BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN - Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Produk Olahan Kopi Bubuk Arabika (Coffea arabika) Kelompok Tani Simalungun Jaya Desa Sait Buttu Saribu Kabupaten Simalungun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka Sekitar 90% hasil produksi kopi di Indonesia berasal dari perkebunan kopi rakyat.

  Beberapa faktor yang mempengaruhi kestabilan hasil produksi perkebunan kopi rakyat diantaranya faktor kebiasaan petani, faktor ekonomi, dan faktor keamanan lingkungan. Belum adanya pemetaan sentra penghasil kopi yang menggambarkan karakteristik dari masing – masing daerah dan kurangnya penyuluhan (edukasi) dalam mengatasi hama penyakit tanaman kopi menjadi salah satu penyebab produksi kopi hasil perkebunan rakyat belum banyak di ekspor. Kopi termasuk kelompok tanaman semak belukar dengan genus Coffea (Panggabean, 2011). Tanaman kopi rakyat umumnya sudah berumur cukup tua, sehingga tidak produktif lagi. Teknologi yang diterapkan sejak penanaman hingga pengolahan masih sangat sederhana. Tidak heran jika produksi dan mutunya sangat rendah. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu ditempuh langkah – langkah berikut: 1.

  Mengembangkan varietas kopi arabika unggul pada lahan – lahan yang sesuai.

2. Mengganti tanaman yang sudah tua dengan tanaman muda varietas unggul yang dianjurkan (peremajaan).

  3. Menerapkan teknik budidaya yang benar, baik mengenai sistem penanaman, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama penyakit, maupun pengaturan

4. Menerapkan sistem pemanenan dan pengolahan yang benar, baik cara pemetikan, pengolahan, pengeringan, maupun sortasi (Najiyati dkk, 1997).

  Jenis – Jenis Kopi

  Jenis kopi yang banyak dibudidayakan yakni kopi arabika (Coffea arabika) dan robusta (Coffea canephora). Sementara itu, ada juga jenis Coffea Liberika dan

  Coffea congensis yang merupakan perkembangan dari jenis robusta.

A. Arabika

  Kopi arabika pertama kali dibawa ke Jawa pada tahun 1699 oleh seorang bangsa Belanda. Tetapi sebagai tanaman perdagangan yang menyakinkan dan pertumbuhan menjadi lebih baik pada tahun 1699. Bibit tanaman tersebut didatangkan dari Yaman, yakni yang dikenal sebagai kopi arabika varietas arabika. Di Jawa, tanaman kopi ini mendapat perhatian sepenuhnya pada tahun 1966, karena tanaman tersebut dapat berkembang dan berproduksi baik. Bibit kopi Indonesia didatangkan dari Yaman. Pada waktu itu jenis yang didatangkan adalah kopi arabika. Setelah diketahui bahwa tanaman kopi itu hasilnya diketahui terus meningkat, mulai saat itulah banyak pengusaha yang memperluas usahanya dalam lapangan perkebunan, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada tanah – tanah swasta (AAK, 1988).

  Awalnya, jenis kopi yang dibudidayakan di Indonesia adalah Arabika, lalu liberika dan terakhir kopi jenis Robusta. Kopi jenis arabika sangat baik ditanam di daerah yang berketinggian 1.000 – 2.100 meter di atas permukaan laut (dpl). Semakin tinggi lokasi perkebunan kopi, cita rasa yang dihasilkan oleh biji kopi akan semakin baik. Karena itu, perkebunan kopi arabika hanya terdapat di beberapa daerah tertentu (di daerah yang memiliki ketinggian di atas 1.000 meter).

  Berikut ini beberapa daerah penanaman jenis kopi arabika yang terkenal di Indonesia: 1.

  Provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Dairi, Kabupaten Tobasa, Kabupaten Humbang, Kabupaten Mandailing, dan Kabupaten Karo).

  2. Provinsi Aceh.

  3. Provinsi Lampung.

  4. Beberapa provinsi di Pulau Sulawesi, jawa dan Bali (Panggabean, 2011). Berikut ciri – ciri kopi arabika: 1.

  Aromanya wangi sedap mirip pencampuran bunga dan buah. Hidup di daerah yang sejuk dan dingin.

