 4A antara lain : Asosiasi, Afek,
Autisme dan Ambivalensi. Skizofrenia merupakan gangguan psikotik

yang paling sering, hampir 1% penduduk dunia menderita psikotik
selama hidup mereka di Amerika. Skizofrenia lebih sering terjadi
pada Negara industri terdapat lebih banyak populasi urban dan
pada kelompok sosial ekonomi rendah. Walaupun insidennya hanya
1 per 1000 orang di Amerika Serikat, skizofrenia seringkali
ditemukan
di
gawat
darurat
karena
beratnya
gejala,
ketidakmampuan untuk merawat diri, hilangnya tilikan dan
pemburukan sosial yang bertahap. Kedatangan diruang gawat
darurat atau tempat praktek disebabkan oleh halusinasi yamg
menimbulkan ketegangan yang mungkin dapat mengancam jiwa
baik dirinya maupun orang lain, perilaku kacau, inkoherensi, agitasi

dan penelantaran Diagnosis skizofrenia lebih banyak ditemukan
dikalangan sosial ekonomi rendah. Beberapa pola interaksi keluarga

dan faktor genetik diduga merupakan salah satu faktor penyebab
terjadinya
skizofrenia.5
75%
penderita
skizofrenia
mulai
mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda
memang beresiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stressor.
Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan
lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap
penyesuaian diri Salah satu pembagian skizofrenia adalah
skizofrenia hebefrenik. Skizofrenia hebefrenik disebut juga
disorganized type atau “kacau balau” yang ditandai dengan
inkoherensi, afect datar, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan,
yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai
sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh, mengucap berulangulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari
hubungan sosial (Dadang Hawari, 2001:64-65). Gangguan jiwa
skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang
dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi

kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia)
karena menyangkut perubahan pada segi fsik, psikologis dan
sosial-budaya.
Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari
kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).
B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini diantaranya
adalah untuk memberikan gambaran ringkas mengenai Skizofrenia
terutama dalam hal gejala klinis, diagnosis serta penanganan yang tepat
pada pasien dan keluarga pasien.
C. Manfaat
pengetahuan

Penulisan
penulis

Makalah ini diharapkan dapat menambah
serta
pembaca
mengenai
Skizofrenia.


BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Skizofrenia
satu istilah untuk beberapa gangguan yang ditandai dengan
kekacauan kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan
untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari (Atkinson dkk, 1992),
perasaan dikendalikan olehn kekuatan dari luar dirinya,
waham/delusi, gangguan persepsu (PPDGJ, 1983) Skizofrenia adalah
suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum
diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung
pada pertimbangan pengaruh genetik, fsik dan sosial budaya (Rusdi
Maslim, 1997; 46). Gangguan skizoprenia ini terdapat pada semua
kebudayaan dan mengganggu di sepanjang sejarah, bahkan pada
kebudayaan-kebudayaan yang jauh dari tekanan modern sekalipun.
Umunya gangguan ini muncul pada usia yang sangat muda, dan
memuncak pada usia antara 25-35 tahun. Gangguan yang muncul
dapat terjadi secara lambat atau dating secara tiba-tiba pada
penderita yang cenderung suka menyendiri yang mengalami stress
(Atkinson dkk, 1992) Salah satu pembagian skizofrenia adalah

skizofrenia hebefrenik. Beberapa pendapat yang menyebutkan
tentang pengertian Skizofrenia, antara lain : “Skizofrenia hebefrenik
adalah suatu bentuk Skizofrenia yang ditandai dengan perilaku klien
regresi dan primitif, efek yang tidak sesuai, wajah dungu, tertawa-

tawa aneh, meringis dan menarik diri secara ekstrim”. (Townsend,
alih bahasa Helena, 1998:143).
B. Etiologi
a. Keturunan Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan
bagi saudara tiri 0,9-1,8 %, bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak
dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar
2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 %. (Maramis, 1998; 215 ).
b. Endokrin Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya
Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan
waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
c. Metabolisme Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak
pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan
berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor
katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam
pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.

d. Susunan saraf pusat Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP
yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang
ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau
merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
e. Teori Adolf Meyer : Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah
sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis
anatomis atau fsiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui
bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat
mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia
merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul
disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan
diri dari kenyataan (otisme).
f. Teori Sigmund Freud Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang
dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego
dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa
serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangaan
kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik
tidak mungkin.
g. Eugen Bleuler Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala
utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau

disharmoni antara proses berfkir, perasaan dan perbuatan. Bleuler
membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer
(gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan
otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau
gangguan psikomotorik yang lain).