  2. Memiliki rasa asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis robusta.

  3. Memiliki bodi atau rasa kental saat disesap di mulut.

  4. Rasa kopi arabika lebih mild atau halus.

  5. Kopi arabika juga terkenal pahit (Budiman, 2012).

B. Robusta

  Tanaman kopi jenis robusta memiliki adaptasi yang lebih baik dibandingkan dengan kopi jenis arabika. Areal perkebunan kopi jenis kopi robusta di Indonesia relatif luas. Pasalnya, kopi jenis robusta di Indonesia relatif luas. Pasalnya, kopi jenis robusta dapat tumbuh diketinggian yang lebih rendah dibandingkan dengan lokasi perkebunan arabika. Kopi jenis robusta yang asli sudah hampir hilang. Saat ini, beberapa jenis robusta sudah tercampur menjadi klon hibrida. Produksi jenis kopi robusta secara umum dapat mencapai 800 – 2.000kg/Ha/tahun (Panggabean, 2011).

C. Liberika

  Dahulu, kopi liberika pernah dibudidayakan di Indonesia, tetapi sekarang sudah ditinggalkan oleh pekebun dan petani. Pasalnya, bobot biji kopi keringnya hanya 10% dari bobot kopi basah. Selain perbandingan bobot basah dan bobot kering, rendeman biji kopi liberika yang rendah merupakan salah satu faktor tidak berkembangnya jenis kopi liberika di Indonesia. Rendeman kopi Liberika hanya sekitar 10 – 12%. Karakteristik, biji kopi Liberika hampir sama dengan jenis arabika. Pasalnya, jenis kopi liberika merupakan pengembangan dari jenis arabika. Kelebihannya, jenis liberika lebih tahan terhadap serangan hama Hemelia

  vastatrixi dibandingkan dengan kopi jenis arabika (Panggabean, 2011).

  Aspek Pengolahan Hasil

  Pengolahan hasil pertanian merupakan komponen kedua dalam kegiatan agribisnis setelah komponen produksi pertanian. Banyak pula dijumpai petani yang tidak melaksanakan pengolahan hasil yang disebabkan oleh berbagai hal. Padahal disadari bahwa kegiatan pengolahan ini dianggap penting, karena dapat meningkatkan nilai tambah. Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan diantaranya sebagai berikut:

1. Meningkatkan nilai tambah.

  3. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

  4. Meningkatkan keterampilan produsen.

  5. Meningkatkan pendapatan produsen (Soekartawi, 2003).

  Pengolahan Kopi Bubuk

  Pembuatan kopi bubuk banyak dilakukan oleh petani, pedagang pengecer, industry kecil, dan pabrik. Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasanya hanya dilakukan secara tradisional dengan alat – alat sederhana. Hasilnya pun biasanya hanya dikonsumsi sendiri atau dijual bila ada pesanan. Pembuatan kopi bubuk oleh pedagang pengecer atau industry kecil sudah agak meningkat dengan mesin – mesin yang cukup baik, tetapi masih dalam jumlah tebatas. Namun, hasilnya hanya dipasarkan sendiri atau dipasarkan kepedagang pengecer yang lebih besar. Pembuatan kopi bubuk oleh pabrik biasanya dilakukan secara modern dengan skala cukup besar. Hasilnya dikemas dalam bungkus rapi dengan menggunakan kertas aluminium foil agar kualitasnya terjamin, serta dapat dipasarkan ke berbagai daerah yang lebih luas. Pembuatan kopi bubuk biasanya di bagi dalam dua tahap, yaitu tahap perenangan dan tahap penggilingan (Najiyati dkk, 2008).

  • Perendangan (penyangraian) Perendangan atau penyangraian adalah proses pemanasan kopi beras pada suhu 200 – 250

  C. Pada proses perendangan, kopi juga mengalami perubahan warna dari hijau atau cokelat hijau menjadi cokelat kayu manis, kemudian menjadi hitam dengan permukaan berminyak. Bila kopi sudah berubah menjadi warna kehitaman dan mudah pecak (retak) maka penyangraian segera dihentikan. Selanjutnya kopi segera diangkat dan didinginkan. Perendangan secara tradisional umumnya Bila alat ini tidak ada, bisa pula dilakukan dengan wajan yang terbuat dari besi/baja.

  Peredangan kopi oleh pedagang atau pabrik dilakukan secara tertutup dengan mesin yang harganya cukup mahal seperti batch roaster sehingga sering tidak terjangkau oleh industry kecil yang modalnya terbatas (Najiyati dkk, 2008).

  Penggilingan (Penumbukan)

  Penggilingan adalah proses pemecahan butir – butir biji kopi yang telah direndang untuk mendapatkan kopi bubuk berukuran maksimum 75 mesh. Ukuran butir – butir (partikel – partikel) bubuk kopi berpengaruh terhadap rasa dan aroma kopi. Secara umum, semakin kecil ukurannya maka rasa dan aromanya semakin baik. Hal ini dikarenakan semakin besar bahan yang terdapat di dalam kopi dapat larut di dalam air ketika diseduh.

  Penggilingan tradisional dilakukan dengan cara menumbuk kopi menggunakan alat penumbuk yang disebut lumpang dan alu. Lumping terbuat dari kayu atau batu, sedangkan alu terbuat dari kayu. Setelah ditumbuk hingga halus, bubuk kopi disaring dengan ayakan paling besar 75 mesh. Bubuk kopi yang tidak lolos ayakan dikumpulkan dan ditumbuk lagi. Penggilingan oleh industry kecil atau pabrik menggunakan mesin giling. Mesin ini biasanya sudah dilengkapi alat pengatur ukuran partikel kopi sehingga secara otomatis bubuk kopi yang keluar berukuran seperti yang diinginkan dan tidak perlu disaring lagi (Najiyati dkk, 2008).

  Penyimpanan

  Kopi yang sudah direndang dan digiling mudah sekali mengalami perubahan, tempat terbuka akan kehilangan aroma dan berbau tengik selama 2 – 3 minggu. Kehilangan aroma ini disebabkan oleh menguapnya zat caffeol yang beraroma khas kopi. Sementara ketengikan disebabkan oleh reaksi antara lemak yang terdapat dalam kopi dengan oksigen di udara. Untuk menghindari penurunan mutu kopi yang telah direndang selama penyimpanan, sebaiknya kopi disimpan sebelum digiling. Kopi yang sudah digiling sebaiknya segera disimpan dan dipak dengan lapisan kedap udara (misalnya plastic atau aluminium foil). Di pabrik modern, bisanya kopi bubuk dikemas dalam kemasan atau kaleng hampa udara sehingga kopi tahan disimpan (Najiyati dkk, 2008).

2.2. Landasan Teori Defenisi Nilai Tambah

  Menurut Hayami et al. (1987) dalam buku Armand Sudiyono (2004), nilai tambah dapat dilihat dari dua aspek yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor – faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar.

  Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input lainnya, selain bahan bakar dan tenaga kerja.

  Besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen yang dapat dinyatakan secara matematik sebagai berikut:

  

Nilai Tambah = f (K,B,T,U,H,h,L)

  Dimana: K = Kapasitas Produksi B = Bahan baku yang digunakan T = Tenaga kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja H = Harga output h = harga bahan baku L= Nilai input lain (nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai) (Sudiyono, 2004).

  Nilai tambah (value added) adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan, ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefenisikan sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya. Tidak

  a termasuk tenaga kerja (Anonimous , 2014).

  Menurut Yodhy Purwoko Jati, (2006), dalam penelitiannya, menganalisis besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan kopi bubuk arabika.

  Kemudian menganalisis faktor internal dan eksternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman yang dihadapi kelompok tani tersebut. Untuk mengetahui besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan kopi, digunakan dengan metode hayami. Perhitungan nilai tambah didasarkan pada satu satuan bahan baku (Kg) dengan variabel terkait, meliputi: 1). Faktor konversi; 2).

  Koefisien Tenaga kerja; 3). Nilai Produk. Berdasarkan perhitungan nilai tambah, pada bulan desember 2006, nilai tambah kotor yang dihasilkan sebesar Rp. 8.800;00/Kg dengan rasio nilai tambah sebesar 41,89% dari nilai produk. Imbalan tenaga kerja sebesar Rp. 1.600;00. Hal ini berarti bahwa 17,97% dari nilai tambah pemasaran merupakan imbalan yang diterima tenaga kerja sedangkan nilai tambah bersih (sudah dikurangi dengan imbalan tenaga kerja) sebesar Rp. 7.200;00 atau 34,32% dari harga jual yang merupakan keuntungan yang diperoleh kelompok tani.