h. Teori lain Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan
oleh bermacam-macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang
salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak,
arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
i. Ringkasan Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab
Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai
pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau
faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau
stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun
pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak
dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).
C. Klasifksi Skizofrenia Kraepelin membagi Skizofrenia dalam
beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :
a. Skizofrenia Simplek Sering timbul pertama kali pada usia pubertas,

gejala utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berfkir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang
didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
b. Skizofrenia Hebefrenia Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan
sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang
menyolok ialah gangguan proses berfkir, gangguan kemauaan dan
adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor
seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering
terdapat, waham dan halusinaasi banyak sekali.
c. Skizofrenia Katatonia Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan
biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin
terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d. Skizofrenia Paranoid Gejala yang menyolok ialah waham primer,
disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan
pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfkir,
gangguan afek emosi dan kemauan.
e. Skizofrenia akut Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien
seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam
keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya
sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang
khusus baginya.
f. Skizofrenia Residual Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya
Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini
timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
g. Skizofrenia Skizo Afektif Disamping gejala Skizofrenia terdapat
menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejal depresi (skizo depresif)

atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi
sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
D. Tanda dan Gejala Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi
menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual.
Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non spesifk yang
lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun sebelum onset
psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi
pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi
perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta
membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini
tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk
prognosisnya. Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti
tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan
afek. Hampir semua individu datang berobat pada fase ini, bila tidak
mendapat pengobatan gejala gejala tersebut dapat hilang spontan suatu
saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan. Fase aktif akan diikuti
oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase prodromal
tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala
gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia juga
mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan,
mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi,
hubungan sosial). Pada Skizofrenia Hebefrenik kita dapat melihat tanda
dan gejala yang khas, antara lain; Inkoherensi yaitu jalan pikiran yang
kacau, tidak dapat dimengerti apa maksudnya. Alam perasaan yang datar
tanpa ekspresi serta tidak serasi atau ketolol-tololan. Perilaku dan tertawa
kekenak-kanakan, senyum yang menunjukkan rasa puas diri atau senyum
yang hanya dihayati sendiri. Waham yang tidak jelas dan tidak sistematik
tidak terorganisasi sebagai suatu kesatuan. Halusinasi yang terpecahpecah yang isi temanya tidak terorganisasi sebagai satu kesatuan.
Gangguan proses berfkir Perilaku aneh, misalnya menyeringai sendiri,
menunjukkan gerakan-gerakan aneh, berkelakar, pengucapan kalimat
yang diulang-ulang dan cenderung untuk menarik diri secara ekstrim dari
hubungan sosial (Dadang Hawari, 2001 :640).
Gejala-gejala pencetus respon biologis :
1. Kesehatan : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama
sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obatan sistem saraf pusat, kurangnya
latihan dan hambatan untuk menjangkau layanan kesehatan.
2. Lingkungan : lingkungan yang memusuhi, masalah rumah tangga,
kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas
sehari-hari, kesukaran berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial,
kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, stigmasisasi, kemiskinan,
kurangnya alat transportasi dan ketidakmampuan mendapatkan
pekerjaan.

3. Sikap/perilaku : merasa tidak mampu, putus asa, merasa gagal,
kehilangan kendali diri(demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan
dengan gejala tersebut, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain
dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi,
perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan
ketidakadekuatan penanganan gejala.
Beberapa tanda dang gejala yang paling sering ditemukan pada
pasien-pasien Skizofrenia Hebefrenik adalah :
1. Waham; yaitu suatu keyakinan yang salah yang tidak sesuai dengan
latar belakang sosial budaya serta pendidikan pasien, namun
dipertahankan oleh pasien dan tidak dapat ditangguhkan.
2. Halusinasi; gangguan persepsi ini membuat pasien skizofrenia dapat
melihat sesuatu atau mendengar suara yang tidak ada sumbernya.
Halusinasi yang sering terdapat pada pasien adalah halusinasi auditorik
(pendengaran). Terkadang juga terdapat halusinasi penglihatan dan
halusinasi perabaan.
3. Siar pikiran, yaitu pasien merasa bahwa pikirannya dapat disiarkan
melalui alat-alat bantu elektronik atau merasa pikirannya dapat dibaca
oleh orang lain. Terkadang pasien dapat mengatakan bahwa dirinya dapat
berbincang-bincang dengan penyiar televisi maupun radio. Beberapa
pasien juga mengatakan pikirannya dimasuki oleh pikiran atau kekuatan
lain atau ditarik/diambil oleh kekuatan lain.
E. Psikofsiologi
1. Tahapan halusinasi dan delusi yang biasa menyertai gangguan jiwa.
a. Tahap Comforting Timbul kecemasan ringan disertai gejala kesepian,
perasaan berdosa, klien biasanya mengkompensasikan stresornya dengan
koping imajinasi sehingga merasa senang dan terhindar dari ancaman.
b. Tahap Condeming Timbul kecemasan moderat, cemas biasanya makin
meninggi selanjutnya klien merasa mendengarkan sesuatu, klien merasa
takut apabila orang lain ikut mendengarkan apa-apa yang ia rasakan
sehingga timbul perilaku menarik diri ( with drawl ). c. Tahap Controling
Timbul kecemasan berat, klien berusaha memerangi suara yang timbul
tetapi suara tersebut terus menerus mengikuti, sehingga menyebabkan
klien susah berhubungan dengan orang lain. Apabila suara tersebut hilang
klien merasa sangat kesepian atau sedih.
d. Tahap Conquering Klien merasa panik, suara atau ide yang datang
mengancam apabila tidak diikuti perilaku klien dapat bersifat merusak
atau dapat timbul perilaku suicide.
2. Waham Kelompok ini ditandai secara khas oleh berkembangnya waham
yg umumnya menetap dan kadang-kadang bertahan seumur hidup.