  Agroindustri

  Agroindustri adalah pengolahan hasil pertanian dan karena itu agroindustri merupakan bagian dari enam subsistem agribisnis yang disepakati selama ini yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan, usaha tani, pengolahan hasi (agroindustri), pemasaran, sarana, dan pembinaan (Soekartawi, 2000).

  Produksi komoditas pertanian (On –Farm)

  Produksi pertanian (on-farm) merupakan fokus pertama yang akan mempengaruhi proses selanjutnya hingga menghasilkan output. Produksi dapat dinyatakan sebagai perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan komoditas berupa kegiatan usaha tani maupun usaha lainnya. Jadi, produksi komoditas pertanian merupakan hasil proses dari lahan pertanian dalam arti luas berupa komoditas pertanian (pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan) (ABD. Rahim dkk, 2008).

  Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Komoditas Pertanian

  Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi pertanian dijelaskan sebagai berikut:

  1. Lahan Pertanian Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut.

  2. Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berfikir yang maju seperti petani yang mampu mengadopsi inovasi – inovasi baru, terutama dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian komoditas yang bagus sehingga nilai jual tinggi.

  3. Modal Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal apalagi kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Dalam kegiatan proses tersebut modal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variabel cost). Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali produksi, sedangkan modal tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja.

  4. Teknologi Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan terhadap tanaman dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi.

  5. Manajemen Dalam usahatani modern, peranan manajemen menjadi sangat penting dalam mengelola produksi komoditas pertanian, mulai dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengendalian (controlling), dan evaluasi (evaluation).

  Usahatani kooperatif

  Usahatani kooperatif merupakan usahatani yang dikelola secara kelompok dan tidak seluruh faktor produksi dikuasai oleh kelompok, hanya kegiatan yang dilakukan bersama – sama. Misalnya, setiap individu (petani) mempunyai faktor produksai dalam kelompok dan pekerjaannya dilakukan bersama – sama (pemberian pupuk, pemberantasan hama penyakit, dan sebagainya) (ABD. Rahim dkk, 2008).

2.3. Manajemen Strategi

  Strategi merupakan tindakan yang bersifat senantiasa meningkat dan terus menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh pelanggan dimasa yang akan datang. Strategi merupakan respon secara terus

  • menerus maupun adiktif terhadap peluang dan ancaman eksternal serta kekuatan

  Manajemen strategi dibuat melalui perumusan strategi, yang meliputi empat perumusan yaitu:

  1. Penentuan Misi Perusahaan Misi organisasi adalah tujuan atau alasan mengapa organisasi atau perusahaan tersebut berdiri.

  2. Menentukan Tujuan Yang Ingin Dicapai Tujuan adalah hasil akhir aktivitas perencanaan. Beberapa bidang dan tujuan yang perlu dibuat perusahaan diantaranya: profitabilitas (laba bersih), efisiensi biaya produksi, pertumbuhan usaha perusahaan, kekayaan pemegang saham, penggunaan sumberdaya, reputasi perusahaan, kontribusi untuk karyawan, kontribusi untuk lingkungan, kondisi pasar, kondisi perkembangan teknologi, kelangsungan hidupmperusahaan, dan kebutuhan pribadi manajemen puncak.

  3. Pengembangan Strategi Strategi perusahaan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya.

  4. Penetapan Pedoman Kebijakan Kebijakan merupakan pedoman perusahaan secara luas yang menghubungkan perumusan strategi dan implementasi (David, 2004).

2.4. Analisis SWOT

  SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal Strengths dan Weaknesses serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis.

  Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal Kekuatan (strengths), dan Kelemahan (weaknesses). Dalam penyusunan perencanaan strategis disususun melalui 3 tahap analisis yaitu: Tahap Pengumpulan Data, Tahap Analisis, dan Tahap pengambilan keputusan.

  Pada tahap pengumpulan data, data dapat dibedakan menjadi dua yaitu: Data Eksternal dan Data Internal. Sedangkan untuk model, model yang dipakai pada tahap ini terdiri atas: Matriks Faktor Strategi Eksternal, Matriks Strategi Internal dan Matriks posisi (Rangkuti, 2013).