Waham dapat berupa waham kejaran, hipokondrik, kebesaran, cemburu,
tubuhnya dibentuk secara abnormal,merasa dirinya bau dan homoseks.
Tidak dijumpai Gangguan lain, hanya depresi bisa terjadi secara
intermitten. Onset biasanya pada usia pertengahan, tetapi kadang-kadang
yg berkaitan dgn bentuk tubuh yang salah dijumpai pada usia muda. Isi
waham dan waktu timbulnya sering dihubungkan dengan situasi
kehidupan individu, misalnya waham kejaran pada kelompok minoritas.
Terlepas dari perbuatan dan sikapnya yang berhubungan dengan
wahamnya, afek dan pembicaraan dan perilaku orang tersebut adalah
normal.Waham ini minimal telah menetap selama 3 bulan. F. Diagnosis
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia ; Diagnosis hebefrenia
untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa
muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid
menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun
tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk diagnosis
hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu
selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran
yang khas berikut ini memang benar bertahan : Perilaku yang tidak
bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan; Afek pasien dangkal
(shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan
(giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfed), senyum sendirir (selfabsorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa
menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau
(pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang
(reiterated phrases); Proses pikir mengalami disorganisasi dan
pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif
dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol.
Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan
kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu
perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose).
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap
agama, flsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang
memahami jalan pikiran pasien. Menurut DSM-IV skizofrenia disebut
sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi. G. Penatalaksanaan Terapi
Somatik (Medikamentosa) Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati
Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol
halusinasi, delusi dan perubahan pola fkir yang terjadi pada Skizofrenia.
Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum
mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar
cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu
dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk mengobati
Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini,

yaitu : antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril
(Clozapine).
a. Antipsikotik Konvensional Obat antipsikotik yang paling lama
penggunannya disebut antipsikotik konvensional.Walaupun sangat efektif,
antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius.
Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain : 1. Haldol
(haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine) 2. Mellaril (thioridazine) 6.
Thorazine ( chlorpromazine) 3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon
(perphenazine) 4. Prolixin (fluphenazine) ----Akibat berbagai efek samping
yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih
merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic. ----Ada 2
pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada
pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum
pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu
yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot
formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih
dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem
depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic
antipsycotic. b. Newer Atypcal Antipsycotic Obat-obat yang tergolong
kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbeda, serta
sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik
konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia,
antara lain : · Risperdal (risperidone) · Seroquel (quetiapine) · Zyprexa
(olanzopine) Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk
menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia. c. Clozaril ----Clozaril mulai
diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama.
Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon
(berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril
memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasuskasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah
putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang
mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara
reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling
sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil. Cara
penggunaan · Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek
primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama
pada efek samping sekunder. · Pemilihan jenis obat anti psikosis
mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat.
Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. · Apabila obat anti
psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang · sudah
optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat
psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis

ekivalennya dimana profl efek samping belum tentu sama. · Apabila
dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik
efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang ·
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan: ü Onset efek primer
(efek klinis) : sekitar 2-4 minggu ü Onset efek sekunder (efek samping) :
sekitar 2-6 jam ü Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari) ü
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu
mengganggu kualitas hidup pasien · Mulai dosis awal dengan dosis
anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai
peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu
dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)
diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan
sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu) tapering of (dosis
diturunkan tiap 2-4 minggu) stop · Untuk pasien dengan serangan
sindroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan dapat diberikan
palong sedikit selama 5 tahun. · Efek obat psikosis secara relatif
berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir yang
masih mempunyai efek klinis. · Pada umumnya pemberian obat
psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun
setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis
reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya gejala
dalam kurun waktu 2 minggu - 2bulan. · Obat antipsikosis tidak
menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam
jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil
sekali. · Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala
Cholinergic rebound yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare,
pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan
pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofn 0,25 mg IM dan
tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari) · Obat anti pikosis long acting
(perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit
teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral.
Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru
ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting
hanya untuk terapi stabilisasi danpemeliharaan terhadap kasus
skizofrenia. · Penggunaan CPZ (Chlorpromazine) injeksi sering
menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu peubahan posisi tubuh
(efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi
noradrenalin (efortil IM) ---- Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan)
Pertama Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk
penderita Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang
ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih
rendah. Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat
untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat
gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli biasanya akan mencoba

memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril)
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh) Biasanya timbul bila
penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk
mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang
penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan
oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis
menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat
lain yang efek sampingnya lebih rendah. -Apabila penderita berhenti
minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral dengan
injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian
obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang pasien
dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal
ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat
obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan
newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti
dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan
yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan Sangat penting bagi pasien untuk
tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru
menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti minum obat setelah episode
petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasienpasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat obat antipskotik
selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang
menderita Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total
pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu
diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering
kekambuhan dan makin beratnya penyakit. Efek Samping Obat-obat
Antipsikotik Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka
waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek
samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi
penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan
(kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra
Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku,
sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap
waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain
yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang
dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine)
bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati
efek samping ini. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive
dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol,
protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan terjadinya efek
samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah
dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan
mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal. Obatobat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual,

sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obatobatan
tersebut.
Untuk
mengatasinya
biasanya
dokter
akan
menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan newer
atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit. Peningkatan
berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan
obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik
atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini. Efek
samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome,
dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga
dapat menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain.
Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.

Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan
latihan ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan komunikasi
interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah
yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa
dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku
maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara
sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga Terapi ini sangat berguna karena pasien
skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana
pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi
keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga
adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali,
anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya
yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat.
Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan
tentang sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan
penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti
skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian
telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka
relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga
sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.

c. Terapi kelompok Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya
memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan
nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara
psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam
menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan

meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif,
tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual Penelitian yang paling baik tentang efek
psikoterapi individual dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan
data bahwa terapi akan membantu dan menambah efek terapi
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien
skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami
pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli
terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli
terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien. Hubungan antara dokter
dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobatan
pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan,
pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban
dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan,
atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari
jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan
kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada
informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang
merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan
adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk
suapan, manipulasi, atau eksploitasi. Perawatan di Rumah Sakit
(Hospitalization) Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk
tujuan diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena
gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar. Tujuan utama perawatan
dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien
dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang
dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus
juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang
skizofrenia. Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan
membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya
perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan penyakit pasien dan
tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di
rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan,
perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan
di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas
perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas
hidup.
E. Prognosis Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan
skizofrenia tipe lainnya, prognosisnya pada umumnya kurang begitu
menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari episode
awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat prodromal (sebelum
munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan

perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada
diantaranya, ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan
berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia:

1
. Keluarga Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari
keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami
Skizofrenia dengan orang yang normal, karena orang yang mengalami
gangguan Skizofrenia mudah tersinggung.
2. Inteligensi Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai
Inteligensi yang tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan
orang yang inteligensinya rendah.
3. Pengobatan Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya
sebagian kecil pasien (kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk
mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal. Kedua
antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek merugikan yang
mengganggu dan serius. Namun pasien skkizofrenia perlu di beri obat
Risperidone serta Clozapine.
4. Reaksi Pengobatan Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang
yang bereaksi terhadap obat lebih bagus perkembangan kesembuhan
daripada orang yang tidak bereaksi terhadap pemberian obat.
5. Stressor Psikososial Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari
luar, maka akan mempunayi dampak yang positif, karena tekanan dari
luar diri individu dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula

sebaliknya apabila stressor datangnya dari luar individu dan bertubi-tubi
atau tidak dapat diminimalisir maka prosgnosisnya adalah negatif atau
akan bertambah parah.
6. Kekambuhan penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya
lebih buruk.
7. Gangguan Kepribadian Prognosis untuk orang yang mempunyai
gangguan kepribadian akan sulit disembuhkan. Besar kecilnya
pengalaman akan memiliki peran yang sangat besar terhadap
kesembuhan.
8. Onset Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset
yang lambat dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki
prognosis yang lebih baik.
9. Proporsi Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional)
mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk
tubuhnya tidak proporsional.
10. Perjalanan penyakit Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase
prodromal prognosisnya lebih baik dari pada orang yang sudah pada fase
aktif dan fase residual.
11. Kesadaran Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia
adalah jernih. Hal inilah yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya.