  1. Matriks Faktor Strategi Eksternal,

  Sebelum membuat matriks faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu Faktor Strategi Eksternal (EFAS). Berikut adalah cara penentuan Faktor Strategi Eksternal: 1.

  Susunlah dalam kolom 1 faktor – faktor eksternal Peluang dan Ancaman.

  2. Beri bobot masing – masing faktor dalam kolom 2 sesuai dengan besar kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi, mulai dari nilai 4 (Sangat Penting), nilai 3 (Penting), nilai 2 (Cukup Penting), dan nilai 1 (Sangat tidak Penting).

  3. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing – masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 0 sampai dengan 1 berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan.

  4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4.

  5. Jumlahkan skor pembobotan pada kolom 4, untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategi eksternalnya (Rangkuti, 2013).

  2. Matriks Faktor Strategi Internal

  Setelah faktor – faktor strategi internal suatu perusahaan diidentifikasi, suatu tabel

  IFAS (Internal Strategi Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor – faktor strategis internal tersebut ke dalam kerangka Kekuatan dan Kelemahan perusahaan. Berikut adalah cara penentuan Faktor Strategi Internal: 1.

  Susunlah dalam kolom 1 faktor – faktor internal Peluang dan Ancaman.

  2. Beri bobot masing – masing faktor dalam kolom 2 sesuai dengan besar kecilnya pengaruh yang ada pada faktor strategi, mulai dari nilai 4 (Sangat Penting), nilai 3 (Penting), nilai 2 (Cukup Penting), dan nilai 1 (Sangat tidak Penting).

  3. Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing – masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 0 sampai dengan 1 berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan.

  4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4.

  5. Jumlahkan skor pembobotan pada kolom 4, untuk memperoleh total skor pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategi eksternalnya (Rangkuti, 2013).

  3. Matriks Posisi

  Hasil analisis pada tabel matriks faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal dipetakan pada matriks posisi dengan cara sebagai berikut :

  1. Sumbu horizontal (x) menunjukkan kekuatan dan kelemahan, sedangkan sumbu vertikal (y) menunjukkan peluang dan ancaman.

  2. Posisi perusahaan ditentukan dengan hasil sebagai berikut :

  • Kalau peluang lebih besar dari pada ancaman maka nilai y>0 dan sebaliknya • Kalau ancaman lebih besar dari pada peluang maka nilainya y<0.
  • Kalau kekuatan lebih besar daripada kelemahan maka nilai x>0 dan
  • Sebaliknya kalau kelemahan lebih besar daripada kekuatan maka nilainya x<0.

  

Diagram Analisis Swot

Gambar 1. Diagram analisis SWOT

  BERBAGAI PELUANG BERBAGAI ANCAMAN KELEMAHAN

  INTERNAL KEKUATAN

  INTERNAL 1.

  Mendukung strategi agresif

  4. Mendukung strategi defensif

  2. Mendukung strategi diversifikasi

  3. Mendukung strategi turn

  around

  • Kuadran 1: Merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy).
  • Kuadran 2 : Meskipun menghadadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).
  • Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal.
  • Kuadran 4 :Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal (Rangkuti, 2013).

  Matriks SWOT dapat menghasilkan empat set kemungkinan alternative srategis yaitu:

  1. Strategi SO yaitu strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar – besarnya.

  2. Strategi ST yaitu strategi ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman..

  3. Strategi WO yaitu strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

  4. Strategi WT yaitu strategi ini didasarkan pada kegiatan yang meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.

  Tabel 2. Matriks Analisis SWOT

  IFAS Kekuatan (Strenghts) Kelemahan (Weakness) EFAS

  Peluang Strategi S – O Strategi W – O (opportunities) Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan meminimalkan untuk memanfaatkan kelemahan untuk peluang memanfaatkan peluang Ancaman Strategi S – T Strategi W – T (Threats) Ciptakan strategii yang Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan meminimalkan untuk mengatasi ancaman kelemahan dan menghindari ancaman

  Sumber : Rangkuti, 2013

2.5. Kerangka Pemikiran

  Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang strategis, karena kopi memberikan nilai ekonomis yang tinggi. Sehingga tidak heran jika perkembangan perkebunan kopi arabika rakyat juga semakin pesat. Namun, perkembangannya tidak diikuti dengan pengolahan kopi biji menjadi kopi bubuk. Kebanyakan petani hanya menjual hasil usaha taninya dalam bentuk gelondongan merah (Cherry

  Red ) dan kopi biji. Tentu saja hal ini tidak meningkatkan nilai tambah ditingkat petani.