PROGNOSIS BAIK

PROGNOSIS BURUK

· Onset lambat
· Faktor pencetus yang jelas
· Onset akut
· Riwayat sosial, seksual dan
pekerjaan premorbid yang baik
· Gejala gangguan mood (terutama
gangguan depresif)
· Menikah
· Riwayat keluarga gangguan mood
· Sistem pendukung yang baik
· Gejala positif

· Onset muda
· Tidak ada factor pencetus
· Onset tidak jelas
· Riwayat social dan pekerjaan
premorbid yang buruk
· Prilaku menarik diri atau autistic
· Tidak menikah, bercerai atau
janda/ duda · Sistem pendukung
yang buruk
· Gejala negatif
· Tanda dan gejala neurologist
· Riwayat trauma perinatal
· Tidak ada remisi dalam 3 tahun
· Banyak relaps
· Riwayat penyerangan

BAB III KESIMPULAN
A. Kesimpulan
skizofrenia adalah skizofrenia hebefrenik. Beberapa pendapat yang
menyebutkan tentang pengertian Skizofrenia, antara lain :
“Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk Skizofrenia yang
ditandai dengan perilaku klien regresi dan primitif, afek yang tidak
sesuai, wajah dungu, tertawa-tawa aneh, meringis dan menarik diri
secara ekstrim”. (Townsend, alih bahasa Helena, 1998:143).
Skizofrenia hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan
perubahan afektif yang tampak jelas dan secara umum juga
dijumpai waham dan halusinasi yang bersifat mengambang serta
terputus-putus (fragmentary), perilaku yang tidak bertanggung
jawab dan tidak dapat diramalkan, serta umumnya maneurisme
(Depkes RI, 1993:111-112). Skizofrenia hebefrenik disebut juga
disorganized type atau “kacau balau” yang ditandai dengan
inkoherensi, afect datar, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan,
yang terpecah-pecah, dan perilaku aneh seperti menyeringai
sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh, mengucap berulangulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari
hubungan sosial (Dadang Hawari, 2001:64-65). Skizofrenia
hebefrenik adalah suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan
prilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan,ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri, dan prilaku menunjukkan
hampa prilaku dan hampa perasaan, senang menyendiri,dan
ungkapan kata yang di ulang – ulang, proses pikir mengalami
disorganisasi dan pembicaraan tak menentu serta adanya
penurunan perawatan diri pada individu. ( Rusdi Maslim,Dr.PPDGJ- III
2001: 48) Dari ketiga pengertian diatas, penulis dapat
menyimpulkan bahwa Skizofrenia hebefrenik atau Skizofrenia
disorganized adalah suatu gangguan yang yang ditandai dengan
regresi dan primitif, afek yang tidak sesuai, serta menarik diri
secara ekstrim dari hubungan sosial. Gangguan jiwa skizofrenia
merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat
dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan
lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena
menyangkut perubahan pada segi fsik, psikologis dan sosialbudaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari
kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).

B. Saran
1. Diharapkan para tenaga kesehatan baik yang di bidang pendidikan
maupun dilapangan secara langsung mampu melakukan dan menerapkan
proses keperawatan pada klien skizofrenia sesuai dengan disiplin ilmu
teori maupun praktik klinik secara komprehensif dan berdasarkan
evidence base
2. Diharapkan para tenaga kesehatan dimanapun dan kapanpun selalu
bisa menjalian komunikasi dan koordinasi yang baik dengan klien,
keluarga dan tim medis lainnya demi tercapainya asuhan keperawatan
yang
berkualitas
dan
dapat
dipertanggungjawabkan.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, HI, Sadock BJ, Greb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis Psikiatri, ed 7,
vol 1,
Binarupa aksara, 1997 Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan
Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK
Unika Atmajaya, Jakarta, 2001.
Skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Diunduh dari
http//www.idijakbar.com/prosiding/skizofrenia.htm tanggal 16 November
2010 Skizofrenia. Naruto. blogspot. fle:///C:/Documents%20and
%20Settings/F%20A%20D%20L%20I/My%20Documents/makalahskizofrenia.html
www.psikomedia.com/article/psikologi-klinis/1006/skizofrenia diunduh
tanggal 20 Maret 2013
http://mudamedika.blogspot.co.id/2014/03/makalah-skizofrenia.html