  Ada kondisi fluktuasi harga jual beberapa tahun terakhir dirasakan tidak stabil oleh para petani menyebabkan mereka resah dalam menjalankan usaha taninya.

  Sehingga para petani harus meningkatkan nilai tambah hasil usaha taninya untuk meningkatkan keuntungan. Peningkatan keuntungan dapat dilakukan dengan dengan proses pengolahan kopi biji menjadi kopi bubuk.

  Sehingga, pada tahun 2011 kelompok tani simanja memulai home industry pengolahan kopi bubuk hingga saat ini. Keputusan pengolahan kopi dilakukan dengan pertimbangan untuk meningkatkan pendapatan. Dalam pengolahan kopi bubuk terdapat berbagai perlakuan yaitu dimulai dari; Pengelupasan kulit tanduk(kopi biji) menjadi kopi beras; penyangraian kopi beras; agroindustri kopi beras menjadi kopi bubuk; dan yang terakhir melakukan proses pengemasan.

  Dalam pengembangan pengolahan kopi bubuk arabika masih dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal dan internal. Untuk itu untuk mengetahui faktor – fakor apa saja yang mempengaruhi pengembangan produk olahan kopi bubuk arabika, perlu dilakukan analisis dengan menggunakan metode analisis SWOT. Sehingga, kerangka pemikiran dapat dibuat sebagai berikut:

  

Buah kopi

(kopi gelondongan) Kopi Tanduk (kopi biji)

  Pengolahan Kopi beras kopi bubuk:

  • Peredangan • Penggilingan

  Nilai tambah, Kopi Bubuk

  • Pengemasan

  menggunakan metode hayami Faktor – faktor Faktor – faktor Internal

  Eksternal Strategi pengembangan (Analisis SWOT)

  Gambar 2. Skema kerangka Pemikiran

  Keterangan : : Menyatakan proses/perlakuan

2.6. Hipotesis Penelitian

  Berdarkan uraian pada identifikasi masalah maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

  1. Sistem pengolahan kopi bubuk arabika di daerah penelitian masih sederhana.

  2. Ada nilai tambah yang dihasilkan dari produk olahan kopi Arabika di daerah penelitian.

  3. Terdapat faktor – faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengolahan kopi bubuk arabika di daerah penelitian.

  4. Strategi pengembangan yang dilakukan di daerah penelitian adalah strategi agresif.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Budaya Kerja dan Komitmen Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang

0 2 9

Pengaruh Budaya Kerja dan Komitmen Pegawai Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pasar Kabupaten Deli Serdang

0 0 9

THE INFLUENCE OF TEACHER’S TEACHING CHARACTER TO THE STUDENT’ SLEARNING BEHAVIOUR AND LANGUAGE AT SMAN 3 LANGSA 2014 Allif Syahputra Bania allifbaniagmail.com Nuraini, M.Pd Universitas Samudra Langsa Aceh Abstract - The Influence Of Teacher’s Teaching Cha

0 0 14

BAB 3. METODOLOGI 3.1. Desain - Efektifitas Vitamin D terhadap Derajat Keparahan Dermatitis Atopik

0 0 25

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dermatitis Atopik 2.1.1. Definisi - Efektifitas Vitamin D terhadap Derajat Keparahan Dermatitis Atopik

0 0 14

A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi - Tinjauan Tentang Praktik Asuransi Kecelakaan Terhadap Tertanggung Sebagai Pelaku Kecelakaan

0 2 36

A. Latar Belakang - Tinjauan Tentang Praktik Asuransi Kecelakaan Terhadap Tertanggung Sebagai Pelaku Kecelakaan

0 0 15

Analisis Pasal 1338 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Pacta Sunt Servanda) Dalam Perjanjian Antara Dokter Dengan Pasien

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Pasal 1338 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (Pacta Sunt Servanda) Dalam Perjanjian Antara Dokter Dengan Pasien

0 0 12

2. Kelapa sawit - Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Produk Olahan Kopi Bubuk Arabika (Coffea arabika) Kelompok Tani Simalungun Jaya Desa Sait Buttu Saribu Kabupaten Simalungun

0 0 16